Hubungan kita
dengan Allah subhanahu wa ta’ala hanya dapat
dilakukan dalam Agama. Agama adalah hal-hal yang di inginkan Allah Ta’ala pada
diri manusia dalam setiap waktu, tempat, dan keadaan. Dengan Dakwah maka kita
dapat mewujudkan Agama dalam diri kita. Target dari dakwah adalah membuat sifat
dan membentuk Iman dalam diri kita. Sebagaimana sahabat mendapat sifat dan Iman
melalui dakwah yang penuh pengorbanan, sehingga Iman dan sifat Mereka terbentuk
sesuai dengan yang Allah subhanahu wa ta’ala inginkan. 13
tahun sahabat berdakwah atas perkara Iman saja, sebelum syariat diturunkan.
Pengorbanan yang mereka lakukan membuat Iman mereka menjadi kuat. Sehingga
setiap perintah yang turun dapat dengan mudah dilaksanakan oleh sahabat.
Para sahabat
disiksa hanya untuk mempertahankan Iman. Bilal radhiyallahu ‘anhu dipanggang dan ditiban batu yang melebihi
bobot badannya ditengah terik panas matahari namun Imannya tidak goyang. Khabab radhiyallahu ‘anhu dipanggang punggungnya di atas bara namun
Imannya tidak goyah. Ammar radhiyallahu ‘anhu disiksa dengan
ayah ibunya dipasir yang panas sehingga orang tuanya Syahid. Namun demi yang
namanya Iman mereka bersabar atas penderitaan. Inilah kesabaran para Sahabat radhiyallahu ‘anhum dalam memperjuangkan Agama.
Begitu pula
penderitaan yang dialami Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam semenjak kecil.
Ketika lahir ayahnya telah tiada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya merasakan kasih sayang seorang ibu
dalam 2 bulan saja. Baru merasakan sedikit kebahagiaan dengan kakeknya,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam harus bersabar
melihat kakeknya meninggal hanya dalam waktu kurang dari setahiun. Tarbiyah
demi tarbiyah Allah berikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam supaya siap menerima tanggung jawab
kenabian. Tarbiyah yang Allah berikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini telah membentuk sifat dalam diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Setelah ayat
pertama turun yaitu ayat Iqro : “Bacalah”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dituntut untuk membaca keadaan ummat.
Namun karena takutnya menerima wahyu pertama kali, untuk beberapa saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berusaha menenangkan diri. Lalu
turunlah perintah “Ya hayyuhal Mudatsir Kum Fa Anzir Farabbaka Fakabbir.”
Artinya : “Wahai orang yang berselimut bangunlah dan besarkanlah nama
tuhanmu.” Inilah awal dari perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memulai dakwah. Jadi kita berdakwah
bukan karena nafsu kita tetapi ini karena perintah Allah sebagaimana yang Allah
perintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Setelah turun ayat
ini, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda kepada
istrinya, “Mulai hari ini tidak ada waktu untuk istirahat lagi.”
Semenjak itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah
berhenti dari kerja dakwah. Pergi pagi baju bersih pulang petang baju sudah
kotor. Pernah suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam asbab keletihan
dari menyampaikan agama pada orang, beliau hendak beristirahat sebentar. Namun
belum sempat tertidur turunlah ayat : “Ya Ayyuhal Muzammil Kumillaila illa
qollila…” Ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan
untuk bangun malam menghadap Allah, mendirikan ibadah malam, sehingga hilanglah
waktu untuk istirahat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah kerja
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang tidak
mengenal waktu dan lelah. Cobaan dan kepayahan dilewati oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata mahfum : “Tidak ada satu
manusiapun yang penderitaannya melebihi aku”.
Pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membawa Siti Fatimah radhiyallahu
‘anha ke Masjidil Haram, ketika dalam keadaan sujud Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam badannya di lempari kotoran onta oleh orang kafir Quraish,
sehingga membuat Siti Fatimah yang masih kecil menangis melihat keadaan
ayahnya. Melihat kotoran
yang menempel pada badan ayahnya, Siti Fatimah radhiyallahu ‘anha sambil menangis berusaha membersihkan kotoran
onta tersebut dari ayahnya. Ketika beliau berdakwah, orang-orang yang
memberikan beliau gelar Al-Amin, berbalik menghina beliau dengan
panggilan Al Majnun (orang gila). Kehidupan beliau diboikot sehingga
beliau berhari-hari dengan istrinya tidak makan apapun selain biji korma dan air
putih. Selama 3 bulan dapur nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
mengeluarkan asap, tidak ada masakan atau makanan.
Belum lagi ketika
beliau ke Thaif dengan penuh harapan penduduk Thaif mau memeluk Islam, ternyata
yang diterimanya adalah siksaan. Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam dihina dan dilemparkan batu, sampai keluar
kotapun masih dihajar. Darah segar Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengalir dari kepala beliau SAW banyak
sekali. Disinilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa
yang doanya menggetarkan hati seluruh penduduk langit. Ketika itu seluruh
penduduk langit murka dan Allah Ta’ala telah memerintahkan malaikat untuk siap
menerima perintah apapun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkeinginan menghancurkan Thaif. Tetapi apa
yang dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab
kesediaan para malaikat tersebut yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa yang bunyinya : “Ya Allah bukan
ini yang aku mau, aku berdoa karena kelemahanku dalam berdakwah, karena ketidak
mampuanku dalam menyampaikan “. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam malah mendoakan kebaikan untuk para penduduk
Thaif agar suatu saat nanti mereka mau memeluk Islam. Inilah yang dilakukan
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yaitu membalas
keburukan dengan kebaikan. Inilah kesabaran Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menghadapi cobaan. Ketika semua
malaikat telah siap untuk menghancurkan Thaif yang telah menyiksa beliau,
tetapi beliau malah mendoakan kebaikan buat mereka yang telah menyiksa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun cobaan dan ujian kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya berhenti sampa di Thaif saja,
masih banyak lagi cobaan dan penderitaan yang harus dilewati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di saat puncak perhatiannya dalam dakwah
di Mekkah, berturut-turut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diuji
dengan kehilangan 2 orang yang sangat dicintai dan mendukungnya dalam usaha dakwah
yaitu istrinya, Khadijah radhiyallahu ‘anha, yang selalu menghiburnya
ketika sedih dan pamannya Abu Thalib yang selalu membelanya dari siksaan orang
kafir Quraisy. Cobaan demi
cobaan, kesusahan demi kesusahan, terus di alami Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhir hayatnya. Menjelang ajalnya
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam barulah bisa
berkata, “Tidak akan ada lagi kesusahan setelah hari ini.”
Sahabat radhiyallahu ‘anhum sangat mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, melebihi cinta mereka pada keluarganya, pada
orang tuanya, bahkan melebihi kecintaan mereka pada dirinya sendiri. Sahabat
untuk bersabar ketika harus meninggalkan anak, istri dan mendapat berbagai
macam siksaan, ini mudah saja bagi mereka. Tetapi Tidaklah mudah bagi sahabat
menahan kesabaran ketika mereka melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dihina dan disiksa. Ini karena mereka.
sahabat dahulu adalah seorang yang pemberani dan pendekar-pendekar perang.
Ketika Hamzah radhiyallahu ‘anhu mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditimpuki kotoran
oleh Abu Jahal, maka Hamzah radhiyallahu ‘anhu langsung menyampiri Abu Jahal dan memukulnya
hingga jatuh dan berdarah, didepan para petinggi quraisy pada waktu itu.
Padahal waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah menyuruh mereka mambalas atau menyatakan perang kepada orang kafir
Quraish atas perlakuan mereka. Justru beliau malah menyuruh mereka, para
sahabat radhiyallahu
‘anhum, untuk bersabar
atas orang kafir quraisy. Para sahabat radhiyallahu ‘anhum rela bersabar diatas segala penderitaan demi
Agama Allah. Mereka disiksa, keluarga mereka dibunuh, dihina dan dicaci maki,
tetapi apa yang nabi anjurkan kepada mereka, yaitu bersabar, bukan membalas
dengan nafsu dan dendam.
Allah Ta’ala
menguji kesabaran para sahabat ketika susah dan sempit yaitu ketika di Mekkah,
dan Allah Ta’ala menguji mereka ketika senang dan lapang ketika di Madinah.
Ketika perjanjian Hudaiybiyah, para sahabat radhiyallahu ‘anhum ditest kehormatannya oleh Allah Ta’ala.
Sejauh mana mereka siap mengorbankan kehormatan mereka untuk Agama. Ketika
perjanjian Hudaibiyah, saat itu para sahabat radhiyallahu ‘anhum sudah dalam posisi siap tempur, dan
keuntungan keadaan berpihak pada sahabat radhiyallahu ‘anhum ketika itu. Namun apa yang terjadi disaat
sahabat sudah merasa ini waktunya bagi mereka untuk membalas semua kekejaman
kaum Quraish kepada mereka dan keluarga mereka. Justru keadaan yang
menguntungkan itu ditolak mentah-mentah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . Bahkan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima tawaran kafir quraisy yang
tidak seimbang dan merugikan posisi mereka pada waktu itu. Secara logika apa
yang diputuskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dapat
diterima oleh akal dan nalar para sahabat radhiyallahu ‘anhum ketika itu. Hal ni membuat harga diri para
sahabat ketika itu tercabik-cabik. Namun karena ini sudah menjadi keputusan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , maka
mereka harus taat. Inilah kesabaran sahabat ketika mereka telah telah diujung
kesabaran mereka untuk menggempur kafir quraisy, mereka masih tetap taat kepada
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam . Tetapi
kejadian ini diabadikan oleh Allah Ta’ala dalam Al-Quran sebagai kemenangan
umat Islam, walaupun para sahabat mengalami kekecewaan.
Bagaimana
diceritakan ketika penaklukan kota Mekkah, orang kafir quraisy ketakutan
melihat kekuatan umat Islam ketika itu. Abu Sofyan, Jendral orang quraisy yang
ikut diberbagai pertempuran melawan umat Islam, Hindun yang memakan hati
paman Nabi, semua orang yang pernah menyiksa sahabat orang yang sama ketika itu
sangat ketakutan. Namun apa yang terjadi, ketika Nabi berbicara di depan ka’bah
kepada orang kafir Quraish, ”Tahukah kalian apa yang akan aku lakukan kepada
kalian?” mereka menjawab dengan ketakutan, “tidak ya Rasulullah”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku
akan membebaskan kalian sebagaimana saudaraku Yusuf ‘alaihis salam membebaskan saudara-saudaranya.” Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada orang yang sama yang telah
menyiksa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan para
sahabatnya.
Inilah kesabaran
yang harus dipunyai seorang beriman. Sedangkan hari ini kita sudah merasa
kehilangan kesabaran terhadap saudara sendiri, keluarga sendiri, teman sendiri,
terhadap lingkungan sendiri. Bagaimana kita bisa menjadi seperti mereka, Nabi
dan para Sahabat radhiyallahu ‘anhum, jika kita tidak
mempunyai kesabaran seperti yang mereka miliki.
Para sahabat juga
dihina ketika sedang berdakwah, tetapi mereka bisa bersabar diri. Keadaan kita
dibandingkan para sahabat sangatlah jauh berbeda. Karena pengorbanan yang
mereka lakukan dalam berdakwah berbeda dengan kita, sehingga tingkat kesabaran
yang kita punya juga berbeda dengan mereka. Asbab kesabaran dan pengorbanan
mereka, hidayah tersebar. Masalah sahabat dibandingkan dengan masalah yang kita
hadapi sangatlah tidak sebanding, karena kita tidak melalui
penyiksaan-penyiksaan, pembunuhan massal terhadap orang yang kita cintai,
ditimpuki batu dan kotoran
binatang, dan lain-lain.
Untuk itu penting kita keluar di jalan Allah untuk melatih diri kita agar bisa
mendapatkan sifat para sahabat.
Dengan tarbiyah
yang kita dapati ketika berdakwah, ini dapat membentuk sifat-sifat mulia dalam
diri kita. Inilah yang dilakukan para Anbiya ‘alaihimus shalatu wassalam dan para sahabat radhiyallahu anhum ajma’in dalam menjalankan usaha
atas agama, “The Efforts of Deen”, atau dalam Dakwah. Mereka harus melakukan total
pengorbanan sebagai bukti kecintaan mereka kepada Allah Ta’ala dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam .
Pengorbanan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarganya
Contoh 1
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam baru bisa mempunyai anak ketika beliau
berumur 98 tahun. Ketika itu beliau diuji 2 kali oleh Allah Ta’ala. Pertama
ketika beliau harus meninggalkan anak yang baru ia punya dan yang ia dambakan,
dan istrinya dipadang pasir. Disini terlihat bahwa Allah hendak menguji Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dengan perintahNya, agar Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ini hatinya senantiasa terpaut pada Allah.
Hari ini seseorang yang pulang kerja saja tidak sabar buru-buru pulang
ingin bertemu dengan anak dan istrinya, tetapi lihat bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam bahkan diperintahkan untuk meninggalkan anak dan istrinya. Dengan penuh kesedihan dan kesabaran dalam
menjalankan perintahNya, Ibrahim ‘alaihis salam tinggalkan anak
dan istrinya di padang pasir. Demi menjalankan perintah Allah, keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihis salam rela bersabar dengan penuh keihlasan. Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di test kesabaran dan keyakinannya oleh
Allah untuk meninggalkan anak dan istrinya di padang pasir.
Setelah Siti Hajar
mengetahui bahwa itu adalah perintah Allah maka dia pun Ridho di tinggal Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ditengah padang pasir. Inilah keyakinan siti
hajar dan ketaatannya terhadap perintah Allah. Hari ini orang jika melihat suami
meninggalkan anak dan istri untuk mendekatkan diri kepada Allah, orang-orang
sudah mencapnya sebagai orang yang tidak bertanggung jawab. Jika suami pergi
untuk mencari keduniaan di anggap sebagai orang yang penuh tanggung jawab.
Inilah kesalah fahaman kita hari ini, kita mengira suami yang menghidupkan keluarganya. Orang yang mau berkorban untuk agama di
jelekkan dan orang yang buat usaha atas dunia di muliakan.
Allah telah
buktikan bahwa Allah tidak perlu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, uang, atau mahluk apapun dalam memelihara Siti Hajar dan
Ismail ‘alaihis salam dipadang pasir yang tandus. Allahlah yang
memelihara segala-galanya, mahluk tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat
tanpa seizin Allah. Asbab keyakinan dan ketaatan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarganya yaitu Siti Hajar dan Ismail ‘alaihis salam, Allah telah buat Mekkah daerah yang tandus
dan tidak ada manusia yang mau datang menjadi daerah yang berkah keluar air zam
zam dan ramai pengunjung.
Setelah beberapa lama tidak bertemu, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
Allah mengizinkan untuk bertemu dengan Siti Hajar dan Ismail ‘alaihis salam,
dengan syarat tidak boleh turun dari kudanya dan tidak boleh berbicara. Setelah itu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam harus balik lagi ke Palestina tempat dia
harus berdakwah. Hari jika kita diposisi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, sudah lama di jalan Allah rindu pada
keluarga, sekalinya bertemu tidak boleh turun dari kuda, tidak boleh
memeluknya, dan tidak boleh berbicara. Inilah kesabaran seorang Nabi dan
seorang Da’inya Allah. Setelah lolos dari ujian ini baru Allah mengizinkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berkumpul dengan Siti Hajar dan Ismail ‘alaihis salam.
Ujian kedua,
ketika Nabi Ibrahim ‘alaihis salam lagi senang-senangnya bermain bersama Ismail
‘alaihis salam, turun perintah untuk menyembelih Ismail ‘alaihis salam. Inilah pengorbanan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam membuktikan kecintaannya terhadap
Allah Ta’ala, bahwa tidak ada yang lebih besar dari Allah di hatinya. Ini
adalah ujian dari Allah untuk membuktikan bahwa hati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tidak mendua kepada Allah dan kepada selain
Allah walaupun itu keluarga. Ketaatan kepada Allah Ta’ala bagi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam lebih berharga dibanding keluarganya. Inilah
kesiapan dan kesabaran seorang Nabi dan seorang da’i dalam menjalankan perintah
Allah.
Begitupula kepada Siti Hajar dan Ismail ‘alaihis salam ketika mendapatkan perintah ini. Nabi
Ibrahim‘alaihis salam dan Ismail ‘alaihis salam digoda setan dengan perkataan, “Wahai
Ibrahim ini adalah anakmu bagaimana kamu bisa membunuh darah dagingmu sendiri,
apakah kamu tega.” Mendengar godaan dari syetan ini maka Ismail ‘alaihis salam mengusir setan itu dengan melemparkan batu.
Lalu Ismail ‘alaihis salam berkata kepada
ayahnya, ”wahai ayah jika ini perintah Allah jalankanlah, saya ikhlas
menerimanya.” Begitu juga Siti Hajar yang di goda oleh syetan yang mengatakan bahwa saat ini Ibrahim ‘alaihis salam akan membunuh anaknya. Siti Hajar
terperanjat kaget saakan-akan tidak
percaya. Lalu Siti Hajar bertanya, “Apakah ini adalah perintah dari Allah ?”
si syetan menjawab,”benar.” Mendengar ini Siti Hajar menimpuk syetan itu dengan batu dan berkata, “Kalau
begitu kamu ini setan, masa Ibrahim ‘alaihis salam harus melanggar perintah tuhannya.” Inilah keyakinan dan kesabaran keluarganya
seorang Nabi dan Da’inya Allah dalam menjalankan perintah Allah. Ini berlaku
bagi siapa saja yang siap berkorban di jalan Allah maka nanti Allah akan menjadikan keluarganya mempunyai keyakinan dan ketaatan
seperti keluarganya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
Contoh 2
Keadaan ini tidak
hanya Allah berikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tetapi juga kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum seperti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Asbab pengorbanan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, anak-anaknyapun mempunyai keyakinan yang
sama seperti ayahnya. Suatu ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu hendak keluar di jalan Allah, ia telah
korbankan seluruh hartanya untuk digunakan di jalan Allah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya apa yang telah kamu tinggalkan
untuk rumahmu, dia menjawab, “Saya tinggalkan Allah dan RasulNya.”
Ketika ayah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang buta dan
masih dalam keadaan Kafir berkunjung kerumahnya Abu Bakar, dia berkata dengan
nada marah kepada cucunya, “Pasti Abu Bakar telah meninggalkan kalian pergi
tanpa meninggalkan apapun.” Lalu Siti Aisyah radhiyallahu ‘anha beserta adiknya Asma radhiyallahu ‘anha membimbing kakeknya ke arah meja dan berkata,
“Tidak kakek, ayah telah meninggalkan kita batu emas ini.” Seraya
membimbing tangan kakeknya ke meja memegang batu yang dikira emas oleh
kakekanya. Inilah keyakinan yang ditanamkan Allah kedalam anaknya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, sehingga mereka rela ditinggalkan oleh
ayahnya tanpa ditinggali apapun.
Nusrottulloh,
pertolongan Allah Ta’ala, akan datang kepada orang yang melakukan total
pengorbanan dan mempunyai kecintaan terhadap agama seperti sahabat radhiyallahu ‘anhum. Suatu ketika anak laki-laki Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada ayahnya, “wahai Ayah, ketika
perang Badr, saya mempunyai kesempatan 3 kali untuk membunuhmu, tetapi setiap
saya hendak melakukannya, rasa cintaku kepadamu menghalangiku untuk
melakukannya “. Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjawab, ”wahai
anakku, jika saat itu aku mendapatkan kesempatan untuk memenggal kepalamu,
pasti aku akan melakukannya tanpa ragu-ragu karena aku lebih mencintai Allah
Ta’ala dan RasulNya daripada kamu.”
Inilah cinta
sahabat radhiyallahu ‘anhum terhadap Allah Ta’ala, dan inilah kecintaan
yang Allah Ta’ala mau, tidak mendua kepada yang lain. Seorang sahabat ditanya
oleh Rasulullah. ”Apakah yang akan engkau lakukan jika engkau malihat istri
engkau berduaan dengan lelaki lain dalam kamarmu.” Sahabat menjawab, “Akan
saya penggal leher lelaki itu.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda mahfumnya, ”Saya lebih
pencemburu dari kamu, dan Allah lebih pencemburu dari saya. Begitu pula
cemburunya Allah Ta’ala terhadap hambanya jika dapatiNya dalam hati hambanya
kebesaran mahkluk selain kebesaran Allah Ta’ala”.
Ada seorang sahabat yang tidak bisa tidur sebelum melihat wajah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam karena sangat cintanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Seorang sahabat berkata, “Sebelum aku memeluk Islam tidak ada
seorangpun yang kubenci melebihi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi
setelah aku memeluk Islam tidak ada satu manusiapun yang lebih aku cintai
daripada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam”. Sahabat sangat cintanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga rela mengorbankan anak,
istri, pekerjaan, jabatan, harta, dan harga diri. Tetapi jika takaza/tawaran agama dibentangkan maka mereka rela
meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam demi agama.
Sebagaimana perpisahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Muadz yang
akan pergi berdakwah ke Yaman. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya
bahwa ini adalah pertemuan mereka yang terakhir, namun Muadz radhiyallahu ‘anhu dengan hati yang hancur dan kesedihan yang
luar biasa karena harus berpisah dengan orang yang paling dicintainya tetap
melanjutkan perjalanan demi kepentingan agama.
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum ketika takaza/tawaran jihad dibentangkan maka mereka langsung
meninggalkan segala yang mereka cintai seperti istri yang baru dinikahi pada
malam pertama, kebun korma yang siap dipanen, seluruh harta bendanya untuk
agama. Bahkan keluarga merekapun diberi semangat oleh anggota istri dan anak mereka sendiri untuk berjihad di jalan
Allah. Namun karena lemahnya iman kita maka kita belum mampu melakukan
pengorbanan seperti mereka.
Kesalah fahaman
yang terjadi saat ini adalah kita menyangka bahwa diri dan harta kita adalah
milik kita. Padahal semua yang merasa kita telah memiliki dan yang kita lihat ini adalah milik
Allah Ta’ala. Untuk meluruskan kesalahfahaman ini maka kita harus keluar
dijalan Allah subhanahu wa ta’ala belajar berkorban
seperti para Nabi ‘alaihimus shalatu wassalam dan para sahabat radhiyallahu anhum ajma’in, yaitu 2,5 jam setiap hari dakwah jumpa ummat, 3 hari setiap bulan, 40 hari setiap tahun, dan 4 bulan seumur hidup...Insya Allah.....NIAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar