SENYUM ITU SEDEKAH
Semua
orang pasti pernah tersenyum. Senyum adalah bagian dari gerak tubuh yang diekspresikan secara alamiah. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa senyum adalah gerak tawa
ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukan rasa senang, gembira, dan suka
cita dengan mengembangkan bagian bibir sedikit.
Senyum
merupakan ekspresi positif. Dengan tersenyum seseorang memberi kesan baik
kepada orang lain. Terkecuali jika senyum itu diungkapkan dengan terpaksa. Memberi senyum merupakan kebaikan.
Sebab dengan begitu ia menyenangkan orang lain. Pahalanya sama dengan seperti
bersedekah. Itu sebabnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senang tersenyum kepada orang lain.
Jarir bin abdillah radhiyallahu
‘anhu pernah bercerita “Sejak aku masuk Islam, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam tidak pernah menghalangiku untuk menemuinya, beliau selalu tersenyum
kepadaku. (HR Bukhari). Nabi senantiasa mengekspresikan mukanya dengan
senyum. Nabi juga mengajarkan kepada kita untuk berlemah lembut, sebab lemah
lembut merupakan rahmat dari Allah.
Memang
tersenyum merupakan hal sederhana. Banyak
orang menyepelekannya. Padahal senyum kepada orang lain mengandung banyak
manfaat. Tidak hanya bagi orang lain, tapi juga bagi orang yang
melakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Janganlah
kamu keremehkan kebaikan sekecil apapun, sekalipun itu hanya bermuka manis saat
berjumpa saudaramu.” (HR. Muslim).
Menyembuhkan
Penyakit
Dari
segi kesehatan, tersenyum sangat positif. Orang tersenyum akan memperoleh
banyak manfaat untuk kesehatan tubuh dan kejiwaan. Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam sendiri
membuktikan nya. Kondisi Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam senantiasa
sehat. Salah satu resepnya karena Nabi murah senyum ketika berinteraksi dengan
keluarga maupun para sahabat.
Menurut
penelitian senyum bisa memperdayai tubuh, sehingga perasaan bisa berubah.
Ketika seseorang tersenyum, ia akan membuat suasana menjadi lebih riang. Orang
di sekitar pasti ikut tersenyum dan merasa lebih bahagia.
Senyum
menghilangkan gejala stress. Senyuman
bisa menghilangkan mimik lelah, bosan dan sedih. Senyum membuat sistem imun tubuh bekerja maksimal saat seseorang
rileks. Senyum juga membuat kita awet muda. Di samping itu juga senyum membuat
kita terlihat sukses. Orang yang tersenyum terlihat lebih percaya diri dan bisa
diandalkan.
Seorang
dokter, Mark Stibich, Ph.D. menulis artikel tentang senyum di sebuah media di
Amerika. Menurut dia senyum membuat orang lebih menarik. Orang
banyak senyum punya daya tarik. Hal ini juga bisa membuat perasaan orang di
sekitar nyaman dan senang. Sebaliknya orang yang cemberut, merengut,
mengerutkan kening dan menyeringai membuat orang di sekitarnya menjadi tidak
nyaman. Dipastikan orang yang banyak tersenyum memiliki banyak teman. Senyum
juga bisa mengubah perasaan. Jika kita sedang sedih, cobalah tersenyum. Senyuman
akan mebuat perasaan menjadi lebih baik.
Senyum
yang dianjurkan nabi adalah senyum yang tulus dan ikhlas. Ketulusan dan keikhlasan itu penting,
sebab disitulah nilai pahala itu tersimpan. Senyum yang tulus itu hukumnya
sunnah. Sama seperti sedekah. Tapi jika senyum diungkapkan secara terpaksa,
maka akan bernilai lain. Sesuatu yang baik akan berubah menjadi jelek, bahkan
dibenci Allah.
Senyum
yang terpaksa bisa mengandung unsur kebohongan. Senyuman
dibuat buat dan tidak jujur. Senyuman
seperti ini bagian dari sifat munafik. Allah
sangat membenci orang yang munafik. Salah satu cirinya adalah ia tersenyum
namun sebenarnya benci kepada orang yang ia senyumi.
Senyum
yang mengandung nilai sedekah adalah senyum yang tulus, ikhlas, tidak anipulative
dan bertujuan menyenangkan orang lain. Ketika orang senang, ia ikut senang.
Seperti itulah orang mukmin sejati,
Indahnya Bila Tersenyum
“Senyumanmu di hadapan saudaramu adalah
sedekah.” (al-hadits)
Kutipan hadits di atas adalah satu dari sekian riwayat Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam tentang faedah senyum. Di antaranya, sebagai tips hidup bahagia, sikap manis dan ramah termasuk bisa menghapus dosa. Dan wajah yang berseri – seri juga termasuk akhlak yang baik, berkata Ibnu Mubarak : “Akhlak yang baik adalah wajah yang berseri-seri, menebarkan kebaikan dan tidak suka mengganggu.” Agar wajah berseri – seri mesti senyum kan??
Kutipan hadits di atas adalah satu dari sekian riwayat Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam tentang faedah senyum. Di antaranya, sebagai tips hidup bahagia, sikap manis dan ramah termasuk bisa menghapus dosa. Dan wajah yang berseri – seri juga termasuk akhlak yang baik, berkata Ibnu Mubarak : “Akhlak yang baik adalah wajah yang berseri-seri, menebarkan kebaikan dan tidak suka mengganggu.” Agar wajah berseri – seri mesti senyum kan??
Akhir – akhir ini di negara kita tercinta, senyuman sudah
menjadi barang langka. Padahal, negara kita sudah di kenal sebagai orang-orang
yang murah senyum. Kira-kira kenapa kok bisa berubah menjadi kecemberutan,
bermuka sinis gitu yaa? Mmm..Mungkin bangsa kita ini memandang
suatu persoalan secara emosional. Kalau
begitu, tidak heran muncul kebencian, perseteruan tak pernah selesai. Padahal, dengan senyum persoalan yang
cukup rumit pun bisa di selesaikan dengan baik. Tak perlu cemberut atau marah-marah ndak jelas.
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya, “Kamu tidak akan
pernah meraih simpati orang lain dengan harta benda yang kau miliki, tetapi
kamu bisa menarik simpati orang dengan wajah ceria (senyum) dan akhlak yang
baik.” (HR. Abu Ya’la dan Baihaqi).
Di riwayatkan pula oleh Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha pernah di tanya bagaimana sikap Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi
wasallam jika di rumah. Di jawab, “Beliau orang yang paling
lembut, murah senyum dan suka tertawa.” (HR.
Ibnu Sa’ad dan Ibnu Asakir).
MANFAAT SENYUM
Mm,
ada sebuah penelitian bahwa senyum akan membawa energi bahagia pada tubuh. Ini
sesuai dengan Teory Facial Feed Back Hypothesis yang di kemukakan oleh ahli di
Amerika Serikat. Yaitu oleh
Laird dan kawan-kawan. Selain Laird, Darwin dan Hodkinson juga menerangkan
tentang terapi senyum. Unik memang. Berikut kesimpulannya, Ketika seseorang
tersenyum otomatis otot Zygomatic mayor akan bergerak. Otot ini menarik sudut
bibir ke atas sampai ke tulang pipi, akibatnya aliran darah ke otak meningkat. Walhasil, semua sel dan jaringan tubuh
menerima oksigen, lalu menumbuhkan perasaan lepas dan bahagia. Subhaanallaah!!!
Satu
lagi, tersenyum membutuhkan kordinasi 26 macam otot yang ada di wajah, sedang
untuk merengut di butuhkan 62 macam otot kerutan. Sebab itu kenapa jika kita
merengut 62 otot wajah kita yang di kencangkan sedang jika tersenyum 26 otot
wajah yang di kendurkan. Jadi tersenyum juga menyehatkan bukan? Wajah murung bìsa cerah dengan
senyuman saja. Ajaib bukan. Kita bisa lebih tenang dan siap mengobati perih di
setiap hari kita. Kata orang murah senyum bisa awet muda. Ada juga yang
mengatakan kalau senyum adalah obat panjang umur. Senyum juga bisa menebarkan
rasa sayang pada saudara kita. Menjadi motifasi hidup, dan untuk menjadi simbol
untuk berta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan. Sekarang ayo
budayakan senyum kepada saudara-saudara kita tapi jangan senyum-senyum sendiri
0k! Oya, jangan juga senyum yang bisa membawa fitnah. Mesti
di jaga. Jangan keluar dari koridor syar’i.
Sudah ngerti kan?? 0ya, kalau ada yang mau nambahin silahkan.
Hadits-hadits Mengenai Tersenyum
1. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تَبَسُّمُكَ
فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama
muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu“ (HR
at-Tirmidzi (no. 1956), Ibnu Hibban (no. 474 dan 529) dll, dinyatakan shahih
oleh Ibnu Hibban, dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi).
Hadits
selengkapnya, dari Abu Dzarr radhiyallahu ’anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah,
engkau memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah,
engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau
menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu,
duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari
embermu ke ember saudaramu juga sedekah.” (HR. Tirmidzi)
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan tersenyum dan
menampakkan muka manis di hadapan seorang muslim.
2. Hadits pada di atas semakna dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits yang lain, “Janganlah
sekali-kali engkau menganggap remeh suatu perbuatan baik, meskipun (perbuatan
baik itu) dengan engkau menjumpai saudaramu (sesama muslim) dengan wajah
yang ceria“ (HR. Muslim, no. 2626).
3. Hadits di atas juga dikuatkan dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri, sebagaimana yang disebutkan oleh sahabat yang mulia, Jarir bin
Abdullah al-Bajali radhiyallahu
‘anhu, dia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melarangku untuk menemui beliau
sejak aku masuk Islam, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
memandangku kecuali dalam keadaan tersenyum di hadapanku“.
(HR. al-Bukhari (no. 5739) dan Muslim (no. 2475)).
4. Aisyah radhiyallahu ’anha mengungkapkan, ”Adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ketika bersama istri-istrinya merupakan seorang suami yang
paling luwes dan semulia-mulia manusia yang dipenuhi dengan gelak tawa dan senyum simpul.” (HR. Ibnu Asakir)
5. Aisyah radhiyallahu ’anha bercerita, “Tidak pernah saya melihat Raulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan batas
kerongkongannya. Akan tetapi tertawa beliau adalah
dengan tersenyum.” (HR. al-Bukhari)
6. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Al-Husein radhiyallahu ’anhu, cucu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menuturkan keluhuran
budi pekerti beliau. Ia berkata, ”Aku bertanya
kepada Ayahku tentang adab dan etika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap
orang-orang yang bergaul dengan beliau. Ayahku menuturkan, ‘Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa tersenyum, berbudi pekerti
lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka
berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak
disukainya. Siapa saja mengharapkan pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang
memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas…..” (HR. At-Tirmidzi)
Hadits ini mengajarkan kita, betapa hal kecil yang sering kita anggap sepele dan kita abaikan, ternyata memiliki nilai yang berharga dalam pandangan
agama.
7. Dalam hadits lain yang diriwayatkan Ad-Dailamy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : ”Sesungguhnya
pintu-pintu kebaikan itu banyak : tasbih, tahmid, takbir, tahlil
(dzikir), amar ma’ruf nahyi munkar, menyingkirkan penghalang (duri atau batu) dari jalan, menolong orang, sampai senyum kepada saudara pun
adalah sedekah.”
8. Dari Abdullah
bin Al Harits bin Jaz`i radhiyallahu ’anhu, dia berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang
paling banyak senyumannya selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR.
Tirmidzi)
9. Jabir bin
Samurah radhiyallahu ’anhu berkata, ia menceritakan tentang kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Beliau biasanya tidak berdiri dari tempat shalat di mana beliau
shalat shubuh padanya kecuali setelah terbit matahari. Apabila
matahari telah terbit barulah beliau berdiri. Sementara itu para sahabat
bercakap-cakap membicarakan kejadian di masa jahiliyah, lalu mereka tertawa,
sedangkan beliau hanya tersenyum.”
(HR. Muslim).
Mungkin
kita sering berpikir bahwa sedekah itu berkaitan erat dengan harta benda
seperti pemberian uang, pakaian, atau apa pun yang bisa langsung dinikmati
penerima dalam bentuk materi. Hal itu juga mungkin yang ada dalam pikiran para
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga mereka
sangat gelisah kemudian mempertanyakannya.
Karena
itu, tidak semestinya seorang Muslim membiarkan satu hari pun berlalu tanpa
dirinya terlibat dalam kegiatan bersedekah. Di antara keistimewaan sedekah
adalah menolak bala (musibah).
Dari
Sayyid Ali Ar-Ridha, dari Sayyid Ja’far Ash-Shadiq, dari Sayyid Ali Zainal
Abidin, dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib radiyallahu
anhum, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sedekah
itu dapat menghindarkan diri dari kematian yang tidak baik, menjaga diri dari
tujuh puluh macam bencana.”
Rasulullah Tersenyum Melihat Abu Bakar Dicaci Dan Dihina
Dengan kemuliaan dan kesempurnaan akhlak dan jiwanya,
apabila Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dihina atau dicaci baginda tidak membalas sedikitpun,
sama ada dengan perkataan mahupun tindakan. Baginda lebih memilih
berdiam atau tersenyum kepada orang yang menyakitinya itu.
Oleh karena itu, ketika Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam melihat Abu Bakar
radhiyallahu ‘anhu dicaci dan dihina oleh seorang lelaki dan tidak
membalasnya, Rasulullah tersenyum melihatnya. Namun begitu, Abu Bakar pernah
juga terpancing emosinya dan membalas caciannya, maka Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam langsung pergi
dari tempat tersebut.
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan seperti
berikut : “Suatu ketika, dengan tiba-tiba ada
seorang lelaki datang memaki dan menghina Abu Bakar. Pada ketika itu Rasulullah
shallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk tidak
jauh dari tempat Abu Bakar. Baginda melihat dengan heran dan tersenyum dengan sikap Abu Bakar
yang tidak membalasnya. Kemudian ketika lelaki itu memaki di luar batas dan
sangat menyakitkan, Abu Bakar terpancing untuk membalas dan menjawab
seperlunya. Pada ketika itulah Rasulullah shallahu
‘alaihi wasallam langsung pergi meninggalkan mereka. Maka ketika melihat
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam pergi, Abu Bakar segera mengikutinya.”
Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, lelaki itu
telah memakiku sedang engkau tetap saja duduk. Namun ketika aku membalas
sebagian perkataannya engkau langsung pergi."
Rasulullah shallahu ‘alaihi
wasallam menjelaskan kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu :
"Sebenarnya pada waktu itu sudah ada malaikat yang membalasnya. Apabila
engkau membalas caciannya, maka syaitan pun hadir. Dengarlah wahai Abu Bakar,
ada tiga perkara yang seluruhnya benar :
1.
"Tidak ada
seorang hamba yang dianiaya, lalu ia memaafkan karena
Allah, melainkan Allah akan memuliakan dengan pertolonganNya"
2.
"Tidak ada
seorang lelaki pun yang membuka pintu pemberian dengan maksud untuk memelihara
hubungan, melainkan Allah akan menambah pemberian itu hingga berlipat
ganda"
3.
"Tidak ada
seorang lelaki yang meminta-minta dengan maksud memperbanyak harta, melainkan
Allah akan menguranginya"
(Hadits diriwayatkan
oleh Imam Ahmad)
Sebenarnya
apa yang dilakukan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
dengan
menjawab tidaklah bertentangan denga syara’,
namun Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam lebih suka melihat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bersikap diam dan tidak menjawab cacian
orang itu. Karena sikap seperti ini merupakan cerminan
daripada keluhuran budi pekerti dan akhlak yang mulia.
Rasulullah
Tersenyum Pada Suapan Terakhir
Terkadang Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam tertawa geli melihat tingkahlaku sahabatnya yang berbuat sesuatu tanpa
berdasarkan kepada ilmu, atau melakukannya mengikut kehendak sendiri saja. Meskipun perbuatan yang dilakukan itu bertentangan
dengan syara’, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam tidak
langsung memarahinya melainkan hanya menegurnya dengan bercanda.
Sikap ini pernah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam lakukan ketika mengingatkan seseorang yang makan tanpa
membaca "Bismillahirrahmanirrahim" terlebih dahulu. Ketika itu
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk dekat salah seorang sahabat yang sedang
makan. Karena
itu Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam tidak mendengar sahabat itu membaca basmallah saat
akan memasukkan makanan. Namun ketika suapan terakhir, barulah sahabat itu membaca
"Bismillah fi Awwalihi wa
Akhirihi" (Dengan nama
Allah di permulaan dan di akhirnya).
Mendengar ucapan tersebut,
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam hanya tersenyum,
lalu berkata: "Tadi syaitan ikut makan bersama dia, tetapi setelah dia
menyebut nama Allah, maka syaitan pun takut dan memuntahkan kembali makanan
yang sudah masuk ke dalam perutnya."
Rasulullah Tersenyum Pada Hari Terakhir
Rasulullah shallahu ‘alaihi
wasallam tersenyum ketika melihat Abu Bakar mengimami shalat berjamaah
saat baginda shallahu ‘alaihi wasallam sakit sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu.
Peristiwa
itu terjadi pada hari Senin, yaitu
hari wafatnya baginda shallahu ‘alaihi wasallam. Ketika
itu baginda keluar dan memandang orang banyak
yang sedang menunaikan shalat Subuh. Baginda
shallahu ‘alaihi wasallam mengangkat
tangan bertakbir, membuka pintu kemudian berdiri di pintu rumah Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Kaum
Muslimin yang sedang mengerjakan shalat
itu hampir saja terganggu saat
menyaksikan baginda shallahu ‘alaihi wasallam sebagai
luapan perasaan mereka. Lalu
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam memberi
isyarat kepada mereka agar mereka meneruskan shalat.
Melihat sikap mereka seperti itu ketika dalam mengerjakan shalat
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam hanya
tersenyum :
"Aku belum pernah melihat sikap orang yang shalat
sangat rapi dan sangat baik seperti saat
ini."
Setelah
selesai shalat, kaum Muslimin pulang ke rumah
masing-masing. Mereka menyangka bahawa baginda shallahu ‘alaihi wasallam telah sembuh dari
sakitnya. Begitu juga dengan Abu Bakar yang menjadi imam menggantikan baginda. Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu kemudian pulang ke ruman yang letaknya tidak
begitu jau dari Madinah.
Tidak
lama kemudian, sampailah berita duka yang sangat mengejutkan kaum Muslimin yaitu
wafatnya Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam.
Dan Allah pun tersenyum melihat hambanya
Pada
penjelasan sebelumnya telah diterangkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala, tersenyum dengan perbuatan
hamba-hambaNya. Ustadz Taufik Ali Zabady, dalam bukunya yang berjudul “Hatta
Yadhhaka Allah Lana” menjelaskan beberapa amalan yang dapat membuat Allah
tersenyum. Salah satu perbuatan yang dapat membuat Allah subhanahu wa ta’ala, tersenyum kepada hambaNya adalah
ketika seseorang menyerbu pasukan musuh. Allahu Akbar!
Dari
Ibnu Ishaq, aku diberitahu Ashim bin Umar bin Qatadah, dia berkata, ketika dua
pasukan saling berhadapan pada perang Badar, Auf bin Afra’ bin Al-Harits radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Wahai Rasulullah, apa
yang membuat Rabb Tabaraka wa Ta’ala tersenyum karena hamba-Nya?”
Beliau
menjawab, “Ketika Dia melihatnya menerjunkan diri dalam peperangan, dia
bertempur tanpa mengenakan baju besinya.”
Maka
Auf bin Afra’ bin Al-Harits radhiyallahu ‘anhu
langsung melepas baju besinya, lalu merangsek ke depan, bertempur hingga
terbunuh. (Sunan Al-Baihaqi, Kitab As-Siyar)
Ath-Thabrany
mentakhrij dalam Al-Majma’ Al-Kabir, dengan isnad dari Abu Darda Auf bin Afra’
bin Al-Harits radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Ada tiga golongan yang Allah mencintai mereka dan
Dia tersenyum kepada mereka serta menyampaikan kabar gembira tentang
mereka, yaitu :
(Pertama), apabila pasukan musuh sudah tersingkap,
lalu dia bertempur sendirian di belakangnya, entah dia terbunuh atau Allah
memberikan kemenangan kepadanya serta melindunginya. Maka Allah berfirman, ‘Lihatlah
hamba-Ku itu, bagaimana dia bersabar dengan mengorbankan dirinya karena Aku.’
(Kedua), orang yang memiliki istri yang cantik dan tempat
tidur yang empuk lagi bagus, lalu dia bangun dari sebagian waktu malam. Maka
Allah berfirman, ‘Dia meninggalkan syahwatnya dan menyebut nama-Ku. Sekiranya
dia menghendaki, tentu dia sudah tidur.’
(Ketiga), orang yang ikut dalam rombongan dalam suatu
perjalanan. Dia memiliki hewan tunggangan, ketika orang-orang
tidur malam dan lelap, maka dia bangun pada waktu sahur, dalam keadaan susah
atau gembira.” (HR. Ath-Thabrani
dalam Majma’ Az Zawa’id, 2/255)
Menyerbu Pasukan Musuh, Bukan Menjerumuskan Kepada
Kebinasaan
Abu
Daud, At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan lain-lainnya meriwayatkan dari Abu Imran, dia
berkata, “Kami berada di sebuah kota yang diduduki Romawi. Mereka mengerahkan
satu pasukan besar untuk menghadapi kami. Maka
orang-orang Muslim keluar seperti jumlah mereka atau bahkan lebih banyak. Yang
memimpin pasukan Mesir adalah Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, yang
memimpin golongan lainnya adalah Fudhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu.
Tiba-tiba
dari tengah pasukan muncul seseorang yang langsung menyerbu sendirian ke tengah
pasukan Romawi. Maka
orang-orang pun berteriak sambil mengucapkan, “Subhanallah, Dia telah
menyeret dirinya kepada kebinasaan.”
Mendengar
hal itu, Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Wahai
manusia, kalian mempunyai penafsiran seperti itu. Dahulu pernah turun satu ayat
kepada kami orang-orang Anshar, ketika Allah telah memuliakan kami dengan Islam
dan banyak para pendukungnya. Pada waktu itu diantara kami saling berbisik-bisik sembunyi-sembunyi tanpa
didengar Rasulullah SAW, “Sesungguhnya harta kami sudah lenyap. Sementara
Allah telah memuliakan kita dengan Islam dan banyak pendukungnya.” Ketika
kami lebih banyak mengurusi harta benda yang dahulu pernah habis, maka Allah
menurunkan ayat yang mengembalikan apa yang dahulu pernah kami ucapkan, “Dan
janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS.
Al Baqarah : 195). Kebinasaan yang dimaksud di sini ialah banyak mengurusi
harta dan mengembangkannya, lalu kami tinggalkan peperangan.”Abu Ayyub radhiyallahu
‘anhu terus-menerus berjihad di jalan Allah, hingga dia dikubur di wilayah
Romawi.
Adakah penafsiran yang lebih bagus daripada penafsiran
yang diberikan Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, berkaitan dengan ayat di
atas? Adakah
seseorang yang kuasa menakwil ayat ini, dengan penafsiran yang berbeda dengan
penafsirannya?
Ibnu
Taimiyyah berkata : “Abu Ayyub mengingkari
siapa pun yang menganggap seseorang menyerbu pasukan musuh sendirian adalah
orang-orang yang membawa dirinya kepada kebinasaan, ketika dia lakukan hal itu
dengan memisahkan diri dari pasukan Mujahidin di jalan Allah. Berbeda dengan
orang-orang yang suka mengalihkan kalam Allah dari tempatnya, bahwa mereka
menakwil ayat di atas dengan cara meninggalkan jihad di jalan Allah. Padahal
ayat ini berupa perintah berjihad di jalan Allah dan melarang hal-hal yang
menghambar jihad. (Qo’idah fil Inghimas, 5554)
Al
Qasim bin Mukhaimirah, salah seorang Imam Tabi’in berkata tentang firman Allah,
“Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan”,
bahwa maksud kebinasaan di sini ialah tidak mau menafkahkan harta di jalan
Allah. Sekiranya seseorang menyerahkan sepuluh dirham, maka hal itu belumlah
seberapa.”
Al
Imam Abu Hamid Al-Ghazaly rahimahullah berkata : “Tidak ada perbedaan pendapat
bahwa orang Muslim dalam kapasitas individunya harus menyerbu pasukan
orang-orang kafir dan bertempur, meskipun tahu dia akan terbunuh. Tapi,
sekiranya dia tahu bahwa tidak ada sesuatu yang dapat diandalkannya untuk
menyerbu pasukan musuh, seperti orang buta atau orang yang memang secara fisik
sangat lemah, maka hal itu haram dilakukan dan termasuk dalam keumuman makna
kebinasaan. Yang boleh dilakukan ialah jika dia tahu dia tidak akan terbunuh
atau dia tahu aksinya akan menciutkan nyali orang-orang kafir ketika mereka
melihat sepak-terjangnya, sehingga mereka memiliki keyakinan bahwa semua orang
Muslim tidak peduli terhadap nyawanya dan lebih menyukai mati syahid di jalan
Allah, sehingga hal itu melemahkan persatuan mereka.” (Masyari’
Al-Asywaq, I/57)
Wallahu’alam
bis shawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar