Pages

Senin, 14 Maret 2016

240. CARA SHALAT GERHANA (MATAHARI DAN BULAN) MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH



Sebagian orang menganggap terjadinya gerhana matahari dan bulan sebagai gejala alam biasa, sebagai peristiwa ilmiah yang bisa dinalar. Gerhana sekedar menjadi tontonan menarik yang bisa disaksikan beramai-ramai bersama keluarga dan handai tolan. Namun bagi yang merasa tunduk kepada keagungan Sang Pencipta, Allah subhanahu wa ta’ala, gerhana adalah peristiwa penting yang secara gamblang menunjukkan bahwa ada kekuatan Yang Maha Agung di luar batas kemampuan manusia; walaupun manusia yang paling merasa faham ilmu alam sekalipun. Mereka yang merasa rendah di hadapan Sang Pencipta akan menadahkan muka, menghadap Allah, mengerjakan shalat secara berjamaah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan tuntunan untuk itu.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) Provinsi DKI Jakarta menyampaikan imbauan kepada seluruh umat Islam di DKI, terkait Gerhana Matahari yang akan terjadi pada hari Rabu tanggal 9-3-2016. Di DKI gerhana mulai pukul 06:19 dan akan berakhir pada pukul 09 : 43 : 41.
Tausyiah disampaikan Ketua Umum MUI DKI Jakarta, K.H. A. Syarifuddin A. Gani, M.A. dan Sekretaris Umum K.H. Zulfa Mustofa, di Jakarta, Selasa tanggal 8-3-2016. Ummat Islam di DKI Jakarta agar melaksanakan shalat sunnah Gerhana Matahari (Shalat Kusuf) dan disunnahkan mandi terlebih dulu sebelum shalat.
“Wanita dianjurkan untuk ikut shalat gerhana, karena Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Asma` radhiyallahu ‘anha ikut shalat gerhana pada waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat gerhana,” terang Syarifuddin.
A. Pengertian
Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah khusuf (الخسوف) dan juga kusuf (الكسوف) sekaligus. Secara bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang sama. Namun masyhur di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf untuk gerhana bulan dan kusuf untuk gerhana matahari. (Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 2 hal. 1421)
1. Kusuf
Kusuf (كسوف)adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
2. Khusuf
Khusuf (خسوف) adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari.
B. Latar Belakang Disyariatkannya Shalat Gerhana
Dasar disyariatkannya shalat gerhana adalah firman Allah dalam Al Quran dan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan telah disepakati oleh para ulama.
1. Al-Quran
Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُلَاتَسْجُدُوْ لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
"Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya." (QS. Fushshilat : 37)
Maksud dari perintah Allah subhanahu wa ta’ala untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
2. As-Sunnah
Ø Sunnah qauliyah.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ كَانَ يُخْبِرُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا
Telah bercerita kepada kami [Yahya bin Sulaiman] berkata telah bercerita kepadaku [Ibnu Wahb] berkata telah mengabarkan kepadaku ['Amru] bahwa ['Abdur Rahman bin Al Qasim] bercerita kepadanya dari [bapaknya] dari ['Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma] bahwa dia mengabarkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda "Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang akan tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Maka jika kalian melihat gerhana keduanya, shalatlah". (Hadits Imam Bukhari No. 2962)
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
Telah bercerita kepada kami [Isma'il bin Abu Uwais] berkata telah bercerita kepadaku [Malik] dari [Zaid bin Aslam] dari ['Atha' bin Yasar] dari ['Abdullah bin 'Abbas radliallahu 'anhuma] berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah yang tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihat gerhana keduanya, berdzikirlah kepada Allah (shalat)." (Hadits Imam Bukhari No. 2963)
وَحَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يُخْبِرُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَةٌ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا
Dan telah menceritakan kepadaku [Harun bin Sa'id Al Aili] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Wahb] telah menceritakan kepadaku [Amru bin Al Harits] bahwa [Abdurrahman bin Qasim] telah menceritakan kepadanya dari bapaknya [Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq], dari [Abdullah bin Umar] bahwa ia telah mengabarkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Sesungguhnya tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau pun kelahirannya, akan tetapi keduanya adalah ayat-ayat Allah. Karena itu, bila kalian melihat (gerhana), maka shalatlah." (Hadits Imam Muslim No. 1521)
Ø Sunnah fi’liyah
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ قَامَ فَكَبَّرَ وَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَقَامَ كَمَا هُوَ فَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الرَّكْعَةِ الْأُولَى ثُمَّ سَجَدَ سُجُودًا طَوِيلًا ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ سَلَّمَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ فِي كُسُوفِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ إِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلَاةِ
Telah bercerita kepada kami [Yahya bin Bukair] telah bercerita kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] berkata telah mengabarkan kepadaku ['Urwah] bahwa ['Aisyah radliallahu 'anhuma] telah mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika hari terjadinya gerhana matahari, Beliau berdiri melaksanakan shalat. Beliau membaca takbir, kemudian membaca dengan bacaan surat yang panjang, lalu ruku' dengan ruku' yang panjang (lama) lalu mengangkat kepalanya seraya membaca sami'allahu liman hamidah. Lalu Beliau kembali berdiri sebagaimana sebelumnya dan membaca bacaan yang panjang namun kurang dari bacaannya yang pertama tadi, lalu ruku' dengan ruku' yang panjang namun kurang dari ruku'nya yang pertama tadi, lalu sujud dengan sujud yang panjang. Kemudian Beliau melakukannya seperti itu pada raka'at yang akhir lalu memberi salam sementara matahari sudah tampak kembali. Lalu Beliau menyampaikan khathbah di hadapan manusia dan berkata tentang gerhana matahari dan bulan bahwa: "Keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, tidak mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihat gerhana keduanya, bersegeralah mendirikan shalat". (Hadits Imam Bukhari No. 2964)
Berdasarkan hadits diatas, maka kita mengetahui bahwa shalat gerhana matahari atau bulan disyariatkan sesuai dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
C. Hukum Shalat Gerhana
Para ulama membedakan antara hukum shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
1. Gerhana Matahari
Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa shalat gerhana matahari hukumnya sunnah muakkadah, kecuali madzhab Al-Hanafiyah yang mengatakan hukumnya wajib.
a. Sunnah Muakkadah
Jumhur ulama yaitu Madzhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah muakkad.
b. Wajib
Sedangkan Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa shalat gerhana matahari hukumnya wajib.
2. Gerhana Bulan
Sedangkan dalam hukum shalat gerhana bulan, pendapat para ulama terpecah menjadi tiga macam, antara yang mengatakan hukunya hasanah, mandubah dan sunnah muakkadah.
a. Hasanah
Madzhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana bulan hukumnya hasanah.
b. Mandubah
Madzhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah mandubah.
c. Sunnah Muakkadah
Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah muakkadah.
Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan atau diperintahkan kepada orang-orang yang wajib melakukan shalat Jumat.
Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada kewajiban selain shalat 5 waktu semata.
D. Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Ketika Terjadi Gerhana Matahari atau Bulan.
Para ulama menerangkan berdasarkan nash-nash syar'i, amalan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dibuat ketika terjadi gerhana matahari atau bulan, sebagai berikut :
a. Beberapa Perkara Penting Sebelum Shalat Gerhana.
1.  Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu, bisa diketahui dari media cetak, televisi maupun dari internet.
2.  Disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah.
3.  Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ
Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan) , maka bersegeralah untuk melaksanakan shalat. (HR. Bukhari no. 1047)
Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah mulai ketika gerhana muncul sampai gerhana tersebut hilang. Dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ
Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).(HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904)
4.  Shalat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu terlarang untuk shalat. Jadi, jika gerhana muncul setelah Ashar, padahal waktu tersebut adalah waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tetap boleh dilaksanakan. Dalilnya adalah:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ
Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan shalat.” (HR. Bukhari no. 1047).
Menurut madzhab Syafi’i, dalam hadits ini tidak dibatasi waktunya. Kapan saja melihat gerhana termasuk waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tersebut tetap dilaksanakan.
5.  Shalat gerhana dilaksanakan secara berjama’ah di masjid, sebab dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah radhiyallahu 'anha.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةً فَاجْتَمَعُوا وَاصْطَفُّوا فَصَلَّى بِهِمْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. (البخاري برقم 1016, مسلم برقم 901, إبن حبان برقم 2850, النسائي برقم 1448(
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : Telah terjadi gerhana pada jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menyuruh seorang penyeru mengumandangkan ash-shalaatu jaami’ah. Kemudian mereka berkumpul dan bershaf lalu shalat mengimami mereka empat kali ruku’ pada dua raka’at dan empat kali sujud.” (Al Bukhary, No. 1016, Muslim, No. 901, Ibnu Hibban, No. 285, An Nasa’i, No. 1448)
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَرَّادٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّي بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِي صَلَاةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ الْعَلَاءِ كَسَفَتْ الشَّمْسُ وَقَالَ يُخَوِّفُ عِبَادَهُ
Telah menceritakan kepada kami [Abu Amir Al Asy'ari Abdullah bin Barrad] dan [Muhammad bin Al Ala`] keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Buraid] dari [Abu Burdah] dari [Abu Musa radhiyallahu ‘anhu] ia berkata; “Pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah terjadi gerhana matahari, beliau terkejut dan bergegas berdiri karena takut kalau-kalau akan terjadi kiamat. Sampai beliau masuk ke masjid dan melaksanakan shalat dengan berdiri, ruku dan sujud yang panjang sekali, aku belum pernah melihat beliau memanjangkan bacaan sedemikian lama sebelumnya, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya semua tanda-tanda yang dikirimkan Allah ini bukanlah disebabkan oleh meninggalnya atau lahirnya seseorang, akan tetapi Allah mengirimnya untuk menakut-nakuti para hamba-Nya. Oleh sebab itu jika kalian melihatnya maka bersegeralah berdzikir mengingat Allah, memanjatkan do'a padaNya, serta memohon ampunan-Nya." Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Al 'Alaa' disebutkan: "Terjadi gerhana matahari…" dan dia berkata; "Untuk menakut-nakuti hambaNya". (Hadits Imam Muslim No. 1518)
Ibnu Hajar Asqalani rahmatullah ‘alaih mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wasallam adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.” (Fathul Bari, 4/10)
Apakah boleh jika shalat gerhana dilaksanakan sendiri?
Sebenarnya shalat gerhana secara berjama’ah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا
”Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”.(HR. Bukhari no. 1043)
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat tersebut sendirian. Namun, perlu diketahui bahwa menunaikan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid lebih afdhal, karena Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Dengan banyaknya jama’ah akan lebih utama disisi Allah subhanahu wa ta’ala.
6. Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan, "Ash-shalaatu jaami'ah", tanpa didahului dengan adzan atau iqamat.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةً فَاجْتَمَعُوا وَاصْطَفُّوا فَصَلَّى بِهِمْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. (البخاري برقم 1016, مسلم برقم 901, إبن حبان برقم 2850, النسائي برقم 1448(
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : Telah terjadi gerhana pada jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menyuruh seorang penyeru mengumandangkan ash-shalaatu jaami’ah. Kemudian mereka berkumpul dan bershaf lalu shalat mengimami mereka empat kali ruku’ pada dua raka’at dan empat kali sujud.” (Al Bukhary, No. 1016, Muslim, No. 901, Ibnu Hibban, No. 285, An Nasa’i, No. 1448)
7. Shalat Gerhana Dua Rakaat
Berdasarkan beberapa hadits shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Namun terdapat beberapa perbedaan didalam pelaksanaannya, yaitu :
a.   Shalat dua rakaat, seperti shalat sunnat biasa. Pada rakaat pertama ruku’ 1x dan sujud 2x, dan pada rakaat kedua ruku’ 1x dan sujud 2x.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَّهَا رَكْعَتَيْنِ, كُلُّ رَكْعَتَيْنِ بِرُكُوْعٍ.(رواه أحمد و أبو داود و النسائي و ابن ماجه(
Dari Numan bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat gerhana sebanyak dua raka’at; setiap raka’at satu kali ruku’.(HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasaiy, dan Ibnu Majah)
b.   Shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama ruku’ 5x dan sujud 2x, dan pada rakaat kedua ruku’ 5x dan sujud 2x.
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمْ فَقَرَأَ بِسُورَةٍ مِنْ الطُّوَلِ وَرَكَعَ خَمْسَ رَكَعَاتٍ وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ قَامَ الثَّانِيَةَ فَقَرَأَ سُورَةً مِنْ الطُّوَلِ وَرَكَعَ خَمْسَ رَكَعَاتٍ وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ. (أبو داود برقم 1182, أحمد برقم 21263(
Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu berkata : “Telah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat mengimami mereka beliau membaca surat yang panjang. Beliauruku’ sebanyak lima kali ruku’ dan dua sujud. Kemudian beliau berdiri ke raka’at kedua lalu membaca surat yang panjang dan ruku’ sebanyak lima kali dan sujud dua kali sujud.”(HR. Abu Dawud, No. 1182, Ahmad, No. 21263)
c.   Shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama ruku’ 4x dan sujud 2x, dan pada rakaat kedua ruku’ 4x dan sujud 2x.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ كَسَفَتْ الشَّمْسُ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ فِي أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ )مسلم برقم 908, الدارمى برقم 1526, البيهقى الكبرى برقم 6115, إبن أبى شيبة برقم 8300(
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat ketika gerhana matahari delapan kali ruku’ pada empat kali sujud.” (HR. Muslim No. 908, Ad Darimy, No. 1526, Al Baihaqiy, No. 6115, Ibnu Abi Syaibah, No. 8300)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ كَسَفَتْ الشَّمْسُ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ فِي أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ وَعَنْ عَلِيٍّ مِثْلُ ذَلِكَ
Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ulayyah] dari [Sufyan] dari [Habib] dari [Thawus] dari [Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu], ia berkata; “Ketika terjadi gerhana matahari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat (gerhana) dengan delapan kali ruku' dan empat kali sujud (dalam dua raka'at). Dan dari [Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu] juga diriwayatkan seperti itu. (Hadits Imam Muslim No. 1513)
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ كِلَاهُمَا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنَا حَبِيبٌ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ صَلَّى فِي كُسُوفٍ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ سَجَدَ قَالَ وَالْأُخْرَى مِثْلُهَا
Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] dan [Abu Bakr bin Khallad] keduanya dari [Yahya Al Qaththan] - [Ibnul Mutsanna] berkata- telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Sufyan] ia berkata, telah menceritakan kepada kami [Habib] dari [Thawus] dari [Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau menunaikan shalatgerhana. Beliaumembaca (ayat) lalu ruku', kemudian membaca lagi lalu beliau ruku', kemudian beliau membaca lagi lalu ruku',kemudian beliau membaca lagi lalu setelah itu beliau ruku'. Ia berkata; Dan yang lain meriwayatkan semisalnya. (Hadits Imam Muslim No. 1514)
d.  Shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama ruku’ 3x dan sujud 2x, dan pada rakaat kedua ruku’ 3x dan sujud 2x.
قَالَ جَابِرٌ : كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى سِتَّ رَكَعَاتٍ بِأَرْبَعِ سَجَدَات ) مسلم برقم 904, أبو داود برقم 1178, البيهقى الكبرى برقم 6113, أحمد برقم 14457(
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata : “Telah terjadi gerhana pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau shalat enam kali ruku’ dan empat kali sujud.”(HR. Muslim, No. 904, Abu Dawud, No. 1178, Al Baihaqiy, No. 6113, Ahmad, No. 14457)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِى كُسُوْفٍ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ وَ اْلأُخْرَى مِثْلُهَا. (مسلم برقم 909, إبن خزيمة برقم 1385, أبى داود برقم 1183, النسائى برقم 1468, أحمد برقم 3236(
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata : Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat gerhana. Beliau membaca lalu ruku’, kemudian membaca lalu ruku’, kemudian membaca lalu ruku’ dan raka’at kedua juga seperti itu.(HR. Muslim, No. 909, Ibnu Khuzaimah, No. 1385, Abu Dawud, No. 1183, An Nasa’l, No. 1464, Ahmad, No. 3236)
e.   Shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama ruku’ 2x dan sujud 2x, dan pada rakaat kedua ruku’ 2x dan sujud 2x.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةً فَاجْتَمَعُوا وَاصْطَفُّوا فَصَلَّى بِهِمْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. (البخاري برقم 1016, مسلم برقم 901, إبن حبان برقم 2850, النسائي برقم 1448(
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Telah terjadi gerhana pada jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menyuruh seorang penyeru mengumandangkan ashshalaatu jaami’ah. Kemudian mereka berkumpul dan bershaf lalu shalat mengimami mereka empat kali ruku’ pada dua raka’at dan empat kali sujud.”(HR. Al Bukhary, No. 1016, Muslim, No. 901, Ibnu Hibban, No. 285, An Nasa’I, No. 1448)
قَالَتْ عَائِشَةُ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَ سُورَةً طَوِيلَةً ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ ثُمَّ اسْتَفْتَحَ بِسُورَةٍ أُخْرَى ثُمَّ رَكَعَ حَتَّى قَضَاهَا وَسَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ فِي الثَّانِيَةِ –الحديث- (البخاري برقم (1154
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Telah terjadi gerhana matahari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berdiri (shalat) kemudian membaca surat yang panjang, lalu ruku’ sangat lama, kemudian bangkit dari ruku’ lalu mulai membaca surat yang lain, kemudian ruku’ sampai selesai, dan bersujud. Beliau juga melakukan yang demikian itu pada raka’at kedua. (HR. Al Bukhary, No. 1154)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ قَامَ فَكَبَّرَ وَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَقَامَ كَمَا هُوَ فَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الرَّكْعَةِ الْأُولَى ثُمَّ سَجَدَ سُجُودًا طَوِيلًا ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ سَلَّمَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ فِي كُسُوفِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ إِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلَاةِ
Telah bercerita kepada kami [Yahya bin Bukair] telah bercerita kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] berkata telah mengabarkan kepadaku ['Urwah] bahwa ['Aisyah radhiyallahu 'anhuma] telah mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika hari terjadinya gerhana matahari, Beliau berdiri melaksanakan shalat. Beliau membaca takbir, kemudian membaca dengan bacaan surat yang panjang, lalu ruku' dengan ruku' yang panjang (lama) lalu mengangkat kepalanya seraya membaca sami'allahu liman hamidah. Lalu Beliau kembali berdiri sebagaimana sebelumnya dan membaca bacaan yang panjang namun kurang dari bacaannya yang pertama tadi, lalu ruku' dengan ruku' yang panjang namun kurang dari ruku'nya yang pertama tadi, lalu sujud dengan sujud yang panjang. Kemudian Beliau melakukannya seperti itu pada raka'at yang akhir lalu memberi salam sementara matahari sudah tampak kembali. Lalu Beliau menyampaikan khuthbah di hadapan manusia dan berkata tentang gerhana matahari dan bulan bahwa: "Keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, tidak mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihat gerhana keduanya, bersegeralah mendirikan shalat".(Hadits Imam Bukhari No. 2964)
Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu berkata,"Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan 2 ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,"Belum pernah aku sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini. (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang masyhur dipilih dan dilaksanakan di Indonesia sesuai madzhab Syafi’i adalah yang no. e (yang terakhir). Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Imam Maliki dan Syafi’i berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidatuna A’isyah radhiyallahu ‘anha berpendapat bahwa shalat gerhana dengan dua raka’at dengan dua kali ruku’, berbeda dengan shalat Id dan shalat Jum’at.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu juga terdapat penjelasan serupa, yakni shalat gerhana dikerjakan dua raka’at dengan dua kali ruku’, dan dijelaskan oleh Abu Umar bahwa hadits tersebut dinilai paling shahih. Maka dengan begitu keistimewaan shalat gernana dibanding dengan shalat sunnah sunnah lainnya terletak pada bilangan ruku’ pada setiap raka’atnya.
Apalagi dalam setiap ruku’ disunnahkan membaca tasbih berulang-ulang dan berlama-lama, yaitu bacaanسُبْحَانِ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
Tasbih berarti gerak yang dinamis seperti ketika bulan berrotasi (berputar mengelilingi kutubnya) dan berevolusi (mengelilingi) bumi, bumi berotasi dan berevolusi mengelilingi matahari, atau ketika matahari berotasi dan berevolusi pada pusat galaksi Bimasakti. Namun pada saat terjadi gerhana, ada proses yang aneh dalam rotasi dan revolusi itu. Maka bertasbihlah! Maha Suci Allah, Yang Maha Agung! Dan segala puji hanya bagi Allah.
Menurut Habib Mundzir bin Fuad Al Musawwa, panduan singkat mengenai shalat gerhana sebagai berikut :
·        Paling mudah shalat gerhana adalah dengan shalat dua rakaat sebagaimana shalat subuh.Lebih afdhal setelah membaca surat al fatihah kemudian dibaca surat yang cukup panjang, ruku’nya panjang dan sujudnya panjang.
Yang masyhur shalat gerhana dua rakaat, dan setiap rakaat dengan dua kali qiyam,dua ruku’, dan dua sujud. Urutannya adalah : qiyam, takbiratul ihram, fatihah, surat, ruku’, i’tidal, lalu qiyam lagi, fatihah, surat, ruku’, i’tidal, lalu sujud, duduk diantar dua sujud, sujud, lalu bangkit ke rakaat kedua dengan hal yang sama seperti pada rakat pertama. Setelah salam lalu dilanjutkan dengan dua khutbah.
b. Cara Melaksanakan Shalat Gerhana Matahari atau Bulan.
1. Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَّهَا رَكْعَتَيْنِ, ……….. (رواه أحمد و أبو داود و النسائي و ابن ماجه(
Dari Numan bin Basyirradhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam shalat gerhana sebanyak dua raka’at; …………..(HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasaiy, dan Ibnu Majah)
2.  Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةً فَاجْتَمَعُوا وَاصْطَفُّوا فَصَلَّى بِهِمْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. (البخاري برقم 1016, مسلم برقم 901, إبن حبان برقم 2850, النسائي برقم 1448(
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Telah terjadi gerhana pada jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menyuruh seorang penyeru mengumandangkan ashshalaatu jaami’ah. Kemudian mereka berkumpul dan bershaf lalu shalat mengimami mereka empat kali ruku’ pada dua raka’at dan empat kali sujud.”(HR. Al Bukhary, No. 1016, Muslim, No. 901, Ibnu Hibban, No. 285, An Nasa’i, No. 1448)
3.  Niat melakukan shalat gerhana matahari atau gerhana bulan, menjadi imam atau makmum. Berniat di dalam hati dan boleh dilafadhkan untuk menguatkan niat. Lafadh niat shalat diqiyaskan dengan lafadh niat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dilafadhkan saat niat haji dan umrah. Lafadh niat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menunaikan ibadah haji dan umrah, yaitu :
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص اَهَلَّ بِهِمَا جَمِيْعًا. لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا. لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا. مسلم 915
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berihram dengan niat, umrah dan haji. “Labbaika umratan wa hajjan” (Aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah dan haji)”. (HR. Muslim juz 2, hal. 915)
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يُلَبّيْ بِاْلحَجّ وَ اْلعُمْرَةِ جَمِيْعاً. يَقُوْلُ: لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجَّاً، لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا. ابو داود 2: 157، رقم: 1795
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ihram untuk haji dan umrah bersama. Beliau membaca, “Labbaika ‘umrotan wa hajjan, Labbaika ‘umrotan wa hajjan” (Aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah dan haji. Aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah dan haji). (HR. Abu Dawud juz 2, hal. 157, no. 1795).
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا. وَ قَالَ حُمَيْدُ: قَالَ اَنَسٌ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لَبَّيْكَ بِعُمْرَةٍ وَ حَجّ. مسلم 2: 915
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca, “Labbaika ‘umratan wa hajjan”. Dan dalam riwayat Humaid, ia berkata : Anas berkata : Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca, “Labbaika bi’umratin wa hajjin”. (HR. Muslim juz 2, hal. 915)
عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ اَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: لَبَّيْكَ بِعُمْرَةٍ وَ حَجَّةٍ. الترمذى 2: 158
Dari Humaid, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca, “Labbaika bi’umratin wa hajjatin”. (HR. Tirmidzi juz 2, hal. 158, no. 821)
عَنْ خَلاَّدِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اَتَانِى جِبْرِيْلُ فَاَمَرَنِى اَنْ آمُرَ اَصْحَابِى اَنْ يَرْفَعُوْا اَصْوَاتَهُمْ بِاْلاِهْلاَلِ. ابن ماجه 2: 975، رقم: 2922
Dari Khallad bin Saaib, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jibril datang kepadaku dan menyuruhku agar memerintahkan kepada para shahabatku agar mereka mengeraskan suara talbiyah”. (HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 974, no. 2922)
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدِ اْلجُهَنِىّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: جَاءَنِى جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مُرْ اَصْحَابَكَ فَلْيَرْفَعُوْا اَصْواتَهُمْ بِالتَّلْبِيَةِ، فَاِنَّهَا مِنْ شِعَارِ اْلحَجّ. ابن ماجه 2: 975، رقم: 2923
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jibril datang kepadaku lalu berkata : Hai Muhammad, suruhlah para shahabatmu untuk mengeraskan suara mereka ketika bertalbiyah, karena talbiyah itu termasuk syi’ar haji”. (HR. Ibu Majah juz 2, hal. 975, no. 2923)
Keterangan :
Apabila niatnya untuk umrah mengucap : Labbaika ‘umrotan. Apabila untuk haji mengucap : Labbaika hajjan. Apabila niat untuk haji dan umrah mengucap : Labbaika ‘umrotan wa hajjan.
Ibnu ‘Allan Ash-Siddiqy dalam kitabnya Al-Futuhat Ar-Robbaniyyah ‘Ala Al-Adzkar An-Nawawiyyah malah menyimpulkan lebih jauh berdasarkan hadis ini, yakni melafalkan niat hukumnya sunnah, dengan argumentasi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mungkin melakukan sesuatu kecuali yang paling sempurna dan paling utama untuk diteladani umatnya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan pelafalan niat, maka hal ini difahami bahwa melafalkan niat hukumnya sunnah dalam ibadah haji termasuk ibadah-ibadah yang lain. Beliau berkata;
قال ابن علان الصديقي الشافعي في الفتوحات الربانية على الأذكار النووية. نعم يسن النطق بها ليساعد اللسان القلب، ولأنه صلى الله عليه وآله وسلم نطق بها في الحج فقسنا عليه سائر العبادات،
Ya, melafalkan niat disunnahkan, agar lisan membantu hati. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan niat pada saat haji, dan kita menqiyaskannya pada ibadah-ibadah sisanya (Ibnu ‘Allan Ash-Siddiqy dalam Al-Futuhat Ar-Rabbaniyyah ‘Ala Al-Adzkar An-Nawawiyyah)
Niat shalat gerhana matahari:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِكُسُوْفِ الشَّمسِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

” Ushallii Sunnatal liKusuufis-Syamsi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “
”Aku niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Matahari dua rakaat karena Allah ta’ala “
Niat shalat gerhana bulan :
أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
” Ushallii Sunnatal liKhusuufil-Qomari Rak’ataini Lillahi Ta’alaa“
“Saya niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Bulan dua rakaat karena Allah ta’ala”
4. Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.
5. Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaharkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha :
جَهَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaharkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang panjang dan lama durasinya. Di dalam hadits shahih disebutkan tentang betapa lama dan panjang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu :
ابْنُ عَبَّاسٍرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال  كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًاطَوِيلاً نَحْوً امِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
"Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat bersama-sama dengan orang banyak. Beliau berdiri cukup lama sekira panjang surat Al-Baqarah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ruku' cukup lama, kemudian bangun cukup lama, namun tidak selama berdirinya yang pertama. Kemudian beliau ruku' lagi dengan cukup lama tetapi tidak selama ruku' yang pertama." (HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama setelah Al-Fatihah dibaca surat seperti Al-Baqarah dalam panjangnya. Sedangkan berdiri yang kedua masih pada rakaat pertama dibaca surat dengan kadar sekitar 200-an ayat, seperti Ali Imran. Pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat seperti Al-Maidah.
Habib Mundzir bin Fuad Al Musawwa, memberikan saran dengan membaca surat yang mudah dihafal, misalnya rakaat pertama membaca surat Yasin (surat ke 36) dan ar-Rahman (surat ke 55), lalu raka’at kedua membaca al-Waqiah (surat ke 56) dan al-Mulk (surat ke 78).
6. Kemudian ruku’ dan memanjangkan ruku’nya.
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku' dan sujud dengan bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala, baik pada 2 ruku' dan sujud rakaat pertama maupun pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat kedua. Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab bila dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah.
Panjang ruku' dan sujud pertama pada rakaat pertama seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' dan sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar 70 ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk terakhir sekadar 50 ayat.
Dalilnya adalah hadits shahih yang keshahihannya telah disepakati oleh para ulama hadits.
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,"Terjadi gerhana matahari dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat gerhana. Beliau berdiri sangat panjang sekira membaca surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' sangat panjang lalu berdiri lagi dengan sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari yang pertama. Lalu ruku' lagi tapi sedikit lebih pendek dari ruku' yang pertama. Kemudian beliau sujud. Lalu beliau berdiri lagi dengan sangat panjang namun sidikit lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku' panjang namun sedikit lebih pendek dari sebelumnya."  (HR. Bukhari dan Muslim).
7. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’
8. Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
9. Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.
10. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).
11. Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.
12. Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
j. Tasyahud akhir.
k. Salam.
c. Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Setelah Selesai Shalat Gerhana Matahari atau Bulan.
l. Setelah selesai melaksanakan shalat gerhana, maka imam menyampaikan dua khutbah kepada para jama’ah. Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.
Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha berikut ini :
أَنَّ النَّبِيَّ لَمَّافَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَاللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَآيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ لاَيُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍوَلاَلِحَيَاتِهِ فَإِذَارَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوااللَّهَ وَكَبِّرُوْا وَصَلُّوْا وَتَصَدَّقُوْا
"Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda kekuasan Allah subhanahu wa ta’ala. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah." (HR. Bukhari Muslim)
عَنْ عَائِشةَ رَضي الله عَنْهَا قَالَتْ: خَسَفَتِ الشمسُ عَلَى عَهدِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم. فَقَامَ فَصَلَّى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم بالنَّاس فَأطَالَ القِيَام، ثُمَّ رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قَامَ فَأطَالَ القيَامَ وَهو دُونَ القِيَام الأوَّلِ، ثم رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكوعَ وهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُم سَجَدَ فَأطَالَ السُّجُودَ، ثم فَعَلَ في الركعَةِ الأخْرَى مِثْل مَا فَعَل في الركْعَةِ الأولى، ثُمَّ انصرَفَ وَقَدْ انجَلتِ الشَّمْسُ، فَخَطبَ الناسَ فَحَمِدَ الله وأثنَى عَليهِ ثم قالَ:
إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”. ثم قال: ” يَا أمةَ مُحمَّد ” : والله مَا مِنْ أحَد أغَْيَرُ مِنَ الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أُمَّةَ مُحَمَّد، وَالله لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْراً “.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menuturkan bahwa : “Gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.
Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda,
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”
Nabi selanjutnya bersabda,
”Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”
(HR. Bukhari, no. 1044)
Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya mengatakan bahwa khutbah pada shalat gerhana itu disyariatkan. Dilakukan setelah shalat dengan dua kali khutbah, diqiyaskan dengan shalat Id. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 5/52, Asnal Mathalib, 1/286)
Dalam materi khutbah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahu bahwa :
·        Sesungguhya matahari dan bulan adalah dua ayat dari ayat-ayat Allah, yang dengan keduanya Allah hendak menakut-nakuti hamba-Nya.
·        Dan tidaklah terjadi gerhana pada keduanya karena kematian seseorang atau pun kelahirannya.
·        Jika kalian melihat gerhana, maka bersegera melaksanakan shalat dan berdo'alah kepada Allah, bertakbir dan bersedekah sampai matahari kembali normal.
وَحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ إِسْمَعِيلَ عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِمَا عِبَادَهُ وَإِنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنْ النَّاسِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] telah mengabarkan kepada kami [Husyaim] dari [Isma'il] dari [Qais bin Abu Hazim] dari [Abu Mas'ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhya matahari dan bulan adalah dua ayat dari ayat-ayat Allah, yang dengan keduanya Allah hendak menakut-nakuti hamba-Nya. Dan tidaklah terjadi gerhana pada keduanya karena kematian seseorang atau pun kelahirannya. Jika kalian melihat gerhana, maka shalat dan berdo'alah kepada Allah sampai matahari kembali normal (seperti sedia kala)." (Hadits Imam Muslim No. 1516)
·        Pentingnya ketika terjadi gerhana matahari atau bulan agar segera masuk ke masjid, timbulkan perasaan takut kepada Allah jika terjadi hari kiamat dan segera melaksanakan shalat.
·        Bertaubat dari dosa dan kesalahan dan memperbanyak istighfar (memohon ampun kepada Allah) serta niat memperbaiki diri untuk banyak berbuat kebajikan.
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَرَّادٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّي بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِي صَلَاةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ الْعَلَاءِ كَسَفَتْ الشَّمْسُ وَقَالَ يُخَوِّفُ عِبَادَهُ
Telah menceritakan kepada kami [Abu Amir Al Asy'ari Abdullah bin Barrad] dan [Muhammad bin Al Ala`] keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Buraid] dari [Abu Burdah] dari [Abu Musa radhiyallahu ‘anhu] ia berkata; “Pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah terjadi gerhana matahari, beliau terkejut dan bergegas berdiri karena takut kalau-kalau akan terjadi kiamat. Sampai beliau masuk ke masjid dan melaksanakan shalat dengan berdiri, ruku dan sujud yang panjang sekali, aku belum pernah melihat beliau memanjangkan bacaan sedemikian lama sebelumnya, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya semua tanda-tanda yang dikirimkan Allah ini bukanlah disebabkan oleh meninggalnya atau lahirnya seseorang, akan tetapi Allah mengirimnya untuk menakut-nakuti para hamba-Nya. Oleh sebab itu jika kalian melihatnya maka bersegeralah berdzikir mengingat Allah, memanjatkan do'a padaNya, serta memohon ampunan-Nya." Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Al 'Alaa' disebutkan: "Terjadi gerhana matahari…" dan dia berkata; "Untuk menakut-nakuti hambaNya". (Hadits Imam Muslim No. 1518)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuka khutbah dengan bacaan berikut:
أَنَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا .
(Bacaan pembuka khutbah ini, diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi No. 1105, Imam Abu Daud No. 2118, Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 1360, Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 5528, Imam Ath Thabarani Al Mu’jam Al Kabir No. 10079, Ahmad No. 4115)
Hadits ini dikatakan hasan oleh Imam At Tirmidzi. (Sunan At Tirmidzi No. 1105), dishahihkan oleh syeikh Syu’aib Al Arnauth. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 4115), syeikh Al Albani juga menshahihkan hadits ini. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 2118)
Kalimat pembuka ini dipakai ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam khutbah haji wada’, oleh karenanya dikenal dengan Khutbatul Hajjah. Tetapi, pembukaan seperti ini juga dianjurkan pada khutbah-khutbah lainnya, termasuk khutbah gerhana.
Imam Al Baihaqi menceritakan sebagai berikut:
قال شعبة قلت لأبي إسحاق هذه في خطبة النكاح أو في غيرها قال في كل حاجة
Berkata Syu’bah: Aku bertanya kepada Abu Ishaq, apakah bacaan ini pada khutbah nikah atau selainnya? Beliau menjawab: “Pada setiap hajat (kebutuhan).” (Lihat As Sunan Al Kubra No. 13604)
Ada pun tentang penutup khutbah, di dalam sunnah pun ada petunjuknya, yaitu sebuah doa ampunan yang singkat untuk khathib dan pendengarnya.
عن ابن عمر ، رضي الله عنهما قال : إن النبي صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة قام على رجليه قائما ، وخطب فحمد الله تعالى وأثنى عليه وخطب خطبة ، ذكرها ثم قال : أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia berkata: sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari Fathul Makkah berdiri di atas kedua kakinya, dan dia berkhutbah, lalu memuji Allah Ta’ala, dan menyampaikan khutbahnya, kemudian berkata: Aquulu qauliy hadza wa astaghfirullahu liy wa lakum – aku ucapkan perkataanku ini dan aku memohonkan ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian. (HR. Al Fakihani dalam Al Akhbar Al Makkah No. 1731)
Ucapan ini juga diriwayatkan banyak imam dengan kisah yang berbeda-beda, seperti oleh Imam Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush Shahabah, Imam Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, Imam Ad-Darimi dalam Sunannya, Imam Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, dan lainnya.
2. Jika khutbah sudah selesai, tetapi gerhana belum selesai, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan agar tetap di dalam masjid dengan memperbanyak dzikir, do’a, istighfar dan sedekah, sehingga gerhana menjadi normal kembali.
حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
“…..sehingga matahari kembali normal (seperti sedia kala)." (Hadits Imam Muslim No. 1516)

….فَإِذَارَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوااللَّهَ وَكَبِّرُوْا وَصَلُّوْا وَتَصَدَّقُوْا
"….Apabila kamu menyaksikan gerhana, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah." (HR. Bukhari dan Muslim)
.….فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ ……
“….Oleh sebab itu jika kalian melihat gerhana, maka bersegeralah berdzikir mengingat Allah, memanjatkan do'a padaNya, serta memohon ampunan-Nya..." (Hadits Imam Muslim No. 1518)
m. Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
Wallahu a'lam bishshawab,
Catatan 8 Kali Gerhana di Masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. 
Salah satu tokoh ahli falak di Indonesia, Ahmad Izzuddin, Ketua Asosiasi Dosen Falak Indonesia, dalam catatan beliau, selama masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setidaknya terjadi 8 kali gerhana dengan beragama jenisnya. Rinciannya adalah tiga kali gerhana matahari dan lima kali gerhana bulan, sehingga total ada 8 kejadian gerhana. 
Tetapi kalau kita merujuk pada riwayat-rowayat yang sampai kepada kita, kita hanya menemukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sekali melakukan shalat gerhana matahari dan sekali shalat gerhana bulan.
Rincian catatan beliau itu adalah sebagai berikut :
1. Gerhana Bulan 20 November 625
Inilah awal mula shalat gerhana di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tanggal itu bertepatan dengan 10 atau 11 Jumadal Akhirah tahun ke-4 Hijriyah.
عن عائشة - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قالت: جهر النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - في صلاة الخسوف بقراءته
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu bekata,"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjaharkan suaranya dalam shalat khusuf.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Gerhana Bulan 17 Mei 626
Gerhana bulan terjadi di waktu subuh yang terjadi pada 17 Mei 626. Kalau kita konversikan pakai komputer tanggal tersebut jatuh pada hari Sabtu 22 Dzul-Hijjah tahun ke-4 Hijriyah.
Menurut Ahmad Izzudin, gerhana bulan itu terjadi hanya parsial (sebagian) menjelang waktu subuh hingga subuh berakhir. Bahkan ketika bulan tenggelam masih dalam keadaan gerhana. Belum lagi, waktu gerhana ini sangat luas dengan waktu tenggelamnya sekitar 2 jam.
“Waktu tersebut merupakan waktu di mana kaum muslimin lebih banyak di rumah atau masjid untuk melakukan qiyamul lail. Bahkan umat biasanya masih melakukan zikir setelah subuh. Sehingga fenomena ini terabaikan,” kata Izzuddin.
3. Gerhana Matahari Mini 21 April 627
Gerhana yang kedua adalah gerhana matahari mini yang jatuh bertepatan dengan 26 Dzul-Qa'idah tahun ke-5 Hijriyah. Namun sangat kecil dan jelas tidak mungkin terasa, karena persentase piringan matahari yang tertutup bulan hanya 2 persen saja.Meski gerhana ini  berdurasi 32 menit 4 detik, namun nyaris tidak akan terasa.  
Menurut Ahmad Izzudin kita tidak mendapatkan riwayat bahwa di tahun itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat gerhana. Boleh jadi kita tidak mendapatkan riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat gerhana saat fenomena ini karena terlalu parsial hanya 2% saja.
4. Gerhana Bulan 25 Maret 628
Gerhana bulan sebagian ini terjadi dalam durasi 2 jam 7 menit 1 detik. Meski besar gerhana saat itu sudah 31 persen, namun waktunya terjadi saat maghrib tiba, di mana umat muslim tengah menjalankan Shalat Maghrib di masjid.
Kalau kita konversikan diperkirakaan jatuh pada hari Selasa, 10 Dzul Qa'idah tahun ke-6 Hijriyah
5. Gerhana Matahari Mini 3 Oktober 628
Kalau kita konversikan gerhana ini terjadi pada hari Jumat 26 Jumadal Awwal tahun ke7 Hijriyah dengan durasi gerhana 59 menit 46 detik. Nampaknya kita pun juga tidak mendapat riwayat bahwa  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjalankan shalat gerhana pada saat itu. Alasannya barangkali karena gerhana ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sebab piringan matahari yang tertutup hanya 12 persen.
“Awal gerhana saat itu terjadi sebelum matahari terbit dilihat dari Madinah. Sehingga saat terbit, matahari sudah dalam keadaan gerhana. Lalu beberapa saat gerhana sudah berakhir. Jadi mustahil dapat disadari,” kata dosen UIN Walisongo Semarang itu.
6. Gerhana Bulan 15 Maret 629
Gerhana itu merupakan gerhana bulan total yang terjadi selama 1 jam 40 menit 31 detik. Kalau kita konversikan tanggal itu jatuh pada tanggal 10 atau 11 Dzul Qa'idah tahun ke-7 Hijriyah.
Namun karena terjadi pada Maret di mana menjadi waktu mulai berakhirnya musim dingin, aktivitas masyarakat Arab kala itu masih rendah.
“Di samping itu sisa-sisa mendung kemungkinan masih banyak, sehingga bulan yang sedang gerhana luput dari perhatian masyarakat Madinah,” katanya.
7. Gerhana Bulan Sebagian 4 Maret 630 
Gerhana ini bertepatan dengan 10 atau 11 Dzul Qa'idah tahun ke-8 Hijriyah.
Durasi gerhana ini mencapai 2 jam 42 menit 47 detik dengan besar gerhana 68 persen saat waktu Maghrib. Tapi, Nabi tidak menjalankan salat gerhana karena kemungkinan awal gerhana terjadi sebelum bulan terbit. Sehingga saat terbit bulan sudah dalam keadaan gerhana. Lalu 23 menit setelah matahari terbenam (waktu Maghrib) gerhana sudah berakhir. Gerhana ini mungkin juga tidak tersadari oleh masyarakat Madinah saat itu.
8. Gerhana Matahari 27 Januari 632

Inilah gerhana dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diriwayatkan telah melakukan shalat berjamaah. Tanggal 27 Januari 632 bertepatan dengan 25 atau 26 Syawwal tahun ke-10 Hijriyah. Saat itu jalur gerhana melewati sejumlah negara di antaranya, Afrika, Arab Selatan, India, dan Asia Tengah. Sumber : http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1360336252&=catatan-8-kali-gerhana-di-masa-nabi-saw.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar