1.
Walisongo Adalah Jamaah Tabligh Awwalun ke Indonesia.
Walisongo Adalah Jamaah Tabligh
Awwalun
1.TERTIB DAKWAH WALISONGO
Para Walisongo yang datang ke Tanah
Jawa bukan sendiri-sendiri dan tanpa program, beliau meninggalkan keluarga dan
kampung halamannya untuk mendakwahkan agama dengan harta dan diri mereka untuk
ta’at perintah Allah dan Rasul-Nya. Hal ini bukan sekedar kebetulan, beliau
berkumpul dengan sahabat-sahabat yang lain. Para Da’i dan Wali Allah yang masuk
ke Tanah Jawa ini tidak hanya satu rombongan saja seperti anggapan kebanyakan
orang. Sesungguhnya semua ada 5 periode atau 5 rombongan. Dalam 1 rombongan
semuanya berjumlah 9 (sembilan) orang dan setiap satu rombongan semuanya memiliki
keistimewaan atau keahlian sendiri-sendiri yang sangat munasib (kompeten) ada
Ahli Tata Negara, Ahli Ilmu Dinniyah atau Agama, Ilmu Teknik, Ahli Seni, dan
lain-lain.
Periode
yang pertama.
1. Amir (pimpinan) rombongan adalah
Syaikh Maulana Malik Ibrahim makamnya di Gresik.
Ma’murnya (anggota) :
2. Syaikh Maulana Ibrahim As
Samarqandi makamnya di Gresik Harjo Tuban
3. Syaikh Maulana Ishak makamnya di
Aceh
4. Syaikh Maulana Ibrahim Jumadil
Qubra makamnya di Pamijahan Jabar
5. Syaikh Maula Achmad Jumadil Qubra
makamnya di Trowulan Mojokerto.
6. Syaikh Maulana Subakir pulang ke
Persia.
7. Syaikh Maulana Sulthan Hasanuddin
makamnya di Banten Lama.
8. Syaikh Maulana ‘Aliyuddin, adik
Sulthan Hasanuddin makamnya di gunung Santri Cilegon.
9. Maaf kitabnya terkoyak karena
terlalu kuno, tulisan nama kurang jelas, ada keterangan beliau pulang ke
Tigriets - Irak.
Periode
yang ke 2 (dua)
Selang 9 tahun Hijriyah datang lagi
satu rombongan periode yang ke 2
Amir rombonganadalah Syaikh Maulana
Rachmat yang di kenal dengan julukan Raden Rachmat atau Sunan Ampel karena
bertempat di Desa Ampel Dento Surabaya.
Adapun anggotanya yang sebanyak 8
orang itu kebanyakan anggota yang lama disebabkan anggota yang lama sudah
berkurang karena wafat, yakni Syaikh Maulana Ibrahim As Samarqandi yaitu ayah
Sunan Ampel, Syaikh Maulana Ibrahim Jumadil Qubra sedangkan Syaikh Subaqir
pulang ke Persia awal tahun ke 8.
Periode
yang ke 3 (tiga)
1. Amirnya adalah putra tunggal dari
Syaikh Maulana Ishaq wafat di Aceh pada saat mendirikan sebuah Masjid di Banda
Aceh. Adapun menurut Kitab Tarihul Auliya’, Syaikh Maulana Ainulyaqin adalah
pengamal fiqih Al Hanafiyah yang sangat istiqamah seperti ayahnya.
Ma’mur atau anggota dari rombongan
yang ke 3 ini ialah:
2. Syaikh Maulana Rahmatullah yaitu
Sunan Ampel, fiqihnya Hanafiyah.
3. Syaikh Maulana Maghdum Ibrohim
atau Sunan Bonang fiqihnya As Syafi’iyah.
4. Syaikh Maulana Qasim Syarifuddin
atau Sunan Drajat Al Hanafiyah.
5. Syaikh Maulana Ja’far Shadiq atau
Sunan Kudus Al Malikiyah.
6. Syaikh Maulana Syarif Hidayatullah
atau Sunan Gunung Jati Al Hanafiyah.
7. Syaikh Maulana Fatahillah Al
Hanafiyah.
8. Syaikh Maulana Muhammad Sa’id atau
Sunan Kali Jaga pengganti Syaikh Siti Jennar yang kena HUKUM QISHAS karena
melanggar tertib Da’wah pada saat itu.
9. Syaikh Maulana Ainur Rahmat atau
Sunan Sendang, 9 km di sebelah barat dari Makam Sunan Drajat di desa Sendang,
satu kecamatan dengan Sunan Drajat.
Periode
yang ke 4 (empat)
1. Amir rombongannya adalah Syaikh
Maulana Sulthan Fatahillah yang di kenal sebagai Raden Patah, cucu dari Raja
Brawijaya yaitu Raja Majapahit sendiri
Ma’murnya kebanyakan orang lama
yaitu:
2. Sunan Giri.
3. Sunan Bonang.
4. Sunan Drajat.
5. Sunan Sendang.
6. Sunan Gunung Jati
7. Sunan Muriya, yang ber-usia
19tahun.
8. Syaikh Maulana Taufiqur Rahman
yang nama Tiong Hwoa-nya K. Cheng Hoo As Syafi’iyah.
9. Sunan Kudus.
Periode
yang ke 5 (lima)
1. Amir rombongannya adalah Syaikh
Maulana Umar Syahid atau Sunan Muriya As Syafi’iyah, putra Sunan Kali Jaga yang
pada saat itu ber-usia 25tahun.
Ma’mur rombongan ke 5 adalah :
2. Sunan Giri.
3. Sunan Bonang.
4. Sunan Sendang.
5. Sunan Tembayat.
6. Sunan Geseng.
7. Sunan Kudus.
8. Phai Lie Bang .
9. Syaikh Maulana Taufiqur Rahman
nama Tiong Hwoa-nya K. Cheng Hoo.
Perlu diketahui dalam kitab Tarihul Aulya’
bahwa ke lima Rombongan ini mulai dari priode yang pertama sampai yang ke lima
semuanya diberi BAYAN HIDAYAH di Masjid Nabawi, Madinatul Munawwarah al
Arabiyyah Saudiyyah, sedangkan rombongan yang seterusnya sudah tidak di Bayan
Hidayah di Masjid Nabawi lagi.
Di Kerajaan Demak sudah didirikan
Masjid yang menjadi Markaz beliau dan sudah sering di datangkan melalui Negeri
Ghujarad (India sekarang).Karena tekanan dari misionaris dari Nederland,
Portugis, dan Inggris yang menjajah Asia sehingga sangat banyak Ulama yang
dibantai oleh mereka.Untuk menyiasati kejahatan orang-orang kristian pada saat
itu, para Da’i kita untuk keluar di Jalan Allah yang sekarang di sebut Khuruj
Fii Sabilillaah tidak di batasi sebanyak 9 (sembilan) orang lagi dalam satu
rombongan, namun program dan tertib Da’wah tetap di jalankan dengan Istiqamah.
Seperti nishab, rute perjalanan, program Silaturrahim wilayah yang menjadi
tujuan, Musyawarah, Ta’lim, tetap di jalankan seperti bisanya seolah olah tak
pernah terjadi suatu apapun, dan tetap TAWAJJUH kepada ALLAH dan tidak terkesan
dengan keadaan di luar lingkungan, yaitu tetap ta’at pada keputusan musyawarah.
Target utamanya adalah Da’wah, jadi
siapapun manusianya diajak ta’at kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan beramal shaleh. Diajak untuk bersama-sama
mengamalkan agama, menghidupkan amal-amal agama dan juga amal-amal masjid
sebgaimana Masjid Nabawi di Madinah Al-Munawarah.Ternyata tertib dakwah mereka
sama dengan tertib dakwah yang dilakukan oleh JT (Jamaah Tabligh)...Pergerakan
dakwah yg semakin berkembang saat ini
Sumber kitab TARIKHUL AULIA’ karangan
Syeikh Maulana Muradi bin Abdullah bin Husain bin Ibrahim Al-Asy’ari
2.
Usaha Dakwah Walisongo Dalam Kitab Perjalanan Ibnu Batutah.
Ternyata tidak hanya Kitab Tarikhul
Auliya Syaikh Maulana Muradi bin Husain bin Ibrahim al Asy’ari saja yang
menceritakan tentang perjalanan usaha dakwah para walisongo di nusantara ini.
Abu Abdullah Muhammad bin Battutah atau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu
Batutah telah menuliskan laporan perjalanannya keliling dunia dalam Kitab
Kanzul Ulum yang
kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo
dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim
surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim
sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan
ke pulau Jawa.
Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah
para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani yang buat
usaha dakwah dan tabligh, untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya
ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 6 angkatan yang masing-masing
jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang
dipimpin oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia
yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di
Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada
dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin,
kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten
sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina .
Lalu ada Syaikh Ja’far Shadiq dan
Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan
Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan
sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari
kata al Quds (Jerusalem) .
Islam masuk ke Indonesia pada abad 7M
(abad 1H), jauh sebelum penjajah datang. Islam terus berkembang dan
mempengaruhi situasi politik ketika itu. Berdirilah kesultanan-kesultanan Islam
seperti di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak (didirikan
pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M), Samudera Pasai, Aceh
Darussalam, Palembang; Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku (Islam masuk ke
kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440); Kesultanan Sambas, Pontianak,
Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai di Kalimantan
.
Adapun kesultanan di Jawa antara lain:
kesultanan Demak, Pajang, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Islam diterapkan
dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu.
Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi
kesultanan Bima. Setelah Islam berkembang dan menjelma menjadi sebuah institusi
maka hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik dalam
kesultanan-kesultanan tersebut .
Di Gresik (daerah Leran) ditemukan
batu bertahun 1082 Masehi berhuruf Arab yang menceritakan bahwa telah meninggal
seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang beragama Islam. Lalu
disekitar tahun 1350 saat memuncaknya kebesaran Majapahit, di pelabuhan Tuban
dan Gresik banyak kedatangan para pedagang Islam dari India dan dari Kerajaan
Samudra (Aceh Utara) yang juga awalnya merupakan bagian dari Majapahit,
disamping para pedagang Majapahit yang berdagang ke Kerajaan Samudra. Juga
menurut cerita, ada seorang putri Islam berjuluk Putri Cempa dan Putri Cina
yang menjadi isteri salah satu raja Majapahit.
Sangat toleransinya Majapahit
terhadap Islam terlihat dari banyaknya makam Islam di desa Tralaya, dalam kota
kerajaan, dengan angka tertua di batu nisan adalah tahun 1369 (saat Hayam Wuruk
memerintah). Yang menarik, walau kuburan Islam tetapi bentuk batu nisannya
seperti kurawal yang mengingatkan kala-makara, berangka tahun huruf Kawi, yang
berarti bahwa di abad XIV Islam walau agama baru bagi Majapahit tetapi sebagai
unsur kebudayaan telah diterima masyarakat. Diketahui pula bahwa para pendatang
dari barat maupun orang-orang Tionghoa ternyata sebagian besar beragama Islam,
yang terus berkembang dan mencapai puncaknya di abad XVI saat Kerajaan Demak.
Mereka yang dianggap sebagai
penda’wah yang sangat giat menyebarkan agama Islam diberi julukan Waliyullah
dan di Jawa dikenal sebagai Wali Sanga (9), yang merupakan dewan Dakwah/
Muballigh.Kelebihan mereka dibanding kepercayaan/ agama penduduk lama adalah
tentang kekuatan bathin yang lebih, ilmu yang tinggi dan tenaga ghaib.Sehingga
mereka selalu dihubungkan dengan tasawwuf serta sangat kurang dalam pengajaran
fiqh ataupun qalam.Mereka tidak hanya berkuasa dalam agama, tapi juga dalam hal
pemerintahan dan politik.
Periode Dakwah
Walisongo
Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim
ahli tata pemerintahan negara dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarqand yang
dikenal dengan nama Syaikh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari
Mesir, Maulana Muhammad al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari
Turki, Maulana Hasanuddin dari Palestina, Maulana Aliyuddin dari Palestina, dan
Syaikh Subakir dari Persia. Sebelum ke tanah Jawa, umumnya mereka singgah dulu
di Pasai. Adalah Sultan Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudra Pasai
antara tahun 1349-1406 M yang mengantar Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq
ke Tanah Jawa .
Pada periode berikutnya, antara tahun
1421-1436 M datang tiga da’i ulama ke Jawa menggantikan da’i yang wafat. Mereka
adalah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim dari Samarkand (yang dikenal
dengan Ibrahim Asmarakandi) dari ibu Putri Raja Campa-Kamboja (Sunan Ampel),
Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina (Sunan Kudus), dan Syarif Hidayatullah dari
Palestina cucu Raja Siliwangi Pajajaran (Sunan Gunung Jati) .
Mulai tahun 1463M makin banyak da’i
ulama keturunan Jawa yang menggantikan da’i yang wafat atau pindah tugas.
Mereka adalah Raden Paku (Sunan Giri) putra Maulana Ishaq dengan Dewi
Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga)
putra Adipati Wilatikta Bupati Tuban; Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang); dan
Raden Qasim Dua (Sunan Drajad) putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri
Prabu Kertabumi Raja Majapahit .
Banyaknya gelar Raden yang berasal dari
kata Rahadian yang berarti Tuanku di kalangan para wali, menunjukkan bahwa
dakwah Islam sudah terbina dengan subur di kalangan elit penguasa Kerajaan
Majapahit. Sehingga terbentuknya sebuah kesultanan tinggal tunggu waktu .
Hubungan tersebut juga nampak antara
Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah. Bernard Lewis menyebutkan bahwa pada tahun
1563M, penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istambul untuk
meminta bantuan melawan Portugis sambil meyakinkan bahwa sejumlah raja di
kawasan tersebut telah bersedia masuk agama Islam jika kekhalifahan Utsmaniyah
mau menolong mereka .
Saat itu kekhalifahan Utsmaniyah sedang
disibukkan dengan berbagai masalah yang mendesak, yaitu pengepungan Malta dan
Szigetvar di Hungaria, dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Setelah tertunda selama
dua bulan, mereka akhirnya membentuk sebuah armada yang terdiri dari 19 kapal
perang dan sejumlah kapal lainnya yang mengangkut persenjataan dan persediaan
untuk membantu masyarakat Aceh yang terkepung .
Namun, sebagian besar kapal tersebut
tidak pernah tiba di Aceh. Banyak dari kapal-kapal tersebut dialihkan untuk
tugas yang lebih mendesak yaitu memulihkan dan memperluas kekuasaan Utsmaniyah
di Yaman. Ada satu atau dua kapal yang tiba di Aceh. Kapal-kapal tersebut
selain membawa pembuat senjata, penembak, dan teknisi juga membawa senjata dan
peralatan perang lainnya, yang langsung digunakan oleh penguasa setempat untuk
mengusir Portugis. Peristiwa ini dapat diketahui dalam berbagai arsip dokumen
negara Turki .
Hubungan ini nampak pula dalam
penganugerahan gelar-gelar kehormatan diantaranya Abdul Qadir dari Kesultanan
Banten misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir
Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu. Demikian pula
Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar Sultan dari Syarif
Makkah tahun 1051 H (1641 M ) dengan gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana
Matarami. Pada tahun 1638 M, sultan Abdul Kadir Banten berhasil mengirim utusan
membawa misi menghadap syarif Zaid di Mekah .
Hasil misi ke Makkah ini sangat sukses,
sehingga dapat dikatakan kesultanan Banten sejak awal memang meganggap dirinya
sebagai kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah
kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul. Sultan Ageng Tirtayasa mendapat
gelar sultan dari Syarif Mekkah .
Hubungan erat ini nampak juga dalam
bantuan militer yang diberikan oleh Khilafah Islamiyah. Dalam Bustanus Salatin
karangan Nuruddin ar-Raniri disebutkan bahwa kesultanan Aceh telah menerima
bantuan militer berupa senjata disertai instruktur yang mengajari cara
pemakaiannya dari Khilafah Turki Utsmani (1300-1922)
Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa
pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul
untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah
kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau
dua kapal yang tiba di Aceh
Tahun 1652 kesultanan Aceh mengirim
utusan ke Khilafah Turki Utsmani untuk meminta bantuan meriam. Khilafah Turki
Utsmani mengirim 500 orang pasukan orang Turki beserta sejumlah besar alat
tembak (meriam) dan amunisi. Tahun 1567, Sultan Salim II mengirim sebuah armada
ke Sumatera, meski armada itu lalu dialihkan ke Yaman. Bahkan Snouck Hourgroye
menyatakan, “Di Kota Makkah inilah terletak jantung kehidupan agama kepulauan
Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar8 ke seluruh penduduk
Muslimin di Indonesia.” Bahkan pada akhir abad 20, Konsul Turki di Batavia
membagi-bagikan al-Quran atas nama Sultan Turki
Di Istambul juga dicetak tafsir
al-Quran berbahasa melayu karangan Abdur Rauf Sinkili yang pada halaman
depannya tertera “dicetak oleh Sultan Turki, raja seluruh orang Islam”. Sultan
Turki juga memberikan beasiswa kepada empat orang anak keturunan Arab di
Batavia untuk bersekolah di Turki
Pada masa itu, yang disebut-sebut
Sultan Turki tidak lain adalah Khalifah, pemimpin Khilafah Utsmaniyah yang
berpusat di Turki. Selain itu, Snouck Hurgrounye sebagaimana dikutip oleh
Deliar Noer mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia,
terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok yang jauh di penjuru tanah air,
melihat stambol (Istambul, kedudukan Khalifah Usmaniyah) masih senantiasa
sebagai kedudukan seorang raja semua orang mukmin yang kekuasaannya mungkin
agaknya untuk sementara berkurang oleh adanya kekuasaan orang-orang kafir,
tetapi masih dan tetap [dipandang] sebagai raja dari segala raja di dunia.
Mereka juga berpikir bahwa “sultan-sultan yang belum beragama mesti tunduk dan
memberikan penghormatannya kepada khalifah.” Demikianlah, dapat dikatakan bahwa
Islam berkembang di Indonesia dengan adanya hubungan dengan Khilafah Turki
Utsmani
Dengan demikian, keterkaitan Nusantara
sebagai bagian dari Khilafah, baik saat Khilafah Abbasiyah Mesir dan Khilafah
Utsmaniyah telah nampak jelas pada pengangkatan Meurah Silu menjadi Sultan
Malikussaleh di Kesultanan Samudra-Pasai Darussalam oleh Utusan Syarif Mekkah,
dan pengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan Banten dan Sultan Agung
dari Kesultanan Mataram oleh Syarif Mekkah
Dengan mengacu pada format sistem
kehilafahan saat itu, Syarif Mekkah adalah Gubernur (wali) pada masa Khilafah
Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah untuk kawasan Hijaz. Jadi, wali yang
berkedudukan di Mekkah bukan semata penganugerahan gelar melainkan
pengukuhannya sebagai sultan. Sebab, sultan artinya penguasa. Karenanya,
penganugerahan gelar sultan oleh wali lebih merupakan pengukuhan sebagai
penguasa Islam. Sementara itu, kelihatan Aceh memiliki hubungan langsung dengan
pusat khilafah Utsmaniyah di Turki
Jumlah dai yang diutus ini tidak hanya
sembilan (Songo). Bahkan ada 6 angkatan yang dikirimkan, masing-masing jumlanya
sekitar sembilan orang. (Versi lain mengatakan 7 bahkan 10 angkatan karena
dilanjutkan oleh anak / keturunannya)
Para Wali ini datang dimulai dari
Maulana Malik Ibrahim, asli Turki. Beliau ini ahli politik & irigasi, wafat
di Gresik.
– Maulana Malik Ibrahim ini menjadi
peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di
Nusantara.
– Seangkatan dengan beliau ada 2 wali
dari Palestina yg berdakwah di Banten; salah satunya Maulana Hasanudin, beliau
kakek Sultan Ageng Tirtayasa.
– Juga Sultan Aliyudin, beliau dari
Palestina dan tinggal di Banten. Jadi masyarakat Banten punya hubungan darah
& ideologi dg Palestina.
– Juga Syaikh Ja’far Shadiq &
Syarif Hidayatullah; dikenal disini sebagai Sunan Kudus & Sunan Gunung
Jati; mereka berdua dari Palestina.
– Maka jangan heran, Sunan Kudus
mendirikan Kota dengan nama Kudus, mengambil nama Al-Quds (Jerusalem) &
Masjid al-Aqsha di dalamnya.
(Sumber Muhammad Jazir, seorang
budayawan & sejarawan Jawa , Pak Muhammad Jazir ini juga penasehat Sultan
Hamengkubuwono X).
Adapun menurut Berita yang tertulis di
dalam kitab Kanzul ‘Hum karya Ibnul Bathuthah, yang kemudiah dilanjutkan oleh
Syaikh Maulana Al Maghribi.
Sultan Muhammad I itu membentuk tim
beranggotakan 9 orang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa dimulai pada tahun
1404. Tim tersebut diketuai oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli
mengatur negara dari Turki.
Menurut Kitab Kanzul Ulum Ibnu
Batutah, Wali Sanga berganti susunan orangnya sebanyak 6 (enam) kali yaitu :
•
Dewan (Walisongo) Angkatan I tahun
1404 M (808 H) :
1. Syaikh Maulana Malik Ibrahim, asal
Turki, ahli mengatur negara, dakwah di Jawa Timur, wafat di Gresik tahun 1419.
2. Maulana Ishaq, asal Samarkand -
Rusia, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai (Singapura).
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubra, asal
Mesir, dakwah keliling, makam di Troloyo – Triwulan Mojokerto.
4. Maulana Muhammad Al Maghrabi, asal
Maghrib – Maroko, dakwah keliling, makamnya di Jatinom Klaten tahun 1465.
5. Maulana Malik Isra’il, asal Turki,
ahli mengatur negara, dimakamkan di Gunung Santri antara Serang Merak di tahun
1435.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, asal
Persia/Iran, ahli pengobatan, dimakamkan di Gunung Santri tahun 1435.
7. Maulana Hasanuddin, asal
Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama
8. Maulana Aliyuddin, asal Palestina,
dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama
9. Syaikh Subakir, asal Persia, ahli ruqyah
atau menumbali tanah angker yang dihuni jin jahat, beberapa waktu di Jawa lalu
kembali dan wafat di Persia tahun 1462.
•
Dewan (Walisongo) Angkatan II tahun
1436 M :
1. Raden Rahmad Ali Rahmatullah
berasal dari Cempa - Muangthai Selatan, datang tahun 1421 dan dikenal sebagai
Sunan Ampel (Surabaya) menggantikan Malik Ibrahim yang wafat.
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia
Selatan
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal
Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal
Maroko
5. Sayyid Ja’far Shadiq, asal
Palestina, datang tahun 1436 dan tinggal di Kudus sehingga dikenal sebagai
Sunan Kudus, menggantikan Malik Isra’il.
6. Syarif Hidayatullah, dikenal
dengan Sunan Gunung Jati, asal Palestina, datang tahun 1436 menggantikan Ali
Akbar yang wafat.
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina
8. Maulana ‘Aliyuddin, asal Palestina
9. Syaikh Subakir, asal Persia Iran.
•
Dewan (Walisongo) Angkatan III tahun
1463 M :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai
Selatan
2. Raden Paku / Syaikh Maulana A’inul
Yaqin pengganti ayahnya yang pulang ke Pasai, kelahiran Blambangan, putra dari
Syaikh Maulana Ishak, berjuluk Sunan Giri dan makamnya di Gresik.
3. Raden Said atau Sunan Kalijaga,
putra adipati Tuban bernama Wilatikta, yang menggantikan Syaikh Subakir yang
kembali ke Persia.
4. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
5. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal
Maroko
6. Sunan Kudus, asal Palestina
7. Raden Makdum Ibrahim atau Sunan
Bonang kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Hasanuddin yang
wafat.
8. Raden Qasim atau Sunan Drajad
kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Aliyyuddin yang wafat.
9. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
•
Dewan (Walisongo) Angkatan IV tahun
1466 M (1473 M) :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai
Selatan
2. Sunan Giri, asal Blambangan, Banyuwangi,
Jatim
3. Raden Patah putra raja Brawijaya
Majapahit (tahun 1462 sebagai adipati Bintoro, tahun 1465 membangun masjid
Demak dan menjadi raja tahun 1468) murid Sunan Ampel, menggantikan Ahmad
Jumadil Kubra yang wafat.
4. Fathullah Khan (Falatehan),
asal Cirebon, putra Sunan Gunung jati, menggantikan Al Maghrabi yang wafat.
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
•
Dewan (Walisongo) Angkatan V tahun
1478 M :
1. Sunan Giri, asal Blambangan, Banyuwangi,
Jatim
2. Raden Umar Said atau Sunan Muria,
putra Sunan Kalijaga, yang menggantikan wali yang telah wafat.
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja
Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal
Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Syaikh Siti Jenar
adalah wali serba kontroversial, asal Persia, Iran,
ajarannya yang dianggap menyimpang dari agama Islam tapi sampai saat ini masih
dibahas di berbagai lapisan masyarakat, masih ada pengikutnya, sampai dengan
kematiannya yang masih dipertanyakan caranya termasuk dimana ia wafat dan
dimakamkan.
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatimu
•
Dewan (Walisongo) Angkatan VI tahun
1479 M :
1. Sunan Giri, asal Blambangan, Banyuwangi,
Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa
Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja
Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal
Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Tembayat
atau adipati Pandanarang yang menggantikan Syaikh Siti Jenar
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
3.
Semboyan Walisongo
Para Walisongo mempunyai semboyan
yang terekam hingga saat ini adalah :
1. Ngluruk Tanpo Wadyo Bolo / Tanpa
pasukan tentara : Berdakwah dan berkeliling kedaerah lain tanpa membawa
pasukan. Jangan yakin dengan banyaknya jumlah kita,…..yakin dengan pertolongan
Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Mabur Tanpo Lar/Terbang tanpa
Sayap : Kita bergerak jumpa umat…dari orang ke orang…. jumpa ke rumah-rumah
mereka ..Pergi kedaerah nan jauh walaupun tanpa asbab/ sebab yang nampak.
3. Mletik Tanpo Sutang/Meloncat Tanpa
Kaki : Pergi kedaerah yang sulit dijangkau seperti gunung-gunung juga tanpa
sebab yang kelihatan. Niat untuk dakwah keseluruh alam, Allah subhanahu wa ta’ala yang berangkatkan
kita bukan asbab-asbab dunia seperti harta dan sebagainya.
4. Senjoto Kalimosodo : Kemana-mana
hanya membawa kebesaran Allah subhanahu
wa ta’ala, selalu mendakwahkan kalimat iman, mengajak umat pada iman dan
amal shalih.(Kalimosodo : Kalimat Shahadat)
5. Digdoyo Tanpo Aji : Walaupun
dimarahi, diusir, dicaci maki bahkan dilukai fisik, perasaan dan mentalnya
namun mereka seakan-akan seperti orang yang tidak mempan diterjang
bermacam-macam senjata. Kita dakwah, Allah subhanahu
wa ta’ala akan bantu (jika kalian bantu Agama Allah, maka pasti Allah akan
tolong kalian dan Allah akan memenangkan kalian)
6. Perang Tanpo tanding : Dalam
memerangi nafsunya sendiri dan mengajak orang lain supaya memerangi nafsunya.
Tidak pernah berdebat atau bertengkar.dakwah dengan hikmah, kata-kata yang
sopan, ahlaq yang mulia dan doa menangis-menangis pada Allah agar umat yang
kita jumpai dan umat seluruh alam dapat hidayah….bukan dengan kekerasan…. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
yang maknanya kurang lebih :‘Haram
memerangi suatu kaum sebelum kalian berdakwah (berdakwah dgn hikmah) kepada
mereka”
7. Menang Tanpo Ngesorake/Merendahkan
: Mereka ini walaupun dengan orang yang senang, membenci, mencibir, dan
lain-lain akan tetap mengajak dan akhirnya yang diajak bisa mengikuti usaha
agama dan tidak merendahkan, mengkritik dan membanding-bandingkan, mencela
orang lain bahkan tetap melihat kebaikannya.
8. Mulyo Tanpo Punggowo : Kemuliaan
hanya dalam Iman dan Amalan agama bukan dengan banyaknya pengikut. Dimulyakan,
disambut, dihargai, diberi hadiah, diperhatikan, walaupun mereka sebelumnya
bukan orang alim ulama, bukan pejabat, bukan sarjana ahli tetapi karena menjadi
Da’i yang menjadikan dakwah maksud dan tujuan hidup, maka Allah subhanahu wa ta’ala muliakan mereka.
9. Sugih Tanpo Bondo : Mereka akan
merasa kaya dalam hatinya. Keinginan bisa kesampaian terutama keinginan
menghidupkan sunnah Nabi, bisa terbang kesana kemari dan keliling dunia
melebihi orang terkaya didunia. Jangan yakin pada harta….kebahagiaan dalam
agama, dakwah jangan bergantung dengan harta
10. Kuncara Tanpo Woro-woro :
Menyebar, terkenal tanpa gembar-gembor, propaganda, iklan-iklan dan sebagainya,
artinya bergerak terus jumpa umat, kerja untuk umat, kerja untuk Agama dengan
ikhlas karena mengharap Ridho Allah subhanahu
wa ta’ala, tidak perlu disiar-siarkan atau di umum-umumkan. Allah sajalah
yang menilai perjuangan kita.
4.
Pesan Sunan Kalijogo (Seorang Wali dari Walisongo)
1. Yen kali ilang kedunge : jika
sungai sudah mulai kering… jika sumber air sudah mulai kering.. maksudnya jika
para alim ulama sumber ilmu sudah mulai wafat satu persatu…maka ini alamat
bahwa dunia mau diqiamatkan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala. Ulama ditamsilkan seperti air yang menghidupkan hati-hati
manusia yang gelap tanpa cahaya hidayah..
2. Yen pasar ilang kumandange : Jika
pasar sudah mulai diam.. maksudnya jika perdagangan sudah tidak dengan
tawar-menawar karena banyaknya mall, supermarket dan pasar swalayan yang
berdiri. Kata orang tua kita, dahulunya semua pasar memakai sistem tawar
menawar sehingga suaranya begitu keras terdengar dari kejauhan seperti suara
lebah yang mendengung..ini kalau aku boleh beri istilah adalah adanya
kehangatan dalam social relationship dalam masyarakat.. tapi sekarang sudah
hilang…biarpun kita sering ke plaza atau ke supermarket ratusan kali kita tidak
kenal para pelayan dan cashier di tempat itu..
3. Yen wong wadon ilang wirange :
Jika wanita sudah tidak punya rasa malu……Belum menutup auratnya, menyanyi dan
berjoget di atas panggung tanpa ada perasaan malu, dan sebagainya
4. Enggal-enggal topo lelono njajah
deso milangkori ojo bali sakdurunge patang sasi, enthuk wisik soko Hyang Widi :
Bermujahadah, susah payah berkelana dalam perjalanan ruhani guna memperbaiki
diri atau perjalanan fisabilillah menjelajahi desa-desa/ negara-negara,
menghitung pintu (bersilaturahim) jangan pulang-pulang sebelum selesai program
4 (empat) bulan, cari petunjuk, hidayah dan kepahaman agama dari Dzat yang Maha
Kuasa..
Semoga bermanfaat… Wallahu’alam
Prof.
DR. KH. Imam Buchori Musliem, Lc
telah
memberikan artikel usaha dakwah walisongo di nusantara
Sumber
: kitab TARIKHUL AULIA’, dari kakek buyutnya sendiri
Syaikh
Maulana Muradi bin Abdullah bin Husain bin Ibrahim Al-Asy’ari,
sekitar
421 tahun yang lalu. Wallahua’lam
Fikirkan….!
Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih ditanya orang,“Kerja yang kamu buat sekarang ini banyak
melalaikan hak makhluk, bagaimana ini?” Dijawab beliau, “Betul,saya akui
kerja yang saya galakan sekarang ini banyak mengurangi hak makhluk, tapi
seseorang yang mengambil usaha ini, dengan sebab usahanya banyak orang-orang
yang dahulunya melalaikan hak makhluk setelah mendapat hidayah dia menjadi
orang-orang yang menunaikan hak makhluk.
Beberapa orang datang ke Maulana
Ilyas rahmatullah ‘alaih, dan
berkata, “Syaikh antum ini wali.”Ini
disebabkan karena asbab hebatnya kerja dan gerak beliau dalam Dakwah. Namun apa
kata Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih,
“Bukan,
saya ini bukan wali, tetapi yang wali itu adalah kerja dakwah ini.”Jadi
Maulana Ilyas tidak ingin membawa umat ini kepada pengkultusan, tetapi lebih
ingin mengarahkan umat ini kepada kerja dakwah. Kita tidak menafikan adanya
orang-orang tertentu yang mempunyai level kedekatan dengan Allah seperti para
Aulia, tetapi ini sedikit sekali, tidak semua orang bisa mencapai level
ketaatan seperti itu. Itulah namanya orang-orang pilihan Allah. Namun secara
umum agar umat ini dapat menjadi dekat dengan Allah, maka Allah berikan ummat
ini kerja dakwah yang bisa membuat ummat ini diwalikan semua oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Di dalam
tarekat-tarekat, mereka mempunyai mursyid yang mempunyai kelebihan-kelebihan
tersendiri dalam doa. Namun dalam kerja dakwah ini tidak ada yang seperti itu,
yang paling utama dalam kerja dakwah ini adalah kerja itu sendiri.
Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih ditanya oleh anaknya yaitu Maulana Yusuf rahmatullah ‘alaih :“Ya ayahanda ! kenapa ayah buat jamaah lagi padahal sudah banyak
fiqroh-fiqroh bermacam jamaah dalam islam ?”
Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaihkatakan :“Wahai anakku !! hari ini amalan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam telah banyak dikerjakan oleh ummat islam wujud di
mana mana dalam jamaah, tetapi maksud hidup Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam telah hilang dari ummat, sehingga amalan ummat tidak mencapai hakekat
amal.”
a. Mereka shalat yang seharusnya
mampu mencegah fasya’ dan mungkar, tak dapat wujud
b. Puasa yang seharusnya menghasilkan
ketakwaan tak berhasil
c. Zakat yang seharusnya
menghilangkan cinta dunia, malahan menjadikan orang semakin cinta dunia
d. Haji yang seharusnya mendatangkan
kecintaan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala justru orang semakin mencintai makhluq
Maksud ittiba’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam adalah
mengikuti kepada dua perkara :
1. Amalan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
2. Maksud hidup Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
Tahapan Maulana Ilyas dalam merintis
dakwah :
1) Membayar orang untuk lakukan
dakwah (Tidak ada hasil)
2) Membangun 250 madrasah (Tidak ada
hasil)
3) Menganjurkan santrinya
berpuasa/menahan lapar dan berdoa (BERHASIL, hingga asbab munajad Maulana
sambil lapar sesiapa yang hadir di Masjid beliau di Banglawali tidak akan kelaparan)
4) Maulana amalkan bayan subuh setiap
hari 3 jam dengan berdiri dan tidak tidur melebihi 4 jam, serta doa minta
diwafatkan ketika berdakwah (BERHASIL, usaha dakwah ini berkembang ke seluruh
dunia hingga kini dan sampai kiamat)
Kesimpulan : Hanya dengan PENGORBANAN
dakwah akan BERHASIL
Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih berkata : "1/100 pun saya tidak mampu untuk
menyampaikan hakekat kerja ini kepada manusia dan 1/100 dari apa yang telah
saya sampaikan pun, tiada seorang pun yang memahaminya."
Seandainya Maulana Ilyas telah
menyatakan ketidaksanggupan beliau walaupun 1/100 atas kerja ini, lalu
dimanakah derajat kepahaman kita.????"
Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih, setelah sorenya memberikan bayan Maghrib,
tengah malam beliau, membersihkan tandas dan membuang kotoran manusia yang pada
jaman itu kotoran manusia dikumpulkan bukan safety tankdan harus dibuang setiap
hari.
Maulana Ilyas pernah berkata, ada 2
(dua) orang yang terkebelakang dari usaha ini :
1. Niat untuk mengishlah orang lain
2. Mau mengishlah kerja ini
Satu kali Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih telah melihat satu
orang penarik becak singgah di masjid untuk qada’ hajat. Maulana beranggapan
dia akan dapat berjumpa lagi dengan orang tersebut. Beliau sempat mengerjakan
shalat sunnat 2 rakaat,dan setelah selesai Maulana pergi melihat orang tersebut
namun sudah tidak kelihatan.Maulana menanggis dan terus menanggis.Semasa
diakhir hayat Maulana, Maulana sempat menceritakan peristiwa tersebut sambil
menangis. Beliau menyesal dengan 2 rakaat shalat sunnat, telah gagal memberikan
dakwah pada orang tersebut.
Kata Maulana Umar Palanpuri, jikalau
kita mendapat peluang untuk buat dakwah janganlah kita tangguhkan, mungkin
dimasa itu Allah subhanahu wa ta’ala
telah buat keputusan untuk menurunkan hidayah di seluruh alam.... Insya Allah
sedia…
Perlu
Diingat…!
•
Usaha
dakwah yang dilakukan oleh jamaah tabligh sama persis dengan usaha dakwah yang
dilakukan oleh walisongo.
•
Usaha
dakwah walisongo dilaksanakan dengan berjamaah, demikian pula usaha dakwah
jamaah tabligh berjamaah.
•
Waktu
usaha dakwah jamaah tabligh sama seperti waktu usaha dakwah walisongo, yaitu
seumur hidup minimal 4 bulan.
•
Ciri
usaha dakwah jamaah tabligh sama persis dengan 10 semboyan walisongo
•
Asbab
usaha dakwah walisongo sekitar 90 % masyarakat Indonesia (nusantara) masuk
Islam, masjid dan mushalla tumbuh subur di berbagai tempat. Asbab usaha dakwah
jamaah tabligh, amalan masjid dihidupkan kembali sehingga makin hari masjid dan
mushalla makin makmur.
•
Usaha
dakwah walisongo mengislamkan orang kafir, sedangkan usaha dakwah jamaah
tabligh meningkatkan keimanan secara bertahap hingga ke tahap level iman para
sahabat.
•
Usaha
dakwah walisongo dibid’ahkan oleh saudara kita, sama seperti usaha dakwah
jamaah tabligh dibid’ahkan juga.
•
Walaupun
usaha dakwah sama-sama dibid’ahkan, dakwah tetap jalan terus sampai mati dan
berharap Allah ridha kepada kita, sebagaimana Allah telah ridha kepada para
sahabat.
•
Risaunya
walisongo, bagaimana seluruh masyarakat Indonesia dan seluruh alam mendapat
hidayah dari Allah. Risaunya jamaah tabligh, bagaimana seluruh masyarakat
Indonesia dan seluruh alam mendapat hidayah dari Allah, dan orang suka
membid’ahkan, menyesatkan dan mengkafirkan juga mendapat hidayah dari Allah.
Peringatan
Penting…!
Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaihtermasuk yang diberi kefahaman oleh Allah tentang
usaha dakwah. Betapa tingginya usaha dakwah dan betapa mulianya orang yang buat
usaha dakwah.Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah, kita sebagai ummat
akhir zaman telah dikenalkan dengan usaha dakwah, yang dirintis lagi oleh
Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih.
Kita telah mendapatkan kefahaman
bahwa para ambiya’ wal mursalin semua mengemban tugas dakwah kepada ummatnya
masing-masing, sehingga menjadi manusia paling mulia dari seluruh ummat
manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menjadi imamul ambiya’ wal
mursalin (imamnya para nabi dan para rasul Allah) karena diutus untuk
mendakwahkan agama bagi seluruh manusia dan jin sampai hari kiamat. Karena
itulah Rasulullah telah membentuk para sahabat semuanya ambil bagian dalam
usaha dakwah untuk meneruskan kerja dakwah Rasulullah, agar diteruskan secara
estafet hingga generasiberikutnya sampai hari kiamat.
Sebagaimana kata Maulana Ilyas, bahwa
kerja dakwah adalah wali, maka seluruh sahabat telah menjadi waliyullah karena
semuanya telah melaksanakan tugas dakwah ke seluruh alam. Seluruh sahabat telah
mendapat ridha Allah karena menjadikan dakwah sebagai maksud hidupnya.
Rasulullah melarang siapapun yang mencela sahabat, karena mencela sahabat sama
dengan mencela Allah dan RasulNya. Semua riwayat hadits dari sahabat diterima
dan tidak ada yangditolak.Sifat sahabat dalam usaha dakwah telah dijadikan
contoh sampai hari kiamat, untuk mendapatkan ridha dari Allah. Subhanallah…!
Jadi kalau hari ini, ada diantara
ummat Islam yang menolak usaha dakwah seperti usaha dakwahnya Rasulullah dan
sahabat, bagaimana mereka akan menjadi waliyullah? Bagaimana akan mendapatkan
ridha Allah? Apalagi sampai membid’ahkan, menyesatkan dan mengkafirkan orang
yang buat usaha dakwah. Tentunya orang yang suka membid’ahkan, menyesatkan dan
mengkafirkan yang buat usaha dakwah, akan kembali kepada mereka yang membuat
tuduhan tersebut. Merekalah yang ahli bid’ah, sesat dan kafir.Na’udzubillah min dzalik…
Cobalah kita simak Firman Allah Ta’ala berikut ini,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُّبِيناً
"Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata." (Al-Ahzab:
58).
Simak pula sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut
ini,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ.
"Mencela
seorang Muslim itu adalah kefasikan, dan memeranginya adalah kekufuran."(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Beliau juga bersabda,
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ.
"Setiap
orang Muslim terhadap orang Muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya, dan
kehormatannya." (HR.
Muslim).
Maka dari itu, setiap Muslim harus
menjaga kehormatan saudaranya yang seiman dan seagama, tidak melakukan
perbuatan apa pun yang dapat mencemarkan nama baiknya atau menyakiti jiwa dan
raganya.
Kalau demikian adanya kedudukan dan
kehormatan seorang Muslim, maka bagaimana kalau ia dikafirkan?
Mengkafirkan seorang Muslim artinya:
Menanggalkan akar-akar keislaman dan keimanan darinya, dan tidak menganggapnya
sebagai seorang Mukmin. Hal ini tentu sudah merupakan perkara yang sangat
berbahaya dan serius, sebab mengkafirkan berarti mengubah statusnya dari yang
terhormat menjadi tidak terhormat, dari yang terlindungi jiwanya menjadi tidak
terlindungi.
Karena sangat beratnya dosa
mengkafirkan seorang Muslim itu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda,
أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيْهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا؛ إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ.
"Siapa
saja yang berkata kepada saudaranya, 'Hai orang kafir', maka (hukum) kafir itu
telah kembali kepada salah seorang dari keduanya; jika benar seperti yang ia
katakan, dan jika tidak, maka (ucapan itu) kembali kepada dirinya."(Muttafaq 'Alaih dari hadits Ibnu
Umar).
Di dalam riwayat Imam Muslim
disebutkan,
إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا.
"Apabila
seseorang mengkafirkan saudaranya (semuslim), maka salah satunya telah kembali
dengan pengkafiran tersebut."
Sesungguhnya yang sangat ajib,
saudara kita yang selalu memberikan negative thinking pada Walisongo, ternyata
disadari atau nggak mau tau, sekarang mereka mendapat hidayah dari Allah,
disebabkan karena dakwahnya Walisongo. Walisongo dijadikan oleh Allah, sebagai
asbab turunnya hidayah bagi masyarakat Indonesia, karena Walisongo telah
dipilih oleh Allah untuk usaha dakwah di Indonesia. Subhanallah….. Sekarang apa
balasan kita kepada Walisongo, sedangkan Walisongo tidak mengharapkan dan tidak
meminta kepada kita kecuali melaksanakan perintah Allah untuk usaha dakwah
meneruskan dakwah atau kerjanya Nabi shallallahu
'alaihi wasallam. Harapannya tentunya hanya ridha Allah semata. Semoga
pengorbanan atau mujahadahnya Walisongo, baik waktu, diri dan hartanya,
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah subhanahu wa ta’ala. Amin…………
Sekali
Lagi Tentang Walisongo.
Ada persepsi sekelompok orang yang
menganggap bahwa sejarah tokoh-tokoh Walisongo tak lebih dari sekadar dongeng
dan legenda. Dengan kata lain, sejarah yang menceritakan mereka adalah fiktif
atau tidak ada.
Dari persepsi inilah yang menjadikan
probabilitas terbesar akan sejarah Walisongo dalam mengislamkan Nusantara
secara kompromis dan smooth tidak
tercantum dalam buku Ensiklopedi Islam terbitan Ikhtiar Baru Van Hoeve sebagai
tokoh-tokoh penyebar Islam di Nusantara.
Tak hanya itu, menurut Agus Sunyoto,
penulis buku Atlas Walisongo, tidak terdapat satu kalimat pun menyebut
Walisongo, tokoh-tokoh penyebar Islam pada zaman Walisongo, kazanah kekayaan
budaya Islam pada zaman Walisongo seperti karya sastra, seni musik, seni rupa,
seni pertunjukan, seni suara, desain, arsitektur, filsafat, tasawuf, hukum,
tata negara, etika, ilmu falak, sistem kalender, dan ilmu pengobatan yang lahir
dan berkembang pada masa Walisongo dan sesudahnya. Bagaimana mungkin?
Selain faktor berbeda paham,
terkadang itulah kekeliruan bangsa Indonesia dalam memahami sejarahnya sendiri.
Kita tidak bisa mengelak bahwa basis akademik kita belum sampai pada titik
jenuh untuk selalu mengambil referensi paham arab (salafi wahhabi) dan keilmuan
barat khususnya yang bersifat postivistik, dapat di nalar dan masuk logika akal
atau rasionya dalam memahami sejarah Nusantara bahkan dalam membaca sejarah
para tokoh Walisongo yang menurut perspektif mereka penuh dengan mistifikasi
dan klenik sehingga menurut mereka Walisongo tak lebih dari sekadar dongeng.
Tentu kita tidak bisa memotong batu
dengan menggunakan gunting. Sebab, simbol gunting akan kalah dengan simbol batu
yang diperagakan oleh tangan dalam permainan suit-suitan anak kecil. Artinya, tentu saja dalam membaca sejarah
Walisongo yang konon penuh dengan dunia metafisik dan supranatural hendaknya
tidak memakai pisau analisis barat dengan ilmuwan yang berpaham positivistik
tadi atau paham Salafi Wahhabi yang sangat tidak kompromistik.
Persoalan keajaiban, karomah, ilmu
kanuragan, dan keramat para Walisongo yang menyebabkan masyarakat pada waktu
itu seakan mengunggulkan tak lebih dari sekadar keistimewaan yang diberikan
Allah kepada hambanya yang begitu ikhlas, taat dan tunduk sebagai media dalam
berdakwah yang penuh dengan tantangan yang tidak teramat ringan.
Respon masyarakat seperti itulah yang
menjadikan kaum Islam fundamentalis Salafi Wahhabi berasumsi bahwa cerita
sejarah Walisongo dapat menjurus pada kesesatan akidah dan penuh dengan tahayul
sehingga semua ini adalah mitos, klenik, dongeng, dan lain-lain. Sedangkan
paham ilmuwan barat menganggap ini bukan sebuah peristiwa sejarah sebab tidak
bersifat postivistik. (Kalau pembaca ingin tahu tentang kisah negatifnya
Walisongo, lihatlah web atau blognya Salafi Wahhabi)
Nalar postivistik berdampak pada
materialisme berpikir. Paham materialisme selalu menempatkan segala sesuatu
dapat dilihat bentuknya atau berwujud, sebab semua materi pada intinya
berwujud. Dalam hal inilah Islam modernis yang merepresentasikan barat hanya
mencenderungkan diri pada ilmu hushuli
yaitu ilmu segala sesuatu yang tampak. Sebaliknya, tidak meyakini ilmu yang
bersumber langsung dari Allah yang disebut ilmu
hudhuri atau lebih populer dinamakan ilmu laduni yang menurut mereka jauh
dari kata ilmiah. Ilmu ini hanya dimiliki oleh manusia yang benar-benar dekat
dengan Allah, bahkan menjadi kekasihnya yang disebut Wali. Dalam hal ini, materialistiknya fundamentalis salafi wahhabi
yaitu hanya menyandarkan diri pada al-Qur’an dan Sunnah, sedangkan
materialistiknya barat yaitu berwujud.
Sebetulnya, ilmu yang dimiliki oleh
para Walisongo tidak serta-merta karomah dari Allah tanpa kecerdasan mereka
dalam berpikir. Jika para Wali dominan dengan ilham dan karomah, sesungguhnya
dalam dunia keilmuan modern juga diakui. Sebut saja ilmu psikologi, dalam
disiplin kelimuan ini ada yang disebut kecerdasan ilhami (intelegensi intuitif). Kecerdasan ini muncul atas keyakinan bahwa
semua adalah petunjuk kebenaran dari Allah jika baik untuk kemaslahatan umat manusia.
Artinya dalam hal ini, dunia keilmuan
barat pun sesungguhnya mengetahui akan keistimewaan dan karomah seorang jika
benar-benar yakin akan Tuhannya. Sebab itulah, intelegensi intuitif dalam ilmu
psikologi sesungguhnya adalah karomah atau keistimewaan yang lekat kepada para
Walisongo. Dengan demikian, apakah karomah yang memang di luar nalar manusia
biasa itu adalah sebuah klenik yang tak rasional?
Sesunggunhya pemahaman ini tidak akan
muncul jika mereka memahami bahwa para wali membawa risalah Nabi. Nabi dan wali
sama-sama kekasih Allah, perbedaannya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersifat ma’shum sedangkan wali tidak demikian. Nabi menerima wahyu secara
langsung, tetapi wali hanya menerima apa yang disebut ilham. Kemudian,
keistimewaan Nabi disebut dengan mukjizat, sedangkan keistimewaan wali
diistilahkan karomah. Kalimatus sawa’-nya
sama, yaitu kekasih Allah.
Maka dengan demikian, mempersepsikan
karomah seorang wali dengan sebuah klenik, tahayul, dan lain-lain sama saja
menegasikan atau menafikan mukjizat Nabi bukan? Sebab, ilmu semua kiai, ulama,
dan wali berasal dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, merekalah pewaris para Nabi. Al-‘Ulama warotsatu al-Anbiya. Istilah warisan bersifat
sambung-menyambung, tidak putus. Adanya seorang kiai, ulama, dan wali yaitu
untuk memudahkan kita dalam mempelajari ilmu Allah dan Nabi yang bersumber dari
al-Qur’an dan Hadis. Sehingga jika tidak berpijak kepada mereka, dapat
dipastikan mempersulit diri sendiri dalam memahami agama Allah.
Dari rasionalisasi inilah supremasi
Walisongo tegak dalam membungkam asumsi bahwa cerita mereka hanyalah dongeng
belaka. Penghargaan prestisius IBF Award 2014 sebagai buku terbaik dari
kategori Nonfiksi Dewasa pada buku Atlas Walisongo ikut menguatkan bahwa
sejarah Walisongo sama sekali bukan fiktif, namun nyata secara historis dalam
mengislamkan Nusantara dengan segala mistifikasinya.
Jika yang diinginkan oleh
kaum-kaum modernis berpaham postivistik-materilaistik bahwa sejarah itu mesti
dapat tangkap nalar dan berwujud, atau kaum fundamentalis yang menganggap bahwa
sejarah Walisongo hanya mitos, klenik dan menyesatkan, Agus Sunyoto dalam buku
Atlas Walisongo telah melakukan penelitian secara ilmiah dengan menyajikan
bukti-bukti secara material berupa naskah-naskah kuno, artefak, dan berbagai
situs-situs lain yang ikut berkelindan dalam perjalanan sejarah Walisongo.
Tak hanya itu, dalam buku ini Agus
Sunyoto juga menulis dengan sangat rasional untuk membuktikan secara
ilmiah bahwa Walisongo beserta cerita-cerita yang melingkupinya adalah sebuah
fakta sejarah.