Pengantar
Tentang Qurban
Definisi
Al-Imam Al-Jauhari rahimahullahu menukil dari Al-Ashmu’i bahwa ada
4 bacaan pada kata اضحية:
1. Dengan mendhammah hamzah: أُضْحِيَّةٌ
1. Dengan mendhammah hamzah: أُضْحِيَّةٌ
2. Dengan mengkasrah hamzah: إِضْحِيَّةٌ
Bentuk jamak untuk kedua kata di atas adalah أَضَاحِي
boleh dengan mentasydid ya` atau tanpa mentasydidnya (takhfif).
3. ضَحِيَّةٌ dengan memfathah huruf dhad, bentuk jamaknya adalah ضَحَايَا
3. ضَحِيَّةٌ dengan memfathah huruf dhad, bentuk jamaknya adalah ضَحَايَا
4. أَضْحَاةٌ dan bentuk jamaknya adalah أَضْحَى
Dari asal kata inilah penamaan hari raya أَضْحَى
diambil. Dikatakan secara bahasa:
ضَحَّى يُضَحِّي تَضْحِيَةً فَهُوَ مُضَحِّ
Al-Qadhi rahimahullahu menjelaskan: “Disebut demikian karena
pelaksanaan (penyembelihan) adalah pada waktu ضُحًى (dhuha) yaitu hari
mulai siang.”
Adapun definisinya secara syar’i, dijelaskan oleh Al-‘Allamah Abu Thayyib
Muhammad Syamsulhaq Al-‘Azhim Abadi dalam kitabnya ‘Aunul Ma’bud (7/379):
“Hewan yang disembelih pada hari nahr (Iedul Adha) dalam rangka
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(Lihat Al-Majmu’ 8/215, Syarah Muslim 13/93, Fathul Bari 11/115, Subulus Salam
4/166, Nailul Authar 5/196, ‘Aunul Ma’bud 7/379, Adhwa`ul Bayan 3/470)
Syariat dan Keutamaannya
Dalil yang menunjukkan disyariatkannya menyembelih hewan qurban
adalah Al-Qur`an, As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama.
Adapun dari Al-Qur`an, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan
qurban.” (Al-Kautsar: 2)
Menurut sebagian ahli tafsir seperti Ikrimah, Mujahid, Qatadah,
‘Atha`, dan yang lainnya, النَّحْرُ dalam ayat di atas adalah menyembelih
hewan qurban.
Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam Adhwa`ul Bayan (3/470)
menegaskan: “Tidak samar lagi bahwa menyembelih hewan qurban masuk dalam
keumuman ayat وَانْحَرْ.”
Juga keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ لَكُمْ فِيهَا
خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari
syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu
nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah
terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan
beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta.” (Al-Hajj: 36)
Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi dalam kitab Fathur Rabbil
Wadud (1/370) berhujjah dengan keumuman ayat di atas untuk menunjukkan syariat
menyembelih hewan qurban. Beliau menjelaskan: “Kata الْبُدْنَ
mencakup semua hewan sembelihan baik itu unta, sapi, atau kambing.”
Adapun dalil dari As-Sunnah, ditunjukkan oleh sabda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatannya. Di antara sabda beliau adalah
hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu:
إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ
ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، مَنْ فَعَلَهُ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا وَمَنْ
ذَبَحَ قَبْلُ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ
فِي شَيْءٍ
“Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah
shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat
demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami, dan barangsiapa yang telah
menyembelih sebelumnya maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk
keluarganya, tidak termasuk ibadah nusuk sedikitpun.”
(HR. Al-Bukhari no. 5545 dan Muslim no. 1961/7)
Di antara perbuatan beliau adalah hadits Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu:
ضَحَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ
أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ
رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِمَا
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor
kambing putih kehitaman yang bertanduk. Beliau sembelih sendiri dengan
tangannya. Beliau membaca basmalah, bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi
leher kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5554 dan Muslim
no. 1966, dan lafadz hadits ini milik beliau)
Adapun ijma’ ulama, dinukilkan kesepakatan ulama oleh Ibnu Qudamah
Al-Maqdisi rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Kabir (5/157) -Mughni-, Asy-Syaukani
rahimahullahu dalam Nailul Authar (5/196) dan Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam
Adhwa`ul Bayan (3/470). Para ulama hanya berbeda pendapat tentang wajib atau
sunnahnya.
Adapun keutamaan berqurban, maka dapat diuraikan sebagai berkut:
1. Berqurban merupakan syi’ar-syi’ar Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sebagaimana yang telah lewat penyebutannya dalam firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala surat Al-Hajj ayat 36.
2. Berqurban merupakan bagian dari Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menganjurkan dan melaksanakannya. Maka setiap muslim yang berqurban seyogianya
mencontoh beliau dalam pelaksanaan ibadah yang mulia ini.
3. Berqurban termasuk ibadah yang paling utama. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُسْلِمِيْنَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan
matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’.”
(Al-An’am: 162-163)
Juga firman-Nya:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan
qurban.” (Al-Kautsar: 2)
Sisi keutamaannya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam dua
ayat di atas menggandengkan ibadah berqurban dengan ibadah shalat yang
merupakan rukun Islam kedua.
Demikian pula Ibnu Taimiyyah rahimahullahu sebagaimana dalam
Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar
menguraikan:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan
dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan
sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”
Beliau mengatakan lagi: “Oleh sebab itulah, Allah Subhanahu wa
Ta’ala menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.”
(Al-An’am: 162)
Walhasil, shalat dan menyembelih qurban adalah ibadah paling utama
yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia
adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah
shalat.”
Hukum Menyembelih Qurban
Pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah bahwa menyembelih
qurban hukumnya sunnah muakkadah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dalilnya
adalah hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ
يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Apabila masuk 10 hari Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian
hendak menyembelih qurban maka janganlah dia mengambil (memotong) rambut dan
kulitnya sedikitpun.” (HR. Muslim 1977/39)
Sisi pendalilannya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyerahkan ibadah qurban kepada kehendak yang menunaikannya. Sedangkan perkara
wajib tidak akan dikaitkan dengan kehendak siapapun. Menyembelih hewan qurban
berubah menjadi wajib karena nadzar, berdasarkan sabda beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ
“Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah, maka hendaklah dia
menaati-Nya.” (HR. Al-Bukhari no. 6696, 6700 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Sunnah muakkadah
berqurban bagi orang muslim merdeka yang mampu. Seandainya dalam satu keluarga
ada seorang yang berqurban maka gugur bagi yang lain kesunnahannya.
Ibadah Qurban lebih
utama daripada ibadah sedekah karena ada perselisihan ulama tentang hukum wajib
berqurban.
Dasar ibadah Qurban :
Allah Swt berfirman :
فصل لربك وانحر
(Maka dirikanlah
sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah)
Dan ayat :
والبدن جعلناها لكم من شعائر الله
(Dan telah kami
jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah)
Nabi Saw bersabda :
ما عمل ابن آدم يوم النحر من عمل أحب إلى الله تعالى من إراقه
الدم، وإنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها، وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل
أن يقع على الارض، فطيبوا بها نفسا
“ Tidak ada amal
ibadah yang lebih dicintai Allah di hari Nahr daripada menumpahkan darah
(Qurban). Dan kelak di hari kiamat akan datang beserta tanduk dan kuku-kukunya
dan sesungguhnya darahnya di sisi Allah memiliki kedudukan sebelum jatuh di
bumi. Maka ikhlaskanlah diri kalian “
Dalam Hadits lain
Nabi Saw bersabda :
عظموا ضحاياكم، فإنها على الصراط مطاياكم
“Besarkanlah
hewan-hewan qurban kalian, karena sesungguhnya hewan itu akan menjadi tumpangan
kalian di shirath “
Ketentuan Hewan
Qurban :
Hewan qurban hanya
boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu
onta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu.
a. Kambing domba atau
jawa
Tidak ada khilaf di
kalangan ulama, bahwa seekor kambing hanya cukup untuk satu orang.
b. Unta atau sapi
Menurut jumhur ulama,
diperbolehkan 7 orang berserikat pada seekor unta atau sapi. Dalilnya adalah
hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ
سَبْعَةٍ
“Kami pernah
menyembelih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu
Hudaibiyyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (HR. Muslim)
Umur Hewan Qurban
No. Hewan Umur
minimal
1. Onta 5 tahun
2. Sapi 2 tahun
3. Kambing jawa 1
tahun
4. Domba/ kambing
gembel 6 bulan
(domba Jadza’ah)
Cacat yang
menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada 4 :
• Buta sebelah dan
jelas sekali kebutaannya: Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya
menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya
tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja.
ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk
qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
• Sakit dan tampak
sekali sakitnya.
• Pincang dan tampak
jelas pincangnya: Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi
jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh
dijadikan hewan qurban.
• Sangat tua
sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.
Waktu Berqurban :
Di mulai sejak
selesainya sholat ‘idhul Adha hingga akhir hari Tasyrik.
Seandainya
menyembelih hewan kurban sebelum selesai sholat ‘id atau setelah akhir hari
tasyrik, maka tidak di namakan qurban. Seandainya ia tidak menyembelih hewan
kurban yang wajib hingga keluar hari tasyrik, maka wajib menyembelihnya dan
jatuhnya menjadi qodho.
Qurban wajib dan
Sunnah :
- Hewan kurban yang
wajib yaitu hewan kurban yang di nadzari atau ditentukan, haram dimakan
dagingnya bagi yang menyembelihnya dan wajib menyedekahkan semuanya kepada
faqir / miskin.
- Hewan kurban sunnah
wajib mensedekahkan dagingnya namun boleh bagi orang yang menyembelihnya untuk
memakan sedikit dari daging tersebut asal tidak melebihi sepertiganya.
Niat berqurban :
Disyaratkan berniat
ketika menyembelih atau menentukan hewan yang ingin dijadikan kurban.
Misalnya : “Saya
niat kurban sunnah“. Jika ia mengatakan dalam hatinya : “Saya berniat
kurban“ saja, maka jatuhnya adalah wajib dan haram ia memakan dagingnya.
Peringatan :
● Dalam kitab I’aanah
dan Hasyiah Bujairami disebutkan :
وحينئذٍ فما يقع في ألسنة العوام كثيراً من شرائهم ما يريدون
التضحية به من أوائل السنة، وكل من سألهم عنها يقولون له: تلك أضيحة مع جهلهم بما
يترتب على ذلك من الأحكام تصير به أضحية واجبة يمتنع عليه أكله منها، ولا يقبل
قوله: أردت أني أتطوع بها خلافاً لبعض المتأخرين
“Jika demikian apa
yang terjadi pada ucapan kebanyakan orang awam ketika membeli hewan kurban di
awal-awal tahun adalah yang dimaksud kurban tersebut. Dan setiap orang yang
menanyakan mereka tentang hewan itu, maka mereka menjawabnya ; “ itu adalah
hewan untuk kurban “ karena ketidaktahuan mereka atas hukum akibat ucapan
tersebut yang demikian itu menjadi kurban wajib yang ia dilarang memakan
sebagian dari dagingnya. Dan tidak terima ucapannya kembali“Aku berniat kurban
sunnah dengannya“, berbeda bagi sebagian ulama mutaakhkhirin“.
● Haram atasnya dan
atas ahli warisnya menjual kulit dan bagian yang lainnya dari hewan kurban.
Juga haram hukumnya menyewakannya atau menjadikan sebagai upah penyembelihan.
Karena Nabi Saw bersabda :
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Barangsiapa yang
menjual kulit hewan kurbannya maka ia tidak mendapatkan apa-apa dari kurbannya
“
Catatan :
Untuk orang miskin
yang ingin berqurban, Imam Abu Yahya Zakariya Al-Ansori menganjurkan untuk
mengikuti pendapat Ibn Abbas yang menganggap kesunatan berqurban itu cukup
dengan mengalirkan darah meskipun darah ayam jago. (Namun hal ini tidak boleh
dipublikasikan, cukup untuk diamalkannya sendiri)
1. Pengertian Qurban
Dan Hukumnya
وهي ما يذبح من النعم تقربا إلى الله تعالى من يوم عيد النحر
إلى آخر أيام التشريق (فتح الوهاب ج: 2 ص: 327 (
Qurban (Tadhhiyah)
adalah ternak yang disembelih karena mendekatkan diri kepada Allah pada hari
raya nahr sampai akhir hari tasyriq.
Hukumnya sunnah
kifayah dalam satu keluarga berdasarkan :
فصل لربك وانحر (الكوثر : 2 (
Maka shalatlah (hari
raya) dan sembelihlah (qurban)
عن أنس رضي الله تعالى عنه قال ضحى النبي صلى الله عليه وسلم
بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده الكريمة وسمى وكبر ووضع رجله المباركة على
صفاحهما (رواه مسلم
(
Dari Anas ra ia
berkata bahwa Nabi saw berkurban dengan dua kambing kibasy berwarna putih lagi
panjang tanduknya, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri yang
mulia seraya membaca basmalah, bertakbir dan meletakkan kaki beliau yang berkah
diatas leher keduanya. HR. Muslim
قال صلى الله عليه وسلم ما عمل ابن آدم يوم النحر من عمل أحب
إلى الله تعالى من إراقة الدم وإنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها وإن الدم
ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على الأرض فطيبوا بها نفسا )إعانة الطالبين ج: 2 ص330
: (
Rasulullah saw bersabda
: Tidaklah beramal seorang anak Adam pada hari raya nahr dengan amal yang
lebih dicintai Allah Ta’ala daripada mengalirkan darah (hewan kurban), dan
sesungguhnya hewan kurban akan datang dihari kiamat lengkap dengan tanduk dan
kakinya, dan sesungguhnya darah (kurban) akan sampai disuatu tempat disisi
Allah sebelum darah itu sampai diatas tanah, maka sucikanlah hatimu dengan
korban.
2. Syarat-Syarat
Hewan Qurban
Hewan kurban harus
berupa ternak dari jenis onta, sapi dan kambing baik jantan maupun betina.
Hewan-hewan tadi
disyaratkan :
1. Onta, harus
berusia genap lima tahun (qamariyyah) dengan fisik tidak cacat dan tidak sakit.
2. Sapi, harus
berusia genap dua tahun (qamariyyah) dengan fisik tidak cacat dan tidak sakit.
3. Kambing, harus
berusia genap satu tahun (qamariyyah) atau sudah lepas giginya (powel :jw)
untuk kambing domba/kibasy dan dua tahun (qamariyyah) atau sudah lepas giginya
(powel :jw) untuk kambing kacang / jawa.
Seorang yang
berkorban jika ia laki-laki dan mampu sunnah menyembelih sendiri hewan
korbannya, dan sunnah menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya jika ia
mewakilkan kepada orang lain. Adapun bagi orang perempuan maka yang lebih utama
mewakilkan kepada orang lain.
ولم تجز بينة الهزال # ومرض وعرج في الحال وناقص الجزء كبعض أذن # أو ذنب كعور في الأعين
أو العمى أو قطع بعض الألية #
وجاز نقص قرنها والخصية ) متن
زبد ابن رسلان ص: 135-136
(
Tidak diperbolehkan
hewan yang sangat kurus, sakit, pincang, cacat bagian tubuhnya seperti sebagain
telinga atau ekornya sebagaimana pula buta sebelah matanya, buta keduanya atau
terputus pantatnya. Diperbolehkan hewan yang cacat tandukya dan hewan yang
dikebiri.
3. Qurban Atas Nama
Orang Lain Atau Mayit
Berqurban atas nama
orang lain tidak diperkenankan tanpa seizinya. Sedangkan berqurban atas nama
orang yang sudah meninggal para fuqaha’ berbeda pendapat, ada yang berpendapat
tidak sah jika tidak mewasiatkan dan ada yang bependapat sah sekalipun tidak
mewasiatkan.
ولا يضحى احد عن حي بلا اذنه ولاعن ميت لم يوص اهـ منهاج
القويم ص : 630
Tidak diperkenankan
seseorang berkorban atas nama orang hidup tanpa seizinnya dan juga atas nama
mayit yang tidak mewasiatkannya.
)ولا) تضحية (عن ميت لم يوص بها) لقوله
تعالى “وان ليس للانسان الا ما سعي
” فان اوصى بها جاز الى ان قال وقيل تصح
التضحية عن الميت وان لم يوص بها لانها ضرب من الصدقة وهى تصح عن الميت وتنفعه اهـ
مغنى المحتاج ج : 4 ص
: 292 – 293
Tidak sah berkorban
atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya, karena firman Allah swt (artinya)
:”Dan sesungguhnya bagi manusia hanyalah apa yang ia usahakan”. Jadi jika ia
mewasiatkannya maka boleh sampai ungkapan Dikatakan : sah berkorban atas nama
mayit walaupun dia tidak mewasiatkannya, karena berkurban merupakan bagian
daripada shadaqah dan shadaqah atas nama mayit adalah sah dan dapat memberi
manfaat.
4. Berserikat Antara
Qurban Dan Aqiqah
Memperserikatkan
antara qurban dan aqiqah pada seekor ternak terdapat perbedaan pendapat,
menurut Imam Ibnu Hajar yang bisa hasil hanya satu dan menurut Imam Muhammad
Ramli kesemuanya bisa hasil.
)مسئلة) لو نوي العقيقة والضحية لم
تحصل غير واحد عند حج ويحصل الكل عند مر اهـ اثمد العين ص : 77
(Persoalan) Apabila
seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka tidak hasil kecuali satu (niat)
menurut Imam Ibnu Hajar dan bisa hasil keseluruhannya menurut Imam Muhammad
Ramli.
5. Pembagian Daging
Qurban
Daging kurban wajib
disedekahkan dalam keadaan mentah dan boleh mudhahhi memakan sebagiannya,
kecuali jika kurban itu dinadzarkan, maka harus disedekahkan keseluruhannya.
والفرض بعض اللحم لوبنزر# وكل من المندوب دون النذر) متن زبد
ابن رسلان ج 1 ص: -136 (
Wajib (dalam kurban
sunnah) mensedekahkan sebagian dagingnya walaupun sedikit dan makanlah dari
kurban sunnah bukan kurban nadzar.
ويشترط فى اللحم ان يكون نيأ ليتصرف فيه من يأخذه بما شاء من
بيع وغيره )الباجورى جز 2 ص : 302(
Disyaratkan untuk
daging dibagikan dengan mentah agar sipenerima bebas mentasarufkan dengan
sekehendaknya apakah dijual atau yang lain.
Adapun yang berhak
menerima daging qurban adalah orang faqir sebgaimana yang dijelaskan oleh
al-Qur’an :
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (الحج : 27
(
Maka makanlah
sebagian daripadanya dan berikanlah (sebagian yang lain) untuk dimakan
orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Ijtihad para fuqaha’
tentang pembagian daging qurban ini setidaknya ada tiga pendapat : (1) Disedekahkan
seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauk (2) Dimakan sendiri separo dan
disedekahkan separo (3) Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga dihadiahkan dan
sepertiga lagi disedekahkan. (Kifayatul Akhyar, juz 2 : 241)
Bagaimana dengan
mendistribusikan daging qurban ke daerah lain atau disalurkan kepada masyarakat
yang sedang tertimpa bencana ?
)فرع) محل التضحية بلد المضحى وفى نقل
الاضحية وجهان يخرجان من نقل الزكاة والصحيح هنا الجواز (كفاية الأخيار جز 2 ص : 242(
Tempat penyembelihan
qurban ditempat orang berkorban. Dalam hal memindah qurban terdapat dua
pendapat ulama yang ditakhrij dari masalah memindah zakat dan menurut pendapat
yang shahih dalam hal qurban adalah diperbolehkan.
وقد يستعمل فيمن نزلت به نازلة دهر وان لم يكن فقيرا (تفسير
القرطبى جز 12 ص:49 (
Terkadang
dipergunakan (makna) dari البائس الفقير pada orang yang tertimpa musibah bencana alam sekalipun ia
bukan orang fakir.
6. Wakalah Dalam
Ibadah Qurban
Ibadah Qurban
merupakan salah satu ibadah yang pelaksanaannya tidak harus oleh pihak yang berkorban
(mudlahhi), tetapi boleh diwakilkan kepada pihak kedua baik perseorangan maupun
beberapa orang yang terkordinir (panitia).
ويستثنى من ذلك الحج وذبح الأضاحى وتفرقة الزكاة (كفاية
الأخيار جز اول ص : 284(
Dikecualikan dari
hukum diatas (tidak bisa diwakilkan) adalah ibadah haji, menyembelih qurban dan
membagikan zakat.
a. Wakil Terkordinir
Panitia Qurban adalah
sekelompok orang-orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan oleh suatu
organisasi (ta’mir masjid, mushalla, instansi dan lain-lain) guna menerima
kepercayaan (amanat) dari pihak mudlahhi (yang berkorban) agar melaksanakan
penyembelihan hewan qurban dan membagikan dagingnya.
Memperhatikan
pengertian panitia diatas maka dalam pandangan fiqh panitia adalah wakil dari
pihak mudlahhi.
وفي الشرع تفويض شخص شيأ له فعله مما يقبل النيابة الى غيره
ليفعله حال حياته (هامش حاشية الباجورى جز 1 ص : 386 (
Wakalah menurut
syara’ adalah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan
sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain), kepada pihak lain
agar dikerjakannya diwaktu pihak pertama masih hidup
)والوكيل امين ) لانه نائب عن الموكل
في اليد والتصرف فكانت يده كيده (حاشية الجمل جز 3 ص : 416(
Wakil adalah
pengemban amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan) dalam
kekuasaan dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak muwakkil
b. Tata Cara
Penyerahan Qurban Kepada Panitia
1) Penyerahan Berupa
Hewan Qurban
Penyerahan hewan
qurban kepada wanitia (wakil) haruslah melalui pernyataan yang jelas dalam hal
status qubannya (sunat / wajib) maupun urusan yang diserahkannya (menyembelih
saja atau dan juga membagikan dagingnya) pada pihak ketiga. Oleh karenanya
harus ada pernyataan mewakilkan (menyerahkan) oleh pihak mudlahhi dan
penerimaan oleh pihak panitia, lalu serah-terima hewan qurbannya.
أركانها اربعة موكل ووكيل وموكل فيه وصيغة ويكفى فيها اللفظ من
احدهما وعدم الرد من الأخر كقول الموكل وكلتك بكذا او فوضته اليك ولو بمكاتبة او
مراسلة (الباجورى جز 1 ص
: 296 )
Rukun wakalah ada
empat : (1) Muwakkil (2) Wakil (3) Muwakkal fih dan (4) shighat. Dan sudah
mencukupi dalam shighat ini pernyataan dari salah pihak dan tidak ada penolakan
dari pihak yang lain.
Qurban sebagai ibadah
memerlukan niat baik oleh pihak mudlahhi sendiri atau diserahkannya kepada
wakilnya, kecuali qurban nadzar maka tidak ada syarat niat.
ولا يشترط فى المعينة ابتداء بالنذر النية بخلاف المتطوع بها
والواجبة بالجعل او بالتعيين عما فى الذمة فيشترط له نية عند الذبح او عند التعيين
لما يضحى به كالنية فى الزكاة وله تفويضها لمسلم مميز وان لم يوكله فى الذبح )الباجرى
جز 2 ص : 296
(
Tidak disyaratkan
niat dalam qurban yang telah ditentukan sejak permulaan dengan jalan nadzar.
Beda halnya dengan qurban sunat dan qurban wajib dengan jalan ja’li
(menjadikan) atau ta’yin (menentukan) dari apa yang dalam tanggungannya, maka
disyaratkan niat ketika menyembelih atau menentukan hewan qurbannya sebagaimana
niat dalam ibadah zakat. Boleh juga niat diserahkan kepada seorang muslim yang
sudah tamyiz sekalipun ia tidak dijadikan wakil dalam menyembelih.
2) Penyerahan Berupa
Uang Seharga Hewan Ternak
Kemauan orang dalam
melakukan aktivitas sehari-harinya ingin serba praktis, simpel dan mudah tak
terkecuali dalam urusan ibadah qurban. Sehingga orang yang hendak ibadah qurban
cukup menyerahkan sejumlah uang kepada panitia agar dibelikan ternak layak
qurban sekaligus sampai pada penyembelian serta pembagian dagingnya. Dalam hal
menurut pandangan ulama adalah boleh sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anah
al-Thalibin :
في فتاوي العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي محشي شرح ابن
حجر على المختصر ما نصه سئل رحمه الله تعالى جرت عادة أهل بلد جاوى على توكيل من
يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أو الأضحية ويذبحه في مكة والحال أن من يعق أو
يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذلك أولا أفتونا الجواب نعم يصح ذلك ويجوز التوكيل في
شراء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها ولوبغير بلد المضحي والعاق (إعانة الطالبين ج: 2
ص: 335(
Dalam kitab Fatawa
Syekh Sulaiman al-Kurdi Muhasyyi Syarah Ibni Hajar ‘ala al-Mukhtashar terdapat
suatu pertanyaan : Ditanyakan kepada beliau “Telah berlaku kebiasaan penduduk
Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan ternak untuk mereka di Makkah
sebagai aqiqah atau qurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang
yang di aqiqahi atau qurbani berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau
tidak ? Mohon diberikan fatwa jawabannya ! “. Ya, demikian itu sah.
Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan qurban dan aqiqah dan juga
penyembelihnya sekalipun tidak dilaksankan di negara orang yang berkorban atau
beraqiqah.
Ada hal penting yang
perlu diperhatikan ketika penyerahan mudhahhi kepada panitia itu berupa uang,
yaitu panitia wajib menentukan/meniatkan ternak yang telah dibelinya dengan
mengatasnamakan orang yang telah memberi kuasa kepadanya. Lihat : Al-Bajuri juz
2 hal 296
c. Tugas Panitia
Qurban
Tugas pokok panitia
adalah menyembelih dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak sesuai
dengan pernyataan pihak mudlahhi saat penyerahan hewan qurban dan pihak
wakil/panitia sedikipun tidak diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana
keterangan diatas.
ولايملك الوكيل من التصرف الا ما يقتضيه اذن الموكل من جهة
النطق او من جهة العرف ( المهذب جز 1 ص
: 350 (
Tidak berkuasa
seorang wakil dari urusan tasharuf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil
melalui jalan ucapan atau adat yang berlaku.
Terkait dengan qurban
nadzar/wajib, panitia harus menjaga dagingnya jangan sampai jatuh pada orang
yang bernadzar, orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya dan juga panitia
sendiri.
ولا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة (قوله ولا يأكل) اى
لايجوزله الأكل فان أكل شيأ غرمه (قوله المضحى ) وكذا من تلزمه نفقته ( ألباجورى
جز 2 ص : 300
(
Pihak yang berkorban
tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan. Yakni ia tidak
boleh memakannya, lalu jika memakannya sedikit saja maka wajib mengganti.
Seperti halnya pihak mudhahhi adalah orang-orang yang wajib ditanggung
nafkahnya.
)ويحرم الاكل الخ ) الى ان قال فيجب
عليه التصدق بجميعها حتى قرنها وظلفها اهـ اعانة الطالبين ج : 2 ص : 333
(Haram memakan dst)
sampai ungkapan : maka wajib atas mudhahhi mensedekahkan seluruh qurbannya
hingga tanduk dan kakinya.
Oleh karena itu
panitia sejak awal harus memilah antara qurban sunnah dan qurban wajib, agar
tidak terjadi percampuran antara keduanya. Akan tetapi apabila pemilahan antara
qurban sunnah dan nadzar/wajib menjumpai kesulitan, maka dianggap cukup dengan
cara memisahkan daging seukuran qurban nadzar/wajib dari daging yang ada,
kemudian mensedekahkan sisanya kepada selain yang bernadzar/berkorban wajib dan
orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
افتى النووى كابن الصلاح فيمن غصب نحو نقد او بر وخلطه بماله
ولم يتميز بان له افراز قدر المغصوب ويحل له التصرف فى الباقى )فتح
المعين هامش الاعانة ج : 1 ص
: 127 (
Imam Nawawi berfatwa
sebagaimana Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang ghashab semisal uang
(dinar/dirham) atau biji gandum dan mencampurkannya dengan harta miliknya dan
tidak dapat membedakannya bahwa baginya boleh memisahkan seukuran barang
dighashabnya dan halal baginya mentasarufkan sisanya.
7. Menjual,
Memanfaatkan Dan Menjadikan Ongkos Sebagian Dari Qurban
Menjual/menjadikan
sebagai ongkos, terhadap kulit, kepala, kaki qurban maupun bagian badan yang
lainnya oleh pihak mudlahhi maupun wakil/panitia adalah tidak boleh, bahkan
untuk qurban wajib/nadzar wajib disedekahkan keseluruhannya dan sama sekali
tidak boleh memanfaatkan semisal kulitnya. Beda halnya dengan qurban sunat,
walaupun juga tidak boleh menjual sedikitpun tetapi memanfaatkan semisal
kulitnya masih diperbolehkan.
)قوله ولايبيع) اى يحرم على المضحى بيع
شيئ (من الاضحية ) اى من لحمها اوشعرها اوجلدها ويحرم ايضا جعله اجرة للجزار
ولوكانت الاضحية تطوعا (الباجورى جز 2 ص : 311(
(Tidak boleh
menjual), maksudnya har am atas mudlahhi menjual sedikit saja (dari qurban)
baik dagingnya, bulunya atau kulitnya. Haram juga menjadikannya sebagai ongkos
penyembelih walaupun qurban itu qurban sunat.
ولايجوز بيع شيئ من الهدي والأضحية نذرا كان او تطوعا (المجموع
جز 2 ص : 150
(
Tidak diperbolehkan
menjual sedikitpun dari hewan hadiah dan qurban baik itu nadzar ataupun sunat.
فليس له ان ينتفع بجلدها كأ ن يجعله فروة وله اعارته كما له
اجارتها اهـ الباجورى ج : 2 ص
: 301
Maka tidak boleh
baginya (mudhahhi) memanfaatkan kulitnya (qurban nadzar) seperti menjadikannya
untuk wadah, namun boleh baginya meminjamkan dan menyewakannya.
8. Memakan Daging
Oleh Mudhahhi/Wakil
Memakan sebagian
daging qurban oleh pihak mudlahhi diperbolehkan asalkan bukan qurban wajib/nadzar.
Dan kalau qurban wajib/nadzar yang tidak dipebolehkan tidak hanya dia sendiri
namun termasuk orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
ولا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة ويأكل من المتطوع بها
(كفاية الأخيار جز 2 ص
: 241(
Pihak yang berkorban
tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan dan boleh
memakannya jika korban sunat.
Lihat kembali
keterangan dalam Al-Bajuri juz 2 hal 300.
Bagaimana dengan
wakil/panitia, bolehkan mereka mengambil / memakannya ?
Sesuai dengan amanat
yang diterimanya dari pihak mudlahhi yaitu menyembelih dan membagikan
dagingnya, maka panitia tidak diperbolehkan mengambil atau memakan sedikitpun
daripadanya. Kemudian agar panitia bisa mengambil sebagian daging qurban
(sunnah), maka harus ada izin dari pihak mudlahhi agar ia diperbolehkan
mengambilnya dalam batas ukuran tertentu.
ولا يجوز له أخذ شيئ الأ ان عين له الموكل قدرا منها (
الباجورى جز 1 ص : 387(
Tidak boleh bagi
wakil (panitia) mengambil sedikitpun keculai pihak muwakkil sudah menentukan
sekadar dapi padanya untuk pihak wakil.
9. Cara Mudah Dan
Aman Dalam Pengelolaan Qurban
Dari uraian diatas,
seharusnya panitia qurban sudah memahami betul tata cara mengelola ibadah
qurban agar dalam mengemban amanah para mudlahhi tidak terjadi kesalahan yang
dapat menimbulkan resiko yang tidak ringan atas panitia sendiri.
Lalu bagaimana
langkah-langkah menghindari kesalahan dalam mengelola ibadah qurban ?
Ada tiga altertatif
yang bisa tawarkan :
• Pada saat
penyerahan qurban panitia mengidentikasi antara qurban sunat dan wajib lalu
memisahkan daging sembelihannya, agar qurban wajib pembagiannya tidak jatuh
pada yang berqurban dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya. Pihak
panitia dengan secara terang-terangan minta izin kepada pihak mudlahhi qurban sunat
agar diperkenankan mengambil dagingnya, semisal untuk setiap satu kambing 1 kg
dan setiap satu sapi 3 kg.
• Panitia (wakil)
cukup satu atau dua orang saja dan personil lainnya berstatus sebagai pekerja
(ajir) sehingga ia berhak mendapat ongkos dan pembagian qurban, sedang yang
menjadi wakil menerapkan alternatif pertama.
• Panitia menyepakati
menunjuk satu/dua orang yang berhak menerima daging qurban dan diadakan
kesepakatan agar setelah mereka menerima daging qurban, mereka membagikannya
kepada seluruh warga termasuk didalamnya panitia qurban itu sendiri.
قال تعالى : فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير ويكفى تمليكه
لمسكين واحد (فتح الوها ب هامش حاشية الجمل جز 5 ص : 259 (
Maka makanlah kalian
dari daging qurban dan berikanlah makan kepada orang yang sangat membutuhkan.
Dan mencukupi jika diberikan satu orang miskin.
Kitab
Muhadzdzab juz 1 hal 237-241 (BAB UDLHIYYAH)
Kitab Muhadzdzab juz
1 hal 237-241
باب الأضحية
Bab Udlhiyyah=Qurban
الأضحية سنة لما روى أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم كان يضحي بكبشين قال أنس وأنا أضحي بهما
Ibadah Qurban
hukumnya sunnat berdasarkan hadits riwayat Anas radliya Allahu 'anhu
وليست بواجبة لما روي أن أبا بكر وعمر رضي الله عنهما كانا لا
يضحيان مخافة أن يرى ذلك واجبا
Hukum Qurban tidak
wajib berdasarkan riwayat bahwa Abu Bakar dan Umar radliya Allahu 'anhuma tidak
berqurban karena takut qurban dianggap wajib
فصل في وقتها ويدخل وقتها إذا مضى بعد دخول وقت صلاة الأضحى
قدر ركعتين وخطبتين فإن ذبح قبل ذلك لم يجزه لما روى البراء بن عازب رضي الله عنه
قال خطب النبي صلى الله عليه وسلم يوم النحر بعد الصلاة فقال من صلى صلاتنا هذه
ونسك نسكنا فقد أصاب سنتنا ومن نسك قبل صلاتنا فذلك شاة لحم فليذبح مكانها واختلف
أصحابنا في مقدار الصلاة
فمنهم من اعتبر قدر صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم وهي
ركعتان يقرأ فيهما ق و اقتربت الساعة وقدر خطبته
ومنهم من اعتبر قدر ركعتين خفيفتين وخطبتين خفيفتين
ويبقى وقتها إلى آخر أيام التشريق لما روى جبير بن مطعم قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كل أيام التشريق أيام ذبح فإن لم يضح حتى مضت
أيام التشريق نظرت فإن كان ما يضحي تطوعا لم يصح لانه ليس بوقت لسنة الأضحية وإن
كان نذرا لزمه أن يضحي لانه وجب عليه ذبحه فلم يسقط بفوات الوقت
فصل ومن دخلت عليه عشر ذي الحجة وأراد أن يضحي فالمستحب ألا
يحلق شعره ولا يقلم أظفاره حتى يضحي لما روت أم سلمة رضي الله عنها أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم قال من كان عنده ذبح يريد أن يذبحه فرأى هلال ذي الحجة فلا يمس
من شعره ولا من أظفاره شيئا حتى يضحي ولا يجب عليه ذلك لانه ليس بمحرم فلا يحرم
عليه حلق الشعر ولا تقليم الظفر
Barang siapa yang
sudah masuk bulan dzulhjjah dan ia ingin berqurban maka disunatkan tidak
memotong rambutnya dan kukunya sehingga ia telah menyembelih kurbannya
berdasarkan hadits riwayat ummu salamah radliya Allahu anha, hal tersebut tidak
wajib
فصل ولا يجزىء في الأضحية إلا الأنعام وهي الإبل والبقر والغنم
لقوله عز وجل { ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام } ولا يجزىء فيها
إلا الجذعة من الضأن والثنية من المعز والإبل والبقر لما روى جابر أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم قال لا تذبحوا إلا مسنة إلا أن تعسر عليكم فتذبحوا جذعا من
الضأن وعن علي رضي الله عنه أنه قال لا يجوز في الضحايا إلا الثني من المعز والجذع
من الضأن وعن ابن عباس رضي الله عنهما أنه قال لا تضحوا بالجذع من المعز والإبل
والبقر
ويجوز فيها الذكر والأنثى لما روت أم كرز عن النبي صلى الله
عليه وسلم أنه قال عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لا يضركم ذكرانا كن أو إناثا
وإذا جاز ذلك في العقيقة بالخبر دل على جوازه في الأضحية ولان لحم الذكر أطيب ولحم
الأنثى أرطب
Boleh berqurban
dengan hewan jantan dan betina berdasarkan riwayat Ummu Karzin dari Nabi shollallahu
'alaihi wa sallam
فصل والبدنة أفضل من البقرة لانها أعظم والبقرة أفضل من الشاة
لانها بسبع من الغنم والشاة أفضل من مشاركة سبعة في بدنة أو بقرة لانه ينفرد
بإراقة دم والضأن أفضل من المعز لما روى عبادة بن الصامت أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم قال خير الأضحية الكبش الأقرن وقالت أم سلمة رضي الله عنها لان أضحي
بالجذع من الضأن أحب إلي من أن أضحي بالمسنة من المعز ولان لحم الضأن أطيب
والسمينة أفضل من غير السمينة لما روى ابن عباس رضي الله عنهما أنه قال في قوله عز
وجل { ومن يعظم شعائر الله } قال تعظيمها استسمانها واستحسانها وخطب علي رضي الله
عنه قال ثنيا فصاعدا واستسمن فإن أكلت أكلت طيبا وإن أطعمت أطعمت طيبا
والبيضاء أفضل من الغبراء والسوداء لان النبي صلى الله عليه
وسلم ضحى بكبشين أملحين والأملح الأبيض وقال أبو هريرة دم البيضاء في الأضحية أفضل
من دم سوداوين
وقال ابن عباس تعظيمها استحسانها والبيض أحسن
فصل ولا يجزىء ما فيه عيب ينقص اللحم كالعوراء والعمياء
والجرباء والعرجاء التي تعجز عن المشي في المرعى لما روى البراء بن عازب أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال لا يجزىء في الأضاحى العوراء البين عورها والمريضة
البين مرضها والعرجاء البين ضلعها والكسيرة التي لا تنقى فنص على هذه الأربعة
لانها تنقص اللحم فدل على أن كل ما ينقص اللحم لا يجوز ويكره أن يضحى بالجلحاء وهي
التي لم يخلق لها قرن وبالقصماء وهي التي انكسر غلاف قرنها وبالعضباء وهي التي
انكسر قرنها وبالشرقاء وهي التي انتقبت من الكي أذنها وبالخرقاء وهي التي تشق
أذنها بالطول لان ذلك كله يشينها وقد روينا عن ابن عباس رضي الله عنه أن تعظيمها
استحسانها فإن ضحى بما ذكرناه أجزأه لان ما بها لا ينقص من لحمها فإن نذر أن يضحي
بحيوان فيه عيب يمنع الإجزاء كالجرب وجب عليه ذبحه ولا يجزئه عن الأضحية فإن زال العيب
قبل أن يذبح لم يجزه عن الأضحية لانه أزال الملك فيها بالنذر وهي لا تجزىء فلم
يتغير حكمها بما يحدث فيها كما لو أعتق في الكفارة عبدا أعمى ثم صار بعد العتق
بصيرا
فصل والمستحب أن يضحي بنفسه لحديث أنس رضي الله عنه أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين أملحين ووضع رجله على صفاحهما وسمى وكبر
ويجوز أن يستنيب غيره لما روى جابر أن النبي صلى الله عليه
وسلم نحر ثلاثا وستين بدنة ثم أعطى عليا رضي الله عنه فنحر ما غبر منها
والمستحب ألا يستنيب إلا مسلما لانه قربة فكان الأفضل ألا
يتولاها كافر ولانه يخرج بذلك من الخلاف لان عند مالك رحمه الله لا يجزئه ذبحه فإن
استناب يهوديا أو نصرانيا جاز لانه من أهل الزكاة
ويستحب أن يكون عالما لانه أعرف بسنة الذبح والمستحب أنه إذا
استناب غيره أن يشهد الذبح لما روى أبو سعيد الخدري أن رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال لفاطمة رضي الله عنها قومي إلى أضحيتك فاشهديها فإنه بأول قطرة من دمها
يغفر لك ما سلف من ذنوبك
ويستحب أن يوجه الذبيحة إلى القبلة لما روت عائشة رضي الله
عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال ضحوا وطيبوا أنفسكم فإنه ( ما من ) مسلم يستقبل بذبيحته القبلة إلا كان دمها وفرثها وصوفها حسنات
في ميزانه يوم القيامة ولانها قربة لا بد فيها من جهة فكانت القبلة فيها أولى
ويستحب أن يسمي الله تعالى لحديث أنس أن النبي صلى الله عليه
وسلم سمى وكبر والمستحب أن يقول اللهم تقبل مني لما روي عن ابن عباس رضي الله
عنهما أنه قال ليجعل أحدكم ذبيحته بينه وبين القبلة
ثم يقول من الله وإلى الله والله أكبر اللهم منك ولك اللهم
تقبل وعن ابن عمر رضي الله عنهما أنه كان إذا ضحى قال من الله والله أكبر اللهم
منك ولك اللهم تقبل مني
فصل وإذا نحر الهدي أو الأضحية نظرت فإن كان تطوعا فالمستحب أن
يأكل منه لما روى جابر أن النبي صلى الله عليه وسلم نحر ثلاثا وستين بدنة ثم أعطى
عليا رضي الله عنه فنحر ما غبر وأشركه في هديه وأمر من كل بدنة ببضعة فجعلها في
قدر فطبخت فأكل من لحمها وشرب من مرقها ولا يجب ذلك لقوله عز وجل { والبدن جعلناها
لكم من شعائر الله } فجعلها لنا وما هو للإنسان فهو مخير بين أكله وبين تركه وفي
القدر الذي يستحب أكله قولان قال في القديم يأكل النصف ويتصدق بالنصف لقوله عز وجل
{ فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير } فجعلها بين اثنين فدل على أنها بينهما نصفين
وقال في الجديد يأكل الثلث ويهدي الثلث ويتصدق بالثلث لقوله عز
وجل { فكلوا منها وأطعموا القانع والمعتر {
وقال الحسن القانع الذي يسألك والمعتر
الذي يتعرض لك ولا يسألك وقال مجاهد القانع الجالس في بيته والمعتر الذي يسألك
فجعلها بين ثلاثة فدل على أنها بينهم أثلاثا
وأما القدر الذي يجوز أن يؤكل ففيه وجهان قال أبو العباس بن
سريج وأبو العباس بن القاص يجوز أن يأكل الجميع لانها ذبيحة يجوز أن يأكل منها
فجاز أن يأكل جميعها كسائر الذبائح
وقال عامة أصحابنا يجب أن يبقى منها قدر ما يقع عليه اسم
الصدقة لان القصد منها القربة فإذا أكل الجميع لم تحصل القربة له فإن أكل الجميع
لم يضمن على قول أبي العباس وابن القاص ويضمن على قول سائر أصحابنا
وفي القدر الذي يضمن وجهان أحدهما يضمن أقل ما يجزىء في الصدقة
والثاني يضمن القدر المستحب وهو الثلث في أحد القولين والنصف
في الآخر بناء على القولين فيمن فرق سهم الفقراء على اثنين وإن كان نذرا نظرت فإن
كان قد عينه عما في ذمته لم يجز أن يأكل منه لانه بدل عن واجب فلم يجز أن يأكل منه
كالدم الذي يجب بترك الإحرام من الميقات
وإن كان نذر مجازاة كالنذر لشفاء المريض وقدوم الغائب لم يجز
أن يأكل منه لانه جزاء فلم يجز أن يأكل منه كجزاء الصيد فإن أكل شيئا منه ضمنه
وفي ضمانه ثلاثة أوجه أحدها يلزمه قيمة ما أكل كما لو أكل منه
أجنبي
والثاني يلزمه مثله من اللحم لانه لو أكل جميعه ضمنه بمثله
فإذا أكل بعضه ضمنه بمثله
والثالث يلزمه أن يشتري جزءا من حيوان مثله ويشارك في ذبحه
وإن كان نذرا مطلقا ففيه ثلاثة أوجه
أحدها أنه لا يجوز أن يأكل منه لانه إراقة دم واجب فلا يجوز أن
يأكل منه كدم الطيب واللباس
والثاني يجوز لان مطلق النذر يحمل على ما تقرر في الشرع والهدي
والأضحية المعهودة في الشرع يجوز الأكل منها فحمل النذر ( عليها (
والثالث أنه إن كان أضحية جاز أن يأكل منها لان الأضحية
المعهودة في الشرع يجوز الأكل منها وإن كان هديا لم يجز أن يأكل منه لان أكثر
الهدايا في الشرع لا يجوز الأكل منها فحمل النذر عليها
فصل ولا يجوز بيع شيء من الهدي والأضحية نذرا كان أو تطوعا لما
روي عن علي كرم الله وجهه قال أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقوم على
بدنة فأقسم جلالها وجلودها وأمرني ألا أعطي الجازر منها شيئا وقال نحن نعطيه من
عندنا ولو جاز أخذ العوض منه لجاز أن يعطي الجازر ( منها في ) أجرته ولانه إنما
أخرج ذلك قربة فلا يجوز أن يرجع إليه إلا ما رخص فيه وهو الأكل
Tidak boleh menjual
sesuatu dari hadyu dan qurban baik qurban nadzar maupun qurban tatowwu'
(sunnat)
فصل ويجوز أن ينتفع بجلدها فيصنع منه النعال والخفاف والفراء
لما روت عائشة رضي الله عنها قالت دفت دافة من أهل البادية حضرت الأضحى زمان رسول
الله صلى الله عليه وسلم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ادخروا الثلث وتصدقوا
بما بقي فلما كان بعد ذلك قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم يا رسول الله لقد كان
الناس ينتفعون من ضحاياهم ويجملون منها الودك ويتخذون منها الأسقية فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم وما ذاك قالوا يا رسول الله نهيت عن إمساك لحوم الضحايا بعد
ثلاث فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنما نهيتكم من أجل الدافة فكلوا وتصدقوا
وادخروا فدل على أنه يجوز اتخاذ الأسقية منها
فصل ويجوز أن يشترك سبعة في بدنة وفي بقرة لما روى جابر رضي
الله عنه قال نحرنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم بالحديبية البدنة عن سبعة
والبقرة عن سبعة
وإن اشترك جماعة في بدنة أو بقرة وبعضهم يريد اللحم وبعضهم
يريد القربة جاز لان كل سبع منها قائم مقام شاة
Jika jamaah isytirok
dalam satu onta atau satu sapi, sebagian menginginkan daging (bukan qurban
maksudnya) dan sebagian lagi menginginkan qurbah maka boleh karena setiap
sepertujuh dari onta atau sapi tsb menyamai satu kambing.
Doa menyembelih
qurban dari kitab Tanwirul qulub hal 248
و يقول الذابح : اللهم هذا منك واليك فتقبل مني كما تقبلت من سيدنا محمد نبيك وابراهيم خليلك
Allahumma haadza
minka wa ilaika fataqobbal minnii kama taqobbalta min sayyidina Muhammadin
Nabiyyika wa Ibrohima Kholiilika
Ya Allah qurban ini
(nikmat) dariMu dan kepadaMu maka terimalah dariku seperti Engkau menerimanya
dari Sayyidina Muhammad nabiMu dan dari Nabi Ibrohim kekasihMu
فإن أرادوا القسمة وقلنا إن القسمة فرز النصيبين قسم بينهم وإن
قلنا إن القسمة بيع لم تجز القسمة فيملك من يريد القربة نصيبه لثلاثة من الفقراء
فيصيرون شركاء لمن يريد اللحم فإن شاءوا باعوا نصيبهم ممن يريد اللحم وإن شاءوا
باعوا من أجنبي وقسموا الثمن
وقال أبو العباس بن القاص تجوز القسمة قولا واحدا لانه موضع
ضرورة لان بيعه لا يمكن وهذا خطأ لانا بينا أنه يمكن البيع فلا ضرورة بهم إلى
القسمة
فصل إذا نذر أضحية بعينها فالحكم فيها كالحكم في الهدي المنذور
في ركوبها وولدها ولبنها وجز صوفها وتلفها وإتلافها وذبحها ونقصانها بالعيب وقد
بينا ذلك في ( باب ) الهدي فأغنى عن الإعادة والله أعلم
Referensi :
Al-Majmu’
I’aanatuth Tholibin
Hasyiah Bujairami
Syarh Al-Baijuri
Bughyatul
Mustarsyidin
Al-Yaqutun Nafis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar