Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari
‘Amir al-Aqli radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Aku bertanya,
‘Wahai Rasulullah, di manakah Rabb kita berada
sebelum Dia menciptakan langit dan bumi?’ Beliau
menjawab, ‘Sebelum menciptakan langit dan bumi, Dia berada di ghamaam (awan), yang di atas dan
di bawahnya ada hawaa (udara); kemudian Dia menciptakan ‘Arasy-Nya di atas
air.’” Sebagian ulama mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan ghamaam adalah kabut.
Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang
diciptakan oleh Allah sebelum Dia menciptakan ‘Arasy-Nya. At-Tirmidzi
meriwayatkan dari ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, ‘Yang pertama kali diciptakan
oleh Allah adalah qalam yang berasal dari cahaya.’ Menurut sebuah pendapat,
qalam berasal dari permata putih yang panjangnya hampir sama antara langit dan
bumi. ‘Kemudian Dia menciptakan Lauh Mahfuzh (Lembaran yang Terjaga) dari
mutiara putih yang berasal dari yaqut (batu mulia) merah, yang panjangnya
antara langit dan bumi, sedangkan lebarnya antara barat dan timur.’”
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, ‘Allah memiliki lauh (lembaran)
yang salah satu permukaannya terbuat dari yaqut merah dan permukaan lainnya dari
zamrud hijau, sedangkan qalam-nya berasal dari cahaya.’”
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sebelum
Allah menciptakan makhluk, Dia telah menciptakan qalam. Dia berada di atas
‘Arasy; kemudian Dia melihat qalam dengan penglihatan haibah (kebesaran)
sehingga qalam itu terbelah dan meneteskan tinta.” Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menambahkan
bahwa qalam itu terbelah dan dari belahan itulah keluar tinta hingga hari
kiamat.
Sa’id bin Manshur mengabarkan bahwa yang
pertama kali dituliskan oleh qalam adalah, “Aku adalah Yang Maha Menerima
tobat. Aku akan menerima tobat orang yang bertobat.” Sementara Ibnu Abi
Hatim meriwayatkan bahwa yang pertama kali dituliskan oleh qalam adalah, “Sesungguhnya
rahmat-Ku melampaui kemarahan-Ku.” Masih banyak lagi pendapat-pendapat yang
meriwayatkan tentang hal ini, dan yang paling shahih adalah yang dikemukakan
oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, yaitu pada saat itu qalam menuliskan apa
yang bakal terjadi hingga Hari Kiamat dan tentang ketentuan baik, jelek,
bahagia, dan celaka. Itulah firman Allah :
...وَكُلَّ
شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُّبِينٍ
“...Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab
Induk yang nyata.” (QS Yaasiin [36]:
12), yakni di dalam Lauh Mahfuzh.
‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Allah
telah mencatat takdir-takdir (menetapkan ketentuan) bagi makhluknya 50.000 tahun
sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.’”
Hadits tersebut menunjukkan bahwa qalam diciptakan lebih dahulu daripada
‘Arasy. ‘Arasy merupakan ciptaan yang paling awal. Setelah itu, barulah
diciptakan Lauh Mahfuzh.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya
Allah memiliki lauh yang berasal dari mutiara putih. Dia suka melihatnya 360
kali dalam sehari semalam. Dalam setiap kali lihatan, Dia mencipta, memberi
rezeki, mematikan, menghidupkan, mencabut kerajaan, memberikan kerajaan, dan
mengerjakan apa pun sekehendak-Nya.”
Demikianlah Allah berfirman :
... أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ...
“...Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta
alam...” (QS Al-A’raaf [7]: 54).
Dan firman Allah :
... وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَىٰ وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِ ۚ وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلَا يُنقَصُ مِنْ
عُمُرِهِ إِلَّا فِي كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى
اللَّهِ يَسِيرٌ
“...Dan tidak ada
seorang perempuan pun mengandung dan tidak
(pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan
umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan
(sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu
bagi Allah adalah mudah.” (QS. Faathir [35]: 11)
Ibnu Abi Hatim di dalam tafsirnya
meriwayatkan bahwa “Allah telah menciptakan ‘Arasy-Nya dari
cahaya-Nya, Kursi-Nya menempel pada ‘Arasy itu. Di sekitar ‘Arasy terdapat 4
buah sungai, yakni sungai cahaya yang berkilauan, sungai api yang
menyala-nyala, sungai salju yang putih, dan sungai air. Di sungai-sungai
tersebut terdapat malaikat-malaikat yang bertasbih.”
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan bahwa “Allah menciptakan
‘Arasy dari zamrud hijau. ‘Arasy ini memiliki 4 penyangga yang berasal dari
yakut merah. Antara satu penyangga dengan penyangga lainnya berjarak 80.000
tahun lama perjalanan dan luasnya pun seperti itu. ‘Arasy itu bagaikan tempat
tidur. Penyangga-penyangganya dipikul oleh 8 malaikat. Dan kalau diibaratkan,
‘Arasy itu seperti kubah bagi malaikat dan bagi alam semesta.”
Masih diriwayatkan dari Ibn Abi Hatim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Sesungguhnya ‘Arasy sebelumnya berada di atas air. Setelah Allah
menciptakan langit (yang tujuh), ‘Arasy itu ditempatkan di langit yang ke
tujuh. Dia jadikan awan sebagai saringan untuk hujan. Apabila tidak dijadikan
seperti itu, tentu bumi akan tenggelam terendam air.”
Ada yang mengatakan bahwa ketinggian awan
dari permukaan langit adalah 12 mil. ‘Ikrimah mengatakan, “Sesungguhnya
Allah menurunkan tetesan hujan dari langit sebesar unta. Seandainya tidak ada
awan dan angin yang memecah-mecahkannya, tentu tanaman-tanaman dan binatang
yang terkena hujan itu akan rusak.”
Allah berfirman :
وَهُوَ الَّذِي
يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۖ
حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ
فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ ۚ كَذَٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ
“Dan Dialah yang
meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya
(hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke
suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami
keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang
yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS Al-A’raaf
[7]: 57).”
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan
dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu
diceritakan bahwa dia mengatakan, “Sesungguhnya di bawah
‘Arasy terdapat laut. Di laut itu ada ikan-ikan bersayap yang dipakainya untuk
terbang ke bumi. Matahari membakar sayapnya sehingga ia jatuh ke awan. Kemudian
awan melemparkannya ke laut tersebut. Di sanalah ia tumbuh dan membesar.”
Allah berfirman :
إِنَّ رَبَّكُمُ
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ
اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ...
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas Arasy...” (QS Al-A’raaf [7]: 54).
Para ulama berbeda paham tentang ukuran hari
yang terdapat dalam firman-Nya “dalam enam masa atau hari”—apakah hari
itu termasuk hari menurut waktu dunia atau hari menurut waktu akhirat. Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhu, Mujahid, adh-Dhahhak, dan beberapa ulama
yang lainnya berpendapat bahwa hari tersebut adalah hari menurut waktu dunia.
Sementara Ka’ab al-Ahbar dan Ibnu Jarir berpendapat hari-hari tersebut menurut
waktu akhirat yang ukuran setiap harinya sama dengan 1.000 tahun hari
dunia.
Pendapat yang paling
shahih adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu,
Mujahid, dan adh-Dhahhak.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Tatkala
Allah berkehendak menciptakan bumi, Dia menyuruh semua angin untuk bergejolak.
Angin-angin itu bergejolak sehingga air pun bergejolak dan timbul gelombang
yang satu sama lain saling berbenturan. Angin terus-menerus menerpa air
sehingga air tersebut berbuih. Buih-buih itu bergulung sehingga dari gulungan
tersebut jadilah karang putih. Karang putih itu kemudian membukit seperti bukit
yang besar. Air menjadi berkurang dan buih kian membesar dengan kekuasaan Allah
sampai besaran yang tak terhingga dan sekitarnya dikelilingi dengan air; lalu
jadilah bumi seperti bola yang ada di dalam air.”
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Tatkala
Allah menciptakan bumi, asalnya adalah satu lapis; kemudian Dia
memisah-misahkan lapisan tersebut hingga tujuh, seperti yang Dia lakukan
terhadap langit. Dia membuat jarak antara lapisan yang satu dengan lapisan yang
lainnya sejauh jarak yang bisa ditempuh selama 500 tahun” Itulah firman
Allah :
أَوَلَمْ يَرَ
الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ
شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?.” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 30).”
Wahab bin Munabbih juga mengatakan,
“Setelah Allah memisah-misahkan lapisan bumi sampai tujuh, maka nama lapisan
yang pertama adalah Adim (yang terlihat dari permukaan), lapisan yang kedua
adalah Basith (yang menghampar), lapisan yang ketiga adalah Tsaqil (yang
berat), lapisan keempat adalah Batih (yang melebar), lapisan yang kelima adalah
Hayin, lapisan keenam adalah Masikah (yang mengunci), dan lapisan yang ketujuh
adalah Tsara (tanah yang basah/liat). Dalam sebagian riwayat yang lain, nama
lapisan-lapisan tersebut berbeda-beda.”
Ats-Tsalabi mengatakan, “Bumi lapisan yang
kedua mengeluarkan angin dan penduduknya adalah umat yang bernama Thamas yang
makanan mereka adalah daging mereka sendiri, dan minumannya adalah darah mereka
sendiri. Bumi lapisan ketiga penduduknya adalah umat yang wajah mereka seperti
wajah manusia, bibir mereka seperti bibir anjing, tangan mereka seperti tangan
manusia, kaki mereka seperti kaki sapi, telinga mereka seperti telinga sapi,
dan di sekujur tubuh mereka ada bulu seperti bulu domba. Bulu tersebut adalah
pakaian mereka. Konon, siang di kita (manusia) adalah malamnya mereka dan malam
di mereka adalah siang di kita.”
Bumi lapisan keempat penduduknya adalah umat
yang bernama Halham yang tidak mempunyai mata dan kaki, tetapi mereka mempunyai
sayap seperti sayap burung. Bumi lapisan kelima ditempati oleh umat yang
bernama Khasyan. Rupa mereka seperti baghal (peranakan keledai/turunan kuda jantan
dengan keledai betina). Mereka berbuntut panjang, setiap buntutnya mencapai 300
siku. Di lapisan bumi ini terdapat banyak ular yang sangat panjang dan
mempunyai punuk seperti unta.
Bumi lapisan keenam ditempati oleh umat yang
bernama Hatsum yang berbadan hitam dan mempunyai cakar seperti cakar binatang
buas. Konon, umat ini dikuasakan oleh Allah kepada Ya’juj dan Ma’juj ketika
mereka menyerbu manusia dan menghancurkan mereka. Dan di bumi lapisan ketujuh
ada tempat tinggal Iblis yang terlaknat dan bala tentaranya, yaitu setan yang
suka mendorong pada kejahatan.”
Ka’b al-Ahbar mengatakan, “Allah
menciptakan 80.000 umat. Setengahnya disimpan di laut dan setengahnya lagi
disimpan di darat. Bentuk mereka bermacam-macam.”Dalam salah satu hadits dari Rasulullah
saw diriwayatkan bahwasanya beliau bersabda, “Allah menciptakan kawasan
berwarna putih seperti perak. Ukurannya 30 kali lipat ukuran dunia. Di sana,
tinggal berbagai umat yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah sedetik
pun.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah,
apakah mereka termasuk keturunan Adam?” Beliau menjawab, “Tidak ada yang
mengetahui mereka kecuali Allah. Dan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang
Adam.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana dengan Iblis terhadap
mereka?” Beliau menjawab, “Mereka tidak mengetahui Iblis.” Kemudian
beliau membacakan firman Allah :
... وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“...Dan Allah
menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS An-Nahl [16]: 8).
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya di sekeliling dunia ada yang gelap dan
di balik yang gelap itu terdapat gunung-gunung yang kukuh.” Dia meriwayatkan bahwa setelah Allah
menciptakan bumi maka bumi itu berada di angkasa. Kemudian angin
menggerakkannya sehingga bumi itu terpontang-panting dan berguncang. Lalu bumi
mengadukan hal tersebut kepada Tuhannya. Ia berkata, “Wahai Tuhanku,
kekuatanku telah melemah dan angin menganggapku ringan serta menggerakkanku.” Allah
menyerunya, “Aku akan membantumu dengan gunung.” Maka, setelah itu bumi
tidak berguncang lagi.
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Gunung
diciptakan dari gelombang lautan.” Allah berfirman :
وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَٰلِكَ
دَحَاهَا أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا
وَالْجِبَالَ
أَرْسَاهَا
“Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Dia
memancarkan darinya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan
gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh.” (QS An-Naazi’aat
[79]: 30-32). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah menciptakan langit jauh beberapa
lama sebelum menciptakan bumi.”
Ats-Tsa’labi mengatakan, “Setelah Allah
menciptakan bumi, Dia mengutus seorang malaikat yang berasal dari bawah ‘Arasy.
Malaikat itu muncul dari dasar bumi, ia mengeluarkan salah satu tangannya dari
arah timur dan tangan yang lainnya dari arah barat, kemudian dia berpegangan
pada ujung bumi karena kakinya tidak memiliki tempat berpijak. Maka, Allah
menurunkan seekor banteng dari surga, namanya Nun, yang mempunyai 40.000 tanduk
dan 40.000 penyangga. Dari satu tanduk ke tanduk yang berikutnya kalau ditempuh
dengan jarak perjalanan memakan waktu sekitar 500 tahun. Oleh karena itu, kaki
malaikat tersebut bisa berpijak dengan seimbang pada banteng itu.
Akan tetapi, kaki-kaki banteng itu tidak
memiliki tempat untuk berpijak. Maka, Allah menurunkan yakut hijau yang berasal
dari surga yang telah dikeraskan selama 500 tahun. Oleh karena itu, kaki-kaki
banteng itu bisa berpijak dengan seimbang di atas yakut hijau tersebut. Kemudian
Allah menciptakan shakhrah (batu) setebal langit dan bumi. Itulah batu yang
dikatakan oleh Luqman kepada anaknya :
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا
إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي
السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ
إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
‘(Luqman berkata):
"Hai anakku, Sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.’ (QS Luqman [31]:
16).
Nama batu tersebut adalah Shaikhur.
Diriwayatkan bahwa di dalam batu ini terdapat 9.000 lubang. Di dalam setiap
lubang tersebut ada lautan yang luasnya hanya diketahui oleh Allah. Yakut hijau
itu bertempat di atasnya (batu). Tatkala batu itu tidak memiliki tempat untuk
menetap, untuknya Allah menurunkan seekor ikan yang sangat besar dari laut
ketujuh yang berada di bawah ‘Arasy. Ikan tersebut bernama Bahmut. Menurut
riwayat lain, Balhut. Batu itu bertempat di atas pundak ikan tersebut.
Menurut sebuah riwayat, siapa pun tidak akan
mampu melihat ikan tersebut karena kilatan yang timbul dari matanya. Seandainya
semua lautan dunia diletakkan di salah satu dari dua lubang hidungnya, maka lautan
tersebut layaknya biji sawi yang ada di lapangan yang luas.
Ikan tersebut menetap di atas air. Ia diam di
tempatnya dan tidak bergerak-gerak. Ia berkata, ‘Ya Allah, segala puji
bagi-Mu. Karena-Mu aku kuat, dengan pertolongan-Mu aku berkemampuan. Seandainya
tidak ada pertolongan-Mu, tentu aku tidak mempunyai kekuatan untuk memikul
beban yang telah Engkau berikan kepadaku. Maka izinkanlah aku, wahai Tuhanku,
untuk bersujud sebagai ungkapan rasa syukurku kepada-Mu atas semua itu.’
Allah mengizinkannya untuk bersujud. Maka,
ikan itu membenamkan kepalanya ke dalam air hingga tidak kelihatan, kemudian ia
memunculkannya dari dalam air. Ikan itu terus-menerus bersujud setiap hari
hingga Hari Kiamat. Selanjutnya di dasar air tersebut Allah membuat udara. Di bawah
udara itu ada kegelapan dan mulai dari sana pengetahuan makhluk terputus.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Allah
mempercayakan ikan tersebut kepada para malaikat. Mereka mendatanginya setiap
hari dengan membawa makanan untuknya sebanyak yang membuatnya kenyang. Mereka
datang kepadanya dari laut yang bergelombang dengan membawa seribu ikan. Setiap
ikan panjangnya seukuran menempuh perjalanan satu hari satu malam. Adapun
benteng oleh Allah dipercayakan kepada malaikat yang membawa makanannya setiap
hari 1000 pepohonan dari kebun-kebun qudrah (kekuasaan Allah). Setiap pohon
panjangnya seukuran dengan menempuh perjalanan sehari semalam. Mahasuci Zat
Yang Maha kuasa atas segala sesuatu.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Iblis
terlaknat senantiasa membenam ke bumi lapisan ketujuh hingga sampai kepada ikan
yang bernama Bahmut itu. Dia datang kepadanya dan berkata, ‘Hai Bahmut,
sesungguhnya banteng berkata kepadamu bahwa ia adalah yang memikul batu yang di
atasnya ada bumi yang berlapis-lapis, sedangkan engkau tidak memikul beban yang
sebanding dengan beban yang dipikulnya. Seandainya engkau dibebani untuk
memikulnya, tentu engkau tidak akan kuat walaupun engkau adalah yang memikulnya
dan memikul batu itu. Padahal seandainya banteng dibebankan untuk memikulnya
tentu dia tidak akan kuat.’
Maka, ikan (Bahmut) tersebut merasa takjub
terhadap dirinya dan kekuatannya. Si Iblis terkutuk menyangka bahwa dia telah
berhasil menggoda si ikan sehingga dia akan merusak apa yang ada di atasnya.
Memang sang ikan kemudian berguncang-guncang di bawah kaki-kaki banteng, tetapi
kemudian Allah mengutus satu binatang kecil berukuran sebesar negngat yang
bernama Amah untuk menguasainya. Allah menempatkan binatang tersebut di antara
dua mata ikan. Binatang tersebut membuat lubang yang menuju ke arah otak ikan
hingga sampai ke tulang otaknya. Oleh karena itu, ikan itu takluk dan diam di
tempatnya, tidak bergerak dan diam merasakan kepedihan yang ditimbulkan oleh si
binatang kecil.
Melihat itu, si Iblis terkutuk datang kepada
banteng, kemudian dia menggodanya, sebagaimana dia telah menggoda ikan. Karena
tergoda, banteng itu berguncang-guncang, seperti ikan. Maka, kepada banteng
tersebut, Allah menguasakan seekor binatang kecil dan menempatkannya di lubang
hidungnya. Oleh karena itu, banteng tersebut takluk dan diam, seperti ikan.
Tipu muslihat untuk menimbulkan kerusakan yang direncanakan oleh si Iblis
terkutuk tidak berhasil.” Demikian
diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi.
Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah menciptakan bumi pada hari
Sabtu, menciptakan gunung pada hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari
Senin, menciptakan krom (elemen logam) pada hari Selasa, menciptakan gelap dan
cahaya pada hari Rabu, menciptakan binatang pada hari Kamis, menciptakan Adam
as pada hari Jumat.”
Para ulama berbeda pendapat tentang hari
pertama Allah menciptakan para makhluk. Dalam hal ini ada tiga pendapat yang
berbeda. Menurut Ibn Ishaq, hari Sabtu. Menurut Ka’ab al-Ahbar, hari Ahad,
sementara menurut Ahli Injil, hari Senin. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
sendiri mengatakan, “Pada hari Jumat, Allah menciptakan matahari, bulan,
bintang, dan para malaikat hingga lewat tiga jam (masa) dari hari Jumat. Dia
menciptakan Adam as di akhir hari Jumat dan menurunkannya dari surga menjelang
matahari terbenam di hari Jumat.”
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Hari
tersebut disebut hari Jumat karena tanah cikal bakal Adam as dikumpulkan pada
hari tersebut. Oleh karena itu, disebut Jumat.”
Hudzaifah al-Yamani radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Diriwayatkan dalam salah satu kabar bahwa jarak dunia kalau ditempuh dengan
perjalanan adalah sejauh menempuh perjalanan 500 tahun: jarak 300 tahun adalah
lautan dan gunung, 100 tahun adalah wilayah kehidupan, dan 100 tahun yang
lainnya adalah lahan kosong.”
Sebagian ulama astronomi berpendapat bahwa
jihah (arah) itu ada enam. Pertama, timur, yaitu tempat terbitnya matahari,
bulan, dan bintang. Kedua, barat, yaitu tempat terbenam. Ketiga, selatan, yaitu
tempat beredarnya bintang Capricornus. Di sana itu sangat dingin. Keempat,
utara, yaitu tempat beredarnya bintang Canopus. Kelima, bawah, yaitu yang
mendekati pusat bumi. Dan keenam adalah atas, yaitu yang mendekati falak.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Setelah
Allah menyempurnakan penciptaan langit dan bumi dengan sifatnya yang telah
diceritakan dalam pembahasan terdahulu, gunung-gunung telah ditancapkan, angin
telah dilepaskan, di bumi telah ada binatang-binatang liar dan bermacam-macam
burung, maka buah-buahan mengering dan berjatuhan ke bumi dan di bumi tumbuh
rerumputan yang satu sama lain saling tumpang tindih. Pada saat itu, bumi
mengadukan persoalan tersebut kepada Tuhannya. Atas pengaduan itu, Allah
menciptakan umat yang beraneka ragam dan berlainan jenis, yang diberi nama Jin.”
Mereka diciptakan oleh Allah dari api, angin, kilat, dan
awan. Mereka memiliki jiwa dan aktivitas. Lalu mereka bertebaran seperti debu
halus karena jumlah mereka yang sangat banyak. Tanah datar, pegunungan, dan
berbagai pelosok dunia telah dipenuhi oleh mereka. Mereka menempati permukaan
bumi dalam jangka waktu yang dikehendaki oleh Allah. Di antara mereka ada yang
putih, hitam, merah, kuning, bercak-bercak, totol-totol, tuli, buta, menawan,
jelek, kuat, lemah, perempuan, dan laki-laki. Satu sama lain kawin dan
melahirkan keturunan. Mereka disebut Jin karena mereka samar, tidak kelihatan.
Setelah mereka menyesaki bumi dan dunia kian
menyempit karena mereka terus bertambah, bertambah pula bencana karena mereka,
maka Allah mengirimkan angin topan kepada mereka. Angin tersebut membinasakan
mereka. Hanya sedikit dari mereka yang tersisa. Mereka adalah yang pertama kali
membuat rumah, membelah batu, memburu burung, dan binatang liar. Semua itu
terus-menerus mereka lakukan dalam waktu yang lama. Kemudian satu sama lain di
antara mereka saling berlaku aniaya: akibatnya, mereka saling berperang. Akan
tetapi, perangnya bukan menggunakan senjata. Sebagian di antara mereka
melenyapkan sebagian yang lain dengan memblokade rumah-rumah sehingga mereka
yang terkepung binasa karena lapar dan haus.
Setelah tindakan perusakan yang dilakukan
mereka kian memuncak, maka Allah mengirimkan umat yang berasal dari laut kepada
mereka yang jasad-jasadnya lebih besar daripada mereka dan bentuknya lebih menakjubkan,
yang disebut dengan Bin. Umat tersebut menyerbu mereka sehingga kaum Jin
binasa, tidak satu pun yang tersisa.
Jin tinggal di bumi kurang lebih 500 tahun.
Setelah itu, bumi dikuasai oleh Bin. Mereka menikah satu sama lain, melahirkan
keturunan dan berkembang biak semakin banyak sehingga bumi kian penuh. Sebagian
di antara mereka suka membenam ke bumi lapis ketujuh dan menetap di sana untuk
beberapa hari. Bagi mereka tidak ada tempat yang terhalang. Mereka adalah yang pertama
kali menggali sumur, membuat sungai, dan mengalirkan air dari sumber-sumbernya
dan dari laut. Mereka adalah yang pertama kali membuat mesin/roda, membangun
jembatan di atas air, menangkapi ikan di lautan, dan memburu binatang-binatang
liar di wilayah yang tidak berpenduduk.
Oleh karena itu, semua binatang, baik di
daratan maupun di lautan, mengadukan urusan tersebut kepada Allah dan kerusakan
yang disebabkan oleh mereka kian bertambah. Maka, Allah menciptakan Jan.”
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Allah menciptakan Jan dari nyala api…” Beliau juga mengatakan bahwa Jan adalah
golongan Jin laki-laki. Mereka memiliki jenis yang beraneka ragam. Di antara
mereka ada yang disebut dengan Nahabir; ada juga yang disebut Nahamir. Umat ini
layaknya seperti manusia, suka makan, minum, dan berketurunan. Di antara mereka
ada yang Mu’min dan ada juga yang kafir. Dan nenek moyang mereka adalah Iblis
yang dikutuk oleh Allah.
Diriwayatkan bahwa Allah menjadikan malaikat
sebagai penghuni langit dan menjadikan Jan sebagai penghuni bumi. Setelah
binatang liar dan burung mengadukan perbuatan Jin dan Bin, Allah menciptakan
Jan, sebagaimana telah diceritakan. Setelah Allah menciptakan Jan, maka Dia
menempatkan mereka di bumi. Setelah tinggal di bumi, mereka berperang dengan
Bin. Jan terlalu kuat bagi Bin hingga mereka mampu menghancurkan Bin sampai
tidak ada satu pun yang tersisa. Tinggallah Jan di bumi. Mereka menikah satu
sama lain dan melahirkan keturunan sampai bumi ini penuh.
Selanjutnya, di antara mereka timbul
kedengkian dan aniaya. Di antara mereka banyak terjadi pertumpahan darah.
Sebagian dari mereka mengganggu sebagian lainnya. Atas kejadian ini, bumi
mengadu kepada Tuhannya. Maka, ketika itu, kepada mereka Allah mengutus bala
tentara malaikat. Dalam rombongan tersebut ada Iblis yang dahulunya bernama
‘Azazil. Dahulunya dia merupakan ketua malaikat. Dia bersama rombongannya
mengusir Jan dari bumi. Akibatnya mereka mengungsi ke gunung-gunung dan tinggal
di sana dan Iblis merampas bumi dari mereka.
Pada awalnya, si Iblis ini menyembah kepada
Allah, baik di bumi maupun di langit. Akan tetapi, kemudian dia ujub dengan
dirinya dan dia terasuki ketakaburan (merasa besar). Dalam keadaan demikian,
Allah melihat apa yang ada di dalam hatinya, maka Zat Yang Mahaagung berfirman:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ
قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ
نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ
إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30).
Pernyataan para malaikat, “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah…”, maksudnya seperti makhluk-makhluk yang
diceritakan terdahulu, yaitu Jin dan Bin. Sebab, mereka telah melakukan
kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah.
(Sumber: Syeikh Muhammad
bin Ahmad bin Iyas, “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman”
(diterjemahkan oleh Abdul Halim), Bandung: Pustaka Hidayah, Cet. I, Oktober 2002, hal. 13-72)
Profile Penulis
Bada’i az-Zuhur fi Waqa’i ad-Duhur
Adalah Ibn Iyas sejarawan asal Mesir dan
merupakan salah satu murid Jalaluddin as-Suyuthi. Nama lengkapnya ialah Abu
al-Barakat Muhammad bin Ahmad bin Iyas, lahir di Kairo pada tahun 852 H / 1448
M dan meninggal pada tahun 930 H / 1524 M. Ia semasa dengan Ibn Taghri Baridi,
penulis kitab an-Nujum az-Zahirah yang sangat terkenal itu.
Di antara karyanya adalah kitab Bada’i
az-Zuhur fi Waqa’i ad-Duhur, yaitu sebuah kitab yang berisi tentang pelbagai
kejadian dan kisah para nabi terdahulu. Dalam pengantarnya, Ibn Iyas
mengatakan: “…maka saya menulis tentang kejadian dan kisah hidup para nabi
ini, dan memilih kisah-kisah yang paling mengesankan…..”. Pilihan untuk
memilih kejadian dan kisah perjalan para nabi terdahulu tersebut bukan tanpa
alasan. Lantas, apa alasan yang melatarbelakanginya? Jawabnya adalah sebagai
pelajaran bagi orang-orang yang berakal. [H. 2].
Di samping itu juga tidak mungkin semua
kejadian dan kisah-kisah para nabi dipelajari semuanya. Sebagaimana dikatakan: “Tak
ada seorang pun yang mampu menguasi seluruh ilmu, meski ia mempelajarinya
selama seribu tahun. Sebab, ilmu itu laksana lautan yang bergelombang,
karenanya ambil segala sesuatu yang bisa membuat kebaikan”. [H. 2].
Dalam kitab tersebut, Ibn Iyas memulai dengan
menyebut tentang kejadian permulaan makhluk. Ia mengutip sebuah riwayat Imam
Ahmad bin Hanbal yang terdapt di dalam Musnad-nya dari Amir al-‘Uqaili radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Di mana Tuhan kami sebelum menciptakan
langit dan bumi? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pun menjawab: ‘Ia berada di awan (ghamam) yang di atas dan bawahnya adalah
udara (hawa`), kemudian Ia menciptakan ‘arsy di atas air” [H. 2-3].
Selanjutnya pada halaman-halamana berikutnya,
Ibn Iyas menyuguhkan tentang riwayat-riwayat tentang salju dan es. Seperti
riwayat Ibn Abbas yang mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan
di langit gunung-gunung yang terbuat dari salju dan es sebagamana Allah subhanahu wa ta’ala
menciptakan di bumi gunung-gunung dari batu. Riwayat ini senada dengan firman
Allah subhanahu wa ta’ala :
أَلَمْ تَرَ
أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ
رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ
مِن جِبَالٍ فِيهَا مِن بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَن مَّن
يَشَاءُ ۖ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ
بِالْأَبْصَارِ
“Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan
antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka
kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga)
menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan
awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang
dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir
menghilangkan penglihatan.” (QS. an-Nur: 43).
Dalam konteks ini, Ibn Iyas juga mengutip
pernyataan Ibn al-Jauzi yang terdapat di dalam pelbagai karyanya. Menurut penuturan Ibn
al-Jauzi, pada abad kelima hijriyah pernah terjadi peristiwa yang amat
mengerikan di sebagai belahan bumi sebelah barat, yaitu hujan es dengan
butiran-butiran yang sangat besar. Peristiwa ini telah banyak memakan korban
jiwa yang sangat banyak, mulai dari manusia sampai binatang. [H. 5].
Di tempat lain, Ibn Iyas juga menjelaskan
tentang bagian-bagian dunia. Yang menarik dalam hal ini, ia mengutip pendapat
Hermes yang menyatakan bahwa dunia itu ada tujuh bagian. yaitu untuk Turki,
Arab, Persi, Sudan, sedang tiga bagian lainnya untuk Ya’ju’ dan Ma’juj. [H.
10].
Tidak lupa Ibn Iyas juga bicara tentang
sungai-sungai. Di antara sungai-sungai yang terkenal ialah sunagai Sihan,
Jihan, Efrat, Tigris, dan sugai Nil. Konon orang yang mengeruk dan mengalirkan
air dari sungai Efrat ke sungai Tigris adalah nabi Daniel. Dan menurut beberapa hukama`, bahwa meminum
air sungai Tigris bisa melemahkan syahwat laki-laki dan ba gi perempuan bisa
menambah gairahnya. Sedang salah satu dari keajaiban sungai Nil adalah adanya
kuda nil yang hidup di sana. [H. 14 dan 21].
Dalam kitab ini juga berbicara tentang
kisah-kisah para nabi terdahulu dan di akhiri dengan kisah turunnya nabi Isa ke
muka bumi. Mungkin kita bertanya
tentang kejadian dan kisah-kisah yang dipaparkan dalamnya, apakah benar demikian,
tetapi tulisan ini bukan untuk mempertanykan validitas kejadian dan kisah-kisah
yang disuguhkan Ibn Iyas. Tulisan singkat ini hanya mencoba mengenalkan dan
menghadirkan satu sisi sosok Ibn Iyas melalui sedikit dari isi kitabnya. Dan
membaca buku ini akan membawa kita pada masa dan dunia yang sangat jauh.
Selanjutnya terserah anda. Salam untuk semua pembaca.
Tentang Kitab :
Judul : Bada’i az-Zuhur
fi Waqa’i ad-Duhur
Penulis : Muhammad bin Ahmad bin Iyas
Penerbit : Bairut-Dar al-Fikr, t.t
Tebal : 197 halaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar