KH. Syafi'i Hadzami
Muallim Syafi’i panggilan tersebut
akrab di telinga murid-murid beliau. Kedalaman ilmu serta ketawadhuan beliau
memang pantas rasanya bila KH.Syafi’i Hadzami mendapat julukan Muallim Jakarta,
sejak muda beliau gemar sekali menuntut ilmu dan tak pernah merasa puas
terhadap ilmu yang beliau miliki, maka tak heran bila beliau menguasai beberapa
fak ilmu seperti Ilmu Fiqih, ilmu Falaq, ilmu Hadist, Ilmu Tauhid dan berbagai
disiplin ilmu-ilmu lainnya. Salah satu Guru beliau yang sangat beliau Hormati
adalah Syech Muhammad Yasin bin Isa Al Fadani seorang Ulama terkemuka dari
Mekkah yang bergelar Musnidud Dunya, dan guru- guru beliau lainnya adalahKyai
Husain, KH. Abdul Fattah, Ustaz Sholihin, Habib Ali Bungur, Habib Ali al Habsyi
Kwitang, dan KH. Ya’qub Sa`idi.
Beliau Bernama Muhammad Syafi”i
putra Betawi lahir pada tgl 31 jan 1931 ayahnya bernama Muhammad Saleh Raidi,
gelar Hadzami diberikan oleh guru-guru dan para Ulama karena kedalaman ilmu
yang beliau miliki dalam memahami serta menjelaskan masalah-masalah yang
tergolong rumit untuk dipahami dan Muallim Syafi’i dengan mudah menjelaskan
masalah-masalah tersebut dengan berbagai sumber referensi yang beliau miliki.
Muallim Syafi’i mengajar dibeberapa majlis ta’lim di Jakarta bahkan menurut
penuturan murid beliau sebelum meninggalpun Muallim Syafi’i Hadzami masih
sempat mengajar di Masjid Ni’matul Ittihad pondok pinang Jakarta Selatan, Majlis
-majlis ta’limnya tak pernah sepi selalu dipadati oleh jamaah yang berasal dari
berbagai kawasan Jabotabek bukan hanya dari kalangan umum saja yang mendatangi
majlis beliau bahkan Para Ulama serta para Asaatidz turut hadir dalam menimba
ilmu dari beliau. Waktu yang begitu berharga tidak beliau sia-siakan untuk hal
hal yang tidak berguna, beliau pergunakan seluruh waktunya untuk mengajar dan
membimbing umat, dan salah satu bentuk ketawadhuan beliau adalah beliau selalu
menganggap guru terhadap para ulama dan para Habaib walaupun kapasitas keilmuan
yang beliau miliki melebihi para ulama dimasanya. Beliau tekun selalu membaca
dan menelaah kitab-kitab, karya beliau yang termashur adalah Kitab Al Hujjatul
Bayyinah , Kitab Sullamul’arsy fi Qiraat Warasy yang berisi tentang Kaedah
Bacaan Alquran Imam Warasy, Kitab Taudhihul Adillah, 100 masalah Agama, Risalah
shalat tarawih, risalah Qobliyah Jum’at.
Karisma keulamaan yang tampak dalam
diri Muallim Syafi’i memancar, beliau bukan saja dikenal di Indonesia tapi
kedalaman ilmu beliau juga dikenal di luar negri seperti di Mekkah dan
Hadromaut Tarim. Beliau juga sering mendapat kunjungan dari beberapa ulama
Tarim seperti Alalamah Habib Umar bin Hafidz pengasuh pon-pes Darul Musthofa
Tarim Hadromaut.
Ba’da mengajar di Masjid Ni’matul
Ittihad tepatnya tanggal 07 Mei 2006 beliau merasakan nyeri di dada dan sesak
napasnya, hingga akhirnya Muallim Syafi’i dilarikan kerumah sakit RSPP Pertamina
namun ditengah perjalanan Allah subhanahu
wa ta’ala memanggilnya untuk kembali menghadapnya, retak agama….rengat
agama…dengan meninggalnya orang alim….linangan air mata mengalir dari
murid-murid serta orang-orang yang mencintai beliau, ribuan orang berdatangan
kerumah beliau untuk menshalati bahkan menurut penuturan murid beliau yang
menshalati jenazah Muallim Syafi’i tak putus-putus dari pagi hingga malam hari.
1. Nama dan Masa Kecil Mu’allim
1. Nama dan Masa Kecil Mu’allim
Beliau di lahirkan dengan nama
“Muhammad syafi’i bin M. Sholeh Raidi, di daerah Batu Tulis, Kebayoran, Jakarta
Selatan. Beliau dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1931, atau bertepatan dengan
12 Romadhon 1349 H. Beliau mempunyai 8 orang saudara kandung, tetapi karena
salah satu meninggal dunia ketika masih kecil, mu’allim hanya memiliki 7 orang
saudara saja.
2. Pendidikan Mu’allim
2. Pendidikan Mu’allim
Sejak masih kecil, mu’allim tidak
tinggal bersama kedua orang tuanya. Tapi beliau tinggal bersama kakeknya yaitu,
bpk. Husin, di daerah Pecenongan. Beliau, sebagai mana lazim orang Betawi
dahulu, memanggil kakeknya dengan sebutan jid. Dan di dalam asuhan kakeknyalah
mu’allim mendapatkan didikan ilmu-ilmu agama, seperti ilmu al-qur’an beserta
tajwidnya. Sehingga tak heran pada usia 9 tahun, mu’allim berhasil
mengkhatamkan al-qur’an serta mengajar kawan-kawannya. Dan kakeknya pula lah,
yang berhasil menanamkan kegemaran dan kecintaan mu’allim kecil terhadap ilmu
agama. Sehingga beliau tumbuh, sebagai pribadi yang menggemari ilmu agama.
3.
Memburu Ilmu, Mengejar Guru
Sebagai mana diberitahukan
sebelumnya, mu’allim sejak kecil, adalah sosok yang sangat menggemari ilmu
agama. Hal ini dibuktikan dengan pengembaraannya untuk menuntut ilmu. Meskipun
cakupannya hanya di wilayah Jakarta saja, namun tidak berarti semuanya
berlangsung biasa saja. Banyak sekali hal yang patut kita jadikan sebagai bahan
renungan, mulai dari metode belajar beliau maupun strategi yang beliau lakukan
dalam menuntut ilmu (untuk lebih jelas bisa dibaca di biografi beliau “Sumur
yang Tak Pernah Kering”, terbitan Yayasan Al-‘Asyirotusy Syafi’iyah). Beliau
juga beruntung karena mendapatkan ulama terkemuka di zamannya sebagai gurunya.
Dan istimewanya, beliau pun mendapatkan tempat khusus di hati para gurunya.
Berikut daftar para ulama ridhwanullaha
‘alaihim yang memberikan pendidikan kepada al-mu’allim :
* K.H. Sa’idan
* K.H. Sa’idan
* Syd Ali bin Husein al-Athas (Habib
Ali Bungur)
* Syd Ali bin Abd Rohman al-Habsyi
(Habib Ali Kwitang)
* K.H. Mahmud Romli
* K.H. Ya’kub Sa’idi
* K.H. Muhammad Ali Hanafiyyah
* K.H. Mukhtar Muhammad
* K.H. Muhammad Sholeh Mushonnif
* K.H. Zahruddin Utsman
* Syekh Yasin bin Isa al-Fadani
* K.H. Muhamad Thoha
* Dan ulama lainnya.
4.
Aktivitas Mengajar Mu’allim (Sumur yang Tak Pernah Kering)
Buah dari kerja keras mu’allim
menuntut ilmu ke banyak ulama di Jakarta, mulai terlihat. Majlis ta’lim nya
tersebar di lima wilayah ibu kota, bahkan sampai merambah ke daerah Jawa Barat.
Apabila di total, aktivitas mengajar mu’allim menyebar sampai ke lebih dari 30
majlis ta’lim. Itu berarti tiap harinya mu’allim mesti mengajar di 4-5 tempat,
dengan murid yang berbeda dan juga kitab yang berbeda. Subhanallah. Yang lebih
hebat lagi, majlis mu’allim tidak hanya dihadiri oleh kalangan umum saja. Tidak
sedikit para kyai serta asatidz yang berdatangan untuk menimba ilmu di sumur yang
tak pernah kering itu. Dari sekian banyak majlisnya itu, ada satu yang melalui
media radio, yang ketika itu berlangsung di Radio Cendrawasih. Pangajian udara
inilah, yang nantinya membidani lahirnya karangan Mu’allim yang fenomenal,
yaitu kitab “Taudhihul Adillah (Jilid 1-7)”.
5.
Buah Karya Mu’allim
Kita patut menyambut gembira
kehadiran karya-karya Mu’allim yang manfaatnya telah banyak diakui oleh banyak
orang, baik dari kalangan ulama maupun orang awam. Hingga kini, sudah puluhan
karya yang telah dihasilkan Mu’allim. Pada umumnya karya beliau (kecuali Kitab
Taudhihul Adillah) berupa risalah-risalah kecil. Berikut penulis sampaikan
beberapa karya mu’allim beserta sedikit ringkasannya.
*
Taudhihul Adhillah
Judul buku ini, yaitu Taudhihul
Adhillah (menjelaskan dalil-dalil), benar-benar tepat menggambarkan isi buku
tersebut. Seperti diberi tahukan sebelumnya, kelahiran kitab ini bermula dari
acara Tanya jawab agama yang diasuh oleh Mu’allim di Radio Cendrawasih. Menurut
mu’allim kitab ini adalah kitab yang tidak perlu capek-capek dalam membuatnya,
karena kitab ini adalah “rekaman” dari Tanya jawab tersebut. Kitab ini (dari
jilid I s/d VII) telah berkali-kali di cetak ulang. Peredarannya pun bukan
hanya di Indonesia tetapi juga sampai merambah ke negeri Jiran dan beberapa
Negara Timur Tengah.
*
Risalah Qobliyah Jum’at
Risalah ini membahas tentang
kesunnatan Qobliyyah Jum’at dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dalam risalah
ini dikemukakan nash-nash Al-Qur’an, hadits, dan pendapat para fuqoha’ (ahli fiqih).
*
Risalah Sholat Tarawih
Untuk memenuhi hajat kaum muslimin
akan penjelasan tentang sholat tarawih, disusunlah risalah ini. Di dalamnya
dijelaskan dalil-dalil dari hadits dan keterangan para ulama (termasuk Imam Mujtahid)
yang berkaitan dengan shalat tarawih. Mulai dari pengertiannya, ikhtilaf
tentang jumlah roka’atnya, cara pelaksanaannya, dan lain-lain dibahas dalam
kitab ini.
6.
Wafatnya Mu’allim
Pada pagi hari, ahad 7 Mei 2006,
selepas Mu’allim mengajar di Masjid Pondok Indah, beliau mengeluh sakit pada
jantungnya. Akhirnya dalam perjalanan menuju RSPP Pertamina, beliau kembali
berpulang ke pangkuan Allah dengan Husnul Khotimah. Banyak para muridnya yang
terkejut mendengar berita tersebut. Tak hentinya mereka datang ke kediaman
Mu’allim di daerah Kebayoran, untuk menshalati dan mendo’akan kepergian beliau.
Bahkan disebutkan shalat jenazah dilakukan tak putusnya mulai dari siang sampai
malam hari. Sungguh ketika itu Ummat Islam, khususnya di Indonesia telah
kehilangan putra terbaiknya.
Sumber : Buku (K.H.M. Syafi’I
Hadzami ; Sumur yang Tak Pernah Kering)
Catatan : Mungkin sekelumit catatan
di atas, belum cukup untuk menggambarkan sosok sang Mu’allim K.H. Muhammad
Syafi’i Hadzami. Untuk lebih jelasnya, sahabat bisa membaca biogarafi beliau
(K.H.M. Syafi’I Hadzami ; Sumur yang Tak Pernah Kering).
Wallohu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar