Dakwah adalah tulang punggung agama. Semua Nabi ‘alaihimush sholatu
wassalam di hadirkan di dunia untuk berdakwah. Dengan dakwahlah awal wujudnya agama.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah mencontohkan perjuangannya dalam berdakwah, begitu pula
para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Perjuangan dan pengorbanan beliau telah banyak di kisahkan dalam
kitab-kitab. Hampir seluruh waktu, harta, bahkan diri mereka habis di gunakan
untuk memperjuangkan agama. Dengan sebab perjuangan dan pengorbanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang
kemudian di lanjutkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum, Islam telah menjadi revolusi terbesar yang
pernah ada dalam peradapan manusia. Revolusi tersebut meliputi berbagai bidang,
termasuk revolusi akhlak dan moral sehingga menjadikan tatanan masyarakat
terbaik yang pernah ada. Islam waktu itu telah menunjukkan wibawanya sehingga
menjadi kaum yang paling di segani di seluruh dunia. Al-quran dan hadist telah
banyak menyebutkan tentang pentingnya dakwah dan tabligh. Tegaknya usaha dakwah
sangat mempengaruhi kemajuan dan kemerosotan umat. Banyak wilayah / negara yang
dulu jaya dengan ajaran Islamnya kini tinggal bekasnya saja. Hal ini terjadi
karena kurangnya kepedulian umat untuk mengamalkan dan mengusahakan agama.
Syaikh Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih salah satu tokoh yang memahami cita-cita dan perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan kerisauan yang dalam atas ketidak
pedulian umat terhadap agama. Apalagi keadaan masyarakat mewat ( India) yang
beliau saksikan waktu itu yang jauh dari agama. Hal itu semakin menambah
kerisauan dan rasa nyeri di hati beliau yang kemudian berusaha mencari jalan
keluar untuk mengubah suasana dan keadaan masyarakat mewat atas dasar cinta
beliau kepada Umat Islam. Beliau berusaha menegakkan kembali kepentingan usaha
dakwah dan menanamkan kepahaman pada umat tentang pentingnya dakwah untuk di
usahakan sebagaimana yang telah di tuntut oleh agama, serta agar setiap
individu memiliki rasa tanggung jawab untuk memajukan agama. Akhirnya beliau
mengirim rombongan dakwah dari mewat untuk di gerakkan dengan tujuan
mempraktekkan kehidupan Islami dan membudayakan usaha dakwah serta usaha amar
ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan masyarakat. Serta agar berlatih mengorbankan
harta, diri dan waktu untuk agama.
Sejarah telah menjadi saksi betapa besar pengaruh
gerakan dakwah yang di tegakkan kembali oleh Syaikh Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih. Dan telah menjadi fakta yang tak terbantahkan andil gerakan dakwah
dan tabligh serta usaha perbaikan umat tersebut dalam meninggikan kalimat
imaniyah di akhir abad ke-20 ini. Sehingga menjadi tinggilah kepentingan agama
di atas kepentingan lainnya dan kepentingan usaha atas agama di atas usaha
lainnya. Kemudian orang-orang berbondong-bondong untuk mengutamakan amal
daripada mal (harta), menghidupkan sunnah-sunnah dan adab-adab nabawiyah serta
menyiapkan diri untuk menjadi pejuang-pejuang agama, dengan mengorbankan harta
dan diri mereka di jalan Allah (semata-mata mengharap keridhaa-Nya).
Karena taufik dan inayah dari Allah subhanahu wa ta’ala sajalah, usaha dakwah dan tabligh tersebut kini
telah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Allah-lah yang menolong usaha dakwah
terswebut dan Allah kuasa untuk menghancurkanya. Pada saat ini dapat di lihat
betapa banyaknya manusia yang berbondong-bondong keluar di jalan Allah ke
setiap penjuru, bahkan ke setiap sudut perkampungan terpencil dengan semangat,
niat, cara dan tujuan yang sama untuk menyebarkan agama, hidayah dan
perdamaian. Setiap hari selalu ada jamaah atau rombongan dakwah yang terus di
kirim ke berbagai wilayah. Mereka senantiasa mendakwahkan agama siang dan
malam, mengingatkan umat bahwa tidak ada jalan menuju kebahagiaan kecuali
mengamalkan agama. Tujuan mereka yaitu untuk memperbaiki diri serta agar agama
yang telah di turunkan Allah swt dengan sempurna ini bisa wujud dalam kehidupun
umat islam seluruh alam (khususnya pada diri pekerja dakwah itu sendiri).
Sehingga seluruh kampung-kampung di seluruh alam bisa hidup sebagaimana Madinah
Al-munawarah pada jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Masjid-masjid seluruh alam bisa hidup
sebagaimana kehidupan masjid Nabawi pada jaman Rasulullah saw. Serta agar
manusia memahami pentingnya kerja atas agama melebihi kerja atas kebendaan.
Tidak ada satupun lapisan masyarakat yang
tertinggal dalam menyambut seruan untuk dakwah tersebut, dari Ulama-ulama,
Hufadz Qur’an, pelajar, orang awam, orang miskin, konglomerat, intelek,
pengusaha, pejabat, orang kota, orang desa, sampai bekas preman. Serta telah di
amalkan umat di seluruh belahan dunia. Berkat usaha dakwah dan tabligh tersebut
telah banyak orang yang hidupnya kelam mejadi terang, banyak orang kembali
tobat dari kemaksiatannya. Dalam usaha ini seolah-olah perbedaan suku, bahasa,
negara, status sosial menjadi kabur kemudian duduk rapat-rapat sebagai umat
akhir jaman yang mempunyai tanggung jawab untuk meneruskan risalah kenabian.
Bersatu padu menyatukan fikir dan saling tolong-menolong dalam memperjuangkan
agama yang sedang di timpa sakit yang parah ini. Ini juga bukti bahwa dakwah
memang ampuh untuk memperkuat persatuan umat dan menghindari perpecahan.
Amalan dakwah ini telah bergerak dan berkembang di
Afrika seperti Maroko, Al-Jazair, Tunis, dan Libya. Amalan dakwah ini juga
bergerak dan berkembang di Perancis, Belgia, Belanda, Albania, Inggris dan
Amerika. Juga di Timur tengah seperti Mesir, Jordania, Syiria, Libanon, Yaman
dan negara-negara Arab lainnya, di samping juga di negeri tempat asal mula
usaha ini berkembang, yakni India. Saat ini lebih dari 240 negara telah hidup
amalan dakwah ini.
Usaha dakwah dan tabligh tersebut bisa berkembang
dengan baik meskipun di negara-negara barat yang sangat minoritas Islamnya
(seperti Amerika, Eropa, Australi dll). Dengan sebab usaha dakwah di sana,
panji-panji Islam semakin berkibar tinggi. Di sana orang-orang semakin berani
untuk menampakkan ke-Islamannya. Orang semakin bangga untuk memakai
atribut-atribut sunnah seperti sorban dan ghamis. Bahkan banyak orang yang
akhirnya masuk Islam asbab usaha dakwah tersebut.
Suatu usaha yang besar, berskala dunia dan berkaliber
Internasional tentu mengundang reaksi yang besar pula. Berbagai sorotan dan
kritikan datang dari segala arah, Ada yang mendukung, simpati, mendorong dan
mencintainya. Ada juga yang membenci, dan menghalang-halangi. Hal ini wajar,
hampir semua pembaharuan selalu di iringi pertentangan. Namun fakta
membuktikan, siapapun yang terjun langsung dalam kerja dakwah tersebut maka
akan timbul jazbah (semangat) untuk mengamalkan agama. Dan timbul semangat
untuk mendakwahkan agama tersebut kepada orang lain.
Tentang asal nama "Jamaah Tabligh”, Pada
dasarnya tidak ada penamaan resmi terhadap kerja dakwah ini, dan awal gerakan
da’wah tersebut juga memang tidak ada nama khusus. Munculnya nama "Jama’ah Tabligh"
terwujud secara alami, sebagaimana jika orang menjual ikan maka orang-orang
akan menyebutnya "Penjual Ikan" atau jika orang menjual buah-buahan
maka orang-orang akan memanggilnya "tukang buah".
Di kisahkan bahwa Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih ketika memulai kegiatan dakwah tabligh ini
mengatakan, “aku tidak memberikan nama apa pun terhadap usaha ini. Tetapi,
seandainya aku memberinya nama, tentu aku menamakannya ‘gerakan iman’”. Beliau
menyadari bahwa memberikan satu nama khusus pada kegiatan ini berarti membuat
pengelompokan baru pada ummat. Ada umat yang anggota dan yang bukan anggota.
Sedangkan dakwah dan tabligh adalah satu amal ibadah seperti sholat, puasa,
dzikir, dan sebagainya. Sebagaimana dalam ibadah-ibadah lain tidak ada
pengelompokkan dan keanggotaan (misalnya kelompok ahli sholat, ahli puasa, dan
lain-lain) demikian pula halnya dengan dakwah dan tabligh. Selain hal itu,
dakwah adalah tanggung jawab setiap individu ummat ini yang harus mereka
tunaikan tanpa kecuali. Bila di bentuk satu kelompok dakwah, tentu akan timbul
kesan bahwa dakwah adalah tugas anggota kelompok dakwah saja. Dengan berbagai
pertimbangan itulah Maulana Ilyas tidak memberikan nama terhadap usaha dakwah
tabligh.
Bahkan, di berbagai wilayah Indonesia orang-orang
mempunyai sebutan yang berbeda-beda. Misalnya jamaah silaturahmi, kuba, jaulah,
khuruj, osamah, jama’ah tholib, bahkan ada yang menyebut jamaah kompor karena
sering membawa kompor kemana-mana. Ada juga sejumlah aktivis da’wah yang kurang
senang bila dirinya di sebut anggota jamaah tabligh. Dakwah dan tabligh adalah
tanggung jawab seluruh umat bukan tugasnya sekelompok orang tertentu. Namun
yang menjadi kesalahpahaman besar, terutama di Indonesia adalah menganggap
kerja tersebut hanya milik kelompok tertentu. Padahal di harapkan semua umat
ikut ambil bagian dalam kerja dakwah ini sekuat kemampuan yang bisa di berikan.
Azas (landasan) dari kerja dakwah tersebut adalah
musyawarah yang berdasarkan ruang lingkupnya terbagi dalam beberapa tingkatan
musyawarah. Tingkat yang paling besar adalah musyawarah dunia yang biasanya di
adakan 2 tahun sekali. Musyawarah nasional biasanya di adakan 4 bulan sekali
(Utk Indonesia), kemudian di bagi lagi dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil,
misalnya musyawarah jawa tengah biasanya 2 bulan sekali, di bagi lagi dalam
musyawarah halaqoh (kawasan) biasanya 1 minggu sekali. Sedangkan yang terkecil
adalah musyawarah harian yang biasanya di adakan setiap hari di maholla
(masjid) masing-masing. Setiap pekerja dakwah juga di anjurkan bermusyawarah
setiap hari dengan keluarga di rumahnya masing-masing untuk kemajuan agama
(setidaknya kemajuan agama dalam keluarga), sehingga ahli keluarga ikut ambil
bagian dalam usaha dakwah. Selain itu juga masih banyak musyawarah-musyawarah
lain yang belum di sebutkan di atas karena setiap kerja selalu di awali dengan
musyawarah. Dalam musyawarah dunia, perkembangan dakwah di evaluasi, serta di
bicarakan terti-tertib yang akan di ambil dalam periode yang akan datang.
Sehingga terkadang terjadi perubahan tertib setelah musyawarah dunia.
Pembagian-pembagian wilayah dalam peta dakwah
tabligh tersebut tidak terpengaruh oleh batas-batas formal yang ada dalam pemerintah.
Berdasarkan tempat berdakwah terbagi menjadi dua,
yaitu intiqoli dan maqomi. Intiqoli yaitu dakwah di tempat orang lain atau
kampung lain dengan berpindah atau dengan melakukan perjalanan dengan masa
tertentu. Orang di sekitar tempat yang di datangi di harapkan akan memberi
bantuan untuk kerja dakwah sehingga terjalin kerjasama antara pendatang dengan
orang tempatan, sebagaimana kerjasama yang terjalin antara Sahabat muhajirin
dan anshor di Madinah pada jaman Rasulullah saw. Sedangkan maqomi adalah dakwah
di tempatnya masing-masing. Setiap pekerja di anjurkan untuk meluangkan
beberapa jam setiap harinya untuk bersilaturahmi dengan orang-orang di sekitar
tempatnya masing-masing untuk mendakwahkan agama. Dalam berdakwah juga di kenal
istilah amalan secara infirodi dan Ijtima’i. Infirodi yaitu amalan secara
individu sedangkan ijtima’i secara berkelompok(berjamaah). Begitu pula dalam
berdakwah juga bisa di lakukan secara infirodi maupun ijtima’i.
Pekerja dakwah di anjurkan untuk mengikuti
tertib-tertib dan arahan-arahan yang di sepakati guna menjalankan dakwah,
misalnya ketika keluar di jalan Allah (khuruj fi sabilillah) hendaknya
memperbanyak da’wah ilallah, ta’lim wa ta’lum, dzikir wal ibadah,dan khidmat.
Mengurangi masa makan dan minum, tidur dan istirahat, bicara sia-sia, keluar
dari lingkungan masjid. Menghadapi segala kesulitan dengan sabar. Jangan
menyinggung masalah politik, khilafiyah (perbedaan pendapat di kalangan ulama),
status sosial, dan derma sumbangan dalam berdakwah (ketika keluar). (Tidak
boleh menyinggung masalah politik dan khilafiyah karena membicarakan hal
tersebut ketika keluar di jalan Allah bisa menimbulkan perdebatan dan
perpecahan di antara jamaah). Dan masih banyak arahan-arahan lainnya.
Pada jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, masjid Nabawi menjadi pusat kegiatan umat, dari
sana di bentuk jamaah / rombongan dakwah maupun jihad. Di sana juga sebagai
pusat belajar-mengajar, pusat beribadah dan pusat melayani umat, Sehingga dalam
usaha dakwah dan tabligh ini juga menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan
dakwah. Berangkat dari masjid dan kembali lagi ke masjid. Untuk kawasan
tertentu ada masjid yang di jadikan markaz (bahasa arab untuk kata
centre/pusat). Di situlah biasanya para pekerja dakwah melakukan ijtima’
(pertemuan).
Dalam ijtima’ tersebut juga di bentuk
jama’ah-jamaah yang akan di kirim ke berbagai tempat untuk berdakwah. Pada
malam ijtima’ di adakan bayan (majelis penerangan untuk menerangkan maksud serta
tujuan dakwah dan tabligh). Petugas bayan (mubayin) memberikan nasihat serta
dorongan kepada para jamaah agar memikul tanggung jawab agama dengan cara
mengorbankan sebagian dari harta, diri dan waktu, untuk keluar di jalan Allah.
Bayan di akhiri dengan tasykil yaitu tawaran serta bujukan kepada para jamaah
untuk mengorbankan sebagian harta, diri dan waktu untuk keluar di jalan Allah
dengan masa tertentu dalam rangka mendakwahkan agama. Kemudian orang yang
berniat untuk ikut keluar (khuruj fi sabilillah) mendaftarkan diri untuk di
data. Di sana juga biasanya di bacakan kitab Hayatus-Shohabah yang berisi
perjuangan dan pengorbanan para sahabat untuk agama, sehingga para jamaah bisa
meneladani para sahabat radhiyallahu anhum dalam mengamalkan dan memperjuangkan agama. Dengan
begitu juga bisa dirasakan bahwa pengorbanan para jamaah belum ada apa-apanya
di bandingkan pengorbanan para sahabat r.a dalam membela agama. Orang yang
mendapat tugas membaca kitab Hayatush-Shahabah haruslah orang ‘Alim(berilmu).
Kelebihan mereka dalam berdakwah adalah kerelaan
mereka mengorbankan keperluannya untuk kepentingan dakwah. Mereka rela
mengorbankan sebagian harta, diri dan waktu mereka untuk mendakwahkan
agama sampai melewati batas pulau dan
batas negara. Dalam berdakwah mereka siap di caci dan di maki, hal itu tidak
akan menghentikan mereka. Hubungan antara pekerja dakwah ini sangat erat,
mereka memiliki kesatuan hati yang sangat kuat, di dalamnya ada kasih sayang,
dan semangat mengutamakan orang lain (itsar). Keindahan hubungan mereka dapat
di lihat dari ijtima’-ijtima’ yang di adakan. Kasih sayang ini bukan hanya
untuk sesama pekerja dakwah saja. Dalam berdakwah jamaah senantiasa berusaha
menjalin hubungan dengan baik kepada orang-orang yang di temui. Dalam berdakwah
di anjurkan menghindari perdebatan serta berdakwah dengan penuh hikmah dan
bijak. Para Da’i di anjurkan menghadirkan sifat ikromul muslimin (memuliakan sesama muslim) terutama kepada Ulama yang
di jumpai.
Tidak ada paksaan dalam menjalankan usaha dakwah
ini. Walaupun para masyaikh dan Syuro
senantiasa memberi arahan-arahan dan nasihat dalam mengamalkan dakwah, tapi
dalam pelaksanaanya apakah akan di amalkan atau tidak kembali kepada setiap
individu. Namun alangkah baiknya jika semua orang bisa ikut ambil bagian dalam
usaha ini. Usaha dakwah tersebut sangat terbuka, semua orang bisa ikut ambil
bagian dalam usaha dakwah.
Para masyaikh (ulama) juga senantiasa mengingatkan kepada
orang-orang yang bekerja di bawah usaha dakwah tersebut bahwa tujuan utama
dalam mengamalkan dakwah tersebut adalah untuk memperbaiki diri (ishlah),
memperbaiki orang lain bukanlah tujun utama mereka dalam berdakwah.
Amalan dakwah yang telah di konsepkan sangat bagus
dan mulia, tapi yang menjalankan dan mengamalkan juga manusia biasa yang datang
dari berbagai latar belakang. Tidak mungkin bisa terhindar dari kesalahan. Jika
di cari-cari kekurangan mereka, tentu akan banyak di temukan, hal ini wajar. Di
antara mereka sudah ada yang bertugas untuk mengarahkan dan meluruskan.
Secara realita kondisi umat saat ini pada umumnya
sudah jauh dari apa yang di wasiatkan Rasulullah saw. Banyak masjid di bangun
namun semakin sedikit yang memakmurkannya. Masjid sudah semakin megah namun
semakin sepi dari amalan. Pemuda-pemuda kita lebih bangga menirukan gaya
selebriti daripada Nabi kita. Kita sebagai Umat Islam tidak sadar telah ikut
terbawa budaya yahudi dan nasrani. Kini agama, satu-satunya yang menjadi sebab
kebahagiaan, kemuliaan dan kejayaan dunia akhirat di anggap sesuatu yang tidak
penting sehingga di abaikan begitu saja. Dengan memberi ummat kitab tebal
kemudian kita cuma berharap agar umat mengamalkanya sementara mereka belum
memahami kepentingan agama merupakan perkara yang hampir mustahil.
Opini masyarakat terbentuk dari apa yang mereka
lihat, masyarakat sudah kesulitan melihat kehidupan islam yang sesungguhnya.
Cara bagaimana bermu’amalah, mu’asyaroh, berakhlak yang dulu pernah di ajarkan
Rasulullah saw kini telah hilang dari umat Islam. Jika dulu ada yang bertanya
bagaimana akhlak Rasulullah saw maka bisa di jawab akhlak beliau adalah
Al-quran. Namun saat ini kehidupan Islami seolah-olah hanya di dalam buku-buku
saja......
Di jaman sekarang ini, budaya materialisme sudah sangat kental dalam
kehidupan masyarakat, masih adanya sekelompok orang yang mau berkorban untuk
mendakwahkan agama merupakan suatu rahmat dari Allah swt yang seharusnya kita
tolong dan kita syukuri.
Thola’albadru‘alaina mintsaniyatilwada’ wajaba syukru ‘alaina
maada’alillahida’. (Telah terbit purnama di atas kita muncul dari tsaniyatul
wada’, wajib bersyukur atas kita selama masih ada Da’i yang mengajak kepada
Allah)……
Perhatian :
Dengan dakwah maka hidayah akan tersebar pada
ummat manusia di seluruh alam, sehingga banyak manusia masuk Islam dan kembali
kepada syariat Islam. Ketinggian Islam akan nampak. Masjid akan berfungsi
sebagaimana zaman Rasulullah dan para sahabat. Kasih sayang akan terbina sesama
muslim dan terhadap makhluk Allah yang lain. Kedamaian, ketentraman,
menyebarkan salam dan kehidupan saling tolong menolong tumbuh berkembang merasa
sebagai saudara. Inilah gambaran kehidupan syurga yang Insya Allah kita semua
mengharap agar dapat segera memasukinya... amin. Asbab dakwah dan tabligh
kehidupan syurga dapat tercermin dalam kehidupan akhlak manusia, sebelum
memasuki syurga... Allahu akbar......Subhanallah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar