PEMBERIAN
NAMA DALAM AL-QURAN
Pemberian
nama manusia merupakan suatu perkara yang penting dalam
Islam. Nama menunjukkan ciri atau tanda,
maksudnya adalah orang yang diberi nama dapat mengenal dirinya atau dikenal
oleh orang lain. Sebagaimana Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
إِذْ قَالَتِ الْمَلآئِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللّهَ
يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِّنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ
وَجِيهاً فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ
"(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai
Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera
yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al Masih
'Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk
orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)" (QS. Ali Imran : 45)
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى
لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيّاً
"Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar
gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang
sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan nama
dia." (QS. Maryam : 7)
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمُبَشِّراً بِرَسُولٍ يَأْتِي مِن بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
"...dan memberi khabar gembira dengan (datangnya)
seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." (QS. As-Shaff : 6)
Dan hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar
ia dikenal serta memuliakannya. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan
wajibnya memberi nama kapada anak laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu
apabila seseorang tidak diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul yaitu tidak
dikenal oleh masyarakat.
PEMBERIAN
NAMA MENURUT NABI
Sebagaimana
al-Quran, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga sangat memperhatikan dalam pemberian nama. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
ولد لي الليلة غلام فسميته باسم أبي إبراهيم
"Pada
malam ini aku mendapat anak dan aku namakan dengan nama moyangku yaitu
Ibrahim." (HR.
Muslim dan Abu Daud)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan
kepada ummatnya agar memberi nama yang baik. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam
bersabda :
إنكم تدعون يوم القيامة بأسمائكم وأسماء آبائكم فأحسنوا
أسمائكم
"
Sesungguhnya kamu akan dipanggil dengan Nama mu dan Nama bapa kamu. Baguskanlah nama-nama kamu." (HR.
Ibnu Hibban).
WAKTU PEMBERIAN NAMA
Berdasarkan sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
tentang waktu pemberian nama, yaitu:
a) Memberikan nama kepada anak pada saat ia lahir.
b) Memberikan nama kepada anak pada hari ketiga
setelah ia lahir.
c) Memberikan nama kepada anak pada hari ketujuh
setelah ia lahir.
PEMBERIAN NAMA ANAK MERUPAKAN
HAK BAPAK
Tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya seorang
bapak lebih berhak dalam memberikan nama kepada anaknya dan bukan kepada
ibunya. Hal ini sebagaimana telah tsabit (tetap) dari para sahabat radhiyallahu
‘anhum bahwa apabila mereka mendapatkan anak maka mereka
pergi kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam agar Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam memberikan nama kepada anak-anak mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa kedudukan bapak lebih tinggi daripada ibu.
NASAB ANAK KEPADA BAPAK BUKAN
IBU
Sebagaimana hak memberikan nama kepada anak, maka
seorang anakpun bernasab kepada bapaknya bukan kepada ibunya, oleh sebab itu
seorang anak akan dipanggil: Fulan bin Fulan, bukan Fulan bin Fulanah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ) سورة الأحزاب
(5:
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan
(memakai) nama bapak-bapak mereka…”
(QS. Al-Ahzab : 5)
Oleh karena itu manusia pada hari kiamat akan
dipanggil dengan nama bapak-bapak mereka: Fulan bin fulan. Hal ini sebagaimana
diterangkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam).
NAMA
ABDULLAH ADALAH YANG TERBAIK
Disukai memberikan nama kepada seorang anak dengan dua suku kata, misal Abdullah, Abdurrahman. Kedua nama ini sangat
disukai oleh Allah subhanahu wa ta’ala
sebagaimana diterangkan oleh Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud dll. Kedua nama ini menunjukkan
penghambaan kepada Allah ‘azza wa jalla.
عن عبدالله بن عمر رضي الله عنهما قال:قال رسول الله صلي الله عليه وسلم: ان احب اسمائكم الي الله عبد الله وعبد الرحمن
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Sesungguhnya nama yang
paling disukai Allah ialah Abdullah dan Abdur Rahman”. (HR. Muslim, Abu
Daud dan Tirmidzi).
Dan sungguh Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam telah memberikan nama kepada anak pamannya (Abbas radhiallahu
‘anhu), Abdullah radhiyallahu ‘anhuma. Dan nama anak dari kalangan
Anshar yang pertama kali setelah hijrah ke Madinah Nabawiyah adalah Abdullah
bin Zubair radhiyallahu ‘anhuma.
Ibnu Shalah menyebut bahwa terdapat 220 orang sahabat
Nabi yang bernama Abdullah. al-'Iraqi pula menyebut bahwa terdapat 300
orang sahabat yang bernama Abdullah.
DISUNATKAN
NAMA PARA NABI DAN ORANG SHALEH
Disukai memberikan nama kepada seorang anak dengan nama-nama para Nabi. Para ulama
sepakat akan diperbolehkannya memberikan nama dengan nama para nabi.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عن ابي وهب الجشمي قال
:قال رسول الله صلي الله عليه وسلم: تَسَمَّوْا بِأَسْمَاءِ أَنْبِيَاءِ وَأَحَبُّ الْأَسْمَاءِ
إِلَى اللهِ تَعِالَى:عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَانِ وَأَصْدَقُهَا:حَارِثٌ وَهَمَّامٌ وَأَقْبَحُهَا:حَرْبٌ وَمُرَّةٌ.
"Namakan dengan nama para Nabi, dan nama yang paling
disukai di sisi Allah ialah Abdullah dan Abdur Rahman dan yang paling tepat/benar
ialah Harits (pekerja), Hammam (yang mempunyai keazaman/cita-cita tinggi) dan
nama yang paling buruk ialah Harb (perang) Dan Murrah (pahit)” (HR. Abu Daud dan Nasai)
Diriwayatkan dari Yusuf bin
Abdis Salam, ia berkata : ”Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan nama kepadaku Yusuf” (HR. Bukhari –dalam Adabul Mufrod-; At-Tirmidzi –dalam Asy-Syama’il-). Berkata
Ibnu Hajar Al-Asqalaniy: Sanadnya Shohih.
Dan seutama-utamanya nama para nabi adalah nama
nabi dan rasul kita Muhammad bin Abdillah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri meyuruh ummatnya untuk
menamakan dengan namanya. Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
تَسَمَّوْا بِاسْمِيْ وَلَا تَكَنَّوْا بِكُنْيَتِيْ
"Berilah nama dengan namaku dan jangan beri gelaran
kunyah dengan kunyah ku (Abul Qasim)" (HR. Bukhari dan
Muslim)
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau
tidaknya penggabungan dua nama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
dengan nama kunyahnya, Muhammad Abul Qasim.
Berkata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah : ”Dan yang benar adalah pemberian nama dengan namanya (yakni Muhammad) adalah boleh. Sedangkan
berkunyah dengan kunyahnya adalah dilarang dan pelarangan menggunakan kunyahnya
pada saat beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup lebih keras dan
penggabungan antara nama dan kunyah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam juga
terlarang”.
Telah tsabit dari hadits
Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam, ia bersabda:
أنهم كانوا يسمون بأسماء أنبيائهم والصالحين)رواه مسلم. (
“Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak
mereka) dengan nama-nama para nabi dan orang-orang shalih” (HR. Muslim).
Kemudian para sahabat Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam adalah penghulunya orang-orang shalih bagi
umat ini dan demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga
hari akhir.
Para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam memandang bahwa hal ini adalah baik, oleh karena itu sahabat Zubair
bin ‘Awam radhiallahu ‘anhu
memberikan nama kepada anak-anaknya –jumlah anaknya 9 orang- dengan nama-nama
sahabat yang syahid pada waktu perang Badr, missal: Abdullah,’Urwah, Hamzah,
Ja’far, Mush’ab, ‘Ubaidah, Kholid, ‘Umar, dan Mundzir.
SUNAT NAMA ABDUL (HAMBA) YANG DISANDARKAN KEPADA NAMA
ALLAH
Disukai pula memberikan nama seorang
anak dengan nama-nama penghambaan kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang indah
(Asma’ul Husna), misal: Abdul Aziz, Abdul Ghoniy dll. Dan orang yang pertama yang menamai anaknya dengan nama yang demikian
adalah sahabat Ibn Marwan bin Al-Hakim.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada
seorang lelaki "Namakan anakmu dengan nama Abdur Rahman." (HR.
Muslim)
Dalam hadits lain ada menyebutkan :
إذا سميتم فعبدوا
“Apabila engkau memberi nama hendaklah yang ada perkataan
'Abdu” (HR. Thabrani)
Imam Ibnu Hazm berkata: “Para ulama bersepakat bahwa
disunatkan nama yang disandarkan kepada nama Allah seperti Abdullah dan Abdur Rahman.”
DILARANG
NAMA YANG MEMBAWA KEPADA PENAFIAN PERKARA YANG BAIK
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عن عمر رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلي الله عليه وسلم:لأنهين ان يسمى رافع وبركة ويسار.
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,”Aku mencegah untuk memberikan nama Rafi’
(ketinggian), Barakah (keberkatan), dan Yassar (senang)”. (HR. Tirmidzi
(sanadnya kuat)).
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
لا تسمين غلامك يسارا ولا رباحا ولا نجيحا ولا أفلح فإنك تقول
أثم هو فلا يكون فيقول: لا
“Jangan
namakan anakmu dengan nama senang, keuntungan dan kejayaan. Sebabnya adalah
jika kamu bertanya adakah 'keuntungan'
ada? Jika tidak ada, orang akan menjawab "Keuntungan tidak ada.” (HR. Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud)
Imam Nawawi rahmatullah ‘alaih berkata: Ulama Madzhab
Syafi’i berkata : “Dimakruhkan memberi nama dengan nama-nama ini dan apa
yang membawa kepada sebab larangan ini. Larangan ini adalah
hanya makruh tidak haram.”
LARANGAN
NAMA YANG MEMUJI DIRI SENDIRI
Seorang
wanita bernama Barrah (wanita yang sangat baik), Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda
لاَ تُزَكُّوْا أَنْفُسَكُمْ اَللهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ
مِنْكُمْ
“Janganlah
kamu memuji diri kamu sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala lebih mengetahui
siapakah yang lebih baik dikalangan kamu.” Mereka
bertanya: “Apa yang kami hendak namakannya.” Baginda menjawab: “Zainab.” (HR. Muslim)
ANJURAN MENGUBAH NAMA YANG TIDAK BAIK
Nama tersebut dibangun dengan makna yang baik
secara bahasa dan syari’at. Oleh karenanya dengan adanya syarat ini tidak boleh
menggunakan nama-nama yang haram atau makruh baik dalam segi lafadz ataupun
maknanya. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik dari segi lafadz dan
maknanya.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah menukar nama seorang wanita yang bernama Asiah عاصية(pemaksiat), lalu baginda bersabda, “Engkau adalah
Jamilah.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
NAMA-NAMA YANG DIHARAMKAN
a. Kaum muslimin telah
bersepakat terhadap haramnya penggunaan nama-nama penghambaan kepada selain
Allah Ta’ala baik dari matahari, patung-patung, manusia atau selainnya, misal:
Abdur Rasul (hambanya Rasul), Abdun Nabi (hambanya Nabi) dll. Sedangkan selain
nama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, misal: Abdul ‘Izza (hambanya
Al-‘Izza (nama patung/berhala), Abdul Ka’bah (hambanya Ka’bah), Abdus Syamsu (hambanya
Matahari) dll.
b. Memberi nama dengan nama-nama Allah tabaraka
wa ta’ala,
misal: Rahim, Rahman, Kholiq dll.
c. Memberi nama dengan nama-nama asing atau
nama-nama orang kafir.
d. Memberi nama dengan nama-nama patung/berhala
atau sesembahan selain Allah Ta’ala, misal: Al-Latta, Al-‘Uzza
dll.
e. Setiap nama yang memuji (tazkiyyah) terhadap diri sendiri atau berisi
kedustaan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda;
إن أخنع إسم عند الله رجل تسمى ملك الأملاك ) رواه البخاري؛ مسلم. (
“Sesungguhnya nama yang paling dibenci oleh Allah
adalah seseorang yang bernama Malakul Amlak (rajanya diraja)” (HR. Bukhori;
Muslim).
f. Memberi nama dengan nama-nama Syaithan, misal:
Al-Ajda’ dll.
NAMA-NAMA YANG DIMAKRUHKAN
a. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama
orang fasiq, penzina dll.
b. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama
perbuatan-perbuatan jelek atau perbuatan-perbuatan maksiat.
c. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama para
pengikut Fir’aun, misal: Fir’aun, Qarun, Haman.
d. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama
hewan yang telah dikenal akan sifat-sifat jeleknya, misal: Anjing, keledai dll.
e. Dimakruhkan memberi nama anak dengan Ism,
mashdar, atau sifat-sifat yang menyerupai terhadap lafadz “agama”
(الدين) , dan lafadz “Islam” (الإسلام), misal: Nurruddin,
Dliyauddin, Saiful Islam dll.
Jalan keluar dari kedua hal ini adalah merubah
nama-nama tersebut dengan nama-nama yang disukai (mustahab) atau yang
diperbolehkan secara syar’i.
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang mengandung makna kesyirikan kepada
Allah kepada nama-nama Islamiy, dari nama-nama kufur kepada nama-nama imaniyah.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يغير الإسم القبيح إلى الإسم الحسن) رواه الترمذي. (
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik” (HR. At-Tirmidzi).
Demikianlah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
merubah nama-nama yang jelek dengan nama-nama yang baik, seperti beliau shalallahu
‘alaihi wa sallam merubah nama Syihab menjadi Hisyam dll. Demikian juga
kita mesti merubah nama-nama yang buruk menjadi nama-nama yang baik, misal:
Abdun Nabi menjadi Abdul Ghoniy, Abdur Rasul menjadi Abdul Ghofur, Abdul Husain
menjadi Abdurrahman dll.
MEMBERIKAN NAMA KEPADA ORANG SHALEH
Sebaiknya
bayi yang telah lahir itu dibawa kepada seorang
Alim untuk ditahnik dan diberi nama. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku
membawa Abdullah bin Abi Thalhah
al-Anshari yang baru dilahirkan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Baginda bertanya :
“adakah kamu bawa kurma kering?”
Aku pun menjawab "Ada",
lalu aku memberi beberapa biji buah tamar kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengunyah tamar itu dan membuka mulut
Abdullah. Lalu baginda meletakkan kunyahan tamar ke mulut bayi. Lalu bayi itu
memamahnya dan baginda bersabda:
حب الأنصار التمر
“Kesukaan
orang anshar adalah tamar.”
Lalu baginda menamakannya “Abdullah." (HR. Muslim dan Abu Daud)
Imam
Nawawi rahmatullah ‘alaih berkata : “Disunatkan
untuk menyerahkan pemberian nama kepada orang shaleh.”
Rujukan:
Minhaj oleh Imam Nawawi, Manhaj at Tarbiyah an-Nabawiyah
li Tifl oleh Muhammad Nur Abdul hafiz Suwaid dan min Hadyin Nabawi : Adabut
Tasmiah oleh Dr Said Said Ubadah.
Tasmiyah Al-Maulud, karya: Asy-Syaikh Bakr Abdullah
Abu Zaid
Maratib Al-Ijma’, hal: 154. Oleh Ibn Hazm.
Shahih Bukhari, bab: Maa Yad’u An-Naas Bi abaihim.
Syarh Shahih Muslim 8/437. Imam An-Nawawi rahimahullah;
Maratib Al-Ijma’, hal: 154-155.
Zaadul Ma’ad, 2/347. Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar