Allah
subhanahu wa ta’ala menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta
ini bukanlah tanpa maksud. Apapun yang Allah subhanahu wa ta’ala
ciptakan mempunyai tujuan dan manfaat atau hikmah. Dari hal paling kecil yang
kadang kali luput dari perhatian manusia sampai hal paling besar. Bahkan ujian
dan cobaan yang senantiasa menghampiri setiap kehidupan manusia tak lain adalah
datang dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah
subhanahu wa ta’ala mempunyai sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim.
Dengan sifat Ar-Rahman manusia akan diberikan belas kasih-Nya di dunia
sekaligus di akhirat sedangkan sifat Ar-Rahim manusia akan di berikan
belas kasihnya hanya di akhirat. Di dunia manusia akan menjalani kehidupan yang
menentukan tempat mereka di akhirat kelak. Manusia akan di tempatkan di tempat
sesuai dengan apa yang mereka sudah lakukan di dunia. Allah subhanahu wa
ta’ala akan memberikan rahmat di tempat yang didalamnya terdapat berbagai
kenikmatan yaitu surga dan Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan
siksanya di tempat yang didalamnya terdapat berbagai penderitaan yang tak lain
adalah neraka.
ARTI
DAN MAKNA RAHMAT ALLAH
Rahmat berasal
dari akar kata “rahima, yang berarti “karunia”, atau “pemberian” dan
kata ini sangat berdekatan dengan kata “nikmat”. Rektor Universitas Al Azhar,
Syaikh Mahmud Syaltut merumuskan hubungan pengertian antara keduanya sebagai
berikut : “Setiap nikmat Allah yang dikaruniakan hambaNya, baik yang
bersifat umum ataupun khusus, semua itu buah dari rahmat” (Min Taujihati Al
Islam, hal. 216).
Dari rumusan
ini dapat disimpulkan bahwa rahmat itu ibarat pohon dan nikmat ibarat buahnya.
Rahmat meliputi segala bidang kehidupan, bertemu dalam setiap keadaan dan
situasi. Rahmat menimbulkan sikap ridha dan ikhlas menerima bencana yang
menimpa. Pada umumnya kita memahami rahmat hanya berupa kesenangan atau
kebahagiaan lahiriah belaka dan tidak pernah terpikirkan bahwa rahmat juga
dapat berupa musibah atau bencana. Allah memberikan keuntungan atau kerugian,
tetapi keduanya merupakan ujian untuk menguji hambaNya, sehingga apa yang
menurut pandangan manusia seakan-akan berupa kebaikan, padahal dibaliknya
terdapat kejelekan, atau suatu yang dipandang baik oleh kita padahal menurut
pandangan Allah ternyata sebaliknya.
Makna dari rahmat
Allah adalah seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Muhammad Mutawali dalam
bukunya tafsir Asy-Sya’rawi : “Allah subhanahu wa ta’ala disebut Dzat
Yang Maha Penyayang di dunia karena banyaknya makhluk Allah yang tercakup oleh
sifat rahmat-Nya ini. Rahmat Allah subhanahu wa ta’ala di dunia berlaku
umum kepada makhluk-Nya, baik orang mukmin, pelaku maksiat, maupun orang kafir.
Di dunia Allah subhanahu wa ta’ala memenuhi semua kebutuhan mereka
secara merata tanpa memperhitungkan dosa-dosa mereka. Dia memberi rezeki dan
ampunan kepada mukmin dan non-mukmin.
Dengan
demikian, semua manusia di dunia mendapat rahmat-Nya tanpa memandang apakah
mereka beriman atau tidak. Akan tetapi, di akhirat Allah subhanahu wa ta’ala
hanya memberikan rahmat kepada orng mukmin saja, sedangkan orang-orang kafir
dan orang-orang musyrik tidak akan memperoleh Rahmat-Nya. Oleh karenanya
penerima rahmat di akhirat jumlahnya lebih kecil jika dibandingkan saat berada
di dunia.
Rahmat (kasih
sayang) Allah harus kita cari atau diminta/dimohonkan kepada Allah, agar kita
tidak menjadi seperti syaitan yang menjauh dari Allah dan Iblis yang berputus
ada dari rahmat Allah. Rahmat tidak selalu datang dari apa yang kita suka.
Namun dari yang kita tidak suka pun merupakan rahmat Allah. Orang yang
beruntung adalah orang yang mencari rahmat Allah karena akan mampu menerima
apapun yang diberikan Allah kepadanya dan dapat menjadi orang yang bertawakkal
(berserah diri kepada Allah).
Manusia dalam
doanya sering memohon agar diberi keinginannya/hasratnya dikabulkan namun
melupakan takdir Allah padahal kehidupan ini berada diantara ikhtiar insani dan
takdir Ilahi. Itulah pentingnya rahmat. Jadi paradigmanya harus di rubah. Kita
harus yakin dulu akan takdir Ilahi kemudian berdoa dan atau berikhtiar agar apa
yang kita inginkan terjadi sehingga kalau pun apa yang kita inginkan tidak
terjadi, kita sudah menyadari itu merupakan takdir Ilahi. Dan kesimpulannya
orang yang sukses adalah orang yang mendapatkan keinginannya yang sesuai dengan
takdir Ilahi.
Lantas
bagaimana caranya agar apa yang kita inginkan dapat sesuai dengan takdir Ilahi?
Yaitu berharaplah agar Allah memberikan inspirasi atau ilham agar apa yang
Allah kehendaki/takdirkan menjadi keinginan kita. Atau menyandarkan keinginan
kita dengan Kehendak Allah subhanahu wa ta’ala.
Kandungan kata
Rahmat :
·
Allah sudah memberi sebelum
diminta
·
Allah selalu memberi kepada
yang meminta
·
PemberianNya melebihi dari yang
diminta
·
Allah tak pernah berharap
kembali dari yang telah diberikanNya
·
PemberianNya meliputi
kebutuhan, keinginan dan yang tak pernah terbayangkan.
Siapapun yang
telah berbuat sesuatu yang tidak menyukakan Allah, maka seketika hilanglah rasa
ketidaksukaan Allah itu apabila segera bertobat kepada-Nya. Itulah salah satu
rahmat Allah. Kita diperintahkan oleh Allah agar bersegera mengejar ampunan
Allah lalu berlomba lombalah mendapatkan ampunan Allah.
NAMA ALLAH AR
RAHMAN DAN AR RAHIM
Dalam
Ensiklopedia Ar-Rahman Ar-Rahim, berasal dari kata rahmat dari segi
bentuknya, yang berarti suatu ungkapan dari sekumpulan perasaan yang memiliki
hubungan yang tidak terputuskan (saling berhubungan erat) saat menghadapi suatu
kejadian atau orang tertentu. Dengan demikian penjelasan diatas mengantarkan
kita pada adanya sifat perasaan dalam diri manusia.
Pertanyaannya,
“Apa yang dimaksud dengan perasaan?”
Jawabannya, “Perasaan adalah suatu emosi yang muncul sebagai hasil dari proses kimiawi dalam otak manusia.” Pertanyaan berikutnya, “Apakah yang disebut dengan otak ?” Jawabannya, “Otak adalah sebuah laboratorium kimia yang rumit.” Pertanyaan berikutnya, “Apa yang disebut dengan laboratorium kimia (yang terjadi dalam otak manusia) ?” Jawabannya, “Suatu piranti lunak yang menjadi inti dari segala perubahan (transformasi) kimiawi yang terjadi terus menerus tanpa henti dengan kerja yang sangat menakjubkan. Aktivitas ini menghasilkan pemikiran, perasaan takut, ambisi, cita-cita, rencana dan lain sebagainya.”
Jawabannya, “Perasaan adalah suatu emosi yang muncul sebagai hasil dari proses kimiawi dalam otak manusia.” Pertanyaan berikutnya, “Apakah yang disebut dengan otak ?” Jawabannya, “Otak adalah sebuah laboratorium kimia yang rumit.” Pertanyaan berikutnya, “Apa yang disebut dengan laboratorium kimia (yang terjadi dalam otak manusia) ?” Jawabannya, “Suatu piranti lunak yang menjadi inti dari segala perubahan (transformasi) kimiawi yang terjadi terus menerus tanpa henti dengan kerja yang sangat menakjubkan. Aktivitas ini menghasilkan pemikiran, perasaan takut, ambisi, cita-cita, rencana dan lain sebagainya.”
Sesungguhnya
Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan kehidupan di atas bumi ini
dengan rahmat-Nya, dan berkat rahmat-Nya pula kehidupan terus berjalan,
sehingga sekalipun bumi ini kering dan tandus, maka berkat rahmat-Nya hujanpun
turun sebagai sumber kehidupan dan anugerah-Nya. Kehidupan diatas muka bumi ini
sama dengan kehidupan di dalam hati. Allah telah menciptakan hati, lalu Dia
menghiasinya dengan keindahan Rahmat-Nya.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي
أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tin
[95] : 4) .
Allah subhanahu
wa ta’ala meninggikan derajat manusia dengan memberikannya akal dan hikmah,
mengistimewakan nya dengan penglihatan yang baik, dan bentuk tubuh yang indah,
menjadikan struktur tubuhnya berfungsi dengan aturan-aturan yang harmonis dan
penuh keindahan.
Kata Rahmat
yang asal katanya Rahmah, merupakan kata yang istimewa, yang didalam Al
Quran, Allah subhanahu wa ta’ala mengenalkan diri Allah kepada ummat
manusia dengan sifat Ar Rahman dan Ar Rahim, sebagai yang Maha
Pengasih dan yang Maha Penyayang
Syaikh
Muhammad Khalil Al-Harras mengatakan, “Keduanya adalah nama yang mulia dari
nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala. Kedua nama ini menunjukkan bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala memiliki sifat rahmat yang artinya kasih sayang, yang
merupakan sifat hakiki bagi Allah dan sesuai dengan kebesaran-Nya.”
Kedua nama Allah subhanahu wa ta’ala ini disebutkan dalam banyak ayat dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya :
Kedua nama Allah subhanahu wa ta’ala ini disebutkan dalam banyak ayat dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya :
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
“Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Fatihah
: 1)
الرَّحْمَـٰنِ
الرَّحِيمِ
“Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Fatihah : 3)
Maknanya
Ar-Rahman artinya yang memiliki rahmat, kasih sayang yang
luas, karena wazan (bentuk kata) fa’lan dalam bahasa Arab menunjukkan makna
luas dan penuh. (Wazan (timbangan) فَعْلَانُ fa’lan; kata yang sesuai dengan timbangan ini seperti رَحْمَانُ ,غَضْبَانُ عَطْشَانُ, dan
lain-lain). Misalnya kata ‘Seorang laki-laki ghadhbaan,’ artinya penuh
kemarahan.
Sementara,
Ar-Rahim adalah nama Allah subhanahu wa ta’ala yang
memiliki makna kata kerja dari rahmat yaitu yang merahmati atau yang
mengasihi), karena wazan fa’iil (فَعِيْلٌ) bermakna faa’il فَاعِلٌ) pelaksana, sehingga
kata tersebut menunjukkan perbuatan untuk merahmati atau mengasihi). (Wazan
(timbangan) فَعِيلٌ fa’iil;
kata yang sesuai dengan timbangan ini seperti رَحِيمٌ, حَلِيمٌ, كَرِيمٌ, dan lain-lain).
Oleh karena
itu, paduan antara nama Ar-Rahman dan Ar-Rahim bermakna “Rahmat Allah subhanahu
wa ta’ala itu luas dan kasih sayang-Nya akan sampai kepada makhluk-Nya.”
Adakah perbedaan
antara nama Allah subhanahu wa ta’ala, Ar-Rahman dan Ar-Rahim? Al-Arzami
rahimahullah mengatakan: “Ar-Rahman artinya Yang Maha Pengasih
terhadap seluruh makhluk, sedangkan Ar-Rahim artinya Yang Maha Pengasih
terhadap kaum mukminin.” (Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari, Tafsir Basmalah)
Dengan
demikian, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Ar-Rahman adalah yang
rahmat-Nya meliputi segala sesuatu di dunia, karena bentuk kata/wazan fa’lan
itu menunjukkan penuh dan banyak. Sedangkan Ar-Rahim, yang
rahmat-Nya khusus terhadap kaum mukminin di akhirat. Akan tetapi, ada pula yang
mengatakan sebaliknya. Ibnul Qayyim rahimahullah memandang bahwa Ar-Rahman
menunjukkan sifat kasih sayang pada Dzat Allah subhanahu wa ta’ala
(yakni Allah memiliki sifat kasih sayang), sedangkan Ar-Rahim
menunjukkan bahwa sifat kasih sayang-Nya terkait dengan makhluk yang
dikasihi-Nya, sehingga seakan-akan nama Ar-Rahman adalah sifat bagi-Nya,
sedangkan nama Ar-Rahim mengandung arti perbuatan-Nya, yakni menunjukkan
bahwa Dia memberi kasih sayang kepada makhluk-Nya dengan rahmat-Nya, jadi ini
sifat perbuatan bagi-Nya.
Perhatikanlah
firman Allah subhanahu wa ta’ala :
…وَكَانَ
بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
“…Dan
adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzab
: 43)
إِنَّهُ
بِهِمْ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (QS. At-Taubah
: 117)
Allah
subhanahu wa ta’ala tidak menyebutkan dengan nama Ar-Rahman sama sekali.
Dengan demikian kita tahu bahwa makna Ar-Rahman adalah Yang memiliki sifat
kasih sayang dan makna Ar-Rahim adalah Yang mengasihi dengan kasih sayang-Nya.
(Syarah Nuniyyah, Ahmad Isa)
Orang
yang memperhatikan nama Allah subhanahu wa ta’ala Ar-Rahman, yaitu bahwa
Allah Mahaluas rahmat-Nya, memiliki kasih sayang yang sempurna, dan kasih
sayang-Nya telah memenuhi alam semesta baik yang atas maupun yang bawah, serta
mengenai seluruh makhluk-Nya, serta mencakup dunia dan akhirat. Mari kita mentadaburi
ayat-ayat yang menunjukkan makna semacam ini dalam sub bab bagaimana bentuk
rahmat Allah di bawah ini.
BENTUK RAHMAT ALLAH
Rahmat Allah meliputi Semua CiptaanNya.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
…وَرَحْمَتِي
وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ…
“…Dan
rahmat-Ku meliputi segala sesuatu...” (QS. Al-A’raf : 156)
فَإِن
كَذَّبُوكَ فَقُل رَّبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُهُ عَنِ
الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ
‘Maka jika mereka mendustakan kamu, katakanlah, Tuhanmu mempunyai rahmat
yang luas, dan siksaNya kepada orang-orang yang berdosa tidak dapat dielakkan.’
(QS. Al-Anam, 147)
Rahmat
Allah berupa Waktu Siang dan Malam
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَمِن
رَّحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ
وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam
dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari
sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur
kepada-Nya.” (QS. Al-Qasas
: 73)
Tafakkur Sejenak tentang
Penciptaan Siang dan Malam
Sebuah
peristiwa yang rutin terjadi setiap hari adalah saling bergantinya antara
keadaan siang dan malam hari. Mayoritas manusia, termasuk diri kita menganggap
hal itu adalah kejadian biasa. Tidak perlu mendapatkan perhatian khusus, karena
hal itu berlangsung terus menerus dan setiap hari kita pasti menjumpainya.
Seperti sarapan, makan siang, makan malam, berangkat tidur, bangun dari tidur,
siang dan malam adalah suatu kebiasaan. Sebuah kebiasaan yang selalu berlalu
tanpa adanya kesan yang mendalam.
Siang
pasti datang, demikian juga malam. Kita menyambut siang dengan persiapan
kegiatan. Sebuah kegiatan yang monoton seperti berangkat kerja, sekolah, ke
pasar atau main-main untuk anak usia dini. Dari ke hari kita menghadapi hal
yang hampir sama. Dan sering pula kita mengawali semua kegiatan tersebut dengan
“sarapan” atau makan pagi. Sebuah kegiatan yang terkesan itu itu saja. Atau
sebuah rutinitas yang sebenarnya “membosankan” tapi kita sangat menikmatinya.
Entah dengan suka rela atau terpaksa.
Hal
seperti itu berlangsung terus selama kita masih bernafas. Paling tidak untuk
lima atau enam hari dari hari Senin sampai hari Jum`at atau sabtu. Sedangkan
hari minggu kita bisa merencanakan sesuatu yang lain. Mungkin refreshing.
Dengan mengunjungi sanak keluarga yang berada jauh dari tempat tinggal kita
atau mengunjungi tempat-tempat rekreasi. Atau memutuskan untuk tetap tinggal di
rumah dengan menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan dengan situasi dan kondisi
dalam rumah.
Jika
malam mulai menampakkan gelapnya, kita menyambutnya dengan kilauan cahaya lampu.
Menyelesaikan sedikit urusan di luar rumah atau memanjakan diri dengan hiburan.
Ada beberapa pilihan dalam menghibur diri di malam hari. Keluar rumah dengan
mengeluarkan biaya yang besar kecilnya relatif. Tergantung pilihan hiburan
dalam bentuk dan kemasannya. Atau justru diam dirumah dengan memelototi “setan
kotak” alias televisi. Sampai beberapa saat kemudian menyusul gelapnya malam
dengan mata yang terpejam. Tidur. Demikian setiap harinya, siang dan malam kita
lalui dengan variasi-variasi kegiatan yang beraneka ragam tergantung pada
kepentingan masing-masing orang.
Apa
sebenarnya siang dan malam itu ?
Siang
adalah situasi di bagian permukaan bumi yang mendapatkan cahaya dari matahari
akibat dari rotasi atau perputaran bumi pada porosnya. Situasi dimana manusia
memanfaatkan terangnya alam untuk mencari karunia Allah berupa rizqi yang
bersifat materi. Suatu keadaan dimana manusia menyibukkan diri dengan
kepentingan masing-masing. Muara dari masing-masing kegiatan yang dilakukan
oleh sebagian besar manusia juga berbeda-beda.
Ada
yang bermuara pada “ilmu”, seperti mereka yang memanfaatkan waktu untuk belajar
di sekolah. Ada pula yang bermuara pada “materi” seperti mereka yang bekerja
atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Juga sekalian untuk
menunjang kehidupan esok harinya atau masa yang akan datang. Dengan menyisihkan
sebagian rizqi atau hasil berupa materi yang di dapat setelah sebagian yang
lain digunakan untuk memenuhi kebutuhan pada hari yang sama.
Sedangkan
malam adalah situasi dimana sebagian permukaan bumi berada dibalik matahari
sehingga tidak mendapatkan cahaya. Situasi dimana manusia memanfaatkannya untuk
beristirahat setelah seharian bergelut dengan urusannya masing-masing. Ada yang
bermuara pada “istirahat” total. Yaitu mereka yang memanfaatkan malam untuk
“tidur”. Ada yang bermuara pada “hiburan”, untuk menikmati malam setelah
seharian dalam kelelahan. Ada yang bermuara pada “pengabdian”. Yaitu mereka
yang memanfaatkan malam dengan banyak menyebut nama Allah melalui media shalat
malam atau tahajud.
Bagaimana
proses peristiwa itu terjadi ?
Matahari
adalah sebuah bola gas yang berpijar. Bentuknya tidak padat tapi berbentuk
plasma. Yang terus bersinar dengan menukar zat hidrogen dengan zat helium
melalui sebuah proses yang disebut dengan “fusi” nuklir. Setiap saat matahari
“bersedekah” untuk alam dengan massa sebesar 4 juta ton. Dengan sedekah sebesar
itu setiap saat, matahari telah memberikan cahaya yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia di permukaan bumi.
Sedangkan
bumi adalah sebuah planet yang mempunyai massa sebesar 59.760 milyar ton, dan
diameter 12.756 km. Jaraknya dengan matahari adalah 149.680.000 km atau
dibulatkan 150 juta km. Bentuk dari bumi ini adalah bulat pipih di atas dan
bawahnya yang disebut kutub utara dan kutub selatan. Bumi berputar pada
porosnya dengan kecepatan sekitar 1.669 km/jam. Sambil berputar bumi “berjalan”
mengitari matahari pada garis edarnya (orbit) atau manzilah dengan kecepatan
107.000 km/jam. Dalam perjalanan “hidup”nya bumi ditemani oleh sebuah satelit,
yaitu bulan yang senantiasa setia mengikuti dan mengitarinya.
Kita
adalah sebuah parasit bumi. Kita adalah sekelompok penumpang “pesawat” bulat
yang melesat dengan kecepatan luar biasa, 107.000 km/jam. Karena besarnya
“pesawat” atau “kapal” yang kita tumpangi, hingga kecepatan yang jauh melebihi
larinya motor di moto GP dan mobil formula 1 tak bisa kita rasakan layaknya
seperti melesatnya sebuah motor dengan kecepatan tinggi. Begitu tenangnya
“pesawat” bumi ini sehingga kita bisa leluasa untuk bergerak kemanapun kita mau
tanpa harus takut terlempar.
Berputarnya
bumi pada porosnya itulah yang menyebabkan terjadinya gelap dan terang di
sebagian permukaan bumi. Kita menyebutnya dengan kata “siang dan malam”. Sebuah
peristiwa yang menyebabkan kita bisa memisahkan kapan kita harus beraktifitas
dan kapan kita harus beristirahat. Untuk merasakan hangatnya sinar matahari dan
indahnya bulan dan bintang. Untuk bisa merasakan hiruk pikuknya kehidupan dan
kesunyian di kegelapan malam.
Dan
berjalannya bumi dan bulan pada “jalur”nya menyebabkan kita mengetahui hitungan
bulan dan tahun. Waktu yang dibutuhkan oleh bumi untuk mengitari matahari
adalah 1 tahun atau 365 hari. Semua peristiwa tersebut mempunyai kegunaan dalam
kehidupan di bumi dan demi menyempurnakan umur manusia dari lahir hingga
ajalnya. Dan sebuah kepastian akan adanya Dzat yang mempunyai kemampuan
mengatur kesemuanya itu demi bergulirnya sebuah kata, yaitu “kehidupan”.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ
لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ
ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ
لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ﴿٥﴾
”Dialah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui”. (QS. Yunus : 5).
Mengapa
harus ada siang dan malam ?
Siang
dan malam adalah sebutan untuk dua bagian dari permukaan bumi. Dimana pada
saat-saat tertentu tersinari cahaya matahari dan pada saat yang lain tidak
mendapatkan sinar kecuali hanya cahaya yang dipantulkan bulan. Sedang dua
keadaan itu pasti terjadi akibat dari berputarnya bumi dalam perjalanannya
mengitari matahari. Karena dua keadaan yang saling bergantian inilah kita
sekarang masih bisa menikmati hidup kita. Kita bisa menikmati indahnya alam di
siang hari dan indahnya bintang-bintang di malam hari.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
قُلْ
أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَٰهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ ۖ أَفَلَا تَسْمَعُونَ﴿٧١﴾
”Katakanlah:
“Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus
sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar
terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?” (QS. Al
Qashash : 71)
Jika
malam berlangsung terus menerus, yang terjadi adalah membekunya air yang ada di
seluruh bagian bumi yang gelap. Jika berlangsung lebih lama lagi bahkan semua
akan membeku termasuk cairan yang ada dalam tubuh kita. Sehingga diperkirakan
dalam hitungan hari semua makhluk di bumi akan mati. Tidak ada kehidupan.
Bahkan untuk diri bumi sendiri. Karena hidupnya bumi ditandai dengan
bergeraknya bumi pada porosnya dan berjalannya bumi pada orbit yang telah di
tentukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Peristiwa
seperti ini harusnya bisa menjadi pelajaran bagi kita kalau kita masih
menginginkan sebuah kehidupan. Terutama untuk kehidupan diri kita sendiri.
Karena semua gerakan dan lalu lintas dari semua planet tersebut sudah di atur
oleh Allah. Bumi sudah diperintahkan oleh Allah untuk berjalan dengan sudut
kemiringan tertentu agar masing-masing bagian dari bumi mendapatkan sinar
dengan adil. Sesuai dengan kebutuhannya.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
قُلْ
أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَٰهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ
ۖ أَفَلَا تُبْصِرُونَ﴿٧٢﴾
”Katakanlah:
“Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus
sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam
kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Al
Qashash : 72)
Allah
memberikan pertanyaan itu pada kita, sebuah pertanyaan yang seharusnya membuat
kita sadar bahwa peristiwa siang dan malam adalah sebuah kesengajaan dari Allah
untuk membuat segala apa yang ada di bumi bisa hidup. Panas yang terus menerus
bisa menguapkan seluruh air yang ada di permukaan bumi. Tidak terkecuali cairan
yang ada di tubuh kita.
Dalam
sebuah buku yang pernah saya baca meginformasikan, hanya dalam beberapa jam
saja panas di permukaan bumi bisa meningkat tajam. Jika panas puncak terjadi
terus menerus selama lebih dari 100 jam, bisa di pastikan seluruh air yang ada
di permukaan bumi, termasuk dalam tubuh kita akan menguap. Dan hanya
membutuhkan waktu sekitar 200 jam, seluruh kehidupan di permukaan bumi akan musnah.
Tapi Allah menjaga kondisi panas di permukaan bumi tetap dalam batas-batas
panas tertentu untuk menjaga kelangsungan hidup bumi dan semua yang ada di
atasnya.
Allah
sengaja menjadikan siang untuk manusia, agar di siang hari itu mereka mencari
sebagian karuniaNya. Dan pada malam harinya mereka memanfaakan waktu untuk
beristirahat. Dan Allah menciptakan semua itu tak lain hanyalah agar manusia
bersyukur. Dengan mentaati semua perintah Allah dan menjauhi semua yang
dilarangNya. Selalu berusaha untuk menjadikan dirinya seorang yang hanya
menghamba kepada Allah. Dan selalu berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai
seorang yang bertaqwa.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَمِنْ
رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا
مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ﴿٧٣﴾
”Dan
karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya
(pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al
Qashash : 73)
Siang
dan malam adalah sebuah tanda. Yaitu tanda-tanda bahwa Allah kuasa untuk
memerintahkan kepada semua makhluk untuk tunduk kepadaNya. Termasuk bumi, bulan
dan matahari. Cukup banyak ayat-ayat mengenai kuasanya Allah untuk menundukkan
siang dan malam agar selalu bergantian dalam kemunculannya. Dn menerangkan
bahwa peristiwa siang dan malam adalah tanda-tanda Allah bagi mereka yang mau
berpikir.
Kita
bisa meneliti di beberapa ayat diantaranya QS. Al Israa’ 12; QS. Ar Ruum 23;
QS. An Naml 86; QS. Al Furqan 47 dan 62; QS. An Nuur 44; QS. Yunus 6 dan 67;
QS. Ali Imraan 190; QS. Al Mu`min 61; QS. Al Baqarah 164 dan ayat-ayat lain
yang masih berkaitan dengan siang dan malam.
Demikianlah,
siang dan malam adalah sebuah tanda bagi manusia yang mau berfikir, yang mau
melihat, yang mau mendengarkan, yang mau bersyukur kepada Allah. Tetapi
kenyataannya banyak manusia yang tidak mau bersyukur. Tidak mau melihat, tidak
mau berfikir tidak mau mendengar tentang tanda-tanda kuasanya Allah ini. Kita
hanya mau berfikir tentang kebutuhan materi untuk hidup kita. Kita tidak
perduli dengan Iman dan kehidupan setelah kematian kita.
Kita
cenderung “cuek” atau tidak perduli dengan semua kejadian alam ini. Kita hanya
cenderung untuk menikmati dan tidak mau mengambil pelajaran yang ada pada diri
siang dan malam yang hampir tiap hari kita jumpai. Kita membiarkan berlalu
begitu saja pelajaran hidup berupa tanda-tanda yang diberikan oleh Allah dengan
peristiwa-peristiwa alam yang terjadi di sekitar kita. Dan kita menyia-nyiakan
waktu yang diberikan oleh Allah kepada kita yang sebenarnya dipakai untuk
memahami tanda-tanda kebenaran tentang kehidupan akhirat dengan segala apa yang
akan terjadi di dalamnya.
Hanya
kekaguman yang kita ungkapkan, bukannya sebuah kesadaran akan arti pentingnya
Iman yang sebenarnya. Sebuah kekaguman yang hanya berguna untuk melepaskan
dahaga kita tentang keindahan alam. Untuk memanjakan hati dengan rasa senang
dengan indahnya sebuah penciptaan. Bukan sebuah kesadaran tentang kuasanya Sang
Pencipta. Bukan pula sebuah kesadaran akan pasti datangnya hari kiamat dan hari
kebangkitan kita untuk menuju sebuah pengadilan dunia akhirat.
Mudah-mudahan
Allah segera memberikan cahayanya kepada kita semua agar masing-masing diri
kita memperoleh sebuah pencerahan batin untuk mensyukuri semua nikmat yang
telah diberikan oleh Allah kepada kita. Dan mudah-mudahan pula Allah selalu
memberikan bimbingan dan petunjuknya dalam memahami ayat-ayat atau
tanda-tandaNya. Baik yang ada dalam Al Qur`an maupun yang terserak di diseluruh
alam semesta.
Rahmat
Allah berupa Keluarga dan Kegembiraan
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُم
مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Dan Kami
anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami
tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan
pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Al-Saad : 43)
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً
فَرِحُوا بِهَا ۖ
وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ
“Dan apabila
Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan
rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan
kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka
itu berputus asa.” (QS. Ar-Rum :
36)
Allah menjadikan hidup tenang
bersama keluarga. Setiap diri kita mempunyai keluarga, baik keluarga dalam
rumah kita ataupun tetangga kita. Betapa indahnya hidup ini ketika bersama
istri dan anak-anak, dan seterusnya. Kita sering bergembira ria bersama
keluarga. Sungguh besar rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Disamping banyak lagi yang menggembirakan manusia.
Bolehlah diambil beberapa contoh seperti makanan, pangkat, kemewahan, kesehatan,
kekuasaan dan kekayaan, maka semua itu adalah rahmat Allah.
Kita juga sering
mendengar orang berkata, bila hujan turun, mereka akan berkata hujan itu
rahmat. Pendek kata apa saja yang disediakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala
untuk kebaikan dan kegembiraan manusia adalah rahmatNya. Allahu Akbar….!
Semua yang Diciptakan
Allah adalah untuk Manusia
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
…إِنَّ
اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“…Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS. Al-Hajj :
65)
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي
الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ
سَمَاوَاتٍ ۚ
وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
‘Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu
kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh
langit. Dan dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.’ (QS. Al-Baqarah : 29)
Berapa banyakkah untuk dihitung
apa yang ada di bumi? Ini mencakupi segala apa yang ada di ruang angkasa bumi,
di atas muka bumi, di dalam perut bumi dan lautan. Allah menyediakan
segala-galanya untuk kita manusia.
The Biggest Stars in the Universe
Comparison Of The Entire Universe (Updated 2011)
Moons, Planets, Stars, Nebulas, Galaxies, Clusters
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ
قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ
وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا
عَلَّمَكُمُ اللَّهُ ۖ
فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ ۖ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ
إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Mereka menanyakan kepadamu:
"Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan
bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah
kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah
diajarkan Allah kepadamu , Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu ,
dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya) Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya".
(QS. Al-Maidah : 4)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ
الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ
قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ۗ
كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan
perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan
(siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah:
"Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat . Demikianlah Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.“ (QS. Al-A’raf : 32)
Perhiasan-perhiasan dari Allah
dan makanan yang baik-baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh semua orang, baik
yang beriman dan yang tidak beriman.
وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا ۗ
لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَلَكُمْ
فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ
“Dan Dia telah menciptakan binatang
ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai
manfa'at, dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah
padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu
melepaskannya ke tempat penggembalaan.” (QS. An-Nahl : 5-6)
…وَأَنزَلْنَا
الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَن
يَنصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
“…Dan Kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfa'at bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)
Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hadid : 25)
Ayat ini menyebut besi, sejenis logam
yang kuat, disediakan untuk memberi manfaat kepada manusia. Perkataan besi
adalah contoh kepada banyak jenis logam yang disediakan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala. Misalnya emas, tembaga, seng, dan yang bentuk cairan ialah logam
raksa. Kesemuanya disediakan untuk kebaikan kita manusia. Sebagian logam kita
gunakan untuk perhiasan emas, emas putih. Bahan-bahan ini pula memberi peluang
kepada dunia perniagaan.
Apa yang disebut
dalam ayat-ayat di atas adalah untuk manusia. Dari bahan-bahan keperluan hidup,
seperti makanan termasuk yang berupa binatang buruan, dan pakaian daripada
bulu, disediakan juga bahan untuk kegunaan peralatan seperti besi, malah Allah
menyediakan juga perhiasan. Kesemuanya ini adalah rahmatNya.
فَانظُرْ
إِلَىٰ آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Maka
perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang
sudah mati. Sesungguhnya (Dzat yang berkuasa seperti) demikian benar-benar
(berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas
segala sesuatu.”
(QS. Ar-Rum : 50)
أَلَمْ
تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ…
“Tidakkah
kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin…”
(QS. Luqman : 20)
وَمَا
بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ
ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“Dan
apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan.”
(QS. An-Nahl : 53)
وَإِن
تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ
إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan
jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl :
18)
Juga
ayat-ayat setelahnya yang menunjukkan pokok-pokok nikmat, dan cabangnya yang
mengandung salah satu dari sekian banyak buah rahmat Allah subhanahu wa
ta’ala. Oleh karenanya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di
akhirnya :
…ذَٰلِكَ
يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ
“Demikianlah
Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS. An-Nahl :
81)
Lalu
kita mentadaburi pula dalam surat Ar-Rahman dari awal hingga akhirnya,
karena surat itu adalah ungkapan dari penjabaran rahmat Allah subhanahu wa
ta’ala, maka semua ragam makna dan corak nikmat yang ada padanya adalah
rahmat dan kasih sayang-Nya. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala
mengakhiri surat itu dengan menyebutkan apa yang Allah subhanahu wa ta’ala
siapkan untuk orang-orang yang taat di dalam surga, berupa kenikmatan abadi
yang sempurna, yang merupakan buah dari rahmat-Nya. Oleh karenanya, Allah subhanahu
wa ta’ala menamai surga dengan rahmat, sebagaimana dalam ayat-Nya :
وَأَمَّا
الَّذِينَ ابْيَضَّتْ وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَةِ اللَّهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Adapun
orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah
(surga); mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ali ‘Imran : 107)
Dalam
hadits disebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan kepada
Al-Jannah (Surga) :
أَنْتَ
رَحْمَتِي أَرْحَمُ بِكَ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي
“Engkau
adalah rahmat-Ku yang denganmu Aku merahmati siapa yang Kukehendaki dari
hamba-Ku.”
Ringkas
kata, Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan makhluk dengan
rahmat-Nya dan mengutus para rasul kepada mereka karena rahmat-Nya pula. Allah subhanahu
wa ta’ala memerintah dan melarang mereka serta menetapkan syariat untuk
mereka karena rahmat-Nya. Allah melingkupi mereka dengan kenikmatan lahir dan
batin karena rahmat-Nya. Dia subhanahu wa ta’ala mengatur mereka dengan
berbagai aturan dan melindungi mereka dengan berbagai perlindungan karena
rahmat-Nya, serta memenuhi dunia dan akhirat dengan rahmat-Nya.
Oleh
karena itu, urusan ini tak akan menjadi baik dan mudah, begitu pula tujuan dan
berbagai tuntutan tak akan terwujud melainkan karena rahmat-Nya. Bahkan, kasih
sayang-Nya melebihi semua itu, lebih agung dan lebih tinggi. Apatah lagi,
orang-orang baik dan bertakwa akan mendapatkan bagian terbesar dan kebaikan
terbanyak dari rahmat-Nya.
إِنَّ
رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf
: 56)
Buah
mengimani nama Allah subhanahu wa ta’ala tersebut akan menambah rasa syukur
kita kepada Allah, karena berbagai nikmat yang dikaruniakan Allah subhanahu
wa ta’ala kepada kita, baik yang ada dalam organ tubuh, kebutuhan
keseharian, alam sekitar kita, maupun alam semesta ini semuanya, adalah semata-mata
buah dari kasih sayang-Nya, yang mengharuskan kita untuk tunduk dan bersyukur
kepada-Nya, serta membalasnya dengan ketaatan, bukan dengan kemaksiatan dan
kerusakan. Wallahu a’lam.
10
WAKTU RAHMAT ALLAH YANG KITA JANGAN MENSIA-SIAKAN
Allah
subhanahu wa ta’ala telah mengkhususkan beberapa waktu, di mana pada
waktu itu manusia begitu dekat dengan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala
dan karunia-Nya. Pada waktu itu manusia begitu dekat dengan Allah subhanahu
wa ta’ala, di mana pintu-pintu langit terbuka dan doa-doa diterima. Diantaranya
ada 10 waktu sebagaimana yang disebutkan dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, iaitu;
1.
Waktu tergelincirnya matahari pada hari Jum’at hingga terbenamnya matahari.
Yakni antara selepas masuknya waktu Jum’atan pada hari Jum’at hingga masuknya
waktu Maghrib. Ini berlaku hanya seminggu sekali.
2.
Waktu ketika dinihari, yaitu sepertiga malam yang akhir, atau waktu suhur
sebelum masuk waktu fajar. Yakni antara pukul 2 atau 3 pagi hingga pukul 4 atau
5.
3.
Waktu sujud dalam shalat, baik dalam shalat fardhu mahupun shalat sunnat.
4.
Waktu setelah adzan berkumandang, yaitu antara adzan dan iqamah.
5.
Waktu setelah setiap shalat fardhu lima waktu.
6.
Waktu orang yang berpuasa hingga berbuka puasa.
7.
Waktu turunnya hujan lebat.
8.
Waktu terjadinya peperangan fi sabilillah. Ini jarang-jarang terjadi.
9.
Waktu malam Lailatul Qadar. Ini terjadi hanya setahun sekali, yaitu dalam bulan
Ramadhan.
10.
Waktu hari Arafah, yakni ketika jamaah haji berwuquf di sana pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Ini juga terjadi setahun sekali. Saya berpendapat (berdasarkan hadith-hadith),
masa mustajab adalah mengikut jamaah haji berwuquf di Arafah, walaupun secara
perhitungan hisab dalam taqwim tempatan kita masih menunjukkan 8 Dzulhijjah.
(Diambil
dari kitab al-Wasiyyah al-Nabawiyyah lil-Ummah al-Islamiyyah fi Hajjah al-Wada’
oleh Prof. Dr. Faruq Hamadah, hlm. 168-174)
RAHMAT
ALLAH MENDAHULUI MURKANYA
Allah
subhanahu wa ta’ala juga berfirman :
…وَهُوَ
أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“…Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf : 64)
Dalam
hadits shahih disebutkan:
اللهُ
أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنَ الْوَالِدَةِ بِوَلَدِهَا
“Allah
lebih penyayang terhadap hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anaknya.”
Dari
Umar bin al-Khattab radhiyallahu
’anhu, beliau menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang
ibu yang sedang mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di
antara tawanan itu maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan
menyusuinya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bertanya kepada kami, “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega
melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”. Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah.
Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh
Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.”
(HR. Bukhari no. 5999
dan Muslim no. 2754)
Dalam
hadits lain disebutkan:
إِنَّ
اللهَ كَتَبَ كِتَاباً عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي
“Sesungguhnya
Allah subhanahu wa ta’ala telah menuliskan sebuah tulisan di sisi-Nya, di atas
Arsy-Nya ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku’.”
عن
ابى هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله ص. م. لما قضى الله الخلق كتب في كتابه
فهو عنده فوق العرش ان رحمتي غلبت غضبي (اخرجه البخارى(
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya ketika Allah menciptakan
makhluq-Nya, Allah menulis didalam kitab-Nya maka dia menulis di sisi-Nya di
atas Arsy-Nya : “Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului atas kemurkaan-Ku”.
(HR. Bukhari no. 6855 dan Muslim no. 2751)
Di
dalam Fathul Bari, hadits di atas menjelaskan bahwa rahmat Allah subhanahu wa ta’ala lebih dahulu ada dan lebih
luas daripada murka-Nya. Hal itu disebabkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala adalah sifat yang sudah
melekat pada diri-Nya (sifat dzatiyyah) dan diberikan kepada makhluk-Nya
tanpa sebab apapun. Dengan kata lain, walaupun tidak pernah ada jasa dan
pengorbanan dari makhluk-Nya, pada asalnya Allah subhanahu wa ta’ala tetap sayang kepada makhluk-Nya. Dia
menciptakannya, memberi rizki kepadanya dari sejak dalam kandungan, ketika
penyusuan, sampai dewasa, walaupun belum ada amal darinya untuk Allah subhanahu wa ta’ala. Sementara murka-Nya timbul
dengan sebab pelanggaran dari makhluk-Nya. Maka dari itu, rahmat Allah subhanahu wa ta’ala sudah tentu mendahului
murka-Nya.
Pada
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : Dia mencatat di dalam
kitab-Nya yaitu Allah memerintahkan Qalam untuk mencatat dalam kitab-Nya.
Pencatatan itu bukan bertujuan agar Dia tidak lupa, tapi ini merupakan bentuk
perhatian atas besarnya urusan itu. Di sisi-Nya di atas Arsy yaitu ilmu itu di
sisi-Nya tertulis dan di sembunyikan dari seluruh makhluq.
Maksud
dari firman Allah “Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului atas kemurkaan-Ku”,
kemurkaan merupakan ketetapan dari murka yaitu menimpakan siksa kepada orang
yang terkena murka-Nya, karena mendahului dan memenangkan itu dengan melihat
kepada ta’alluq-Nya, yaitu ta’alluq rahmat lebih kuat dari pada ta’alluq murka,
karena rahmat itu merupakan ketetapan-Nya sedangkan murka itu tergantung kepada
amal hamba.
Dalam
kitab Bad’ul Khalqi ada tambahan, At-Turbusyi rahimahullah berkata:
“Dalam mendahulukan rahmat ada keterangan bahwa makhluq itu lebih banyak
mendapat keadilan dalam rahmat daripada dalam siksa karena rahmat itu akan
didapat meskipun dia tidak berhak, tetapi kemurkaan itu akan diterima oleh
orang yang berhak.”
Allah
subhanahu wa ta’ala maha suci dari bersemayam disuatu tempat dan
catatan-catatan itu bukan bertujuan agar Dia tidak lupa. Allah subhanahu wa ta’ala
Maha Suci dari itu semua. Adapun yang ditulis adalah firman Allah subhanahu
wa ta’ala : “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan amarah-Ku”, maka
yang dimaksud amarah atau murka adalah dampak dari amarah, yakni menimpakan
siksaan kepada orang yang dimurkai.
Rahmat
Allah subhanahu wa ta’ala mengalahkan murkanya karena sifat mendahului
dan mengalahkan itu berdasarkan adanya ta’alluq (hubungan atau
keterkaitan). Maksudnya adalah keberadaan hubungan rahmat dengan Allah subhanahu
wa ta’ala lebih dahulu daripada keberadaan hubungan amarahnya karena sifat
rahmat merupakan sifat kesempurnaan yang selalu menetap pada dzatnya yang maha
suci, sedangkan sifat amarah itu bergantung pada amal perbuatan manusia.
Al
Qasthalani rahimahullah menyebutkan dalam kitab Bad’i Al-Khalqi
sebagai tambahan penjelasan mengenai hal ini, dia mengutip pendapat At-
Turubasyti rahimahullah bahwa rahmat Allah subhanahu wa ta’ala
mendahului (mengalahkan) amarah atau murkanya mengisyaratkan bahwa semua
makhluk mempunyai bagian rahmat Allah subhanahu wa ta’ala yang lebih
besar daripada bagian adzabnya. Rahmat diberikan Allah subhanahu wa ta’ala
kepada mereka tanpa didahului oleh sebab, sedangkan amarah atau murkanya
diberikan kepada mereka setelah adanya suatu sebab.
Rahmat
Allah subhanahu wa ta’ala merata kepada seluruh ummat manusia, baik
masih berupa janin, bayi yang menyusu, kanak-kanak, maupun remaja tanpa
didahului oleh ketaatan yang mereka kerjakan. Sebaliknya, Allah tidak
menimpakan amarah atau kemurkaannya kepada mereka kecuali jika mereka berbuat
sesuatu yang melanggar hukumnya.
Dalam
kitab Al-Mashabih dijelaskan bahwa amarah atau kemurkaan adalah kehendak
untuk menyiksa, sedang rahmat adalah kehendak untuk memberi pahala. Jadi,
rahmat adalah pahala dan kebaikan, sedangkan murka adalah sangsi dan adzab.
Dengan demikian, rahmat Allah subhanahu wa ta’ala lebih banyak daripada
murkanya.
Rahmat
merupakan kata yang mencakup setiap kebaikan dan murka adalah kata yang
mencakup setiap keburukan. Tempat rahmat yang murni adalah surga dan tempat
murka yang murni adalah neraka. Adapun dunia adalah tempat campuran antara
rahmat dan murka. Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada manusia yang
senantiasa melakukan kebaikan yang semata hanya karena Allah subhanahu wa ta’ala,
dan murka Allah akan senantiasa menunggu manusia yang setia kepada keburukan.
Satu
hal yang harus kita ketahui bahwa rahmat Allah subhanahu wa ta’ala
diberikan kepada seluruh mahluq ciptaan, tidak terkecuali pada saat manusia di
dunia. Setiap manusia mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala tanpa
terkecuali, baik muslim ataupun non Muslim. Pada realitanya sering kali orang
Islam menuntut keadilan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala terhadap
semua kebaikan atau bahkan kenikmatan yang diberikan terhadap orang non Muslim.
Misalnya
saja orang-orang non Muslim mendapatkan berbagai kenikmatan berupa ilmu, harta
benda, dan lain sebagainya. Sedangkan orang Islam sendiri pada saat ini sering
kali tertinggal dalam segala hal. Untuk itu kita sebagai orang Islam jangan
menyia-nyiakan segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
ALLAH
MENCIPTAKAN 100 RAHMAT
Abul-Laits As Samarqandi rahimahullah dalam
Tanbihul Ghafilin, meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata : "Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda : "Allah telah menjadikan rahmat
dalam seratus bagian, maka ditahan pada-Nya yang sembilan puluh sembilan dan
diturunkan dibumi satu bagian, maka dengan satu bagian rahmat itu masing-masing
makhluk berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya karena khawatir menginjak
anaknya."
Abul-Laits rahimahullah meriwayatkan
dengan sanadnya dari Al Hasan rahmatullah ‘alaih, ia berkata : "Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya Allah
mempunyai seratus rahmat, diturunkan kebumi hanya satu rahmat untuk penduduk
dunia, maka mencukupi hingga habis ajal mereka, dan Allah akan mencabut rahmat
itu yang satu pada hari kiamat untuk mengenapkan pada yang sembilan puluh
sembilan, untuk diberikannya kepada para wali dan ahli taat kepada-Nya."
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
إن الله خلق
الرحمة يوم خلقها مائة رحمة ، فأمسك عنده تسعا وتسعين رحمة ، وأرسل في خلقه كلهم
رحمة واحدة ، فلو يعلم الكافر بكل الذي عند الله من الرحمة لم ييأس من الجنة ، ولو
يعلم المؤمن بكل الذي عند الله من العذاب لم يأمن من النار. الراوي: أبو هريرة المحدث:
البخاري
- المصدر: صحيح البخاري
Sesunggguhnya Allah menciptakan rahmat pada hari ia
diciptakan sebanyak 100 rahmat, maka Allah menahan 99 Rahmat di sisi-Nya dan
memberikan kepada seluruh mahluk-Nya satu rahmat. Kalau seandainya orang kafir
mengetahui seluruh rahmat yang ada sisi Allah tentu dia tidak akan
berputus asa dari surga, dan kalau sekiranya orang-orang beriman mengetahui
segala adzab yang ada di sisi Allah tentu mereka tidak akan merasa aman dari
Api Neraka. (HR. Imam Bukhari no. 6469)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
إن لله مائة
رحمة . أنزل منها رحمة واحدة بين الجن
والإنس والبهائم والهوام . فبها يتعاطفون . وبها يتراحمون
. وبها تعطف الوحش على ولدها . وأخر الله تسعا وتسعين رحمة . يرحم بها عباده يوم القيامة
. الراوي:
أبو
هريرة المحدث: مسلم - المصدر: صحيح مسلم
Sesunggguhnya Allah memiliki 100 Rahmat, Allah menurunkan darinya satu
Rahmat kepada jin dan manusia, hewan ternak dan seranggga. Maka
dengan satu rahmat tsb mereka saling mengasihani, dan saling menyayangi
dan dengannya binatang buas mengasihi anaknya. dan Allah mengakhirkan 99 Rahmat
pada hari kiamat yg dengannya hamba-hamba Allah saling berkasih sayang.” (HR. Imam Muslim no hadits 2752)
Selain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, hadits ini ternyata
memiliki syawahid dari banyak shahabat yang lain, yaitu:
1. Al-Hasan dalam
kitab silsilah hadits as Shahihah,
2. Jundub bin Abdillah dalam kitab Umdatut Tafsir,
dan Syaikh Ahmad Syakir mengatakan, “Saya telah isyaratkan kesahihan
hadits ini di Muqaddimah”
3. Abu Said Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dalam
kitab Tarikh Damaskus, Syaikh Ibnu Asakir mengatakan tentang derajat
hadits ini, “Pada sanadnya terdapat Ibrahim bin Ahmad bin Muhammad al
Maymudzi, berkata Khatib Al Baghdady dia tidak tsiqah, juga dalam kitab shahih
Ibnu Majah.”
4. Salik al Ghatfany
dalam shahih Muslim no 2753 dengan lafadz berikut ini :
إن الله خلق ، يوم خلق السماوات والأرض ، مائة رحمة . كل رحمة
طباق ما بين السماء والأرض . فجعل منها في الأرض رحمة . فبها
تعطف الوالدة على ولدها . والوحش والطير بعضها على بعض . فإذا كان يوم القيامة ،
أكملها بهذه الرحمة الراويسليك الغطفاني المحدث: مسلم - المصدر: صحيح مسلم خلاصة حكم المحدث: صحيح
“Sesungguhnya Allah menciptakan 100 rahmat pada hari Allah menciptakan
langit dan bumi, setiap rahmat sesuai bagi apa yang ada diantara langit dan
bumi, maka Allah menjadikan darinya di bumi rahmat, dengannya orang tua
mengasihi anaknya juga binatang buas dan burung-burung satu sama lain, sehingga
jika datang hari kiamat Allah menyempurnakan rahmat tersebut”. (HR. Muslim, no. 2753)
5. Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dalam kitab Shahih
al-Jami’.
6. Salman al-Faritsi radhiyallahu ‘anhu dalam shahih Muslim
7.Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu dalam kitab Al Budurus
Safirah, Imam As-Suyuti mengatakan tentang derajat hadits
ini sanadnya hasan dan juga ada dalam kitab shahih al-Jami’.
Adapun salah satu asbabul wurud hadits ini (kalau dalam hadits tidak
disebut asbabun nuzul tapi asbabul wurud) adalah hadits dari Jundub bin
Abdillah radhiyallahu ‘anhu (no 2 di atas)
جاء أعرابي فأناخ راحلته ثم عقلها , ثم صلى خلف رسول الله
صلى الله عليه وسلم . فلما صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم أتى راحلته فأطلق
عقالها , ثم ركبها ! ثم نادى : اللهم , ارحمني ومحمدا , ولا تشرك في رحمتنا أحدا !
! فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أتقولون هذا أضل أم بعيره ؟ ألم تسمعوا ما
قال ؟ ! قالوا : بلى . قال : لقد حظرت رحمة واسعة إن الله , عز وجل , خلق مائة
رحمة , فأنزل رحمة واحدة يتعاطف بها الخلق ؛ جنها وإنسها وبهائمها , وأخر عنده
تسعا وتسعين رحمة , أتقولون هو أضل أم بعيره ؟ !
“Datang arab Badui maka menderum untanya kemudian ia mengikatnya,
kemudian shalat di belakang Rasulullah, ketika Rasulullah selesai shalat
dia mendatangi untanya kemudian melepaskan ikatannya dan mengendarainya
kemudian menyeru “Ya Allah rahmati aku dan Muhammad dan jangan Engkau rahmati
selain kami seorang pun juga”, maka Rasulullah berkata apakah kamu berkata ini
sesat atau untanya? Apakah kalian tidak mendengar apa yang dia katakan? Para
shahabat menjawab, ”Iya”. Rasulullah bersabda “Sungguh dia telah menyempitkan
rahmat yang luas, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menciptakan seratus rahmat, maka
Allah menurunkan satu rahmat yang dengannya para makhluq saling mengasihi, para
jinnya dan manusianya dan hewan ternaknya dan
Allah mengakhirkan yang ada di sisinya 99 rahmat, apakah kalian mengatakan dia
sesat atau untanya?”
Yahya bin Mu'adz Arrazi dalam doanya berkata:
"Ya Allah, Engkau telah menurunkan satu rahmat dan memuliakan kami
dengan rahmat beragama Islam, apabila melengkapi rahmat yang merata, bagaimana
kami tidak akan mengharapkan pengampunan-Mu."
Dengan banyaknya riwayat tentang hadits tersebut maka jelaslah status
keshahihan hadits tersebut bahkan hadits tersebut bisa mencapai derajat
mutawatir maknawi. Wallahu a’lam
BAGAIMANA CARA
MEMPEROLEH RAHMAT ALLAH
Agar diri kita
memperoleh rahmat Allah subhanahu wa
ta’ala,
maka
ada banyak cara diantaranya sebagai berikut:
1. Taat kepada Allah
dan RasulNya
Taat kepada Allah dan
taat kepada Rasulullah adalah salah satu sebab yang bisa mendatangkan rahmat
Allah. Sesungguhnya memenuhi perintah Allah dalam mengerjakan amal-amal taat
dan mencegah dari maksiat, serta menaati segala perintah dan menjauhi segala
larangan Rasulullah adalah salah satu wasilah
datangnya ridha Allah, dan turunnya rahmat Allah kepada hamba-Nya.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan taatilah Allah dan Rasul,
supaya kamu diberi rahmat." (QS. Ali 'Imran : 132).
قُلْ
إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah
(wahai Muhammad) : Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran 3 : 31)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata :
"Ketika turun ayat:
…وَرَحْمَتِي
وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ۚ…
“…Dan
rahmat-Ku meliputi segala sesuatu..."
(QS. Al A’raf : 156)
Maka iblis laknatullah ’alaih
menonjol-nonjolkan dirinya sambil berkata: “Saya termasuk dari sesuatu,
tentu saya akan mendapat bagian dari rahmat-Nya.” Demikian pula kaum Yahudi
dan Nashara (Kristen), kemudian diturunkan lanjutannya:
…فَسَأَكْتُبُهَا
لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِنَا
يُؤْمِنُونَ
"Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku
pada orang-orang yang bertaqwa, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang
beriman pada ayat-ayat Kami." (QS. Al A’raf : 156)
Iblis laknatullah ‘alaih putus
harapan untuk mendapat rahmat Allah tetapi Yahudi dan Nashara merasa tidak
syirik dan sudah mengeluarkan zakat dan percaya pada kitab Allah subhanahu
wa ta’ala. Kemudian turun ayat lajutannya:
الَّذِينَ
يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا
عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ
عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي
كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ
آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزِلَ
مَعَهُ ۙ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"(Yaitu) orang-orang yang
mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam
Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan
membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka
itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. Al A’raf : 157)
Sampai disini kaum Yahudi dan Nashara putus dari rahmat
Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan demikian syarat untuk mendapatkan
rahmat Allah, dengan cara mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
2. Taqwa kepada Allah
Taqwa kepada Allah,
hanya takut kepada Allah, dan hanya memohon kepada Allah adalah salah satu wasilah meraih rahmat Allah. Setiap kali
rasa taqwa memenuhi hati kaum mukminin lalu dari anggota tubuhnya keluar
tindakan-tindakan yang berangkat dari rasa taqwa kepada Allah, maka ia akan
mendapatkan rahmat dari Allah.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَرَحْمَتِي
وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ
الزَّكَـاةَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ
“Maka akan Aku tetapkan
rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf :
156)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ
كِفْلَيْنِ مِن رَّحْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Hai orang-orang yang
beriman (kepada Para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada
Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan
menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia
mengampuni kamu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hadid 57 : 28)
فَأَمَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُدْخِلُهُمْ رَبُّهُمْ فِي
رَحْمَتِهِ ۚ
ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ
“Adapun orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shalih Maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya
(surga). Itulah keberuntungan yang nyata” (QS. Al Jatsiyah 45 : 30)
Dari beberapa ayat di
atas, Allah subhanahu
wa ta’ala
menunjukkan
bahwa jika kita menginginkan ridha Allah, rahmat Allah maka kita mesti beriman,
bertaqwa dan beramal shalih. Itu prinsip dasar, artinya implementasi dari
konsep ketaqwaan dan bentuk-bentuk amal shalih akan sangat bervariasi
tergantung situasi dan kondisi masing-masing orang.
3. Beramal Shaleh dan Berbuat Kebaikan
Abul-Laits rahimahullah berkata: "Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan kepada kaum mukmin rahmat Allah
subhanahu wa ta’ala, supaya mereka bersyurkur kepada yang telah memuliakan
mereka dengan rahmat-Nya dan rahmat amal shaleh, sebab barangsiapa yang
mengharapkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala, harus beramal mengikuti
petunjukNya untuk mencapai rahmatNya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
…إِنَّ
رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
"…Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik."
(QS. Al A’raf : 56)
…فَمَن
كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"…Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
(QS. Al Kahfi : 110)
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta'atlah kepada Rasul, supaya kamu
diberi rahmat."
(QS. an-Nur : 56).
4. Mengasihi Manusia
dan Semua Makhluk
Sesungguhnya orang
yang sangat perhatian untuk merahmati atau menyayangi manusia, menolong yang
fakir, dan menyayangi yang kecil, maka ia berhak mendapatkan rahmat dan kasih
sayang dari Allah.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Orang
yang belas kasihan akan dikasihi ar Rahman, karena itu kasih sayangilah yang di
muka bumi, niscaya kamu dikasih-sayangi mereka yang di langit (HR. Bukhari dan Tirmidzi).
Satu hari seorang wanita miskin menemui
Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan menggendong dua orang puterinya yang
masih kecil. Tujuannya meminta sesuatu makanan. Kepadanya Aisyah radhiyallahu
‘anha memberikan tiga butir kurma. Dengan girang, wanita itu membagikan kurma
tersebut satu persatu kepada anaknya. Sedang yang satunya lagi untuk dirinya.
Tetapi ketika ia akan memakan kurma bagiannya tiba-tiba anaknya yang telah dulu
menghabiskan kurmanya, meraih kurma kurma yang baru akan dimakannya. Betapa iba
hati ibu ini, hingga dengan penuh sayang, kurma yang sedianya akan dimakannya
itu dibagi dua dan diberikan kepada kedua anaknya. Aisyah radhiyallahu ‘anha
sangat kagum melihat adegan ini, sehingga dia menceritakan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Mendengar cerita itu beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah benar-benar menentukan
baginya surga".
Setelah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu
wafat, diantara masyarakat Madinah bermimpi berjumpa dengannya. Dalam mimpi itu
mereka bertanya, "Apa gerangan yang diperbuat Allah kepadamu?" "Dia
mengampuniku dan tidak menyiksaku" jawab Umar radhiyallahu ‘anhu.
"Lalu sebab apa Allah mengampunimu.
Apa karena sifat kedermawan dan keadilan selama menjadi Khalifah. Atau mungkin
karena kezuhudanmu?" tanya mereka
dalam mimpi itu. "Itu semua juga bukan. Tetapi begini"
katanya. "Suatu hari saya berjalan-jalan di sepanjang gang-gang kota
Madinah. Saya memergoki seorang bocah sedang mempermainkan seekor burung pipit
di tangannya. Merasa kasihan, saya lalu membeli burung itu. Burung tersebut
kemudian saya lepas dan kembali terbang bebas ke angkasa. Ternyata perbuatan
itu menyebabkan Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan rahmat-Nya".
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata: "Tiga macam yang
saya berani bersumpah sedang yang keempat bila saya bersumpah pasti benar : Allah
subhanahu wa ta’ala tidak akan memelihara seseorang didunia, kemudian
diserahkan kepada lainNya dihari kiamat.
· Allah
subhanahu wa ta’ala tidak akan menyamakan orang yang mempunyai bagian
dalam Islam dengan yang tidak mempunyai bagian.
· Tidak
seorang yang cinta pada suatu kaum, melainkan akan berkumpul dengan mereka pada
hari kiamat.
· Allah
subhanahu wa ta’ala tidak menutupi hamba didunia melainkan pasti akan
menutupinya diakhirat.
5. Mengikuti al-Qur`an al-Karim dan Mengamalkannya.
Sesungguhnya Al-Quran
ini adalah rahmat bagi seluruh alam. Mendengarkannya dan mentadaburi isinya
adalah salah satu wasilah mendapatkan
rahmat Allah. Al-Quran sendiri telah menunjukan hal itu kepada kita.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَهَـٰذَا
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan Al-Qur`an itu adalah kitab yang
Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu
diberi rahmat." (QS. al-An'am : 155).
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَإِذَا
قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan apabila dibacakan Al-Qur`an,
maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat." (QS. al-A'raf : 204).
6. Istighfar.
Seorang muslim
tidaklah maksum (suci dari dosa).
Seorang muslim pasti memiliki dosa sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Jika
kalian tidak berdosa, tentulah Allah akan menghilangkan kalian dan mendatangkan
suatu kaum yang berdosa. Mereka lalu memohon ampunan kepada Allah dan Allah
mengampuni mereka.” (HR. Muslim).
Akan tetapi, orang
yang berdosa ini dianjurkan oleh Allah untuk beristighfar atas dosa yang
dilakukannya. Allah juga memberitahukan bahwa istighfar adalah jalan menuju
ampunan dan jalan mendapatkan rahmat Allah.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
…لَوْلَا
تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"…Hendaklah kamu meminta ampun
kepada Allah, agar
kamu mendapat rahmat." (QS. an-Naml: 46).
kamu mendapat rahmat." (QS. an-Naml: 46).
Abul-Laits meriwayatkan dari Athaa' rahimahullah
dari seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berkata: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepada
kami sedang kami tertawa. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: "Apakah kamu tertawa sedang api neraka menanti dibelakangmu.
Demi Allah, saya tidak senang melihat kamu tertawa." Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pergi membelakangi kami, sedang kami diam, seolah-olah ada
burung diatas kepala kami, kemudian kembali berjalan mundur kepada kami lalu
bersabda: "Allah telah berfirman:
نَبِّئْ
عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ . وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ
الْأَلِيمُ
"Kabarkanlah kepada
hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih." (QS. Al Hijr : 49-50)
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari
Abdullah bin Amr Al-ash radhiyallahu ‘anhu berkata: "Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya bagi Allah tidak ada dosa
yang tidak dapat diampunkannya, ada pada ummat yang sebelum kamu seorang yang
telah membunuh sembilan puluh sembilan orang kemudian pergi kepada pendeta dan
berkata: "Saya telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, apakah ada
jalan bagiku untuk bertaubat?" Jawab pendeta: "Tidak ada,
sebab perbuatanmu sudah melampaui batas." Maka segera ia berdiri dan
langsung membunuh pendeta itu sehingga genap yang dibunuh seratus orang.
Kemudian pergi ke pendeta yang lain dan berkata: "saya telah membunuh
seratus orang, apakah ada jalan bagiku untuk bertaubat?" Jawab pendeta
itu: "Sebenarnya perbuatan mu sudah melampau dan saya tidak mengetahui,
hanya disana ada dua dusun, yang satu bernama Bushro dan penduduknya
orang-orang baik yang selalu mengerjakan amal ahli syurga, sedang yang lain
bernama Kafrah, penduduknya hanya berbuat derhaka melakukan amal ahli neraka,
maka bila kamu pergi ke Bushro dan mengikuti amal perbuatan mereka, maka jangan
ragu bahawa taubat mu akan diterima." Maka pergilah ia ke Bushro, dan
ketika ia ditengah jalan jatuh mati, maka bertengkarlah Malaikat Siksa dan Malaikat
Rahmat, sehingga bertanya kepada Tuhan. Maka disuruh: "Ukur saja maka
kedusun mana ia lebih dekat, masukkan ia kegolongan penduduknya."
Tiba-tiba terdapat ia lebih dekat kedusun Bushro sekadar ujung jari, maka ia
tercatat dari golongan penduduknya."
7. Beriman, Berhijrah, dan Berjihad di jalan
Allah.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أُولَـٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu
mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.
al-Baqarah: 218).
Maka
orang-orang yang beriman selalu mengharapkan rahmat Allah subhanahu wa
ta’ala setelah mereka melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rahmat yaitu
iman, hijrah, dan berjihad di jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun
hijrah meliputi meninggalkan apa yang dilarang Allah dan RasulNya, sebagaimana
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Orang yang berhijrah adalah orang yang
meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Ta'ala." (Muttafaq 'alaih).
Sedangkan
jihad mencakup jihad melawan hawa nafsu dalam mentaati Allah subhanahu wa
ta’ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, "Orang yang
berjihad adalah orang yang memerangi hawa nafsunya dalam mentaati Allah subhanahu
wa ta’ala." (HR. al-Baihaqi).
Jihad melawan
setan dengan menyelisihinya dan bersungguh-sungguh untuk mendurhakainya dan jihad
dalam memerangi orang-orang kafir dan jihad terhadap orang-orang munafik dan
pelaku-pelaku maksiat baik dengan tangan, kemudian (jika tidak mampu) dengan
lisan, kemudian (jika tidak mampu juga), maka dengan hati.
8. Berdzikir dan Berdoa
Berdzikir kepada
Allah adalah salah satu wasilah datangnya
rahmat Allah kepada kaum mukminin. Pasalnya, berdzikir kepada Allah adalah mengagungkan,
memuji, dan menyanjung Allah dengan asma-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya
yang suci. Orang yang berdzikir kepada-Nya akan diselimuti rahmat dan
dillimpahi kelembutan-Nya. Membaca Al-Quran juga merupakan salah satu bentuk
zikir kepada Allah. Berdzikir adakalanya dengan membaca Al-Quran, berdo’a,
bertasbih, dan lain sebagainya. Dan, mereka yang berdzikir kepada Allah dan
mempelajari kitab-Nya diganjar oleh Allah dengan rahmat-Nya yang melingkupi
segala sesuatu.
Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Suatu kaum berkumpul
dalam sebuah rumah di rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan
mempelajarinya di antara mereka kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat
menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut
mereka di kalangan para malaikat yang ada di sisi-Nya.”
Mengenai do’a,
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ…
"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdo'alah
kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu'…." (QS. Al-Mu'min (Al Ghafir)
: 60).
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
وَقُل رَّبِّ
اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
"Dan katakanlah, 'Ya Tuhanku berilah ampun dan
berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik." (QS.
Al-Mu'minun : 118).
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
…وَلِلَّهِ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ…
"…Hanya milik Allah asma`ul Husna,
maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma`u al-Husna itu..." (QS.
al-A'raf : 180).
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
…رَبَّنَا
آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
"…Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat
kepada kami dari sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam
urusan kami (ini)." (QS. al-Kahfi : 10).
رَبَّنَا لَا
تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ
إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
"Wahai
Tuhan kami! Janganlah Engkau memesongkan hati kami sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan kurniakanlah kepada
kami limpah rahmat dari sisiMu, sesungguhnya Engkau jualah
Tuhan Yang melimpah-limpah pemberianNya." (QS. Ali
'Imran : 8)
Sungguh Allah subhanahu
wa ta’ala telah menyuruh kita agar berdo'a dan menjamin ijabah (mengabulkan)
do'a tersebut dan Dia Maha Suci yang tidak pernah mengingkari janji.
"Ya Rahman (Wahai Yang Maha
Penyayang), sayangilah aku (rahmatilah aku), ya Allah sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu dengan rahmatMu yang luas yang meliputi segala sesuatu agar
Engkau mengampuni dosaku dan menyayangiku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang."
TENTANG
SIKSA NERAKA DAN NIKMAT SURGA
عن
ابى هريرة ان رسول الله ص . م. قال لو يعلم المؤمن ما عند الله من العقوبة ما طمع
بجنته احد ولو يعلم الكافر ما عند الله من الرحمة ما قنط من جنته احد (اخرجه
المسلم(
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Seandainya orang mukmin tahu siksa yang ada di sisi
Allah, tentu tak seorangpun berani mengharapkan surga-Nya. Dan seandainya orang
kafir tahu Rahmat yang di sisi Allah, tentu tak seorangpun berputus asa untuk
mendapatkan surga-Nya.” (HR. Bukhari
no. 6469 dan Muslim no. 2755)
Sifat
rahmat itu adalah kelembutan dalam hati yang mencakup kebaikan, kehalusan, dan
kasih sayang. Apabila Allah mensifati Dzat-Nya dengan Al-Bari, maha suci
nama-Nya dan maha bersih sifat-Nya, maka maksudnya bukan sebatas Ihsan (berbuat
baik) tanpa ada kelembutan hati, karena dia adalah Allah Azza wa Jalla.
Akan tetapi, manusia mungkin dapat menyifati dirinya dengan Ihsan.
Makna
rahmat adalah memberikan nikmat dan keutamaan. Rahmat Allah di dunia akan di
berikan kepada seluruh manusia, baik yang mukmin maupun yang kafir. Akan
tetapi, di akhirat nanti, Allah Maha penyayang terhadap orang mukmin dengan
demikian, makna Al-Rahman adalah memiliki keluasan Rahmat yang tidak terbatas
kepada orang-orang yang menaati-Nya saja. Bahkan, Rahmat Allah itu meliputi
keturunan mereka sebagai kemuliaan dan ketenangan bagi mereka.
Sedangkan siksa adalah balasan Allah subhanahu wa ta’ala yang diberikan di Neraka terhadap orang-orang yang melakukan keburukan-keburukan atau tidak mentaati segala larangan Allah subhanahu wa ta’ala. Orang-orang non Muslim yang pada saat di dunia masih mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala nantinya di akhirat tidak akan mendapat rahmat melainkan mendapatkan siksa yang murni yaitu di neraka. Adapun peristiwa-peristiwa pada zaman Nabi-nabi terdahulu, misalnya pada saat umat Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak mentaati apa yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka umat nabi Nuh álaihis salam langsung mendapatkan siksa yang berat di dunia misalnya berupa banjir yang begitu dahsyatnya yang konon banjir tersebut sampai meliputi seluruh permukaan bumi tanpa tersisa, kecuali umat beliau yang masuk kapal besar yang dibuat oleh Nabi Nuh ‘alaihis salam sendiri terselamatkan dari siksa dunia yang begitu pedih.
Sedangkan siksa adalah balasan Allah subhanahu wa ta’ala yang diberikan di Neraka terhadap orang-orang yang melakukan keburukan-keburukan atau tidak mentaati segala larangan Allah subhanahu wa ta’ala. Orang-orang non Muslim yang pada saat di dunia masih mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala nantinya di akhirat tidak akan mendapat rahmat melainkan mendapatkan siksa yang murni yaitu di neraka. Adapun peristiwa-peristiwa pada zaman Nabi-nabi terdahulu, misalnya pada saat umat Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak mentaati apa yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka umat nabi Nuh álaihis salam langsung mendapatkan siksa yang berat di dunia misalnya berupa banjir yang begitu dahsyatnya yang konon banjir tersebut sampai meliputi seluruh permukaan bumi tanpa tersisa, kecuali umat beliau yang masuk kapal besar yang dibuat oleh Nabi Nuh ‘alaihis salam sendiri terselamatkan dari siksa dunia yang begitu pedih.
Berbeda
lagi dengan ummat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang
mendapat keistimewaan, yaitu bahwasanya tidak mendapatkan siksa melainkan hanya
sebuah peringatan atau cobaan berupa bencana atau apa saja yang menimpa umat
manusia baik yang taat ataupun yang membangkang, semuanya akan mendapatkan
dampaknya tanpa terkecuali. Sedangkan siksa diberikan kepada orang yang tidak
menjalankan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan siksa yang murni ada
di neraka bukan di dunia.
Manusia
hidup di dunia yang hanya sementara, haruslah berlomba-lomba melakukan kebaikan
yang nantinya akan mendapatkan balasan yang baik pula. Hendaklah manusia
melakukan kebaikan dengan segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala, yang berupa rahmat di dunia dan akhirat.
MASUK
SURGA KARENA RAHMAT ALLAH
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
قُلْ
إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ مَّن
يُصْرَفْ عَنْهُ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمَهُ ۚ
وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ
“Katakanlah:
"Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku
mendurhakai Tuhanku. Barang siapa yang dijauhkan azab dari padanya pada hari
itu, Maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. dan Itulah
keberuntungan yang nyata.” (Al An’am 6 : 15 – 16)
فَأَمَّا
الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ
مِّنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا
“Adapun
orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya
niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya
(surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus
(untuk sampai) kepada-Nya.” (QS. An Nisa :175)
عن
ابى هريرة قال سمعت رسول الله ص. م. يقول لن يدخل احدا عمله الجنة قال ولا انت يا
رسول الله ؟ قال لا ولا انا الا ان يتغمدني الله بفضل ورحمة فسددوا وقاربوا ولا
يتمنين احدكم الموت اما محسنا فلعله ان يزداد خيرا واما مسيئا فلعله ان يستعتب
(اخرجه البخارى(
Dari
abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Amal
seseorang tidak akan memasukkannya ke surga, tidak juga engkau ya Rasulullah?
Beliau bersabda: tidak juga saya, hanya saja Allah telah meliputi aku dengan
keutamaan dan rahmat, maka berbuat benarlah dan mendekatkanlah diri (kepada
Allah). Dan janganlah seseorang daripadamu mencita-citakan mati, adakalanya
orang yang baik maka barangkali ia akan menambah kebaikan dan adakalanya orang
yang buruk maka barangkali ia menghentikannya.” (HR. Bukhari)
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari
Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: "Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: "Ada seorang masuk syurga tanpa amal
kebaikan, hanya ketika ia akan mati berpesan kepada keluarganya: "Jika
saya meninggal bakar mayatku dan tumbuk tulang-tulangku sampai halus kemudian
abunya taburkan separuh didarat dan separuh dilaut, maka ketika mati,
dilaksanakan wasiatnya. Maka Allah menyuruh darat dan laut supaya mengumpulkan
abunya, kemudian ketika ditanya: "Mengapa kau berbuat sedemikian
itu?" Jawabnya: "Karena takut kepadaMu, wahai Tuhan. Maka
Allah memberikan ampun baginya karena takutnya kepada Tuhan itu."
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Dahulu
ada seorang lelaki yang belum pernah melakukan satu kebaikan pun, dia berpesan
kepada anak-anaknya, ‘Kalau dirinya telah meninggal maka bakarlah jenazahnya,
kemudian tebarkanlah setengah abunya di daratan dan setengahnya lagi di lautan.
Demi Allah, seandainya Allah mampu membangkitkannya niscaya Allah akan menyiksanya
dengan siksaan yang belum pernah diberikan kepada siapa pun di antara umat
manusia ini.’ Tatkala lelaki itu meninggal anak-anaknya melaksanakan apa yang
dia pesankan kepada mereka. Kemudian, Allah perintahkan daratan untuk
mengumpulkan abunya yang tersebar di sana, dan Allah perintahkan lautan untuk
mengumpulkan abunya yang tersebar di sana, lantas Allah bertanya kepadanya,
‘Mengapa kamu lakukan hal ini?’. Dia menjawab, ‘Karena takut kepada-Mu ya Rabb.
Sedangkan Engkau Maha mengetahui.’ Maka Allah pun mengampuninya.” (HR. Bukhari no. 3481 dan Muslim
no. 2756)
Abul-Laits rahimahullah meriwayatkan
dengan sanadnya dari Ibn Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata: "Empat
ayat surah Annisaa' bagi kaum muslimin lebih baik dari dunia seisinya."
Ayatnya ialah:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن
يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ
افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS.
An Nisa : 48)
…وَلَوْ
أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ
وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
“Sesungguhnya jikalau mereka ketika
menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan
Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa : 64)
إِن
تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di
antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia (surga).” (QS. An Nisa : 31)
وَمَن
يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ
اللَّهَ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Dan barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya
ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
An Nisa : 110)
Jabir bin Abdillah An-Anshari radhiyallahu
‘anhu berkata : "Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : "Syafaatku untuk orang-orang yang berdosa besar dari
ummatku, siapa yang mendustakannya tidak akan mencapainya." Jabir radhiyallahu
‘anhu berkata : "Orang yang tidak berdosa besar tidak memerlukan
syafaat sebagaimana ayat ketiga diatas."
Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir radhiyallahu
‘anhu berkata: "Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
keluar kepada kami dan bersabda: "Malaikat Jibril tadi datang kepadaku
dan berkata: "Ya Muhammad, demi Allah yang mengutuskanmu sebagai nabi yang
besar, sesungguhnya ada seorang hamba Allah yang beribadat selama lima ratus
tahun diatas sebuah bukit yang lebar, panjangnya tiga puluh hasta kali tiga
puluh hasta dan dikelilingi oleh laut seluas empat ribu farsakh dari tiap
penjuru, disitu Allah subhanahu wa ta’ala mengeluarkan sumber air yang
segar selebar satu jari dari bawah bukit, juga pohon delima pada tiap hari
berbuah sebuah delima, maka bila siang hari turunlah orang itu untuk wuduk dan
memetik delima, lalu dimakannya, kemudian berdiri shalat dan ia minta kepada
Tuhan supaya dimatikan dalam sujud, dan supaya badannya tidak disentuh bumi
atau lain-lainnya hingga bangkit dihari kiamat sambil sujud, maka Allah subhanahu
wa ta’ala telah menerima permintaannya, kerana itu tiap kami naik turun
dari langit selalu melaluinya ia sedang sujud. Jibril berkata: "Kami dapat
dalam ilmu, bahwa ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan dihadapkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyuruh:
"Masukkanlah hambaKu itu kedalam syurga dangan rahmatKu." Maka
berkata orang itu: "Dengan amalku." Maka Allah subhanahu wa ta’ala menyuruh
Malaikat supaya menghitung semua amalnya dan nikmatKu iaitu nikmat melihat
(penglihatan), tiba-tiba nikmat penglihatan itu telah mengelilingi ibadatnya
selama lima ratus tahun, sedang nikmat-nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang
lain-lainnya belum. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: "Masukkan ia
kedalam neraka." dan ketika ditarik menuju ke neraka, ia berkata:
"Masukkanlah aku kedalam syurga dengan rahmatMu."
Maka Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman kepada Malaikat: "Kembalikanlah ia." Lalu ditanya
oleh Allah subhanahu wa ta’ala : "Hambaku, siapa yang menjadikan
kau daripada tidak ada?" Jawabnya: "Engkau Tuhan."
Lalu ditanya: "Apakah itu karena amalmu atau rahmatKu?"
Jawabnya: "Dengan RahmatMu." Lalu ditanya: "Siapakah
yang memberi kekuatan kepadamu untuk beribadat lima ratus tahun?"
jawabnya: "Engkau Tuhanku." Lalu ditanya lagi: "Dan
siapakah yang menempatkan kau diatas bukit dan ditengah laut dan mengeluarkan
air segar yang tawar dari tengah-tengah laut yang masin getir dan menumbuhkan
buah delima tiap pagi, padahal buah itu hanya berbuah satu tahun satu kali,
lalu kau minta kepadaKu untuk mati sujud, siapakah yang berbuat itu semua?"
Jawabnya: "Engkau Tuhanku." Firman Allah subhanahu wa
ta’ala: "Maka semua itu dengan rahmatKu." Malaikat Jibril
berkata: "Segala sesuatu terjadi dengan rahmat Allah subhanahu wa
ta’ala."
Al Hasan radhiyallahu ‘anhu berkata:
"Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Tiada
berkumpul dua perasaan berharap pada rahmat Allah dan takut dari siksa Allah
dalam hati seorang mukmin ketika akan mati melainkan pasti akan diberi oleh
Allah harapannya dan dihindarkan dari ketakutannya."
Abu Said Al Maqburi dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu berkata: "Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: "Tiada seorang diantara kamu yang dapat selamat karena
amalnya sendiri. Seorang sahabat bertanya: "Engkau juga tidak, ya
Rasulullah?" Jawab Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam : "Saya
juga tidak, kecuali Allah meliputi saya dengan rahmatNya, karena itu
sedang-sedanglah kamu dan tetapkan segala perbuatanmu dan beramal diwaktu pagi
dan petang dan sedikit diwaktu malam, sederhanalah supaya sampai dengan
selamat."
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Permudahlah dan
jangan mempersulit dan gembirakan dan jangan menggusarkan."
Ibn Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
"Rahmat akan melimpah-limpah pada manusia dihari kiamat sehingga iblis
laknatullah mengangkat kepalanya ingin mendapatkannya kerana luasnya rahmat
Allah dan syafa'at orang-orang yang diberikan syafa'at oleh Allah subhanahu wa
ta’ala."
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: "Pada hari kiamat akan terdengar seruan dari bawah Arsy:
"Ya ummat Muhammad, adapun dosa-dosamu terhadap Aku maka Aku maafkan
bagi kamu dan tinggal yang terjadi diantara sesama kamu, maka maaf memaafkan
diantara kamu dan masuklah kamu ke syurga dengan rahmatKu."
Al-Fudhail bin Iyaadh rahmatullah ‘alaih berkata:
"Rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala itu lebih baik bagi orang
yang sehat tetapi jika ia sakit dan lemah (tidak kuat beramal) maka mengharap
itu lebih baik, sebab jika sehat kuat untuk beramal taat dan meninggalkan
maksiat sebaliknya bila telah sakit atau lemah maka mengharapkan rahmat itu
yang lebih utama."
Abul-Laits rahmatullah ‘alaih meriwayatkan
dengan sanadnya dari Muhammad bin Al Fadhel dari Ibn Abi Ruwad dari ayahnya
berkata: "Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan wahyu kepada nabi
Daud ‘alaihis salam : "Hai Daud, gembirakan orang-orang yang
berdosa, dan peringatkan kepada orang-orang siddiq." Maka Nabi
Daud ‘alaihis salam bertanya: "Bagaimana menggembirakan orang-orang
yang berdosa dan mengancam orang-orang yang siddiq?" Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman: "Gembirakan orang-orang yang berdosa bahwa tidak
ada dosa yang tidak dapat Aku ampunkan dan peringatkan pada orang siddiq supaya
mereka tidak berbangga (sombong) dengan amal perbuatan mereka kerana bila Aku
tegakkan keadilanKu dan perhitunganKu pada seseorang pasti binasa."
Ibn Abi Ruwad dari ayahnya berkata:
"Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: "Aku-lah Allah yang
memiliki semua raja, hati raja-raja itu semua ditangan-Ku, maka tiap kaum yang
Aku ridha. Aku jadikan hati raja itu rahmat pada mereka dan tiap kaum yang Aku
murka, Aku jadikan raja itu siksa bagi mereka, karena itu kamu jangan sibuk
mengutuk raja dan taubatlah kamu kepadaKu niscaya Aku lunakkan hati mereka
kepadamu."
Al' Alaa bin Abdirrahman dari ayahnya dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: "Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: "Andaikan orang mukmin mengetahui siksa
yang disediakan Allah subhanahu wa ta’ala niscaya tidak akan mengharapkan
syurgaNya seorang pun dan andaikata orang kafir mengetahui kebesaran rahmat
Allah subhanahu wa ta’ala nescaya tidak akan merasa putus dari rahmat Allah subhanahu
wa ta’ala seorangpun."
Abu Ya'la Husain bin Muhammad An Naisaburi
meriwayatkan dengan sanadnya dari Ahmad bin Sahl berkata: "Saya bermimpi
kelihatan Yahya bin Aktsam, maka saya bertanya kepadanya: "Apakah tang
telah kau dapat dari Tuhanmu?” jawabnya: "Saya dipanggil oleh
Tuhan: "Hai orang tua yang jahat, kau telah berbuat ini dan itu."
Maka jawabku: "Ya Tuhan, tidak sedemikian yang saya dengar tentang
Engkau." Tuhan bertanya: "Apakah yang kau dengar tentang
Aku?" Jawabku: "Saya telah mendengar dari Abdur Razzaq dari
Ma'mar dari Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan Jibril ‘alaihis salam bahwa Engkau
berfirman: " Tiada seorang muslim yang telah beruban dalam Islam, maka
saya akan menyiksanya melainkan saya malu untuk menyiksanya." Sedang
saya seorang yang telah sangat tua. Maka firman Allah subhanhu wa ta’ala:
"Benar Abdur Razzaq, dan benar Ma'mar dan benar Az Zuhri dan benar
Urwah dan benar Aisyah dan benar Nabi Muhammad dan benar Jibril dan benar apa
yang Aku firmankan itu, ya Yahya. Aku tidak akan menyiksa orang tua yang
beruban dalam Islam." kemudian saya diperintahkan ke sebelah kanan ke
syurga."
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
"Dia masuk kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
tiba-tiba ia mendapati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sedang
menangis, maka ditanya: "Apakah yang menyebabkan engkau menangis, ya
Rasulullah?" Jawab Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam :
"Saya telah didatangai oleh malaikat Jibril ‘alaihis salam dan berkata
kepadaku : "Sesungguhnya Allah malu akan menyiksa seorang yang
telah beruban didalam Islam, maka bagaimana orang yang beruban tidak malu
berbuat maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala."
Abul-Laits rahmatullah ‘alaih berkata:
"Karena itu maka wajib bagi orang yang telah tua menyadari kehormatan ini
dan bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan malu kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dan kepada kedua malaikat yang mencatat amalnya. Dan menghentikan
segala maksiat dan selalu rajin taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala
sebab tanaman itu jika sudah dekat musim mengetam, tidak boleh ditunda-tunda
dan demikian pula yang masih muda, harus bertaqwa kepada Allah subhanahu wa
ta’ala dan menjauhkan dari maksiat (dosa) serta rajin kepada taat, sebab
dia tidak mengetahui bilakah tiba ajalnya, sebab bila pemuda itu rajin berbuat
taat, ia akan mendapat naungan Allah subhanhu wa ta’ala pada hari kiamat
dibawah arsy, sebagaimana tersebut didalam hadis yang diceritakan kepada kami
oleh Abulhasan Al Qasim bin Muhammad dari Isa bin Khosy Hafash dari Suwaid dari
Malik bin Habib dari Abdurrahman bin Hafash dari Aashim dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu berkata:
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : "Tujuh macam orang yang akan dinaungi Allah pada hari kiamat
pada saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah :
1.
Imam (pemimpin yang adil).
2. Pemuda yang tumbuh dalam ibadat kepada Allah subhanhu wa
ta’ala.
3. Seorang yang hatinya tergantung pada masjid, jika keluar
sehingga kembali (yakni rajin menjaga sembahyang berjama'ah).
4. Dua orang saling menyinta (Kasih sayang) kerana Allah subhanhu
wa ta’ala baik ketika berkumpul atau berpisah.
5. Seorang yang ingat kepada Allah subhanhu wa ta’ala ketika bersendirian lalu mencucurkan airmata ketana
takut kepada Allah subhanhu wa ta’ala.
6.
Seorang yang bersedekah dirahasiakan sehingga yang
dikirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh kanannya.
7. Seorang
lelaki yang dipanggil oleh wanita yang cantik untuk berzina, lalu ia berkata:
"Saya takut kepada Allah subhanhu wa ta’ala."
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman kepada surga, “Kamu adalah rahmatKu”.
Surga disebut sebagai rahmat karena didalamnya nampak rahmat Allah subhanahu
wa ta’ala sebagaimana firmannya : “Denganmulah aku memberi rahmat kepada
siapa saja diantara hamba-hambaKu yang aku kehendaki”. Atau rahmat adalah
salah satu sifatnya yang selalu disebut didalamnya.
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman kepada neraka, “Sesungguhnya kamu
adalah adzab” dan dalam salah satu naskah dengan lafal “adzabKu”. Denganmulah
aku menyiksa siapa saja hamba-hambaKu yang Aku kehendaki.”
Adapun surga, maka Allah akan menciptakan makhluk sebagai penghuni baginya. Yakni orang-orang yang selalu mengerjakan kebaikan sehingga surga menjadi penuh. Pahala itu tidak semata-mata berdasarkan amalan tetapi juga karena rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Adapun surga, maka Allah akan menciptakan makhluk sebagai penghuni baginya. Yakni orang-orang yang selalu mengerjakan kebaikan sehingga surga menjadi penuh. Pahala itu tidak semata-mata berdasarkan amalan tetapi juga karena rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadits
di atas menunjukkan bahwa manusia masuk surga mutlak hanya berdasarkan karena rahmat
Allah subhanahu wa ta’ala. Jadi, dengan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala
seseorang ditentukan masuk surga dan tidaknya. Sesudah ada keputusan masuk
surga maka, ketentuan masuk surga tingkatan yang mananya itu ditentukan
berdasarkan amal, selanjutnya imam Ibn Bathal rahimahullah menjelaskan
bahwa masuk surga itu tergantung pada rahmat Allah dan amal-amal kita.
Dari
uraian ini bisa ditarik kesimpulan bahwa “Amal tetap sebagai penyebab adanya
balasan surga. Hanya berdasarkan hadits ini seseorang tidak boleh berbangga
diri dengan amalnya sendiri, karena di sana pasti ada peran rahmat Allah
subhanahu wa ta’ala.” Dengan hadits ini juga seseorang tidak perlu
mempersulit diri dengan amal-amal yang dikerjakannya. Tetapi optimis dengan
amal-amal yang sudah, sedang dan harus dikerjakan, semuanya itu pasti akan
menyebabkan kita sampai pada cita-cita yang diidamkan yaitu tempat kenikmatan
yang abadi (di surga).
Ada satu kisah :
Seorang pemuda
bermaksud membeli sepeda. Dia datang ke toko sepeda berbekal uang Rp 200.000,-
. Tetapi apa hendak dikata, harga sepeda yang diinginkannya ternyata jauh di
atas kemampuannya sekitar Rp 1.500.000,-. Bahkan harga sepeda termurah-pun
seharga Rp 600.000,-, masih di atas uang yang ditentengnya. Sang pemuda
beranjak melangkah hendak meninggalkan toko sepeda. Belum sempat keluar dari
toko, sang pemilik toko memanggil si pemuda itu. “Mau beli apa nak?” Tanya sang
empunya toko. “Pinginnya beli sepeda pak, tapi gak jadi, duitnya gak cukup.” sahut
si pemuda dengan suara lemah. Tiba-tiba si pemilik toko terperanjat begitu
memperhatikan wajah si pemuda. Dia ingat pemuda ini yang pernah menolongnya
ketika dia terjatuh naik sepeda motor malam-malam di jalanan sepi sekitar 6
bulan lalu. Yang sudah dicari-cari selama 6 bulan dan belum ketemu. Rasa hutang
budi si pemilik toko akhirnya membuatnya justru kemudian memberikan sepeda yang
diinginkan si pemuda itu, gratis. Inilah ketika seseorang sudah ridha dengan
orang lain maka segala kekurangan menjadi tidak penting dan apapun yang
diinginkan selama masih bisa, akan dipenuhi.
Begitu juga dengan
Allah, sekiranya Allah sudah ridha, maka surga bukan hal yang sulit untuk
diberikan, demikian juga dengan menghindarkan dari api neraka. Meski amal kita
tidak cukup.
Pertanyaan berikutnya
adalah kalau begitu amal apa yang membuat Allah ridha? Sayangnya ini adalah
bagian dari rahasia Allah. Ada amalan yang terlihat begitu kecil, sepele, tapi
juga ada amalan yang begitu luar biasa.
Ada kisah dimana
Allah ridha dengan amalan seorang pelacur yang memberi minum anjing yang hampir
mati. Di lain kisah Allah ridha dengan hukuman rajam dari seorang wanita yang
pernah berzina (sebagai bentuk pengorbanannya yang terbesar demi menebus
kesalahan dan mencari ridha Allah dengan mengorbankan kesenangan diri) dimana
Rasulullah menyatakan bahwa darah dari perempuan tersebut cukup untuk
mensucikan seluruh penduduk kota. Ada juga kisah seorang lelaki yang masuk
surga karena berbakti luar biasa kepada orang tuanya, selalu mengutamakan urusan
orangtuanya, hingga bahkan sampai suatu ketika dia lupa memberi minum susu
orang tuanya dan kemudian memilih menunggu di depan pintu kamar orangtuanya
sampai pagi karena sang orang tua sudah terlanjur tidur. Dan bahkan
anak-anaknya tidak diizinkan minum susu sebelum orangtuanya si lelaki itu minum
susu. Atau kisah di mana Allah ridha dengan amalan seorang anak yang rela
menggendong orang tuanya berjalan kaki dari Irak sampai di Mekkah untuk
menunaikan haji.
Lalu apa amal yang
mesti kita lakukan untuk mencari ridha Allah ini?
JANGAN
BERPUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH
Setelah
mengetahui betapa luasnya rahmat Allah ta’ala, maka seharusnya kita
lebih bersemangat lagi untuk menggapainya dan jangan sampai berputus asa
darinya. Sikap putus asa dari rahmat Allah inilah yang Allah sifatkan kepada
orang-orang kafir dan orang-orang yang sesat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
:
قَالُوا
بَشَّرْنَاكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُن مِّنَ الْقَانِطِينَ قَالَ
وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
“Mereka menjawab,
‘Kami menyampaikan berita gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu
termasuk orang-orang yang berputus asa’. Ibrahim berkata, ‘Tidak ada orang yang
berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (QS.
Al Hijr : 55-56)
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
يَا بَنِيَّ
اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ
اللَّهِ ۖ
إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Wahai
anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa
dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87).
Syaikh Salim
bin ‘Ied Al Hilaly hafidzahullah memberikan faidah untuk ayat di atas, “Oleh
sebab itu, berputus asa dari rahmat Allah ta’ala merupakan sifat orang-orang
sesat dan pesimis terhadap karunia-Nya merupakan sifat orang-orang kafir.
Karena mereka tidak mengetahui keluasan rahmat Rabbul ‘Aalamiin. Siapa saja
yang jatuh dalam perbuatan terlarang ini berarti ia telah memiliki sifat yang
sama dengan mereka, laa haula wa laa quwwata illaa billaah.”
Selain itu,
berputus asa dari rahmat Allah juga termasuk salah satu diantara dosa-dosa
besar. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang dosa-dosa besar
beliau menjawab, “Yaitu syirik kepada Allah, putus asa dari rahmat Allah,
dan merasa aman dari makar/adzab Allah.” (HR. Ibnu Abi Hatim, hasan)
Ampunan Allah
Termasuk Rahmat-Nya
Pembaca yang
dirahmati Allah, salah satu bentuk luasnya rahmat Allah adalah luasnya ampunan
Allah bagi para hamba-Nya yang pernah melakukan kemaksiatan kepada Allah,
selama hamba tersebut mau bertaubat.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
قُلْ يَا
عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ
اللَّهِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Az Zumar : 53)
Ibnu Katsir rahimahullah
menafsirkan ayat di atas, “Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap
orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat
kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa
bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut
amat banyak, bagaikan buih di lautan.”
Kemudian
beliau menambahkan, “Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni
setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang mau bertaubat. Janganlah
seseorang berputus asa dari rahmat Allah, walaupun begitu banyak dosa yang ia
lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”
Dari Anas radhiyallahu
‘anhu, Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Allah ta’ala berfirman, “…Hai anak Adam, sungguh seandainya kamu datang
menghadapKu dengan membawa dosa sepenuh bumi, dan kau datang tanpa
menyekutukan-Ku dengan sesuatupun. Sungguh Aku akan mendatangimu dengan ampunan
sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Jangan Kau
Undang Murka Allah dan Merasa Aman Darinya
Banyak manusia yang terlena karena luasnya rahmat dan kasih sayang Allah terhadapnya, sehingga menjadikan dia merasa aman dari datangnya murka Allah disebabkan dosa dan kemaksiatan yang ia lakukan. Kemurkaan Allah bisa datang berupa adzab dan siksa baik di dunia maupun di akhirat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
Banyak manusia yang terlena karena luasnya rahmat dan kasih sayang Allah terhadapnya, sehingga menjadikan dia merasa aman dari datangnya murka Allah disebabkan dosa dan kemaksiatan yang ia lakukan. Kemurkaan Allah bisa datang berupa adzab dan siksa baik di dunia maupun di akhirat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
أَفَأَمِنُوا
مَكْرَ اللَّهِ ۚ
فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah
mereka aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga datangnya)? Tiadalah yang
merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al
A’raf: 99).
Ayat tersebut
menjelaskan bahwa diantara sifat orang-orang musyrik adalah mereka merasa aman
dari siksa Allah dan tidak merasa takut dari siksa-Nya. Maka hakikat adzab
(makar) Allah ta’ala ialah Allah memberikan kelonggaran kepada seorang
hamba yang senantiasa berbuat dosa dan maksiat dengan memudahkan urusannya
(dalam bermaksiat) sehingga di benar-benar merasa aman dari murka dan
siksa-Nya. Dan hal inilah yang dinamakan “istidraj”.
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Jika Allah memberikan kenikmatan kepada seorang
hamba padahal dia tetap dengan maksiat yang dikerjakannya, maka sesungguhnya
itu adalah istidraj.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
membacakan firman Allah :
فَلَمَّا
نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ
إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ
“Maka ketika
mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun
membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong. Maka ketika itu mereka terdiam dan berputus asa.” [QS. Al
An'am: 44] (HR. Ahmad, shahih)
Miliki Rasa
Harap (raja’) dan Takut (khauf)
Sudah
seharusnya bagi seorang muslim untuk memiliki rasa harap (raja’) dan takut
(khauf) dalam dirinya. Yaitu senantiasa berharap atas rahmat Allah dan tidak
berputus asa darinya, dan senantiasa takut akan datangnya adzab dan siksa Allah
ta’ala. Bagaimana selayaknya menyeimbangkan antara kadar harap (raja’) dan
takut (khauf) pada diri seseorang? Berikut uraian singkat mengenai masalah
tersebut. — dinukil dari Buku Mutiara Faidah Kitab Tauhid —
·
Jika seseorang berada dalam
keadaan sehat, lapang, dan rajin dalam beramal shalih, maka semestinya kadar
keduanya (harap dan takut) dijaga kesimbangannya. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman :
فَاسْتَجَبْنَا
لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ ۚ
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا
وَرَهَبًا ۖ
وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Maka Kami
memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan
istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa
kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’
kepada Kami.”
(QS. Al Anbiya’ : 90)
·
Jika dalam keadaan sehat dan
lapang, namun selalu berbuat maksiat kepada Allah, maka semestinya kadar
takutnya lebih ditinggikan.
Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika Allah memberikan kenikmatan
kepada seorang hamba padahal dia tetap dengan maksiat yang dikerjakannya, maka
sesungguhnya itu adalah istidraj.” (HR. Ahmad)
· Jika dalam keadaan menghadapi
kematian (dalam keadaan kesulitan), maka semestinya kadar harapnya lebih
ditinggikan.
Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian mati kecuali
dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah ‘azaa wa jalla.” (HR. Muslim).
Wallaahu a’lam.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar