Pages

Kamis, 30 Januari 2014

200. NASEHAT MAULANA ILYAS RAHMATULLAH 'ALAIH




 Foto Maulana Ilyas rahmatullah 'alaih


1. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih katakan :
“Yang saya khawatirkan nanti akan terjadi, dimana orang itu seperti usaha agama, namun disisi Allah tidak sedang usaha agama. Mengapa bisa begitu ? Hal ini karena maksud usaha agama ini adalah bagaimana diri kita ini sifatnya tambah baik, yakinnya tambah kuat, ketaatannya pada Allah subhanahu wa ta’ala meningkat, kecintaannya kepada sunnah semakin bertambah, shalatnya makin khusyu’, ilmunya semakin bertambah, dan inilah maksud usaha agama. Tapi hari ini orang usaha agama hanya untuk orang lain saja bukan untuk diri sendiri. Inilah yang dimaksud kita disisi manusia terlihat seperti usaha agama tetapi disisi Allah bukan sedang usaha agama.
2. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih berkata :
“Siapa saja yang buat kerja dakwah tetapi tidak yakin bahwa Allah akan menolong dia, berarti orang ini adalah orang yang fasik.” Barangsiapa yang buat kerja dakwah dan dakwah menjadi maksud hidupnya, maka Allah akan tolong dia seperti Allah telah tolong para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan para Nabi ‘alaihis shalatu wassalam. Siapa saja yang mengisi hatinya dengan Amal Agama, maka Allah akan masukkan cahaya ke dalam hatinya sehingga ia dapat melihat dengan cahaya Allah. Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Hati-hati dengan firasat orang beriman.
3. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih menyatakan :
"Hakikat usaha ini adalah satu perjuangan yang sangat besar, sayangnya banyak orang yang masih belum memahami hakikatnya"

4. Kata Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih harus ada niat : Seluruh hidup, seluruh harta, seluruh diri untuk Allah subhanahu wa ta’ala. Bagaimana supaya Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan hidayah untuk kita? Caranya :
1. Jangan lihat keburukan orang lain dan lelaki yang bukan muhrim.
2. Untuk ishlah diri : Semua perintah Allah subhanahu wa ta’ala anggaplah belum tahu dan baru mendengar.
3. Ada fikir dan risaunya seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, memikirkan dan merisaukan bagaimana keadaan ummat sekarang.
4. Bagaimana amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hidup di seluruh alam.
6 Bagaimana usaha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hidup di seluruh alam.
Untuk dapatkan ini hendaklah maksud Nabi menjadi maksud hidup kita.
7 Kita hidup untuk Da`wah, Da`wah sampai mati, Mati dalam Da`wah.

5. Nasehat Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih :
Cara menyelesaikan berbagai masalah, baik masalah pribadi, masalah umat, maupun masalah politik adalah dengan Dakwah dan Usaha Agama, berdasarkan satu fikir. Cara-cara yang ditempuh di luar usaha agama nampaknya saja dapat memberikan hasil dan keuntungan dengan segera, sekalipun hanya dengan pengorbanan yang sedikit. Dalam pada itu, usaha agama menghendaki pengorbanan yang besar sedangkan keuntungannya tidak segera dapat dilihat. Itulah sebabnya mengapa orang-orang menjauh dari usaha agama. Demikian pula orang-orang yang terlalu tergesa-gesa dalam menarik kesimpulan ketika melihat orang-orang yang “tidak produktif” seperti kita atau ketika melihat asas usaha dakwah kita. Namun ternyata mereka tidak mampu melihat hakikatnya, yakni tidak mampu memahami hakikat syariah.
6. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih berkata : Terdapat dua golongan orang yang membuat usaha usaha agama, yaitu :
1. Mereka yang keluar di jalan Allah, dengan niat untuk menyelesaikan masalah hutang/sakit/kesusahan. Orang yang seperti ini tidak akan istiqamah (dalam usaha agama)
2. Mereka yang keluar di jalan Allah, karena menganggap bahwa hal itu adalah perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Orang seperti ini akan istiqamah dalam membuat kerja dan akan mendapat tarbiyyah dan maju (dalam usaha agama).
7. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih katakan :
"Bahkan dalam saat minum teh pun kita mesti bertanya keadaan ahli keluarga kita, agar tidak ada satupun ahli keluarga yang terlibat kesia-siaan, jangan hidup seperti kaum Yahudi dan Nasrani, yang tidak mempunyai tertib hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam "
8. Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih berkata :
"Permisalan keadaan ummat ini hari, ibarat seseorang yang memiliki mata tetapi mata tersebut buta, memiliki telinga tetapi tidak bisa mendengar (tuli), sehingga dia dalam keadaan sedang berjalan, tetapi berjalannya menuju jurang... Artinya menuju jurang kehancuran atau jurang neraka. Naudzubillah min dzalik.
9. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih berkata :
"Musyawarah adalah suatu perkara yg besar. Allah berjanji apabila kalian duduk bermusyawarah dan bertawakal kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka sebelum kalian berdiri, kalian mendapat taufik pada jalan yang lurus." Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang hendak mengerjakan suatu urusan, lalu ia bermusyawarah dengan seorang muslim, niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan memberinya taufik kepada urusan yang paling benar dan paling baik untuknya." (HR. Thabrani)
10. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih katakan :
Ilmu Fadhail memiliki derajat satu tingkat di atas Masail karena dengan fadhail orang tergerak ingin beramal dan pada saat yang sama mereka akan belajar masail tentang amalan tersebut.
Ilmu Masail ibarat ban depan mengemudikan arah yang benar, sedangkan ilmu fadhail adalah ban belakang.
11. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih ditanya orang. Kerja yang kamu buat sekarang ini banyak melalaikan hak makhluk, bagaimana ini? Dijawab oleh beliau, betul. Saya akui kerja yang saya galakkan sekarang ini banyak mengurangi hak makhluk, tapi dengan seorang mengambil usaha ini dengan sebab usahanya banyak orang-orang yang dahulunya melalaikan hak makhluk setelah mendapat hidayah dia menjadi orang-orang yang menunaikan hak makhluk dengan sebenarnya.
12. Beberapa orang datang ke Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih, mereka berkata kepada Maulana Ilyas, “Syaikh antum ini wali.” Ini asbab hebatnya kerja dan gerak beliau dalam Dakwah. Namun apa kata Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih, “Bukan, saya ini bukan wali, tetapi yang wali itu adalah kerja dakwah ini.” Jadi Maulana Ilyas tidak ingin membawa umat ini kepada pengkultusan, tetapi lebih ingin mengarahkan umat ini kepada kerja dakwah. Kita tidak menafikan adanya orang-orang tertentu yang mempunyai level kedekatan dengan Allah seperti para Aulia, tetapi ini sedikit sekali, tidak semua orang bisa mencapai level ketaatan seperti itu. Itulah namanya orang-orang pilihan Allah. Namun untuk yang secara umum agar umat ini dapat menjadi dekat dengan Allah, maka Allah berikan ummat ini kerja dakwah yang bisa membuat ummat ini diwalikan semua oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Di dalam tarekat-tarekat, mereka mempunyai mursyid yang mempunyai kelebihan-kelebihan tersendiri dalam doa. Namun dalam kerja dakwah ini tidak ada yang seperti itu, yang paling utama dalam kerja dakwah ini adalah kerja itu sendiri.
13. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih ditanya oleh anaknya yaitu Maulana Yusuf rahmatullah ‘alaih : “Ya ayahanda ! kenapa ayah buat jamaah lagi padahal sudah banyak firqah-firqah dan bermacam-macam jamaah dalam islam ?” Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih katakan : “Wahai anakku !! hari ini amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah banyak dikerjakan oleh ummat islam dan wujud di mana mana tempat dalam jamaah, tetapi maksud hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah hilang dari ummat, sehingga amalan ummat tidak mencapai hakekat amal.”
a. Mereka shalat, yang seharusnya mampu mencegah fakhsya’ dan mungkar, tetapi belum bisa wujud di tengah ummat
b. Puasa, yang seharusnya menghasilkan ketakwaan, juga belum berhasil
c. Zakat, yang seharusnya menghilangkan cinta dunia, malahan menjadikan orang semakin cinta dunia
d. Haji, yang seharusnya mendatangkan kecintaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala justru orang semakin mencintai makhluq
Maksud ittiba’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mengikuti kepada dua perkara :
1. Amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
2. Maksud hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
14. Tahapan Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih dalam merintis dakwah adalah :
1) Membayar orang untuk lakukan dakwah (Tidak ada hasil)
2) Membangun 250 madrasah (Tidak ada hasil)
3) Menganjurkan santrinya berpuasa/menahan lapar dan berdoa (BERHASIL, asbab munajad Maulana sambil lapar, sehingga seiapa saja yang hadir di Masjid beliau di Banglawali tidak akan kelaparan)
4) Maulana amalkan bayan subuh setiap hari 3 jam dengan berdiri dan tidak tidur melebihi 4 jam, serta doa minta diwafatkan ketika berdakwah (BERHASIL, usaha dakwah ini berkembang ke seluruh dunia hingga kini dan Insya Allah sampai hari kiamat)
Kesimpulan : Hanya dengan PENGORBANAN, dakwah akan BERHASIL
15. Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih brkata :
"1/100 pun saya tidak mampu untuk menyampaikan hakekat kerja ini kepada manusia, dan 1/100 dari apa yang telah saya sampaikan pun, tiada seorang pun yang memahaminya." Seandanya Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih telah menyatakan ketidak sanggupan beliau walaupun 1/100 atas kerja ini, lalu dimanakah derajat kepahaman kita.????"
16. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih, setelah sorenya memberikan bayan Maghrib ,tengah malam beliau membersihkan tandas dan membuang kotoran manusia yang pada jaman itu kotoran manusia dikumpulkan bukan safety tank seperti sekarang, tetapi harus dibuang setiap hari.
17. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih pernah berkata, ada 2 (dua) orang yang terkebelakang dari usaha ini :
1. Niat untuk mengishlah orang lain
2. Mau mengishlah kerja ini
18. Satu kali Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih telah melihat satu orang penarik becak singgah ke masjid untuk buang hajat (ke belakang). Maulana beranggapan dia akan dapat berjumpa lagi dengan orang tersebut dan beliau sempat mengerjakan shalat sunnat 2 rakaat. Setelah selesai Maulana pergi mencari orang tersebut namun sudah tidak kelihatan lagi. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih menangis dan terus menangis. Semasa diakhir hayatnya Maulana Ilyas, sempat menangis dan menceritakan peristiwa tersebut yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Beliau menyesal dengan 2 rakaat shalat sunnat, beliau telah gagal untuk memberikan dakwah pada orang tersebut. Kata Maulana Umar Palanpuri rahmatullah ‘alaih, jikalau kita mendapat peluang untuk buat dakwah, janganlah kita tangguhkan, mungkin dimasa itu Allah subhanahu wa ta’ala telah buat suatu keputusan untuk hidayah seluruh alam. Allahu Akbar!
19. Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih berkata :
Carilah ilmu, yang dengannya kita semakin bertambah pengetahuan tentang kebodohan kita, sehingga kita akan merasa kurang dan kita terus belajar, apa lagi dalam Perkara Agama. Buahnya kita akan jauh dari Sifat Sombong.
20. Pada suatu peristiwa, Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih telah bertanya kepada orang Mewat apakah mereka faham apa yang dikatakan oleh beliau didalam bayan beliau. Orang-orang Mewat menjawab, "Ya kami faham". Ketika ditanya, "apa yang kamu fahami? Jawab mereka, "beliau menghendaki dengan bayan tersebut agar kami keluar di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, sedlain itu kami tidak tahu, oleh karena itu maka kami sedia keluar di jalan Allah sekarang juga."
Siap sedia insya Allah 4 bulan di jalan Allah............

Senin, 27 Januari 2014

199. PERTEMPURAN BADAR




Jazirah Arab dihuni oleh suku-suku yang berbicara dalam bahasa Arab. Beberapa diantaranya adalah suku Badui; bangsa nomad penggembala yang terdiri dari berbagai macam suku; beberapa adalah suku petani yang tinggal di oasis daerah utara atau daerah yang lebih subur di bagian selatan (sekarang Yaman dan Oman). Mayoritas bangsa Arab menganut kepercayaan politeisme. Beberapa suku juga memeluk agama Yahudi, Kristen (termasuk paham Nestorian), dan Zoroastrianisme.
Nabi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam lahir di Mekkah sekitar tahun 570 M dari keluarga Bani Hasyim dari suku Quraisy. Ketika berumur 40 tahun, ia mengalami pengalaman spiritual yaitu menerima wahyu ketika sedang tafakkur dan tadabbur di suatu gua, yakni Gua Hira di luar kota Mekkah. Ia mulai berdakwah kepada keluarganya dan setelah itu baru berdakwah kepada umum. Dakwahnya ada yang diterima dengan baik tapi lebih banyak yang menentangnya. Pada periode ini, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam dilindungi oleh pamannya Abu Thalib. Ketika pamannya meninggal dunia sekitar tahun 619, kepemimpinan Bani Hasyim diteruskan kepada salah seorang musuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam, yaitu Amr bin Hisyam,[1] yang menghilangkan perlindungan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam serta meningkatkan penganiayaan terhadap komunitas Muslim.
Pada tahun 622, dengan semakin meningkatnya kekerasan terbuka yang dilakukan kaum Quraisy kepada kaum Muslim di Mekkah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam dan banyak pengikutnya hijrah ke Madinah. Hal ini menandai dimulainya kedudukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam sebagai pemimpin suatu kelompok dan agama.

Ghazawāt

Setelah kejadian hijrah, ketegangan antara kelompok masyarakat di Mekkah dan Madinah semakin memuncak dan pertikaian terjadi pada tahun 623 ketika kaum Muslim memulai beberapa serangan (sering disebut ghazawāt dalam bahasa Arab) pada rombongan dagang kaum Quraisy Mekkah. Madinah terletak di antara rute utama perdagangan Mekkah. Meskipun kebanyakan kaum Muslim berasal dari kaum Quraisy juga, mereka yakin akan haknya untuk mengambil harta para pedagang Quraisy Mekkah tersebut; karena sebelumnya telah menjarah harta dan rumah kaum muslimin yang ditinggalkan di Mekkah (karena hijrah) dan telah mengeluarkan mereka dari suku dan kaumnya sendiri, sebuah penghinaan dalam kebudayaan Arab yang sangat menjunjung tinggi kehormatan.[2] Kaum Quraisy Mekkah jelas-jelas mempunyai pandangan lain terhadap hal tersebut, karena mereka melihat kaum Muslim sebagai penjahat dan juga ancaman terhadap lingkungan dan kewibawaan mereka[3].
Pada akhir tahun 623 dan awal tahun 624, aksi ghazawāt semakin sering dan terjadi di mana-mana. Pada bulan September 623, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam memimpin sendiri 200 orang kaum Muslim melakukan serangan yang gagal terhadap rombongan besar kafilah Mekkah. Tak lama setelah itu, kaum Quraisy Mekkah melakukan "serangan balasan" ke Madinah, meskipun tujuan sebenarnya hanyalah untuk mencuri ternak kaum Muslim.[4] Pada bulan January 624, kaum Muslim menyerang kafilah dagang Mekkah di dekat daerah Nakhlah, hanya 40 kilometer di luar kota Mekkah, membunuh seorang penjaga dan akhirnya benar-benar membangkitkan dendam di kalangan kaum Quraisy Mekkah.[5] Terlebih lagi dari sudut pandang kaum Quraisy Mekkah, penyerangan itu terjadi pada bulan Rajab; bulan yang dianggap suci oleh penduduk Mekkah. Menurut tradisi mereka, dalam bulan ini peperangan dilarang dan gencatan senjata seharusnya dijalankan.[6] Berdasarkan latar-belakang inilah akhirnya Pertempuran Badar terjadi.
Di musim semi tahun 624, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam mendapatkan informasi dari mata-matanya bahwa salah satu kafilah dagang yang paling banyak membawa harta pada tahun itu, dipimpin oleh Abu Sufyan dan dijaga oleh tiga puluh sampai empat puluh pengawal, sedang dalam perjalanan dari Suriah menuju Mekkah. Mengingat besarnya kafilah tersebut, atau karena beberapa kegagalan dalam penghadangan kafilah sebelumnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam mengumpulkan pasukan sejumlah lebih dari 300 orang, yang sampai saat itu merupakan jumlah terbesar pasukan Muslim yang pernah diterjunkan ke medan perang.[7]

Pergerakan menuju Badar

 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak panglima utamanya, termasuk pamannya Hamzah dan para calon Kalifah pada masa depan, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Kaum Muslim juga membawa 70 unta dan 3 kuda, yang berarti bahwa mereka harus berjalan, atau tiga sampai empat orang duduk di atas satu unta[8] Namun demikian, banyak sumber-sumber kalangan Muslim pada awal masa itu, termasuk dalam Al-Qur'an sendiri, tidak mengindikasikan akan terjadinya suatu peperangan yang serius,[9] dan calon khalifah ketiga Utsman bin Affan juga tidak ikut karena istrinya sakit.[10]
Ketika kafilah dagang Quraisy Mekkah mendekati Madinah, Abu Sufyan mulai mendengar mengenai rencana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam untuk menyerangnya. Ia mengirim utusan yang bernama Damdam ke Mekkah untuk memperingatkan kaumnya dan mendapatkan bala bantuan. Segera saja kaum Quraisy Mekkah mempersiapkan pasukan sejumlah 900-1.000, 600 baju besi, 100 kuda, dan 700 onta serta dengan persenjataan lengkap. orang untuk melindungi kelompok dagang tersebut. Banyak bangsawan kaum Quraisy Mekkah yang turut bergabung, termasuk di antaranya Amr bin Hisyam, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi'ah, dan Umayyah bin Khalaf. Alasan keikut-sertaan mereka masing-masing berbeda. Beberapa ikut karena mempunyai bagian dari barang-barang dagangan pada kafilah dagang tersebut, yang lain ikut untuk membalas dendam atas Ibnu al-Hadrami, penjaga yang tewas di Nakhlah, dan sebagian kecil ikut karena berharap untuk mendapatkan kemenangan yang mudah atas kaum Muslim.[11] Amr bin Hisyam juga disebutkan menyindir setidak-tidaknya seorang bangsawan, yaitu Umayyah ibn Khalaf, agar ikut serta dalam penyerangan ini. [12]
Di saat itu pasukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam sudah mendekati tempat penyergapan yang telah direncanakannya, yaitu di sumur Badar, suatu lokasi yang biasanya menjadi tempat persinggahan bagi semua kafilah yang sedang dalam rute perdagangan dari Suriah. Akan tetapi, beberapa orang petugas pengintai kaum Muslim berhasil diketahui keberadaannya oleh para pengintai kafilah dagang Quraisy tersebut[13] dan Abu Sufyan kemudian langsung membelokkan arah kafilah menuju Yanbu.[14]

Rencana pasukan Muslim

وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَن يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ
"Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu,[15] dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir". (QS. Al-Anfal: 7)
Pada saat itu telah sampai kabar kepada pasukan Muslim mengenai keberangkatan pasukan dari Mekkah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam segera menggelar rapat dewan peperangan, disebabkan karena masih adanya kesempatan untuk mundur dan di antara para pejuang Muslim banyak yang baru saja masuk Islam (disebut kaum Anshar atau "Penolong", untuk membedakannya dengan kaum Muslim Quraisy), yang sebelumnya hanya berjanji untuk membela Madinah. Berdasarkan pasal-pasal dalam Piagam Madinah, mereka berhak untuk menolak berperang serta dapat meninggalkan pasukan. Meskipun demikian berdasarkan tradisi Islam (sirah), dinyatakan bahwa mereka pun berjanji untuk berperang.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa yakin bahwa yang nantinya akan ditemui adalah pasukan perang dan bukan kafilah dagang, beliau mulai cemas dan khawatir terhadap keteguhan dan semangat shahabat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan beliau hadapi kekuatannya jauh lebih besar dari pada kekuatan pasukan yanng beliau pimpin. Oleh karena itu, tidak heran jika ada sebagian shahabat yang merasa berat dengan keberangkatan pasukan menuju Badar. Allah gambarkan kondisi mereka dalam firmanNya,
كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (QS. Al Anfal: 5)
Sementara itu, para komandan pasukan Muhajirin, seperti Abu Bakr dan Umar bin Al Khattab sama sekali tidak mengendor, dan lebih baik maju terus. Namun, ini belum dianggap cukup oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau masih menginginkan bukti konkret kesetiaan dari shahabat yang lain. Akhirnya, untuk menghilangkan kecemasan itu, beliau berunding dengan para shahabat, meminta kepastian sikap mereka untuk menentukan dua pilihan: (1) tetap melanjutkan perang apapun  kondisinya, ataukah (2) kembali ke madinah.
Majulah Al Miqdad bin ‘Amr seraya berkata, “Wahai Rasulullah, majulah terus sesuai apa yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami akan bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Pergi saja kamu, wahai Musa bersama Rab-mu (Allah) berperanglah kalian berdua, kami biar duduk menanti di sini saja.‘” (Perkataan Al Miqdad radhiyallahu ‘anhu ini merupakan cuplikan dari firman Allah surat Al Maidah: 24)
Kemudian Al Miqdad melanjutkan: “Tetapi pegilah anda bersama Rab anda (Allah), lalu berperanglah kalian berdua, dan kami akan ikut berperang bersama kalian berdua. Demi Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran, andai anda pergi membawa kami ke dasar sumur yang gelap, kamipun siap bertempur bersama engkau hingga engkau bisa mencapai tempat itu.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan komentar yang baik terhadap perkataan Al Miqdad dan mendo’akan kebaikan untuknya. Selanjutnya, majulah Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhu, komandan pasukan kaum anshar.
Sa’ad mengatakan, “Kami telah beriman kepada Anda. Kami telah membenarkan Anda. Andaikan Anda bersama kami terhalang lautan lalu Anda terjun ke dalam lautan itu, kami pun akan terjun bersama Anda….” Sa’ad radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan, “Boleh jadi Anda khawatir, jangan-jangan kaum Anshar tidak mau menolong Anda kecuali di perkampungan mereka (Madinah). Sesungguhnya aku berbicara dan memberi jawaban atas nama orang-orang anshar. Maka dari itu, majulah seperti yang Anda kehendaki….”[16] Akan tetapi, kaum Muslim masih berharap dapat terhindar dari suatu pertempuran terbuka, dan terus melanjutkan pergerakannya menuju Badar.
Pada tanggal 15 Maret, kedua pasukan telah berada kira-kira satu hari perjalanan dari Badar. Beberapa pejuang Muslim (menurut beberapa sumber, termasuk Ali bin Abi Thalib) yang telah berkuda di depan barisan utama, berhasil menangkap dua orang pembawa persedian air dari pasukan Mekkah di sumur Badar. Pasukan Muslim sangat terkejut ketika mendengar para tawanan berkata bahwa mereka bukan berasal dari kafilah dagang, melainkan berasal dari pasukan utama Quraisy. Karena menduga bahwa mereka berbohong, para penyelidik memukuli kedua tawanan tersebut sampai mereka berkata bahwa mereka berasal dari kafilah dagang. Akan tetapi berdasarkan catatan tradisi, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam kemudian menghentikan tindakan tersebut.[16] Beberapa catatan tradisi juga menyatakan bahwa ketika mendengar nama-nama para bangsawan Quraisy yang menyertai pasukan tersebut, ia berkata "Itulah Mekkah. Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya."[17] Hari berikutnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam memerintahkan melanjutkan pergerakan pasukan ke wadi Badar dan tiba di sana sebelum pasukan Mekkah.
Sumur Badar terletak di lereng yang landai di bagian timur suatu lembah yang bernama "Yalyal". Bagian barat lembah dipagari oleh sebuah bukit besar bernama "'Aqanqal". Ketika pasukan Muslim tiba dari arah timur, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam pertama-tama memilih menempatkan pasukannya pada sumur pertama yang dicapainya. Tetapi, ia kemudian tampaknya berhasil diyakinkan oleh salah seorang pejuangnya, untuk memindahkan pasukan ke arah barat dan menduduki sumur yang terdekat dengan posisi pasukan Quraisy. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam kemudian memerintahkan agar sumur-sumur yang lain ditimbuni, sehingga pasukan Mekkah terpaksa harus berperang melawan pasukan Muslim untuk dapat memperoleh satu-satunya sumber air yang tersisa.

Rencana Pasukan Mekkah

Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan kaum muslimin, dia langsung mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah tentang kabar dirinya dan meminta agar pasukan Mekkah kembali pulang. Namun, dengan sombongnya, gembong komplotan pasukan Musyrikin enggan menerima tawaran ini. Dia justru mengatakan, “Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita akan tinggal di sana tiga hari, menyembelih onta, pesta makan, minum khamr, mendengarkan dendang lagu biduwanita sampai masyarakat jazirah arab mengetahui kita dan senantiasa takut kepada kita…”
Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam FirmanNya,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَاللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan…” (Qs. Al-Anfal: 47)
Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu di bawah pengaturan Allah, karena ditutupi dengan kesombongan mereka. Mereka tidak sadar bahwa Allah kuasa membalik keadaan mereka.
Di sisi lain, meskipun tidak banyak yang diketahui mengenai perjalanan pasukan Quraisy sejak saat mereka meninggalkan Mekkah sampai dengan kedatangannya di perbatasan Badar, beberapa hal penting dapat dicatat: adalah tradisi pada banyak suku Arab untuk membawa istri dan anak-anak mereka untuk memotivasi dan merawat mereka selama pertempuran, tetapi tidak dilakukan pasukan Mekkah pada perang ini. Selain itu, kaum Quraisy juga hanya sedikit atau sama sekali tidak menghubungi suku-suku Badui sekutu mereka yang banyak tersebar di seluruh Hijaz.[18] Kedua fakta itu memperlihatkan bahwa kaum Quraisy kekurangan waktu untuk mempersiapkan penyerangan tersebut, karena tergesa-gesa untuk melindungi kafilah dagang mereka.
Ketika pasukan Quraisy sampai di Juhfah, sedikit di arah selatan Badar, mereka menerima pesan dari Abu Sufyan bahwa kafilah dagang telah aman berada di belakang pasukan tersebut, sehingga mereka dapat kembali ke Mekkah.[19] Pada titik ini, menurut penelitian Karen Armstrong, muncul pertentangan kekuasaan di kalangan pasukan Mekkah. Amr bin Hisyam ingin melanjutkan perjalanan, tetapi beberapa suku termasuk Bani Zuhrah dan Bani 'Adi, segera kembali ke Mekkah. Armstrong memperkirakan suku-suku itu khawatir terhadap kekuasaan yang akan diraih oleh Amr bin Hisyam, dari penghancuran kaum Muslim. Sekelompok perwakilan Bani Hasyim yang juga enggan berperang melawan saudara sesukunya, turut pergi bersama kedua suku tersebut.[20] Di luar beberapa kemunduran itu, Amr bin Hisyam tetap teguh dengan keinginannya untuk bertempur, dan bersesumbar "Kita tidak akan kembali sampai kita berada di Badar". Pada masa inilah Abu Sufyan dan beberapa orang dari kafilah dagang turut bergabung dengan pasukan utama.[21]

Hari pertempuran 

 Lokasi Perang Badar

Pertempuran Badar (غزوة بدر, ghazawāt badr), adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadhan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraiys[1] dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan.

Disebut sebagai peristiwa besar, karena perang Badar merupakan awal perhelatan senjata dalam kapasitas besar yang dilakukan antara pembela Islam dan musuh Islam. Saking hebatnya peristiwa ini, Allah namakan hari teradinya peristiwa tersebut dengan Yaum Al Furqan (hari pembeda) karena pada waktu itu, Allah, Dzat yang menurunkan syariat Islam, hendak membedakan antara yang haq dengan yang batil. Di saat itulah Allah mengangkat derajat kebenaran dengan jumlah kekuatan yang terbatas dan merendahkan kebatilan meskipun jumlah kekuatannya 3 kali lipat. Allah menurunkan pertolongan yang besar bagi kaum muslimin dan memenangkan mereka di atas musuh-musuh Islam.
Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.
Di saat fajar tanggal 17 Maret, pasukan Quraisy membongkar kemahnya dan bergerak menuju lembah Badar. Telah turun hujan di hari sebelumnya, sehingga mereka mereka harus berjuang ketika membawa kuda-kuda dan unta-unta mereka mendaki bukit 'Aqanqal (beberapa sumber menyatakan bahwa matahari telah tinggi ketika mereka berhasil mencapai puncak bukit).[22] Setelah menuruni bukit 'Aqanqal, pasukan Mekkah mendirikan kemah baru di dalam lembah. Saat beristirahat, mereka mengirimkan seorang pengintai, yaitu Umair bin Wahab, untuk mengetahui letak barisan-barisan Muslim. Umair melaporkan bahwa pasukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam berjumlah kecil, dan tidak ada pasukan pendukung Muslim lainnya yang akan bergabung dalam peperangan.[23] Akan tetapi ia juga memperkirakan akan ada banyak korban dari kaum Quraisy bila terjadi penyerangan (salah satu hadits menyampaikan bahwa ia melihat "unta-unta (Madinah) yang penuh dengan hawa kematian").[24] Hal tersebut semakin menurunkan moral kaum Quraisy, karena adanya kebiasaan peperangan suku-suku Arab yang umumnya sedikit memakan korban, dan menimbulkan perdebatan baru di antara para pemimpin Quraisy. Meskipun demikian, menurut catatan tradisi Islam, Amr bin Hisyam membungkam semua ketidak-puasan dengan membangkitkan rasa harga diri kaum Quraisy dan menuntut mereka agar menuntaskan hutang darah mereka.[25]
Di Sudut Malam yang Menyentuh Jiwa…
Pada malam itu, malam jum’at 17 Ramadhan 2 H, Nabi Allah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak mendirikan shalat di dekat pepohonan. Sementara Allah menurunkan rasa kantuk kepada kaum muslimin sebagai penenang bagi mereka agar bisa beristirahat. Sedangkan kaum musyrikin di pihak lain dalam keadaan cemas. Allah menurunkan rasa takut kepada mereka. Adapun Beliau senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah. Memohon pertolongan dan bantuan dari-Nya. Di antara do’a yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berulang-ulang adalah,
“…Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak akan disembah. Ya Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau binasakan pada hari ini, Engkau tidak akan disembah…..”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang do’a ini sampai selendang beliau tarjatuh karena lamanya berdo’a, kemudian datanglah Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu memakaikan selendang beliau yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukup-cukup, wahai Rasulullah…”
Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آَمَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (12 (ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (13(
“Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Anfal: 12-13)
Bukti kemukjizatan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
Seusai beliau menyiapkan barisan pasukan shahabatnya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan di tempat pertempuran dua pasukan. Kemudian beliau berisyarat, “Ini tempat terbunuhnya fulan, itu tempat matinya fulan, sana tempat terbunuhnya fulan….”
Tidak satupun orang kafir yang beliau sebut namanya, kecuali meninggal tepat di tempat yang diisyaratkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Data Pertempuran Badar

DATA PERTEMPURAN BADAR
Tanggal
7 Maret 624 M/17 Ramadan 2 H
Lokasi
Kota Badar, 80 mil baratdaya Madinah
Hasil
Kemenangan Muslim
Pihak yang Terlibat
Muslim dari Madinah dan Quraisy dari Mekkah
Komandan Islam
Nabi saw, Hamzah ra dan Ali ra
Komandan Quraisy
Abu Jahal
Kekuatan Islam
300 - 350
Kekuatan Quraisy
900 - 1000
Korban Tewas Islam
14 orang
Korban Tewas Quraisy
50 – 70 orang, Tertawan 43 – 70 orang

Bara Peperangan Mulai Menyala
Yang pertama kali menyulut peperangan adalah Al Aswad Al Makhzumi, seorang yang berperangai kasar dan akhlaknya buruk. Dia keluar dari barisan orang kafir sambil menantang. Kedatangannya langsung disambut oleh Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu ‘anhu. Setelah saling berhadapan, Hamzah radhiyallahu ‘anhu langsung menyabet pedangnya hingga kaki Al Aswad Al Makhzumi putus. Setelah itu, Al Aswad merangkak ke kolam dan tercebur di dalamnya. Kemudian Hamzah menyabetkan sekali lagi ketika dia berada di dalam kolam. Inilah korban Badar pertama kali yang menyulut peperangan.
Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin. Ketiganya berasal dari satu keluarga. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah, dan anaknya Al Walid bin Utbah. Kedatangan mereka ditanggapi 3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits, Mu’awwidz bin Harits, dan Abdullah bin Rawahah. Namun, ketiga orang kafir tersebut menolak adu tanding dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang terpandang di kalangan Muhajirin. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin Harits untuk maju. Ubaidah berhadapan dengan Al Walid, Ali berhadapan dengan Syaibah, dan Hamzah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah, menghadapi musuhnya tidak ada kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah. Masing-masing saling melancarkan serangan, hingga masing-masing terluka. Kemudian lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu ‘anhu. Ubaidah mendapat luka parah yang menyebabkan ia wafat.[26]
Atas peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,
هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ...
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah)…” (Qs. Al Hajj: 19)
Selanjutnya kedua pasukan mulai melepaskan anak panah ke arah lawannya. Dua orang Muslim dan beberapa orang Quraisy yang tidak jelas jumlahnya tewas. Sebelum pertempuran berlangsung, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam telah memberikan perintah kepada kaum Muslim agar menyerang dengan senjata-senjata jarak jauh mereka, dan bertarung melawan kaum Quraisy dengan senjata-senjata jarak pendek hanya setelah mereka mendekat.[27]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tenda beliau, memberikan komando terhadap pasukan. Abu Bakar dan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhuma bertugas menjaga beliau. Tidak pernah putus, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melantunkan do’a dan memohon bantuan dan pertolongan kepada Allah. Terkadang beliau keluar tenda dan mengatakan, “Pasukan (Quraisy) akan dikalahkan dan ditekuk mundur…”
Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk berjuang. Beliau bersabda, “Demi Allah, tidaklah seseorang memerangi mereka pada hari ini, kemudian dia terbunuh dengan sabar dan mengharap pahala serta terus maju dan pantang mundur, pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”
Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa beberapa kurma untuk dimakan, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah surga lebarnya selebar langit dan bumi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Umair mengatakan: “Bakh…Bakh… (ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku masuk surga adalah ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup harus makan kurma dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang. Kemudian beliau melemparkan kurmanya, dan terjun ke medan perang sampai terbunuh.”
Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan musuh. Sehingga tidak ada satu pun orang kafir kecuali matanya penuh dengan pasir. Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri,[28][29] sebagai tanda kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam semesta.
Besarnya kekuatan serbuan kaum Muslim dapat dilihat pada beberapa ayat-ayat al-Qur'an, yang menyebutkan bahwa ribuan malaikat turun dari Surga pada Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy.[29][31] Haruslah dicatat bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami kejadian ini secara harafiah, dan terdapat beberapa hadits mengenai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam yang membahas mengenai Malaikat Jibril dan peranannya di dalam pertempuran tersebut. Apapun penyebabnya, pasukan Mekkah yang kalah kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang segera saja tercerai-berai dan melarikan diri. Pertempuran itu sendiri berlangsung hanya beberapa jam dan selesai sedikit lewat tengah hari.[32]
Kuatnya Pengaruh Teman Dekat Dalam Hidup
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh Abul Bakhtari. Karena ketika di Mekkah, dia sering melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang memiliki inisiatif untuk menggugurkan boikot pada Bani Hasyim. Suatu ketika Al Mujadzar bin Ziyad bertemu dengannya di tengah pertempuran. Ketika, itu Abul Bakhtari bersama rekannya. Maka, Al Mujadzar mengatakan, “Wahai Abul Bakhtari, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk membunuhmu.”
“Lalu bagaimana dengan temanku ini?”, tanya Abul Bakhtari
“Demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu.” Jawab Al Mujadzar.
Akhirnya mereka berdua melancarkan serangan, sehingga dengan terpaksa Al Mujadzar membunuh Abul Bakhtari.

Setelah pertempuran, Korban dan tawanan

Kemenangan Bagi Kaum Muslimin
Demikianlah perang badar, pasukan kecil mampu mengalahkan pasukan yang lebih besar dengan izin Allah. Allah berfirman,
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“…Betapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)
Imam Bukhari memberikan keterangan bahwa dari pihak Mekkah tujuh puluh orang tewas dan tujuh puluh orang tertawan.[33] Hal ini berarti 15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi korban. Kecuali bila ternyata jumlah pasukan Mekkah yang terlibat di Badr jauh lebih sedikit, maka persentase pasukan yang tewas akan lebih tinggi lagi. Korban pasukan Muslim umumnya dinyatakan sebanyak empat belas orang tewas, yaitu sekitar 4% dari jumlah mereka yang terlibat peperangan.[29] Sumber-sumber tidak menceritakan mengenai jumlah korban luka-luka dari kedua belah pihak, dan besarnya selisih jumlah korban keseluruhan antara kedua belah pihak menimbulkan dugaan bahwa pertempuran berlangsung dengan sangat singkat dan sebagian besar pasukan Mekkah terbunuh ketika sedang bergerak mundur.
Selama terjadinya pertempuran, pasukan Muslim berhasil menawan beberapa orang Quraisy Mekkah. Perbedaan pendapat segera terjadi di antara pasukan Muslim mengenai nasib bagi para tawanan tersebut.[34][35] Kekhawatiran awal ialah pasukan Mekkah akan menyerbu kembali dan kaum Muslim tidak memiliki orang-orang untuk menjaga para tawanan. Sa'ad dan Umar berpendapat agar tawanan dibunuh, sedangkan Abu Bakar mengusulkan pengampunan. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam akhirnya menyetujui usulan Abu Bakar, dan sebagian besar tawanan dibiarkan hidup, sebagian karena alasan hubungan kekerabatan (salah seorang adalah menantu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam), keinginan untuk menerima tebusan, atau dengan harapan bahwa suatu saat mereka akan masuk Islam (dan memang kemudian sebagian melakukannya).[36] Setidak-tidaknya dua orang penting Mekkah, Amr bin Hisyam dan Umayyah, tewas pada saat atau setelah Pertempuran Badar. Demikian pula dua orang Quraisy lainnya yang pernah menumpahkan keranjang kotoran kambing kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam saat ia masih berdakwah di Mekkah, dibunuh dalam perjalanan kembali ke Madinah.[37] Bilal, bekas budak Umayyah, begitu berkeinginan membunuhnya sehingga bersama sekumpulan orang yang membantunya bahkan sampai melukai seorang Muslim yang ketika itu sedang mengawal Umayyah.[38]
Beberapa saat sebelum meninggalkan Badar, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam memberikan perintah agar mengubur sekitar dua puluh orang Quraisy yang tewas ke dalam sumur Badar.[39] Beberapa hadits menyatakan kejadian ini, yang tampaknya menjadi penyebabkan kemarahan besar pada kaum Quraisy Mekkah. Segera setelah itu, beberapa orang Muslim yang baru saja ditangkap sekutu-sekutu Mekkah dibawa ke kota itu dan dibunuh sebagai pembalasan atas kekalahan yang terjadi.[40]
Berdasarkan tradisi Mekkah mengenai hutang darah, siapa saja yang memiliki hubungan darah dengan mereka yang tewas di Badar, haruslah merasa terpanggil untuk melakukan pembalasan terhadap orang-orang dari suku-suku yang telah membunuh kerabat mereka tersebut. Pihak Muslim juga mempunyai keinginan yang besar untuk melakukan pembalasan, karena telah mengalami penyiksaan dan penganiayaan oleh kaum Quraisy Mekkah selama bertahun-tahun. Akan tetapi selain pembunuhan awal yang telah terjadi, para tawanan lainnya yang masih hidup kemudian ditempatkan pada beberapa keluarga Muslim di Madinah dan mendapat perlakuan yang baik; yaitu sebagai kerabat atau sebagai sumber potensial untuk mendapatkan uang tebusan.

Dampak selanjutnya

Pertempuran Badar sangatlah berpengaruh atas munculnya dua orang tokoh yang akan menentukan arah masa depan Jazirah Arabia di abad selanjutnya. Tokoh pertama adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam, yang dalam semalam statusnya berubah dari seorang buangan dari Mekkah, menjadi salah seorang pemimpin utama. Menurut Karen Armstrong, "selama bertahun-tahun Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam telah menjadi sasaran pencemoohan dan penghinaan; tetapi setelah keberhasilan yang hebat dan tak terduga itu, semua orang di Arabia mau tak mau harus menanggapinya secara serius."[32] Marshall Hodgson menambahkan bahwa peristiwa di Badar memaksa suku-suku Arab lainnya untuk "menganggap umat Muslim sebagai salah satu penantang dan pewaris potensial terhadap kewibawaan dan peranan politik yang dimiliki oleh kaum Quraisy." Kemenangan di Badar juga membuat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam dapat memperkuat posisinya sendiri di Madinah. Segera setelah itu, ia mengeluarkan Bani Qainuqa' dari Madinah, yaitu salah satu suku Yahudi yang sering mengancam kedudukan politiknya. Pada saat yang sama, Abdullah bin Ubay, seorang Muslim pemimpin Bani Khazraj dan penentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam, menemukan bahwa posisi politiknya di Madinah benar-benar melemah. Selanjutnya, ia hanya mampu memberikan penentangan dengan pengaruh terbatas kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam.[41]
Tokoh lain yang mendapat keberuntungan besar atas terjadinya Pertempuran Badar adalah Abu Sufyan. Kematian Amr bin Hisyam, serta banyak bangsawan Quraisy lainnya[42] telah memberikan Abu Sufyan peluang, yang hampir seperti direncanakan, untuk menjadi pemimpin bagi kaum Quraisy. Sebagai akibatnya, saat pasukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam bergerak memasuki Mekkah enam tahun kemudian, Abu Sufyan menjadi tokoh yang membantu merundingkan penyerahannya secara damai. Abu Sufyan pada akhirnya menjadi pejabat berpangkat tinggi dalam Kekhalifahan Islam, dan anaknya Muawiyah kemudian melanjutkannya dengan mendirikan Kekhalifahan Umayyah.
Keikutsertaan dalam pertempuran di Badar pada masa-masa kemudian menjadi amat dihargai, sehingga Ibnu Ishaq memasukkan secara lengkap nama-nama pasukan Muslim tersebut dalam biografi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam yang dibuatnya. Pada banyak hadits, orang-orang yang bertempur di Badar dinyatakan dengan jelas sebagai sebentuk penghormatan, bahkan kemungkinan mereka juga menerima semacam santunan pada tahun-tahun belakangan.[43] Meninggalnya veteran Pertempuran Badar yang terakhir, diperkirakan terjadi saat perang saudara Islam pertama.[44] Menurut Karen Armstrong, salah satu dampak Badar yang paling berkelanjutan kemungkinan adalah kegiatan berpuasa selama Ramadan, yang menurutnya pada awalnya dikerjakan umat Muslim untuk mengenang kemenangan pada Pertempuran Badar. [45] Meskipun demikian pandangan ini diragukan, karena menurut catatan tradisi Islam, pasukan Muslim saat itu sedang berpuasa ketika mereka bergerak maju ke medan pertempuran.

Badar dalam al-Qur'an

Pertempuran Badar adalah salah satu dari sedikit pertempuran yang secara eksplisit dibicarakan dalam al-Qur'an. Nama pertempuran ini bahkan disebutkan pada Surah Ali 'Imran: 123, sebagai bagian dari perbandingan terhadap Pertempuran Uhud.
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنتُمْ أَذِلَّةٌ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  إِذْ تَقُولُ لِلْمُؤْمِنِينَ أَلَن يَكْفِيَكُمْ أَن يُمِدَّكُمْ رَبُّكُم بِثَلَاثَةِ آلَافٍ مِّنَ الْمَلَائِكَةِ مُنزَلِينَ  بَلَىٰ ۚ إِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُم مِّن فَوْرِهِمْ هَـٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُم بِخَمْسَةِ آلَافٍ مِّنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِينَ
Sungguh Allah telah menolong kamu dalam Peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertawakallah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang Mukmin, "Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?" Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. QS. Ali 'Imran: 123-125)
Menurut Yusuf Ali, istilah "syukur" dapat merujuk kepada disiplin. Di Badar, barisan-barisan Muslim diperkirakan telah menjaga disiplin secara ketat; sementara di Uhud mereka keluar barisan untuk memburu orang-orang Mekkah, sehingga membuat pasukan berkuda Mekkah dapat menyerang dari samping dan menghancurkan pasukan Muslim. Gagasan bahwa Badar merupakan "pembeda" (furqan), yaitu menjadi kejadian mukjizat dalam Islam, disebutkan lagi dalam surah yang sama.
قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا ۖ فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَىٰ كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُم مِّثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ ۚ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَن يَشَاءُ ۗ إِنَّ فِي ذَ‌ٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّأُولِي الْأَبْصَارِ
"Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati." (QS. Ali 'Imran:13)
Badar juga merupakan pokok pembahasan Surah kedelapan Al-Anfal, yang membahas mengenai berbagai tingkah laku dan kegiatan militer. "Al-Anfal" berarti "rampasan perang" dan merujuk pada pembahasan pasca pertempuran dalam pasukan Muslim mengenai bagaimana membagi barang rampasan dari pasukan Quraisy. Meskipun surah tersebut tidak menyebut Badar, isinya menggambarkan pertempuran tersebut, serta beberapa ayat yang umumnya dianggap diturunkan pada saat atau segera setelah pertempuran tersebut terjadi.

Catatan tradisi Islam

Sesungguhnya seluruh pengetahuan mengenai Pertempuran Badar berasal dari catatan-catatan tradisi Islam, baik berupa hadits maupun biografi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam, yang dituliskan beberapa puluh tahun setelah kejadiannya. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi. Pertama, banyak suku-suku Arab yang hidup di jazirah Arabia buta huruf dan tradisi oral merupakan cara mereka untuk menyampaikan informasi. Pada saat Balatentara Islam dapat menaklukkan suku-suku Arab yang lebih berpendidikan di Suriah dan Irak, dapat dikatakan seluruh kaum Quraisy telah masuk Islam, sehingga menghilangkan peluang adanya catatan-catatan non-Muslim mengenai pertempuran tersebut. Kedua, dengan tersusunnya berbagai kompilasi hadits, maka naskah-naskah catatan aslinya menjadi tidak dibutuhkan lagi, dan menurut Hugh Kennedy kemudian dimusnahkan dengan "kecepatan yang menyedihkan".[46] Terakhir, umumnya umat Muslim yang taat beranggapan bahwa para Muslim yang tewas di Badar adalah para syahid yang mulia, sehingga besar kemungkinan menjadi kendala bagi usaha yang sungguh-sungguh untuk melakukan penggalian arkeologis di Badar.

Referensi modern

Militer

Mengingat posisi pertempuran ini dalam sejarah Islam dan makna tersiratnya berupa kemenangan atas suatu penghalang yang sangat besar, maka pemakaian nama "Badar" menjadi populer di kalangan tentara atau kelompok paramiliter Islam. "Operasi Badar" adalah nama yang digunakan oleh Mesir untuk perannya dalam Perang Yom Kippur pada tahun 1973, dan Pakistan menggunakannya dalam Perang Kargil pada tahun 1999. Di Irak, sayap militer dari Dewan Tertinggi Revolusi Islam di Irak (SCIRI) menamakan diri sebagai Organisasi Badar.
Orang yang Ikut perang Badar dijamin Syurga
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa orang yang ikut perang Badar dijamin Syurga.
حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ بُهْلُولٍ حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ قَالَ حَدَّثَنِي حُصَيْنُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالزُّبَيْرَ بْنَ الْعَوَّامِ وَأَبَا مَرْثَدٍ الْغَنَوِيَّ وَكُلُّنَا فَارِسٌ فَقَالَ انْطَلِقُوا حَتَّى تَأْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ فَإِنَّ بِهَا امْرَأَةً مِنْ الْمُشْرِكِينَ مَعَهَا صَحِيفَةٌ مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ قَالَ فَأَدْرَكْنَاهَا تَسِيرُ عَلَى جَمَلٍ لَهَا حَيْثُ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قُلْنَا أَيْنَ الْكِتَابُ الَّذِي مَعَكِ قَالَتْ مَا مَعِي كِتَابٌ فَأَنَخْنَا بِهَا فَابْتَغَيْنَا فِي رَحْلِهَا فَمَا وَجَدْنَا شَيْئًا قَالَ صَاحِبَايَ مَا نَرَى كِتَابًا قَالَ قُلْتُ لَقَدْ عَلِمْتُ مَا كَذَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي يُحْلَفُ بِهِ لَتُخْرِجِنَّ الْكِتَابَ أَوْ لَأُجَرِّدَنَّكِ قَالَ فَلَمَّا رَأَتْ الْجِدَّ مِنِّي أَهْوَتْ بِيَدِهَا إِلَى حُجْزَتِهَا وَهِيَ مُحْتَجِزَةٌ بِكِسَاءٍ فَأَخْرَجَتْ الْكِتَابَ قَالَ فَانْطَلَقْنَا بِهِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا حَمَلَكَ يَا حَاطِبُ عَلَى مَا صَنَعْتَ قَالَ مَا بِي إِلَّا أَنْ أَكُونَ مُؤْمِنًا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَا غَيَّرْتُ وَلَا بَدَّلْتُ أَرَدْتُ أَنْ تَكُونَ لِي عِنْدَ الْقَوْمِ يَدٌ يَدْفَعُ اللَّهُ بِهَا عَنْ أَهْلِي وَمَالِي وَلَيْسَ مِنْ أَصْحَابِكَ هُنَاكَ إِلَّا وَلَهُ مَنْ يَدْفَعُ اللَّهُ بِهِ عَنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ قَالَ صَدَقَ فَلَا تَقُولُوا لَهُ إِلَّا خَيْرًا قَالَ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِنَّهُ قَدْ خَانَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ فَدَعْنِي فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ قَالَ فَقَالَ يَا عُمَرُ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ قَدْ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ وَجَبَتْ لَكُمْ الْجَنَّةُ قَالَ فَدَمَعَتْ عَيْنَا عُمَرَ وَقَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
Telah menceritakan kepada kami [Yusuf bin Buhlul] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Idris] dia berkata; telah menceritakan kepadaku [Husain bin Abdurrahman] dari [Sa'd bin 'Ubaidah] dari [Abu Abdurrahman bin As Sulami] dari [Ali] radliallahu 'anhu dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutusku, Zubair serta Abu Martsad Al Ghanawi, sedangkan kami semua adalah para penunggang kuda, lalu beliau bersabda; "Berangkatlah kalian hingga tiba di Raudlah Khakh, karena di sana ada seorang wanita musyrik yang membawa surat dari Hatib Bin Abi Balta'ah untuk orang-orang Musyrik, lalu bawalah surat itu kepadaku, " Ali berkata; "Akhirnya kami menjumpai wanita itu tengah mengendarai untanya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Ali berkata; "Lantas kami langsung bertanya kepadanya; "Di mana surat yang ada pada kamu?" dia menjawab; "Saya tidak membawa surat." Kemudian kami menderumkan untanya dan menggeledah kendaraannya, namun kami tidak menemukan sesuatu, kedua sahabatku berkata; "Kita tidak menemukan suratnya." Ali melanjutkan; "Akupun menjawab; "Saya yakin bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mungkin berdusta, demi Dzat yang aku bersumpah dengan-Nya, jika kamu tidak mau mengeluarkan surat tersebut, maka kami akan menelanjangimu!" Ali melanjutkan; "Ketika ia melihat kesungguhanku, dia langsung menggapai ikat pinggangnya -karena ia memakai ikat pinggang dengan secarik kain- dan mengeluarkan surat itu." Ali melanjutkan; "Setelah itu kami membawa surat itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau lalu berabda: "Wahai Hatib, apa yang menyebabkanmu berbuat demikian?" Hatib menjawab; "Tidaklah aku melakukan seperti ini melainkan aku ingin beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, aku tidak akan merubahnya dan tidak pula hendak menggantinya, akan tetapi aku ingin memiliki tangan (orang yang menolong -red) di tengah-tengah suatu kaum, yang dengannya Allah akan membela keluarga dan hartaku, sementara tidak seorangpun dari sahabatmu di sana melainkan ada kaum yang dengannya Allah membela keluarga dan hartanya." Beliau menjawab; "Kamu benar, maka kalian jangan berkata kepadanya kecuali kebaikan." Ali melanjutkan; "Kemudian Umar berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan kaum mukminin, izinkanlah saya memenggal lehernya." Ali melanjutkan; "Maka beliau menjawab; "Wahai Umar, apa yang kamu ketahui?, padahal Allah telah melihat amalan ahli Badar dan berfirman; 'lakukan apa yang kalian kehendaki sesungguhnya kalian telah di jamin masuk syurga." Mendengar itu berlinanglah kedua mata Umar sambil berkata; "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." (Hadist Imam Bukhari No. 5789)
Para Ahli Badar Radhiyallahu ‘anhum
Mereka adalah para lelaki perwira yang turut dalam perang Badar Kubra. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan tentang mereka dalam do’anya kepada Allah saat perang Badar: “Ya Allah, jika kelompok manusia ini sampai binasa hari ini, maka Engkau tidak akan disembah lagi di permukaan bumi” ….. menyebut nama-nama mereka ada barokahnya dan menamakan anak-anak kita dengan nama-nama mereka ada barokahnya.
A. Dari Golongan Muhajirin
a. Dari Bani Hasyim dan Muthalib bin Abdu Manaf
1.  Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam penghulu para panglima dan panglimanya para pemimpin Islam.
2.  Hamzah bin Abdul Muthalib, singa A!lah dan singa Rasul-Nya paman Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.
3.  Ali bin Abi Thalib, putra paman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
4.  Zaid bin Haritsah al-Kalbi, maula Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
5.  Abu Martsad Al-Ghanawi, sekutu Hamzah.
6.  Martsad bin Abi Martsad AI-Ghanawi sekutu Hamzah.
7.  Anasah, maula Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam (dari Habsyi).
8.  Abu Kabtsah, maula Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam (dari Habsyi).
9.  Ubaidah bin Harits bin Abdul Muthalib.
10.    Thufail bin Harits bin Abdul Muthalib.
11.    Hushain bin Harits bin Abdul Muthalib.
12.    Misthih bin ‘Utsatsah bin Abdul Muthalib.
b. Dari Bani Abdu Syamsy bin Abdu Manaf
1.  Utsman bin ‘Affan
2.  Abu Hudzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah
3.  Salim Maula Abu Hudzaifah
4.  Shubaih, maula Abul ‘Ashi bin Umayyah
5.  Abdullah bin Jahsy
6.  Sinan bin Mihsin
7.  Ukatsah bin Mihshin
8.  Abu Sinan bin Mihshin
9.  Sinan bin Abu Sinan
10.    Syuja’ bin Wahb
11.    ‘Uqbah bin Wahb
12.    Yazid bin Ruqaisy
13.    Muhriz bin Nadhlah
14.    Rabi’ah bin Aktsam
15.    Tsaqfu dari Bani Sulaim
16.    Malik dari Bani Sulaim
17.    Mudlij, dari Bani Sulaim
18.    Abu Makhsya Suwaid bin Makhsya Ath-Tha’i
c. Dari Bani Naufal bin Abdu Manaf bin Qushay
1.  Utbah bin Ghazwan
2.  Khabbab, maula ‘Utbah bin Ghazwan
d. Dari Bani Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushay
1.  Zubair bin ‘Awwam
2.  Hathib bin Abu Balta’ah AI-Lakhmi (sekutu)
3.  Sa’ad Al-Kalbi, maula Hathib
4.  Dari Abduddar bin Qushay bin Kilab
5.  Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar
6.  Suwaibath bin Sa’ad bin Harmalah
7.  Dari Bani Zuhrah bin Kilab bin Murrah
8.  Abdurrahman bin Auf
9.  Sa’ad bin Abi Waqqash
10.    Umair bin Abi Waqqash
11.    Miqdad bin Amru (sekutu)
12.    Abdullah bin Mas’ud (sekutu)
13.    Mas’ud bin Rabi’ah (sekutu)
14.    Dzu Syimalain Umair bin Amru (sekutu)
15.    Khabbab bin Arat At-Tamimi (sekutu)
e. Dari Bani Taim bin Murrah
1.  Abu Bakar Ash-Shiddiq
2.  Thalhah bin Ubaidullah
3.  Bilal bin Rabah (maula Abu Bakar)
4.  Amir bin Fuhairah (maula Abu Bakar)
5.  Shuhaib bin Sinan bin Namr bin Qasith (sekutu Bani Jud’an, dia adalah Shuhaib Ar-Rumi)
f. Dari Bani Makhzum
1.  Abu Salamah bin Abdul Asad
2.  Syimas, namanya adalah Utsman bin Utsman Asy-Syarid
3.  Arqam bin Abil Arqam
4.  Ammar bin Yasir Al-Anasi (maula Fihr)
5.  Mu’attib bin Auf AI-Khuza’i (maula mereka)
g. Dari Bani Adi bin Ka’ab
1.  Umar bin Khatthab
2.  Zaid bin Khatthab
3.  Amru bin Suraqah
4.  Abdullah bin Suraqah
5.  Sa’id bin Zaid bin Amru
6.  Mihja’, maula Umar bin Khatthab
7.  Waqid bin Abdullah At-Tamimi (sekutu)
8.  Khaula bin Abi Khaula Al-’Ijli (sekutu)
9.  Malik bin Abi Khaula Al-’Ijli (sekutu)
10.    Amir bin Rabi’ah Al-Unzi (sekutu)
11.    Amir bin Bukair (sekutu)
12.    Aqil bin Bukair (sekutu)
13.    Khalid bin Bukair (sekutu)
14.    Iyas bin Bukair (sekutu)
h. Dari Bani Jumlah
1.  Utsman bin Mazh’un
2.  Qudamah bin Mazh’un
3.  Abdullah bin Mazh’un
4.  As-Sa’ib bin Utsman bin Mazh’un
5.  Ma’mar bin Harits
i. Dari sekutu Bani Sahm
1.  Khunais bin Hudzafah
j. Dari-sekutu Bani Amir bin Luay bin Ghalib bin Fihr
1.  Abu Sabrah bin Abi Ruhm
2.  Abdullah bin Makhramah
3.  Abdullah bin Suhail bin Amru
4.  Wahab bin Sa’ad bin Abi Syarh
5.  Hathib bin Amru
6.  Umair bin Auf, maula Suhail bin Amru
7.  Sa’ad bin Khaulah (sekutu)
k. Dari Bani Harits bin Fihr
1.  Abu Ubaidah Amir bin Jarah
2.  Amru bin Harits
3.  Suhail bin Wahab bin Rabi’ah
4.  Shafwan bin Wahab
5.  Amru bin Abi Syarh bin Rabi’ah
B. Dari golongan Anshar
I. Aus
a. Dari Bani Haritsah, kemudian dari Bani Amru bin Malik bin Aus, kemudian dari Bani Abdul Asyhal bin Jusyam
1.  Sa’ad bin Mu’adz
2.  Amru bin Mu’adz
3.  Harits bin Aus
4.  Harits bin Anas
5.  Sa’ad bin Zaid bin Malik
6.  Salamah bin Salamah bin Waqsy
7.  ‘Abbad bin Waqsy
8.  Salamah bin Tsabit bin Waqsy
9.  Rafi’ bin Yazid bin Kurz
10.    Harits bin Khazmah bin Adi (sekutu)
11.    Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam bin Maslamah AI-Khazraji (sekutu)
12.    Salamah bin Aslam bin Harits (sekutu)
13.    Abul Haitsam bin Tayyihan (sekutu)
14.    Ubaid bin Tayihan (sekutu)
15.    Abdullah bin Sahl (sekutu)
b. Dari Bani Zhafar, namanya Ka’ab bin Kahzraj bin Amru bin Malik bin Aus
1.  Qatadah bin Nu’man bin Yazid
2.  Ubaid bin Aus
3.  Nashr bin Harits bin ‘Abdu
4.  Mu’attib bin Ubaid
5.  Abdullah bin Thariq Al-Balawi (sekutu)
c. Dari Bani Haritsah bin Harits bin Khazraj bin Amru bin Malik bin Aus
1.  Mas’ud bin Sa’ad
2.  Abu Abas Jabar bin Amru
3.  Abu Burdah bin Niyyar, namanya Hani’ Al-Balawi (sekutu)
d. Dari Bani Auf bin Malik bin Aus, kemudian dari Bani Dhabi’ah bin Zaid bin Auf
1.  ‘Ashim bin Tsabit bin Abul Aqlah
2.  Mu’attib bin Qusyair bin Mulail
3.  Abu Mulail bin Az’ar bin Zaid
4.  Umair bin Ma’bad bin Az’ar
5.  Sahl bin Hunaif bin Wahib
e. Dari Bani Umayyah bin Zaid bin Auf
1.  Abu Lubabah Basyir bin Abdul Mundzir
2.  Mubasysyir bin Abdul Mundzir
3.  Rifa’ah bin Abdul Mundzir
4.  Sa’ad bin Ubaid bin Nu’man
5.  Uwaim bin Sa’dah bin ‘Aisy
6.  Rafi’ bin ‘Anjadah, ‘Anjadah adalah nama ibunya
7.  Ubaidah bin Abu Ubaid
8.  Tsa’labah bin Hathib
f. Dari Bani Ubaid bin Zaid bin Malik bin Auf
1.  Unais bin Qatadah bin Rabi’ah
2.  Ma’ni bin Adi Al-Balawi (sekutu)
3.  Tsabit bin Akhram AI-Balawi (sekutu)
4.  Zaid bin Aslam bin Tsa’labah Al-Balawi (sekutu)
5.  Rib’i bin Rafi’ Al-Balawi (sekutu)
6.  ‘Ashim bin Adi Al-Balawi (sekutu)
g. Dari Bani Mu’awiyah bin Malik bin Auf bin Amru bin Auf
1.  Jabru bin Atik
2.  Malik bin Numailah Al-Mazani (sekutu)
3.  Nu’man bin ‘Ashar Al-Balawi (sekutu)
h. Dari Bani Tsa’labah bin Amru bin Auf bin Malik
1.  Abdullah bin Jubair
2.  Ashim bin Qais bin Tsabit bin Nu’man
3.  Abu Dhayyah bin Tsabit bin Nu’man
4.  Abu Hayyah bin Tsabit bin Nu’man
5.  Salim bin Umar bin Tsabit
6.  Harits bin Numan bin Umayyah
7.  Khawwat bin Jubair bin Nu’man
i. Dari Bani Jahjaba bin Kulfah bin Auf bin Malik
1.  Mundzir bin Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihin wasallam bin ‘Uqbah
2.  Abu ‘Aqil bin Abdullah bin Tsa’labah Al-Balawi (sekutu)
j. Dari Bani Amra’ul Qais bin Malik bin Aus; kemudian dari Bani Ghanam ­bin As-Salam bin Amru’ul Qais bin Malik bin Aus
1.  Sa’ad bin Khaitsamah
2.  Mundzir bin Qudamah bin ‘Arfajah
3.  Harits bin ‘Arfajah
4.  Tamim, maula Sa’ad bin Khaitsamah
II. Khazraj
a. Dari Khazraj bin Harits; kemudian dari Bani Harits, kemudian Amra’ul Qais bin Malik bin Tsa’labah bin Ka’ab bin Khazraj bin Harits bin Khazraj bin Haritsah
1.  Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair
2.  Sa’ad bin Rabi’ bin ‘Amru
3.  Abdullah bin Rawahah
4.  Khallad bin Suwaid bin Tsa’labah
b. Dari Bani Zaid bin Malik saudara Amraul Qais bin Malik bin Tsa’labah
1.  Basyir bin Sa’ad bin Tsa’labah
2.  Simak bin Sa’ad bin Tsa’labah
c. Dari Bani Adi bin Ka’ab bin Khazraj bin Harits bin Khazraj
1.  Subai’ bin Qais bin ‘Aisyah
2.  ‘Abbad bin Qais bin ‘Aisyah
3.  Abdullah bin ‘Absu
d. Dari Bani Ahmad bin Haritsah bin Tsa’labah bin Ka’ab bin Khazraj bin Harits bin Khazraj
1.  Yazid bin Harits bin Qais (dipanggil dengan sebutan Fus-ham)
e. Dari Bani Jusya dan Zaid bin Harits bin Khazraj
1.  Khubaib bin Isaf bin ‘Atabah
2.  Abdullah bin Zaid bin Tsa’labah
3.  Huraits bin Zaid bin Tsa’labah
4.  Sufyan bin Bisyr bin Amru
f. Dari Bani Judarah bin Auf bin Harits bin Khazraj
1.  Tamim bin Ba’ar bin Qais
2.  Abdullah bin Umair
3.  Zaid bin Marin bin Qais
4.  Abdullah bin ‘Urfuthah
g. Dari Bani Abjar, mereka adalah Bani Judran bin Jauf bin Harits bin Khazraj
1.  Abdullah bin Rabi’ bin Qais
h. Dari Bani Auf bin Khazraj, kemudian dari Bani Usaid bin Malik bin Salim bin Ghanam bin Auf bin Khazraj
1.  Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul
2.  Aus bin Khaula bin Abdullah
i. Dari Bani Jaz’u bin Adi bin Malik bin Salim dan Bani Tsa’labah bin Malik
1.  Zaid bin Wadi’ah bin Amru
2.  ‘Uqbah bin Wahab bin Kaladah (sekutu)
3.  Rifa’ah bin Amru bin Amru bin Zaid
4.  Amir bin Salamah (sekutu dari Yaman)
5.  Abu Khamishah Ma’bad bin ‘Abbad bin Qusyair
6.  Amir bin Bukair (sekutu)
j. Dari Bani Salim bin Auf bin Amru bin Auf bin Khazraj, kemudian dari ­Bani ‘Ajlan bin Zaid bin Ghanam bin Salim
1.  Naufal bin Abdullah bin Nadhlah bin Malik bin ‘Ajlan
2.  ‘Utbah bin Malik bin Amru bin ‘Ajlan
k. Dari Bani Ashram bin Fihr bin Tsa’labah bin Ghanam bin Salim bin Auf bin Khazraj
1.  Ubadah bin Shamit
2.  Aus bin Shamit
l. Dari Bani Da’du bin Fihr bin Tsa’labah bin Ghanam
1.  Nu’man bin Malik bin Tsa’labah bin Da’du
m. Dari Banu Qarbus bin Ghanam bin Uayyah bin Laudzan bin Salim
1.  Tsabit bin Hazzal bin Amru bin Qarbus
n. Dari Bani Mirdhakhah dan Amru bin Ghanam bin Umayyah bin Laudzan
1.  Malik bin Dukhsyam bin Mirdhakhah
2.  Rabi’ bin Iyas bin Amru bin Ghanam bin Umayyah bin Laudzan
3.  Waraqah bin Iyas bin Ghanam
4.  Amru bin Iyas (sekutu dari Yaman)
5.  Mujadzdzar bin Ziyad bin Amru AI-Balawi (sekutu)
6.  Ubadah bin Khasykhasy (sekutu)
7.  Nahhab bin Tsa’labah bin Khazamah bin Ashram (sekutu)
8.  Abdullah bin Tsa’labah bin Khazamah bin Ashram
9.  ‘Utbah bin Rabi’ah bin Khalid bin Mu’awiyah AI-Bahrani (sekutu)
o. Dari Bani Ka’ab bin Khazraj kemudian dari Bani Sa’idah bin Ka’ab bin Khazraj, kemudian dari Bani Tsa’labah bin Khazraj bin Sa’idah
1.  Abu Dujanah Simak bin Kharasyah
2.  Mundzir bin Amru bin Khunais
p. Dari Bani Amru bin Khazraj bin Sa’idah
1.  Abu Usaid Malik bin Rabi’ah bin Badan
2.  Malik bin Mas’ud bin Badan
q. Dari Bani Tharif bin Khazraj bin Sa’idah
1.  Abdu Rabbihi bin Haqqu bin Aus
2.  Ka’ab bin Himar AI-Juhani (sekutu)
3.  Dhamrah bin Amru
4.  Ziyad bin Amru
5.  Basbas bin Amru
6.  Abdullah bin Amir AI-Balawi
r. Dari Bani Jusyam bin Khazraj, kemudian dari Bani Salimah bin Sa’ad bin Ali bin Asad bin Saridah bin Yazid bin Jusyam 198 Khisyay bin Shimmah bin Amru bin Jamuh.
1.  Hubab bin Mundzir bin Jamuh
2.  Umair bin Humam bin Jamuh
3.  Tamim, maula Khirasy bin Shimmah
4.  Abdullah bin Amru bin Haram
5.  Mu’adz bin Amru bin Jamuh
6.  Mu’awwidz bin Amru bin Jamuh
7.  Khallad bin Amru bin Jamuh
8.  ‘Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid bin Haram
9.  Habib bin Aswad (maula mereka)
10.    Tsabit bin Jidz’u
11.    Umair bin Harits bin Labdah
12.    Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur
13.    Thufail bin Nu’man bin Khansa’
14.    Sinan bin Shaifi bin Shakhr bin Khansa’
15.    Abdullah bin Jaddu bin Qais bin Shakhr bin Khansa’
16.    ‘Utbah bin Abdullah bin Shakr bin Khansa’
17.    Jabbar bin Umayyah bin Shakhr bin Khansa’
18.    Kharijah bin Humayyir AI-Asyja’i (sekutu)
19.    Abdullah bin Humayyir AI-Asyja’i (sekutu)
20.    Yazid bin Mundzir bin Sarhu bin Khunnas
21.    Ma’qil bin Mundzir bin Sarhu
22.    Abdullah bin Nu’man bin Baldumah
23.    Dhahhak bin Haritsah bin Zaid
24.    Sawad bin Raznu bin Zaid
25.    Ma’bad bin Qais bin Shakhr bin Haram
26.    Abdullah bin Qais bin Shakhr bin Haram
27.    Abdullah bin Abdu Manaf bin Nu’man bin Sinan
28.    Jabir bin Abdullah bin Ri’ab
29.    Khulaidah bin Qais bin Nu’man
30.    Nu’man bin Yasar (maula mereka)
31.    Abul Mundzir bin Yazid bin Amir bin Hadidah
32.    Quthbah bin Amir bin Hadidah
33.    Sulaim bin Amru bin Hadidah
34.    ‘Antarah, maula Quthbah bin Amir bin Hadidah, dan dia dari Bani Sulaim, kemudian dari Bani Dzakwan
35.    ‘Absu bin Amir bin ‘Adi
36.    Abul Yasar Ka’ab bin Amru bin ‘Abbad
37.    Sahl bin Qais bin Abu Ka’ab bin Qain
38.    Amru bin Thalq bin Zaid bin Umayyah bin Sinan
s. Dari Bani Uday bin Sa’ad, saudara Salimah bin Sa’ad
1.  Mu’adz bin Jabal bin Amru bin Aus bin ‘Aidz
t. Dari Bani Zuraiq bin Haritsah bin Ghadhal bin Juzyam bin Khazraj
1.  Qais bin Mihshan bin Khaid
2.  Abu Khalil Harits bin Qais bin Khalid
3.  Jubair bin Iyas bin Khalid
4.  Abu Ubadah Sa’ad bin Utsman bin Khaladah
5.  ‘Uqbah bin Utsman bin Khaladah
6.  Ubadah bin Qais bin Amir bin Khalid
7.  As’ad bin Yazid bin Fakih
8.  Fakih bin Fisyr bin Fakih
9.  Dzakwan bin ‘Abdu Qais bin Khaladah
10.    Mu’adz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah
11.    ‘Aidz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah
12.    Mas’ud bin Qais bin Khaladah
13.    Rifa’ah bin Rafi’ bin ‘Ajlan
14.    Khallad bin Rafi’ bin ‘Ajlan
15.    Ubaid bin Yasid bin Amir bin ‘Ajlan
16.    Ziyad bin Lubaid bin Tsa’labah bin Sinan
17.    Khalid bin Qais bin ‘Ajlan
18.    Rujailah bin Tsa’labah bin Khalid
19.    ‘Athiyah bin Nuwairah bin Amir
20.    Khalifah bin Adi bin Amru
21.    Rafi’ bin Mu’alla bin Laudzan
u. Dari bani Amru bin Khazraj bin Najjar
1.  Abu Ayyub bin Khalid bin Zaid AI-Anshari
2.  Tsabit bin Khalid bin Nu’man
3.  Umarah bin Hazm bin Zaid
4.  Suraqah bin Ka’ab bin Abdul ‘Uzza
5.  Suhail bin Rafi’ bin Abu Amru
6.  Adi bin Abu Za’ba’ AI-Juhani (sekutu)
7.  Mas’ud bin Aus bin Zaid bin Ashram bin Zaid
8.  Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid
9.  Rafi’ bin Harits bin Sawad bin Zaid
v. Dari Bani Sawad bin Malik bin Ghanam
1.  Auf bin Harits bin Rifa’ah
2.  Mu’awwadz bin Harits bin Rifa’ah
3.  Mu’adz bin Harits bin Rifa’ah
4.  Nu’man bin Amru bin Rifa’ah
5.  Abdullah bin Qais bin Khalid bin Khaladah
6.  ‘Ishmah AI-Asyja’i (sekutu)
7.  Wadi’ah bin ‘Amru AI-Juhani (sekutu)
8.  Tsabit bin Amru bin Zaid bin Adi
9.  Tsa’labah bin Amru bin Mihshan
10.    Sahl bin Atik bin Nu’man
11.    Harits bin Shimmah bin Amru bin Atik
w. Dari Bani Mu’awiyah bin Amru bin Malik bin Najjar
1.  Ubay bin Ka’ab bin Qais
2.  Anas bin Mu’adz bin Anas bin Qais
x. Dari Bani ‘Adi bin ‘Amru bin Malik bin Najjar
1.  Aus bin Tsabit bin Mundzir bin Haram
2.  Abu Syeikh bin Ubay bin Tsabit bin Mundzir bin Hamra
3.  Abu Thalhah Zaid bin Sahl bin Aswad bin Haram
4.  Abu Syeikh Ubay bin Tsabit, saudara Hassan
y. Dari Bani ‘Adi bin Najjar
1.  Haritsah bin Suraqah bin Harits
2.  Amru bin Tsa’labah bin Wahab bin Adi
3.  Salith bin Qais bin Amru bin Atik
4.  Abu Salith Usairah bin Amru, dia adalah Abu Kharijah
5.  Tsabit bin Khansa’ bin Amru bin Malik
6.  Amir bin Umayyah bin Zaid bin Has-has
7.  Muhriz bin Amir bin Malik
8.  Sawad bin Ghaziyyah bin Uhayyib AI-Balawi
9.  Abu Zaid Qais bin Sakan
10.    Abul A’war bin Harits bin Zhalim
11.    Sulaim bin Milhan
12.    Haram bin Milhan, dia adalah Malik bin Khalid
z. Dari Bani Mazin bin Najjar
1.  Qais bin Abu Sha’sha’ah
2.  Abdullah bin Ka’ab bin Amru
3.  ‘Ishmah AI-Asadi (sekutu)
4.  Abu Dawud Umair bin Amir bin Malik
5.  Suraqah bin Amru bin ‘Athiyah
6.  Qais bin Mukhallid bin Tsa’labah bin Shakhr
aa. Dari Bani Dinar bin Najjar
1.  Nu’man bin ‘Abdu Amru bin Mas’ud
2.  Dhahhak bin ‘Abdu Amru
3.  Sulaim bin Harits bin Tsa’labah
4.  Jabir bin Khalid bin Mas’ud
5.  Sa’ad bin Suhail bin ‘Abdu Asyhal bin Dinar
ab. Dari Bani Oais bin Malik bin Ka’ab bin Haritsah bin Dinar bin Najjar
1.  Ka’ab bin Zaid bin Qais
2.  Yuhyar bin Yuhyar AI-’Abasi (sekutu)
Mereka-mereka yang disebut ikut pula dalam perang Badar:
1.  ‘Itban bin Malik bin Amru AI-’Ajlan bin Zaid bin Ghanam dari Khazraj
2.  ‘Ishmah bin Hushain bin Wabarah, anak saudara ‘Itban dari Khazraj
3.  Hilal bin Mu’alla AI-Khazraji
4.  Shalih bin Syuqrat, bujang Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam
Catatan-catatan:
Jumlah ahli Badar adalah 313 orang, yang benar-benar ikut di antara mereka hanya 305 orang saja, sedangkan 8 orang yang lain tidak ikut serta karena ada udzur; Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri memberikan bagian saham kepada mereka ­dari ghonimah yang berhasil direbut dari tangan kaum musyrikin Quraisy, ­mereka adalah:
Dari Golongan Muhajirin:
1.  ‘Utsman bin ‘Affan, beliau memerintah ‘Utsman supaya menunggui istrinya, Ruqayyah putri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang sedang sakit. Dan ‘Utman menungguinya sampai istrinya meninggal dunia.
2.  Thalhah bin ‘Ubaidullah.
3.  Sa’id bin Zaid.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengirim dua orang ini (Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid) untuk mencari- cari informasi tentang kafilah dagang Quraisy.
Dari Golongan Anshar:
1.  Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, beliau menunjuknya sebagai wakilnya di Madinah.
2.  ‘Ashim bin Adi AI-’Ajlani, beliau menunjuknya sebagai wakilnya atas penduduk ‘Aliyah.
3.  Harits bin Hathib AI-Amari, beliau mengembalikannya dari Rauha’ ke Bani Amru bin Auf lantaran beliau mendengar berita yang tidak mengenakkan tentang mereka.
4.  Harits bin Shimmah.
5.  Khawwat bin Jubair.
[Sumber: Rasulullah Sang Panglima (Terjemahan dari Ar-Rasuul Al-Qooid, Penulis: Mahmud Syeit Khatthab). Sumber Artikel: http://kisahislam.com)

Catatan kaki

1.  Kebencian banyak muslim terhadap Hisyam dapat dilihat dari julukan yang diberikan, "Abu Jahal" (Bapak Kejahilan), yaitu nama yang lebih umum dikenal oleh kaum Muslim saat ini.
2.  Al-Qur'an Surah 22: 39-40. 'Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi, dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa'. Al-Quran & Terjemahnya. Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur'an Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, Cet. ke-10. 2005.
3.  a b Hodgson, hal. 174-175.
4.  http://www.quraan.com/index.aspx?tabindex=4&tabid=11&bid=7&cid=24.
5.  Meskipun kaum Muslim di sisi lain menyatakan bahwa semuanya bermula ketika mereka pertama kali dikeluarkan dari kota Mekkah.

6.  Sahih al-Bukhari: Volume 5, Book 59, Number 293. Sumber-sum

7.  Quraisy adalah suku bangsa Arab yang menguasai kota Mekkah. Istilah "Quraisy" dan "penduduk Mekkah" secara umum dapat digunakan saling menggantikan, yaitu pada masa antara peristiwa Hijrah pada tahun 622 dan Pembebasan Mekkah oleh kaum Muslim pada tahun 630.
8.  Lings, hal. 138-139
9.  Sahih al-Bukhari: Volume 5, Book 59, Number 287
10.      Sahih al-Bukhari: Volume 4, Book 53, Number 359
11.      Martin Lings, hal. 139-140.
12.      Sahih al-Bukhari: Volume 5, Book 59, Number 286
13.      Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Abu Sufyan sendiri yang melihat-lihat keadaan dan menemukan tanda-tanda bahwa para pengintai Muslim telah tiba terlebih dahulu, yaitu kurma ransum mereka yang terjatuh dari kantung-kantung di punggung unta-unta mereka
14.      Martin Lings, hal. 140
15.      Maksudnya kafilah Abu Sufyan yang membawa barang dagangan dari Syiria (peny.: Suriah). Sedangkan kelompok yang berkekuatan senjata adalah kelompok yang datang dari Mekah dibawah pimpinan Utbah bin Rabi'ah bersama Abu Jahl. Al-Quran & Terjemahnya. Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur'an Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, Cet. ke-10. 2005.
16.      a b Sahih Muslim: Book 19, Number 4394
17.      Martin Lings, hal. 142
18.      Lings, hal. 154.
19.      Lings, hal. 142.
20.      Armstrong, hal. 174
21.      Lings, hal. 142-143.
22.      Armstrong, hal. 175.
23.      Lings, hal. 143-144.
24.      Armstrong, hal. 174-175.
25.      Lings, hal. 144-146.
26.      Sunan Abu Dawud: Book 14, Number 2659
27.      Sunan Abu Dawud: Book 14, Number 2658
28.      "Defaced be those faces!", Armstrong, hal. 176.
29.      a b c Lings, hal. 148.
30.      Al-Qur'an Surah 3: 123-125. "Sungguh Allah telah menolong kamu dalam Peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya". "(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang Mukmin, 'Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?'". "Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda". Al-Quran & Terjemahnya. Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur'an Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, Cet. ke-10. 2005.
31.      a b Armstrong, hal. 176.
32.      Sahih al-Bukhari: Volume 4, Book 52, Number 276
33.      al-Qur'an: Surah 8: 67-69. "Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Al-Quran & Terjemahnya. Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur'an Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, Cet. ke-10. 2005.
34.      Kejadian serupa terdapat pada Bible, misalnya pada Alkitab Versi Raja James 1 Samuel: 15, ketika Tuhan menghukum Saul karena membiarkan hidup para tawanan yang diperintahkan Tuhan untuk dibunuh.
35.      Lings, hal. 149-151
36.      Lings, hal. 149-152
37.      Sahih Al-Bukhari: Volume 3, Book 38, Number 498.
38.      Al Muslim: Book 040, Number 6870.
39.      Sahih al-Bukhari: Volume 5, Book 59, Number 325
40.      Hodgson, hal. 176-178.
41.      Termasuk Abu Lahab yang sudah tua, yang tidak ikut ke Badar tetapi meninggal di Mekkah dalam beberapa hari setelah pasukan kembali.
42.      Sahih al-Bukhari: Volume 5, Book 59, Number 357
43.      Sahih Al-Bukhari: Volume 5, Book 59, Number 358.
44.      Armstrong, hal. 179.
45.      Kennedy, Hugh (1985). The Prophet and the Age of the Caliphate. Longman. ISBN 0-582-40525-4., hal. 355.