KISAH NABI YUNUS
Yunus
(Arab:يونس atau يونان Yunaan, Inggris: Jonah, Ibrani:Yonah,
Latin: Ionas) (sekitar 820-750 SM) adalah salah seorang nabi dalam agama Samawi
(Islam, Yahudi, Kristen) yang disebutkan Al-Qur’an dalam Surah Yunus dan
Alkitab dalam Kitab Yunus. Ia ditugaskan berdakwah kepada orang Assyiria di
Ninawa-Iraq. Namanya disebutkan sebanyak 6 kali di dalam Al-Quran dan wafat di
Ninawa-Iraq. Yunus bin Matta dari keturunan Benyamin bin Ya’qub.
Berdakwah
di Ninawa, Moshul, Iraq
Nabi Yunus ‘alaihis salam adalah penyampai
risalah agama Allah yang hanif kepada kaum Ninawa, sebuah daerah di sekitar
kota Moshul, Irak. Nabi
Yunus bin Matta ‘alaihis salam menasihati mereka dan membimbing mereka
ke jalan kebenaran dan kebaikan; beliau mengingatkan mereka akan kedahsyatan
hari kiamat dan menakut-nakuti mereka dengan neraka dan mengiming-imingi mereka
dengan surga; beliau memerintahkan mereka dengan kebaikan dan mengajak mereka
hanya menyembah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Ajaran-ajaran
Nabi Yunus ‘alaihis salam itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal
yang baru yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Mereka berkata kepada
Nabi Yunus : "Apakah kata-kata yang engkau ucapkan itu dan kedustaan
apakah yang engkau anjurkan kepada kami tentang agama barumu itu? Percayalah
bahwa engkau tidak akan dapat pengikut diantara kami.”
Nabi
Yunus ‘alaihis salam menjawab : "Aku hanya mengajak kamu beriman
dan bertauhid menurut agamaku sebagai amanat Allah yang wajib ku sampaikan
kepadamu. Aku tidak memaksamu untuk mengikutiku. Aku hanya mengingatkan
kepadamu bahwa bila kamu tetap membangkangku, niscaya Allah kelak akan
menunjukkan kepadamu adzab siksa-Nya yang pedih.“
Secara
berulang kali Nabi Yunus ‘alaihis salam memperingatkan mereka, tetapi
mereka tidak mau berubah, apalagi karena Nabi Yunus bukan dari kaum mereka. Bahkan, selama 30 tahun berdakwah, tak banyak yang beriman.
Hanya dua orang saja yang mengikuti seruanya yaitu Rubil dan Tanukh. Rubil
adalah seorang yang alim bijaksana, sedang Tanukh adalah seorang yang berpenampilan
tenang dan sederhana.
Kaumnya
itu terus menyembah berhala bagi meneruskan tradisi nenek moyang mereka.
Sebagai manusia biasa, kesabaran Nabi Yunus ada batasnya. Baginda berasa amat
marah dengan sikap tidak ambil peduli kaumnya itu dan memutuskan untuk
meninggalkan negeri tersebut. Allah pun masih
memberi kesempatan kedua selama 40 hari kepada kaum Ninawa. Sayang, kesempatan
itu tidak juga membuat kaum Ninawa bertaubat. Nabi Yunus kesal dan marah. Ia
pun akan meninggalkan kaumnya. Sebelum meninggalkan kampung halamannya,
Nabi Yunus ‘alaihis salam sempat menyampaikan peringatan terakhir kepada
kaumnya. Dengan perasaan sedih, kecewa dan putus asa, baginda mengingatkan
tentang balasan Allah yang akan menimpa kaumnya nanti.
Penolakan
penduduk Ninawa
Ajaran-ajaran
Nabi Yunus ‘alaihis salam itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal
yang baru yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Karenanya mereka tidak
dapat menerimanya untuk menggantikan ajaran dan kepercayaan yang telah
diwariskan oleh nenek moyang mereka yang sudah menjadi adat kebiasaaan mereka
turun temurun. Apalagi pembawa agama itu adalah seorang asing tidak seketurunan
dengan mereka.
Mereka
berkata kepada Nabi Yunus: “Apakah kata-kata yang engkau ucapkan itu dan
kedustaan apakah yang engkau anjurkan kepada kami tentang agama barumu itu?
Inilah tuhan-tuhan kami yang sejati yang kami sembah dan disembahkan oleh nenek
moyang kami sejak dahulu. Alasan apakah yang membenarkan kami meninggalkan
agama kami yang diwariskan oleh nenek moyang kami dan menggantikannya dengan
agama barumu? Engkau adalah orang asing yang datang pada kami agar kami merubah
keyakinan kami. Apakah kelebihanmu sehingga mengajari dan menggurui kami.
Hentikan perbuatan sia-siamu itu. Penduduk Ninawa tidak akan mengikutimu karena
kami teguh dengan ajaran moyang kami”. Nabi Yunus ‘alaihis salam berkata:
” Aku hanya mengajakmu beriman dan bertauhid sesuai dengan amanah Allah yang
wajib kusampaikan padamu. Aku hanyalah pesuruh Allah yang ditugaskan
mengeluarkanmu dari kesesatan dan menuntunmu di jalan yang lurus. Aku
sekali-kali tidak mengharapkan upah atas apa yang kukerjakan ini. Aku tidak
bisa memaksamu mengikutiku. Namun jika kamu tetap bertahan pada aqidah moyangmu
itu, maka Allah akan menunjukkan tanda-tanda kebenaran akan risalahku dengan
menurunkan adzab yang pedih padamu, seperti yang terjadi pada kaum-kaum sebelum
kamu, yaitu kaum Nuh, Aad, dan Tsamud.” Mereka menjawab dengan menantang: “Kami
tetap tidak akan mengikuti kemauanmu dan tidak takut ancamanmu. Tunjukkan
ancamanmu jika kamu termasuk orang yang benar!” Nabi Yunus ‘alaihis
salam tidak tahan lagi dengan kaum Ninawa yang keras kepala. Ia pergi
dengan marah dan jengkel sambil meminta Allah menghukum mereka.
Penduduk
Ninawa Bertobat
Sepeninggal
Nabi Yunus ‘alahis salam, penduduk Ninawa mulai melihat bahwa hukuman
Allah akan datang membawa kehancuran dan kebinasaan. Mereka melihat keadaan
udara disekeliling Ninawa semakin gelap, dan angin dari segala penjuru bertiup
dengan kencangnya membawa suara gemuruh yang menakutkan. Mereka takut ancaman Nabi
Yunus ‘alahis salam benar-benar terjadi atas mereka. Akhirnya mereka
sadar bahwa Nabi Yunus adalah orang yang benar, dan ajarannya berasal dari
Allah. Dalam keadaan panik dan ketakutan itu, segeralah mereka menyatakan
taubat dan memohon ampun atas segala perbuatan mereka, dan berasa menyesal atas
perlakuan dan sikap kasar yang menjadikan Nabi Yunus marah dan meninggalkan
daerah itu.
Mereka
kemudian beriman dan menyesali perbuatan mereka terhadap Nabi Yunus. Mereka
lari tunggang langgang dari kota mencari Nabi Yunus ‘alahis salam sambil
berteriak meminta pengampunan Allah atas dosa mereka. Untuk menebus dosa, mereka
keluar dari kota dan menangis memohon ampun dan rahmat Allah agar dihindarkan
dari bencana adzab dan siksaan-Nya. Dengan itu, Allah menurunkan rahmat-Nya
kepada mereka. Allah Yang Maha Pemaaf-pun mengampuni mereka, dan segera seluruh
keadaan pulih seperti sedia kala.Udara gelap yang meliputi Ninawa menjadi
terang dan tenang. Kemudian kembalilah orang-orang itu dan kerumah
masing-masing dengan penuh rasa gembira dan syukur kepada Allah yang telah
menerima doa dan permohonan mereka.
Penduduk
Ninawa kemudian tetap berusaha mencari Nabi Yunus ‘alahis salam agar ia
bisa mengajari agama dan menuntun mereka di jalan yang benar.
Nabi
Yunus Pergi Meninggalkan Kaumnya dalam Keadaan Marah
Nabi Yunus ‘alaihis salam hatinya telah dipenuhi dengan perasaan marah pada
mereka karena mereka tidak beriman. Kemudian beliau keluar dalam keadaan marah
dan menetapkan untuk meninggalkan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala
menceritakan dalam firman-Nya :
وَذَا
النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ
فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ
الظَّالِمِينَ
"Dan
(ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia
menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya) maka ia
menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
lalim.'"
(QS. Al-Anbiya' : 87).
Tidak
ada seorang pun yang mengetahui gejolak perasaan dalam diri Nabi Yunus selain
Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Yunus ‘alaihi salam tampak
terpukul dan marah pada kaumnya. Dalam keadaan demikian, beliau meninggalkan
kaumnya. Keadaan
Nabi Yunus ‘alahis salam setelah pergi dari Ninawa tidak menentu. Ia
mengembara tanpa tujuan dengan putus asa dan merasa berdosa. Akhirnya ia tiba
di sebuah pantai, dan melihat sebuah kapal yang akan menyeberangi laut. Allah subhanahu wa
ta’ala belum mengeluarkan keputusan-Nya untuk meninggalkan kaumnya atau
bersikap putus asa dari kaumnya. Nabi Yunus ‘alaihi salam mengira bahwa
Allah subhanahu wa ta’ala tidak mungkin menurunkan hukuman kepadanya
karena ia meninggalkan kaumnya. Saat itu Nabi Yunus ‘alaihi salam seakan-akan
lupa bahwa seorang nabi diperintah hanya untuk berdakwah di jalan Allah subhanahu
wa ta’ala. Namun keberhasilan atau tidak keberhasilan dakwah tidak menjadi
tanggungjawabnya. Jadi, tugasnya hanya berdakwah di jalan Allah subhanahu wa
ta’ala dan menyerahkan sepenuhnya masalah keberhasilan atau
ketidakberhasilannya terhadap Allah subhanahu wa ta’ala semata.
Terdapat
perahu yang berlabuh di pelabuhan kecil. Saat itu matahari tampak akan
tenggelam. Ombak memukul tepi pantai dan memecahkan batu-batuan. Nabi Yunus ‘alaihi
salam melihat ikan kecil sedang berusaha untuk melawan ombak namun ia tidak
mengetahui apa yang dilakukan. Tiba-tiba datanglah ombak besar yang memukul
ikan itu dan menyebabkan ikan itu berbenturan dengan batu. Melihat kejadian
ini, Nabi Yunus ‘alaihi salam merasakan kesedihan. Nabi Yunus ‘alaihi
salam berkata dalam dirinya: "Seandainya ikan itu bersama ikan yang
besar barangkali ia akan selamat.” Kemudian Nabi Yunus ‘alaihi salam mengingat-ingat
kembali keadaannya dan bagaimana beliau meninggalkan kaumnya. Akhirnya,
kemarahan dan kesedihan beliau bertambah.
Nabi
Yunus ‘alaihi salam pun menaiki perahu dalam keadaan guncang jiwanya.
Beliau tidak mengetahui bahwa beliau lari dari ketentuan Allah subhanahu wa
ta’ala menuju ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala yang lain; beliau
tidak membawa makanan dan juga kantong yang berisi bawaan atau perbekalan, dan
tidak ada seorang pun dari teman-temannya yang menemaninya; beliau benar-benar
sendirian; beliau melangkahkan kakinya di atas permukaan perahu.
Si
nahkoda perahu bertanya kepadanya: "Apa yang engkau inginkan?"
Mendengar pertanyaan itu, Nabi Yunus pun bangkit: "Saya ingin untuk
bepergian dengan perahu-perahu kalian. Apakah kita berlayar dalam waktu yang
lama?" Nabi Yunus ‘alaihi salam menampakkan suara yang penuh
kemarahan, rasa takut, dan kegelisahan. Nahkoda itu berkata sambil mengangkat
kepalanya : "Kita akan berlayar meskipun air tampak sedang
pasang." Nabi Yunus ‘alaihi salam berkata dengan mencoba sabar
dan menyembunyikan kegelisahannya: "Tidakkah engkau mendahului agar
jangan sampai pasang itu terjadi wahai tuanku?" Si nahkoda berkata: "Laut
kita biasanya terkena pasang, maka ia akan segera mereda ketika melihat seorang
musafir yang mulia." Nabi Yunus ‘alaihi salam bertanya: "Aku
akan pergi bersama kalian dan berapa ongkos perjalanan?" Si nahkoda
menjawab: "Kami tidak menerima ongkos selain emas." Nabi Yunus
‘alaihi salam berkata: "Tidak jadi masalah."
Nahkoda
itu memperhatikan Nabi Yunus ‘alaihi salam. Ia adalah seorang yang
berpengalaman di mana ia sering mondar-mandir dari satu pelabuhan ke pelabuhan
yang lain. Seringnya ia mengunjungi suatu tempat ke tempat yang lain
menjadikannya seorang lelaki yang mampu menangkap perasaan manusia. Nahkoda itu
merasakan dan mengetahui bahwa Nabi Yunus ‘alaihi salam lari dari
sesuatu. Nahkoda itu membayangkan bahwa Nabi Yunus melakukan suatu kesalahan
tetapi ia tidak berani untuk mengungkapkan kesalahan kepada pelakunya kecuali
jika pelakunya seorang yang bangkrut. Ia meminta kepada Nabi Yunus untuk
membayar ongkos sebanyak tiga kali lipat dari yang biasa dibayar musafir. Nabi
Yunus ‘alaihi salam saat itu merasakan kesempitan dalam dadanya dan
diliputi dengan kemarahan yang keras dan keinginan kuat untuk meninggalkan
negerinya sehingga ia pun memberikan apa yang diminta oleh si nahkoda.
Nahkoda
itu memperhatikan kepingan-kepingan emas yang ada di tangannya dan ia menggigit
sebagiannya dengan giginya. Barangkali ia akan menemukan potongan emas yang
palsu namun ia tidak menemukannya. Nabi Yunus ‘alaihi salam hanya
berdiri menyaksikan semua itu sementara dadanya tampak terombang-ambing :
terkadang naik dan terkadang turun laksana ayunan. Nabi Yunus ‘alaihi salam
berkata: "Tuanku tentukan bagiku kamarku. Aku tampak letih dan ingin
istirahat sebentar." Si nahkoda berkata: "Memang itu tampak di
raut wajahmu. Itu kamarmu," sambil ia menunjuk dengan tangannya.
Kemudian Nabi Yunus membaringkan diri di atas kasur dan beliau berusaha untuk
tidur tetapi usahanya itu sia-sia. Adalah gambar ikan kecil yang hancur
berbenturan dengan batu menyebabkan beliau tidak dapat tidur dengan tenang.
Nabi Yunus ‘alaihi salam merasakan bahwa atap kamar akan jatuh menimpa
dirinya. Akhirnya, Nabi Yunus tidur di atas kasurnya di mana kedua bola matanya
berputar-putar di atas atap kamar tetapi pandangan-pandangannya yang gelisah
itu tidak menemukan tempat perlindungan. Tempat tinggalnya di kamar itu dan
atapnya dan sisi-sisinya tampak semuanya akan runtuh. Nabi Yunus ‘alaihi
salam pun mulai mengeluh dan berkata: "Demikian juga hatiku yang
tergantung dalam jiwaku."
Nabi
Yunus di atas Perahu hingga Ditelan Ikan Nun
Kapal
yang ditumpangi baginda Yunus sarat dengan penumpang dan barang-barang. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
إِذْ أَبَقَ
إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ
“(Ingatlah)
ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan” (QS. Ash Shaffat : 40)
Setibanya
di tengah lautan, air laut bergelombang yang menimbulkan ombak besar. Kapal itu
hilang keseimbangan. Lalu, terumbang-ambing diterjang ombak yang ganas. Untuk
menyelamatkan kapal dan juga para penumpangnya, nakhoda kapal terpaksa membuat
keputusan untuk mengurangkan muatan kapal tersebut. Maka, beliau pun
mengarahkan agar kesemua muatan barang-barang dibuang ke dalam laut. Akan
tetapi, walaupun kesemua barang telah dibuang, namun kapal masih juga tidak
seimbang. Sekali lagi nakhoda terpaksa mencari jalan untuk menyelamatkan kapal
itu.
Kemudian
kepala perahu berteriak dan berkata: "Sungguh angin kencang bertiup
tidak seperti biasanya. Bersama kita seseorang lelaki yang salah sehingga
karenanya angin ini bertiup dengan kencang. Kita akan melakukan undian pada
semua awak. Barangsiapa yang namanya keluar kami akan membuangnya ke
lautan."
Nabi
Yunus ‘alaihi salam mengetahui bahwa ini adalah tradisi dari
tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh awak perahu jika mereka menghadapi
angin yang keras. Tetapi saat itu beliau terpaksa harus mengikutinya. Episode
penderitaan Nabi Yunus ‘alaihi salam akan dimulai. Beliau adalah seorang
Nabi yang mulia tetapi harus tunduk pada hukum ala berhala yang menganggap bahwa
lautan mempunyai tuhan. Dengan kepercayaan itu, mereka meyakini bahwa
bertiupnya angin yang kencang akibat murka dari tuhan. Oleh karena itu, harus
diadakan upaya untuk menenangkan dan memuaskan tuhan-tuhan yang mereka yakini
itu. Nabi Yunus ‘alaihi salam pun terpaksa mengikuti undian itu. Nama
beliau dimasukkan bersama dengan nama penumpang lainya, dan dilakukanlah
undian. Yang keluar justru namanya. Lalu diadakan undian yang kedua, dan kali
ini pun yang keluar nama Nabi Yunus ‘alaihi salam. Akhirnya, diadakan
undian yang ketiga. Lagi-lagi yang keluar nama Nabi Yunus ‘alaihi salam.
Kemudian ditetapkan bahwa Nabi Yunus ‘alaihi salam harus dibuang ke
lautan. Saat itu para awak penumpang memperhatikan Nabi Yunus. Nabi Yunus ‘alaihi
salam mengetahui bahwa beliau berbuat kesalahan ketika meninggalkan kaumnya
dalam keadaan marah. Nabi Yunus ‘alaihi salam mengira bahwa Allah subhanahu
wa ta’ala tidak akan menurunkan hukuman padanya. Namun ia dianggap salah
karena meninggalkan kaumnya tanpa izin-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala
memberikan pelajaran kepadanya.
Nabi
Yunus ‘alaihi salam berdiri di samping perahu dan melihat lautan yang
dipenuhi dengan ombak yang mengerikan. Dunia saat itu gelap dan di sana tidak
ada cahaya bulan. Bintang-bintang bersembunyi di balik kegelapan. Warna air
tampak gelap dan hawa dingin menembus tulang. Alhasil, air menutupi segala
sesuatu. Kemudian nahkoda perahu berteriak: "Lompatlah wahai musafir
yang misterius." Tiupan angin semakin kencang. Nabi Yunus ‘alaihi
salam berusaha menjaga keseimbangannya, dan beliau menampakkan
keberaniannya saat ingin terjun ke lautan. Nabi Yunus ‘alaihi salam pun
terjun dan berada di permukaan lautan laksana sampan yang mengambang. Ikan paus
berada di depannya. Ikan itu mulai tersenyum karena Allah subhanahu wa
ta’ala telah mengirim padanya makanan malam. Kemudian ikan itu menangkap
Nabi Yunus ‘alaihi salam di tengah-tengah ombak. Kemudian ikan itu
kembali ke dasar lautan. Ikan itu kembali dalam keadaaan puas setelah memenuhi
perutnya. Berkaitan dengan inilah, Nabi Yunus
kemudian dikenal dengan sebutan Dzun Nun Si Empu Paus).
Nabi
Yunus ‘alaihi salam sangat terkejut ketika mendapati dirinya dalam perut
ikan. Ikan itu membawanya ke dasar lautan dan lautan membawanya ke kegelapan
malam. Tiga kegelapan : kegelapan di dalam perut ikan, kegelapan di dasar
lautan, dan kegelapan malam. Nabi Yunus ‘alaihi salam merasakan bahwa
dirinya telah mati. Beliau mencoba menggerakan panca inderanya dan anggota
tubuhnya masih bergerak. Kalau begitu, beliau masih hidup. Beliau terpenjara
dalam tiga kegelapan.
Nabi
Yunus ‘alaihi salam mulai menangis dan bertasbih kepada Allah. Beliau
mulai melakukan perjalanan menuju Allah saat beliau terpenjara di dalam tiga
kegelapan. Hatinya mulai bergerak untuk bertasbih kepada Allah, dan lisannya
pun mulai mengikutinya. Beliau mengatakan :
لَا إِلَـٰهَ
إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
"Tiada
Tuhan selain Engkau ya Allah. Wahai Yang Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk
orang yang menganiaya diri sendiri." (QS. Hud : 87)
Ketika
terpenjara di perut ikan, beliau tetap bertasbih kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Ikan itu sendiri tampak kelelahan saat harus berenang cukup jauh.
Kemudian ikan itu tertidur di dasar lautan. Sementara itu, Nabi Yunus ‘alaihi
salam masih bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau tidak
henti-hentinya bertasbih dan tidak henti-hentinya menangis. Beliau tidak makan,
tidak minum, dan tidak bergerak. Beliau berpuasa dan berbuka dengan tasbih.
Ikan-ikan yang lain dan tumbuh-tumbuhan dan semua makhluk yang hidup di dasar
lautan mendengar tasbih Nabi Yunus ‘alaihi salam. Tasbih itu berasal
dari perut ikan paus ini. Kemudian semua makhluk-makhluk itu berkumpul di
sekitar ikan paus itu dan mereka pun ikut bertasbih kepada Allah subhanahu
wa ta’ala. Setiap dari mereka bertasbih dengan caranya dan bahasanya
sendiri.
Ikan paus yang memakan Nabi Yunus ‘alaihi salam itu terbangun dan mendengar suara-suara tasbih begitu riuh dan gemuruh. Ia menyaksikan di dasar lautan terjadi suatu perayaan besar yang dihadiri oleh ikan-ikan dan hewan-hewan lainya, bahkan batu-batuan dan pasir semuanya bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan ia pun tidak ketinggalan ikut serta bersama mereka bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan ia mulai menyadari bahwa ia sedang menelan seorang Nabi. Ikan paus itu merasakan ketakutan tetapi ia berkata dalam dirinya mengapa aku takut? Bukankah Allah subhanahu wa ta’ala yang memerintahkan aku untuk memakannya. Nabi Yunus ‘alaihi salam tetap tinggal di perut ikan selama beberapa waktu yang kita tidak mengetahui batasannya. Ada yang mengatakan Nabi Yunus ‘alaihi salam tinggal di dalam perut ikan selama 3 hari, 7 hari, bahkan 40 hari. Selama itu juga beliau selalu memenuhi hatinya dengan bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan selalu menampakkan penyesalan dan menangis: "Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah Yang Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri."
Ikan paus yang memakan Nabi Yunus ‘alaihi salam itu terbangun dan mendengar suara-suara tasbih begitu riuh dan gemuruh. Ia menyaksikan di dasar lautan terjadi suatu perayaan besar yang dihadiri oleh ikan-ikan dan hewan-hewan lainya, bahkan batu-batuan dan pasir semuanya bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan ia pun tidak ketinggalan ikut serta bersama mereka bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan ia mulai menyadari bahwa ia sedang menelan seorang Nabi. Ikan paus itu merasakan ketakutan tetapi ia berkata dalam dirinya mengapa aku takut? Bukankah Allah subhanahu wa ta’ala yang memerintahkan aku untuk memakannya. Nabi Yunus ‘alaihi salam tetap tinggal di perut ikan selama beberapa waktu yang kita tidak mengetahui batasannya. Ada yang mengatakan Nabi Yunus ‘alaihi salam tinggal di dalam perut ikan selama 3 hari, 7 hari, bahkan 40 hari. Selama itu juga beliau selalu memenuhi hatinya dengan bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan selalu menampakkan penyesalan dan menangis: "Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah Yang Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri."
Doa Yunus menembus Arsy, sampai-sampai para malaikat berkata, ‘Ya
Rabb, sepertinya ini adalah suara orang lemah yang sudah dikenali, yang datang
dari negeri yang jauh dan asing’. Allah bertanya, ‘Tahukan kalian, suara
siapakah itu?’ Malaikat menjawab, ‘Suara siapakah itu?’ Allah
berkata, ‘Itu adalah suara Yunus, hamba-Ku’. Malaikat berkata, ‘Yunus
yang amalnya senantiasa naik ke langit dan doanya dikabulkan? Ya Rabb, tidakkah
Engkau menaruh belas-kasih padanya lantaran dia senantiasa memuji-Mu di saat
senang, dengan begitu Engkau selamatkan ia di saat terjepit seperti ini?’
Allah menjawab, ‘Ya, tentu saja’. Maka, Allah memerintahkan kepada ikan paus
untuk melemparkan Nabi Yunus ke daerah tandus di suatu pulau yang ditentukan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Ikan
itu pun menaati perintah Ilahi. Tubuh Nabi Yunus ‘alaihis salam
merasakan kepanasan di perut ikan. Beliau tampak sakit, lalu matahari bersinar
dan menyentuh badannya yang kepanasan itu. Beliau berteriak karena tidak
kuatnya menahan rasa sakit namun beliau mampu menahan diri dan kembali
bertasbih. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menumbuhkan pohon Yaqthin,
yaitu pohon yang daun-daunnya lebar yang dapat melindungi dari sinar matahari.
Dan Allah subhanahu wa ta’ala menyembuhkannya dan mengampuninya. Allah subhanahu
wa ta’ala memberitahunya bahwa kalau bukan karena tasbih yang diucapkannya
niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan sampai hari kiamat.
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَإِنَّ
يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ إِذْ
أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ فَسَاهَمَ
فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ فَالْتَقَمَهُ
الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ فَلَوْلَا
أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ
فِي بَطْنِهِ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ فَنَبَذْنَاهُ
بِالْعَرَاءِ وَهُوَ سَقِيمٌ وَأَنبَتْنَا
عَلَيْهِ شَجَرَةً مِّن يَقْطِينٍ وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَىٰ مِائَةِ
أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ فَآمَنُوا
فَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَىٰ حِينٍ
"Sesungguhnya
Yunus beriar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang
penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah
dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau
sekiranya ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia
akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami
lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan kami
tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada
seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan
kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu." (QS. Ash-Shaffat :
139-148)
وَذَا
النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ
فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ
الظَّالِمِينَ فَاسْتَجَبْنَا
لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ
وَكَذَٰلِكَ نُنجِي الْمُؤْمِنِينَ
"Dan
(ingatlah kisah) Dzunnun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah,
lalu mereka menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya),
maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah
orang-orang yang lalim.' Maka Kami telah memperkenankan doanya dan
menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang
yang beriman."
(QS. Al-Anbiya' : 87-88)
Allah
Yang Maha Penyayang menumbuhkan pohon labu, agar Nabi Yunus yang kurus dan
lemah tak berdaya dapat bernaung dan memakan buahnya. Setelah pulih, ia
diperintahkan kembali ke Ninawa, dimana ia kemudian kaget melihat perubahan
penduduk Ninawa yang telah beriman kepada Allah. Nabi Yunus kemudian mengajari
mereka yang jumlahnya 100.000 orang atau lebih, dengan tauhid dan
menyempurnakan iman mereka.
Penjelasan
Nabi Yunus Meninggalkan Kaumnya
Kita
sekarang ingin membahas masalah yang menurut ulama disebut sebagai dosa Nabi
Yunus. Apakah Nabi Yunus ‘alaihi salam melakukan suatu dosa dalam
pengertian yang hakiki, dan apakah para nabi memang berdosa? Jawabannya adalah:
Para nabi adalah orang-orang yang maksum tetapi kemaksuman ini tidak berarti
bahwa mereka tidak melakukan sesuatu yang menurut Allah subhanahu wa ta’ala
itu pantas mendapatkan celaan (hukuman). Jadi masalahnya agak relatif. Menurut
orang-orang yang dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala : Kebaikan
orang-orang yang baik dianggap keburukaan bagi al-Muqarrabin (orang-orang yang
dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala). Ini memang benar. Sekarang,
marilah kita amati kasus Nabi Yunus ‘alaihi salam. Beliau meninggalkan
desanya yang banyak dipenuhi oleh orang-orang yang menentang. Seandainya ini
dilakukan oleh orang biasa atau oleh orang yang saleh selain Nabi Yunus ‘alaihi
salam maka hal itu merupakan suatu kebaikan dan karenanya ia diberi pahala.
Sebab, ia berusaha menyelamatkan agamanya dari kaum yang durhaka. Tetapi Nabi
Yunus ‘alaihi salam adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah subhanahu
wa ta’ala kepada mereka. Seharusnya ia menyampaikan dakwah di jalan Allah subhanahu
wa ta’ala dan ia tidak peduli dengan hasil dakwahnya. Tugas beliau hanya
sekadar menyampaikan agama. Keluarnya beliau dari desa itu— dalam kacamata para
nabi—adalah hal yang mengharuskan datangnya pelajaran dari Allah subhanahu
wa ta’ala dan hukuman-Nya padanya.
Allah
subhanahu wa ta’ala memberikan suatu pelajaran kepada Nabi Yunus ‘alaihi
salam dalam hal dakwah di jalan-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala
mengutusnya hanya untuk berdakwah. Inilah batasan dakwahnya dan beliau tidak
perlu peduli dengan kaumnya yang tidak mengikutinya dan karena itu beliau tidak
harus menjadi sedih dan marah. Nabi Luth‘alaihi salam tetap tinggal di
kaumnya meskipun selama bertahun-tahun berdakwah beliau tidak mendapati seorang
pun beriman. Meskipun demikan, Nabi Luth ‘alaihi salam tidak
meninggalkan mereka. Ia tidak lari dari keluarganya dan dari desanya. Beliau
tetap berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga datang
perintah Allah subhanahu wa ta’ala melalui para malaikat-Nya yang
mengizinkan beliau untuk pergi. Saat itulah beliau pergi. Seandainya beliau
pergi sebelumnya niscaya beliau akan mendapatkan siksaan seperti yang diterima
oleh Nabi Yunus. Jadi, Nabi Yunus ‘alaihi salam keluar tanpa izin. Lalu
perhatikan apa yang terjadi pada kaumnya. Mereka telah beriman setelah keluarnya
Nabi Yunus ‘alaihi salam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
فَلَوْلَا
كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا
آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَىٰ حِينٍ
"Dan
mengapa tidak ada penduduk suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat
kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami
hilangkan dari mereka adzab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami
beri kesenangan kepada mereka sampai waktu yang tertentu." (QS. Yunus : 98)
Demikianlah,
desa Nabi Yunus ‘alaihi salam beriman. Seandainya ia tetap tinggal
bersama mereka niscaya ia akan mengetahuinya dan hatinya menjadi tenang serta
kemarahannya akan menjadi hilang. Tampaknya beliau tergesa-gesa dan tentu sikap
tergesa-gesa ini berangkat dari keinginannya agar manusia beriman. Usaha Nabi
Yunus ‘alaihi salam untuk meninggalkan mereka adalah sebagai ungkapan kemarahannya
kepada mereka atas ketidakimanan mereka. Maka Allah subhanahu wa ta’ala
menghukumnya dan mengajarinya bahwa tugas seorang nabi hanya menyampaikan
agama. Seorang nabi tidak dibebani urusan keimanan manusia; seorang nabi tidak
bertanggung jawab atas pengingkaran manusia; dan seorang nabi tidak dapat
memberikan hidayah (petunjuk) kepada mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala agar dalam berdakwah tidak seperti Nabi
Yunus ‘alaihis salam, dan harus bersabar melayani ummat. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
فَاصْبِرْ
لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُن كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَىٰ وَهُوَ مَكْظُومٌ
“Maka
bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu
seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo'a sedang
ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).” (QS. Al Qalam : 48)
Setelah
itu, Allah subhanahu wa ta’ala memerintah agar Nabi Yunus berdakwah kembali
ke negerinya yang penduduknya hampir seratus ribu orang. Mereka semua menerima
dakwah Nabi Yunus dengan hati yang terbuka dan beriman kepada ajaran tauhid
yang dibawa oleh baginda Yunus ‘alaihis salam.
Kitab
Yunus dalam Perjanjian Lama
Kitab
Yunus adalah kitab kelima dalam kumpulan kitab yang disebut Nabi-nabi Kecil
dalam Perjanjian Lama. Kitab ini berbeda dengan kitab-kitab nabi lainnya karena
kitab ini tidak berisi ucapan-ucapan sang nabi kepada Israel, melainkan
menceritakan pengalaman Nabi Yunus, ketika ia mencoba menghindari perintah
Tuhan.
Dalam
bahasa Ibrani, Yunus disebut Yonah yang berarti “merpati”. Tokoh Yunus sendiri
didasarkan pada tokoh yang tak begitu dikenal, yang hidup pada masa
pemerintahan Yerobeam II (786-746 SM). Dalam Perjanjian Lama, Yunus bin Amittai
hanya disebutkan di luar kitab Yunus sendiri yakni dalam II Raja-raja 14:25.
(Untuk informasi lebih jauh tentang tokoh ini sendiri, lihat artikel Yunus).
Kitab ini sendiri kemungkinan ditulis pada masa pasca-pembuangan (setelah 530
SM) dan didasarkan pada tradisi lisan yang telah diturunkan sejak abad ke-8 SM.
Yunus dianggap sebagai salah seorang nabi kecil, karena bukunya aslinya ditulis
bersama-sama dengan kitab-kitab kenabian lainnya yang lebih kecil dalam sebuah
gulungan saja (yang juga dikenal sebagai Kitab yang Duabelas).
Sebagai
bagian dari Perjanjian Lama, kitab ini terdapat dalam Tanakh Yahudi dan Alkitab
Kristen. Kisahnya mempunyai sejarah penafsiran yang menarik (lihat bawah) dan
telah menjadi cerita termasyhur melalui cerita-cerita populer anak-anak. Dalam
Yudaisme kitab ini adalah Haftarah untuk dibaca pada sore hari pada perayaan
Yom Kippur karena kisahnya sendiri menceritakan kesediaan Allah untuk
mengampuni mereka yang bertobat.
Garis
Besar Kitab Yunus
Kitab
Yunus pada intinya adalah sebuah cerita tentang sifat Allah. Karena itu, kitab
ini dapat dibagi menajdi empat bagian, masing-masing dipisahkan kira-kira
menurut pasalnya :
(1)
Kedaulatan Allah,
(2)
Pembebasan Allah,
(3)
Belas kasih Allah, dan
(4)
Kebenaran Allah.
Kitab
ini juga dapat dibagi sebagai berikut:
Pengutusan
pertama Allah dan pemberontakan Yunus
Pembebasan
Allah atas Yunus dan doa syukur Yunus
Pengutusan
kedua Allah dan ketaatan Yunus
Pembebasan
Allah atas Niniwe dan cemberutnya Yunus yang menunjukkan rasa tidak berterima
kasihnya
Dalam
paruh pertama kitab ini, pembebasan Allah diperlihatkan melalui kedaulatan-Nya.
Di paruh kedua, pembebasan Allah diperlihatkan melalui belas kasih-Nya.
Akhirnya, Allah menyatakan kebenaran-Nya dengan memilih untuk memaksa dan
berubah pikiran.
Isi
kitab
Tuhan
menyuruh dia pergi ke kota Niniwe, ibukota kerajaan Asyur, musuh Israel. Tetapi
Yunus tidak mau pergi ke kota itu untuk menyampaikan pesan Tuhan, karena ia
yakin bahwa kalau orang Niniwe berhenti berbuat dosa, Tuhan tidak akan
menjalankan rencana-Nya untuk menghancurkan kota itu.
Akhirnya,
setelah beberapa kejadian yang mengesankan, Yunus menaati perintah Tuhan,
tetapi kemudian ia mendongkol, karena Niniwe tidak jadi dihancurkan.
Amanat
kitab Yunus ialah bagaimana Tuhan berkuasa mutlak atas ciptaan-Nya. Tetapi
lebih-lebih, buku ini menggambarkan Tuhan Yang Mahapenyayang dan pengampun,
Tuhan yang lebih suka mengampuni dan menyelamatkan suatu bangsa daripada
menghukum dan menghancurkannya, biarpun bangsa itu musuh umat-Nya sendiri.
Konon
kitab Yunus ditulis olehnya sendiri. Kitab Yunus dirujuk oleh Yesus dalam
Perjanjian Baru (Matius 12:39, 40; Lukas 11:29).
Quran Surat Yunus
Surat
Yunus (Arab: ينوس ,
Yūnus, “Nabi Yunus”) adalah surat ke-10 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri atas
109 ayat dan termasuk golongan surah Makkiyah kecuali ayat 40, 94, 95, yang
diturunkan di Madinah. Sebagian besar
surat Yunus tergolong Makkiyah, yang turun sebelum Muhammad hijrah ke Madinah
kecuali ayat 40, 94, dan 95 yang termasuk Madaniyyah. Dalam penggolongan surah,
surah Yunus termasuk kategori surah Al-Mi’un, yaitu surah-surah Al-Qur’an yang
ayatnya berjumlah seratusan karena surah ini terdiri dari 109 ayat. Namun ada
juga yang berpendapat surah ini termasuk golongan surah as-Sab’ut Thiwal atau
“Tujuh Surah yang Panjang”. Dalam mushaf Utsmani, surah ini merupakan surah
ke-51 yang diturunkan setelah surah Al-Isra’, surah ke-17 dalam al-Qur’an dan
sebelum surah Hud, surah ke-11. Seluruh isi surah ini masuk ke dalam Juz 11 dan
diletakkan setelah surah At-Taubah dan sebelum surah Hud. Surah ini terdiri
atas 11 ruku’. Sedangkan topik utama yang dibahas dalam surah ini meliputi
masalah akidah, iman kepada Allah, kitab-kitab dan rasul-Nya, serta Hari
kebangkitan dan pembalasan.
Surat
Yunus diawali dengan ayat Mutasyabihat Ali Lam Ra dan diakhiri dengan ayat yang
membahas perlunya mengikuti aturan Allah dan bersabar baik dalam ketaatan
maupun musibah. Surat ini dinamakan Yunus merupakan sebuah simbolis dan bukan
berarti surat ini berisi kisah Yunus. Bahkan, kisah terpanjang dalam surat ini
adalah kisah Nabi Musa dan Bani Israil dengan Fir’aun yaitu pada ayat 75 hingga
93. Hanya ayat ke-98 dari surat inilah yang menyebut kata “Yunus”. Menurut
pengamatan, ayat 98 merupakan bagian terpenting dari surah ini.
Isi
- Tanda-Tanda Kebesaran Allah Dalam Alam Semesta (1-109)
- Wahyu dan dasar-dasar kebenarannya (1-6)
- Pembalasan terhadap pengingkaran dan penerimaan wahyu (7-18)
- Manusia adalah satu umat yang memeluk agama yang satu (19-20)
- Perlakuan Allah yang penuh rahmat (21-24)
- Seruan Allah ke Darus Salam dan penolakan terhadapnya (25-30)
- Bukti-bukti kekuasaan Allah yang membatalkan kepercayaan orang musyrik (31-36)
- Jaminan Allah tentang kemurnian Al-Qur’an (37-53)
- Penyesalan manusia di akhirat kelak (54-60)
- Segala perbuatan manusia tidak lepas dari pengawasaan Allah (61)
- Wali-wali Allah dan berita gembira bagi mereka (62-70)
- Kisah Nabi Nuh, Nabi Musa, dan Nabi Yunus sebagai teladan bagi manusia (71-103)
- Da’wah Islam (104-109)
Pokok-pokok
isi
- Keimanan: Al Quran bukanlah sihir, Allah mengatur alam semesta dari Arasy-Nya; syafa’at hanyalah dengan izin Allah; Wali-wali Allah; wahyu Allah yang menerangkan yang gaib kepada manusia; Allah menyaksikan dan mengamat-amati perbuatan hamba-hamba-Nya di dunia; Allah tidak mempunyai anak.
- Hukum: Menentukan perhitungan tahun dan waktu dengan perjalanan matahari dan bulan; hukum mengada-adakan sesuatu terhadap Allah dan mendustakan ayat-ayat-Nya.
- Kisah-kisah:Kisah Nabi Nuh ‘alaihis salam dengan kaumnya; Nabi Musa alaihis salam dengan Fir’aun dan tukang-tukang sihir; kisah Bani Israil setelah ke luar dari negeri Mesir; Nabi Yunus alaihis salam dengan kaumnya.
- Dan lain-lain: Manusia ingat kepada Allah di waktu kesukaran dan lupa di waktu senang; keadaan orang-orang baik dan orang-orang jahat di hari kiamat; Al Quran tidak dapat ditandingi; rasul hanya menyampaikan risalah.
Do’a
Nabi Yunus dalam Perut Ikan Nun
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَذَا
النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ
فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ
الظَّالِمِينَ فَاسْتَجَبْنَا
لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ
وَكَذَٰلِكَ نُنجِي الْمُؤْمِنِينَ
"Dan
(ingatlah kisah) Dzunnun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah,
lalu mereka menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya),
maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah
orang-orang yang lalim.' Maka Kami telah memperkenankan doanya dan
menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang
yang beriman."
(QS. Al-Anbiya' : 87-88)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
دَعْوَةُ
ذِى النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِى بَطْنِ الْحُوتِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا
رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ
“Doa Dzun Nuun (Nabi Yunus)
ketika ia berdoa dalam perut ikan paus adalah: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA
INNII KUNTU MINADZ DZAALIMIIN (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali
Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk diantara orang-orang
yang berbuat aniaya). Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengannya
dalam suatu masalah melainkan Allah kabulkan baginya.” (HR. Ahmad,
Tirmidzi no. 3505, Nasaa-i, Hakim, dan Baihaqi. Lihat Shahih Jami'us Shaghir
No. 3383).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Jarir dan beberapa
perawi hadits yang lain dari Sa’ad bin Abi
Waqqash ‘alaihis salam disebutkan bahwa orang
Islam yang berdoa dengannya untuk suatu urusan pasti dikabulkan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Siapa
pun
orang Islam yang membaca doa itu saat sedang sakit sebanyak 40 kali lalu dia mati, maka dia
diberi pahalanya orang yang mati syahid.
Apabila dia sembuh maka dosa-dosanya
terampuni.” (HR.Al-Hakim)
Doa ini banyak terbukti istijabah-nya apabila rutin dibaca sebanyak 41 kali –tanpa pemisah –
setelah salat Subuh selama 40 hari
berturut-turut. Alhasil, ketika sedang punya
urusan penting atau ditimpa masalah dianjurkan memperbanyak doa ini.
Sumber: Abwâbul-Faraj, Sayid Muhammad bin
Alawi al-Maliki al-Hasani
Rahasia Makbulnya dengan Doa Nabi Yunus
Ibnu
sunni meriwayatkan : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan
bahwa barangsiapa yang membaca kalimah ini, orang itu akan dilapangkan Allah
dari segala kesempitan. Kalimat itu ialah doa yang diucapkan oleh nabi Allah
Yunus ketika di dalam perut ikan Nun.
لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ
إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau,
Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk diantara
orang-orang yang berbuat aniaya
Maksudnya : "Sesungguhnya tiada
Tuhan (yang dapat menolong) melainkan Engkau (ya Allah)! Maha Suci Engkau (daripada melakukan aniaya, maka tolonglah
aku)!
Sesungguhnya aku termasuk dari
orang-orang yang menganiaya diri sendiri"
Allah
telah mengilhamkan Nabi Allah Yunus untuk membaca doa tersebut. Dan ketika Nabi
Allah Yunus membaca doa tersebut, baginda terasa lapang dan tenang. Akhirnya
Nabi Allah Yunus diselamatkan oleh Allah dengan memerintahkan agar ikan nun memuntahkan
Nabi Yunus dan didamparkan di tepi pantai.
Jadi,
jika kita mendapatkan kesusahan dan merasa sulit untuk dapat menyelesaikan
kesusahan tersebut, bahkan secara akal merasa tidak mungkin atau mustahil dapat
menyelesaikan secara sendiri atau minta bantuan orang lain, maka bacalah doa
ini. Berdoa dengan penuh pengharapan dan penuh keyakinan atas pertolongan
Allah. Insya Allah maqbul. Dzikir ini juga dapat mengukuhkan iman dan
menimbulkan keinsafan di dalam diri kita. Tatkala kita membacanya patut kita
hayati sungguh-sungguh bahwa kita telah mendzalimi diri sendiri. Oleh karena itu
kita perlu bertaubat daripada segala dosa, baik kecil atau besar, yang disadari
atau tidak, terhadap manusia atau dosa terhadap Allah. Mudah mudahan Allah
mengampunkan segala dosa kita dan melapangkan segala kesempitan kita.
Sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Doa saudaraku Yunus amat
menakjubkan; permulaannya tahlil, pertengahannya tasbih dan penghujungnya
pengakuan melakukan dosa. Sesiapa yang berdukacita, berada dalam kekusutan,
ditimpa kesusahan dan dibebani hutang pada suatu hari, lalu ia membacanya sebanyak
tiga kali, niscaya dimakbulkan untuknya.”
Rahasia
Pertama
Perhatikan
bahwa doa ini dibuka dengan kalimah tauhid “Laa ilaaha illallaah”
artinya “Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah”. Kalimah tauhid
tidak sekadar bermaksud tiada tuhan yang berhak aku sembah kecuali Allah,
tetapi dalam konteks ini juga bermaksud tiada tuhan yang patut aku mengadu,
mengharapkan keampunan dan menghajatkan keselamatan kecuali Allah. Pembukaan
seperti ini membuktikan kemantapan dan kemurnian tauhid Nabi Yunus di mana
beliau tidak mengadu, mengeluh dan berharap kepada siapapun kecuali hanya
kepada Allah saja.
Ini
merupakan manhaj para Nabi dan Rasul yang mesti kita ikuti.
Perhatikan – sebagai contoh lain – sikap Nabi Ayyub ‘alaihis salam ketika beliau ditimpa penyakit. Beliau tidak mengadu kepada para dokter atau selainnya, tetapi mengadu kepada Allah saja :
Perhatikan – sebagai contoh lain – sikap Nabi Ayyub ‘alaihis salam ketika beliau ditimpa penyakit. Beliau tidak mengadu kepada para dokter atau selainnya, tetapi mengadu kepada Allah saja :
وَأَيُّوبَ
إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Dan (ingatlah
kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara
semua penyayang.”
(QS.
Al-Anbiya 21 : 83)
Rahasia
Kedua
Seterusnya
Nabi Yunus ‘alaihis salam mengucapkan “Subhaanaka“ artinya “Maha
Suci Engkau (ya Allah)”, berarti mensucikan Allah dari semua bentuk kedzaliman
atau penganiayaan. Lebih mendalam, Nabi Yunus ‘alaihis salam mensucikan
Allah, bahwa apa yang menimpanya saat itu (ketika ditelan oleh ikan paus)
bukanlah merupakan satu bentuk penganiayaan oleh Allah ke atas dirinya.
Pensucian
ini penting ditegaskan karena kadangkala ketika ditimpa kesusahan, kita marah
atau menyalahkan siapapun termasuk Allah. Bahkan kita menuduh Allah dikatakan
sudah tidak saying lagi sama diri. Maha Suci Allah dari menganiaya manusia, tetapi
manusialah yang menganiaya diri mereka sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman mengenai orang Yahudi yang
suka menganiaya diri mereka sendiri :
وَعَلَى
الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا مَا قَصَصْنَا عَلَيْكَ مِن قَبْلُ ۖ
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَـٰكِن كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Dan terhadap
orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu
kepadamu;
dan tiadalah Kami menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri.” (QS.
Al-Nahl 16 : 118)
Rahasia
Ketiga
Walaupun
Nabi Yunus ‘alaihis salam berada dalam perut ikan yang gelap, bau dan
tidak makan dan minum, tetapi terus mengaku akan kesalahannya dengan berkata: “Innii
kuntu minazh zhaalimiin” artinya “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang menganiaya diri sendiri.” Nabi Yunus ‘alaihis salam berdoa
kepada Allah, dengan memilih cara yang lebih lembut, beradab lagi merendah
diri, yakni dengan mengakui kesalahan dirinya sendiri. Dan ini merupakan bentuk
permohonan ampun kepada Allah, walaupun tidak diucapkan “permohonan ampunnya”.
Selain
itu Nabi Yunus ‘alaihis salam sadar bahwa kesusahan yang menimpanya saat
itu, ditelan oleh ikan paus, merupakan kesan dari kesalahan dirinya sendiri
yang melarikan diri dari tugas dakwah yang Allah amanahkan kepadanya. Merupakan
sesuatu yang sudah maklum bahwa salah satu faktor seseorang itu ditimpa
kesusahan dan kesulitan adalah karena dosa-dosa hasil dari kesalahan yang
pernah dilakukan sendiri. Allah menyatakan hakikat ini :
وَمَا
أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja
musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah mema'afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Ash Shura 42 : 30)
Amalan
Infirodi Da’i dari H. Abdul Wahab, Amir Pakistan
لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ
إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
LAA
ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA
INNII
KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN
Dibaca
300 kali/hari – 1000 kali/hari
Fadhilah
:
a.
Dimudahkan untuk mendapatkan tasykilan
b. Dimudahkan untuk menggerakkan
ummat agar keluar huruj fi sabilillah.
c.
Allah akan selesaikan masalah infirodi dan ijtima’i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar