Makam Imam Syafi'i
Oleh:
Alhabib Shodiq bin Abubakar Baharun
BAB PERNIKAHAN
BAB PERNIKAHAN
I. Defnisi Nikah
Kata nikah dalam bahasa arab berarti menyatu dan
bersetubuh, dan dalam arti syari’ adalah sesuatu aqad yang memperbolehkan
dengan aqad itu bersetubuh dengan istri dengan lafadz nikah atau kawin. Nikah
sangat diperintahkan oleh ALLAH subhanahu wa ta’ala. Dan sangat
dianjurkan oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (seperti yang
tertera pada ayat 32 surah An-Nur dan hadist-hadist Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Imam Ahmad dan Abu Ya’la) berkata Ibnul
Abbas radiyallahu ’anhu : tidak sempurna ibadah seseorang sampai dia
kawin (menikah).
II. Faedah–faedah nikah
Faedah–faedah nikah sangat banyak sekali, seperti yang
disebutkan oleh Imam Ghozali dalam kitab Ihya’ diantaranya:
a. Mendapatkan keturunan yang mana di dalam kita mendapatkan
keturunan tersebut mempunyai 4 nilai dalam beribadah:
1. Untuk
meneruskan kelangsungan hidup jenis manusia dimuka bumi ini, seperti yang
tertera dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang artinya nikahlah
kalian supaya kalian mempunyai keturunan.
2. Untuk mendapatkan cinta Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dengan memperbanyak umatnya, karena nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam merasa bangga dengan banyaknya umat beliau. Seperti yang
disabdakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya)
nikahlah kalian sehingga kalian akan menjadi banyak, karena sesungguhnya aku
akan membanggakan kalian kepada umat-umat yang lain pada hari kiamat, walaupun
dengan bayi yang gugur (hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad).
3. Mengharapkan do’a dari anaknya kelak untuk kedua orang
tuanya, karena semua amal terputus kecuali 3 perkara, termasuk anak yang sholeh
yang selalu mendo’akan kedua orang tuanya. (mutafaqun alaihi)
4.
Mengharapkan syafa’at dari anaknya.
b.
Dengan pernikahan tersebut kita mendapatkan benteng yang bisa membentengi diri
kita dari godaan syaiton dan hawa nafsu.
c.
Mendapatkan kesenangan dalam kehidupan dan kesemangatan dalam melaksanakan
ibadah.
d.
Mendapatkan banyak pahala dll.
III. Berniat yang baik dalam menikah
Dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bahwa sesungguhnya amal kita tergantung pada niat kita sendiri
maka dalam mengerjakan suatu, kita dianjurkan untuk memperbaiki niat kita.
Adapun niat seseorang yang akan menikah seperti yang
diriwayatkan oleh Imam Ali Bin Abibakar Assakran diantaranya:
a. Berniat untuk mendapatkan cinta dan ridho dari ALLAH subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
a. Berniat untuk mendapatkan cinta dan ridho dari ALLAH subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
b.
Berniat memperbanyak keturunan yang sholih dan sholihah.
c.
Berniat menjaga dari godaan syaiton.
d.
Berniat menjaga kemaluan dari pekerjaan yang keji (ma’siat)
e.
Berniat mencari kesenangan dengan istri agar dapat giat dalam beribadah.
f.
Berniat melawan hawa nafsu.
g.
Berniat mencari rizki yang halal untuk keluarga.
h.
Berniat mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang sholih dan sholihah dll.
IV.
Hukum Menikah
a.
Wajib. Hukumnya bagi orang yang tidak mampu menahan nafsunya sehingga bisa
melakukan perzinahan.
b. Sunnah, bagi setiap orang yang mempunyai keinginan
untuk menikah dan mempunyai uhbah (bekal kawin) yaitu berupa mahar untuk
istrinya, nafkah untuk istri di hari perkawinannya dan malam harinya dan juga
mempunyai uang untuk beli baju satu stel pada hari perkawinannya.
c. Khilafuaula, bagi orang yang ingin menikah tapi tidak
memiliki uhbah (bekal untuk kawin) atau sebaliknya yaitu mempunyai uhbah (bekal
untuk kawin) tapi tidak mempunyai keinginan untuk menikah.
d.
Makruh, bagi seseorang yang tidak memiliki keinginan untuk nikah dan tidak
memiliki uhbah (bekal untuk kawin).
e.
Haram, bagi seseorang yang ingin menikah tapi tidak ingin menafkahinya dhohir
atau batin.
V. Anjuran agama untuk melihat wanita yang akan di kawini
(dinikahi) sebelum nikah, seperti yang
disabdakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya)
”Lihatlah kepadanya karena itu akan menjadikan sebab langgengnya kalian
berdua”. Seperti
yang diriwayatkan Imam Turmudzi, tapi dengan syarat-syarat tertentu
diantaranya:
a.
Dengan niatan ingin menikah (bukan main-main)
b.
Ada harapan untuk diterima pinangannya.
c. Melihatnya cukup di wajah dan kedua telapak tangannya
tidak yang lain (karena wajah dan kedua telapak tangan sudah menggambarkan
keseluruhan tubuhnya).
d.
Perempuan yang belum bertunangan.
e.
Perempuan yang boleh dinikahi.
#
Peringatan, berpacaran hukumnya haram mutlak, dan bisa menimbulkan fitnah dan
malapetaka.
VI.
Rukun-rukunnya nikah diantaranya
1.
Wali nikah.
Wali
nikah dibagi dua :
1)
Wali nikah khusus yaitu semua laki-laki kerabatnya yang berhak menjadi wali.
2)
Wali nikah umum yaitu wali hakim atau petugas KUA.
a. Orang yang berhak menjadi wali nikah yaitu :
1) Ayah kandung
2) Kakek, atau bapaknya kakek dan seterusnya
3) Saudara laki-laki kandung
4) Saudara laki-laki seayah, adapun saudara laki-laki
seibu tidak berhak.
5)
Anak saudara laki-laki kandung (keponakan)
6) Anak saudara laki-laki seayah dan seterusnya,
adapun saudara laki-laki seibu tidak berhak
7) Paman atau saudara laki-laki ayah kandung
8) Paman atau saudara laki-laki ayah seayah adapun paman
saudara laki-laki seibu tidak berhak
9) Anak paman saudara laki-laki ayah kandung (misanan)
10) Anak paman saudara laki-laki ayah seayah dan
seterusnya.
11)
Paman ayah
12)
Anak paman ayah (misanan ayah)
13)
Paman kakek kemudian anaknya
14)
Paman ayah kakek kemudian anaknya
b. Adapun cara perwalianya harus berurutan yaitu dari 1
kalau tidak ada dan tidak memenuhi syarat maka baru yang ke 2, kalau tidak ada
yang ke 2 baru yang ke 3 dan seterusnya.
c.
Syarat-syarat menjadi wali nikah di antaranya :
1)
Wali nikah harus mencapai batas baligh
2)
Harus berakal sehat tidak gila.
3)
Bukan orang yang fasik (yang selalu berbuat dosa besar)
4)
Tidak sedang menjalankan ibadah haji atau umroh
5) Bukan karena paksaan
2. Istri
a. Ciri-ciri yang sunnah dipilih pada calon istri
diantaranya :
1) Wanita yang sholihah
2) Wanita yang cerdas
3) Wanita yang sudah mencapai batas baligh
4) Wanita yang subur
5) Wanita dari keturunan keluarga yang baik-baik
6) Wanita yang cantik dhohir dan batinya. Yaitu fisiknya sehat
dhohir dan batin.
b. Wanita yang haram dinikahi diantaranya :
1) Wanita yang masih berstatus istri orang
2) Wanita yang sedang menjalankan iddah
3) Wanita yang murtad (yang keluar dari agama Islam)
4) Wanita yang kafir kalau belum masuk Islam
5) Wanita yang menjadi mahromnya dari nasab.
6)
Wanita yang menjadi mahromnya dari susuan
7)
Wanita yang menjadi mahromnya dari periparan
8)
Wanita yang menjadi bibi istrinya atau saudari istrinya, kalau belum diceraikan
atau meninggal dunia.
c. Sifat-sifat wanita yang menjadi idaman semua pria :
1) Wanita yang sholehah yang taat beragama
2) Wanita yang selalu bergairah kepada suaminya
3) Wanita yang sabar dan tabah
4) Wanita yang tidak suka mengeluh dan mengadu kecuali
hal-hal yang penting
5) Wanita yang tidak berdandan kecuali untuk suaminya
saja
6) Wanita yang selalu menyenangkan hati suaminya
7) Wanita yang selalu taat kepada semua perintah suaminya
yang baik-baik saja
8) Wanita yang benar-benar menjaga martabat dirinya dan
harta suaminya
9) Wanita yang cerdas dan rajin
10) Wanita yang selalu sopan dan lembut terhadap suaminya
11) Wanita yang selalu menjaga kebersihan di badan,
pakaian dan rumahnya dan memakai wewangian
12) Wanita yang menjaga semua rahasia suaminya
13) Wanita yang selalu meringankan beban suaminya
14) Wanita yang menyiapkan makan dan minum untuk suaminya
15) Wanita yang tidak menolak apabila diajak bersenggama
(jimak), kecuali jika ada udzur (halangan)
16) Wanita yang selalu memperhatikan suaminya
17) Wanita yang selalu menutupi auratnya kecuali terhadap
suaminya.
18)
Wanita yang selalu rapi dalam berpenampilan.
Apabila wanita mempunyai sifat-sifat yang ada diatas maka
akan menambah paras kecantikannya, walaupun wajahnya kurang mempesona, dan akan
menimbulkan rasa cinta dan sayang selalu dari suaminya.
3.
Suami (rukun yang ketiga)
a.
Syarat-syarat menjadi suami diantaranya :
1)
Menikahi seorang wanita tanpa paksaan.
2)
Suami tersebut adalah laki-laki tulen.
3)
Calon suami tidak sedang melakukan ihrom baik dengan haji atau umroh.
4)
Suami yang diketahui identitas dirinya dengan jelas
5)
Calon suami harus mengetahui calon istrinya baik, dengan mengetahui nama calon
istrinya atau melihatnya langsung atau dengan cara ditunjuk.
6)
Calon istri bukan termasuk mahromnya suami baik nasab, susuan atau periparan
(musaharah).
7)
Calon suami harus mengetahui bahwa calon istrinya halal baginya (bukan masih
istri orang lain atau iddah atau mahrom).
8) Calon suami seseorang muslim.
b. Sifat-sifat suami yang dicintai istri diantaranya :
1) Suami yang taat beragama
2) Suami selalu mencintai istrinya
3) Suami yang selalu menghargai kesetiaan istrinya
4) Suami yang selalu setia terhadap istrinya
5) Suami yang sabar dan tabah dalam menghadapi segala hal
cobaan
6) Suami yang bisa menyenangkan hati istrinya
7) Suami yang selalu menjaga martabatnya dan martabat
istrinya
8) Suami yang cerdas dan rajin
9) Suami yang bisa memuaskan istrinya dalam hal
bersenggama (jimak)
10) Suami yang menutupi aurotnya terhadap wanita lain
11) Suami yang menjaga rahasia istrinya
12) Suami yang lembut terhadap istrinya
13) Suami yang menjaga kebersihan dirinya dan pakaiannya
dan memakai wewangian
14) Suami yang selalu meringankan beban istrinya
15) Suami yang selalu rapi dalam berpenampilan
16) Suami yang selalu bertanggung jawab
# Itulah sifat-sifat suami yang sholeh dan akan
menyempurnakan kekurangan yang ada pada dirinya.
4. Termasuk rukunnya yaitu : dua orang saksi
a. Dua orang saksi adalah termasuk rukunnya nikah adapun
syaratnya diantaranya:
1) Keduanya harus sudah mencapai batas baligh
2) Keduanya adalah
orang yang berakal
3) Keduanya dari kaum pria tulen
3) Keduanya dari kaum pria tulen
4) Keduanya
beragama Islam
5) Keduanya
termasuk orang yang adil
6) Keduanya bukan
orang yang idiot
7) Keduanya bukan
orang yang tuli (kalau tulinya ringan sekiranya dari dekat maka akan terdengar
maka diperbolehkan)
8) Keduanya bukan
orang buta
9) Keduanya tidak
bisu
10) Keduanya harus
memahami bahasa yang dipakai dalam pernikahan tersebut
11) Keduanya
memiliki ingatan yang kuat
12) Diantara kedua
saksi, bukan termasuk wali dari calon istrinya
b. Disunnahkan
yang menjadi saksi dalam pernikahan yaitu orang sholeh yang taat dalam agama
dan taat dalam beribadah. Dan yang paling utama lagi apabila
saksi tersebut sudah melakukan ibadah haji.
5. Termasuk
rukunya yaitu Aqad Ijab qobul
Aqad ijab qobul
merupakan rukun yang paling utama dan yang menentukan. Adapun aqad ijab
diucapkan si wali nikah dan qobul di ucapkan calon suami. Adapun
syarat-syaratnya:
1) Aqad ijab qobul
tersebut harus dengan kalimat Nikah atau tazwij atau terjemahannya yaitu nikah
atau kawin saja maka tidak sah dengan memakai kalimat yang lain.
2)
Antara ijab dan qobul tidak diselingi oleh kata-kata yang tidak ada hubungannya
dengan nikah
3)
Antara ijab dan qobul tidak diselingi dengan diam yang sangat lama.
4)
Antara ijab dan qobul sesuai dengan arti dan maksudnya
5)Aqad
ijab qobul harus dilafadzkan sekiranya terdengar oleh orang-orang yang berada
disekitarnya (tidak dengan cara berbisik-bisik).
a. Adapun cara
wali menikahkan putrinya dengan lafadz (ucapan) sebagai berikut :
Alhamdulillah wasshalatu
wassalamu ala rosulillah sayidina muhammad bin abdillah wa’ ala alihii
wassohbihi ya fulan bin fulan uzawijuka ala ma amaro allah bihi minimsaki
bima’ruf autasrihin bi ihsan. ya fulan bin fulan zawajtuka wa ankahtuka binti
fulanah bimahril miiah alafin rubiyyah umlah indonesia khalan.
(Kalau
pakai bahasa Indonesia)
Alhamdulillah
sholat dan salam hanya untuk Rasulillah Muhammad bin
Abdillah dan untuk para keluarga dan sahabatnya. Wahai fulan bin fulan aku
kawinkan kamu atas perintah ALLAH dari pada menahannya dengan baik atau
melepasnya dengan baik pula, wahai fulan bin fulan aku kawinkan kamu dengan
anakku fulanah dengan mahar 100 rb rupiah uang indonesia dengan kontan.
b. Maka calon suami menjawab.
b. Maka calon suami menjawab.
Qobiltu
tazwijaha bilmahrih madzkur.
(Kalau
dengan bahasa Indonesia)
Aku
terima kawinnya dengan mahar yang telah di tentukan.
c. Apabila wali
nikah ingin mewakilkan pernikahan anaknya maka wali nikah harus mewakilkan
pernikahan tersebut dengan berlafadz sehingga terdengar oleh 2 orang saksi dan
dalam mewakilkan pernikahan, wali nikah harus mengucapkan : contoh :
Wakaltuka fi tajwijiha ibnati fulanah binti fulan li fulan bin fulan bimahril miiah alafin rubiyah.
Wakaltuka fi tajwijiha ibnati fulanah binti fulan li fulan bin fulan bimahril miiah alafin rubiyah.
(Kalau memakai
bahasa Indonesia)
Aku wakilkan
kepada kamu pernikahan anakku fulanah binti fulan dengan fulan bin fulan dengan
mahar 100 rb rupiah
Kemudian yang mewakili mengucapkan qobiltu wakalah atau aku terima perwakilannya
Kemudian yang mewakili mengucapkan qobiltu wakalah atau aku terima perwakilannya
VII.
Bab Kafa’ah
Yang dimaksud dengan kafa’ah adalah : suatu derajat / kemuliaan
yang jika tidak ada pada calon pria kemuliaan tersebut, maka akan jatuh derajat
si istri, dan setiap pernikahan apabila ingin menimbulkan mawaddah dan rohmah
(kasih sayang) tersebut harus sederajat.
Macam-macam kafa’ah:
1. Agama :
Maka orang muslim harus sederajat dengan muslimah atau
sebaliknya muslimah dengan muslim tidak yang lain, karena kalau tidak sederajat
dengan agama akan menimbulkan permusuhan yang sangat mendalam.
2. Nasab :
Seorang arab, akan sederajat dengan orang arab, seorang
keturunan raja akan sederajat dengan keturunan raja yang lain, dan seorang
keturunan rasul atau disebut dengan sayyid /syarifah sederajat dengan keturunan
rosul yang lain, memang seorang syarifah / perempuan arab/ perempuan keturunan
raja boleh menikah dengan yang lain asalkan walinya setuju menurut madzab Imam
Syafi’i, akan tetapi kenyataan yang ada yang terjadi di masyarakat apabila itu
terjadi akan banyak perselisihan yang terjadi didalam keluarga dan akan
menimbulkan ketidakcocokan dan keharmonisan dalam keluarga / rumah tangga, maka
sulit untuk menimbulkan mawaddah warohmah (kasih sayang).
3.
Iffah :
Artinya,
seorang yang menjaga dari perbuatan maksiat.
4. Pekerjaan :
Dalam rumah tangga, pekerjaan dijadikan satu titik
keharmonisan, maksudnya : suami harus lebih tinggi derajatnya dalam pekerjaan
dibanding istrinya, karena jika sama atau lebih rendah akan timbul perselisihan
tentang pekerjaan.
5.
Kemerdekaan :
Yaitu
budak tidak sederajat dengan orang yang merdeka. Yang dimaksud budak, orang
yang menjadi tawanan dalam peperangan.
VIII.
BAB WALIMAH
a. Walimah adalah jamuan berupa makan dan minuman yang
diadakan untuk syukuran setelah akad nikah, adapun hukumnya sunnah, seperti
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, bahwasanya Rasulullah saw. mengadakan
walimah untuk sebagian istri-istrinya, yaitu Ummu Salamah dengan mengeluarkan
gandum dan untuk istri beliau bernama Sofiah, mengeluarkan kurma dan keju. Rasulullah saw. juga
memerintahkan sahabatnya yang bernama Abdurrahman bin Auf untuk menyembelih 1
ekor kambing setelah menikah.
b.
Menghadiri walimah nikah hukumnya wajib.
c. Disunnahkan ketika mengadakan walimah nikah dengan
bacaan-bacaan dzikir atau sholawat atau dengan membaca Maulid Nabi Muhammad
saw. dan juga menabuh gendang atau rebana seperti yang dilakukan Rasul saw.
ketika menikahkan anaknya Sayyidatina Fatimah Azzahra dengan Imam Ali ra dan
juga disunnahkan memanggil orang sholeh yang ahli ibadah dan fakir miskin,
dalam mengadakan walimah, agar mendapatkan keberkahan.
IX. BAB THALAK
a. Thalak adalah sesuatu perkara yang bisa terjadi di
suatu rumah tangga, dan sesuatu yang paling dibenci oleh ALLAH S.W.T. dan
thalak bisa terjadi dalam semua keadaan, ketika bergurau atau marah atau
bercerita bahkan ketika memberi arahan kepada seseorang (mengajar) maka kita
harus berhati-hati menjaga lisannya dari ucapan thalak.
b.
Thalak dibagi menjadi 2 macam.
1. Kinayah : yaitu thalak yang diucapkan dengan kata-kata
yang tidak jelas dan membutuhkan niat seperti : Zaid berkata kepada Zainab,
pulanglah kamu ke rumah orang tuamu. Kalau Zaid dalam mengucapkannya tidak
ada niat untuk bercerai maka tidak apa-apa, tapi kalau Zaid dalam mengucapkan
ada niat cerai, maka akan menjadi thalak satu.
2.
Sorikh : yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas dengan memakai kata thalak
atau cerai dalam semua keadaan.
c.
Thalak dalam keseluruhan dibagi menjadi 3 hal :
1.
Thalak satu : yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas atau tidak jelas dengan
satu kali ucapan dan dalam satu majlis.
2. Thalak dua : yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas atau tidak jelas dengan dua kali ucapan dan dalam satu majlis contohnya : Zaid mengucapkan kepada istrinya Zainab : aku thalak (cerai) kamu 1 dan 1 atau aku thalak (cerai) kamu 2 kali, maka terjadi thalak 2.
2. Thalak dua : yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas atau tidak jelas dengan dua kali ucapan dan dalam satu majlis contohnya : Zaid mengucapkan kepada istrinya Zainab : aku thalak (cerai) kamu 1 dan 1 atau aku thalak (cerai) kamu 2 kali, maka terjadi thalak 2.
3.
Thalak bain atau 3 : yaitu thalak yang dicapkan 3 kali berturut-turut dan
dengan jelas didalam satu majlis. Seperti : Zaid mengucapkan kepada istrinya
Zainab : aku thalak (cerai) kamu tiga kali atau aku thalak (cerai) kamu 1 + 1 +
1 . Maka akan terjadi thalak 3.
d. Thalak 1 dan 2 maka bagi suami bisa kembali ke
istrinya dengan menyebutkan : aku kembali kepada kamu atau aku ruju’ kepada
kamu. Tapi
dengan syarat tidak melebihi massa iddah, yaitu; kalau dalam posisi hamil maka
iddahnya sampai ia melahirkan bayi tersebut, kalau tidak hamil maka iddahnya 3
bulan, kalau melebihi iddahnya, maka bagi yang thalak ruji’i (1 + 2) harus
memperbarui akad nikahnya.
e. Thalak bain / 3 : Bagi yang melakukannya maka tidak
boleh menyetubuhi istrinya karena dia bukan istrinya lagi, kalau dia (suami)
ingin kembali kepada istrinya lagi maka harus melakukan syarat-syarat tertentu,
yaitu:
1. Selesainya
massa iddah yaitu selama 3 bulan
2.
Harus menikah dengan orang lain (bagi istrinya)
3.
Harus suami yang ke-2 harus menyetubuhi (memasukkan dzakar ke farji)
4.
Suami ke-2 menthalak istrinya
5.
Selesainya iddah yang ke-2 yaitu 3 bulan. Maka baru boleh menikahi istrinya
yang dulu
f.
IDDAH bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya maka iddahnya : kalau dia
hamil sampai lahirnya si bayi, kalau dia tidak hamil, maka iddahnya 3 bulan 10
hari.
**Wassalam**
Sanad Imam Syafi'i sampai kepada Rasulullah
Silsilah Imam Syafi'i dan hubungannya dengan Rasulullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar