ETIKA BERBEDA MAZHAB DAN PENDAPAT DALAM ISLAM
Sepertinya 1 syawal tahun ini ada perbedaan antara kelompok
umat Islam yang berpatokan pada rukyah dan hisab, maka saya tergerak untuk
menulis khutbah idul fitri tahun ini dengan tema bagaimana bersikap dengan
adanya perbedaan ini? mana perbedaan yang di bolehkan dan mana yang seharusnya
tidak boleh ada? Semoga bermanfaat bagi para khatib atau
pribadi muslim, semoga, amin.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
“ETIKA BERBEDA MAZHAB DAN PENDAPAT
DALAM ISLAM”
Oleh: H. Abbas Arfan Baraja, Lc. M.H.
الله أكبر (9x) :
الله أكبر عدد ما صام صائم وأفطر ،
الله أكبر عدد ما هَلّل مهلّل وكبّر ، الله أكبر كلما تراكم سحاب وأمطر، الله أكبر
الله أكبر ، لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد .
الحمد لله الذي سهَّل للعباد طريق
العبادة ويسر . وأفاض عليهم من خزائن جوده التي لا تحصر . وجعل لهم عيداً يعود في كل عام ويتكرر . نقّاهم به من دون الذنوب وطهَّر . فما مضى شهر الصيام إلا وأعقبه أشهر الحج إلى بيته المطهّر .
أحمده سبحانه على نعمه التي لا تحصر .
وأشكره وهو المستحق لأنْ يُحْمدَ
ويشكر . وأشهد أن لا إله
إلا الله وحده لا شريك له خلق فقدّر ، ودبّر فيسر . وأشهد أن سيدنا محمداً عبده ورسوله صاحب اللواء والكوثر .
نبي نُصر بالرعب مسيرة شهر حتى إنه
ليخافه ملك بني الأصفر . نبي غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر ، ومع ذلك قام على قدمه
الشريف حتى تفطر . اللهم صل وسلم وبارك وكرم ومجد وعظم على سيدنا محمد وعلى آله
وصحبه ما لاح هلال وأنور ، وسلم تسليما كثيراً ,الله أكبر الله أكبر ، لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر
ولله الحمد.
)أما بعد( فيا عباد الله…, اتقوا الله تعالى واعلموا أنه ليس السعيد من أدرك العيد ولبس
الجديد ، وخدمته العبيد ، إنما السعيد من اتقى الله فيما يبدي ويعيد ، وفاز بجنة
نعيمها لا يفنى ولا يبيد ، ونجى من نار حرها شديد وقعرها بعيد ، وطعام أهلها
الزقوم وشرابهم الصديد ، ولباسهم القطران والحديد . عباد الله…الصلاة الصلاة ، فمن حفظها فقد حفظ دينه ومن ضيعها فهو لما
سواها أضيع ، واعلموا أن الله تعالى أمركم ببر الوالدين وصلة الأرحام ، والصبر على
فجائع الأيام ، والإحسان إلى الضعفاء والأيتام.
Kaum Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah
Diantara penyakit berbahaya yang
menimpa umat Islam setelah masa sahabat Nabi dan tabi’in sampai saat ini adalah
penyakit ikhtilaf fi al-mazhab atau perbedaan pendapat dan cara pandang
dalam dikotomi mazhab dalam beberapa persoalan agama yang seharusnya tidak
boleh ada perbedaan. Penyakit berbahaya ini telah menyerang ke berbagai wilayah
dan semua tingkatan sosial. Penyakit telah merusak ke dalam seluruh aspek
kehidupan masyarakat Islam. Semua aspek kehidupan yang telah terjangkit oleh
penyakit ini bagai awan hitam yang menyelubungi jiwa manusia, kemudian
memunculkan uap diiringi hujan lebat yang menimpa setiap hati yang gersang,
sehingga mekarlah beragam pertikaian dan perselisihan. Seolah-olah segala
sesuatu yang ada pada umat ini, seperti berbagai kewajiban. larangan dan ajaran
mendorong pada munculnya ikhtilaf dan menyemarakan permusuhan serta
perselisihan.
Seharusnya yang terjadi bukan seperti
kondisi di atas, tapi sebaliknya. sebab tidak ada yang paling ditekankan
al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. untuk dilaksanakan umat Islam setelah kewajiban
bertauhid, selain persatuan umat dan menyingkirkan perselisihan di antara
mereka, yakni berupa Kalimat al-Tauhid dan Tauhid al-Kalimat.
Hadirin Jama’ah ‘Idul Fitri
rahimakumullah
Allah Swt. telah menceritakan kepada
kita sejarah beberapa umat dan agama pada masa-masa lampau untuk dijadikan
cermin dan pelajaran. Allah menjelaskan bagaimana mereka bangkit dan mampu membangun
peradaban yang besar, sekaligus menjelaskan kenapa mereka hancur dan porak
poranda. Allah Swt. sangat mewanti-wanti kita agar jangan sampai jatuh ke dalam
penyakit perpecahan, perselisihan dan fanatik kelompok yang sempit. Allah
berfirman dalam Q.S. al-Rum : 31-32 ;
مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
”Kembalilah kalian semuanya kepada
Allah, bertaqwalah pada-Nya, dirikanlah sholat dan jangan sekali-kali kalian
menjadi seperti orang-orang musyrikin. Yaitu orang-orang yang berselisih dalam
agamanya dan mereka berkelompok-kelompok, yang setiap kelompok membanggakan
(menganggap benar) kelompoknya sendiri”.
Dan dalam Q.S. Ali Imron : 103 ;
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ
”Berpegang teguhlah kalian semua dengan
tali (agama)-nya Allah dan jangan berselisih/ bercerai-berai”.
Nabi kita pun telah bersabda. Yang
sabdanya ini senantiasa diucapkannya pada setiap khutbah-khutbah jum’atnya ; “Alaikum
bil jama’ah, fa-inna yadallohi ma’al jama’ah”.
Kaum Muslimin dan Muslimat yang
berbahagia
Dilihat dari berbagai aspek, perbedaan
merupakan kondisi alami (fitrah). Perbedaan berkait erat dengan perbedaan
personal dalam batasan yang lebih jauh. Sangat mustahil terbentuk suatu sistem
kehidupan dan membangun interaksi sosial di antara manusia yang sama rata dalam
berbagai hal, sebab kalau seperti itu tidak ada proses take and give di antara
manusia.
وقد روى عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :”اختلاف أمتي رحمة” فاستصوب عمر ما
قاله
“Ada sebuah riwayat Hadits dari Nabi
SAW, Beliau bersabda: “Perbedaan umatku adalah rahmat”, dan Umar bin Khattabpun
membenarkan (mendukung) sabda Nabi itu.”
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan umatku dalam Hadits adi atas adalah para ulama mujtahid
yang berijtihad dalam masalah furu’iyyah. Imam Nawawi sangat mendukung Hadits
di atas dan menentang orang-orang yang menganggap Hadits itu tidak masuk akal
sehingga layak dianggap Dlaif. Dan lebih jauh lagi Imam Nawawi menukil
pendapat Imam al-Khathabi yang berkata:
قال الخطابي والاختلاف في الدين ثلاثة أقسام أحدها في اثبات
الصانع ووحدانيته وانكار ذلك كفر والثاني في صفاته ومشيئته وانكارها بدعة والثالث
في أحكام الفروع المحتملة وجوها فهذا جعله الله تعالى رحمة وكرامة للعلماء وهو
المراد بحديث اختلاف أمتي رحمة
“al-Khathabi berkata:
“Perbedaan-perbedaan dalam agama Islam dapat dikelompokan menjadi tiga
macam; pertama, perbedaan dalam menetapakan Zat tunggal (Allah) yang menciptakan
alam semesta, maka yang ingkar
dengan hal ini (beda keyakinan) adalah kafir. Kedua, perbedaan dalam keberadaan
tentang sifat-sifat dan kehendak Allah SWT, maka mereka yang ingkar
dengan hal ini tergolong bid’ah. Ketiga, perbedaan dalam hukum-hukum furu’
(cabang) yang mungkin beda interpretasinya, maka perbedaan-perbedaan dalam hal
ini adalah perbedaan yang merupakan rahmat dari Allah dan kehormatan bagi para
ulama. Dan inilah yang dimkasud dengan Hadits Nabi SAW; Perbedaan-perbedaan
umatku adalah rahamat.”
Oleh karena itu, ikhtilaf dalam masalah
ibadah dalam Islam, ada yang dibenarkan dan ada yang tidak. Adapun perbedaan
ibadah yang dibenarkan adalah perbedaan yang terkait secara individu, seperti
perbedaan dalam mazhab-mazhab Fiqh. Misalnya baca Fatehah dalam sholat dengan
Basmalah atau tidak, sama-sama sah dan benar. Shalat shubuh dengan qunut
ataupun tidak, dan lain-lain.
Maka Imam al-Qorofi, seorang ulama
besar yang bermazhab Maliki pada abad 6 Hijriyah berfatwa dalam kitabnya al-Ihkam
; …”Bahwa sesungguhnya para muqollid (orang-orang yang bertaqlid) kepada
beberapa imam mujtahid yang berbeda itu diperbolehkan antara mereka sholat
berjama’ah (satu dengan lainnya yang berbeda mazhab), walaupun setiap salah seorang
di antara mereka mempunyai satu kenyakinan bahwa apabila ia mengerjakan sesuatu
yang sama dengan imamnya yang lain mazhab itu, maka sholatnya akan batal alias
tidak sah, seperti mengusap sebagia kepala (dalam wudlu) atau tidak baca
Basmalah (dalam fatehah sholat)”.
Oleh karena itu sangat naif dan
berlebihan, jika karena ada perbedaan dalam ibadah ia lantas mendirikan masjid
baru, padahal di kampung itu sudah ada masjid. Adapun perbedaan ibadah yang
tidak dibenarkan dalam Islam, adalah perbedaan ibadah yang menyangkut khalayak
ramai atau kolektif, seperti perbedaan awal Ramadhon atau hari Raya ‘idain.
Yang dalam hal ini ada perseteruan antara ulama ahli ru’yah dan ahli hisab.
Yang keduanya sama-sama memiliki dalil yang kuat dan bisa diterima dalam diskursus
keilmuan Islam yang kalau saya kemukakan di mimbar ini akan membutuhkan waktu
yang lama.
Oleh sebab itu, maka di sini al-Faqir
hanya akan mengusulkan makhroj (jalan keluar)-nya ; sama seperti apa
yang sudah digariskan oleh Allah dalam Q.S. al-Nisa ayat 59 ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ
وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي
شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
”Wahai orang-orang yang beriman !,
taatlah kalian semua kepada Allah, Rasul-Nya dan ulil amri (pemerintah atau
ulama) kalian, maka jika kalian berselisih atau berbeda pendapat, maka harus
kalian kembalikan semuanya kepada (ketetapan) Allah dan rasul-Nya…”
Jadi, ikhtilaf antara ahli ru’yah dan
hisab ini kita kembalikan kepada Allah (al-Qu’an), sedang al-Qur’an menyuruh
kita kembali kepada Rasul-Nya. Maka kita harus kembalikan masalah ini kepada
Nabi Muhammad Saw. dengan melihat fakta sejarah pada masa Nabi Saw. yang
menurut Ibn Taimiyah dalm kitabnya “Bayan al-Huda min al-Dlolal”, menegaskan
bahwa “para ulama sudah ijma’ atau konsesus untuk tidak memakai hisab dalam
menentukan awal Ramadhon atau Syawal dalam tiga abad (sejak zaman Nabi, para
Sahabatnya, Tabi’in dan Tabi’ tabi’in) dan mula-mula perbedaan pendapat tentang
pemakaian hisab ini terjadi setelah abad ketiga Hijriyah.”
Hadirin dan Hadirat rohikumullah
Perbedaan yang muncul kepermukaan
secara kolektif seperti ini, saya rasa hanya ada di negeri Indonesia tercinta
ini. Karena pengalaman saya selama menimba ilmu di Mesir dan Yaman, belum
pernah terjadi dua awal Ramadhon atau dua hari Raya. Begitupun ketika saya
mencoba mengorek masalah ini kepada orang-orang Mesir yang sudah lanjut usia
dan ternyata belum pernah terjadi perbedaan itu dalam negeri mereka. Walaupun
ahli hisab sangat banyak dan tokoh-tokoh reformis atau modernis Islam tidak
terhitung jumlahnya di negeri piramid itu, namun mereka bisa menahan diri dan
mau melebur demi persatuan dan kesatuan umat Islam dalam satu wilayah negara
khususnya
Maka solusi yang saya tawarkan untuk
masalah ini adalah dengan lebih mengutamakan ru’yah daripada hisab, karena
tiga alasan berikut ini;
a). Penggunaaan
ru’yah adalah merupakan amaliyah Nabi Saw. dan para Sahabat sampai generasi
ulama-ulama salaf sesudahnya yang telah sepakat sampai abad ketiga
Hijriyah untuk tidak menggunakan hisab,
b). Kesalahan atau perbedaan yang terjadi dalam
penggunaan hisab (antar sesama ahli hisab dengan berbagai perbedaan metode
penetapannya) lebih banyak dan besar daripada antar intern ahli ru’yah.
Artinya dengan hisab akan lebih memicu banyak perbedaan lainnya, belum lagi
keakuratan hitungan para ahli hisab juga memungkinkan untuk berbeda walau
dengan satu metode yang sama persis, karena akan dipengaruhi oleh subyektifitas-nya
masing-masing,
c) Bila terjadi
kesalahan, maka kesalahan pada ru’yah lebih bisa dima’fu (dimaafkan)
oleh Syara’ (dalam hal ini Hadits Nabi saw; Shumu li ru’yatih….) daripada
kesalahan pada hisab, karena dalam Hadits itu Nabi Saw. sudah mengisyaratkan
dengan sabdanya: “….Fa in ghumma ‘alaikum,….” Yang dapat
memberikan sebuah pengertian bahwa apabila bulan terhalang mendung (yang barangkali
realitanya sudah muncul), maka boleh Istikmal (menyempurnakan hitungan
genap 30 hari).
Semoga semua umat Islam di Indonesia
khususnya dan di dunia pada umumnya Allah SWT berikan hidayah kesadaran bahwa tauhid
al-kalimat atau Ukhuwwah Islamiyyah adalah sebuah keniscayaan sebagaimana
pentingnya kalimah al-tauhid, dan umat Islam juga bisa membedakan mana
ikhtilaf atau perbedaan yang di perbolehkan dan mana yang tidak boleh. Semoga
Allah SWT selalu melindungi umat Islam dari segala macam marabahaya dan
bencana; lahir dan batin; internal dan eksternal; dunia dan akherat. Amin.
Semoga di pagi ini, kita semua; semua
umat Islam yang puasa ramadlan dan shalat idul fitri mendapatkan rahmah,
barakah, karamah, magfirah, hidyah dan fadilah dari Allah sebagaimana
yang dijanjikan-Nya lewat lisan utusan-Nya: Nabi kita Muhammad ibn Abdilah
dalam sebuah Hadits riwayat Ibn Abbas yang cukup panjang yang ada penghujung
Hadits itu Nabi SAW bersabda:
فإذا كانت ليلة الفطر سميت تلك الليلة ليلة الجائزة فإذا كانت
غداة الفطر يبعث الله الملائكة في كل بلاد فيهبطون إلى الأرض فيقومون على أفواه
السكك فينادون بصوت يسمع من خلق الله عز و جل إلا الجن و الإنس فيقولون :
يا أمة محمد اخرجوا إلى رب كريم بعطي
الجزيل و يعفو عن الذنب العظيم فإذا برزوا لمصلاهم يقول الله عز و جل للملائكة :
ما جزاء الأجير إذا عمل عمله قال
فتقول الملائكة إلهنا و سيدنا جزاؤه أن توفيه أجره قال : فيقول فإني أشهدكم با ملائكتي أني قد جعلت ثوابهم من صيامهم
شهر رمضان و قيامه رضائي و مغفرتي و يقول : يا عبادي سلوني فوعزتي و جلالي لا تسألوني اليوم شيئا في جمعكم
لآخرتكم إلا أعطيتكم و لا لدنياكم إلا نظرت لكم فوعزتي لأسترن عليكم عثراتكم ما
راقبتموني و عزتي لا أخزيكم و لا أفضحكم بين يدي أصحاب الحدود انصرفوا مغفورا لكم
قد أرضيتموني و رضيت عنكم فتفرح الملائكة و يستبشرون بما يعطي الله عز و جل هذه
الأمة إذا افطروا من شهر رمضان.
جعلني الله وإيكم من العائدين والفائزين والمقبولين…أمين. وإذا قرئ القران فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون:)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ
فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى
سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ
عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(.
Kisah Penetapan Awal Ramadan tahun 2011
Hidayatullah.com–Penetapan 1 Syawal tahun 1432 Hijriyah yang menurut sebagian besar
negara Muslim di Arab dan Asia jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011, ternyata
menyisakan perdebatan. Setidaknya di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Sejumlah ulama Saudi menilai,
astronom dan ilmuwan Saudi Khalid Al Zaaq membuat orang kebanyakan menjadi
bingung, karena meragukan kesaksian yang menyatakan bahwa hilal sudah terlihat
pada Senin petang (29/8), atau pada hari ke 29 Ramadhan.
Sebagaimana diketahui, pihak
berwenang Saudi menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011,
setelah mendapatkan kesaksian dari orang-orang yang dikenal integritasnya bahwa
hilal telah terlihat pada tanggal 29 Ramadhan malam (29/8).
Namun, ketetapan itu kemudian
menjadi perdebatan setelah kata-kata Al Zaaq, yang menyatakan bahwa hilal tidak
mungkin terlihat pada 29 Ramadhan, dikutip secara luas oleh media-media lokal
baik cetak, elektronik maupun online.Hal itu menyebabkan keraguan dan
kebingungan di kalangan masyarakat umum.
Dalam khutbah Jum’atnya (02/9)
di Masjid Imam Turki di Riyadh, Mufti Besar Arab Saudi Syeikh Abdul Aziz bin
Abdullah Al Asyeikh mengatakan bahwa prosedur melihat hilal yang dilakukan
senantiasa mengikuti sunnah. Syariah telah menerangkan prosedur itu dengan
jelas. Umat Islam tidak akan pernah meninggalkan sunnah dan mengikuti
pendapat-pendapat yang keliru.Bulan di berbagai wilayah Arab
Saudi terlihat sangat jelas keesokan harinya, atau pada Selasa malam (30/8).
Hal itu mengukuhkan pernyataan yang mengatakan bahwa hilal sudah terlihat pada
Senin malam tanggal 29 Ramadhan.Sejumlah warga di sebelah barat
Al Ais juga mengatakan bahwa mereka telah melihat bulan [baru] pada Senin malam
selama 30 menit.
Pernyataan penduduk Al Ais itu
kontradiktif dengan pernyataan para ahli astronomi yang mengatakan bahwa bulan
tidak mungkin terlihat pada waktu itu.Sementara itu di Uni Emirat
Arab, Mufti Besar Dubai Dr. Ahmad Al Haddad menegaskan bahwa klaim yang
meragukan akurasi pemantauan hilal yang dilakukan pihak berwenang adalah salah
dan tidak berdasar.
Komite pemantauan hilal Uni
Emirat Arab yang diketuai Menteri Kehakiman Dr. Hadif Juan Al Dahiri, terdiri
dari para ahli astronomi dan sejumlah saksi-saksi. Mereka bersaksi dan
mengumumkan bahwa hilal 1 Syawal telah terlihat pada Senin malam 29 Ramadhan.
Di mana berarti Idul Fitri jatuh pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011.
Syeikh Al Haddad menghimbau agar
perdebatan tidak berdasar mengenai penentuan 1 Syawal yang masih ada segera
diakhiri. Ia juga menegaskan bahwa adakalanya puasa Ramadhan itu 29 hari dan
tidak selalu 30 hari, sebagaimana disampaikan dalam hadist Rasulullah.
Muslim yang berpuasa selama 29
hari tidak perlu khawatir, karena pemantauan hilal untuk penentuan Ramadhan dan
Syawal sudah dilakukan jauh hari. Menurut Syeikh Al Haddad, untuk
menghindari perselisihan berkepanjangan tentang penentuan bulan baru,
negara-negara Muslim seharusnya memiliki mekanisme pemantauan hilal yang sama,
disetujui dan dipatuhi oleh semua negara. Jika tidak, maka perdebatan yang sama
akan terus muncul di kemudian hari. Kita sangat perlu sebuh satelit
khusus, dengan hasil [pengamatan] yang mengikat negara-negara Muslim, guna
menghapus kesalahan manusia dan menghindari perdebatan panampakan bulan,” kata
Syeikh Al Haddad.
Sekelompok ulama di Al Azhar,
Mesir, sedang mengerjakan proyek ini, yang akan dibahas dalam sebuah konferensi
dunia, yang rencananya segera akan digelar oleh Liga Muslim Dunia di Makkah,
atas sponsor dari pihak kerajaan,” jelas Syeikh Al Hadad.Di kawasan Arab dan Teluk
sebagian besar negara merayakan Idul Fitri pada hari Selasa (30/8). Sementara
yang menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabu (31/8) antara lain adalah Oman
dan Iran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar