Berangkat dari adanya
beberapa ayat yang berbicara tentang haji menggunakan kata al-nas. Lihat saja
misalnya pada surat al-hajj ayat 27 yang artinya, kumandangkanlah (umumkanlah)
kepada manusia agar mereka melaksanakan ibadah haji. Demikian juga pada surah
Ali Imran ayat 96, sesungguhnya rumah pertama yang dibangun untuk manusia
(al-nas) adalah Bakkah (Ka’bah) yang diberkati.
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ
كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta
yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al Hajj : 27)
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ
مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah
yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang
di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
(QS. Ali Imran : 96)
Secara sederhana ayat
di atas bermakna, rumah pertama yang dibangun untuk manusia adalah bakkah (Ka’bah)
yang diberkati. Dengan kata lain, Ka’bah sebenarnya sudah dibangun sejak masa
Nabi Adam. Oleh Al Quran, Ibrahim ‘alaihis
salam bertugas mengangkatnya kembali (lihat surat Al-Baqarah:127), sampai
akhirnya nanti, didirikan oleh bangsa Arab yang dipimpin oleh nabi Muhammad
(ingat peristiwa Hajar aswad yang hampir menimbulkan pertumpahan darah).
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ
وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖإِنَّكَ أَنتَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina)
dasar-dasar Baitullah bersama Isma'il (seraya berdo'a): "Ya Tuhan kami
terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui"
(QS. Al Baqarah : 127)
Ritual haji sarat
dengan nilai-nilai universal. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sewaktu melaksanakan hajinya, yang
pertama sekaligus yang terakhir, sempat berkhutbah di Ghadir Khum, yang
belakangan oleh ahli sejarah dikenal dengan sebutan khutbah haji wada (khutbah haji
perpisahan).Yang menarik adalah, isi pesan tersebut juga mengandung nilai-nilai
universal, seperti berlaku adil, menghargai wanita, menghormati kehidupan, dan
sebagainya.
Kedua, lanjutan yang
pertama, ibadah haji dapat dimaknai sebagai perjalanan kesejarahan.Kendati
ibadah haji adalah perjalanan dari profan (materi-dunia) ke sakral (ruhani dan
spiritual), namun dimensi tarikhiyyahnya (kesejarahannya) juga sangat jelas.
Nama-nama tempat seperti Madinah, Jabal Uhud, Bir Ali, Makkah, Arafah,
Muzdalifah, Mina, shafa dan marwa, dan tempat lainnya, bukanlah sekedar nama
untuk menunjukkan suatu tempat. Dibalik nama-nama itu ada peristiwa penting
yang ikut menentukan perjalanan Islam sampai saat ini.
Kita harus memulai
wacana tentang ibadah haji dari pribadi agung yang pertama kali mengajarkannya,
yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
(`alayhi s-salam, semoga kedamaian bagi beliau), nenek moyang bangsa Arab dan
Ibrani, serta bapak dari tiga agama monoteis: Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Dengan asumsi bahwa sepertiga penduduk bumi sekarang adalah Kristiani,
seperlimanya adalah Muslim, dan sepertigaratusnya adalah Yahudi, tokoh yang
mengajarkan ibadah haji tersebut ternyata dihormati oleh lebih dari separoh
penghuni planet ini, dengan sebutan yang bervariasi: Abrahem, Abraham, Ibrahim,
dan mempunyai julukan sangat mesra: Sahabat Tuhan (Khalilu l-Lah; Khafer
Elohim; Amigo Dei; Friend of God).
Dalam Kitab Alquran,
nama Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
disebutkan 69 kali yang tersebar dalam 25 Surat dan merupakan peringkat kedua terbanyak
disebutkan sesudah Nabi Musa ‘alaihis
salam Berdasarkan informasi Alquran, ditambah dengan informasi dari
Bereshith (Genesis), Kitab Taurat yang pertama, kita dapat menelusuri riwayat
hidup Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
Beliau lahir dan dibesarkan di negeri Ur, tanah Kaldea, daerah muara Sungai
Efrat (Irak sekarang) sekitar empat ribu tahun yang silam. Meskipun hidup di
lingkungan masyarakat Mesopotamia yang menyembah benda-benda langit, Ibrahim
sejak muda remaja telah memiliki sifat hanif, yaitu cenderung kepada kebenaran
adanya Satu Tuhan. Sebagaimana diterangkan dalam Alquran Surat Al-An`am 74-83, Nabi
Ibrahim menolak penyembahan bintang, bulan dan matahari, serta mendambakan
petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ
أَصْنَامًا آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ وَكَذَٰلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَىٰ كَوْكَبًا ۖ قَالَ هَـٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا
أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ فَلَمَّا رَأَى
الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَـٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ
قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ فَلَمَّا
رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَـٰذَا رَبِّي هَـٰذَا أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا
تُشْرِكُونَ إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ ۚ قَالَ
أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ ۚ وَلَا أَخَافُ
مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَن يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا ۗ وَسِعَ رَبِّي
كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا ۗأَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ
أَشْرَكْتُم بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا ۚ فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَـٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ
وَهُم مُّهْتَدُونَ وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَىٰ قَوْمِهِ ۚ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَّن نَّشَاءُ ۗإِنَّ رَبَّكَ
حَكِيمٌ عَلِيمٌ
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar
: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda
keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya)
agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah
bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang
itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata:
"Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata:
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku
termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata:
"Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu
telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri
dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan. Dan dia
dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku
tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan
aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu
persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari
malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu
tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu
persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah
dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu
untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih
berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?" Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan
itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya.
Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Al An’am : 74-83)
Tuhan dalam bahasa
Mesopotamia disebut El atau Il (nama negeri Babel atau Babil berarti Pintu
Tuhan). Anak keturunan Ibrahim kelak, yaitu bangsa Ibrani dan bangsa Arab,
memodifikasi nama ini dengan penambahan huruf Ha (Dia), masing-masing menjadi
Eloh dan Ilah. Nama yang terakhir ini kemudian diberi kata sandang (artikel
definit) Al-, menjadi Al-Ilah atau Allah. Akan tetapi El dan Il sebagai nama
Tuhan masih dijumpai dalam bahasa Ibrani dan Arab pada nama-nama Gabriel
(Jibril), Michael (Mikail), Yishma`el (Isma`il), Yisrael (Israil), dan sebagainya.
Perlu diketahui bahwa
masyarakat Mesopotamia memakai sistem bilangan dasar enam. Merekalah yang
mewariskan kepada kita pembagian lingkaran menjadi 360 derajat, pembagian satu
hari menjadi 24 jam, satu jam menjadi 60 menit, dan satu menit menjadi 60
detik. Sistem ini menjadikan bilangan tujuh sebagai sesuatu yang istimewa. Bilangan
60 habis dibagi 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, tetapi tidak habis dibagi tujuh. Itulah
sebabnya satu minggu harus tujuh hari, dan sesuatu yang maksimal harus
dinyatakan dalam jumlah tujuh. Oleh karena Allah berkomunikasi melalui
wahyu-Nya dalam bahasa Nabi yang bersangkutan, maka manasik (tatacara) haji
yang disyari`atkan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam banyak melibatkan bilangan tujuh, seperti tujuh putaran thawaf, tujuh
bolak-balik sa`i, dan tujuh lontaran terhadap jumrah.
Sang pemuda Ibrahim
yang baru menikah dengan gadis pujaannya, Sarah, mengikuti keluarganya pindah
dari Ur, menelusuri Sungai Efrat ke daerah hulu di utara, lalu menetap di Haran
yang sekarang terletak di wilayah Turki. Penduduk Haran merupakan penyembah
berhala dan diperintah oleh seorang raja yang zalim. Kitab Alquran tidak
menerangkan nama raja ini, tetapi sumber sejarah Ibrani atau kisah Israiliyat
menyebutnya Raja Nimrod, yang kemudian disalin menjadi Namrud atau Namruz dalam
bahasa Arab. Dalam Alquran Surat Al-Anbiya 51-73 diterangkan bahwa Nabi Ibrahim
mengobrak-abrik berhala-berhala sehingga sang raja murka dan membakar Ibrahim
hidup-hidup. Akan tetapi Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim dengan menjadikan api
itu dingin. Kemudian datang perintah Allah agar Ibrahim meninggalkan negerinya.
وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِن قَبْلُ وَكُنَّا
بِهِ عَالِمِينَ إِذْ قَالَ
لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَـٰذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ قَالَ
لَقَدْ كُنتُمْ أَنتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ قَالُوا أَجِئْتَنَا بِالْحَقِّ أَمْ أَنتَ مِنَ اللَّاعِبِينَ قَالَ بَل رَّبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَىٰ ذَٰلِكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ وَتَاللَّهِ
لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُم بَعْدَ أَن تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَّهُمْ لَعَلَّهُمْ
إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ قَالُوا مَن فَعَلَ هَـٰذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ
الظَّالِمِينَ قَالُوا
سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُقَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَىٰ أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَشْهَدُونَ قَالُوا
أَأَنتَ فَعَلْتَ هَـٰذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَـٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِن
كَانُوا يَنطِقُونَ فَرَجَعُوا
إِلَىٰ أَنفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنتُمُ الظَّالِمُونَ ثُمَّ نُكِسُوا عَلَىٰ رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا
هَـٰؤُلَاءِ يَنطِقُونَ قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ
شَيْئًا وَلَا يَضُرُّكُمْ أُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَقَالُوا
حَرِّقُوهُ وَانصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ قُلْنَا
يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَأَرَادُوا
بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا
فِيهَا لِلْعَالَمِينَ وَوَهَبْنَا
لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا صَالِحِينَ وَجَعَلْنَاهُمْ
أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ
وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ ۖ وَكَانُوا لَنَا
عَابِدِينَ
“Dan
sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum
(Musa dan Harun) dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada
bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat
kepadanya?" Mereka
menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya".Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada
dalam kesesatan yang nyata". Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan
sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?" Ibrahim
berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah
menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas
yang demikian itu". Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya
terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat
berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari
patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka
berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami,
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim". Mereka berkata:
"Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang
bernama Ibrahim". Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah
dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan".Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang
melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang
besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika
mereka dapat berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu
berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya
(diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata):
"Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala
itu tidak dapat berbicara". Ibrahim berkata: "Maka mengapakah kamu menyembah
selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfa'at sedikitpun dan tidak
(pula) memberi mudharat kepada kamu? Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah
selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?" Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah
tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah,
dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim,
maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah
negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim)
Ishaq dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing
Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami
wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan sembahyang, menunaikan
zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al Anbiya : 51-73)
Lekh leka! (Pergilah
engkau!), demikian perintah Allah yang tercantum dalam Kitab Bereshith
(Genesis) 12 : 1, dari negerimu, keluargamu dan rumah bapakmu, ke tanah yang
akan Kutunjukkan padamu. Kitab Alquran Surat Ash-Shaffat 99 merekam pernyataan
Ibrahim : Inni dzahibun ila rabbi, sa yahdin (Sesungguhnya aku pergi kepada
Tuhanku, kelak Dia menunjuki daku). Tanah yang dijanjikan Allah itu bernama
Kanaan, bahasa Aram yang berarti ungu, sebab penduduknya terkenal memproduksi
zat warna ungu (purple dyes).Dalam bahasa Yunani kata untuk ungu adalah phonix,
sehingga mereka menyebut daerah itu Phoenicia.Bangsa Ibrani kelak menamainya
Pelishtim, dan sejarawan Herodotus abad kelima SM mempopulerkannya sebagai
Palaistine (Palestina).
Perintah Allah kepada
Ibrahim itu disertai tujuh janji, sebagaimana tercantum dalam Kitab Bereshith
12 : 2-3, yaitu :
(1) Aku akan
menjadikan engkau bangsa yang besar;
(2) Aku akan
memberkati engkau;
(3) Aku akan membuat
namamu masyhur;
(4) Engkau akan
menjadi suatu berkat;
(5) Aku akan
memberkati mereka yang memberkati engkau;
(6) Aku akan mengutuk
mereka yang mengutuk engkau; dan
(7) Seluruh kaum di
muka bumi melalui engkau akan diberkati.
Kenyataan menunjukkan
bahwa dari tiga komunitas agama (Yahudi, Nasrani, Islam) yang mengaku sebagai
anak-anak Nabi Ibrahim, hanya umat Islam yang setiap hari menyebut nama Ibrahim
dengan penuh khidmat. Pada bagian akhir shalat mereka, dengan khusyuk umat
Islam membisikkan kama barakta `ala
ibrahim (sebagaimana Engkau telah menganugerahkan berkat kepada Ibrahim).
Nabi Ibrahim dalam
usia yang makin lanjut belum juga memperoleh keturunan. Beliau tiada
henti-hentinya berdoa kepada Allah: Rabbi
habli mina sh-shalihin (Ya Tuhanku, karuniai daku anak yang saleh),
sebagaimana tercantum dalam Ash-Shaffat 100.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak)
yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash Shaffat : 100)
Kitab Bereshith 16 :
3 mengungkapkan: Dan Sarah istri Ibrahim mengambil Hajar orang Mesir
pembantunya, setelah Ibrahim menetap sepuluh tahun di tanah Kanaan, dan dia
memberikannya kepada Ibrahim suaminya sebagai istri. Dalam hal ini perlu
ditegaskan bahwa Hajar adalah pembantu Sarah (naskah Ibraninya shifhah =
pembantu, maid), dan sama sekali bukanlah budak atau hamba (amah dalam bahasa
Ibrani). Juga perlu ditegaskan bahwa Hajar bukanlah gundik Ibrahim, melainkan
istri yang sah. Kata pada akhir ayat Bereshith 16 : 3 yang digunakan untuk
Hajar dalam naskah Ibrani berbunyi ishah (istri, wife) yang juga digunakan pada
awal ayat untuk Sarah.
Firman Allah dalam
Ash-Shaffat 101.
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ
“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang
amat sabar.” (QS. Ash Shaffat : 101)
Hajar melahirkan
seorang putra, yang diberi nama oleh ayahnya Yishma`el (dalam bahasa Ibrani)
atau Isma`il (dalam bahasa Arab), yang berarti Tuhan mendengar, yaitu mendengar
doa Nabi Ibrahim untuk memperoleh keturunan. Bereshith 16 : 16 menambahkan
informasi Dan Nabi Ibrahim berusia 86 tahun ketika Hajar melahirkan Isma`il
baginya.
Setelah Isma`il
lahir, turunlah perintah Allah tentang kewajiban bersunat (khitan). Dalam
Bereshith 17 : 10 tertulis Inilah perjanjian-Ku yang harus engkau pegang,
antara Aku dengan engkau dan benihmu sesudah engkau, yaitu setiap laki-laki di
antaramu haruslah disunat. Bagi yang ingkar kepada kewajiban ini, Bereshith 17 :
14 menegaskan Dan laki-laki yang tidak disunat kulit khatannya, maka orang itu
harus dikeluarkan dari kelompoknya. Dia telah mengingkari perjanjian-Ku. Sekali
lagi kenyataan menunjukkan bahwa umat Islam paling konsisten dalam melaksanakan
kewajiban bersunat atau khitan ini.Jadi, mereka yang tidak disunat sudah tentu
sangat tidak pantas untuk disebut atau mengaku sebagai anak-anak Ibrahim.
Tentang Isma`il, Aku
mendengarkanmu, demikian firman Allah kepada Ibrahim dalam Bereshith 17 : 20.
Dalam naskah Ibrani kalimatnya cuma dua kata: uleyishma`el shema`tika, dan
sangat menarik bahwa kedua kata ini memiliki tiga huruf dasar yang sama yaitu
shin, mem,`ayin. Aku akan memberkati dia dan membuatnya berketurunan sangat
banyak. Dua belas pemimpin (melek) akan diperanakkannya, dan Aku akan
menjadikannya bangsa yang besar.
Ternyata Allah
mempunyai Rencana Besar untuk Nabi Ibrahim dan Isma`il. Allah memerintahkan Nabi
Ibrahim untuk membawa Hajar dan anak mereka yang masih kecil meninggalkan
Kanaan ke arah selatan, menuju sebuah lembah yang bernama Baka atau Bakkah.
Oleh karena mim dan ba sama-sama huruf bilabial (bibir), nama Bakkah
lama-kelamaan berubah menjadi Makkah. Dalam bahasa Arab dan Ibrani, kata baka
mempunyai dua arti: berderai air mata dan pohon balsam. Arti yang pertama
berhubungan dengan gersangnya daerah itu sehingga seolah-olah tidak memberikan
harapan, dan arti yang kedua berhubungan dengan banyaknya pohon balsam (genus
Commiphora) yang tumbuh di sana.
Apakah keistimewaan
lembah Bakkah itu? Allah menjelaskannya dalam Surat Ali Imran 96 :
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ
مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan
menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS.
Ali Imran : 96)
Inna awwala baitin wudhi`a li n-nasi la
l-ladzi bi bakkata mubarakan wa hudan li l-`alamin (Sesungguhnya Rumah
Allah Pertama yang didirikan untuk manusia benar-benar terletak di Bakkah yang
diberkati dan petunjuk bagi seluruh alam).
Ternyata lembah
Bakkah itu merupakan lokasi Rumah Allah (Baitu l-Lah dalam bahasa Arab, Beth
Elohim dalam bahasa Ibrani) yang didirikan oleh generasi pertama umat manusia
dari zaman Nabi Adam ‘alaihis salam
Pada masa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
lembah itu sudah ditelantarkan, tiada manusia yang menghuni, dan Rumah Allah
yang pertama itu hanya tinggal fondasinya saja. Ada cerita yang mengatakan
bahwa Rumah Allah itu hancur oleh banjir pada zaman Nabi Nuh ‘alaihis salam Bagaimana kejadian yang
sebenarnya, hanya Allah yang tahu.
Kisah Hajar dan
Isma`il dikumpulkan dan ditulis oleh sejarawan Muhammad ibn Jarir ath-Thabari
(wafat 310 Hijri atau 922 Masehi) dalam bukunya yang termasyhur, Tarikh
ar-Rusul wa l-Muluk (Sejarah Para Rasul dan Para Penguasa), Jilid 1, hh.
275-283: Ketika mendapat perintah dari Allah untuk menuju Rumah-Nya, Nabi Ibrahim
pergi bersama Hajar dan Isma`il disertai malaikat Jibril. Mereka sampai di Makkah yang cuma ditumbuhi pohon akasia, mimosa, balsam dan
semak
berduri. Rumah Allah saat itu tinggal dasarnya berupa lempung merah. Malaikat Jibril
berkata, Allah memerintahkan engkau untuk meninggalkan mereka. Nabi Ibrahim
membawa Hajar dan Isma`il ke Hijir (di samping Ka`bah sekarang) dan membuat
tenda di sana. Lalu Nabi Ibrahim berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku
menempatkan keturunanku di lembah yang tiada tumbuhan berbuah, di samping
Rumah-Mu Yang Suci, agar mereka tetap menegakkan salat. Maka jadikanlah hati
manusia berpaling kepada mereka, dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan,
agar mereka bersyukur (Surat Ibrahim 37).
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي
زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ
أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ
لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka
mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada
mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka
bersyukur.” (QS. Ibrahim : 37)
Ketika Nabi Ibrahim
akan pergi, Hajar bertanya, Apakah perintah Allah yang membuatmu meninggalkan
kami? Nabi Ibrahim menjawab, Ya. Maka Hajar berkata, Jika demikian tentu Allah
tidak meninggalkan kami untuk binasa. Maka Nabi Ibrahim kembali ke Kanaan,
meninggalkan mereka berdua di Rumah Allah.
Masih kutipan dari
Thabari: Isma`il menangis karena sangat kehausan. Hajar memasang telinga untuk
mendengar suara yang mungkin membantunya memperoleh air. Dia mendengar suara di
bukit Safa, lalu pergi ke sana tetapi tidak menemukan apapun. Lalu dia
mendengar suara di bukit Marwah. Dia pergi ke sana, juga tidak menemukan
apapun. Hajar kembali ke Safa, lalu balik lagi ke Marwah, dengan tidak merasa
letih supaya anaknya dapat minum.
Bereshith 21 : 17-19
melengkapi kisah ini: Dan Allah mendengar suara anak itu, dan malaikat Allah
memanggil dari langit dan berkata kepadanya, Apakah yang engkau susahkan,
Hajar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat
dia berbaring. Bangunlah, angkatlah anak itu dan bimbinglah dia, sebab Aku akan
menjadikannya bangsa yang besar. Dan Allah membuka mata Hajar dan dia melihat
sebuah mata air.Dia pergi mengisi kirbat kulitnya dengan air, lalu memberi anak
itu minum.
Kembali kepada uraian
Thabari: Ketika Hajar sampai di Marwah setelah tujuh kali bolak-balik,
tiba-tiba dia mendengar suara gemuruh dari lembah tempat dia meninggalkan
Isma`il. Dia berlari menuju anaknya, dan mendapati mata air memancar dekat
tempat dia berbaring.Hajar mengisikan air ke kirbat kulitnya sambil berseru,
Zummi, zummi. Ada yang mengatakan bahwa itu bahasa Mesir yang berarti
Berkumpul, berkumpul. Mungkin juga itu hanya ucapan Hajar menirukan bunyi air
yang memancar. Hanya Allah yang Maha Tahu, tetapi dari ucapan Hajar itulah asal
nama telaga Zamzam.
Adanya sumber air
berupa telaga Zamzam membuat tempat itu layak dihuni. Maka datanglah rombongan
suku Jurhum yang pemimpinnya bernama Mudad, memohon izin kepada Hajar dan
Isma`il untuk menetap di sana.
Pada waktu-waktu
tertentu, secara rutin Nabi Ibrahim dari Kanaan datang mengunjungi istri dan
anak beliau di lembah Makkah yang lambat laun tumbuh menjadi suatu pemukiman.
Ketika Isma`il
berusia 13 tahun datanglah ujian dahsyat yang tiada tara. Allah memerintahkan Nabi
Ibrahim agar berqurban menyembelih putranya yang satu-satunya itu! Sungguh
suatu ujian yang sangat berat bagi seorang ayah, namun karena itu perintah
Allah maka Nabi Ibrahim menyanggupinya tanpa keraguan. Ketika perintah Allah
itu disampaikan Nabi Ibrahim kepada sang anak, dan ketika Isma`il ditanyai
pendapatnya oleh sang ayah, maka Isma`il yang masih berusia remaja itu
menjawab:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِي
"Wahai ayahanda, laksanakan apa yang diperintahkan
Allah. Insya Allah ayah akan mendapatiku sebagai anak yang sabar.”, sebagaimana
tercantum dalam Surat Ash-Shaffat 102.
Nabi Ibrahim membawa
Isma`il ke suatu bukit di sebelah timur Makkah, tempat yang sekarang bernama
Mina. Tiga kali Iblis menggoda Nabi Ibrahim untuk membatalkan rencananya, tiga
kali pula Nabi Ibrahim menolak godaan Iblis dengan lontaran kerikil.Tindakan Nabi
Ibrahim ini kelak diabadikan dalam salah satu manasik (tatacara) haji, yaitu
melontar tiga jumrah di Mina. Setelah Isma`il direbahkan pada batu landasan
penyembelihan, dan pedang Nabi Ibrahim telah siap hendak menyentuh leher
putranya, maka Allah berfirman agar Nabi Ibrahim mengganti sembelihannya dengan
seekor domba. Firman Allah dalam Ash-Shaffat 106-107:
إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya ini
benar-benar hanya ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor domba
yang besar.”
(QS. Ash Shaffat : 106-107)
Nabi Ibrahim tidak
kehilangan putra, bahkan putranya bertambah satu lagi, sebab setelah peristiwa
ujian qurban itu Allah memberikan kabar gembira bahwa istri pertamanya, Sarah,
akan memberinya putra yang bernama Ishaq (dalam bahasa Arab) atau Yitshaq
(dalam bahasa Ibrani), sebagaimana diterangkan dalam Ash-Shaffat 112:
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِّنَ الصَّالِحِينَ
“Dan Kami gembirakan dia dengan Ishaq,
seorang nabi yang shaleh.”
Ishaq kelak menurunkan bangsa Ibrani,
sedangkan Isma`il kelak menurunkan bangsa Arab, terutama suku Quraisy di
Makkah.
Sekarang marilah kita
tinjau informasi Bereshith mengenai peristiwa qurban tersebut. Dalam Bereshith
22 : 2 perintah Allah kepada Nabi Ibrahim berbunyi: Ambillah anakmu yang
satu-satunya, yang engkau kasihi, Ishaq(?), dan pergilah ke tanah Moriah dan
kurbankan dia sebagai kurban bakaran pada salah satu gunung yang akan Aku
firmankan kepadamu.
Ketika naskah Taurat
dibakukan, para ulama Yahudi mengganti nama Yishma`el (Isma`il) pada Bereshith
22 dengan Yitshaq (Ishaq). Tetapi akal bulus Yahudi ini kelihatan sekali
belangnya. Bereshith 22 : 2 jelas menyebutkan anakmu yang satu-satunya. Naskah
Ibraninya berbunyi yahid, artinya satu-satunya. Hal ini berarti bahwa ujian
Allah kepada Nabi Ibrahim terjadi sebelum Ishaq lahir, ketika Ibrahim baru
mempunyai seorang putra, yaitu Isma`il. Kitab Taurat sendiri jelas menyebutkan
bahwa Isma`il lahir ketika Nabi Ibrahim berusia 86 tahun (Bereshith 16 : 16),
sedangkan Ishaq lahir ketika Nabi Ibrahim berusia 100 tahun (Bereshith 21 : 5).
Dalam Al-Baqarah 75
dinyatakan bahwa kaum Yahudi mendengar firman Allah lalu mengubahnya setelah
memahaminya padahal mereka mengetahui.
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ
مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا
عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka merobahnya
setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (QS. Al Baqarah : 75)
Skandal pengubahan
nama Isma`il menjadi Ishaq dalam peristiwa qurban itu disebabkan umat Yahudi
tidak rela keturunan Isma`il berperan dalam pelaksanaan janji Allah pada
Bereshith 22 : 18 Dan semua bangsa di muka bumi akan diberkati melalui benihmu,
karena engkau telah mendengarkan firman-Ku.
Janji Allah tersebut
dipertegas dalam Al-Baqarah 124:
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ
فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا
يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan
beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah
berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari
keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai
orang-orang yang zalim" (QS. Al
Baqarah : 124)
Dan ketika Tuhannya
menguji Ibrahim dengan perintah-perintah tertentu, maka Ibrahim memenuhi
semuanya. Allah berfirman, Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau imam
(pemimpin) bagi manusia. Ibrahim bertanya, Juga keturunanku? Allah berfirman,
Perjanjian-Ku tidak mencakup mereka yang zalim.
Kemudian turunlah
perintah Allah kepada Nabi Ibrahim dan Isma`il untuk membangun atau merenovasi
Rumah Allah (Baitullah) dengan meninggikan fondasi yang memang sudah ada.
Al-Baqarah 127 memberikan informasi: yarfa`u
ibrahimu l-qawa`ida mina l-baiti wa isma`il (Ibrahim meningkatkan fondasi
Al-Bait bersama Isma`il). Oleh karena bangunan Rumah Allah yang didirikan
Ibrahim dan Isma`il itu berbentuk kubus (ka’bah dalam bahasa Arab),
lama-kelamaan Rumah Allah yang berukuran 12 x 10,5 x 15 meter itu dikenal
dengan sebutan Ka’bah.
Perlu diketahui bahwa
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memiliki
kebiasaan membuat semacam tempat berdiri untuk sembahyang (shalat) menghadap
Allah, yang disebut magom (bahasa Ibrani) atau maqam (bahasa Arab). Di Kanaan
beliau sempat membuat sebuah magom, sebagaimana tercantum dalam Bereshith 19 :
27, tetapi magom tersebut rupanya tidak dilestarikan. Di depan Ka’bah beliau
juga membuat sebuah maqam.
Oleh karena itu,
Allah mengabadikan maqam (tempat berdiri) Nabi Ibrahim di depan Ka’bah itu
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Baitullah. Demikian tercantum dalam
Al-Baqarah 125.
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا
وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا
إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ
وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah)
tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian
maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan
Isma'il: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang
i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". (QS. Al Baqarah : 125)
Sebagai catatan
kecil, entah mengapa istilah maqam (makam) digunakan dalam bahasa Indonesia
untuk menyebut kuburan sehingga ada jemaah haji yang menyangka Maqam Ibrahim
sebagai kuburan Nabi Ibrahim, padahal kuburan beliau terletak di Hebron atau
Al-Khalil, daerah Tepi Barat, Palestina.
Setelah Ka’bah
rampung dibangun, barulah turun perintah Allah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam agar menyeru manusia
untuk menunaikan ibadah haji. Ibadah mengunjungi Baitullah disebut hajj dalam
bahasa Arab serta hagg dalam bahasa Ibrani (huruf Arab ha dan jim identik
dengan huruf Ibrani heth dan gimel) yang berarti Perayaan Tuhan, Festival of
God. Surat Al-Hajj 27 merekam firman Allah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:
Wa adzdzin fi n-nasi bi l-hajj. Yatuka
rijalan wa `ala kulli dhamir, yatina min kulli fajjin `amiq (Dan panggillah
manusia untuk berhaji. Mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan
dengan segala jenis kendaraan, datang dari segenap penjuru yang jauh).
Wa arina manasikana (Dan tunjukkanlah
kepada kami tatacara haji bagi kami), demikian permohonan Ibrahim kepada Allah
yang tercantum dalam Al-Baqarah 128.
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا
أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Ya Tuhan kami, jadikanlah
kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara
anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada
kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah : 128)
Oleh karena itu,
Allah mengajarkan tatacara (manasik) ibadah haji kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam Manasik haji yang
pertama-tama adalah melakukan ihram, artinya mengharamkan atau mensucikan,
yaitu mengenakan pakaian ihram serta tidak melakukan larangan-larangan ihram.
Begitu jemaah haji menginjakkan kaki di Tanah Haram (Tanah Suci), mereka harus
sudah menanggalkan pakaian mereka sehari-hari dan menggantinya dengan kain
ihram. Ini suatu perlambang atau simbol bahwa di Rumah Allah manusia harus
bersedia membebaskan diri dari segala atribut kekayaan, jabatan, dan status
sosial yang disandangkan orang kepadanya. Di hadapan Allah, semua manusia tanpa
kecuali berstatus sama, yaitu Hamba Allah.
Kemudian para jemaah
haji harus melakukan wuquf (berdiam, jambore) di Padang Arafah, sekira 25 km di
sebelah timur Makkah. Inilah upacara gladi resik berkumpulnya umat manusia di
Padang Mahsyar pada Hari Akhirat nanti, sekaligus para jemaah haji melakukan
reuni di tempat pertemuan Adam dan Hawa setelah kedua nenek moyang umat manusia
ini terusir dari Taman Eden (Jannatu `Adn). Itulah sebabnya tempat wuquf itu
dinamai Padang Arafah, artinya Padang Pengenalan agar manusia mengenali kembali
persaudaraan sebagai sesama anak cucu Adam dan Hawa. Ketika melakukan wuquf,
jemaah haji menyadari bahwa umat manusia yang bermacam-macam warna kulit,
bahasa, dan adat-istiadat ternyata adalah saudara sedarah dan seketurunan. Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Hujurat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ
وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia,
sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki (Adam)
dan seorang perempuan (Hawa), kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
sisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu sekalian.Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi.” (QS. Al Hujurat : 13)
Selanjutnya, para
jemaah haji harus melakukan thawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh
putaran. Inilah tarian kosmos sebab Allah menakdirkan bahwa alam semesta hanya
eksis karena gerakan thawaf. Jemaah haji meniru gerakan elektron-elektron yang
berthawaf mengelilingi inti atom serta gerakan planet-planet yang berthawaf
mengelilingi matahari. Hari Kiamat akan terjadi ketika thawaf alam semesta
berhenti. Seluruh materi di jagat raya, dari partikel-partikel penyusun atom
sampai benda-benda langit senantiasa tunduk-patuh kepada hukum-hukum Ilahi yang
mengatur mereka. Dengan melakukan thawaf diharapkan manusia sebagai bagian alam
semesta menyadari bahwa mereka pun seharusnya tunduk-patuh kepada aturan-aturan
Allah sebagaimana tunduk-patuhnya seluruh isi langit dan bumi. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam Ali Imran 83:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Apalagi yang mereka
cari selain agama Allah, padahal kepada-Nya telah Islam (tunduk-patuh) segala
yang di langit dan di bumi secara sukarela atau terpaksa, dan kepada-Nya mereka
akan dikembalikan.”
(QS. Ali Imran : 83)
Sesudah melakukan
thawaf, jemaah haji harus melakukan sai, meniru gerakan Hajar bolak-balik tujuh
kali antara bukit Safa dan bukit Marwah.Kata sai berarti usaha. Ternyata Hajar
baru memperoleh anugerah air Zamzam dari Allah setelah dia melakukan sai
(usaha) yang maksimal. Dengan melakukan sai diharapkan manusia menyadari bahwa
kesuksesan dan kejayaan hanya dapat diraih melalui usaha atau perjuangan
maksimal, bukan dengan sekadar berdoa sambil berpangku tangan. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam An-Najm 39-40: Bahwa manusia tidak memperoleh apa-apa
kecuali apa yang diusahakannya (ma sa`a), dan bahwa usahanya (sa`yahu) akan
segera terlihat nyata.
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَىٰ
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya. Dan
bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya)”. (QS. An Najm : 39-40)
Sekarang kita
teruskan perjalanan sejarah kita. Nabi Isma`il menikah dengan Ra`la binti
Mudad, putri pemimpin Jurhum yang diceritakan di muka. Pernikahan ini
membuahkan dua belas putra yang menurunkan bangsa Arab (Bani Isma`il).
Nama-nama mereka tidak disebutkan dalam Alquran, tetapi tercantum lengkap dalam
Bereshith 25 : 13-15. Yang banyak disebut-sebut adalah dua orang putra tertua,
Nabit (Nebayot) dan Qaydhar (Kedar), sebab mereka berdua kelak menurunkan suku
Quraisy penduduk Makkah. Sementara itu di Palestina, Ishaq menikah dengan
Ribqah (Rebecca) dan berputra Ya`qub. Ya`qub yang bergelar Yisrael atau Israil
mempunyai dua belas putra yang menurunkan bangsa Ibrani (Bani Israil).
Pada mulanya Bani
Israil pun ikut serta dengan saudara-saudara mereka Bani Isma`il menunaikan
ibadah haji ke Makkah sebagai sesama keturunan Nabi Ibrahim. Akan tetapi ketika
bangsa Arab atau Bani Isma`il tersesat kepada penyembahan berhala, Bani Israil
tidak lagi mengunjungi Ka’bah (Ibn Ishaq, Sirah an-Nabawiyyah, h.15). Namun,
dalam Kitab Zabur dari Nabi Daud ‘alaihis
salam tersurat kerinduan kepada Baitullah: Sungguh diberkati mereka yang
kekuatannya di dalam Engkau, yang berteguh hati menunaikan haji. Dan ketika
tiba di Lembah Bakka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air (Zabur
84 : 5-6).
Hanya Allah yang tahu
berapa lama Bani Isma`il tetap memegang teguh ajaran Tauhid dari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam Setelah beberapa abad,
mereka tergelincir mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala. Ratusan
berhala dipasang di sekeliling Kakbah dengan berbagai nama-nama aneh: Lata,
Uzza, Manat, Hubal, Asaf, Nailah, dan entah apa lagi. Manasik atau tatacara
haji juga dicampurbaurkan dengan upacara pemujaan berhala. Keadaan seperti ini
berlangsung berabad-abad. Namun, akhirnya tibalah saatnya doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dikabulkan, yaitu doa
yang beliau sampaikan kepada Allah ketika mendirikan Ka’bah:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, bangkitkanlah untuk
mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Mu dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah
129).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar