Beliau
yang dikenal dengan Imam as-Suyuthi bernama Abdurrahman bin Abi Bakar
bin Muhammad bin Saabiquddien bin al-Fakhr Utsman bin Nashiruddien Muhammad bin
Saifuddin Khadhari bin Najmuddien Abi ash-Shalaah Ayub ibn Nashiruddien
Muhammad bin asy-Syaich Hammamuddien al-Hamman al-Khadlari al-Asyuuthi.
Lahir ba’da Maghrib, hari Ahad malam, bulan Rajab tahun 849 Hijriah.
Asal
Usul Beliau
Jalaluddien
as-Suyuthi berasal dari lingkungan cendekiawan sejak kecilnya. Bapaknya
berusaha mengarahkannya ke arah kelurusan dan keshalihan. Adalah beliau hafal
al-Qur’an di usianya yang sangat dini dan selalu diikutkan bapaknya di berbagai
majlis ilmu dan berbagai majlis qadhinya.
Dan
bapaknya telah memintakan kepada Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani supaya mendo’akannya
diberi berkah dan taufiq. Dan adalah bapaknya melihat dalam diri anaknya
seperti yang didapati dalam diri Ibnu Hajar, hingga ketika beliau minum,
sebagian diberikan kepada anaknya dan mendo’akannya agar ia seperti Ibnu Hajar,
menjadi ulama yang trampil dan tokoh penghafal (hadits). Bapaknya wafat saat ia
(imam Suyuthi) baru berumur lima tahun tujuh bulan. Tetapi Allah subhaanahu
wa ta’ala telah memeliharanya dengan taufiq dari-Nya dan mengasuhnya dengan
asuhan-Nya. Ini terbukti dengan telah ditakdirkan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala
untuknya al-‘Allamah Kamaaluddien bin Humam al-Hanafi pengarang Fathul Qadir
untuk menjadi guru asuhnya. Hingga hafal al-Qur’an dalam umur delapan tahun,
kemudian menghafal kitab al-’Umdah lalu Minhajul Fiqhi dan Ushul, serta Alfiyah
Ibnu Malik. Dan mulai menyibukkan diri dengan (menggeluti) ilmu pada tahun 864
H, yakni ketika berumur 15 tahun.
Menimba
ilmu Fiqih dari Syaikh Siraajuddien al-Balqini. Bahkan mulazamah kepada beliau
hingga wafatnya. Kemudian mulazamah kepada anak beliau, dan menyimak banyak
pelajaran darinya seperti al-Haawi ash-Shaghir, al-Minhaaj, syarah al-Minhaaj
dan ar-Raudhah. Belajar Faraidl dari syaikh Sihaabuddien Asy-Syaarmasaahi, dan
mulazamah kepada asy-Syari al-Manaawi Abaaz Kuriya Yahya bin Muhammad, kakak
dari Abdurrauf pensyarah al-Jami’ ash-Shaghir. Kemudian menimba ilmu bahasa
Arab dan ilmu Hadits kepada Taqiyuddien asy-Syamini al-Hanafi (872 H). Lalu
mulazamah kepada syaikh Muhyiddien Muhammad bin Sulaiman ar-Ruumi al-Hanafi
selama 14 tahun. Dari beliau ia menimba ilmu tafsir, ilmu Ushul, ilmu bahasa
Arab dan ilmu Ma’ani. Juga berguru kepada Jalaaluddien al-Mahilli (864 H) dan
‘Izzul Kinaani Ahmad bin Ibrahim al-Hanbali. Dan membaca shahih Muslim,
asy-Syifa, Alfiyah Ibnu malik dan penjelasaannya pada Syamsu as-Sairaami.
Imam
Suyuthi tidak mau meninggalkan satu cabang ilmu pun kecuali ia berusaha untuk
mempelajarinya, seperti ilmu hitung dan ilmu faraidl dari Majid bin as-Sibaa’
dan Abudl Aziz al-Waqaai, serta ilmu kedokteran kepada Muhammad bin Ibrahim
ad-Diwwani ar-Ruumi. Hal ini sesuai dan didukung oleh keadaan waktu itu di mana
dia dapat menimba ilmu dari banyak syaikh. Ia tidak pernah merasa cukup dengan
ilmu yang telah dimilikinya, baik ilmu bahasa maupun ilmu dien, demikian pula
ia tidak merasa cukup dengan para ulama yang telah ia temui.
Bahkan
ia bepergian jauh sekedar untuk mencari ilmu dan riwayat hadits, hingga ke
negeri Maghribi (Tanjung Harapan, sebelah ujuh barat pulau Afrika), ke Yaman,
India, Syam Mahallah (di Mesir Barat), Diimath (sebuah kota di tepi sungai Nil,
Mesir), dan Fayyum (Mesir) serta negeri-negeri Islam lainnya. Telah menunaikan
ibadah Hajji dan telah minum air Zam-zam dengan harapan supaya dapat seperti
Syaich al-Balqini dalam menguasi ilmu Fiqih serta dapat seperti Ibnu Hajar
dalam menguasai ilmu Hadits.
Demikianlah
sang imam mengadakan perjalanan yang tidak tanggung-tanggung dengan segala
kesusahannya hanya untuk dapat menimba ilmu. Banyak sekali gurunya. Bahkan
disebutkan oleh syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dalam kitab Thabaqat bahwa
gurunya lebih dari 600-an orang.
Sesuai
dengan banyaknya syaikh dan jauhnya perjalanannya dalam menimba ilmu, hal itu
didukung pula oleh kemampuannya untuk semaksimal mungkin dalam memanfaatkan
perpustakaan Madrasah Mahmudiyah. Berkata al-Maqrizi, bahwa di dalam
perpustakaan ini terdapat segala jenis kitab-kitab Islam, dan madrasah ini
merupakan sebaik-baik madrasah yang ada, yang dinisbatkan kepada Mahmud bin
al-Astadaar, yang berdirinya pada tahun 897 H. Dan kitab-kitab yang ada tersebut
merupakan kitab yang paling lengkap dari yang ada sekarang di Qahirah (Cairo),
yang merupakan koleksi dari Burhan Ibn Jama’ah dan kemudian dibeli oleh Mahmud
al-Astadaar dengan uang warisannya setelah ia wafat dan kemudian ia waqafkan.
Hingga
matanglah kepribadian Suyuthi, dan sempurnalah pembentukan ilmunya pada taraf
syarat mampu untuk berijtihad. Beliau seorang yang mudah mengerti, kuat
hafalannya, dianugerahi Allah subhaanahu wa ta’ala dengan otak yang
cerdas, disamping itu beliau adalah seorang yang ‘abid (ahli ibadah), zuhud,
tawadlu’. Tidak mau menerima hadiah raja. Pernah ia diberi hadiah raja Ghuuri
seorang budak perempuan dan uang banyak sebesar seribu dinar. Maka
dikembalikannya uang itu sedangkan budak perempuan itu dimerdekakannya dan
menjadikannya sebagai pelayan di hujrah Nabawi. Lalu ia berkata kepada sang
penguasa itu, “Jangan berusaha memalingkan hanya dengan memberi hadiah semacam
itu karena Allah subhaanahu wa ta’ala telah menjadikan aku merasa tidak
butuh dari hal-hal semacam itu.”
Oleh
karena itu beliau rahimahullah dikenal sebagai seorang yang berani tapi
beradab, semangat dalam menegakkan hukum-hukum syari’at dan mengamalkannya
tanpa memihak kepada seorang pun. Tidak takut dalam kebenaran celaan orang yang
mencela. Ia telah diminta untuk memberikan fatwa serta urusan-urusan yang
bersangkutan dengan kehakiman, maka beliau tetap berusaha untuk adil dan
menerapkan hukum-hukum dien tanpa memperdulikan kemarahan Umara’ maupun
penguasa. Bahkan jika ia melihat ada Qadhi (hakim) yang menta’wilkan hukum
sesuai dengan kehendak penguasa, bertujuan menjilat mereka maka beliau
menentangnya dan menyatakan pengingkarannya serta cuci tangan darinya.
Menerangkan kesalahannya, dan meluruskannya, seperti yang dikemukakannya dalam
kitab “al-Istinshaar bil Wahid al-Qahhar.” Beliau terlalu disibukkan dengan
memberi pelajaran dan berfatwa sampai umur 40 tahun, kemudian beliau lebih
mengkhususkan untuk beribadah dan mengarang kitab. Dan karangan imam Suyuthi
rahimahulloh lebih dari 500 buah karangan. Berkata Imam Suyuthi, “Kalau
seandainya aku mau maka aku mampu untuk menyusun kitab yang membahas setiap
masalah dengan segala teori dan dalil-dalil yang kami nukil, qiyasnya,
keterangannya, bantahan-bantahannya, jawaban- jawabannya, muwazanahnya antara
perselisihan berbagai madzhab tentang masalah itu, dengan fadhilah Allah subhaanahu
wa ta’ala, tidak dengan daya dan kemampuanku. Karena sesungguhnya tidak ada
kekuatan kecuali dari Allah subhaanahu wa ta’ala.”
Kitab-Kitab
Karangan Imam Suyuthi
Adapun
kitab-kitab yang disusun oleh imam Suyuthi rahimahullah antara lain sebagai
berikut:
1. Al-Itqaan
fi ‘Uluumil Qur’an
2. Ad-Durrul
Mantsuur fit Tafsiril Ma’tsuur
3. Tarjumaan
al-Qur’an fit Tafsir
4. Israaru
at-Tanziil atau dinamakan pula dengan Qathful Azhaar fi Kasyfil Asraar
5. Lubaab
an-Nuqul fi Asbaabi an-Nuzuul
6. Mifhamaat
al-Aqraan fi Mubhamaat al-Qur’an
7. Al-Muhadzdzab
fiima waqa’a fil Qur’an minal Mu’arrab
8. Al-Ikllil
fi istimbaath at-Tanziil
9. Takmilatu
Tafsiir asy-Sayich Jalaaluddien al-Mahilli
10.
At-Tahiir fi ‘Uluumi Tafsir
11.
Haasyiyah ‘ala Tafsiri al-Baidlawi
12.
Tanaasuq ad-Duraru fi Tanaasub
as-Suwari
13.
Maraashid al-Mathaali fi Tanaasub
al-Maqaathi’ wal Mathaali’
14.
Majma’u al-Bahrain wa Mathaali’u
al-Badrain fi at-Tafsir
15.
Mafaatihu al Ghaib fi at-Tafsiir
16.
Al-Azhaar al-Faaihah ‘alal Fatihah
17.
Syarh al-Isti’adzah wal Kasmalah
18.
Al-Kalaam ‘ala Awalil Fathi
19.
Syarh asy-Syathibiyah
20.
Al-Alfiyah fil Qara’at al ‘asyri
21.
Khimaayal az-Zuhri fi Fadla’il
as-Suwari
22.
Fathul Jalil li ‘Abdi Adz Dzalil fil
Anwa’il Badi’ah al- Mustakhrijah min Qaulihi Ta’ala: Allaahu Waliyyulladziina
aamanu
23.
al-Qaul al-Fashih Fi Ta’yiini
adz-Dzabiih
24.
al-Yadul Bustha fi as-Shalaatil Wustha
25.
Mu’tarakul Aqraan Fi musykilaatil
Qur’an
Semua
itu judul-judul buku yang berkenaan dengan Tafsir, adapun yang berkenaan dengan
ilmu hadits, antara lain adalah sebagai berikut:
1. ‘Ainul
Ishaabah Fi Ma’rifati ash-Shahaabah
2. Durru
ash-Shahaabah Fi man Dakhala Mishra Minash Shahaabah
3. Husnul
Muhaadlarah
4. Riihu
an-Nisriin Fi man ‘Aasya Minash Shahaabah Mi ata Wa ‘isyriin
5. Is’aaful
Mubtha’ bi Rijaalil Muwaththa’
6. Kasyfu
at-Talbiis ‘an Qalbi Ahli Tadliis
7. Taqriibul
Ghariib
8. al-Madraj
Ila al-Mudraj
9. Tadzkirah
al-Mu’tasi Min Hadits Man haddatsa wa nasiy
10.
Asmaa`ul Mudallisiin
11.
al-Luma’ Fi Asmaa`i Man Wadla’
12.
ar-Raudlul Mukallal Wa Waradul Mu’allal
fi al-mushthalah
13.
Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Imam
as-Suyuthi rahimahullah wafat pada hari Jum’at, malam tanggal 19 Jumadal
Ula tahun 911 H seperti yang disebutkan oleh Sya’rani dalam kitab Dzail
Thabaqat-nya. Sebelumnya beliau menderita sakit selama tujuh hari dan akhirnya
wafat dalam umur 61 tahun 10 bulan 18 hari. Dikuburkan di pemakaman Qaushuun
atau Qaisun, di luar pintu gerbang Qarafah, atau yang terkenal dengan sebutan
Bawwaabah as-Sayyidah ‘Aisyah (Pintu gerbang Sayyidah ‘Aisyah) di Cairo.
(Sumber
Rujukan: Tadriib ar-Raawi Fi Syarh Taqriib an-Nawawy karya as-Suyuthy, yang
ditahqiq oleh Syaikh ‘Abdul Wahhab Abdullathif, Dar an-Nasyr al-Kutub
al-Islamiyyah, Lahore, Pakistan, dan tahqiq DR. Ahmad Umar Hasyim, penerbit
Daarul Kitab al-‘Araby, Beirut, Lebanon; Oleh Redaksi Siroh di MediaMuslim.Info)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar