Hadits
1.
عَنْ أَبِي
أَيُّوبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ قَالَ مَا لَهُ
مَا لَهُ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ
تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي
الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ ” .رواه البخاري .
Dari
Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang berkata kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Beritahukanlah
kepadaku tentang satu amalan yang memasukkan aku ke surga. Seseorang berkata,
“Ada apa dia? Ada apa dia?” Rasulullah saw. Berkata, “Apakah dia ada keperluan?
Beribadahlah kamu kepada Allah jangan kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, tegakkan shalat, tunaikan zakat, dan ber-silaturahimlah.” (QS.
Bukhari).
Penjelasan
:
Ar-Rahim
: bermakna kerabat dekat. Mereka adalah yang memiliki nasab baik mewarisi atau
tidak, memiliki hubungan atau tidak.
Abu
Ayyub : bernama Kholid bin Zaid dari kaum Anshar radhiyallahu ‘anhu.
Yang
dimaksud seseorang itu adalah Abu Ayyub. Beliau menyebutkan dengan nama samaran
dan menyembunyikannya nama aslinya untuk kebaikan dirinya. Pendapat yang lain
mengatakan dia adalah Ibnu Al-Muntafiq bernama Luqait bin Shabrah.
Para
sahabat berkata ada apa gerangan ماله ماله
kata ini menunjukkan kata tanya استفهام dan
diulang-ulangnya dua kali untuk menunjukkan kata penegasan للتأكيد.
Yang
dimaksud perkataan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Arobun adalah
pertanyaan karena kebutuhan yang mendesak.
Kata
arobun ma lahu
merupakan satu kata, adapun huruf mim yang berada ditengah-tengah antara kata arob dan lahu merupakan kata
tambahan. Pendapat yang lain merupakan kata mim ini tersirat dan terpesan
dengan arti besar dan mendesak sehingga arti secara keseluruhan adalah
kebutuhan yang sangat besar dan mendesak.
Dalam
riwayat lain ariba
berarti butuh yang artinya dia bertanya karena ada kebutuhan atau bisa juga
berarti bijak terhadap pertanyaan dan jenius dalam bertanya.
Di
riwayat lain ariba
berarti kehati-hatian contohnya, huwa
ariba
artinya dia pintar dan hati-hati terhadap apa yang ia tanya karena bertanya
membawa manfaat baginya.
Yang
dimaksud menunaikan zakat adalah zakat wajib ini terbukti dengan dihubungkannya
kalimat shalat dengan zakat.
Yang
dimaksud dengan silaturahim adalah kamu berbuat baik kepada kerabatmu sesuai
dengan keadaanmu dan keadaan mereka baik berupa infak, menyebarkan salam,
berziarah atau membantu kebutuhan mereka. Makna secara keseluruhan silaturahim
adalah memberikan yang baik kepada orang lain dan menolak sedapat mungkin
hal-hal yang buruk terhadap mereka sesuai kemampuan.
Digabungkan
kata shalat dengan sesudahnya juga berarti menggabungkan kata khusus dengan
umum, ini untuk menunjukkan perkataan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mencakup seluruh ibadah.
Ada
seseorang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai
Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke
dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,”
Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَقَدْ
وُفِّقَ —أَوْ قَالَ– لَقَدْ هُدِيَ
“Sungguh
dia telah diberi taufik,” —atau beliau bersabda— “Sungguh telah diberi
hidayah”
كَيْفَ
قُلْتَ ؟
“Apa
tadi yang engkau katakan?”
Lalu
orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
تَعْبُدُ
اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ
وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ
“Engkau
beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan
shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturrahim”.
Setelah
orang itu pergi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنْ
تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Jika
dia memegang teguh apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Hadits
2.
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (رواه البخاري ومسلم(
Dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa ingin dilapangkan baginya
rezekinya dan dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia melakukan
silaturahim.” (QS. Bukhari dan Muslim).
Penjelasan
:
Dilapangkan
bisa berarti juga di luaskan
Silaturahim
bisa juga berarti Al-Ihsan artinya dengan sebab silaturahim ia berbuat baik
dengan kerabat seolah-olah orang yang berbuat baik dengan kerabat disambungkan
kembali kebaikannya antar mereka. Oleh sebab itu kata ihsan boleh juga
diartikan silaturahim.
Dalam
satu riwayat disebutkan man
ahabba dan didalam riwayat lain disebutkan man sarrohu
Dalam
satu riwayat disebutkan fi
atsarihi sementara dalam riwayat lain fi ajalihi. Atsar juga bisa
disebut ajal
yang artinya jejak. Jadi arti secara keseluruhan adalah ajal dan jejak itu
mengikuti umur manusia karena orang yang mati itu tidak ada gerak dan tidak ada
jejak serta tapak di muka bumi.
Hendaknya
kita menyambung hubungan silaturahim pada kerabatnya dengan bijak. Baik dengan
harta ataupun dengan pelayanan dan dengan berbagai bentuk silaturahim yang
mengantarkannya untuk taat dan terhindar dari perbuatan maksiat sehingga akan
dikenang nilai kebaikannya setelah meninggal dunia, sebab orang yang dikenang
kebaikannya oleh manusia setelah meninggal dunia merupakan umur kedua setelah
kematiannya.
Firman
Allah :
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ
أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا
يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap
umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf
: 34)
Allah
berfirman,
وَلَن
يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۚ وَاللَّهُ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah
datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Munafiqun:
11)
Di
akhir kata idza
di sini menunjukkan bahwa dia selalu dikenang dengan kenangan yang indah bagi
orang yang selalu menyambung hubungan tali silaturahim setelah dia meninggal
seolah-olah dia itu tidak mati. Kenangan yang indah itu bisa didapat dan
diperoleh dengan ilmu yang bermanfaat, sedekah, dan anak shalih. Di dalam kamus
Al-Mu’jam As-Shagir
karya Thabrani disebutkan dari Abi Darda’ dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bahwa barangsiapa yang menyambung hubungan tali
silaturahim baginya akan diberikan anak cucu yang shaleh yang selalu
mendoakannya setelah ia meninggal bukan artinya ditambahkan umur.
Pelajaran
dari Hadits: Bahwa dengan silaturahim akan mendatangkan kelapangan rezeki dan
dikenang dengan baik yang dengan silaturahim akan memunculkan rasa kasih sayang
dan akan dido’akan ketika meninggal.
Imam
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : "Siapa
yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan
umurnya) maka hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim".
Imam
Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
bersabda
: "Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya
(dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim." Dalam
hadits yang mulia di atas, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan
bahwa silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rizki dan bertambahnya usia.
Ini
adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh makhluk Allah yang paling benar
dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad . Maka barangsiapa
menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, yaitu silaturrahim.
Demikianlah, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu
dengan "Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim."
Artinya, dengan sebab silaturrahim.
Imam
Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik dalam kitab shahihnya dan
beliau memberi judul dengan: "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan
Banyaknya Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyambung Silaturrahim.:
Imam
Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
’alaihi wasallam
bersabda : "Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa
menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah (sebab adanya)
kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya harta dan
bertambahnya usia."
Dalam
hadits yang mulia Ini Nabi menjelaskan bahwa silaturrahim ini membuahkan tiga
hal, di antaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.
Imam
Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, beliau
bersabda : "Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan
rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah dan menyambung silaturrahim."
Dalam
hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu
’alaihi wasallam
yang
jujur dan terpercaya, menjelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi orang yang
memiliki dua sifat; bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan
salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: "Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya dan dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya."
Diriwayatkan
dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya
dan dilamakan bekas telapak kakinya (dipanjangkan umurnya), hendaknya ia
menyambung tali silaturrahmi." (Hadits Muttafaq 'alaih, Misykat).
Maksud
dilamakan bekas telapak kakinya adalah dipanjangkan umurnya. Karena semakin
banyak umur seseorang, maka semakin banyaklah jejak telapak kakinya yang
berbekas di atas bumi, dan jika ia meninggal dunia, maka jejak kakinya akan
terhapus dari bumi. Terhadap hal ini, banyak yang bertanya bahwa umur setiap
orang itu sudah di tentukan. Lalu bagaimana yang dimaksud dengan hadits ini? Di
beberapa tempat dalam Al-Qur'an disebutkan dengan jelas bahwa setiap orang
mempunyai waktu yang sudah ditentukan, tidak bisa dimajukan dan tidak bisa
diundur, karena itu sebagian ulama mengartikannya sebagai
"keberkahan" sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa rezekinya akan
dilapangkan. Waktunya sangat berkah sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh
orang lain dalam beberapa hari dapat dilakukan olehnya dalam beberapa jam saja.
Dan pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain dalam waktu berbulan-bulan dapat
diselesaikan olehnya dalam hitungan hari. Sebagian ulama mengartikan, maksud
dipanjangkan umurnya adalah dikenang kebaikannya dan dipuji, yakni orang-orang
menyebut kebaikannya hingga beberapa lama. Sebagian ulama menulis, maksudnya
adalah anak-anaknya bertambah, sehingga silsilahnya akan terus berlangsung
hingga beberapa lama setelah ia meninggal dunia. Itulah beberapa makna yang
bisa disimpulkan.
Jika
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sabdanya pasti benar telah
memberitahukan hal tersebut, maka apa saja yang beliau sabdakan tentu benar
adanya. Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat Yang Mahasuci, berkuasa
mutlak, dan telah menciptakan semua wasilah. Bagi Dia, apa susahnya menciptakan
wasilah. Dia mampu menciptakan wasilah bagi setiap benda yang Dia kehendaki,
sehingga akal orang-orang yang pandai akan merasa takjub. Karena itu, kita
tidak boleh meragukan sedikit pun tentang hal yang kita bicarakan ini.
(Mazhahirul-Haqq).
Takdir
adalah suatu kepastian. Meskipun demikian, Allah subhanahu wa ta’ala
menjadikan dunia ini sebagai darul-asbab dan Dia telah menciptakan wasilah,
baik yang dzahir ataupun yang batin untuk setiap sesuatu. Orang yang sakit
perut akan datang kepada dokter atau yang lainnya dalam satu menit, karena
mungkin akan mendapat faedah dari obat yang diberikan, dengan harapan agar
panjang umur. Padahal, umur itu sudah ditentukan. Maka tidak ada alasan untuk
tidak berusaha lebih keras memanjangkan umur dengan bersilaturrahim daripada
berobat. Silaturrahim sebagai sebab panjangnya umur itu lebih pasti
dibandingkan sebab lainnya. Inilah sabda seorang tabib yang ramuannya tidak
pernah salah, sedangkan di dalam ramuan tabib dan resep dokter itu terdapat
banyak kemungkinan untuk salah.
Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang baru saja disebutkan di
atas ditulis di dalam beberapa hadits dengan pokok pembahasan yang berbeda-beda.
Karena itu tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya. Ali radhiyallahu
‘anhu meriwayatkan dalam sebuah hadits, "Barangsiapa yang mengambil
tanggungjawab atas satu perkara, aku akan menjamin baginya empat perkara.
Barangsiapa bersilaturrahim, umurnya akan dipanjangkan, kawan-kawannya akan
cinta kepadanya, rezekinya akan dilapangkan, dan ia akan masuk ke dalam
surga." (Kanzul-'Ummal).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu
‘anhu bahwa tiga perkara berikut ini benar adanya :
1)
Barangsiapa yang dizhalimi kemudian ia memaafkan, maka kemuliaannya akan
bertambah.
2)
Barangsiapa yang meminta-minta untuk meningkatkan hartanya, maka akan berkurang
hartanya.
3)
Barangsiapa yang membuka pintu pemberian dan silaturrahim, maka hartanya akan
bertambah. (Durrul-Mantsur)
Faqih
Abu Laits rahmatullah ‘alaih berkata bahwa di dalam silaturrahim ada
sepuluh perkara yang patut di puji :
1)
Di dalamnya terdapat keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala, karena silaturrahim
adalah perintah-Nya.
2)
Menggembirakan sanak saudara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, "Amal yang paling utama adalah menyenangkan hati orang
beriman."
3)
Malaikat merasa sangat senang.
4)
Orang Islam akan memujinya.
5)
Syaitan laknatullah 'alaih akan sangat bersedih.
6)
Silaturrahim dapat memanjangkan umur.
7)
Silaturrahim menyebabkan keberkahan rezeki.
8)
Orang-orang yang telah meninggal, yakni kakek dan ayahnya, merasa senang bila
mengetahui perbuatannya itu.
9)
Dengan bersilaturrahim, hubungan antarsesama akan kuat. Jika kita menolong
seseorang dan bermurah hati terhadap seseorang, maka pada waktu kita mengalami
kesusahan dan mempunyai keperluan, ia akan menolong kita dengan sepenuh hati.
10)
Setelah mati, kita akan selalu memperoleh pahala karena siapa saja yang kita
tolong, ia akan selalu mengingat kita dan mendoakan kita.
Anas
radhiyallahu ‘anhu berkata, "Pada Hari Kiamat, ada tiga macam orang
yang berada di bawah naungan 'Arsy Ar-Rahman :
1)
Orang yang bersilaturrahim, bahkan ketika di dunia umurnya akan dipanjangkan,
rezekinya akan dilapangkan, dan kuburnya akan diluaskan.
2)
Wanita yang ditinggal mati suaminya dan ia tidak menikah karena memelihara
anak-anaknya yang masih kecil hingga menginjak dewasa, supaya tidak timbul
kesulitan dalam merawat dan memelihara mereka.
3)
Orang yang menyiapkan makanan kemudian mengundang anak-anak yatim dan
orang-orang miskin.
Hasan
radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, "Ada dua langkah yang sangat disukai oleh Allah subhanahu
wa ta’ala :
1)
Kaki yang dilangkahkan untuk menunaikan shalat fardhu.
2)
Kaki yang dilangkahkan untuk bertemu dengan sanak saudaranya.
Sebagian
ulama menulis, "Ada lima perkara, bila dikerjakan dengan istiqamah dan
teguh, orang yang mengerjakannya akan memperoleh pahala seperti gunung dan
menyebabkan luasnya rezeki.
1)
Istiqamah dalam bersedekah, sedikit atau banyak.
2)
Istiqamah dalam bersilaturrahim, baik sedikit atau banyak.
3)
Berjihad di jalan Allah subhanahu wa ta’ala.
4)
Selalu dalam keadaan wudhu.
5)
Selalu berbakti kepada kedua orangtua." (Tanbihul-Ghafilin).
Dalam
sebuah hadits disebutkan bahwa amalan yang pahalanya dan balasannya paling
cepat diperoleh adalah silaturahmi. Bahkan ada orang-orang yang berdosa, tetapi
karena senang bersilaturrahim, harta dan anak-anaknya diberkahi. (Ihya').
Dalam
sebuah hadits disebutkan bahwa dengan bersedekah, berbuat kebaikan, berbakti
kepada kedua orangtua, dan bersilaturrahim dapat mengubah seseorang dari
bernasib buruk menjadi bernasib baik, dan menjadi sebab bertambahnya umur dan
menjauhkan dari kematian yang buruk. (Kanzul-'Ummal).
Mengenai
dipanjangkannya umur dan ditambah rezekinya telah banyak disebutkan dalam
berbagai riwayat, sedangkan riwayat-riwayat yang disebutkan di atas baru
sebagian kecil. Dua perkara di atas, yakni panjangnya umur dan bertambahnya
rezeki selalu didambakan oleh manusia. Banyak orang yang berusaha keras demi
untuk memperoleh dua hal tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah menyebutkan satu cara yang mudah untuk mendapatkan keduanya, yaitu dengan
bersilaturrahim, maka kedua harapan tersebut akan tercapai. Jika kita
benar-benar yakin dengan apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, maka orang-orang yang ingin dipanjangkan umurnya dan bertambah
rezekinya hendaknya mengamalkan silaturahmi ini sebanyak-banyaknya. Orang yang
kaya hendaknya membelanjakan hartanya untuk kaum kerabatnya karena ia akan
memperoleh janji yang berupa diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya.
Hadits
3.
عَنْ
جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ إِنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ
سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ قَاطِعٌ رَحْمٍ. رواه البخاري ، ومسلم ، وأبو داود ، الترمذي .
Dari
Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam Bersabda, “Tidak
masuk surga pemutus silaturrahim.” (QS. Bukhari, Muslim, Abu Daud,
dan At-Turmuzi).
Penjelasan
:
Zubair
bin Muth’im bin ‘Adi radhiyallahu ‘anhu, beliau adalah salah seorang
sahabat yang paling mantap nasab di antara suku Quraisy dan tentunya paling
mulia dibandingkan suku Arab yang lainnya. Beliau juga menyatakan bahwasannya
ia pernah mengambil ilmu nasab (silsilah) dari Abu Bakar As-Shidiq radhiyallahu
‘anhu dan Abu Bakar adalah salah seorang yang paling mahir dalam hal nasab
di dunia Arab. Adapun ayah beliau yang bernama Muth’im pernah memberikan
perlindungan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala
baginda datang dari Tha’if dan Mut’im juga termasuk pembesar kabilah bani
Tsaqib. Zubair masuk Islam di antara tahun Hudaibiyah dan tahun Fathu Makkah.
Meninggal pada masa kekhilafahan Muawiyah. Dan ia juga salah seorang sahabat
yang lembut dan berwibawa.
Tidak
masuk surga artinya surga yang Allah sediakan bagi orang-orang shalih di
akhirat nanti.
Yang
dimaksud dengan pemutus silaturahim adalah pemutus hubungan kerabat.
Maksudnya,
ia tidak akan masuk surga pertama kali bersama para pendahulunya bagi orang
yang tidak menghalalkan pemutusan hubungan tali silaturahim. Adapun mereka yang
meyakini dibolehkannya pemutusan silaturahim tanpa sebab padahal dia tahu
keharamannya maka ia tidak berhak masuk surga selamanya dan hadits ini
jelas-jelas menyatakan hal demikian.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ
الرَّحِمُ فَقَالَ مَهْ قَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ
فَقَالَ أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ
قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَذَلِكِ لَكِ ثُمَّ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَهَلْ
عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا
أَرْحَامَكُمْ
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam bersabda, “Allah menciptakan semua makhluk hingga
setelah selesai berdirilah rahim dan Allah bertanya, ‘Apa ini?’ rahim berkata,
‘Ini adalah tempat orang yang berlindung kepadamu dari pemutus hubungan tali
silaturahim.” Allah pun berfirman, “Ya, relakah kamu jika Aku menyambung orang
yang menyambungmu dan Aku putuskan orang yang memutusmu.” Rahim pun menjawab,
“Mau, ya Rabbi.” Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
وَلَن
يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۚ وَاللَّهُ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Maka
apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad: 22).
“Mereka
Itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan
dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (HR. Bukhari: 23)
Sesungguhnya
Allah menciptakan makhluk yang dimaksud dengan kalimat ini adalah Allah
menciptakan mereka dari tidak ada menjadi ada. Diciptakannya mereka dengan
hikmah dan kekuasaan-Nya.
Yang
dimaksud hingga selesai dari penciptaan adalah sempurna dalam penciptaan.
Disini bukan berarti Allah subhanahu wa ta’ala terlalu sibuk baru
setelah itu bekerja. Maha suci Allah dari tuduhan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab sebagaimana firman Allah :
إنَّمَا
أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
“Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
“Jadilah!” maka terjadilah ia.”
Yang
dimaksud Rahim adalah kerabat.
Adapun
yang dimaksud berdiri Rahim disini bisa berarti secara hakekat aslinya Rahim
itu berdiri atau Rahim itu menyerupai jasad bisa juga berarti malaikat yang
menyatu dengan rahim sehingga Rahim itu dapat berbicara.
Ibroh
Hadits : Besarnya pahala menyambung tali silaturrahim dan besarnya sanksi bagi
yang memutuskannya
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّحِمَ شَجْنَةٌ مِنْ الرَّحْمَنِ فَقَالَ اللَّهُ مَنْ
وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam bersabda, “Sesungguhnya rahim itu berasal dari Arrahman lalu
Allah berfirman, “Siapa menyambungmu Aku menyambungnya dan barangsiapa
memutusmu Aku memutusnya.” (HR. Bukhari).
Syijnatun
(di kasroh kan huruf Syin disukunkan huruf Jim) secara bahasa Syijnah berarti
akar pohon yang saling melilit sementara yang dimaksudkan Syijnah dalam hadits
ini adalah kerabat yang saling merekat kuat laksana akar yang melilit ke
ranting.
Makna
secara keseluruhan bahwa rahim itu adalah merupakan pengaruh rahmat Allah yang
melekat kuat dengan kerahimannya. Adapun orang yang memutuskan hubungan
silaturahim berarti dia memutuskan hubungan untuk dirinya dari rahmat Allah
Kata
Rahman terambil dari kata Rahim sebagai mana Hadits Qudsi. Bersabda Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam, “Saya adalah Rahman Aku ciptakan Rahim dan darinya Aku
bentuk nama-Ku untuk-Ku.”
Perkataan
Allah, “Barangsiapa yang menyambung hubungan silaturrahim maka Aku akan
menyambungkannya dan barangsiapa yang memutuskan hubungan silaturahim maka Aku
memutuskannya.” Menurut Qurtubi ada dua macam rahim :
Rahim
secara umum mencakup makna saling cinta, saling kasih sayang dan berlaku adil.
Rahim
secara khusus mencakup memberikan nafkah kepada kerabat, memperhatikan keadaan
mereka, pura-pura tidak tahu dengan aib mereka.
Ibroh
: Agungnya sebutan nama Rahman dan berpahalalah orang yang menjalankan hubungan
silaturrahim serta akan diberi sanksi bagi pemutus hubungan silaturrahim
عَنْ
عَمْرَو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
جِهَارًا غَيْرَ سِرٍّ يَقُولُ إِنَّ آلَ أَبِي فُلاَنٍ لَيْسُوا بِأَوْلِيَائِي
إِنَّمَا وَلِيِّيَ اللَّهُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنْ لَهُمْ رَحِمٌ
أَبُلُّهَا بِبَلَاهَا
Dari
Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu berkata aku mendengan Nabi shallallahu
’alaihi wasallam bersabda dengan terus terang tanpa dirahasiakan, “Sesungguhnya
keluarga Abi Fulan bukanlah wali-waliku dan Allah adalah Waliku serta
orang-orang sholeh dari kaum mukminin. Akan tetapi mereka kerabat yang aku
menyambung silaturrahim dengan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari
Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu (penakluk Mesir) aku mendengar Nabi shallallahu
’alaihi wasallam bersabda dengan terus terang yang ditujukan pada obyek
(orang tertentu). Artinya Obyek itu mendengar dengan jelas atau bisa berarti
sabda nabi dengan terus terang itu bermakna langsung menohok pada pelakunya.
Adapun
kata tidak rahasia (ghoiru sir) berarti sebagai penegasan hilangnya keraguan
dan bahwasannya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dalam satu
pertemuan menyampaikan dengan terus terang di satu tempat dan menyembunyikannya
di tempat yang lain. Pendapat yang lain manyatakan Nabi saw. tidak
menyembunyikannya bahkan menyampaikannya dengan terus terang dan
menyebarkannya. Pendapat Imam Nawawi mengomentari hal ini bisa jadi takutnya ia
menyebut nama karena dikhawatirkan akan merusak dirinya atau orang lain atau
dirinya dan orang lain bersamaan.
Mereka
bukanlah penolongku dan juga bukan kekasihku tetapi yang jadi penolongku dan
aku berwala’ kepadanya segala urusan hanya kepada Allah dan orang-orang sholeh.
Waliy (di
shiddahkan huruf ya).
Akan
tetapi mereka : yang dimaksud mereka disini adalah keluarga Abu Fulan.
Abulluha
difathahkan huruf hamzah dan didhomahkan huruf lam dengan shiddah.
Didalam
kamus Mukhtar balahu berarti menyambung, didalam hadits Rasulullah ada
satu ungkapan ballu yang berarti sambungkanlah tali silaturahim kalian walaupun
hanya dengan ucapan salam.
Hadits
ini memiliki banyak sanad (silsilah) yang saling menguatkan.
Bibillaliha
dalam kamus Misbah artinya adalah aku basahkan dengan air maka basahlah ia,
kata plural dari balal adalah bal seperti syiham dari syahmun.
Pendapat
yang lain mengatakan kata bilal berarti segala sesuatu yang membasahi
tenggorokan baik basah karena air atau karena susu.
Dianalogikan
rohim itu dengan tanah apabila tanah itu basah dengan sebasah-basahnya maka
tanah itu akan menumbuhkan bunga yang terus berkembang dan berbuah hingga
kelihatan buahnya yang nampak hijau dan lezat tetapi apabila tanah itu
ditinggalkan tanpa disirami dengan air maka otomatis tanah itu akan kering.
Begitu juga dengan Rahim apabila rahim disiram terus dengan hubungan
silaturahim maka otaomatis dia akan berbuah kecintaan dan kesucian dan apabila
sebaliknya maka dia tidak akan berbuah kecuali akan menghasilkan permusuhan dan
kebencian.
Dalam
kitab Miskat mengomentari hadits ini : bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam tidak menolong seorang pun yang dekat dengannya tapi yang ditolong
hanya orang yang punya hak dan kewajiban serta orang-orang sholeh. Aku, kata
Rasulullah akan menolong orang yang menolongku baik dengan keimanan atau pun
dengan ketakwaan. Apakah ia keluarga dekatku atau bukan, walaupun aku tetap
menjaga hak mereka.
عن عبد
الله بن عمرو بن العاص ـ رضي الله عنهما ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال :
” ليس الواصل بالمكافئ ، ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمه وصلها “رواه أحمد ،
والبخاري . وأبو داود ، الترمذي ، والنسائي .
Dari
Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad shallallahu
’alaihi wasallam yang bersabda: “Bukanlah
orang yang menyambung (silaturrahim) itu adalah orang yang membalas (kebaikan
orang lain), akan tetapi penyambung itu adalah orang yang jika ada yang
memutuskan hubungan ia menyambungnya.” (HR. Ahmad, Al Bukhariy, Abu
Daud, At Tirmidziy dan An Nasa’iy).
عن حكيم بن
حزام ـ رضي الله عنه ـ قال : يا رسول الله ، أرأيت أموراً كنت أتحنث بها في
الجاهلية : من صلةٍ ، وعتاقةٍ وصدقةٍ هل لي فيها من أجر ؟ قال حكيم : قال رسول
الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ ” أسلمت على ما سلف من خير ” رواه البخاري
Dari
Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, bertanya: “Ya Rasulallah, Bagaimana
menurut Engkau tentang beberapa hal yang pernah aku lakukan di masa jahiliyah;
seperti: silaturrahim, memerdekakan budak, dan bersedekah, apakah aku
mendapatkan pahalanya? Hakim berkata: Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam
bersabda: Kamu masuk Islam atas berkat kebaikan yang telah dahulu kamu
kerjakan.” (HR Al-Bukhariy).
Ibnu
Abbas radhiyallahu ’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam bersabda,
بَلُوْا
أَرحَامَكُمْ وَلَوْ بِالسَّلاَمِ
“Sambunglah
keluargamu meskipun dengan salam.” [QS. Al Bazzar, Ath Thabrani dan Al
Baihaqi. Berkata Al Munawi dalam Faidhul Qadir, “Berkata Al-Bukhari,’Semua
jalannya dha’if, akan tetapi saling menguatkan (3/207)’.”
Dalam
hadits dikatakan :
الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ
“Muslim
itu saudara bagi muslim yang lain” (HR. Bukhari no 6951 dan Muslim no
6743 dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah bersilaturrahim.” (Mutafaqun
‘alaihi).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّحِمُ
مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ
قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
“Ar-rahim
itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah
akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus
hubungan dengannya”. [Muttafaqun
'alaihi].
Beliau
juga bersabda:
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang
siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah
ia menyambung tali silaturahmi” [Muttafaqun 'alaihi].
Beliau
juga bersabda:
لَا
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidaklah
masuk surga orang yang suka memutus (tali silaturrahim)”. [Mutafaqun
'alaihi].
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ
الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ
وَصَلَهَا
“Orang
yang (–benar-benar–) menyambung silaturrahim itu, bukanlah yang menyambung
hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang (–benar-benar–) menyambung
silaturrahim ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah
terputus”. [Muttafaqun
'alaihi].
Telah
datang seorang lelaki kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
berkata: “Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan
dengan mereka, akan tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka,
akan tetapi mereka berbuat buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka,
akan tetapi mereka kasar terhadapku,”
Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَئِنْ
كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ
اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Apabila
engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan
Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu selama engkau berbuat demikan.” [Muttafaq
'alaihi].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar