Tugas Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam
Di tengah-tengah
masyarakat yang disebut jahiliyah, dimana yang kuat menguasai yang lemah,
disaat berhala-berhala menjadi sesembahan, disaat anak perempuan adalah aib
bagi sang ayah, disaat pekerjaan maksiat menjadi biasa, disaat itulah diutus
seorang Rasul akhir zaman, penutup segala Nabi dan rasul mengemban risalah
Allah. Untuk mengatasi masalah ummat yang jahiliyah tersebut, Rasul yang diutus
oleh Allah, diberi tugas utama memberi peringatan kepada ummat. Ayat-ayat yang
diturunkan pada awal-awal adalah :
“Hai orang yang
berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu
agungkanlah!” (QS.
Al Muddatstsir : 1-3)
فَذَكِّرْ
إِن نَّفَعَتِ الذِّكْرَىٰ ﴿٩﴾
“Oleh sebab
itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat.” (QS. Al A’la :
9)
وَذَكِّرْ
فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ﴿٥٥﴾
“Dan tetaplah
memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi
orang-orang yang beriman.” (QS. Adz Dzariyat : 55)
Adalah suatu hal yang
tidak bisa dibantah, bahwa suatu agama yang baru tidak mungkin menjadi
kenyataan jika tidak mempunyai tujuan yang memadai, lebih-lebih agama ini
diturunkan pada suatu masyarakat Arab yang lebih dikenal dengan masyarakat
jahiliyah. Jahiliyah tidaklah semata-mata menunjukkan bahwa masyarakat tersebut
adalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka adalah masyarakat yang mempunyai
nilai-nilai sastra yang tinggi dan pedagang-pedagang yang sukses, namun sikap
mental dan moral mereka yang menyebabkan mereka lebih dikenal dengan masyarakat
jahiliyah.
Rasul yang diutus adalah
manusia seperti manusia yang lain dalam hal
naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya; tetapi bukan dalam sifat-sifat dan
keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan langsung dari Tuhan yang telah
memilihnya untuk menjadi yang terbaik dari seluruh makhluk ciptaanNya dan mempunyai
kedudukan istimewa di
sisi-Nya, sedang yang
lain tidak demikian. Seperti
halnya permata adalah jenis batu
yang sama jenisnya dengan
batu yang ada di jalan,
tetapi ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki
oleh batu-batu lain.
Dalam bahasa tafsir Al-Quran, "Yang
sama dengan manusia lain adalah basyariyah bukan pada insaniyah."
Untuk
itulah Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam dengan firmanNya :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا
وَنَذِيرًا ﴿٤٥﴾ وَدَاعِيًا إِلَى
اللَّـهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا ﴿٤٦﴾
“Hai Nabi!
Sesungguhnya Kami mengutus engkau untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira
dan pemberi peringatan, untuk menjadi penyeru Agama Allah dengan izin-Nya dan
untuk menjadi cahaya yang menerangi.” (QS. Al Ahzab : 45 – 46)
Imam Al-Suyuthi rahmatullah
‘alaih dalam kitab al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir al-Ma’tsur
menjelaskan bahwa ayat ini turun pada saat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Pergilah kalian berdua! Berilah kabar gembira dan
jangan berselisih, berikan kemudahan dan jangan memberi kesulitan, karena telah
datang kepadaku wahyu: (Hai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutus engkau untuk
menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, untuk menjadi
penyeru Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi).”
Hal ini berdasarkan riwayat dari Abi Hatim, al Thabari, Ibn Mardawih, Al-Khatib
dan Ibn Asyakir dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu.
Abdullah Ibn Hamid,
Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim dari Qathadah radhiyallahu ‘anhu,
menjelaskan tentang ayat di atas, bahwa maksud dari. Syahidan
atau saksi yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai
saksi terhadap ummat bahwa para nabi dan rasul telah menyampaikan risalah
Tuhan, wa mubasyiran atau pembawa berita gembira, yaitu surga dan
sebagai wa nadziira
yaitu pemberi peringatan berupa neraka. Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam juga sebagai daâ’i yaitu penyeru ke jalan
Allah sampai adanya pengakuan Tiada Tuhan selain Allah, sedangkan wa siraajam
muniiran atau lentera yang terang benderang, yaitu kitabullah yang
menjadi tujuan dari dakwah untuk taat kepada Allah.
Berdasarkan paparan
para Mufassir, dapat dikemukakan 5 kriteria tugas Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam di dalam al-Quran, kelima kriteria itu adalah :
1.
Syahid atau Penyaksi, pada kriteria ini Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam befungsi sebagai saksi bagi Allah terhadap ummatnya di
dalam hal mereka mempergunakan fikiran untuk mengenal Tuhannya, beliau juga
merupakan saksi hidup terhadap kebenaran wahyu Ilahi yang beliau sampaikan dan
diakhirat kelak beliaupun menjadi saksi ketika ummatnya ditanya tentang amalan,
baik dan buruknya, beliau akan memberikan kesaksian disaat semua makhluk
dihadapkan kemuka Mahkamah Tuhan bahwa risalah Ilahi telah beliau sampaikan dengan
tidak mengurangi dan menambahkan dengan keinginan pribadi, hal ini digambarkan
di dalam fiman Allah berikut:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَـٰؤُلَاءِ شَهِيدًا ﴿٤١﴾
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَـٰؤُلَاءِ شَهِيدًا ﴿٤١﴾
“Maka bagaimanakah
(halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan saksi (Rasul)dari
tiap-tiap ummat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka
itu (ummatmu).”
(QS. Al-Nisa : 41)
Sebagai saksi dimana
kesaksian itu pasti diterima sebagaimana kesaksian saksi yang adil di dalam
hukum.
2. Basyir/Mubasyir,
yaitu pembawa berita gembira apabila perintah Allah yang disampaikan olehnya
dan dilaksanakan oleh ummatnya serta larangan-Nya ditinggalkan maka mereka
berhak mendapat kabar gembira berupa kenikmatan, ampunan dari dosa, keselamatan
dunia dan akhirat, tempat yang mulia disisi Allah dan Ridha-Nya, serta jaminan
surga serta dan Musyahadah bagi orang ahli Mahabbah.
3. Nadzir/Mundzir, yaitu pemberi
peringatan apabila ada yang tidak mau menerima kebenaran ilahi,
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, melakukan perbuatan maksiat dan dosa tanpa
mengindahkan larangan-larangan dan meninggalkan perintah-perintah-Nya.
Peringatan bagi orang-orang kafir dan maksiat dengan neraka dan hijab bagi
mereka yang ghafil/lupa.
4. Da’i yaitu penyeru kepada
Allah dengan izin-Nya. Seruan tunggal dari Rasul adalah menyeru manusia ke
jalan Allah, bukan seruan kepada berebut dunia atau perebutan harta dan
kekuasaan dan lain-lain. Namun dakwah itu sendiri mempunyai keterkaitan dengan
izin Allah karena segala jalan yang ditempuh di dalam hidup ini bagaimanapun
baiknya maksud dan tujuannya. Jika Allah tidak mengizinkan maka tidaklah akan
tercapai. Manusia hanya berikhtiar sedangkan hasil akhir di tangan Allah, itulah
sebabnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam dakwahnya
tidak terlepas dari do’a, bermunajat dan berdzikir kepada Allah agar tugas yang
diembannya mendapatkan kemudahan dan langkahnya selalu berada dalam petunjuk
dan bimbingan Allah subhanahu wa ta’ala. Dakwah itu sangat terkait
dengan izin Allah karena dakwah adalah suatu hal yang sulit dan tidak akan
berhasil tanpa pertolongan dan izin-Nya. Seperti firman Allah:
إِنَّكَ
لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَـٰكِنَّ اللَّـهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿٥٦﴾
“Sesungguhnya kamu
tidak dapat memberi petunjuk terhadap orang yang kamu kasihi, tetapi Allah
memberi petunjuk bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya dan Allah lebih mengetahui
orang-orang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56)
Dalam firman Allah
berikut :
…وَدَاعِيًا
إِلَى اللَّـهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا ﴿٤٦﴾
“…untuk menjadi
penyeru Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi.” (QS. Al Ahzab : 46)
Ulama menafsirkan bi
idznihi (بِإِذْنِهِ) = dengan izinNya dengan bi amrihi (بِأَمْرِهِ)
= dengan perintah-Nya, bukan dengan pendapat dan kehendak pribadi Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, karena hukum yang didasari dengan pendapat
dan kehendak pribadi akan menyimpang dari kesempurnaan. Untuk itu kesempurnaan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam seperti firman Allah :
“Dan tiadalah yang
diucapkan itu (Al-Quran) menurut kemauan dan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada
lain hanyalah Wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” ( QS. al-Najm : 3-4)
5. Al-Siraj al-Munir, lentera yang
benderang, hal ini dinisbahkan kepada sikap hidup Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, jalan yang beliau tempuh, iman dan keyakinan beliau
terhadap apa yang beliau bawa (risalah). Sikap dan sejarah hidup beliau adalah
merupakan mercusuar yang dapat dijadikan pedoman dari segala jurusan. Bertambahnya
musuh Islam yang ingin memadamkan cahaya itu semakin bertambahlah memancar
sinar dari cahaya itu. Jika matahari jadi pelita bagi alam, maka nur dari
pelita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah memberi cahaya
sepanjang zaman bagi manusia yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Imam al-Shabuny
menafsirkan wa sirajam muniiran
yaitu lentera yang benderang dimana orang-orang yang tersesat mendapat
petunjuk darinya. Ibn Katsir menafsirkan bahwa wa sirajam muniiran
adalah ungkapan dimana Allah berfirman : engkau Muhammad laksana mentari yang
terbit dan bersinar yang tidak akan ada yang mengingkari kecuali orang-orang
yang ingkar. Al-Zamakhsyari berpendapat bahwa Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam diumpamakan sebagai lentera yang benderang karena Allah
ingin menyingkap tabir kegelapan dan kemusyrikan sehingga orang yang sesat mendapat
petunjuk seperti tersibaknya kegelapan malam dengan lentera yang terang. Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam adalah lentera yang terang yang dengannya
Allah mencerai beraikan kegelapan dan kesesatan.
Target Kerja
Kenabian atau Usaha Nubuwah.
Target yang paling
penting adalah bagaimana kehidupan kita ini meniru dari kehidupan Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu anhum, yaitu
menjadi penerang dalam kegelapan. Jadi penting kita mempunyai target dalam
melaksanakan kerja kenabian ini.
Diantaranya target
dari usaha nubuwah adalah :
1. Bagaimana
ummat dapat mengamalkan agama secara sempurna selama 24 jam.
2. Bagaimana
ummat dapat melanjutkan risalah kenabian yaitu kerja dakwah
3. Bagaimana
ummat dapat mengikuti napak tilas pengorbanan kehidupan para sahabat
Sehingga nanti semua
manusia dapat selamat dunia dan akherat. Inilah yang namanya jalan keselamatan.
Jalan keselamatan adalah mengikuti Jalan Hidayah atau Sunanul Huda. Allah telah
berikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Sunanul Huda :
jalan-jalan petunjuk atau jalan-jalan hidayah, agar manusia bisa mendapatkan
yang namanya kebahagiaan dan keselamatan. Siapa saja yang berjalan diluar
Sunanul Huda niscaya mereka akan tersesat dan jauh dari petunjuk Allah. Jika
kita tidak diberi petunjuk maka kita akan sengsara hidup di dunia ini dan di
akherat nanti. Seperti orang buta yang kehilangan tongkat, jalannya akan
menderita, nabrak sana nabrak sini, terjatuh-jatuh. Begitulah orang yang hidup
tanpa hidayah. Sedangkan Dakwah ini adalah salah satu Sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang akan mendatangkan hidayah atau petunjuk kepada
manusia.
Hari ini orang islam
banyak yang hidup dengan cara Yahudi dan Nasrani, padahal satu-satunya
kehidupan yang di ridhoi Allah dan yang Allah telah jamin hanya kehidupan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini
adalah suatu kehidupan yang didasari atas wahyu Allah, langsung petunjuknya
dari Allah. Sehingga ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengamalkan petunjuk atau wahyu itu dengan sempurna maka kehidupan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam penuh dengan keberkahan dan pertolongan Allah. Beda dengan
kehidupan kita hari ini yang penuh dengan kesulitan dan tidak ada pertolongan
Allah. Hari ini kita setiap ada masalah baru lari ke ulama minta do’a karena
merasa do’anya tidak didengar oleh Allah. Tetapi setelah minta do’a, ketika
pulang kehidupannya tidak berubah, sama saja dengan sebelumnya seperti
kehidupan Yahudi dan Nasrani. Bagaimana Allah akan tolong kita jika kita masih
seperti mereka cara hidupnya. Beda dengan sahabat setiap ada masalah langsung
lari kepada Allah, diselesaikan dengan shalat dan do’a, maka pertolongan Allah
langsung turun saat itu juga. Mengapa doa sahabat ijabah sedangkan doa kita
tidak ? padahal Tuhannya sama, Nabinya sama, Kitabnya sama, Kiblatnya sama. Ini
disebabkan kehidupan yang kita jalani berbeda dengan sahabat radhiyallahu
‘anhum.
Usaha ini adalah
usaha atas napak tilas pergerakan dan pengorbanan para sahabat. Seseorang
pernah bertanya kepada seorang Masyaikh dari Pakistan, Maulana Yunus, “Apa
batasan atau kapan akhir dari perjalanan seseorang ini dalam membuat Amal
Maqomi dan Amal Intiqoli ?” Jadi maksudnya apa batasan akhir amalan dakwah ini
sehingga orang sudah dapat dikatakan sampai pada maksud dan tujuannya. Maulana
Yunus rahmatullah ‘alaih katakan “Yaitu ketika pengorbanan ummat ini
sudah sampai pada level seperti pengorbanan para sahabat.” Disebabkan
karena tingginya pengorbanan para sahabat ini sehingga mereka bisa menarik
langsung apa saja yang ada dari khazanah Allah subhanahu wa ta’ala, kapanpun
mereka perlukan. Iman para sahabat radhiyallahu ‘anhum, sudah sampai
pada taraf walaupun diperlihatkan pada mereka surga dan neraka, maka Iman
mereka sudah tidak dapat naik lagi ataupun berkurang.
Namun selama kita
ketika ditasykil masih ada rasa berat, masih merasa memerlukan ini dan itu, dan
masih terkesan hati kita pada selain Allah, berarti kerja atas nishab waktu 40
hari, 4 bulan, ini adalah yang terbaik bagi dia untuk dilakukannya dalam rangka
islah dan dalam rangka perjalanan mendekati kepada kehidupan sahabat radhiyallahu
‘anhum. Jika dia sudah bisa ditasykil, sudah mempunyai kesiapan untuk
berangkat kapan saja diperlukan untuk agama, maka ketika itu nishab waktu sudah
tidak berlaku lagi buat dia. Jika dalam hidupnya tidak ada lagi yang lebih
penting dari perintah Allah dan rasulnya, ketika itu baru kapanpun diperlukan
dia akan siap meninggalkan semua perkara yang dicintai demi agama.
Sahabat radhiyallahu
‘anhum kapan saja ada takaza atau permintaan untuk fissabillillah
mereka selalu siap. Sehingga tidak ada nishab waktu diantara sahabat, yang ada
kapan dibutuhkan mereka selalu siap dan tidak ada keraguan sedikitpun
meninggalkan yang mereka punya. Sahabat sudah meletakkan hidupnya untuk
mencapai maksud, sehingga siap mengorbankan segala-galanya kapan saja diminta
untuk fisabillillah. Inilah sahabat, sedangkan kita belum bisa seperti itu.
Mereka, para sahabat radhiyallahu ‘anhum, sudah tidak terkesan lagi pada
apa yang mereka miliki, tetapi hanya pada apa yang Allah janjikan.
Para sahabat radhiyallahu
‘anhum yakin bahwa dalam pengorbanan waktu, diri dan harta untuk agama
Allah, maka didalamnya ada janji Allah yang akan diberikan nanti di akhirat;
ada jaminan Allah yang akan diberikan di dunia dan ada pula pertolongan Allah
yang akan diberikan sewaktu-waktu dengan pertolongan yang tidak sesuai dengan
asbab atau diluar akal manusia. Karena mereka telah mengorbankan semuanya untuk
agama Allah, termasuk nyawanya, maka tidak mengherankan dengan shalat dua
rakaat mereka bisa berjalan di atas air tanpa kakinya basah, dan sebagainya.
Seseorang ulama
bertanya kepada Masyeikh yang juga seorang Syeikhul Hadits, “Mengapa anda
mau ikut dalam usaha ini yang tidak ada haditsnya mengenai tentang nishab 40
hari, 4 bulan, di jalan Allah tersebut ?” Lalu Masyeikh katakan mahfum, “Kerja
dakwah ini adalah ijtihad dari Maulana Ilyas, dan saya merasa cocok dengan
ijtihad beliau. Andaikata ada suatu usaha lain yang lebih baik daripada usaha
ini dalam memperbaiki kehidupan ummat maka saya akan bantu dan ikut dalam
perjuangan usaha tersebut !” Tetapi masalahnya saat ini yang ada dan banyak
membawa ummat kepada perbaikan hanyalah usaha ini dan telah nampak hasilnya.
Dan usaha atas amar ma’ruf atau kerja dakwah ini adalah usaha yang paling
diperlukan ummat saat ini.
Maulana Ilyas rahmatullah
‘alaih ketika memulai usaha ini asbab fikirnya atas agama dan risaunya
terhadap kondisi ummat saat itu di Mewat, beliau telah melakukan beberapa usaha
atas perbaikan ummat :
1. Usaha Atas Ilmu :
Mendirikan Madrasah
Namun ketika itu yang
beliau temui adalah kegagalan, dan tidak effektif. Seperti ketika beliau
membangun madrasah, salah seorang muridnya yang terbaik setelah lulus pergi
kekota, dengan harapan murid tersebut dapat memberikan perbaikan terhadap
kehidupan ummat di kota. Ternyata setelah bertemu kembali beberapa lama
kemudian, si murid yang terbaik yang telah tinggal di kota ini, ketika bertemu
telah hilang dari dirinya ciri-ciri keislamannya. Ini menunjukkan kegagalan
atau ketidak effektifan usaha atas madrasah dalam memperbaiki ummat. Ketika si
murid dibawa kepada suasana kota dimana amal agama tidak ada maka akan terjadi
kemerosotan Iman.
2. Usaha atas Dzikir
Ibadah : Mengajarkan Amalan Dzikir Tarekat
Beliau mempunyai
murid dalam membuat amalan dzikir, karena beliau sendiri juga adalah seorang
Mursyid tarekat. Namun masalahnya adalah murid-murid tarekat ini mempunyai
kecenderungan untuk menyendiri, melakukan uzlah dengan membuat amalan dzikir.
Sehingga perbaikan atas kehidupan ummatpun juga tidak nampak melalui cara ini.
3. Usaha atas Kerja
Dakwah : Usaha atas Amar Ma’ruf & Fisabillillah
Asbab fikir beliau
yang kuat atas agama dan kerisauannya atas ummat yang sudah rusak ini, sehingga
Allah telah memberi petunjuk, ilham, kepada beliau untuk memulai kembali usaha
nubuwah. Usaha Nubuwah yaitu usaha yang dibuat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada waktu kurun awal islam berkembang. Apa itu usaha Nubuwah
? Yaitu kerja dakwah, menyiapkan ummat melanjutkan risalah kenabian.
Rombongan dikirim
untuk fisabillillah agar dapat membuat dan membawa suasana agama sehingga orang
tertarik kembali untuk menghidupkan amal-amal agama di dalam rumahnya,
lingkungannya, dan di seluruh alam. Caranya dengan membuat amal maqomi dan amal
intiqoli, yaitu usaha atas ketaatan, amar ma’ruf, dan usaha atas pengorbanan,
khuruj fisabillillah.
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ditarbiyah oleh Allah agar ketergantungannya benar hanya
kepada Allah, dengan cara memutuskan hubungan beliau dengan orang-orang yang
disekitarnya dan yang dicintainya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
sebelum berdakwah diberi gelar oleh orang-orang “Al Amin”, “Yang Terpercaya”.
Dan dicintai oleh banyak orang. Namun setelah datang perintah untuk berdakwah,
orang yang sama yang memberi beliau gelar Al Amin memberi gelar yang baru
menjadi “Al Majnun”, “Orang Gila”. Dan orang-orang yang mencintainya menjadi
orang-orang yang paling benci dengannya bahkan dari kalangan keluarganya
sendiri.
Dari kecil Beliau shallallahu
‘alaihi wasallam di tarbiyah agar selalu mempunyai ketergantungan yang
benar, agar tidak tawajjuh kepada selain Allah. Belum lahir, ayahnya tempak
seorang anak bergantung sudah wafat. Lalu baru sesaat bertemu ibunya ditengah
perjalanan pulang ibunya wafat. Pamannya yang selalu melindunginya ketika
saat-saat dibutuhkan dalam dakwah beliau juga Allah wafatkan. Istri beliau,
Khadijah radhiyallahu ‘anha, yang selalu mendukungnya dalam kerja dakwah
dan yang selalu menghiburnya dikala susah juga Allah wafatkan pada kurun masa
awal kenabian. Beliau telah kehilangan segalanya dan kehilangan tempat
bergantung selain kepada Allah. Bagaimana Allah mentarbiyah sahabat agar
mempunyai tarbiyah yang sama seperti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga
ketergantungannya hanya kepada Allah. Sahabat raadhiyallahu ‘anhum
diperintahkan untuk hijrah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
meninggalkan segalanya dari anak, istri, harta, jabatan, kampung halaman, dan lain-lain.
Kita telah mengetahui
bagaimana teguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mempertahankan
kerja dakwah ini yaitu ketika beliau ditawarkan harta, jabatan, dan wanita oleh
para petinggi kaum Quraish. Namun jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Walaupun engkau mampu meletakkan bulan ditangan kananku dan matahari
ditangan kiriku, aku tidak akan tinggalkan kerja dakwah ini walaupun hanya
sekejap saja. Pilihannya hanya dua yaitu mati dalam mendakwahkan agama Allah,
atau hidup melihat agama tersebar.” Inilah keteguhan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam memegang usaha dakwah. Inilah maksud dari usaha ini
bagaimana fikir nabi menjadi fikir kita, risau nabi menjadi risau kita,
kesedihan nabi menjadi kesedihan kita, kecintaan nabi menjadi kecintaan kita, mizaj
nabi menjadi mizaj kita. Ini diperlukan pengorbanan dan training khusus yang
dilakukan secara terus menerus sampai pada akhirnya wujud dalam diri kita.
Inilah mengapa kita penting keluar di jalan Allah dan membuat amal maqomi di
mesjid kita.
Dengan Usaha Nubuwah
( Kerja Dakwah ) ini bagaimana kita dapat mewujudkan kehidupan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ke dalam kehidupan kita. Bagaimana caranya ? Yaitu dengan
ikut dari pada Napak Tilas kehidupan Nabi dan Sahabat. Untuk perkara ini maka
kita harus menjadikan maksud hidup nabi menjadi Maksud hidup kita, Kerja Nabi
menjadi kerja kita, Fikir Nabi menjadi Fikir kita, Amal Nabi menjadi Amal kita,
Perasaan Nabi menjadi Perasaan kita, Pola hidup nabi menjadi Pola hidup kita
dan Do’a Nabi menjadi Do’a kita. Dengan cara inilah baru kehidupan Nubuwah akan
wujud dalam kehidupan kita sebagaimana hidup di dalam kehidupan sahabat radhiyallahu
‘anhum. Inilah targetnya yaitu menghidupkan kembali kehidupan nubuwah yang
diamalkan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum kedalam kehidupan kita
sehari-hari. Apa itu kehidupan Nubuwah yaitu kehidupan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam selama 24 jam.
Apa itu Maksud Hidup
Nabi :
Dakwah à Menyampaikan
Agama, memberi peringatan dan kabar gembira tentang Allah dan kehidupan Akherat.
Apa itu Amal Nabi :
1. Seluruh
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari ujung rambut sampai ujung
kaki
2. Seluruh
Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selama 24 jam
3. Seluruh
Perjalanan Hidup Nabi, Risau Nabi dan Fikir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Apa itu Kerja Nabi :
1. Dakwah
Illallah
2. Taklim
wa Taklum
3. Dzikir
Ibadah
4. Khidmat
Apa itu Fikir Nabi :
1. Bagaimana
umat dari yang pertama lahir sampai yang terakhir mati di hari kiamat dapat
mengucapkan La Illaha Illallah
2. Bagaimana
ummat dapat selamat dari Adzab Allah Ta’ala dunia dan akherat dan masuk ke
dalam SurgaNya Allah Ta’ala
3. Bagaimana
seluruh manusia dapat mengamalkan agama secara sempurna.
4. Bagaimana
ummat ini dapat melanjutkan tugas Dakwah
Maka untuk dapat
mewujudkan ini diperlukan usaha agar kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dapat wujud dalam kehidupan kita.
Mengapa kita perlu
mengusahakan ini ? Karena seluruh aspek kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam itulah yang namanya Agama. Tanpa usaha maka kehidupan nabi tidak
akan bisa wujud dalam kehidupan kita. Methode yang diajarkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dalam mewujudkan Agama ini adalah “Learning By Doing”.
Belajar dengan cara Pengamalan. Seperti orang yang belajar membawa mobil dengan
praktek dan orang yang belajar mobil dengan membaca. Orang yang membaca cara
membawa mobil belum tentu bisa membawa mobil dibandingkan dengan orang yang
belajar membawa mobil dengan praktek. Yang mengamalkan membawa mobil dengan
praktek dia akan lebih memahami apa yang harus dilakukan jika ada
keadaan-keadaaan. Seperti apa yang harus dia lakukan dengan gas, gigi, dan
fasilitas mobil lainnya ketika mobil jalan, atau sedang berhenti, atau sedang
dalam keadaan berbelok. Sedangkan yang dengan membaca, dia akan terseok-seok
dalam membawa mobil ketika diberi keadaan-keadaan. Inilah perbedaan antara
orang yang mengetahui dan memahami.
Ciri-ciri Orang yang
faham akan agama, adalah Jika Allah memberi dia ujian atau cobaan, maka dia
akan mengerti bagaimana cara menghadapi masalah atau ujian tersebut. Sedangkan
orang yang hanya tau teori agama, dia akan panik atau bingung menghadapi
masalah atau keadaan tersebut sebagaimana orang yang bingung membawa mobil
karena hanya belajar dari buku saja. Ini dikarenakan tidak adanya latihan atau
praktek pengamalan agama. Sehingga ketika dia diberi ujian oleh Allah, dia
tidak memahami kemauan Allah atas diri dia dalam keadaan tersebut. Ilmu agama
akan memberikan kefahaman kepada kita jika diamalkan. Kefahaman ini hasilnya
adalah keyakinan atas amal yang kita buat. Namun orang akan faham agama jika
dia sudah amalkan agama. Seperti orang yang tau rasanya membawa mobil dengan
praktek dan orang yang hanya membaca buku tentang membawa mobil. Hanya dengan
Praktek membawa mobil baru kita bisa faham membawa mobil. Begitu juga dengan
Agama hanya dengan praktek pengamalan, baru kita bisa siap terhadap keadaan dan
ujian yang Allah kasih.
Dengan mengamalkan
kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, baru kehidupan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam akan wujud dalam kehidupan kita dan memahami pentingnya
kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalamkehidupan kita. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dikatakan sebagai Al Qur’an berjalan karena seluruh
kehidupan Al Qur’an wujud dalam diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Begitu juga Sahabat yang mencontoh seluruh aspek dari kehidupan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, merekapun adalah Al-Qur’an berjalan. Maka dalam rangka
mewujudkan ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan terus menerus sampai
sempurna. Tidak bisa hanya dengan latihan 3 hari, 40 hari, atau 4 bulan itu
hanya sarana saja seperti bilangan 6 tahun di SD, 3 tahun di SMP, dan 3 tahun
di SMA, namun yang namanya menyempurnakan ilmu atau belajar atau latihan itu
dilakukan sampai mati tidak ada bilangannya.
Mengapa
harus ke India – Pakistan, bukan ke Mekkah – Madinah?
Banyak
anggota mereka yang telah menghabiskan harta mereka agar dapat datang ke India
dan Pakistan belajar cara kerja dakwah yang asal. Sampai-sampai orang jual
rumah, kendaraan, ternak, atau kehilangan modal usaha gara-gara ingin pergi ke
sana. Bahkan dalam ceramah-ceramah mereka di markaz pusat maupun daerah selalu
diakhiri dengan ajakan untuk pergi ke sana. Ada apa gerangan ?
Beredar
di tengah masyarakat bahwa kiblat mereka jemaah tabligh bukan ke ka’bah, mereka
tak mau pergi haji, haji mereka ke India Pakistan, dsb.
Orang tua di antara mereka mengatakan kami datang ke INDIA PAKISTAN untuk belajar ke tempat yang sudah hidup amal DAKWAH, bukan untuk beribadat di sana. Ada juga yang mengatakan sebagaimana orang ingin belajar sepak bola harus ke BRAZIL dan INGGRIS karena sudah sukses menjadi juara dunia. Begitu pula belajar HADITS orang perlu ke MADINAH, belajar qiraat ke MESIR, belajar madzhab Imam Syafi’i ke negeri MELAYU, belajar WAHABY ke ARAB SAUDI, belajar madzhab Hanafy ke KHURASAN. Maka apa salah kami belajar DAKWAH ke INDIA dan PAKISTAN karena di negeri itulah hidup amal dakwah.
Orang tua di antara mereka mengatakan kami datang ke INDIA PAKISTAN untuk belajar ke tempat yang sudah hidup amal DAKWAH, bukan untuk beribadat di sana. Ada juga yang mengatakan sebagaimana orang ingin belajar sepak bola harus ke BRAZIL dan INGGRIS karena sudah sukses menjadi juara dunia. Begitu pula belajar HADITS orang perlu ke MADINAH, belajar qiraat ke MESIR, belajar madzhab Imam Syafi’i ke negeri MELAYU, belajar WAHABY ke ARAB SAUDI, belajar madzhab Hanafy ke KHURASAN. Maka apa salah kami belajar DAKWAH ke INDIA dan PAKISTAN karena di negeri itulah hidup amal dakwah.
Masjid
banyak yang hidup 24 jam tidak seperti di Negara lain masjid banyak di kunci
termasuk di MAKKAH dan MADINAH jika tak musim haji terkunci. (Penyalin : Rumah
Allah DIKUNCI!!?) Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mulai kerja dari Masjid Nabawi yang hidup dengan amal 24 jam. Di Reiwind amalan
hidup 24 jam sebagaimana Masjid Nabawi dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Ada
juga di antara mereka yang katakan : Kami ke INDIA mau lihat sejarah bagaimana
hasil kerja dakwah yang dibuat oleh Syaikh Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah
‘alaih terhadap orang MEWAT. Suatu kampung pemakan bangkai, tidak mengenal
Allah, tak pernah ibadah, sampai menjadi kampung yang penuh kesalehan.
Yang
lain mengatakan banyak orang yang menuduh kami haji ke Pakistan bukan ke Mekah
terkadang mereka sendiri belum berhaji. Lihatlah di markaz kami, di sana para
hujjaj tak pernah di panggil Pak Haji, bahkan mereka berkali-kali haji, ini
bisa dibuktikan jika kita Tanya para AHLI SYURA mereka rata-rata lebih dari 3
kali ke haji.
Di
antaranya juga katakan : Kami datang untuk Shuhbah (berteman rapat/bershahabat
untuk mengambil manfaat dari ILMU maupun AMAL) dengan ulama-ulama yang telah
banyak berkorban dalam kerja dakwah, dan melihat kisah nyata kehidupan mereka
yang telah jadikan dakwah sebagai MAKSUD HIDUP. Sebab jika kami tidak lihat
mereka hanya baca tentang dakwah maka tak akan bisa kami terapkan.
Sebagaimana
penjahit yang hanya membaca buku bagaimana cara menjahit jas tetapi tak pernah
lihat bagaimana jas dibuat oleh penjahit yang lebih senior maka tak mungkin bisa
jahit. Memang kalau kita mau jujur mengamati kepergian mereka ke India dan
Pakistan tak merubah cara ibadah, dan cara mu’asyarah mereka, artinya tidak ada
misi madzhab ataupun aliran yang dibawa. Mereka malahan lebih tenggelam dalam
masyarakat dan memikirkan keadaan mereka yang jauh dari agama. Mereka shalat
berjamaah dengan orang banyak, cara shalat pun tak berikhtilaf dengan ummat
Islam lainnya hanya saja mereka lebih menekankan shalat berjamaah, di awal
waktu, dan di masjid.
Jadi
kebanyakan tuduhan-tuduhan orang terhadap mereka kebanyakan hanya ikut-ikutan
dan mencari-cari celah kesalahan tanpa melihat perubahan yang terjadi terhadap
orang yang pulang dari sana.
Beberapa
Kritikan terhadap Usaha Dakwah dan Tabligh.
Kalau
kita mau jujur melihat kritikan yang beredar sejak awal usaha didirikan oleh
Syaikh Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih, maka kita akan dapati
kritikan dengan materi yang sama. Karena usut punya usut selalu bersumber dari
kitab yang sama yang selalu dijadikan topik yang berulang-ulang. Di antara
kritikan yang berulang-ulang itu adalah :
1.
Mereka
tak memiliki Tauhid Uluhiyyah hanya membicarakan Tauhid Rubbubiyyah saja.
2.
Mereka
memiliki kebiasaan TAWAF di kuburan.
3.
Masjid-masjid
mereka di dalamnya ada kuburan.
4.
Buku
Fadhilah amal mengandungi hadits-hadits dhoif.
5.
Mereka
ahli bid’ah di dalam ibadah.
6.
Dakwah
mereka kepada hal yang rendah yaitu shalat bukan dakwah untuk murnikan agama
yakni anti terhadap bid’ah sehingga tak beresiko seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
7.
Mereka
merupakan gerakan sufi modern.
8.
Tinggalkan
anak istri dan tidak mengurusnya adalah suatu kedzoliman
9.
Mereka
dakwah tanpa ilmu sehingga berbahaya untuk ummat Islam
10.
Haji
mereka ke India Pakistan
11.
Mereka
berlebihan dalam memuji masyaikh mereka (Ghuluw)
Tanggapan terhadap Kritikan
Umumnya mereka
tidak menanggapi kritikan-kritikan yang beredar bahkan mereka anggap angin lalu
saja sehingga semakin menambah sakit hati orang yang mencemooh mereka. Karena
jika kritikan ditanggapi maka orang yang kritik merasa kritikannya berarti atau
merasa menang atas mereka. Tetapi aneh! Mereka tak tanggapi kritikan sehingga
banyak ahli kritik yang benci mereka stress atas sikap mereka.
Tak ada satu
buku pun ditulis untuk jawab kritikan. Dakwah mereka istikhlash seperti kuda
INDIA yang dipakaikan kaca mata kuda tak lihat kiri kanan, tak lihat kerja
orang lain, tak lihat apa kata orang, mereka tawajjuh hanya kepada tertib yang
mereka telah sepakati.
Dalam mudzakaroh enam sifat mereka ada point tentang tashihun niyat / meluruskan niat. Di sana dikatakan bahwa ciri orang ikhlash adalah sikapnya sama saja dengan orang memuji atau orang yang membenci. Mereka telah buktikan, walaupun dihina, dicaci, tetap mereka memberi salam kepada siapapun, selalu tersenyum, bahkan justru para pengkritik banyak yang tak mau jawab salam mereka, memalingkan muka dari senyum mereka, bahkan meludah di hadapan mereka.
Dalam mudzakaroh enam sifat mereka ada point tentang tashihun niyat / meluruskan niat. Di sana dikatakan bahwa ciri orang ikhlash adalah sikapnya sama saja dengan orang memuji atau orang yang membenci. Mereka telah buktikan, walaupun dihina, dicaci, tetap mereka memberi salam kepada siapapun, selalu tersenyum, bahkan justru para pengkritik banyak yang tak mau jawab salam mereka, memalingkan muka dari senyum mereka, bahkan meludah di hadapan mereka.
Benarkah
Jamaah dalam Usaha Dakwah dan Tabligh ini Sufi Gaya Baru/Modern?
Banyak
yang katakan bahwa para masyaikh jemaah tabligh adalah penganut Thariqat
Chistiyyah. Hal ini tak bisa dipungkiri terlihat dari buku yang ditulis oleh
Syaikh Zakariya Al Kandahlawi dalam bukunya “Thariqat menurut Maulana Zakariya
yang diterjemahkan oleh Ustadz Qosim Timori. Thariqat mereka bersanad sampai
Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Tetapi
keanehan terjadi di dalam kerja dakwah yang mereka sebarkan tak pernah sedikit
pun perintah orang untuk amalkan thariqat tertentu, hatta kepada orang yang
sudah puluhan tahun ikut kerja dakwah sekalipun. Bahkan menurut sejarah yang
shahih kerja tabligh yang ada sekarang dimulai ketika Syaikh Maulana Muhammad
Ilyas rahmatullah ‘alaih menganggap cara-cara taklim, pengajian,
thariqat yang pernah dianutnya atas orang Mewat mengalami kegagalan dalam
merubah mereka.
Dengan keilmuan yang luas Syaik Ilyas rahmatullah ‘alaih pernah membayar orang-orang Mewat untuk duduk di majlisnya dan dengan thariqatnya beliau pernah ajarkan orang Mewat untuk bersihkan Iman mereka. Tetapi semua mengalami kegagalan, barulah Allah beri taufiq untuk kerja Tabligh ini.
Dengan keilmuan yang luas Syaik Ilyas rahmatullah ‘alaih pernah membayar orang-orang Mewat untuk duduk di majlisnya dan dengan thariqatnya beliau pernah ajarkan orang Mewat untuk bersihkan Iman mereka. Tetapi semua mengalami kegagalan, barulah Allah beri taufiq untuk kerja Tabligh ini.
Lihatlah!!
Mereka di masjid bukan untuk berdzikir saja tetapi mereka bertemu manusia untuk
jadikan seluruh manusia berdzikir kepada Allah. Setelah itu mereka hidup
seperti biasa punya istri dan anak, punya pekerjaan. Adakah ajaran sufi seperti
ini? Perlu kejujuran dalam menjawabnya.
Anehnya
mereka pencemooh mengatakan Tabligh Sufi Modern karena kesamaan ucapan antara
Syaikh Yusuf rahmatullah ‘alaih dengan tokoh sufi seperti Al Busyairi rahmatullah
‘alaih, dan sebagainya. Bukankah ucapan yang baik dan haq perlu selalu
disampaikan walau dari siapapun. Bahkan pepatah Arab katakan : Ambillah nasehat
walaupun dari dinding.
Lihatlah
dalam hadits tentang perkataan Raja Hiraclius dikutip kembali oleh para
shahabat dan para perawi hadits, tidak menjadikan shahabat atau perawi hadits
dikatakan sebagai orang Romawi.
Inilah
kedangkalan ilmu para pencemooh yang hanya didasari hasad/dengki sehingga Allah
subhanahu wa ta’ala tampakkan kebodohan mereka walaupun mereka dikecam
justru menjadi promosi gratis bagi mereka sehingga orang yang berhati bersih
jadi tablighi karena ingin tahu yang sebenarnya.
Ketika
mereka katakan Jemaah Tabligh Khawarij Modern, maka orang langsung bisa lihat
siapa yang Khawarij.
Ternyata sifat Khawarij yang tak mau salah (Ali radhiyallahu ‘anhu dan Muawiyyah radhiyallahu ‘anhu dimata Khawarij keduanya salah, yang betul dirinya sendiri) justru ada pada para pencemooh.
Ternyata sifat Khawarij yang tak mau salah (Ali radhiyallahu ‘anhu dan Muawiyyah radhiyallahu ‘anhu dimata Khawarij keduanya salah, yang betul dirinya sendiri) justru ada pada para pencemooh.
Adakah
Jemaah Tabligh salahkan orang ?? Baik dalam buku maupun dalam bayan mereka ??
Tidak!!
Adakah
Jemaah Tabligh membid’ahkan orang sehingga tak mau shalat berjemaah di masjid,
atau mau shalat hanya di masjid tertentu ?? Tidak !!
Adakah
pelarangan dari syuro mereka atau ustadz mereka yang melarang duduk di majlis
taklim yang diajar oleh ustadz yang bukan pekerja dakwah ?? Tidak!!
Bahkan
setelah khuruj dianjurkan agar lebih dekat dengan ulama di kampung mereka
masing-masing.
Dengarlah
ucapan Syaikh Maulana Muhammad Saad Al Kandahlawi rahmatullah ‘alaih:
Wallahi!! Doa Masnunah (Doa masuk WC, Doa makan, dan sebagainya) yang diajarkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
jauh lebih hebat jika dibandingkan amalan yang diajarkan mursyid-mursyid
dzikir.
Inikah
yang dinamakan sufi?? Tidak, bahkan mereka adalah orang yang cinta sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Sufi
menurut Ibnu Taimiyyah berasal dari kata suf artinya wool, yakni sebagian
penduduk Kufah yang ahli ibadah berpakaian wool. Lihatlah baju jemaah tabligh
apakah berasal dari wool??
Jamaah
dalam Usaha Dakwah dan Tabligh Tinggalkan Anak Isteri untuk Meninggikan Kalimah
Allah.
Perginya
seorang yang keluar di jalan Allah bukan untuk menghabiskan waktu di masjid,
duduk, dzikir, pegang tasbih, dan kalaulah ini yang dibuat maka ini adalah
bentuk kedzaliman terhadap keluarga. Tetapi para shahabat dahulu tinggalkan
istri berbulan-bulan bahkan ada Al Faruq ayah dari Rabi’ah Al Faruq seorang
muhaddits telah tinggalkan istri 27 tahun adalah untuk meninggikan kalimat
Allah dengan berdakwah sebarkan Islam.
Datang
dari kampung ke kampung, Bandar ke Bandar, dengan cara membentuk Jemaah dakwah.
Bahkan di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
tak kurang dari 150 jemaah telah dihantar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Dan Nabi sendiri telah ikut tak
kurang dari 25 kali. Kini orang mau tegakkan agama hanya duduk di majlis taklim
dan mencela sesama muslim…Mungkinkah???
Tertib dakam Usaha Nubuwah atau Usaha Dakwah dan Tabligh ada dalam Kitab Hayatush Shahabah.
Tertib dakam Usaha Nubuwah atau Usaha Dakwah dan Tabligh ada dalam Kitab Hayatush Shahabah.
Maulana
Muhammad Yusuf rahmatullah ‘alaih telah berkata: “Kalau saya tuliskan
suatu kitab ushul atau tertib kerja dakwah ini maka yang membaca hanyalah
orang-orang yang ikut dalam kerja dakwah saja sedangkan yang lain tak baca.
Padahal dakwah ini memiliki ushul dalam kehidupan sahabat. Karena Allah jadikan
shahabat sebagai contoh tauladan umat. Untuk itulah saya tuliskan kitab HAYATUSH
SHAHABAH.”
Maulana
Ahmad Lat rahmatullah ‘alaih telah berkata bahwa kitab Hayatush shahabah
sudah cukup untuk dijadikan ushul atau pokok dalam kerja dakwah, tak perlu
tambahan apa-apa, siapa yang ikut cara mereka akan ada jaminan keselamatan
baginya. Hayatush shahabah dihimpun dalam 3 jilid. Ketiga jilid merupakan
keajaiban yang besar, karena belum ada kitab hadits yang ditulis dengan cara
seperti ini.
Permulaan
kitab ditulis dengan ayat : “Dari kalangan orang beriman ada laki-laki yang
telah membenarkan janjinya kepada Allah yakni mereka syahid dan mencari cari
jalan untukk syahid”
Seolah-olah
Maulana Yusuf rahmatullah ‘alaih ingin katakan inilah kitab yang berisi
kisah orang yang telah tunaikan janjinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Akhir dari kitab ini adalah cerita tentang bantuan-bantuan Allah secara ghaib
yang diberikan kepada para shahabat. Sedangkan yang tengah-tengah antara
keduanya adalah berisi cara untuk datangkan bantuan itu. Mereka mentamsilkan
bahwa kehidupan shahabat ibarat lautan yang mana jika orang akan berenang di
dalamnya harus tanggalkan dulu pakaiannya dan diganti dengan baju renang.
Ayat
pembuka seolah pakaian yang bisa menyelam dalam kehidupan mereka. Selama kita
tak tanggalkan pakaian kita dan diganti dengan pakaian shahabat maka kita tak
akan faham kehidupan mereka. Pakaian kita yakni saya seorang dokter, seorang
guru, seorang ayah, seorang suami, harus kita tanggalkan dahulu dan
menggantinya dengan pakaian mereka yakni Syahid dan Bersiap-siap Syahid.
Sehingga
aneh jika ada seorang ustadz yang mengkritik mereka dan menanyakan mana dalil
dakwah dengan cara keluar di jalan Allah ?? Mana dalilnya tinggalkan anak istri
untuk dakwah ?? Mana dalilnya 4 bulan 40 hari, karena kisah tersebut telah ada
dalam kitab hayatush shahabah dengan sanad hadits yang jelas.
Hanya
saja menurut mereka orang yang tak mau mujahadah untuk meniru kehidupan shahabat
tak akan faham dengan kehidupan mereka. Bagaimana mungkin orang akan faham
agama dengan cara satu keadaan yang tak sama. Hanya mengkajinya di majlis
taklim setelah itu pulang ke rumah ngobrol sama anak istri, bahkan ada yang nonton
TV, kemudian shalat, dan sebagainya.
Sementara para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermujahadah dalam terik matahari, kehausan, berhadapan dengan musush, musim dingin, dan sebagainya. Sedangkan Al Quran turun kepada mereka dalam keadaan suasana yang berlainan dalam dakwah dan pengorbanan diri dan harta, bukan hanya dalam majlis taklim. Surat At Taubah turun di musim panas, surat Al Ahzab di musim dingin dan sebagainya. Mustahil akan bisa memahami Al Quran tanpa mengambil pengorbanan mereka.
Sementara para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermujahadah dalam terik matahari, kehausan, berhadapan dengan musush, musim dingin, dan sebagainya. Sedangkan Al Quran turun kepada mereka dalam keadaan suasana yang berlainan dalam dakwah dan pengorbanan diri dan harta, bukan hanya dalam majlis taklim. Surat At Taubah turun di musim panas, surat Al Ahzab di musim dingin dan sebagainya. Mustahil akan bisa memahami Al Quran tanpa mengambil pengorbanan mereka.
Usaha
Nubuwah atau Usaha Dakwah dan Tabligh Bukan suatu Organisasi tetapi Usahanya
Terorganisir dengan Baik.
Di
mulai dari penanggung jawab mereka untuk seluruh dunia yang dikenal dengan Ahli
Syura di Nizamuddin, New Delhi, INDIA. Kemudian di bawahnya ada syura Negara,
misalnya : Syura Indonesia, Malaysia, Amerika, dan lain-lain. Dari data yang
ada lebih dari 185 negara yang memiliki markaz seperti Masjid Kebon Jeruk
Jakarta, Indonesia.
Kemudian
ada penanggung jawab propinsi, untuk Indonesia sudah ada di semua propinsi. Di
bawahnya ada penanggungjawab Kabupaten, seperti : penanggung jawab Solo,
Purwokerto, dan lain-lain. Di bawahnya ada Halaqah yang terdiri dari banyak
mahalah yang minimal 10 mahalah yakni masjid yang hidup amal dakwah dan
masing-masing mereka ada penanggungjawab yang dipilih oleh musyawarah tempatan
masing-masing.
Di
India ada masjid yang menjadi Muhallah sekaligus halaqah dimana di dalam masjid
hidup 10 kelompok kerja (jemaah yang dihantar tiap bulan 3 hari). Semua
permasalahan diputus dalam musyawarah sehingga tak ada perselisihan di antara
mereka dan mereka punya sifat taat kepada hasil musyawarah.
Walaupun
mereka tak pernah katakan bentuk mereka kekhalifahan seperti harakah lain yang
mempropagandakan Khilafatul Muslimin, tetapi system jemaah tabligh terlihat
begitu rapi sehingga mereka saling kenal satu sama lain karena jumlah orang
yang pernah keluar di jalan Allah tercatat dan terdaftar di markaz dunia.
Setiap
4 bulan mereka berkumpul musyawarah Negara masing-masing kemuadian dibawa ke
musyawarah dunia di Nizamuddin.
Musyawarah
harian ada di mahalah masing-masing untuk memikirkan orang kampung mereka
masing-masing sehingga biarpun ada yang pergi tasykiil tetaplah ada orang di
maqami yang garap dakwah di sana. Orang yang suka dakwah sendiri-sendiri /
penceramah suka kritik mereka katanya kenapa harus dakwah jauh-jauh ke luar
negeri kalau tempat tinggal sendiri aja belum beres. Hal ini karena dakwah
jemaah tabligh berjamaah sehingga walaupun mereka pergi tasykiil di maqami ada
orang yang tetap jalankan dakwah. Yang jelas mereka telah mengamalkan ayat :
وَلْتَكُن
مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ
وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾
“Hendaklah
ada di antara kamu ummat (Ibnu Abbas
mengartikan jemaah) yang mengajak kepada kebaikan, memerintah kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang yang mendapat kejayaan.”
(QS. Ali Imran : 104)
Pandangan
Jamaah tentang Kekhalifahan.
Kekhalifahan
adalah janji Allah dalam Al Quran, artinya pasti Allah beri sebagaimana dalam
surat An Nuur :
وَعَدَ
اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم
مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ
يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ
وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٥٥﴾
“Dan Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (QS. An Nur :
55)
Syura
telah beri bayan : Dua orang anak dijanjikan ayahnya : Nak, jika kamu lulus dan
nilai kamu baik maka ayah akan beri kalian mobil. Anak yang pertama sibuk
memenuhi syaratnya, belajar semakin rajin, siang dan malam, tak fikir mobil,
maka pada waktunya akhirnya ia lulus dengan nilai yang baik. Anak yang kedua
sibuk pergi ke showroom mobil, lihat-lihat, tanya harga, duduk-duduk di joknya,
dan lain-lain. Setiap hari tidak pernah belajar hanya sibuk bicarakan mobil.
Maka pada waktunya akhirnya ia tak lulus, karena nilainya jelek.
Begitulah
kekhalifahan, ada orang yang selalu sibuk mempropagandakan, membicarakan, mendiskusikan
tetapi lupa untuk memenuhi syaratnya. Bahwa syarat kekhalifahan diberikan Allah
subhanahu wa ta’ala adalah karena Iman dan Amal Shalih.
Benarkah
Orang yang Buat Usaha Dakwah dan Tabligh bersifat Ghuluw atau Berlebihan dalam
Mengikuti Masyaikhnya?
Datanglah
ke markaz Nizamuddin, dengarkan ceramah para masyaikh. Syaikh Maulana Muhammad
Saad Al Kandahlawi rahmatullah ‘alaih pernah dalam banyannya mengatakan :
“Seandainya Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih hidup kembali dan beliau
mengatakan wahai manusia dengar !! Jangan jalani kerja tabligh yang saya
ajarkan kepada kalian, karena saya keliru dan ini kesesatan.” Maka kita jangan
percayai Maulan Ilyas rahmatullah ‘alaih karena kerja ini adalah kerja Anbiya,
kerja yang haq di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.”
Bahkan
orang-orang yang pergi ke Nizamuddin tak ada satupun yang menziarahi Makam
Syaikh Ilyas rahmatullah ‘alaih, tak ada targhib / anjuran, apalagi
diharuskan untuk ziarah ke makam Syaikh Ilyas rahmatullah ‘alaih.
Kebanyakan mereka pergi ke Nizamuddin 40 hari tetapi selama itu tak ada program
ziarah makam seperti kebanyakan orang yang adakan ziarah ke wali-wali. Bahkan
banyak yang pergi ke sana sampai pulang tak tahu tempat makam Syaikh Ilyas rahmatullah
‘alaih!!
Buktikanlah!!
Datang ke sana, kalian akan tahu jawabannya bahwa mereka bukan kepada masyaikh
mereka tetapi mereka taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
meneruskan kerja mereka. Berbeda dengan para pencemooh yang suka menggunakan
lisan Syaikh mereka dalam keburukan akhlaq. Menurut Syaikh anu, anu…jemaah
tabligh sesat. Jadi mereka kutip omongan syaikh bukan dalam kebaikan, sedang
jemaah tabligh ikut dalam kebaikan kepada masyaikh mereka.
Ketika Usaha Nubuwah atau Usaha Dakwah dan Tabligh Terhenti.
Ketika
Khadijah radhiyallahu ‘anha, menemui suaminya Baginda Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia (Khadijah radhiyallahu
‘anha) baru saja pulang dari rumah Waraqah bin Naufal. Ia menanyakan
tentang tanda-tanda kenabian yang ada pada suaminya, pada saat itulah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima
wahyu ke-dua awal surah Al-Muddatstsir. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam kemudian berkata kepada istrinya "Tidak ada
waktu lagi untuk istirahat... Jibril ‘alaihis salam telah
menyampaikan perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepadaku agar aku
menjumpai setiap orang untuk mengajaknya kepada Islam, wahai istriku siapakah
orang yang akan mengikutiku". "Aku ya Rasulullah, aku mengimani
bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tiada tuhan selain Dia dan engkau adalah
Rasulullah" Jawab Khadijah radhiyallahu ‘anha.
Demikianlah awal pengorbanan mereka yang tiada berhenti sehingga segala keperluan diri dibelakangkan hanya untuk kemuliaan Islam. Hingga di akhir hayatnya Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditemani oleh Jibril AS yang datang untuk menghiburnya, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya "bagaimana keadaan ummatku sepeninggalanku?". Keadaan ummatnya saja yang terfikir hingga akhir hayatnya.
Demikianlah awal pengorbanan mereka yang tiada berhenti sehingga segala keperluan diri dibelakangkan hanya untuk kemuliaan Islam. Hingga di akhir hayatnya Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditemani oleh Jibril AS yang datang untuk menghiburnya, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya "bagaimana keadaan ummatku sepeninggalanku?". Keadaan ummatnya saja yang terfikir hingga akhir hayatnya.
Menjelang
akhir hayatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengirim satu jema'ah besar keluar kota Madinah dipimpin
seorang panglima yang masih sangat muda, anak dari seorang bekas budak hamba
sahaya yang kemudian menjadi anak angkat Beliau, Usamah bin Zaid radhiyallahu
‘anhuma. Belum sampai ke tujuan Jama'ah tersebut mendapat berita tentang
wafatnya Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Akhirnya diputuskan jema'ah tersebut kembali ke Madinah.
Di Madinatul
Munawwarah keadaan pun sedikit kacau, karena begitu sedih dan bingung banyak
dari sahabat radhiyallahu ‘anhum, yang tidak tahu harus berbuat apa pada
saat itu. Umar radhiyallahu ‘anhu menghunuskan pedang berkeliling
Madinah sambil berkata tidak mungkin Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam wafat, Utsman radhiyallahu ‘anhu hanya diam
tidak tahu berbuat apa.. Sehingga Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, setelah
menjenguk jasad Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam,
tampil ke depan menenangkan keadaan.
Singkat
cerita...
Usaha Nubuwah
atau usaha da'wah terhenti sebentar (dalam satu riwayat 3 hari), jema'ah yang
dipimpin Usamah radhiyallahu ‘anhu belum diberangkatkan. Apa yang
terjadi? Alim ulama menerangkan ketika da'wah terhenti sebentar ada 3 perkara
besar terjadi :
1.
Diangkatnya ketakutan dari hati
orang kafir terhadap orang Islam
2.
Banyak orang kembali murtad dan
sebagian tidak mau lagi membayar zakat.
3.
Munculnya Nabi palsu,
Musailamah al Kahzab.
Tentara Romawi
dan sekutu-sekutunya mengirim suatu kekuatan besar untuk membumi hanguskan
Madinah dan seluruh orang Islam. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memutuskan
untuk segera mengirim kembali jama'ah yang sempat tertunda untuk menghadapi
tentara kafir dengan tetap dipimpin oleh Usamah radhiyallahu ‘anhu. Ada
sebagian sahabat yang merasa keberatan dan ingin agar Usamah radhiyallahu
‘anhu dapat diganti dengan sahabat yang lebih berpengalaman tapi Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu berkata, "Belum lama jasad Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dikebumikan, sekarang kalian hendak mengubah satu
Sunnahnya"!
Jama'ah
tersebut tetap dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma. Semua
sahabat yang tidak ada uzur diperintahkan untuk menyertai jama'ah tersebut.
Amirul Mukminin, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu meminta kesediaan Usamah radhiyallahu
‘anhu untuk membolehkan beberapa sahabat tetap tinggal di Madinah untuk
tugas-tugas lain. Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu ditugaskan memimpin
500 orang untuk menghancurkan Musailamah al Kahzab. Umar radhiyallahu ‘anhu
ditugaskan memimpin 50 orang untuk menhadapi mereka yang tidak mau membayar
zakat. Sehingga tinggallah di kota Madinah orang-orang tua dan Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu sebagai Amirul Maukminin untuk mengendalikan keadaan di Madinah.
Seorang sahabat lagi bertanya kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
berkata "Wahai Amirul mukminin kalau semua kita menyertai jama'ah ini
bagaimana keadaan kota Madinah yang di dalamnya ada Ummahatul mukminiin,
istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
". Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, "Aku lebih
rela istri-istri nabi diserang musuh dan bangkainya dicabik-cabik serigala
daripada agama dan usaha agama ini terhenti".
Akhirnya Jama'ah
tersebut diberangkatkan dengan dilepas sendiri oleh Khalifah Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu. Di Madinah, semua sahabat yang uzur diperintahkan untuk membuat
'amalan masjid. Mengisinya dengan Da'wah menjumpai orang-orang di Madinah yang
keyakinannya goyah atau telah keluar dari Islam untuk dapat kembali kepada
Islam. Mereka kemudian diajak ke Masjid Nabawi untuk duduk di dalam majelis dan
dibangkitkan semangatnya kembali serta memperbanyak 'amal ibadah dan berdo'a
memohon bantuan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaian lagi diberi tugas
untuk melayani tamu-tamu yang datang dan menyiapkan segala keperluan jama'ah
masjid.
Dari usaha dan
kerja di Masjid Nabawi tersebut alim ulama menerangkan terbentuk beberapa jama'ah
da'wah yang dikirim ke kawasan yang berdekatan dengan Madinah, menjumpai setiap
orang yang berada di kabilah terdekat untuk kembali kepada Islam dan Iman.
Sehingga di dalam suatu riwayat selama tiga hari-tiga malam di kota Madinah
tidak terdengar suara adzan.
Kembali kepada
Jama'ah yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu. Selama
perjalanan untuk menghadapi tentara kafir mereka telah berhenti beberapa kali.
Alim ulama menerangkan bahwa Usamah radhiyallahu ‘anhu telah
memerintahkan jama'ah tersebut untuk berhenti dan membongkar segala
perlengkapan dan memasang tenda dan berbagai keperluan lainnya. Ketika semua
telah selesai, ia, Usamah radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk
melanjutkan perjalanan. Semua sahabat radhiyallahu ‘anhum tha'at. Mereka
segera membongkar tenda mengumpulkan segala perbekalan dan sebagainya. Di
tempat yang lain Usamah radhiyallahu ‘anhu memberikan perintah yang sama
sehingga beberapa kali jama'ah tersebut membongkar memasang dan membongkar lagi
perbekalan serta tenda mereka.
Alim ulama
menerangkan bahwa walaupun pada zhahirnya terlihat seperti tidak teratur dan
tidak terorganisir akan tetapi dengan ketha'atan kepada Amir dan bergeraknya
mereka tersebut fii sabilillaah. Allah subhanahu wa ta’ala telah
tanamkan kembali di dalam hati musuh Islam ketakutan terhadap ummat Islam. Tentara
Romawi dan sekutunya menjumpai bekas-bekas perkemahan dan barang-barang
perbekalan sahabat radhiyallahu ‘anhum dapat menghitung berapa kekuatan
pasukan Muslimin. Di tempat yang lain mereka menjumpai tanda-tanda bahwa di
tempat itu juga sepasukan yang besar pernah berkemah. Sehingga akhirnya tentara
musuh Islam tersebut berkesimpulan kalau dengan jumlah sahabat radhiyallahu
‘anhum sedemikian besar yang berada di luar Madinah maka pasti jumlah yang
lebih besar lagi ada di dalam Madinah. Dan mereka memutuskan untuk mundur
karena mereka yakin mereka tidak akan menang menghadapi orang Islam. Begitu
juga Musailamah al Kahzab dan pengikutnya beserta benteng di Yamamah yang telah
didirikannya akhirnya dapat di hancurkan.
Tiga perkara
besar yang terjadi akibat usaha da'wah terhenti sebentar akhirnya dapat
dikembalikan. Orang-orang kembali kepada Islam dan mau membayar zakat, Allah subhanahu
wa ta’ala tanamkan kembali ketakutan di dalam hati musuh Islam dan Allah subhanahu
wa ta’ala hancurkan nabi palsu.
Pesanan Maulana Zakariya dalam Menghadapi berbagai Fikrah
Maulana Zakaria rahmatullah ‘alaih menulis dalam
buku beliau:
Sangat mengherankan, tatkala Allah dan Rasul-Nya telah
menunjukkan jalan dan asbab-asbab untuk kejayaan dan kemajuan serta kelebihan ummat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ummat ini sendiri menyempitkan pintu rahmat (dengan
menyerang antara satu sama lain).
Menjadi satu kenaifan kita pada hari ini, bahwa mereka
yang berhubungan dengan kegiatan lain dan usaha agama (baik mengajar ilmu atau
belajar, dakwah, jihad atau suluk) menganggap usaha yang lain sebagai sia-sia
dan membuang-buang waktu saja. Kadangkala, mereka dengan penuh semangat menuduh
orang lain 'sesat'. Secara tidak langsung, mereka telah membatasi usaha untuk kemajuan
Islam hanya dalam batas-batas kegiatan mereka saja. Seolah-olah mereka telah meminggirkan
usaha-usaha agama yang lain daripada lingkungan Islam.
Sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Agama Islam
itu mudah. Barangsiapa yang memberatkannya maka dia akan binasa. Maka, ikutilah
jalan yang lurus, ikutilah ia dengan erat dan berilah berita gembira kepada
orang banyak (atas amalan baik mereka).” (HR Bukhari)
Baginda shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Permudahkanlah,
jangan mempersukar. Sampaikanlah berita gembira (untuk memujuk mereka kepada
agama) dan janganlah menimbulkan kebencian mereka kepada agama.” (Durrul
Mantsur)
Pengarang kitab ‘Bahjatul Nufus’ mengisahkan,
suatu hari Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Dengan
apakah tuan dihantar kepada manusia?” Baginda shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab, “Dengan akal.”
Penjelasan Maulana Zakariya rahmatullah ‘alaih, “Ini
menggambarkan bahwa hukum syariat hendaklah diikuti juga dengan akal.”
Kemudian, Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bertanya
lagi, “Siapakah yang akan memberi jaminan (akan ketepatan) akal (karena
manusia berbeda-beda menurut akal dan daya kefahamannya)?”
Jawab Baginda shallallahu
‘alaihi wasallam, “Akal tiada
batasnya. Namun, barangsiapa yang menganggap bahwa apa yang halal di sisi Allah sebagai halal dan apa yang diharamkan di
sisi Allah sebagai haram, maka dialah orang yang berakal. Jika dia mencoba
lebih gigih lagi, dia akan menjadi abid. Jika dia mencoba lebih gigih lagi,
dia akan menjadi jawad (berani).”
Maksudnya, jika seseorang berusaha gigih dalam ibadah dan
amalan baik yang lain tetapi tidak hati-hati untuk mengambil yang halal dan
mengelak dari yang haram, maka usahanya sia-sia walaupun mereka fikir mereka
melakukan kebaikan. Hendaklah difahami betul bahwa mengharamkan sesuatu yang
dihalalkan oleh Allah menunjukkan seseorang itu tidak berakal di sisi agama.
(Sumber rujukan: Maulana Zakariya al-Kandahlawi –
Memperkenalkan Siasah Islam)
Di sini juga dimuat bayan daripada Maulana Saad
al-Kandahlawi :
Kita harus faham terhadap semua aspek kerja ini. Satu yang sangat
istimewa yang bisa didapati dalam kerja ini adalah jemaah yaitu untuk
mengumpulkan semua kerja agama di dunia, semua dari berbagai kumpulan atau golongan bagaimana dapat disatukan. Ini
adalah suatu yang terhebat dan paling penting dalam menentukan kualitas kerja
ini. Kami sangat berhati-hati dalam perkataan dan ucapan kami.
Saudara-saudara yang dihormati!
Kami benar-benar tidak punya hak untuk
memfitnah, mengecilkan dan merendahkan setiap aspek kekurangan dalam usaha
agama yang lain, baik dalam ucapan atau tindakan. Ini adalah perkara yang akan
membawa perpecahan dalam ummat. Kami di sini untuk bekerjasama, bekerja dengan
orang lain dan berusaha bersama-sama dalam membuat tegaknya Islam.
Kita perlu memahami bahwa taklim (atau tadrees, untuk mendidik),
tabligh, tasawwuf, semua ini
ialah merupakan kerja Nubuwwah (kenabian). Hanya orang bodoh saja yang akan
mempertimbangkan satu aspek Nubuwwah dan menciptakan konflik kepada aspek lain
dalam kerja kenabian.
Bayan oleh: Maulana Muhammad Saad
al-Kandahlawi. Diterjemahkan oleh: Maulana Ahmed Khatani, Durban.
Apa yang kita peroleh daripada
nasihat-nasihat para ulama di atas ialah: Kita perlu berlapang dada untuk
menghadapi berbagai fikrah selagi fikrah itu tidak bertentangan dengan al-Quran
dan as-Sunnah. Saya bersangka baik terhadap tiap fikrah yang berusaha dengan
ikhlas hanya semata-mata karena Allah, tidak melampaui batas dalam perbedaan
pendapat, tidak memfitnah atau mengumpat terhadap saudara seagama dengan sewenang-wenang
dan BUKAN PULA UNTUK MENARIK/MENGAJAK
MANUSIA KEPADA DIRINYA ATAU KELOMPOKNYA.
Semoga
Allah memelihara kita daripada tipu daya iblis yang sangat halus: PERPECAHAN UMMAT.
"Hati harus seluas lautan, jangan kecil seperti
kuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar