Gito Rollies
PERSONAL
Bangun Sugito atau populer dengan nama Gito Rollies, lahir di Biak, Papua, 1 November 1947. Ia dikenal sebagai rocker, aktor dan juga penceramah agama. Sementara nama Rollies yang dipakainya diambil dari grup bandnya, The Rollies.
Bangun Sugito atau populer dengan nama Gito Rollies, lahir di Biak, Papua, 1 November 1947. Ia dikenal sebagai rocker, aktor dan juga penceramah agama. Sementara nama Rollies yang dipakainya diambil dari grup bandnya, The Rollies.
Penyanyi
bersuara serak basah dengan gaya panggung atraktif itu, sejak 2005 mulai
'melawan' kanker kelenjar getah bening yang dideritanya. Manakala kesehatanya
turun Gito harus terbang ke Singapura untuk melakukan teraphi. Bahkan
beberapa kali mengalami koma.
Pelantun
lagu Kemarau, Astuti dan Burung Pipit itu akhirnya menghembuskan
nafas terakhir di rumah sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan pada 28 Februari
2008, setelah menerima perawatan sehari sebelumnya. Suami dari Michelle,
seorang perempuan asal Belanda itu meninggal pada pukul 18.45 WIB, di RS Pondok
Indah akibat komplikasi penyakit yang dideritanya.
KARIR
Gito tergabung dalam band The Rollies asal Bandung yang pernah terkenal pada masa 1960-an sampai dengan 1980-an yang personelnya terdiri dari Uce F. Tekol, Jimmy Manoppo, Benny Likumahuwa dan Teungku Zulian Iskandar.
Gito tergabung dalam band The Rollies asal Bandung yang pernah terkenal pada masa 1960-an sampai dengan 1980-an yang personelnya terdiri dari Uce F. Tekol, Jimmy Manoppo, Benny Likumahuwa dan Teungku Zulian Iskandar.
Gito sendiri juga pernah
berkiprah dalam dunia film, termasuk dalam film KERETA API TERAKHIR dan JANJI
JONI, yang kemudian mengantarkannya meraih piala Citra aktor pembatu pria
terbaik.
Nama
Gito yang pada awalnya dikenal sebagai rocker, kemudian menghilang dari
peredaran panggung rock Indonesia. Gito kemudian muncul menjadi seorang
dai (juru dakwah), yang kerap tampil dengan pakaian putih dan nampak lebih
bijaksana.
DISKOGRAFI
Album-album
GOYAH
PERMATA HITAM
Album-album
GOYAH
PERMATA HITAM
ASTUTI
TUAN MUSIK: Bingung Ironi, Perasaanmu saja, Sangsi, Mimpi, Srikandi, Angkara, Batas Hidup, Kau Ada
TUAN MUSIK: Bingung Ironi, Perasaanmu saja, Sangsi, Mimpi, Srikandi, Angkara, Batas Hidup, Kau Ada
JARUM
NERAKA
AKU
PUTRI AYU
PUTRI AYU
PERASAAN
SEDERHANA TAPI NYATA
SEDERHANA TAPI NYATA
NONA:
Nona, Es Mi Ran, Getar, Spekulasi, Halo Joe, Binal, Penjilat, Dongeng,
Otomatis, Heboh
Album
Lain
1989
- Album singel Nicky Astria, CINTA DI KOTA TUA menyanyikan lagu Cewek
Komersil karya Junaedi Salat.
AWAL
PERJALANAN GITO ROLLIES HINGGA MASA KETENARANNYA
Bangun
Sugito Tukiman,
adalah salah satu nama dari sekian juta penduduk negeri ini yang terhipnotis
oleh musik rock (barat). Figur The Rolling Stones, dengan lead vocal-nya Mick
Jagger, menjadi idola remaja yang lahir di kota Biak dan besar di kota Bandung
ini. Bahkan aksi nekatnya di tahun 1967, membuat kota Bandung gempar, ketika
dirinya yang mendapat cap “Siswa Bengal” termasuk salah satu siswa yang lulus
dari SMA-nya, melakukan aksi tanpa busana sambil naik sepeda motor mengelilingi
kota kembang tersebut. Kesukacitaannya dilampiaskan dengan gaya ala rocker,
maklum, daftar kenakalannya lebih panjang dari daftar absen murid, sehingga ia
tak yakin jika namanya akan tertulis di papan pengumuman seperti teman-temannya
yang lulus (tempointeraktif.com).
Selepas SMA, di kota yang sama, Bangun Sugito Tukiman (vokal) bersama rekan-rekannya, Teuku Zulian Iskandar Madian (saxophone, gitar), Benny Likumahuwa (trombone, flute), Didiet Maruto (trumpet), Jimmie Manoppo (drum), dan Oetje F. Tekol (bas) mendirikan band yang bernama The Rollies. Di era 1970-an, The Rollies semakin eksis dan menunjukkan taringya sebagai grup band rock handal di tanah air. Belakangan, setelah sukses dengan beberapa hits yang sempat bertengger di blantika musik Indonesia, namanya pun berganti menjadi Gito Rollies. Waktu terus berjalan, anak tangga karir perlahan-lahan ditapaki satu demi satu. Sanjungan dan pujian, memmembuat dirinya telah merasa menjadi seorang Mick Jagger Indonesia, sosok yang dikagumi dan diidolakannya.
Pria yang sempat mengenyam kuliah dua tahun di Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB), terus larut bersama kebesaran The Rollies. Aksi panggungnya mirip dengan sang idola, suara serak ala James Brown, bapak moyang soul dan funk, menjadikannya pusat perhatian. Kesuksesan di panggung telah mengantarkan diri dan kelompoknya di industri rekaman, pun mengantarkannya menjadi hedonis sejati. “Tiap Jumat siang kami berangkat ke daerah Puncak Bogor untuk pesta miras dan narkoba,” Ungkap Gito dengan nada sesal.
Selepas SMA, di kota yang sama, Bangun Sugito Tukiman (vokal) bersama rekan-rekannya, Teuku Zulian Iskandar Madian (saxophone, gitar), Benny Likumahuwa (trombone, flute), Didiet Maruto (trumpet), Jimmie Manoppo (drum), dan Oetje F. Tekol (bas) mendirikan band yang bernama The Rollies. Di era 1970-an, The Rollies semakin eksis dan menunjukkan taringya sebagai grup band rock handal di tanah air. Belakangan, setelah sukses dengan beberapa hits yang sempat bertengger di blantika musik Indonesia, namanya pun berganti menjadi Gito Rollies. Waktu terus berjalan, anak tangga karir perlahan-lahan ditapaki satu demi satu. Sanjungan dan pujian, memmembuat dirinya telah merasa menjadi seorang Mick Jagger Indonesia, sosok yang dikagumi dan diidolakannya.
Pria yang sempat mengenyam kuliah dua tahun di Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB), terus larut bersama kebesaran The Rollies. Aksi panggungnya mirip dengan sang idola, suara serak ala James Brown, bapak moyang soul dan funk, menjadikannya pusat perhatian. Kesuksesan di panggung telah mengantarkan diri dan kelompoknya di industri rekaman, pun mengantarkannya menjadi hedonis sejati. “Tiap Jumat siang kami berangkat ke daerah Puncak Bogor untuk pesta miras dan narkoba,” Ungkap Gito dengan nada sesal.
Di
masa ketenarannya, pada awal tahun 1980, ia menjalin hubungan intim dengan
putri seorang aktor dan komedian besar, Uci Bing Slamet, dan darinya dikaruniai
seorang anak lalu berpisah setelahnya. Bahkan setelah menikah dengan perempuan
impor, wanita keturunan Belanda, Michelle Van der Rest, tahun 1983, ia masih belum
bisa melepaskan diri sepenuhnya dari pengaruh narkotika (AntaraNews). Setelah
bersolo karir, dia menelorkan sejumlah album solo, yakni Tuan Musik (1986),
Permata Hitam/Sesuap Nasi (1987), Aku tetap Aku (1987), Air Api (1987) dan
Tragedi Buah Apel (1987) dan Goyah (1987).
Sebagai
aktor Gito memulai debutnya di dunia film lewat Buah Bibir (1973) sebagai
figuran. Setelah benar-benar menjadi aktor ia bermain dalam Perempuan Tanpa
Dosa (1978), Di Ujung Malam (1979) dan Sepasang Merpati (1979), dan Permainan Bulan
Desember (1980), dan Kereta Api Terkahir (…). Namun kekuatan aktingnya terlihat
pada Janji Joni yang mengantarkannya meraih piala Citra untuk kategori Aktor
Pembatu Pria Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 2005.
DIMASA
TENARNYA
DI MASA
tenarnya, Gito Rollies dikenal
sebagai sosok musisi yang “gila”, terkesan urakan bin slenge’an, dan
ceplas-ceplos kalau bicara, termasuk dalam bermusik. Lantas, apa jadinya jika
“kegilaan” Gito ini berpadu dengan sosok “gila” yang lain? Hasilnya tentu saja
adalah ramuan rock ‘n roll yang mahadahsyat. Ya, “kegilaan” Gito Rollies memang
semakin nyata tersalurkan berkat duetnya bersama seorang karibnya yang
sama-sama pernah bernaung di grup The Rollies. Orang itu adalah Dedy Stanzah,
yang juga berkibar di bawah panji-panji Superkid.
Gito
dan Dedy adalah pasangan sejati dalam dunia hiburan. Mereka adalah duet maut
penghibur ulung yang nyaris tanpa takut mengungkapkan apa yang ada di dalam
benak mereka, bahkan pikiran yang terliar sekalipun. Tidak percaya? Coba simak
duet mereka dalam lagu berjudul Koq (Lepas Sensor) di mana Gito dan Dedy berkoar lepas plus ceplas-ceplos.
“Protesmu jelas, kritikanmu boleh pedas, diam-diam juga doyan!” celetuk
keduanya di lagu yang bertema tentang serbuan kritik terhadap film-film panas
yang marak di zaman peralihan dari dekade 1980-1990’an itu.
Lagu-lagu
lainnya hasil kolaborasi mereka pun tak kalah memukau. Dengarkanlah tembang
bertajuk Rock’in Bird yang sangat kental dengan nuansa rock n’ roll. Atau lagu
persembahan dari Dedy yang terinsipirasi dari aksi khas Gito yang memang piawai
nge-dance, berjudul Do the Gito Dance. Keduanya juga menyanyikan ulang lagu Kehidupan, yang dipopulerkan oleh God Bless, dengan kemasan yang berciri
khusus. Tipikal vokal Gito Rollies yang serak-serak basah dengan sedikit bumbu
“genit” berpadu dengan ciri suara Dedy Stanzah yang “lemas”, terkesan “agak
malas”, namun tetap berkarakter, berharmonisasi dalam lagu Kehidupan itu
sehingga hasilnya cukup menjadi pembeda dengan tampilan aslinya yang diisi
vokal Ahmad Albar.
Gito
Rollies dan Dedy Stanzah memang pasangan klop. Berdua, mereka menikmati masa
muda dengan “bersenang-senang” di gemerlapnya dunia hiburan kendati karya
mereka tetap terus berjalan cemerlang, salah satunya lewat album kolaborasi
bertajuk Higher and Higher. Kini, keduanya telah tiada. Dedy Stanzah
wafat pada 22 Januari 2001. Sedangkan Bangun Sugito alias Gito Rollies
menghembuskan nafas penghabisan pada 28 Februari 2008 setelah dalam beberapa
tahun terakhir ia menyatakan tobat dan menjalani kehidupan religius dengan
lebih serius. (Iswara N Raditya)
AWAL
KESADARAN
Tahun
1995, atau tepat setelah 10 November, Sang Rocker baru benar-benar berhenti
mengkonsumsi drugs dan alkohol, setelah mengalami sebuah peristiwa yang membuatnya
shock lahir batin. Sepulang dari konser Hari Pahlawan di Surabaya, di bawah
pengaruh narkoba, selama tiga hari ia mengalami fly, tak bisa makan dan tak
bisa tidur, dan selama tiga hari itu semua kelakuannya di masa lalu seperti
diputar di depan mata. “Saya takut sekali,” ujarnya seperti diungkap
kepada koran Tempo. Namun yang paling membuatnya ciut justru menyangkut segala
omongan yang pernah terlontar dari mulutnya. Fitnah dan gunjingan terhadap
musisi lain, termasuk melakukan ghibah (membicarakan kejelekan orang lain).
Pengalaman
tiga hari itulah yang menjadi titik balik dirinya untuk kembali kepada Allah.
Khabar tentang kekuasaanNya, telah diwartakan ke segenap penjuru bumi kepada
seluruh manusia, hanya saja tidak banyak orang yang menyadarinya,
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ
لِّلْمُوقِنِينَ وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan
di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” (QS.
Adz-Dzaariyaat, 51 : 20-21).
Jika
seseorang memperhatikan tanda-tanda itu, dan Allah subhanahu wa ta’ala
telah membukakan jalan masuk untuk memahami, tentu tidaklah sulit. Dalam ayat
lain, Allah berfirman,
فَلَمَّا
أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا
بَغْيُكُمْ عَلَىٰ أَنفُسِكُم ۖ
مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ
ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Hai
manusia, sesungguhnya (bencana) kelalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil
kelalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah
kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yunus,
10 : 23).
Bisa
jadi peristiwa yang ia alami, karena Allah hendak mengabarkan hal itu kepadanya
sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri. Di usia kepala empatnya, seorang
Gito Rollies diingatkan Allah subhanahu wa ta’ala melalui sebuah
peristiwa spiritual yang memmembuatnya bergidik ketakukan. Nyalinya ciut,
gemetar badannya, kekuatan musik cadas tak mampu menyangga hatinya yang
terkoyak kala tanda-tandaNya telah diterima saat dirinya fly. Kesadaran
bathinnya bergolak untuk bangkit dari masa-masa kelam yang telah mengotori
jiwanya.
Sang
Rocker kini dalam kesadaran awal setelah puluhan tahun terlelap bersama
kesuksesan, polularitas, dan kenikmatan duniawi. “Saya harus hijrah, bukan
ini tujuan saya dilahirkan ke muka bumi, tetapi ada tugas lain yang harus saya
lakukan sebagai bekal pertemuan dengan Sang Pemilik jiwa ini,” ujar hati
itu berkata lirih.
Hatinya telah terbuahi cintaNya yang tulus dan suci sehingga sang hati sejati berkata,
Hatinya telah terbuahi cintaNya yang tulus dan suci sehingga sang hati sejati berkata,
وَمَا
أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ
النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ
إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf, 12
: 53).
Sebelum
merasakan ke-Maha Besaran Allah dalam dirinya, Bangun Sugito hidup dalam serba
kecukupan. Bergelimang kemewahan, bergiat dalam kehidupan malam, bertemankan
jarum neraka. Begitulah hari demi hari yang dilalui seolah pakaian yang tak
pernah lepas dari badannya. Bahagiakah hidup seperti itu? Mendatangkan
ketenangankah semua itu? Sebuah pertanyaan yang belum terjawab, sebuah rasa
yang belum pernah ada dan sebuah keinginan yang belum tercapai. Pada akhirnya
semuanya hanya menghantarkannya ke alam risau, resah dan gelisah.
Klimaks terjadi kala ia merayakan ulangtahunnya yang ke-50 pada 1997. Di situ, Gito mengundang seluruh karibnya untuk berpesta alkohol dan obat sepuasnya.
Klimaks terjadi kala ia merayakan ulangtahunnya yang ke-50 pada 1997. Di situ, Gito mengundang seluruh karibnya untuk berpesta alkohol dan obat sepuasnya.
Dalam
kerisauan panjang, beriring desah dan keluh kesah, daerah Puncak Bogor –Puncak
dikenal sebagai tempat rekreasi di daerah Jawa Barat– selalu menjadi tempat
menumpahkan penat, mengubur kegundahan yang membuncah. Wal hasil bukan ketenangan
yang didapat bahkan gelisah itu makin menjadi. Namun dari daerah inilah benih
hidayah itu mulai mekar membesar. Puncak menjadi tempat bersejarah, tempat
solusi menjawab segala kerisauan.
Saat
itu hari Jumat siang. Pria dengan rambut awut-awutan ini masih memegang botol
miras, duduk di tempat yang tinggi sambil sesekali memandang ke arah bawah.
Pandangannya tertuju kepada beberapa warga desa yang banyak menuju mesjid,
hatinyapun bergetar, kerisauanpun kembali mengusik hati. Mereka dengan
kesahajaan bisa menemukan kebahagiaan. Apakah di Masjid ada kebahagiaan?!”
Pertanyaan itu selalu mengusik Gito.
Sungguh pemandangan indah di hari Jumat itu, memberi arti tersendiri bagi kehidupan Gito Rollies. Sulit dibedakan keterusikan karena sekedar ingin tahu atau ini adalah awal Allah membukakan hatinya bagi pintu tobat. Dicobanya untuk mendekati Masjid itu, subhanallah, seperti ada magnit yang memendekkan langkahnya untuk tiba. Mungkin di sana ada kebahagiaan. Terlihatlah sebuah pemandangan yang meluluhlantakan kegelisahannya selama ini.
Sungguh pemandangan indah di hari Jumat itu, memberi arti tersendiri bagi kehidupan Gito Rollies. Sulit dibedakan keterusikan karena sekedar ingin tahu atau ini adalah awal Allah membukakan hatinya bagi pintu tobat. Dicobanya untuk mendekati Masjid itu, subhanallah, seperti ada magnit yang memendekkan langkahnya untuk tiba. Mungkin di sana ada kebahagiaan. Terlihatlah sebuah pemandangan yang meluluhlantakan kegelisahannya selama ini.
“Rasanya
seluruh otakku tiba-tiba dipenuhi oleh kekaguman. Dan entah kenapa, aku seperti
mendapatkan ketenangan melihat orang-orang ruku, sujud dalam kekhusuan.” “Bukankah
apa yang kulakukan selama ini untuk mendapatkan ketenangan, tapi kenapa tidak?
Ya, aku telah bergelut dengan kesalahan dan tetek bengeknya yang semuanya
adalah dosa. Benarkah Allah tidak akan mengampuni dosaku? Lanbeg membuat apa
aku hidup jika jelas-jelas bergelimang dalam ketidakbahagiaan.” Pikiran itu
terus bergelayut seakan haus jawaban.
“Malam
itu aku benar-benar tidak dapat memejamkan mata. Aku gelisah sekali. Ya,
ternyata aku yang selama ini urekan, permisive ternyata masih takut dengan dosa
dan neraka. Berhari-hari aku mengalami kegelisahan yang luar biasa. Hingga
suatu malam, di saat kegelisahanku mencapai “puncaknya”, aku
memutuskan untuk memulai hidup baru.
“Selama
hidupku, baru kali ini aku diliputi suatu perasaan yang belum pernah aku
rasakan semenjak mulai memasuki dunia selebritis. Maka, aku pun segera berwudlu
dan melakukan shalat. Ketika itu, untuk pertama kalinya pula aku merasakan
kebahagiaan dan kedamaian. Dan sejak hari itu, aku memutuskan untuk tekun
memperdalam agama sekalipun masih banyak sekali tawaran-tawaran menggiurkan
yang disodorkan kepadaku atau pun beragam ejekan dari sebagian orang. Aku pun
melaksanakan haji seraya berdiri dan menangis di hadapan ka’bah memohon kepada
Allah kiranya mengampuni dosa-dosa yang telah aku lakukan pada hari-hari
hitamku.”
Ketika
mentari terbit, Gito langsung mengajak istrinya untuk pergi ke Bandung,
menjenguk sang ibunda. Di sana, ia mengutarakan niatnya untuk tobat yang
disambut tangis haru sang ibu. Sejak saat itu, Gito resmi meninggalkan dunia
kelam. Satu yang disyukuri Gito adalah, dukungan dan kesabaran sang istri,
Michelle, yang tak pantang habis.
“Saat
aku sudah belajar agama, aku tidak berupaya menyuruhnya shalat. Ia tiba-tiba
belajar shalat sendiri, begitu juga anak-anak. Suatu hari, ketika aku pulang,
tiba-tiba aku mendapatinya tengah mematut diri di depan kaca sambil mengenakan
jilbab. Padahal aku tidak pernah menyuruhnya. Subhanallah, istriku memang yang
terbaik yang pernah diberikan Allah,” kata ayah dari empat putra ini.
Tobatnya Gito juga disyukuri oleh sang mertua, warga negara Belanda yang berimigrasi ke Kanada. Meski berbeda keyakinan, ibu mertuanya justru senang dengan perubahan yang dialami Gito.
“Kata beliau, aku jadi lebih kalem ketimbang dulu, meski sekarang pakai jenggot segala. Bahkan aku jadi menantu favoritnya lho,” tuturnya sambil terkekeh.
Tobatnya Gito juga disyukuri oleh sang mertua, warga negara Belanda yang berimigrasi ke Kanada. Meski berbeda keyakinan, ibu mertuanya justru senang dengan perubahan yang dialami Gito.
“Kata beliau, aku jadi lebih kalem ketimbang dulu, meski sekarang pakai jenggot segala. Bahkan aku jadi menantu favoritnya lho,” tuturnya sambil terkekeh.
“Mengapa
Allah memberikan hidayah kepada diriku yang kerdil ini? Mengapa Allah
menciptakan makhluk yang penuh dosa ini?”
Gito mengaku harus merenung lama untuk menemukan jawaban itu. Setelah dia menjalankan shalat dan menunaikan haji, jawaban itu baru mampir di benak dan pikirannya. “Ternyata, Allah menciptakanku untuk menjadi manusia baik. Semula mengikuti idolaku, Mick Jagger. Aku menjadi penyanyi dan rekaman lalu mendapat honor. Tapi itu bukan membuatku sepenuhnya meraih kebahagiaan.”
“Mick Jagger itu dulu menjadi idolaku. Ikut mabok, main cewek, dan seabrek dunia kelam lain. Tapi sekarang aku mengidolakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan sekarang, aku menemukan nikmat yang tiada tara.” Kalimat itu meluncur dengan lugas dari Gito Rollies, artis ndugal yang kini memilih ke pintu pertobatan. Penampilan Gito tak lagi urakan dengan rambut awut-awutan dan celana jin belel. Bukan pula pelantun lagu-lagu cadas yang berjingkrak-jingkrak tidak keruan. “Aku sudah mendapatkan banyak hal di dunia ini. Sekarang saatnya mengumpulkan amal untuk persiapan menghadapi hari akhir ,” katanya ketika memberi testimoni tentang perubahan dalam hidupnya.
Gito mengaku harus merenung lama untuk menemukan jawaban itu. Setelah dia menjalankan shalat dan menunaikan haji, jawaban itu baru mampir di benak dan pikirannya. “Ternyata, Allah menciptakanku untuk menjadi manusia baik. Semula mengikuti idolaku, Mick Jagger. Aku menjadi penyanyi dan rekaman lalu mendapat honor. Tapi itu bukan membuatku sepenuhnya meraih kebahagiaan.”
“Mick Jagger itu dulu menjadi idolaku. Ikut mabok, main cewek, dan seabrek dunia kelam lain. Tapi sekarang aku mengidolakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan sekarang, aku menemukan nikmat yang tiada tara.” Kalimat itu meluncur dengan lugas dari Gito Rollies, artis ndugal yang kini memilih ke pintu pertobatan. Penampilan Gito tak lagi urakan dengan rambut awut-awutan dan celana jin belel. Bukan pula pelantun lagu-lagu cadas yang berjingkrak-jingkrak tidak keruan. “Aku sudah mendapatkan banyak hal di dunia ini. Sekarang saatnya mengumpulkan amal untuk persiapan menghadapi hari akhir ,” katanya ketika memberi testimoni tentang perubahan dalam hidupnya.
Setelah
mengalami pengalaman rohani, dirinya mulai banyak bergaul dengan kalangan
ulama, mengaji, serta mempelajari Al-Qur’an dan Hadits secara mendalam.
Perlahan-lahan Allah subhanahu wa ta’ala tanamkan pemahaman arti hidup
sebenarnya. Sang Gito Rollies merasa telah menemukan hujjah yang mendasari
hidupnya. “Dulu saya suka Mick Jagger, saya bahagia kalau populer.
Ibaratnya, dulu tuhan saya adalah popularibeg. Nabi saya adalah para idola
saya, dan rocker-rocker luar negeri, sekarang saya begitu mencintai Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan ajaran-Nya,” ujarnya.
ALLAH
MAHA BESAR,
demikian kira-kira satu ungkapan yang cocok dialamatkan kepada legenda musik
rock Indonesia tersebut. Ketika Gito memutuskan berputar haluan 180 derajat
dari dunia rocker yang hingar bingar menuju kehidupan Islami yang sarat dengan
dakwah, banyak sahabat yang kaget, seolah tak percaya. Apalagi bagi sahabat
yang sangat mengenal Gito, rasa-rasanya “mustahil” ia berubah seperti itu.
Dengan kata lain, apa yang dilakukan Gito ketika itu adalah “aneh bin ajaib”.
Apalagi jika membandingkan gaya hidup dan penampilan Gito dulu yang “compang-camping”
ala rocker, berubah menjadi seorang yang sangat Islami. Bahkan pakaian
sehari-harinya pun bukan celana jins robek lagi, melainkan pakaian gamis
lengkap dengan peci, layaknya umat Islam.
GITO
ROLLIES DALAM USAHA DAKWAH DAN TABLIGH
Tidak
ada yang tidak mungkin selain mengecat langit! Demikian kira-kira perumpamaan
yang sedikit nyeleneh untuk mengungkapkan fenomena hijrahnya Gito Rollies ke
dunia dakwah. Sejak 1997 ia mulai menapaki “karir” dalam dunia karkun
Jamaah Tabligh (pekerja dakwah yang rela mengorbankan harta dan kehidupan dunia
semata-mata untuk berdakwah di jalan Allah). Selama rentang waktu
1997-Februari 2008 ini, Gito telah malang melintang keliling Indonesia untuk
menyebarkan dakwah kepada umat Islam. Berpindah dari mesjid satu ke mesjid
lainnya.
”Awalnya,
saya hanya melihat orang-orang yang pergi ke masjid dan belum menunaikan
shalat, meskipun saya beragama Islam. Selanjutnya saya beranikan diri masuk ke
rumah Allah itu. Wah, kali pertama rasanya malu sekali dan menakutkan tempat
itu. Lama-lama Allah berkenan memberikan hidayah kepada saya,” ungkap Gito
semasa hidup. Hal itu ia ungkapkan seraya mengenang awal mula kembali ke jalan
Allah. (dikutip dari suaramerdeka.com. Berita Edisi 17 April 2004. Diakses
Sabtu, 01 Maret 2008)
Khuruj
fi Sabilillah (pergi ke luar rumah/kampung halaman) semata-mata untuk
senantiasa memperbaiki iman dan ketakwaan bagi dirinya sendiri dan seluruh
umat, diputuskan Gito sebagai jalan hidup. Seorang artis ibukota dalam salah
satu siaran televisi Nasional mengungkapkan suatu pernyatan Gito yang
mengharukan sekaligus membahagiakan, “Gito dulu pernah berkata kepada saya,
bahwa ia ingin mati di panggung sebagai seorang rocker. Tapi suatu saat ia
justru berubah pikiran. Gito bilang ia ingin mati di panggung, tapi bukan
sebagai rocker melainkan saat berdakwah,” ungkapnya dengan nada haru dan
berlinang air mata, seraya menjelaskan bahwa keinginan Gito tersebut
dikabulkan Allah lewat jalan lain, yaitu Gito meninggal sesampainya di Jakarta
setelah beberapa hari melaksanakan dakwah khuruj fi sabilillah di Padang,
Sumatera Barat.
Demikian
pula Da’i kondang Arifin Ilham, kepada wartawan, sembari tak kuasa menahan air
mata, ia mengungkapkan bahwa Gito Rollies adalah teladan bagi umat. Ia juga
mengungkapkan semasa hidup Gito telah berjuang di jalan Allah dengan membawa
misi dakwah, meskipun penyakit yang diderita Gito cukup berat.
Luar biasa memang sosok Gito, penyakit nan ganas, kanker kelenjar getah bening yang telah ia derita sejak beberapa tahun lalu (ia bahkan pernah dirawat di Singapura), tidak menyurutkan semangat dakwahnya. Bahkan, dengan berkursi roda, ia tetap semangat mengumbar dakwah dari mesjid ke mesjid.
Luar biasa memang sosok Gito, penyakit nan ganas, kanker kelenjar getah bening yang telah ia derita sejak beberapa tahun lalu (ia bahkan pernah dirawat di Singapura), tidak menyurutkan semangat dakwahnya. Bahkan, dengan berkursi roda, ia tetap semangat mengumbar dakwah dari mesjid ke mesjid.
BERDAKWAH
DI KALANGAN ARTIS
Toh,
meski sudah berada di jalan Allah, Gito tak pernah merasa dirinya yang paling
benar. Ia selalu menolak jika disebut kyai, atau diminta untuk berceramah.
Menurutnya, ia hanyalah orang yang masih terus belajar agama. Apapun yang
diucapkannya di depan umum adalah upayanya berbagi cerita. Bahkan, Gito masih
merasa belum cukup bertobat hingga akhir hayatnya. Tak pernah sekalipun ia
merasa dosa-dosanya telah terhapuskan. Dalam suatu pengajian ia sempat bertanya
kepada ustadz yang berceramah, apakah dosa-dosanya di masa lalu bisa berkurang
dengan perbuatannya saat ini.
Ia
pun berdakwah di kalangan artis, baik penyanyi maupun bintang film. Allah
seolah telah mengirim seorang utusan dari kalangan mereka sendiri, komunitas
yang sangat rentan terhadap segala bentuk kemaksiatan, seperti minuman keras,
narkoba, bahkan seks bebas. Profesinya sebagai artis didayagunakan untuk syi’ar
agama Allah, mengajak mereka dengan cinta kasih, tidak pernah memaksa, bahkan
tidak merasa dirinya paling baik dan paling benar. Baginya, teladan lebih utama
dari sekedar retorika religi belaka.
Pentas
musik dengan beberapa kelompok band muda terus dijalani. Bedanya, pentas kali
ini tanpa alkohol dan drugs serta menyelipkan syi’ar Islam di setiap
penampilannya. Juga di balik layar lebar, film-film bertema religius sanggup
dilakoni dengan satu semangat, yaitu menggemakan ajaranNya yang dibawa oleh
Baginda Rasulullah.
فَأَرْسَلْنَا
فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـٰهٍ
غَيْرُهُ ۖ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Lalu
Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang
berkata) : Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan
selain dariNya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepadaNya).” (QS.
Al-Mu’minuun, 23 : 32).
Beberapa
tahun belakangan, orang mulai memanggilnya Ustadz Gito, meski ia menolak
panggilan itu. Banyak kalangan artis yang tersadarkan setelah menyimak
penuturan pengalaman hidupnya. Teladan dan ucapannya yang lemah lembut membuat
semakin banyak orang yang simpatik dengan isi dakwah, syi’ar yang diangkat dari
pengalaman pribadinya. Ia pun sempat mendaur ulang album lawasnya, Cinta yang
Tulus, bukan lagi tema cinta antara sepasang manusia tetapi antara makhluk dan
Khalik.
Kini
Kang Gito telah berubah, masa lalu memang tidak mungkin terhapus dari
diary-nya, dan akan menjadi catatan sejarah panjang. Tetapi itulah kehidupan,
segalanya belum titik, tapi masih koma. Dan baru mencapai titik bila ajal
menjemput. Jalan hidupnya mengingatkan kita pada sosok Cat Stevens yang
pernah tersandung sebuah kejadian luar biasa, lantas banting setir ke arah
tidak terduga setelah selamat dari gulungan ombak besar di pantai Hawaii. Cat
Stevens meninggalkan agama lamanya dan dunia yang memungkinkan segalanya
kecuali spiritualitas. Ia pun berganti agama dan namanya dengan jati diri yang
baru, yaitu Yusuf Islam. Gito Rollies tidak perlu ganti nama, namun
dirinya bermetamorforsis menjadi hambaNya yang memahami tujuan hidupnya serta
berusaha menjadi bermanfaat bagi orang lain walaupun harus berceramah di atas
kursi roda dan melawan penyakit kanker getah benih yang menderanya sejak 2005.
BERBAGI
NIKMAT TAUBAT BERSAMA GITO ROLLIES
Suasana
shalat jum’at (16/4) di Masjid Al-Ma'mun di kompleks Redaksi Suara Merdeka,
Jalan Raya Kaligawe Semarang boleh jadi tak berbeda dari beberapa shalat jumat
sebelumnya, yaitu dipenuhi oleh para anggota redaksi dan karyawan, serta
beberapa orang dari sekitar yang biasa sembahyang di sana. H Thobari, anggota
redaksi yang juga salah seorang takmir masjid tersebut mengatakan, khatib dan
imam shalat bersifat reguler atau sesuai dengan jadwal.
Mungkin
yang membedakan shalat jumat kemarin adalah kehadiran H Gito Rollies, artis dan
rocker yang kini lebih banyak melakukan dakwah. Dia datang selain untuk shalat
jumat juga memberikan ceramah singkat mengenai pertaubatannya kembali ke jalan
Islam.
Semalam
Gito juga tampil di ruang Poncowati Hotel Patra, dalam rangka pengajian Qolbun
Salim. Selain dia, hadir pula aktor senior Deddy Sutomo, pengurus Majelis
Pengajian Qolbun Salim dan Direktur PT Suara Merdeka Press Kukrit Suryo
Wicaksono MBA. Setelah ceramah Gito Rollies sekitar 20 menit, digelar acara
ramah-tamah sembari makan siang di Aula Suara Merdeka Lantai III.
''Saya
bukan ahli agama, juga bukan juru dakwah. Saya masih seorang artis dan
penyanyi. Tapi memang saya mensyukuri nikmat taubat menemukan kebenaran
Islam,''
tutur pemilik nama asli, Bangun Sugito itu mengawali ceramahnya.
Siang
itu, penulis buku Sujud Haru di Atas Sajadah mengenakan baju koko
abu-abu dengan celana longgar berwarna sama dan kopiah putih. Bagi yang ingat
gaya menyanyi tersebut ketika masih menjadi rocker bersama Rollies Band, boleh
jadi akan berpendapat mungkin dia kesurupan. Gaya bicaranya cepat, lengkap
dengan gestur yang ekspresif sehingga menimbulkan kesan energik.
Namun
Gito Rollies sekarang dan dulu jauh berbeda. Itu juga diakuinya di mimbar dan
juga saat ramah-tamah.
''Saya
memang masih artis dan penyanyi. Tapi pasti ada perbedaan mendasar. Sebagai
penyanyi wajar saja saya mengharapkan puji-pujian dan popularitas. Tapi sebagai
orang yang harus menyampaikan pesan keagamaan saya harus rela berkorban,'' tegas suami Michelle
van der Rest itu.
Secara
eksplisit, dia juga menjelaskan perbedaan mendasar tersebut. Sebagai artis,
kata dia, penampilannya berhonor atau dibayar. Dia juga datang ke suatu tempat
atas undangan. Namun sebagai orang yang berdakwah, dia harus rela tak
mendapatkan apa pun dari sisi material dan semata hanya berharap ridha Allah subhanahu
wa ta’ala. Singkatnya, dalam keyakinannya, bila dia tampil untuk
menyampaikan pesan keagamaan dan mendapat bayaran untuk itu maka hal tersebut
belum bisa disebutnya sebagai berdakwah.
''Saya
bahkan pernah bilang kepada istri saya. Mama, kalau Mama cinta saya, ikhlaskah
Mama saya pergi untuk menyampaikan pesan dan pulang tak membawa apa-apa, tak
membawa uang? Alhamdullilah, istri saya ikhlas.''
ALASAN
KEMBALI KE JALAN ISLAM
Banyak
hal yang disampaikan Gito Rollies siang itu. Paling menarik adalah alasan
kembalinya dia ke jalan Islam yang juga ditanyakan seorang jamaah bernama Amar.
Pertanyaan itu cukup menarik mengingat sebagai figur publik, terutama saat
masih sangat populer sebagai rocker, Gito dikenal sebagai selebriti yang lebih
banyak berkutat di ''jalan-jalan muram dan hitam''.
Dia
mengatakan, setidaknya ada empat alasan yang menggerakkan hatinya mencari
kebenaran Islam. Pertama, kata dia, itu karena kehendak Allah. Kedua, doa-doa
dari para pecintanya, katakan saja fans dia. Ketiga, dakwah terus-menerus yang
disampaikan kawan-kawan Gito Rollies kepadanya secara langsung. Yang terakhir adalah
dorongan yang besar dalam dirinya untuk ''menemukan'' Islam.
''Awalnya,
saya hanya melihat orang-orang yang pergi ke masjid dan belum menunaikan
shalat, meskipun saya beragama Islam. Selanjutnya saya beranikan diri masuk ke
rumah Allah itu. Wah, kali pertama rasanya malu sekali dan menakutkan tempat
itu. Lama-lama Allah berkenan memberikan hidayah kepada saya.''
Pengalaman
religius yang meyakinkannya ''kembali'' ke Islam sempat pula diceritakan.
Yakni, selama tiga hari tiga malam pada suatu kesempatan syuting di Surabaya,
dia seolah-olah melihat ''penampakan'' dosa-dosanya. Bahkan, dia mulai
menyadari bahwa dosa terbesarnya berasal dari mulut dia.
''Saya
ini dulu tukang menghina orang. Ketika itu, saya merasa melihat EL Manik
(aktor-Red) yang sering saya hina karena kebotakannya. Ya, ternyata banyak dosa
saya berasal dari mulut saya,'' tandas lelaki kelahiran Biak, 1
November 1946 itu.
Gito
Rollies barangkali salah seorang dari sekian selebriti yang telah menemukan
kenikmatan pintu taubat. Seperti ceritanya, di kalangan selebriti sekarang,
berkembang terus proses dakwah di antara mereka sendiri.
Sekadar
catatan, kali pertama dirinya terlihat berubah dari sosok selebriti yang ndugal
menjadi orang dengan penampilan seorang juru dakwah, muncul dua reaksi yang
berbeda dari kalangan artis.
Gito,
sang mantan rocker urakan itu, kini dikenal sebagai pendakwah. Itu pula alasan
Majelis Pengajian Qolbun Salim Semarang mengundangnya. (Saroni Asikin-69n)
BERBINCANG AKRAB : Setelah
memberikan ceramah tentang perjalanan pertaubatannya di Masjid Al-Ma'mun, di
kompleks Kantor Suara Merdeka di Jl Raya Kaligawe, Gito Rollies berbincang
akrab dengan Direktur PT Suara Merdeka Press Kukrit Suryo Wicaksono MBA, sambil
meninggalkan masjid tersebut. - SM/Sutomo
GITO
ROLLIES : SAYA PINDAH KE SUNNAH RASULULLAH
SEMARANG
-"Mick
Jagger itu dulu menjadi sunnah saya. Ikut mabok, main cewek, dan seabrek dunia
kelam lain. Tapi sekarang saya pindah ke sunnah Rasulullah. Dan sekarang, saya
menemukan nikmat yang tiada tara."
Kalimat
itu meluncur dengan lugas dari Gito Rollies, artis ndugal yang kini
memilih ke pintu pertobatan. Gito yang bernama asli Bangun Sugito itu
membagikan nikmatnya bertobat di depan jamaah pengajian bertajuk "Uswatun
Khasanah" di ruang Amarta Ball Room Hotel Grand Candi Semarang, Rabu (2/6)
malam.
Penampilan
Gito tak lagi urakan dengan rambut awut-awutan dan celana jin belel seperti
masih berjaya dengan The Rollies Band di era 1980-an. Bukan pula lagu-lagu
cadas yang meluncur dari suara yang serak. Segudang kendugalannya kerap dikupas
oleh media.
TIGA
HARI
Gaya
bertutur Gito saat berbagi cerita dalam dakwah itu disampaikan dengan ekspresi
yang meledak-ledak hingga membuat jamaah betah. Suaranya masih terdengar
nyaring seperti pada masa keemasannya yang memopulerkan lagu
"Astuti".
Lantas,
dia menyampaikan pertanyaan, mengapa Allah memberikan hidayah kepada dirinya
yang kerdil itu? Mengapa Allah menciptakan makhluknya?
Gito
mengaku harus merenung lama untuk menemukan jawaban itu. Setelah dia
menjalankan shalat dan menunaikan haji, jawaban itu baru mampir di benak dan
pikirannya. "Ternyata, Allah menciptakan saya untuk menjadi manusia
baik. Semula saya mengikuti idola saya, Mick Jagger. Saya menjadi penyanyi dan
rekaman lalu mendapat honor. Tapi itu bukan kebahagiaan saya sepenuhnya."
Dia pun mengakhiri pengajian malam dengan
membawakan sebuah lagu rohani yang dinyanyikan dengan lembut. Aku sebut
nama-Mu setiap aku sujud/mengikuti kewajibanku kusucikan diriku/kumohon
ampunanmu/dari segala dosa. (G1-33t) Ingat Tobat, Ingat Gito Rollies (Alm)…
CERAMAH PENGAJIAN:
Bangun Sugito alias Gito Rollies memberikan ceramah kepada jemaah pengajian
bertajuk "Uswatun Khasanah" di ruang Amarta Ball Room Hotel Grand
Candi Semarang, Rabu (2/6) malam.(79)
GITO
ROLLIES WAFAT DENGAN TERSENYUM
Perjalanannya
terhenti pada pukul 18.45 WIB, Kamis (28/02), setelah Sang Rocker menghembuskan
nafasnya yang terakhir. “Beliau meninggal setelah melakukan shalat Maghrib
dan melakukan do’a terakhir,” ujar rekan artis yang turut melayatnya. Berpulang
menghadap Sang Khalik pada pukul 18.45 WIB, jenazah almarhum Gito Rollies di
berangkatkan dari rumah sakit Pondok Indah Sekitar pukul 20.00 WIB, menuju
rumah duka di Jl Mabad II Rengas Bintaro Tangerang.
Sesampainya
di rumah duka, rajanya musisi rock era 80an itu, langsung disambut tangisan
pilu dari sanak saudara dan handai taulan yang setia menemani almarhum semasa
hidupnya.
Terlihat
bagaimana sosok almarhum adalah orang yang begitu meninggalkan sejuta kenangan
bagi para sahabatnya, Terlihat Ikang Fawzi, Titiek Puspa, Erwin Gutawa, Indro
Warkop, Reny Djayusman ikut membacakan doa-doa bagi almarhum
Dua
belas tahun lebih di sisa usianya dihabiskan untuk melayani dan mengajak orang
lain melakukan kebaikan. Sakitnya tidak begitu dirasakan, bahkan pada akhirnya
beliau nikmati sebagai peluntur sisa-sisa kekotoran dirinya dan menjadi musabab
kematiannya.
Ia tersenyum saat Sang Malaikat maut mengepakkan sayapnya dan hadir di hadapannya untuk mencabut nyawa sang Rocker. Ikhlas menerima takdirNya, melepaskan segala bentuk atribut keduniawian. Kekelaman hidup terbayar tunai dengan amal permembuatan, dan senyum itu semakin menyeringai di wajahnya kala sang Malaikat perlahan-lahan mengambil ruh milikNya. Sehingga beliau masih mempunyai waktu untuk melafalkan lafadz tauhid. Dan sang Rocker pun meninggalkan dunia fana ini dengan rasa puas dan merasa tenang.
Ia tersenyum saat Sang Malaikat maut mengepakkan sayapnya dan hadir di hadapannya untuk mencabut nyawa sang Rocker. Ikhlas menerima takdirNya, melepaskan segala bentuk atribut keduniawian. Kekelaman hidup terbayar tunai dengan amal permembuatan, dan senyum itu semakin menyeringai di wajahnya kala sang Malaikat perlahan-lahan mengambil ruh milikNya. Sehingga beliau masih mempunyai waktu untuk melafalkan lafadz tauhid. Dan sang Rocker pun meninggalkan dunia fana ini dengan rasa puas dan merasa tenang.
يَا
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي
إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي
جَنَّتِي
“Hai
jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu, dan masuklah ke
dalam surgaKu.”
(QS. Al-Fajr, 89 : 27-30).
Insya
Allah, beliau meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Mudah-mudahan peristiwa
ini memotivasi kita semua untuk bisa bermembuat sebaik-baiknya, dan memberi
manfaat sebesar-besarnya bagi kita di sisa umur yang tidak lama lagi. Tiada
pernah terucap kata putus asa, karena Dia pasti akan mengampuni segala
kesalahan dan dosa-dosa hamba-hambaNya, karena Kasih SayangNya bak Samudera Tak
Bertepi. Semoga kita termasuk orang-orang yang berakhir hidup dengan jiwa yang
muthmainnah, sebagaimana mereka yang terpilih.
Gito
menigggalkan seorang isteri bernama Michelle dan lima anak, yakni Galih
Permadi, Bintang Ramadhan, Bayu Wirokarma, dan Puja Antar Bangsa. Sebaik-baik
usia tiap orang adalah pada penghujungnya. Dan ketahuilah, bagi kita,
ujung-ujung usia akan selamanya menjadi misteri, karena seringkali di sanalah
Allah memberikan kesudahan yang indah dari perjalanan taubat hamba-Nya.
GALIH
KENANG I’TIKAF BERSAMA AYAH TERCINTA
Di mata Galih Satria Permadi,
Gito Rollies adalah sosok ayah yang membanggakan dan teladan. Sangat jelas
terkenang oleh Galih saat beritikaf bersama sang ayah. Meski sudah mengetahui
penyakit kanker kelenjar getah bening yang diderita ayahnya, Galih tetap
terhenyak saat mendapat kabar Gito Rollies meninggal.
"Saya
kaget kali, saya tidak menyangkanya," ujar Galih lirih kepada
detikbandung, sembari menitikkan air mata yang tak kuasa ditahan.Anak Gito
dari pernikahannya dengan Uci Bing Slamet itu sangat dekat dengan
ayahnya. Berbagai kenangan indah semasa hidup mantan rocker yang kemudian
menjadi dai itu pun melekat di ingatan Galih.
Yang
paling indah dituturkannya yaitu, saat diajak Gito itikaf ke mesjid-mesjid di
wilayah Bandung. Kegiatan ini terakhir kali dilakukan pada November
2007."Saat itu ayah mengajak saya itikaf ke mesjid-mesjid. Ini pengalaman
yang sangat berharga bagi saya dan ayah saya. Hal ini beberapa kali kami
lakukan," tutur Galih.
Setelah
mengetahui ayahnya meninggal, Galih mengiklaskannya. Baginya, seorang Gito
Rollies adalah orang yang bijaksana, tegas dan disiplin. "Ayah mengajarkan
banyak hal pada saya," kenangnya. (Detik Bandung)
DEDDY MIZWAR : GITO ROLLIES SUDAH TEMUKAN JALANNYA
Kepergian rocker legendaris Gito Rollies untuk selamanya masih menoreh kesan tersendiri
bagi para sahabatnya. Meski masih dirudung kesedihan, Deddy Mizwar mengatakan bahwa kepergian Gito bisa menjadi contoh bagi kita semua.
"Yang harus ditangisi sekarang ini ya
kita. Gito sudah menemukan jalan-Nya. Lah kita? Gito di akhir hidupnya telah memberikan contoh yang sangat
baik kita semua," jelas Deddy.
Hal senada juga diungkapkan Slamet Rahardjo. "Gito orang yang beruntung, menemukan jalan Tuhan sebelum
kembali kepada-Nya. Jujur saja saya iri. Belum tentu saya dan orang lain juga
bisa seperti dia," katanya.
Selain di dunia musik, mendiang Gito juga dikenal sebagai aktor. Ia antara lain pernah main
dalam Kembang Kertas garapan Slamet Rahardjo. "Dia bilang, gue pernah mimpi
disutradarai orang pinter, dan lo orang pinter" kata Slamet, mengenang ucapan Gito ketika menerima tawarannya untuk main film tersebut.
Kepulangan Gito Rollies pada Sang Pencipta membawa pelajaran tersendiri
bagi kita, khususnya bagi musisi di tanah air. Keberhasilannya terlepas dari
segala kemaksiatan dan memilih bertobat patut dicontoh oleh para musisi muda di
tanah air atas segala kebaikan yang pernah diberikan Gito semasa hidupnya.
Kepergian rocker legendaris Gito Rollies membawa duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan
fans tercinta. Langit pun ikut berduka menumpahkan hujan deras. Sejak pagi hari
(29/2) mendung menyelimuti hampir seluruh wilayah Jakarta. Menjadi penyambut Gito Rollies kembali keharibaan-Nya.
Camelia Malik, salah satu sahabat yang rajin menjenguk saat Gito terbaring sakit, tak kuasa menutupi kedukaan. Bagi Mia,
sosok Gito tidak mudah untuk dilupakan. "Dia pemberi
inspirasi. Dia melawan sakit tanpa pernah mengeluh. Dia begitu ikhlas. Dia
adalah orang baik," ujar Mia di tengah-tengah iringan pelayat.
Menurut Mia, terakhir bertemu dengan Gito pada hari Rabu kemarin. Saat itu Gito sudah sakit parah. Dan untuk pertama kalinya Mia
mendengar Gito merasa sakit. Begitu pula dengan Michelle, istri Gito. Di samping mengidap penyakit kanker kelenjar getah
bening, diduga Gito mengalami pendarahan pada jantung. "Waktu akan
diperiksa, Gito sudah pergi dulu," tutur Mia lirih.
Sosok Gito Rollies merupakan sosok yang unik di mata beberapa
teman-teman artis. Sebagai rocker Gito sempat berkubang dalam minuman keras dan narkotika. Tapi
itu masa lalu, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Gito menunjukkan sosok religiusnya. Pun begitu dengan
kerendahan hati. Gito menolak disebut sebagai kyai. Itu yang membuat kagum Uje
terkagum-kagum.
"Saya sangat kagum dengan cara beliau
berdakwah," puji Uje. Islam dalam lafas Gito tidak menunjukkan sisi seram
keras seperti teroris dan lain-lain. "Saat berada di sisi beliau ada
sesuatu yang sejuk," kenang Hendy
drummer GIGI yang sempat kerja bareng dalam acara ramadhan tahun lalu.
Badaruddin yang juga staf pengajar pada Ilmu
Antropologi FISIP USU menambahkan, sosok Gito Rollies adalah seniman yang dikenal sangat gigih, tidak
kenal menyerah untuk mempromosikan dunia musik Indonesia di mata negara-negara
dunia.
"Melalui pertunjukan akbar yang pernah
dilakukan ke beberapa negara di Asia dan Eropa beliau tetap memperkenalkan
Indonesia yang kaya dengan khasanah musik dan budaya," ujar Badaruddin.
Bahkan Gito semasa jayanya dikenal menguasai lagu-lagu barat, persis
seperti yang dibawakan oleh penyanyi aslinya. "Penyanyi Gito Rollies juga sangat dikagumi di luar negeri seperti di
Malaysia dan Singapura," katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, selepas menekuni
musik, Gito menyibukkan diri dengan dakwah dalam jamaah tabligh dan
rajin memberikan pengajian atau ceramah agama bagi para pemusik.
Kelompok pengajian artis Jakarta juga sering
mengundang Gito untuk memberikan pengajian dan siraman rohani. "Para
pecinta musik di tanah air merasa kehilangan setelah wafatnya Gito Rollies. Keberhasilan yang pernah dicapai Gito Rollies itu perlu ditiru dan dapat dijadikan contoh
berharga bagi pemusik muda," kata antropolog Dr. Badaruddin di Medan,
Sabtu (1/3 2008).
Ya,
Gito Rollies memang pribadi yang penuh kenangan. Kehidupannya tersimpul dalam
satu kalimat ‘Mantan lalim, yang jadi orang alim’. Masa mudanya memang sangat
dekat dengan miras, narkoba dan hura-hura. Selama kurang lebih 23 tahun tidak
menyurutkan niat rocker gaek bernama lengkap Bangun Sugito ini untuk tobat dan
mendalami agama.
Dialah
Rocker yang meninggal dengan tenang, indah dan tersenyum. Happy Ending.
Seandainya Sid Vicious meninggal dengan tenang di St Paul’s Cathedral, Kurt
Cobain dan Jimmy Hendrix meninggal mesra di St James Cathedral maka sepertinya
tidak akan ada stigma: Rocker
mati konyol dengan mulut berbusa atau berlumuran darah karena bertingkah bodoh
akibat pengaruh narkoba. Dan mitos “Rocker Legend mati muda” pun sudah
mulai usang karena Legend kita yang satu ini tutup usia di umur 61 tahun.
“Sebaik-baik
usia tiap orang adalah pada penghujungnya. Dan ketahuilah, bagi kita, ujung-ujung
usia akan selamanya menjadi misteri, karena seringkali di sanalah Allah
memberikan kesudahan yang indah dari perjalanan taubat hamba-Nya.”
Ila
Robbika Muntahaha. Innama Anta Mundziru Man Yaghsyaha
Mari kita ikuti jejak beliau yakni dengan 5 jalan saja.
BalasHapus1. Sholat berjamaah di masjid setiap hari sampai kita meninggal
2. MEngajak orang lain untuk sholat di masjid secara kontinyu
3. Keluar rumah mengajak manusia agar masuk Islam dan yang sudah Islam agar mendakwahkan ISlam
4. Ikut rombongan jamaah yang mengajak manusia taat pada Allah SWT.
5. Niat istiqomah dalam amalan dzikir dan doa dan membaca Al Quran dan amal sholeh lainnya.
Tak ada kata lain selain Subhanallah, Allahuakbar dan Alhamdulillah dengan air mata...
BalasHapus