BASHAR DAN BASHIRAH
KH. Abdul Halim (Almarhum)
Syuro Indonesia, Sragen.
Bayan Musyawarah Indonesia 2006
Allah
subhanahu wa ta’ala menghadirkan manusia ke alam dunia ini sesuai dengan
kehendak dan kebijaksanaanNya. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan
sekian banyak kehidupan. Dan kehidupan yang Allah paling sukai dari sekian banyak
kehidupan manusia adalah kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka barangsiapa, siapapun itu dari dari orang kaya atau orang miskin, orang
pintar atau orang bodoh, pejabat atau rakyat jelata, orang sehat atau orang
sakit, orang kaya atau orang miskin, orang desa atau orang kota, jika dia
mengamalkan daripada kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
maka dia akan berubah menjadi kekasih Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang
kekasih Allah, seseorang yang dicintai Allah, maka doa-doanya akan ijabah
disisi Allah. Seorang kekasih Allah ini, dia tidak akan terkesan kepada
keadaan, tidak pernah merasa takut, dan tidak akan pernah merasa sedih. Jadi
kalau ada berita-berita yang dahsyat datang kepada dirinya, maka ini tidak akan
membesarkan daripada hatinya. Jika dia kehilangan sesuatu yang dicintainya,
yang sudah melekat lama dengan dirinya, maka dia pun tidak akan merasa sedih.
Inilah ciri-ciri dari kekasih Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
أَلَا إِنَّ
أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus : 62)
Ketahuilah
bahwa kekasih Allah subhanahu wa ta’ala hanya punya 2 ciri saja, yaitu :
1.
Tidak pernah takut kecuali hanya kepada Allah
2.
Tidak pernah susah/sedih hatinya
Apabila
kehidupan kita pada saat ini diliputi oleh ketakutan dan kesedihan, ada berita
bencana kita takut, penyakit menyebar kita takut, berita begini dan begitu kita
takut, ada kehilangan kita sedih, ada kejadian begini dan begitu kita sedih, maka
ketakutan dan kesedihan ini obatnya hanya satu yaitu ikuti kehidupan
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hari ini orang-orang diliputi
ketakutan, salah satunya ketakutan akan penyakit. Takut akan berita tentang
penyakit yang bermacam-macam. Mari kita lihat rumah sakit dan klinik-klinik
penuh dengan pasien-pasien. Mereka dihantar kesana, dengan rasa ketakutan
ataupun rasa kesedihan. Akan tetapi yang namanya penyakit kalau di alam dunia,
bukanlah suatu penyakit yang hakiki.
Pernah
seorang Nabiyullah, yaitu Nabi Ayub ‘alaihis salam di uji oleh Allah subhanahu
wa ta’ala dengan penyakit selama 70 tahun sakit di alam dunia. Allah subhanahu
wa ta’ala uji Nabi Ayub ‘alaihis salam dengan sejenis penyakit kulit
yang menjijikkan, sehingga menyebabkan dia di usir dari kampung halamannya.
Asbab kesabaran Nabi Ayub ‘alaihis salam, Allah puji beliau di dalam Al
Quran :
…إِنَّا
وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ
نِّعْمَ الْعَبْدُ ۖ
إِنَّهُ أَوَّابٌ
"…Sesungguhnya
Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba.
Sesungguhnya dia amat ta'at (kepada Tuhannya).” (QS. Shad :
44)
Allah
subhanahu wa ta’ala menyatakan demikian “Innahuu Awwaab”, sebaik-baik
hamba. Ini asbab beliau ingin kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
rindu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Selama 70 tahun sakit, bukan
sekedar harian, mingguan, atau bulanan, tapi bertahun-tahun. Maka gelar yang
dicapai oleh seorang hamba yang sabar yang diuji dengan penyakit ini adalah “Nikmal
Abdu” yaitu sebaik-baik hamba.
Sedangkan
kita hari ini masih sehat, maka gelar apakah yang Allah berikan untuk kita ini
masih tanda tanya. Apa sebabnya ? karena hari ini kita masih takut dengan
keadaan dan sedih dengan keadaan. Padahal yang namanya penyakit ini bukanlah
yang katanya penyakit lever, ginjal, jantung, atau diabetes, tetapi yang
namanya penyakit adalah dosa yang melekat pada diri kita. Ini karena orang yang
berpenyakitan di dunia jika dia mati maka selesai sudah penyakitnya. Coba kita
lihat kuburan yang berserakan sekarang adakah mereka yang sudah mati membawa
penyakitnya ke alam kubur, penyakit levernya, kankernya, ginjalnya, tidak ada,
semuanya sudah ditinggalkan dan dipisahkan oleh kematian. Penyakit tersebut
hilang bersama maut yang menjemput dia, selesai sudah penyakitnya. Akan tetapi
kalau dosa, suatu penyakit, yang apabila kita tidak obati ketika kita masih
hidup, maka penyakit ini akan kita bawa terus ke alam kubur, ke alam mahsyar, dan
ke hari-hari di akherat lainnya yang tidak ada putus-putusnya.
Namun orang yang mengobati dosa ketika dia masih hidup, maka dia akan kembali ketempat yang baik, karena balik ke akhirat tanpa membawa penyakit. Majelis kita dimalam hari ini bukanlah hanya sekedar majelis pengajian, namun termasuk majelis pengampunan. Dimana orang yang hadir dimalam hari ini akan mendapatkan pengampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala, bahkan ketika dia berdiri semua keburukan-keburukan yang lalu akan Allah gantikan dengan kebaikan-kebaikan dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Maka majelis seperti ini harus dihidupkan dimana-mana, di semua tempat, agar kita tidak di ombang-ambingkan oleh keadaaan. Jadi kehidupan yang paling dicintai Allah subhanahu wa ta’ala di dunia ini adalah kehidupan yang mencontoh kehidupan Rasullullah shalalallahu ‘alaihi wasallam. Atas perkara ini, Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan Nabi shalalallahu ‘alaihi wasallam untuk mengumumkan dan meng i’lankan kepada ummat :
Namun orang yang mengobati dosa ketika dia masih hidup, maka dia akan kembali ketempat yang baik, karena balik ke akhirat tanpa membawa penyakit. Majelis kita dimalam hari ini bukanlah hanya sekedar majelis pengajian, namun termasuk majelis pengampunan. Dimana orang yang hadir dimalam hari ini akan mendapatkan pengampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala, bahkan ketika dia berdiri semua keburukan-keburukan yang lalu akan Allah gantikan dengan kebaikan-kebaikan dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Maka majelis seperti ini harus dihidupkan dimana-mana, di semua tempat, agar kita tidak di ombang-ambingkan oleh keadaaan. Jadi kehidupan yang paling dicintai Allah subhanahu wa ta’ala di dunia ini adalah kehidupan yang mencontoh kehidupan Rasullullah shalalallahu ‘alaihi wasallam. Atas perkara ini, Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan Nabi shalalallahu ‘alaihi wasallam untuk mengumumkan dan meng i’lankan kepada ummat :
قُلْ إِن
كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali
Imran : 31)
“Qul
inkuntum tuhibuunallaah…“ : artinya “Apakah kalian
benar-benar mencintai Allah ?”
Ini
karena cinta ada 2 yaitu :
1.
Cinta yang Shadiq : Cinta yang benar
2.
Cinta yang Kadzib : Cinta yang palsu
“Ana
yuhibbullaah”
artinya “saya cinta kepada Allah.”
Kata-kata yuhibbu, mencintai, kalau hanya sekedar perkataan, maka ini hanya getaran di bibir saja. Jika hanya perkataan ini saja, maka dari anak kecil, orang gila, bahkan burung beo pun bisa mengatakan ini. Benarkah kita mencintai Allah subhanahu wa ta’ala? Maka ini ada persyaratan dan ada masyruk. Persyaratannya adalah :
Kata-kata yuhibbu, mencintai, kalau hanya sekedar perkataan, maka ini hanya getaran di bibir saja. Jika hanya perkataan ini saja, maka dari anak kecil, orang gila, bahkan burung beo pun bisa mengatakan ini. Benarkah kita mencintai Allah subhanahu wa ta’ala? Maka ini ada persyaratan dan ada masyruk. Persyaratannya adalah :
“Fattabi’uunii” artinya : “Ikutilah
Aku, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam”
Jadi orang yang tidak mengikuti Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, walaupun dia mengucapkan berjuta-juta kali, “ana yuhibbullaah”, artinya “aku mencintai Allah”, maka dia akan termasuk golongan para pencinta palsu. Maka hari ini kita harus jujur kepada Allah subhanahu wa ta’ala bahwa mulai hari ini kita akan tarik kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini dan akan kita letakkan kedalam kehidupan kita. Kalau sudah demikian, maka Allah subhanahu wa ta’ala berjanji :
Jadi orang yang tidak mengikuti Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, walaupun dia mengucapkan berjuta-juta kali, “ana yuhibbullaah”, artinya “aku mencintai Allah”, maka dia akan termasuk golongan para pencinta palsu. Maka hari ini kita harus jujur kepada Allah subhanahu wa ta’ala bahwa mulai hari ini kita akan tarik kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini dan akan kita letakkan kedalam kehidupan kita. Kalau sudah demikian, maka Allah subhanahu wa ta’ala berjanji :
“Yuhbibkumullaah” artinya : “Allah
akan Mencintai kamu”.
Kalau kita sudah ikut jalannya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baru Allah akan jatuh cinta kepada kita. Lalu apa keuntungannya dicintai Allah :
Kalau kita sudah ikut jalannya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baru Allah akan jatuh cinta kepada kita. Lalu apa keuntungannya dicintai Allah :
“Fayaghfirlakum
Dzunuubakum”
artinya : “Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu”
Allah
akan mengampuni kita, membersihkan kita dari dosa-dosa, digugurkan, walaupun
sebanyak buih dilautan. Maka kita akan seperti bayi yang terlahir kembali dari
perut ibunya, bersih dari dosa-dosa. Kehidupan sunnah di malam hari ini, dan
tekad kita kedepan, akan menyebabkan kita seperti seorang pengantin baru yang
duduk di pelaminan. Dimana orang-orang akan mengucapkan selamat kepada kita,
“Selamat menempuh hidup baru.” Begitu pula para malaikat akan
berduyun-duyun mengucapkan selamat kepada kita, “Selamat menempuh kehidupan
baru”, yaitu kehidupan dengan Sunnah Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Jika kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini ditinggalkan, maka akan timbul masalah-masalah yang besar dalam kehidupan kita. Kita akan menjadi mudah terkesan dengan keadaan. Kita akan jauh dari kebahagiaan karena sudah melenceng dari sunnah. Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah azas daripada kehidupan di dunia ini. Maka kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam harus dikaji, bagaimana kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada dalam kehidupan kita ? Kenapa kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah kehidupan yang paling dicintai Allah subhanahu wa ta’ala ?
Jika kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini ditinggalkan, maka akan timbul masalah-masalah yang besar dalam kehidupan kita. Kita akan menjadi mudah terkesan dengan keadaan. Kita akan jauh dari kebahagiaan karena sudah melenceng dari sunnah. Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah azas daripada kehidupan di dunia ini. Maka kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam harus dikaji, bagaimana kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada dalam kehidupan kita ? Kenapa kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah kehidupan yang paling dicintai Allah subhanahu wa ta’ala ?
Tertib
kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah tertib
daripada turunnya Kitab Suci Al Quran. Ketika Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam sebelum diangkat menjadi rasul, semua orang senang dan
suka kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan sampai dibilang “Al
Amin”, artinya “Orang yang Terpercaya”, atau “Yang Jujur”.
Sehingga semua orang percaya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini, jika dititipkan atau
diamanahkan sesuatu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan mengembalikan
barang yang dititipkan ini persis, tidak mengurangi apapun, pengembalian yang
utuh kepada si pemilik. Berita tentang kejujuran Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam menyebar kesemua orang, sehingga dari setiap mulut mengatakan, “Al
Amin….Al Amin”.
Kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
Kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
Suatu
ketika ada pertengkaran hebat antar suku selama 3 hari 3 malam di Mekkah, yang
dipertengkarkan adalah suku mana yang paling berhak mengangkat batu Hajar Aswad
ini ke atas Ka’bah ketika selesai renovasi. Setiap suku merasa merekalah yang
paling berhak untuk meletakkan batu Hajar Aswad di Ka’bah. Akhirnya mereka
bermusyawarah untuk mencari mufakat, karena mereka merasa sudah menghabiskan
banyak waktu untuk bertengkar. Hasil keputusan musyawarah adalah menunjuk satu
orang yang pertama kali masuk masjid sebagai hakim mereka. Atas kehendak Allah subhanahu
wa ta’ala, ternyata secara tiba-tiba yang masuk ke masjid pertama kali ini
adalah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Begitu Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam masuk semuanya bersepakat, “ini adalah al amin….ini
adalah al amin.” Mereka berkata, “dialah yang paling berhak menghakimi
kita dalam menyelesaikan sengketa ini dan menentukan siapa yang pantas
meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka’bah.” Setelah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam masuk, mereka lalu meminta Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam untuk ikut bermusyawarah dengan mereka. Mereka curhat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam tentang masalah yang mereka hadapi dan meminta Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menjadi hakim atas masalah tersebut. Asbab daripada sifat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang cerdas, bijak, dan amanah, maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta selendang kepada mereka
peserta musyawarah. Lalu dari selendang tersebut diletakkanlah batu Hajar Aswad
ini ditengah.
Ke
empat suku yang bersengketa diminta oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam untuk memegang setiap sudut dari selendang tersebut dan
mengangkatnya untuk diletakkan di Ka’bah. Maka asbab ini selesailah seluruh
masalah sengketa dan pertengkaran oleh para suku tersebut. Maka gegap gempita
semua orang berteriak, ”Inilah Al Amin…. Inilah Al amin.” Siapa orang
yang tidak senang dipuji ? siapa yang tidak senang dirinya mendapatkan gelar
yang baik ? Akan tetapi pujian dan celaan semua ini datangnya dari Allah,
sebagai ujian kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhalwat ke gua Hira’, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan membaca surat pertama yaitu Al Alaq ayat 1 :
Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhalwat ke gua Hira’, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan membaca surat pertama yaitu Al Alaq ayat 1 :
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. “ (QS. Al ‘Alaq
: 1)
“Iqro”
artinya : bacalah.
Ummat
Islam diperintahkan untuk membaca. Apa yang diminta untuk dibaca ? sedangkan Al
Quran belum sempurna diturunkan. Ini karena ayat-ayat Allah ada ayat yang ditulis
sebagaimana Al Quran secara dzahiriah, namun juga ada ayat-ayat yang bisa
dilihat dari peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di alam. Bahkan semua
orang boleh membaca ayat al Quran tersebut yang diperlihatkan dalam peristiwa
dan kejadian. Setelah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca
dan membaca keadaan ketika itu, maka suatu goncangan yang dahsyat dengan
turunnya ayat al Alaq tersebut di bacakan oleh Malaikat Jibril a’alihis
salam.
Asbab
kejadian ini Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dihibur oleh
istrinya yang tercinta Sayyidatina Khadijah radhiyallahu ‘anha.
Kedatangan Jibril ‘alaihis salam ini mendatangkan goncangan yang luar
biasa terhadap diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena merupakan
suatu keanehan yang luar biasa bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
ketika itu. Namun sang istri, Khadijah radhiyallahu ‘anha, penyejuk hati
dan pendingin mata, mampu menenangkan keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam ketika itu, yang sedang kebingungan dan penuh tanda tanya. Ketika
itu solusi dari istri adalah menceritakan masalah sang suami kepada seorang
alim besar zaman itu yaitu Waraqah bin Naufal, pamannya. Nama
lengkapnya adalah Waraqah bin Nawfal
bin Assad bin Abd al-Uzza bin Qusayy Al-Qurashi. Ciri-ciri nabi
yang akan di utus di tanah arab sudah di ketahui oleh Waraqah bin Naufal. Hanya
saja ketika nabi itu di utus kedua mata Waraqah sudah buta, dan umur beliau
sudah lanjut. Namun begitu beliau tidak tuli atau pekak.
Waraqah
bin Naufal adalah seorang pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
dia adalah seorang yang sangat menyukai ilmu agama, dia mempelajari Taurat dan
Injil, dua buah kitab yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi Musa ‘alaihis
salam dan Nabi Isa ‘alaihis salam dan keluarga mereka tidak ada yang
menyembah berhala, membunuh anak perempuan dengan cara mengubur mereka
hidup-hidup. Mereka tidak mengikuti tradisi jahiliyah tersebut.
Seluruh
kejadian yang menimpah suami beliau (Rasulullah) di ceritakan oleh Khadijah radhiyallahu
‘anha sampai tuntas kepada Waraqah bin Naufal. Waraqah diam saja mencermati
cerita tersebut. Setelah Khadijah radhiyallahu ‘anha selesai
menceritakan apa yang di alami suaminya barulah Waraqah menjawab dengan singkat
dan padat.
“Demi
Allah yang jiwa Waraqah berada dalam genggamanNya, jika engkau membenarkan aku
wahai Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Namus Akbar) sebagaimana
yang pernah datang kepada Musa, dan sesungguhnya dia nabi bagi ummat ini, Oleh
sebab itu katakanlah kepadanya agar tetap tenang.” Demikianlah
jawaban yang diberikan Waraqah kepada kemenakannya Khadijah radhiyallahu
‘anha. Mendengar berita ini langsung dari anak pamannya, Khadijah radhiyallahu
‘anha sangat gembira dan pulang ke rumah.
Sampai
di rumah di dapatinya nabi sudah bangun, wajahnya mulai cerah, tubuhnya tidak
gemetar lagi dan nafasnya tidak tersengal-sengal lagi. Melihat keadaan ini
Khadijah radhiyallahu ‘anha memberanikan diri untuk bertanya kepada nabi
walau di hatinya bercampur cemas, gelisah dan perasaan gembira. “Aduhai Tuhan, Aduhai. Apakah
gerangan yang menimpa kekasihku. Apakah yang menimpa engkau wahai kekasihku,
katakanlah padaku, katakanlah padaku”
Nabi
menjawab: “Selimutilah
aku, selimutilah aku”. Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata :
“Sekarang aku sudah
tidak sabar lagi untuk mengetahui permasalahan ini, maka ceritakanlah padaku”. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Aku sangat mengkhawatirkan diriku” (maksud nabi
dia khawatir kalau binasa karenanya karena dia tidak tahu apa sesungguhnya
terjadi). Kemudian Khadijah radhiyallahu ‘anha menjawab : “Oh tidak demikian, Allah tidak
akan menghinakan engkau selama-lamanya, karena engkau selalu menyambung tali
silahturahim, dan menanggung yang berat (menolong yang susah), mencarikan
pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan engkau selalu
menghormati tamu dan engkaulah selalu menolong di dalam kebaikan”
Dengan
adanya jawaban yang tulus dari seorang istri kemudian nabi menceritakan apa
yang dia alami.
Setelah
itu Khadijah bertanya lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
“Tidakah engkau
bertanya siapakah engkau, siapa yang datang bersama engkau dan apa maksudmu
datang padaku”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab
: “Aku mendengar dia
berkata, ‘Saya Jibril. Saya akan datang kepada engakau untuk menyampaikan
Risalah Tuhanmu’”.
Mendengar
jawaban itu Khadijah radhiyallahu ‘anha terdiam dan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pun diam juga, sebab dia tahu apa yang di sampaikan oleh
pamannya Waraqah bin Naufal benar adanya. Suaminya detik ini adalah seoarang
nabi. Ada perasaan gembira di hatinya.
Setelah
badan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah segar bugar kembali dengan
tidak kurang satu apapun, Khadijah radhiyallahu ‘anha mengajak beliau ke
rumah Waraqah agar penjelasan ini di dapat beliau secara langsung dari Waraqah.
Sampai dirumah, Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Waraqah : “Hai anak lelaki pamanku
dengarkanlah apa yang hendak di katakan anak lelaki saudaramu”. Waraqah
berkata : “Hai anak
lelaki saudaraku apa yang engkau lihat?” Lalu Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menceritakan apa yang di alaminya. Jawab Waraqah : “Suci suci. Hai anak lelaki
saudaraku. Ini adalah rahasia paling besar yang pernah Allah turunkan kepada
Nabi Musa. Oh mudah-mudahan aku dapat kembali menjadi muda dan kuat,
mudah-mudahan aku masih hidup, kelak kaummu akan mengusirmu.”
Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya : “Apakah kaumku akan mengusirku?” “Ya. Sama sekali
tidak ada seorang yang datang dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan ia
di musuhi. Dan jikalau aku dapat mengalami bersama harimu, kelak engkau
dimusuhi, maka aku akan menolongmu dengan pertolongan yang kuat”
Pemberitahuan
daripada seorang alim ini, membuat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam
merasa risau akan tanggung jawab yang besar. Lalu apa yang harus dilakukan
setelah itu ? apa yang harus dibuat ? Sehingga wahyu yang kedua, seperti yang
di gua Hira’ datang kembali kepada
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
يَا
أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ
فَأَنذِرْ وَرَبَّكَ
فَكَبِّرْ…
“Wahai
orang yang berselimut (Rasullullah), bangunlah (buanglah selimutmu), lalu berilah
peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah...” (QS. Al Muddatstsir : 1-3)
Semenjak
saat itu keadaan berubah dalam diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bergerak tidak henti dan tidak letih mendatangi setiap manusia, mengetuk
setiap pintu, menelusuri lorong-lorong, menyampaikan Agama Allah. Sehingga
gelar yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terima sebagai pujian kini
sudah tidak ada lagi. Ini karena mereka saat itu punya adat, yang ingin dirubah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi ibadat. Adat orang-orang pada
saat itu suka menyembah dari pada 360 patung-patung yang berserakan
disekeliling Ka’bah. Akan tetapi Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menginginkan agar mereka menyembah hanya kepada tuhan yang satu yaitu Allah subhanahu
wa ta’ala. Pada waktu itu tidak ada wirid, yang ada hanya lafadz :
يَااَيُّهَاالنَّاسُ
: قُوْلُوْالاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ تُفْلِحُوْا
“Ya Ayyuhannaas Quuluu Laa ilaaha Illallaah Tuflihuu” artinya : “Wahai
manusia ucapkanlah La ilaha illallah maka kamu akan berjaya (bahagia atau
selamat)”.
Lafadz
inilah yang dijadikan wirid diucapkan berulang-ulang, dijejalkan ke telinga orang-orang
saat itu. Namun bagi orang keyakinannya ada kepada patung dan berhala, mereka
tidak bisa menerima ajakan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Karena antara ajakan dengan keinginan orang-orang pada saat itu berbeda,
menyebabkan hati mereka berontak. Dari pemberontakan hati ini, dari hati yang
sama dulu memuji “Al Amin”, kini keluar lah cacian, “Ya Sahir”
engkau adalah seorang penyihir, “Ya Syair” engkau adalah seorang
penyair, “Ya Majnun” engkau adalah seorang gila.
Padahal
baru kemarin rasanya mereka memanggil “Al Amin” kini berubah memanggil “Al
Majnun”. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak patah semangat
dan berhenti hanya karena celaan ini. Ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam tidak terkesan akan pujian dan celaan. Inilah kehidupan yang
betul-betul dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu tidak
terkesan dengan keadaan, tidak terkesan dengan pujian atau celaan. Demikan pula
ini ummat, dulu di kurun waktu awal. Maka kalau ada ummat yang berjalan seperti
ini, pindah dari masjid ke masjid, mengetuk dari pintu ke pintu, bagi mereka
yang simpati akan memberi gelar kepada mereka sebagai aulia-aulia Allah,
ahlullah, para wali Allah, kekasih Allah. Namun sekarang Allah menguji apakah
kita setia setia pada Allah dan pada kerja dakwah ini, atau terkesan kepada
keadaan.
Pada
hari ini ada yang memberi gelar kepada kita sebagai teroris-teroris. Orang yang
buat usaha dakwah seperti cara nabi diejek dengan orang yang bodoh. Mau pujian
sebagai aulia Allah ataupun sebagai teroris atau orang yang bodoh, jangan kita
lari, tetapi tetaplah berada dalam usaha dakwah cara Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam ini. Dengan cara seperti ini maka amal kita ini akan
melekat pada diri kita, sebagaimana kehidupan daripada Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah terkesan dengan keadaan, tetapi terkesannya dengan perintah Allah subhanahu
wa ta’ala, begitupula dengan kita. Orang yang mudah terkesan dengan
keadaan, maka hidupnya akan terombang-ambing oleh berbagai peristiwa. Apabila
kita tekuni daripada kerja Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana
kerja Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah jalan untuk mencintai
Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga orang-orang yang mengikutinya akan
menjadi orang-orang yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Salah
seorang sahabat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, mengatakan : “Tidak sempurna iman salah
seseorang diantara kalian sehingga orang yang mencela kepadanya atau memuji
kepadanya, baginya sama saja”
Maksudnya adalah :
Maksudnya adalah :
1.
Orang datang mencela atau menghina dia tidak terkesan
2.
Orang memujipun dia juga tidak terkesan
Baginya
orang yang mencela atau memuji sama saja, tidak merubah sifat hatinya atau
keimanannya. Terkesannya hanya pada kerja dakwah ini saja. Ini karena kerja
yang mulia ini dilirik oleh orang yang setia kepada Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan orang yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Bukan dilirik oleh mata dzahirnya tetapi di lirik oleh mata bathinnya. Ketika
dilirik oleh mata bathinnya, maka yang dinyatakan sendiri oleh Allah subhanahu
wa ta’ala :
قُلْ
هَـٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ
عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ
وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah:
"Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf : 108)
“Qul
Haadzihii Sabiilii”
artinya : “Katakanlah wahai Muhammad Ini adalah Jalanku (jalan hidup
Rasullullah)”. Apa jalan hidup Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam?
Apakah jalan perdagangan ? jalan pertanian ? jalan industri ? Tidak !!!
melainkan : :
“Ad’uu ilallaah” artinya : “Yaitu mengajak manusia taat kepada Allah.” (Ad’unnaas : mengajak manusia)
“Ad’uu ilallaah” artinya : “Yaitu mengajak manusia taat kepada Allah.” (Ad’unnaas : mengajak manusia)
Ummat
ini menjadi hebat karena dikeluarkan untuk manusia, tugas dakwah ini untuk
mengajak manusia. Ini mengajak manusia saja belum selesai kita dakwahi, kita
sudah tergesa-gesa mau dakwah mengajak Jin. Jangan tergesa-gesa, sempurnakan
dakwah kita kepada manusia, nanti ada masanya jin akan ikut sendiri.
Bagaimana
cara dakwah kita? “Ala Bashirotin” artinya : “yaitu dengan mata hati.”.
Ada dua jenis penglihatan :
1.
Mata yang ada di luar ini yaitu mata di kepala adalah Bashar
2.
Mata yang ada di dalam Qalbu atau hati kita ini adalah Bashirah
Jika
orang sudah memandang dengan pandangan hati ini maka ia akan mendapatkan
fadhilah ilmu yang sempurna. Maka untuk memahami perintah-perintah Allah ini
tidak bisa dengan menggunakan kecerdasan yang ada dalam otak, melainkan dengan
mata hati kita. Jika mata hati ini sudah bertaqwa maka yang akan keluar adalah
sinar ketaqwaan. Attaqwaa Haahunaa 3 kali kata Rasullulah shallallahu
‘alaihi wasallam. Jika kita sudah bertaqwa kepada Allah maka kita harus
ikut tertib yang diperintah oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan ikut
caranya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman :
وَاتَّـقُوااللهَ
وَيُعَلِّمُـكُمُ اللهَ
“Bertaqwalah kepada
Allah niscaya Allah mengajarkanmu.” (QS. Al Baqarah:282)
“Wattaqullaah
wayuallimukumullaah”
artinya : Jika kita bertaqwa kepada Allah, maka Allah sendirilah yang akan
mengajarkan ilmu kepada kita. Maka jika Allah ingin mengajarkan maka tidak akan
ada sesuatu yang sulit ataupun rumit. Sehingga kita bisa paham saat itu juga
sebagaimana kepahaman orang-orang yang sudah mendapatkan Ridho Allah subhanahu
wa ta’ala, yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Fikir
para sahabat ini adalah bagaimana mereka bisa mentransfer kehidupan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam kedalam dirinya dan kehidupannya secara Kaffah, 100%.
Kecintaan
Salman radhiyallahu ‘anhu terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam
Sebagai
contoh bagaimana kecintaan Salman radhiyallahu ‘anhu terhadap Sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak Salman radhiyallahu ‘anhu berjalan-jalan ke atas bukit. Salman radhiyallahu ‘anhu melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mematahkan sebuah ranting lalu menguncang-guncangkannya, sehingga daun-daunnya berguguran.
Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak Salman radhiyallahu ‘anhu berjalan-jalan ke atas bukit. Salman radhiyallahu ‘anhu melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mematahkan sebuah ranting lalu menguncang-guncangkannya, sehingga daun-daunnya berguguran.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Salman radhiyallahu ‘anhu,
“Wahai Salaman mengapa engkau hanya melihat saja dan tidak menanyakan
mengapa aku melakukan ini.” Maka Salman langsung mengikuti daripada perintah
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasullullah mengapa
engkau melakukan itu ?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Wahai
Salman ketahuilah sesungguhnya orang yang melakukan shalat 5 waktu,
dosa-dosanya bergugurang sebagaimana daun-daun yang gugur dari ranting ini.”
Setelah
wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Salman radhiyallahu
‘anhu merindukan sesuatu yang dilakukan Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, namun belum dikerjakannya. Maka Salman radhiyallahu ‘anhu
mengajak kawannya untuk pergi ke bukit, ketempat dimana Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah mengajaknya. Ketika itu Salman radhiyallahu
‘anhu melakukan dengan sempurna 100 persen dari gaya, cara, posisi, yang
dilakukan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika itu yaitu
mematahkan ranting lalu menguncang-guncangkannya, sehingga daun-daunnya
berguguran. Sama seperti bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
Salman radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada kawannya Abu Sulaiman radhiyallahu
‘anhu, “Wahai Abu Sulaiman mengapa engkau hanya melihat saja dan tidak
menanyakan kenapa aku melakukan ini ?” Maka Abu Sulaimanpun bertanya
sebagaimana salman bertanya ketika bersama Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, Salman radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Wahai Abu Sulaiman
ketahuilah sesungguhnya orang yang melakukan shalat 5 waktu, dosa-dosanya
bergugurang sebagaimana daun-daun yang gugur dari ranting ini.”
Waktu
atau kurun boleh berlalu, tahun boleh berganti, tetapi sunnah Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam harus hidup sampai kehidupan ini berhenti. Hari ini
kehidupan dan jalan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada di
depan mana kita, namun bagaimana kita bisa melihatnya dengan mata hati kita.
Kalau kita hanya melihat dengan mata dzahir kita maka ini tidak akan mampu
menangkap kemuliaannya. Mata dzahir kita ini rentan dengan berbagai tipuan dzahiriah
yang bisa berubah-rubah kenyataannya. Sehingga sunnah daripada Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjadi tidak nampak karena melihat ada yang lain yang
lebih baik secara dzahiriah. Padahal yang baik menurut pandangan mata belum
tentu baik untuk kita. Inilah ujian bagi kita. Semua yang kita lihat ini adalah
imtihan, ujian bagi ini ummat. Maka syetan ini sangat pandai mengalihkan
pandangan kita, yaitu :
1.
Dimunculkankan keindahan terhadap sesuatu yang terlihat oleh mata dzahir.
2.
Dimunculkan kebosanan kita terhadap kerja yang mulia ini.
Maka
sebentar saja kita sudah mengucapkan selamat tinggal terhadap kerja yang mulia
ini asbab tertipu oleh pandangan dzahir yang seakan-akan indah yang dibuat oleh
syetan laknatullah alaih. Kita tinggalkan jalan daripada Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam menuju ke jalan yang kita lihat menarik secara pandangan
mata dzahiriah ini. Maka jika dengan demikian yang terjadi, kelak kita baru
tahu bahwa kita sudah terjerumus menjadi pecinta-pecinta yang palsu tadi.
Analogi
Kerja Guru dan keadaan Ummat
Seorang
guru ini digaji oleh Kepala Sekolah atau Kepala Madrasah. Maka dia diberikan
fasilitas-fasilitas oleh sekolah atau madrasah. Tugasnya guru ini untuk apa ? Mengajar
titik. Akan tetapi guru ini melihat tembok sekolah kok kelihatannya sudah
usang. Maka si guru ini punya inisiatif untuk mengecat sendiri tembok tersebut
dan mengganti warna tembok sekolah yang sudah kumuh dan usang tadi. Maka apa
yang terjadi ? Ketika bel sekolah berbunyi, waktu dia harus mengajar, si guru
tersebut masih sibuk memperbaiki dan mengecat tembok yang sudah usang tersebut.
Guru ini dipanggil oleh kepala sekolah, “Wahai pak guru itu bel sudah
berbunyi dan anak-anak sudah menunggu untuk di ajar, bapak kenapa tidak
mengajar ?” Maka si guru tersebut mengatakan, “Eh bapak kepala sekolah,
mengapa anda tidak paham ? bukankan mengecat tembok sekolah ini merupakan suatu
kebaikan ? memperbaiki tembok sekolah ini merupakan suatu kebaikan ?
mempercantik sekolah suatu kebaikan ? ini adalah suatu kebaikan.” Kepala
sekolah menjawab, “Betul itu suatu kebaikan, namun kamu digaji bukan untuk
mengecat atau memperbaiki tembok, kamu digaji untuk mengajar.”
Keadaan
ummat hari inipun demikian. Ummat yang berontak hatinya tadi juga demikian
pemikirannya. Apakah bekerja untuk keluarga, mencari nafkah, memberi orang lain
pekerjaan, juga bukan merupakan suatu kebaikan ? Itu suatu kebaikan dan
kewajiban, menurut mereka. Ummat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat
ini tidak pernah merasa dosa apabila meninggalkan daripada dakwah ini. Padahal
ketika dia mengucapkan selamat tinggal kepada dakwah ini, dia sudah menjadi
pengkhianat, menjadi pecinta-pecinta palsu bagi Allah dan Rasulnya. Ini karena
ummat ini memandang kerja ini dengan mata bashar, mata dzahir mereka,
bukan dengan mata bashirah mereka atau mata hati mereka. Sehingga ummat
ini seperti orang yang tidak bisa membedakan perintah-perintah yang diutamakan.
Ada
perintah dari RT, ada perintah dari kelurahan, ada perintah dari kecamatan, ada
perintah dari walikota, ada perintah dari bupati, ada perintah dari gubernur,
ada perintah dari menteri, ada perintah dari presiden. Perintah-perintah ini
mempunyai keutamaan-keutamaan. Ummat hari ini tidak paham kedudukan-kedudukan
dari perintah-perintah yang ada. Sehingga ummat hari ini tidak bisa membedakan
antara perintah RT dengan perintah Presiden. Demikian juga kita tidak bisa
membedakan antara Amal dakwah ini dengan Amal yang lain. Padahal Dakwah ini
tidak sama dengan amal pada umumnya. Allah subhanahu wa ta’ala sudah
membedakan dengan jelas antara Amal Dakwah dengan Amal yang lainnya
pada umumnya. Allah pisahkan kekhususan amalan dakwah ini dengan amalan
yang lainnya :
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri?" (QS. Fushshilat : 33)
“Mana
perkataan “Siapakah yang lebih baik daripada perkataan orang yang mengajak
taat (dakwah) kepada Allah……..”. Disini seakan-akan Allah menantang amal
mana lagi yang lebih baik daripada dakwah, inilah keutamaan amal dakwah
tersebut. Kemuliaannya dan ketinggiannya sudah Allah bedakan dengan amal-amal
lain pada umumnya.
“Wa
amilan sholihah”
artinya : “dan beramal shalih.” Apakah dakwah ini tidak termasuk
daripada amal shalih ? Orang tua kita mengatakan dalam bayannya tentang tafsir “wal
ashri” oleh Ulama KH. Ali Maksum dari pondok pesantren Krapyak, Jogyakarta,
yang dikenal dengan Kyai kuno atau traditional. Kyai Maksum yang kyai kuno ini
bisa menjelaskan tentang kekhususan dakwah. Anehnya Kyai Modern tidak bisa
menjelaskan kekhususan dakwah ini. Jadi menurut kyai ini semua orang dalam
kerugian, orang kaya rugi, yang miskin rugi, yang berpangkat rugi, orang awam
rugi, orang desa rugi, orang kota rugi, orang pintar rugi, orang bodoh rugi,
kecuali orang-orang yang mempunyai 4 sifat. Siapakah mereka yang memiliki 4
sifat sehingga tidak terkena dampak kerugian tersebut :
1.
Allaadziina aamanuu : kecuali orang yang beriman
2.
Wa amilush shaalihah : kecuali orang-orang yang beramal shalih
3.
Wattawaa shaubil haq : kecuali orang yang berdakwah, orang yang
menasehati orang lain kepada yang haq/kebenaran. Inilah yang kosong atau tidak
dilakukan ummat selama ini, saling berwasiat, saling mengulang-ulang, mentaqror,
tentang yang haq.
4.
Wattawaa shaubis Sabr : kecuali orang yang saling berwasiat untuk menetapi kesabaran.
Ini karena dalam kerja dakwah ini kesabaran merupakan suatu keharusan. Sangat
riskan jika kita berdakwah ini tanpa kesabaran. Kerja dakwah ini satu pelaminan
dengan sabar yang tidak bisa dipisahkan. Jika kita mau terjun dalam dakwah,
syarat yang pertama adalah kita harus sabar. Jadi dakwah ini tidak bisa berdiri
sendiri tanpa kesabaran. Tanpa sabar kita tidak akan bisa dakwah.
Jadi
kalau kita mempunyai kriteria ini :
1.
Keimanan yang betul dan kuat
2.
Amal-amal shalih yang lurus
3.
Dakwah atas yang haq
4.
Kesabaran
Maka
kita akan terselamatkan daripada kerugian di akherat nanti.
Inilah
kekhususan dakwah yang dijelaskan oleh Kyai Ali Maksum tersebut. Dakwah ini
adalah induk dari segala hasanat, ummul hasanat. Induk dari segala kebaikan ini
adalah dakwah. Ini jika dakwah ini benar-benar dihidupkan.
Kisah
Rabi’ah Al Adawiyah
Seorang
wanita tetapi dia membawa fikir dakwah, maka dia tidak akan terkesan dengan
pandangan-pandangan dzahir, walaupun dia miskin tidak memiliki apa-apa di
rumahnya. Wanita ini selain menjadi da’iyah, dia tidak akan terkesan kepada
pesona-pesona keduniaan yang menyebabkan dia keluar rumah. Dia tidak akan
terkesan dengan kebendaaan yang indah-indah, bahkan dia tidak akan memasukkan
kebendaan yang indah-indah dipandang mata tersebut kedalam rumahnya. Melainkan
dia akan hiasi rumahnya dengan amalan-amalan seperti tasbihat, dzikir, tilawat,
tahajjud.
Bagi
orang yang biasa menghidupkan amalan ini, ketika dia melihat benda maka dia
akan melihat itu sebagai suatu amalan. Jika ada takaza mengorbankan benda
tersebut di jalan Allah, tidak sulit baginya mengorbankannya. Sehingga
benda-benda tersebut berubah dari maal atau harta benda menjadi suatu
amalan. Inilah perbedaan antara ahlul maal dan ahlul amal.
Maka
suatu saat rumah yang dihuni oleh wanita dai’yah ini dilirik oleh kalangan
pencuri sebagai rumah yang mudah untuk dijadikan target pencuriannya. Maka masuklah
pencuri tersebut kerumah wanita tadi. Namun asbab sifat wanita tersebut yang
betul-betul dermawan, apabila ada orang lain masuk ke rumahnya maka akan dia
jamu. Namun kali ini yang masuk adalah seorang laki-laki yang maling (pencuri).
Sehingga dari balik tirai hijab, yang memisahkan pandangan atau tempat
laki-laki dan perempuan, si wanita ini memandang dengan mata hatinya. Sehingga
wanita ini tau apa yang di inginkan daripada si pencuri tadi. Maka si wanita
ini katakan dari balik hijab, “Wahai pemuda sesungguhnya kamu tidak akan
mendapatkan apa yang engkau cari di dalam rumah ini, namun di sebelah kananmu
itu ada kendi yang berisi air, berwudhulah lalu shalatlah dua rakaat, mintalah
kepada Allah, maka Allah akan memberikan apa yang kamu cari disini.”
Mendengar
suara dari wanita shalihah ini mampu membuat seorang laki-laki ini ketakutan.
Inilah bahwa suara dari seorang perempuan yang mampu menundukkan seorang
laki-laki, sehingga si maling ini mengambir air dari kendi tersebut dengan
penuh ketakutan untuk berwudhu dan shalat 2 rakaat. Ketika si maling ini shalat,
si wanita inipun berdoa : “Ya Allah telah masuk kerumah ku seorang pemuda,
untuk mencari sesuatu yang dia tidak dapatkan disini. Ya Allah kini pemuda
tersebut, sedang mengetuk pintu rahmatmu, maka berikanlah apa yang dia cari dan
bukakanlah pintu rahmatMu.”
Sebelum
pemuda maling tadi, mengucapkan salam, serta merta terdengar ketukan pintu dari
luar rumah wanita tadi. Maka si wanita tersebut bertanya : “Siapa gerangan
diluar ?” si pengetuk pintu tadi menjawab, “Saya adalah utusan Raja,
saya diperintahkan Raja untuk membawa hadiah yang banyak untukmu. Harap
diterima pemberian ini.” Maka wanita tersebut menjawab, “Jika hadiah itu
berupa kebendaan-kebendaan maka jangan masukkan ke rumahku, karena aku sudah
terbiasa tidak membawa kebendaan-kebendaan masuk kedalam rumahku. Letakkan saja
di depan halaman rumahku”. Maka si wanita tadi berkata kepada pemuda maling
tersebut, “Wahai pemuda yang masuk ke rumah ku sesungguhnya engkau sudah
mengetuk pintu Allah subhanahu wa ta’ala, sekarang lihatlah apa yang Allah
telah kirimkan kepadamu. Di depan pintu halamanku engkau bisa mencari apa yang
engkau inginkan.”
Maka
ketika si pemuda pencuri ini keluar dari rumah, dia dapatkan didepan rumah
harta yang sangat banyak diberikan dari kerajaan di depan matanya. Melihat ini
si pemuda langsung menangis, “Kenapa selama ini saya saya selalu mengambil
hak orang lain dengan cara menyusahkan mereka, padahal dengan shalat dua rakaat
saya bisa mendapatkan apa yang saya inginkan.” Sesal pemuda pencuri
tersebut. Inilah kisah da’iyah seorang wanita waliullah, yang bernama Rabi’ah
Al Adawiyah.
Inilah suara dakwah dari seorang wanita ini mampu menyebabkan seorang pencuri berubah menjadi seorang wali. Inilah kehebatan daripada dakwah. Namun kita tidak pernah menyadari ataupun memahami peristiwa ini. Kita tidak pernah bermudzakarah mengenai hal seperti ini. Jadi kekuatan daripada dakwah ini luar biasa. Hebatnya ini ummat, cantiknya ini ummat, bukanlah karena ibadahnya, melainkan Allah nyatakan dalam Al Quran :
Inilah suara dakwah dari seorang wanita ini mampu menyebabkan seorang pencuri berubah menjadi seorang wali. Inilah kehebatan daripada dakwah. Namun kita tidak pernah menyadari ataupun memahami peristiwa ini. Kita tidak pernah bermudzakarah mengenai hal seperti ini. Jadi kekuatan daripada dakwah ini luar biasa. Hebatnya ini ummat, cantiknya ini ummat, bukanlah karena ibadahnya, melainkan Allah nyatakan dalam Al Quran :
كُنتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali
Imran : 110)
“Kuntum
Chairu Ummah”
artinya: “Sesungguhnya kalian adalah ummat yang terbaik”. Allah nyatakan
disini kita ini adalah “The Best Ummah”, ummat yang terbaik, tidak ada
ummat yang lebih baik dari ummat ini. Ummat yang paling baik melebihi
ummat-ummat terdahulu. Jadi kalau ada orang yang menanyakan : “Kenapa kamu
mau ikut khuruj-khuruj seperti itu ?” maka kita harus berani dan tegas
mengatakan, “Kenapa saya tidak mau mengambil yang terbaik ? Ini adalah yang
terbaik.” Dengan ketegaran yang seperti ini, maka kerja ini akan
menampakkan manfaat bagi kita. Dakwah ini adalah induk dari semua hasanat, dan
kerja-kerja agama yang lain itu adalah buah dari kerja dakwah ini.
Allah
subhanahu wa ta’ala lanjutkan dalam firmannya : “Ukhrijat Linnas”
artinya : “Yang dikeluarkan untuk semua manusia”
Disini Allah mengatakan ukhrijat bukan kharajat, dalam ilmu nahwu maksudnya adalah kalau kharajat berarti kita sendiri yang mengeluarkan, tetapi ini ukhrijat berarti siapa yang mengeluarkan? Yang mengeluarkan adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Hadirnya kita malam ini disini adalah Allah yang mengeluarkan kita untuk datang kesini. Berbahagialah kita yang dikeluarkan Allah untuk semua manusia. Ini adalah bagian dari kehendak Allah subhanahu wa ta’ala mengeluarkan kita untuk manusia. Ini agar semua manusia ini mau melihat kita, bercermin kepada kita, karena kita sebagai “Chairu Ummah”. Agar kita bisa menjadi cermin ummat, maka janganlah kita sekali-kali ada keinginan untuk memecahkan cermin tersebut. Jika ummat harus melihat cermin yang sudah berpecah-pecah, maka mereka hanya akan menemukan wajah yang telah terpecah-pecah, tidak utuh, dan bengkok-bengkok. Wajah ummat yang bengkok-bengkok ini adalah asbab kita, Chairu Ummah yang telah pecah seperti cermin yang pecah.
Disini Allah mengatakan ukhrijat bukan kharajat, dalam ilmu nahwu maksudnya adalah kalau kharajat berarti kita sendiri yang mengeluarkan, tetapi ini ukhrijat berarti siapa yang mengeluarkan? Yang mengeluarkan adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Hadirnya kita malam ini disini adalah Allah yang mengeluarkan kita untuk datang kesini. Berbahagialah kita yang dikeluarkan Allah untuk semua manusia. Ini adalah bagian dari kehendak Allah subhanahu wa ta’ala mengeluarkan kita untuk manusia. Ini agar semua manusia ini mau melihat kita, bercermin kepada kita, karena kita sebagai “Chairu Ummah”. Agar kita bisa menjadi cermin ummat, maka janganlah kita sekali-kali ada keinginan untuk memecahkan cermin tersebut. Jika ummat harus melihat cermin yang sudah berpecah-pecah, maka mereka hanya akan menemukan wajah yang telah terpecah-pecah, tidak utuh, dan bengkok-bengkok. Wajah ummat yang bengkok-bengkok ini adalah asbab kita, Chairu Ummah yang telah pecah seperti cermin yang pecah.
Ummat
ini adalah penentu arah manusia mau dibawa kemana.
اَلْمُوءْمِنُ
مِرْأَةُ الْمُوءْمِنْ
“Al Mukmin mir’atul Mukmin” artinya : “Orang beriman
menjadi cermin bagi orang beriman”
Namun
kalau cerminnya pecah bagaimana jadinya ? Lalu Allah subhanahu wa ta’ala
melanjutkan dalam Firmannya : “Ta’muruuna bil ma’ruuf watanhauna anil
mungkar” artinya : “Mengajak kepada amalan yang Ma’ruf dan mencegah
daripada amalan yang Mungkar.”
Disini ada 2 amalan yang Allah perintahkan :
Disini ada 2 amalan yang Allah perintahkan :
1.
Ada perintah mengerjakan amalan Makrufat
2.
Ada perintah menghindari amalan Mungkarat
Dalam
ushul-ushul dakwah yang sering kita mudzakarahkan berulang-ulang lagi dan lagi,
disitu terdapat ushul-ushul amalan makrufat (Amr Makruf) dan amalan mungkarat
(Nahi Mungkar) yaitu :
4
hal yang diperbanyak inilah amalan Makrufat :
1.
Dakwah illallah
2.
Taklim wa Ta’alum
3.
Dzikir wal Ibadah
4.
Khidmat
Jika
ini kita lakukan maka ini akan menyebar kemana-mana dan mereka akan melakukan
amalan-amalan ini. Hari ini kita terkantuk-kantuk mendengarkan hal ini, padahal
pembicaraan seperti ini adalah puncaknya makrufat. Bayangkan jika setiap
orang mau berdakwah, mau taklim belajar agama ataupun mengajarkannya, setiap
orang mau membuat amalan dzikir, baca qur’an dan shalat-shalat wajib maupun
sunnah, lalu mereka mau berkhidmat. Maka jika ini tersebar, suasana makrufatpun
akan terbentuk dan tersebar.
4
hal yang ditinggalkan ini adalah amalan Nahi Mungkar (Munkarot) :
1.
Berharap kepada Mahluk
2.
Meminta kepada Mahluk
3.
Memakai barang orang lain tanpa izin
4.
Boros dan Mubadzir
Berharap
kepada selain Allah dan meminta kepada selain Allah adalah bentuk kemungkaran
yang terbesar kepada Allah. Begitu juga memakai barang tanpa izin ini adalah
pembangkangan terhadap nilai-nilai yang Allah cintai yaitu sifat amanah.
Sedangkan Boros dan Mubazir ini adalah sifatnya syetan. Jadi Ushul-ushul dakwah
ini seharusnya kita renungkan dan kita hayati.
Maka sudah seharusnya kita berdoa kepada Allah dimalam hari mohon kekuatan untuk dapat mengamalkan amalan makrufat dan melindungi kita dari amalan mungkarat. Mohonkan agar keyakinan kita senantiasa terjaga dari sifat berharap dan meminta kepada selain Allah :
Maka sudah seharusnya kita berdoa kepada Allah dimalam hari mohon kekuatan untuk dapat mengamalkan amalan makrufat dan melindungi kita dari amalan mungkarat. Mohonkan agar keyakinan kita senantiasa terjaga dari sifat berharap dan meminta kepada selain Allah :
إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Iyyaaka
na’budu wa iyyaaka nashta’iin” artinya : “Hanya kepada Engkaulah
kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”.
Kalau
kita ibadah dan sujud kepada Allah, namun tangan kita masih mengadah kepada
Mahluk, ini keyakinan yang macam apa? Jadi jangan kita mengharap kepada mahluk
apalagi meminta, berharaplah dan memintalah hanya kepada Allah. Kita harus tahu
bagaimana bermuamalah yang baik. Jika itu milik dan hak orang lain jangan kita
ambil. Jika kita mengambil daripada hak orang lain yang bukan hak kita, maka
ini akan menyebabkan rizki yang kita dapat ini bisa menjadi tidak halal. Jika
rizki yang kita dapat tidak halal, maka ibadah-ibadah kita tidak akan diterima
oleh Allah Swt. Semua yang namanya urusan Rizki ini nanti akan Allah tanyakan
datangnya darimana dan kemana dihabiskannya, ini semua akan dihisab oleh Allah subhanahu
wa ta’ala. Oleh karena itu jangan Boros dan Mubazir. Boros dan Mubazir ini
adalah sifat-sifat syetan. Bagaimana jadinya dalam kehidupan kita ini jika kita
mengadopsi daripada sifat-sifat syetan kedalam kehidupan kita. Na’uudzubillaah
min dzaalik.
Untuk
bisa mendapatkan 4 amalan Makruf ini dan menghindari 4 amalan mungkarat
maka hanya bisa dengan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala saja
yaitu dengan do’a.
لَاحَوْلَ
وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
“Laa haula wala quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘athiim” artinya : “Tidak
ada dan kekuatan selain pertolongan daripada Allah yang Maha Tinggi dan Maha
Agung.”
Hari
ini kita yang kita dengar hanya kata-kata akibatnya kita tidak bisa membedakan
mana yang mungkar dan mana yang makruf. Maka dari itu jika kita sudah
betul-betul melakukan perkara dakwah ini, maka kita ambil dakwah ini secara
keseluruhan dari tertib-tertibnya dan sifat-sifatnya, baru kita akan bisa
sampai ke tujuan.
Ulama’
katakan : “Man araadhal ushul fa
alaihi bil ushul” artinya : “Siapa yang ingin sampai maka dia harus
menyempurnakan ushul dan tertib-tertibnya”
Kita
ingin sampai tapi tidak mau tertib maka yang akan terjadi kita akan jalan di
tempat dan tidak akan sampai-sampai. Maka bukan 4 bulan, 40 hari, 3, hari, ini
hanya kejar tanggal untuk menaikkan nilai kita saja. Namun jika kita ingin
sampai ketujuan maka seluruh kehidupan kita harus kita curahkan pada kerja ini,
dan tidak terkesan dengan keadaan.
Kegigihan
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Mempertahankan Kerja Dakwah dari Godaan Dunia
Bagaimana
gigihnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempertahankan kerja
ini dari berbagai macam ujian dan keadaan. Orang-orang Quraish ketika itu ingin
menghentikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari melakukan kerja ini,
maka mereka selidiki kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana ummat ini mengkaji kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam sirah Nabawiyah. Maka apa yang orang-orang Quraish temukan
pada waktu itu :
1.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih muda dan istrinya sudah tua
ketika itu
2.
Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam miskin
3.
Hidup tanpa jabatan
Maka
datanglah para pemimpin Quraish menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
dengan tawaran-tawaran :
1.
Apabila engkau menginginkan wanita-wanita yang cantik, muda, dan belia, maka
kami akan bariskan dihadapanmu.
2.
Harta akan diberikan yang banyak agar menjadi orang terkaya di Quraish
3.
Jabatan akan diberikan agar menjadi orang terpandang di Quraish
Namun
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena sudah punya sifat istikhlas
walaupun istrinya sudah jauh lebih tua melebihi dirinya, harta tidak punya, dan
jabatan tidak ada. Beliau tetap tegar menghadapi tawaran-tawaran yang indah
tersebut. Apa kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : “Walaupun
kalian mampu memberikan bulan ditangan kananku dan matahari ditangan kiriku,
supaya saya tinggalkan kerja dakwah, maka saya tidak akan tinggalkan
selama-lamanya walaupun hanya sekejap mata.”
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam jika hanya ingin hidup untuk dirinya
sendiri maka dia bisa hidup dengan nyenyak. Kalau yang dipikirkan hanya untuk
keluarganya saja, maka dia bisa hidup enak dan nyaman dengan tawaran-tawaran
tersebut. Namun yang selalu ada dipikiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah bagaimana ini ummat. Bukan hanya sekedar ummat yang masuk dalam fikir
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam namun ummat yang belum jadipun sudah
masuk dalam fikir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kisah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Mendapat Siksaan di Thaif
Ketika
anak-anak Thaif melemparkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan
batu yang menyebabkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdarah.
Malaikat katakan, “Ya Rasullullah andaikan engkau berkenan maka aku akan
angkat kedua gunung yang menghimpit Thaif, Lalu akan aku hancurkan Thaif dengan
membalikkan gunung tersebut menghantam Thaif. Sehingga semua orang akan mati
tergencet oleh kedua gunung tadi.” Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam lakukan : “Tidak jangan lakukan itu. Saya hingga saat ini masih
memikirkan dan mengharapkan air yang masih tersimpan didalam tulang sulbi
(belum menjadi sperma) kelak akan di dzahirkan (dinampakkan) oleh Allah subhanahu
wa ta’ala sebagai penyembah Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak akan musyrik
selama-selamanya.”
Jadi
fikir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedemikian rupa yang
menyebabkan agama tersebar di seluruh alam. Maka untuk inilah dakwahnya Rasul shallallahu
‘alaihi wasallam tidak bisa dihentikan dengan apa saja :
1.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diuji dengan kesenangan yaitu
tawaran-tawaran pemimpin Quraish
2.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diuji dengan kesusahan dari penyiksaan
sampai percobaan pembunuhan
Semuanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lewati dengan tegar dan sabar, tidak
berhenti sedikitpun dari dakwah walaupun hanya sekejap mata. Sebagaimana
seseorang belajar tahfidz (menjadi seorang hafidz), dia akan pelajari daripada
tajwidnya, makhrajnya al Quran. Namun kalau ditanyakan kepada orang yang
tahfidz ini, “Apakah bumi itu datar atu bundar ?”, maka si murid ini
akan menjawab, “Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang itu.” Ini
karena tarbiyah dan imtihan yang dihadapi santri ini adalah pelajaran-pelajaran
tentang tahfidz Qur’an. Jadi tidak perlu membaca daripada buku-buku yang
menjelaskan bahwa bumi ini datar atau bundar. Demikian istikhlasnya si santri
ini dalam pelajarannya adalah menjadi ahli dalam ilmu tahfidz tadi. Kitapun
demikian juga cukup dengan menjadi ahli 6 sifat saja, jangan kita terjebak ilmu
ini dan itu. Pegangan kita harus seperti ini, “Saya memang tidak tahu ini
dan itu, namun yang saya ketahui cukup dengan enam sifat saja.”
Seorang
calon dokter ketika dia masuk ke universitas kedokteran, namun yang dia baca
malah buku-buku tentang elektronik, maka tidak mungkin dia akan lulus menjadi
dokter yang baik. Dalam praktek beda antara praktek seorang dokter dengan
seorang yang ahli tehnik bangunan. Kalau seorang ahli bangunan maka yang akan
dia bawa adalah kertas gambar, penggaris, pulpen, untuk bisa membuat konstruksi
bangunan. Beda dengan dokter yang harus membawa pisau bedah, thermometer,
suntik, dan obat-obatan dalam melaksanakan tugas kedokterannya. Inilah praktek
memang seperti itu. Dokter yang baik adalah dokter yang mampu mengobati
daripada pasien.
Jika
kita memandang kerja ini hanya dengan pandangan bashar, bukan dengan bashirah,
maka sulit kita bisa mencapai derajat Istikhlas sebagaimana Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Jika ini terjadi maka kita akan mudah terombang-ambing,
sehingga tertaskyl dengan dakwah-dakwah keduniaan. Ini menyebabkan kita akan
meninggalkan kerja yang mulia ini. Inilah maksud dari pertemuan kita malam ini
yaitu bagaimana bisa wujud dalam diri kita ini sifat istikhlas dalam dakwah.
Dalam kerja ini bahwasanya seseorang itu dapat hidayah atau tidak dapat hidayah ini adalah urusannya Allah subhanahu wa ta’ala. Namun yang penting bagi kita adalah kecintaan kita terhadap kerja ini saja. Ada saja orang yang tidak paham mengkritik, “Oh kerja model seperti itu datang dari rumah ke rumah dengan mengetuk pintu itu terlalu lambat, kuno. Sekarang kita sudah ada televisi, sekali siaran ratusan ribu rumah bisa dicapai.” Namun cara seperti itu bukanlah cara seperti yang dilakukan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu mereka akan berkata lagi, “Tuh liat tidak ada yang mau ikut kan.” Maka bergembiralah orang yang bisa mendapatkan dirinya istiqomah yaitu ketika orang ikut, dia bersyukur, dan ketika orang tidak ada yang ikut, dia tetap istiqomah. Apabila kita mengambil jalan dakwah ini namun tidak mengadopsi cara dan kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka yang akan terjadi adalah rekayasa-rekayasa pemikiran saja.
Dalam kerja ini bahwasanya seseorang itu dapat hidayah atau tidak dapat hidayah ini adalah urusannya Allah subhanahu wa ta’ala. Namun yang penting bagi kita adalah kecintaan kita terhadap kerja ini saja. Ada saja orang yang tidak paham mengkritik, “Oh kerja model seperti itu datang dari rumah ke rumah dengan mengetuk pintu itu terlalu lambat, kuno. Sekarang kita sudah ada televisi, sekali siaran ratusan ribu rumah bisa dicapai.” Namun cara seperti itu bukanlah cara seperti yang dilakukan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu mereka akan berkata lagi, “Tuh liat tidak ada yang mau ikut kan.” Maka bergembiralah orang yang bisa mendapatkan dirinya istiqomah yaitu ketika orang ikut, dia bersyukur, dan ketika orang tidak ada yang ikut, dia tetap istiqomah. Apabila kita mengambil jalan dakwah ini namun tidak mengadopsi cara dan kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka yang akan terjadi adalah rekayasa-rekayasa pemikiran saja.
Inlah
kerja dakwah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu dengan
membentuk rombongan-rombongan dakwah. Hingga menjelang wafatnya sekalipun
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih membentuk rombongan
Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu untuk diberangkatkan di jalan Allah.
Bahkan rombongan belum sampai ke tujuannya, Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sudah meninggal dunia. Rombongan yang sudah berjalan ini terkesan
dengan keadaan sehingga mereka bermusyawarah ingin kembali ke Madinah. Ini
karena mereka mendengar wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan Madinah akan serang oleh Yahudi dan Romawi. Sedemikian mencekamnya suasana
ketika itu.
Selepas
musyawarah maka diutuslah Umar radhiyallahu ‘anhu untuk menemui Khalifah
Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Umar radhiyallahu ‘anhu
meminta agar rombongan tersebut bisa ditarik pulang untuk membantu pengamanan
di Madinah dari serangan musuh. Namun apa kata Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
:
“Wahai Umar katakan kepada mereka, apakah mereka ingin menjaga Islam atau menjaga Madinah ? Kalau ingin menjaga Islam teruskan daripada perjuangan. Saya tidak bisa menarik rombongan yang telah dibentuk oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam di masa hidupnya. Bagaimana saya bisa menarik rombongan yang telah dibentuk Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut setelah wafatnya.”
“Wahai Umar katakan kepada mereka, apakah mereka ingin menjaga Islam atau menjaga Madinah ? Kalau ingin menjaga Islam teruskan daripada perjuangan. Saya tidak bisa menarik rombongan yang telah dibentuk oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam di masa hidupnya. Bagaimana saya bisa menarik rombongan yang telah dibentuk Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut setelah wafatnya.”
Umar
radhiyallahu ‘anhu lalu berkata, “Kalau begitu nanti bagaimana dengan
nasib istri-istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika diserang oleh
Romawi.” Secara serta merta Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memegang
daripada leher baju Umar radhiyallahu ‘anhu : “Ajjabbaru Fi Jahiliah
wa Khawarun fi Islam” artinya : “Wahai Umar apakah kamu seorang
pemberani ketika Jahiliyah namun menjadi seorang cengeng ketika dalam Islam.”
Seorang
yang lembut namun demi agama bisa menjadi keras, dan seorang yang keras demi
agama bisa menjadi lembut, inilah kehidupan. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
paham walaupun rombongan tersebut kembali tidak akan mampu melindungi daripada
istri-istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini karena penjaga
yang sebenarnya ini adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Perintah dari
rombongan usamah ini sudah dikeluarkan langsung oleh Rasullullah untuk
berangkat di jalan Allah bukan untuk melindungi daripada istri-istri
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi siapa yang akan menjaga
istri-istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini ? Allah subhanahu
wa ta’ala.
Jika
seseorang itu membantu agama Allah maka Allah pasti akan bantu dia keluar dari
masalah-masalahnya. Jika rombongan Usamah radhiyallahu ‘anhu berangkat
maka dia akan membantu Islam, dan orang-orang Islam akan dijaga oleh Allah.
Namun jika rombongan usamah ini pulang maka dia hanya membantu orang-orang Islam,
namun rombongan usamah tidak akan mampu melindungi daripada kota Madinah dari
serangan musuh. Mana yang didahulukan membantu Islam atau membantu orang Islam.
Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu yakin jika kita membantu agama Allah yaitu
dengan tetap mengirimkan rombongan Usamah sesuai perintah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam maka Allah akan menjaga dari pada orang-orang Islam di Madinah.
Maka apa yang dikatakan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu : “Seandainya
ada serigala-serigala buas menyeret-nyeret daripada tubuh istri-istri
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mencabik-cabiknya, saya lebih rela
melihat keadaan seperti itu daripada harus melihat Islam itu tercabik-cabik.”
Padahal
diantara istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah
termasuk anaknya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sendiri, yaitu Aisyah radhiyallahu
‘anha. Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak memikirkan
daripada nasib anaknya ini melainkan yang dipikirkan adalah nasib daripada
agama Islam. Sedangkan hari ini kita tidak lagi mewarisi daripada sikap Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu. Hari ini kita gara-gara anak dan istri, kita
rela meninggalkan perjuangan agama. Ini karena ummat hari ini melihat
perjuangan agama dari mata basharnya bukan mata bashirahnya.
Ujian datang kepada ummat ketika itu dibawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Selain ancaman dari orang Yahudi dan Romawi yang akan menyerang Madinah. Timbul juga kekacauan dengan banyaknya orang murtad dan Nabi palsu. Namun dalam sejarah tidak ada tercatat diantara para sahabat radhiyallahu ‘anhu yang mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjuangan agama, ada yang murtad, satupun tidak ada yang murtad. Ini karena yang murtad ini adalah daripada orang-orang yang baru masuk Islam dan pemahamannya masih membawa pemikiran-pemikiran lama. Apa itu pemahaman pemikiran lama ? yaitu bahwa pertolongan Allah ini hanya ada bersama Nabinya bukan bersama ummatnya. Jadi ketika nabinya wafat maka pertolongan Allah berhenti bersama Nabinya, tidak bersama ummatnya.
Ujian datang kepada ummat ketika itu dibawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Selain ancaman dari orang Yahudi dan Romawi yang akan menyerang Madinah. Timbul juga kekacauan dengan banyaknya orang murtad dan Nabi palsu. Namun dalam sejarah tidak ada tercatat diantara para sahabat radhiyallahu ‘anhu yang mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjuangan agama, ada yang murtad, satupun tidak ada yang murtad. Ini karena yang murtad ini adalah daripada orang-orang yang baru masuk Islam dan pemahamannya masih membawa pemikiran-pemikiran lama. Apa itu pemahaman pemikiran lama ? yaitu bahwa pertolongan Allah ini hanya ada bersama Nabinya bukan bersama ummatnya. Jadi ketika nabinya wafat maka pertolongan Allah berhenti bersama Nabinya, tidak bersama ummatnya.
Dasar
Pemahaman Pemikiran Lama :
Ketika
Bani Israil bersama-sama Nabi Musa ‘alaihis salam terpojok ketika
menghadapi kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Didepan mereka ada lautan jalan
buntu, sedangkan dibelakang mereka ada tentara Fir’aun yang siap menghabisi
mereka. Kaum Bani Israil berkata : “Kita akan tertangkap… kita akan
tertangkap.” Nabi Musa ‘alaihis salam malah mengatakan, “Tidak,
sekali-kali tidak…. Kita tidak akan tertangkap.” Ini karena Nabi Musa ‘alaihis
salam melihat situasi dengan pandangan bashirahnya bukan dengan pandangan basharnya
seperti yang dilakukan Bani Israil. Nabi Musa ‘alaihis salam mampu
dengan bashirahnya melihat yang tidak terlihat oleh bashar, pandangan mata. Apa
kata Nabi Musa ‘alaihis salam :
قَالَ
كَلَّا ۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Musa menjawab: "Sekali-kali
tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi
petunjuk kepadaku". (QS. Asy
Syu’ara : 62)
“Inna
ma’iyya rabbii sayahdiin” artinya : “Sesungguhnya Allah Swt, Tuhanku
bersama aku”
Namun
Tuhan tidak bersama mereka, Bani Israil, tafsirnya begitu. Ini karena pada
waktu itu yang dakwah hanya Nabinya saja yaitu Musa ‘alaihis salam,
sedangkan ummatnya tidak ikut berdakwah. Maka da’i itu selamanya bersama Allah subhanahu
wa ta’ala.
Note
Penulis :
Dasar
Pemahaman Pemikiran baru
Inilah
bedanya ummat terdahulu dengan umatnya Rasullullah Saw. Umat terdahulu adalah
umat yang Abid karena tidak mendapatkan perintah dakwah. Sedangkan ummat
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah ummat yang Da’i
karena mendapatkan perintah melanjutkan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam hingga akhir kiamat. Sedangkan untuk ummat ini ketika Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam pengejaran kafir Quraish bersama Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu, terjebak di gua Tsur, dalam keadaan mencekam Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam katakan :
لاَتَحْزَنْ
اِنَّ اللهَ مَعَنَا
“Laa tahzan Innallaaha ma’anaa” artinya : “Jangan
khawatir Allah subhanahu wa ta’ala bersama kita”
Ini
karena Allah subhanahu wa ta’ala bersama Rasulullullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan Abu Bakar radyiyallahu ‘anhu yang seorang Da’i.
Berbeda perkataan Musa ‘alaihis salam kepada ummatnya yang abid. Secara
tata bahasa kita bisa melihat perbedaan pemikiran lama dan pemikiran baru yaitu
letaknya adalah dalam pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala :
1.
“Inna ma’iyya rabbii sayahdiin” artinya : “Sesungguhnya Allah subhanahu
wa ta’ala, Tuhanku bersama aku”
(Pemahaman
pemikiran lama) à Allah bersama Nabinya bukan Ummatnya.
1. “Laa tahzan Innallaaha ma’anaa” artinya : “Jangan khawatir Allah bersama kita”
1. “Laa tahzan Innallaaha ma’anaa” artinya : “Jangan khawatir Allah bersama kita”
(Pemahaman
pemikiran baru) à Allah bersama Nabi dan Ummatnya asbab Dakwah.
Pemikiran
dan pemahaman yang lama ini masih terbawa oleh mereka yang baru masuk Islam,
menjadi suatu prinsip bagi mereka dalam memutuskan keadaan. Sehingga ketika
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat mereka mengira bahwa
pertolongan Allah tidak lagi bersama ummatnya, maka dengan mudah merekapun
meninggalkan Islam, menjadi murtad. Mereka yang murtad ketika itu wajib
pilihannya bagi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai Khalifah untuk
memerangi mereka, karena nantinya bisa menjadi ancaman dalam situasi yang
genting pada waktu itu.
Pilihannya
hanya dua bersama Allah dan RasulNya atau bersama Musuh Allah yang akan
menyerang pada waktu itu. Inilah musibah yang pertama setalah wafatnya
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu munculnya pemurtadan
sejumlah orang-orang ketika itu.
Musibah
yang kedua setelah wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
orang tidak mau lagi membayar zakat. Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
sebagai khalifahnya Rasul ingin agar suasana agama yang ada di jaman
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini sama dengan masa di
kekhalifahannya. Kecintaan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ini kepada Islam
telah membuat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ketika itu mengambil sikap
dalam menghadapi pengemplang Zakat : “Kalau ada orang yang berzakat pada
jaman Nabi unta bersama talinya, sekarang kurang tali saja tetap akan saya
perangi dan saya bunuh”
Ini
karena apa ? ini karena didalam seutas tali ini yang mengikat leher unta
sekalipun, juga ada hak daripada fakir miskin. Orang miskin pada saat itu tidak
ada yang demonstrasi walaupun mereka tidak membayar zakat. Baru-baru ini ada
program pemerintah yaitu “Bantuan Langsung Tunai” untuk fakir miskin.
Namun yang mengantri meminta bantuan ini bukan saja dari kalangan fakir miskin
saja, dari kalangan yang mampupun ikut mengantri, inilah kondisi kita hari ini.
Sedangkan di jaman Sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in pada waktu itu
jangankan orang yang mampu, orang yang miskin sekalipun tidak ada yang
mengemis-ngemis meminta bantuan. Pada waktu itu seolah-olah tidak ditemukan
keluarga yang miskin, padahal ada. Ini karena apa ? Orang yang tidak tahu
betul-betul keluarga si fakir miskin akan mengira si fakir ini orang yang
mampu, karena mereka tidak pernah menampakkan wajah susahnya, ataupun pernah
mengadu kesusahan. Orang-orang seperti ini tidak pernah menampakkan wajah
susahnya, tidak pernah berharap, walaupun tidak punya apa-apa. Inilah kehidupan
orang-orang yang telah di Ridhoi Allah subhanahu wa ta’ala.
Khalifah
ketika itu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu lebih tau akan hak daripada
orang-orang miskin, walaupun mereka tidak meminta. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
tampil kedepan menyuarakan suara orang miskin ini, dikarenakan beliau pernah
kaya dan jatuh miskin untuk memperjuangkan agama. Jadi orang yang jatuh miskin
karena memperjuangkan agama inilah yang berhak menyuarakan suara dari
orang-orang miskin. Namun jika orang miskin jadi kaya, ini kebanyakan jadi lupa
kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka datangnya harta dalam kehidupan
kita bisa menjadi suatu musibah.
Dulu
kalau di Sragen ini orang-orang berbondong-bondong ke malam ijtima ini pakai
sepeda, kalau sekarang sudah pakai motor. Namun seringkali mereka suka
mengatakan perkataan yang keliru : “Alhamdullillah sekarang kita sudah
mendapat nusroh dari Allah.” Inilah keadaan kita hari ini. Jadi sorang
khalifah harus tahu betul daripada hak-hak orang miskin.
Lalu
musibah yang ketiga ini setelah wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ini adalah munculnya nabi-nabi yang palsu membawa
pemikiran-pemikiran yang palsu. Sehingga ketika itu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
mengeluarkan rombongan untuk mengahadapi pemikir-pemikir palsu tadi.
Musibah
yang ke empat adalah ancaman serang dari luar Madinah yaitu bala tentara Romawi
yang siap menyerbu. Bagaimana Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
menyelesaikannya ? dengan mengeluarkan rombongan-rombongan sebanyak-banyaknya
hingga hampir-hampir tidak ada sahabat yang tersisa di kota Madinah. Kejadian
ini membuat pasukan Romawi bergetar karena mereka menyangka jika laki-laki yang
dikeluarkan dari Madinah sebanyak itu bagaimana yang tinggal di dalamnya.
Mereka berpikir kalau kita menyerang kedalam pasti kita akan terjebak dengan
rencana mereka terkepung dari luar dan dalam. Pasukan Romawi tidak tahu asbab
kebijakan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengeluarkan rombongan
sebanyak-banyaknya, kota Madinah kosong dari laki-laki. Mereka menyangka secara
logika tidak mungkin Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengirim semua
laki-lakinya keluar Madinah dan membiarkan kota Madinah kosong. Jadi menurut
mereka tentara romawi, bahwa ini taktik jebakan ummat Islam. Namun asbab dari
perintah Allah dan sunnah Rasul, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bukannya
menarik rombongan bahkan mengirimkan rombongan sebanyak-banyaknya di jalan
Allah memperjuangkan agama.
Jadi
apa aja yang masalah yang dihadapi Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
1.
Orang Murtad
2.
Orang Tidak Mau Bayar Zakat
3.
Nabi Palsu
4.
Tentara Romawi
Bagaimana
cara Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyelesaikan masalah ketika itu :
1.
Berangkatkan segera rombongan Usmah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu yang
telah dibentuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
2.
Berangkatkan rombongan sebanyak-benyaknya untuk menghadapi Murtadin, pengemplang
zakat, dan Nabi Palsu, hingga tidak tertinggal satu laki-lakipun di Madinah
Hasilnya :
Hasilnya :
1.
Orang-orang kembali masuk Islam
2.
Orang-orang kembali membayar Zakat
3.
Nabi Palsu ditumpas
4.
Pasukan Romawi batal menyerang karena ketakutan
Inilah
cara Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyelesaikan masalah yang banyak dan
bertubi-tubi ketika itu yaitu dengan mengeluarkan rombongan-rombongan di jalan
Allah. 4 masalah diselesaikan dengan 1 cara yaitu keluarkan rombongan pergi di
jalan Allah. Hari ini kalau orang tidak bayar zakat bagaimana solusinya
simposium dulu, diskusi dulu, rapat dulu, namun rombongan tidak ada yang
dikeluarkan. Maka akhirnya kita hari ini ditipu dengan utang-utang yang besar.
Dengan
cara Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, satu saja caranya yaitu
dengan mengirimkan rombongan sebanyak-banyaknya, maka Allah akan selesaikan
masalah. Ini adalah shirah Nabawiyah, dan inilah kehidupan daripada Rasullullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan Sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Padahal hari ini banyak kita dengar bahwa banyak dikepulauan-kepulaun kita
orang menjadi murtad, masih banyak orang tidak mau membayar zakat, namun semua
ini hanya kita denger sebagai berita-berita saja. Namun hari ini karkun
tertibnya sudah dirubah-rubah menjadi tertib selebriti, hanya ada berita-berita
saja seperti di koran-koran. Da’i ini bukanlah pembuat berita melainkan pembuat
sejarah. Kalo celebrity ini kerjanya meramaikan koran-koran, tetapi kalo da’i
ini meramaikan halaqoh-halaqoh dan mahalah-mahalah di tempatnya masing-masing.
Walaupun
sudah demikian gawatnya pemurtadan terjadi, agama ditinggalkan, namun tetap
saja rombongan yang dikeluarkan masih dibawah target. Kita ingin keadaan
kembali seperti di jaman Rasullullah, kita ingin yang murtad kembali ke Islam,
namun kita tidak ingin usaha, bagaimana bisa ? Kita tidak mau berusaha namun
pingin mendapatkan hasil, bagaimana bisa ? Dizaman Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
mungkin hanya zakat yang ditinggalkan, namun hari ini kita hampir semua
perintah Allah ditinggalkan oleh ummat. Bahkan shalatpun ditinggalkan oleh ini
ummat. Padahal di dalam shalat itu ada dialog mesra antara hamba dan khaliknya.
Dalam setiap bacaan ini ada jawaban Allah yang halus yang tidak terdengar oleh
kita. Ketika kita membaca Al Fathihah :
1.
Alhamdullillaahi Rabbil Aalamiin, maka Allah akan membalas : “Hamidanii
Abdii” artinya : “Hambaku telah memujiku”
2.
Arrahmaanir Rahiim, maka Allah akan membalas : “Wattana ‘ilayya
Abdi” artinya :“HambaKu terus-terusan Memujaku”
3.
Maaliki yawmid diin, maka Allah akan membalas : “Maddajanii abdii”
artinya : “Hambaku Mengagungkan Aku”
4.
Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nashta’iin, maka Allah akan membalas : “Hadzana
bainii wa baina abdii” artinya “ini hanya diantara Aku dan hambaKu saja”
yang lain tidak boleh ikut campur, maka apapun yang dia minta akan Aku
perkenankan pada saat ini. Apa itu yang diminta :
5.
Ihdinash shiratal mustaqiim shiraatalladziina an’amta alaihim ghairil maghduubi
alaihim waladhdhaalliin, rupanya mereka meminta hidayah, petunjuk ke
jalan-jalan orang yang aku ridhai.
Inilah sebaik-baiknya do’a yaitu memohon hidayah, bukan meminta harta atau jabatan. Inilah bahasa-bahasa di dalam shalat, namun sudah ditinggalkan ummat.
Inilah sebaik-baiknya do’a yaitu memohon hidayah, bukan meminta harta atau jabatan. Inilah bahasa-bahasa di dalam shalat, namun sudah ditinggalkan ummat.
Orang-orang
yang membawa pemikiran-pemikiran palsu, seperti pemikiran nabi-nabi palsu, mulai
bermunculan. Pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan perintah Allah dan
kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di agung-agungkan seperti
emansipasi wanita ala barat, Jaringan Islam Liberal, dan lain-lain. Bahkan
orang yang mengklaim sebagai nabipun juga bermunculan pada hari ini. Namun apa
yang kita perbuat hari ini. Jika hal ini dibiarkan berkembang maka akan
berkembang kemana-mana. Supaya fikir kita tidak kemana-mana maka haru kita ikat
dengan perintah-perintah Allah, walaupun itu tidak masuk akal. Jika tidak maka
pemikiran kita akan melantur kemana-mana dan lupa perintah Allah subhanahu
wa ta’ala.
Akibatnya
lahirlah pemikiran-pemikiran bebas seperti Nabi-nabi palsu, dan menganggap
orang-orang yang keluar di jalan Allah ini adalah orang-orang yang kolot.
Padahal orang-orang yang kolot-kolot seperti inilah yang di cintai Allah subhanahu
wa ta’ala dan RasulNya. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
katakan :
خَيْرُ
الْقُرُوْنِ قَرْنِيْ…
“Khairul
quruuni qornii”
artinya : “sebaik-baiknya zaman adalah zamanku…”
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan di zamannya lah sebaik-baiknya zaman atau “Khairul Qurun”. Dimana onta masih dipakai sebagai kendaraan utama, belum ada mobil dan pesawat, tetapi itulah sebaik-baiknya zaman, Ini karena apa ? Agama sempurna diamalkan dan bersih dari pemikiran-pemikiran palsu. Pada hari ini Romawi dan Yahudi bukan saja merencanakan menyerang, namun sudah masuk dalam kehidupan ummat Islam. Berapa banyak orang yang mengatakan benci sama Yahudi dan Romawi atau Nasrani namun kehidupan mereka yang membenci sama dengan Yahudi dan Nasrani. Bahkan kehidupannya menolak daripada kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabat karena pengaruh kehidupan Yahudi dan Nasrani ini. Maka bagaimana jalan keluarnya yaitu sebagaimana pemikiran Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yaitu dengan mengeluarkan rombongan sebanyak-banyaknya. Kita kirim rombongan-rombongan ke negeri jauh dan ke pelosok-pelosok negara kita, untuk mengobati daripada penyakit-penyakit keimanan akibat virus-virus kehidupan Yahudi dan Nasrani.
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan di zamannya lah sebaik-baiknya zaman atau “Khairul Qurun”. Dimana onta masih dipakai sebagai kendaraan utama, belum ada mobil dan pesawat, tetapi itulah sebaik-baiknya zaman, Ini karena apa ? Agama sempurna diamalkan dan bersih dari pemikiran-pemikiran palsu. Pada hari ini Romawi dan Yahudi bukan saja merencanakan menyerang, namun sudah masuk dalam kehidupan ummat Islam. Berapa banyak orang yang mengatakan benci sama Yahudi dan Romawi atau Nasrani namun kehidupan mereka yang membenci sama dengan Yahudi dan Nasrani. Bahkan kehidupannya menolak daripada kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabat karena pengaruh kehidupan Yahudi dan Nasrani ini. Maka bagaimana jalan keluarnya yaitu sebagaimana pemikiran Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yaitu dengan mengeluarkan rombongan sebanyak-banyaknya. Kita kirim rombongan-rombongan ke negeri jauh dan ke pelosok-pelosok negara kita, untuk mengobati daripada penyakit-penyakit keimanan akibat virus-virus kehidupan Yahudi dan Nasrani.
Insya
Allah semua bersedia !! 4 bulan di jalan Allah…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar