Amma ba’du.
Banyak persoalan yang tidak tuntas didunia ini, dari persoalan
kecil sampai kepada persoalan besar, dari persoalan individu sampai kepada
persoalan kelompok dan golongan, dari persoalan sosial kemasyarakatan sampai
kepada persoalan agama yang amaliyyah dan i’tiqadan, dari persoalan terkini
sampai kepada persoalan klasik dan usang.
Zikir nyaring, zikir berjama’ah, doa nyaring, doa berjama’ah,
talqin, tahlilan, yasinan, tawassul, tafaul, rakaat tarawih, cara melaksanakan
witir, qunut subuh, qunut witir, ushalli, niat shalat, basmalah fatihah,
basmalah surat, basmalah ayat, azan jum’at dua kali, azan subuh dua kali,
jenggot, isbal, taqlid dan lain – lain sebagainya adalah persoalan – persoalan
yang belum tuntas sampai sekarang.
Sebenarnya, perbedaan pendapat sudah muncul sejak munculnya kehidupan,
ketika Malaikat sujud kepada Nabi Adam ditolak dengan sombong oleh Iblis
laknatullah, ketika Habil dijodohkan dengan Iqlima ditolak dengan angkuh oleh
Qabil yang merasa tidak sepadan dengan Labuda. Dua perbedaan ini berujung
kepada kedurhakaan, dosa dan neraka, apakah perbedaan kita hari ini meneruskan
jejak Iblis dan Qabil?
Atau kita mau belajar kepada khilaf yang terjadi di masa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, ketika peristiwa shalat Ashar di perkampungan bani
Quraidhah?
Para shahabat terpecah dua, sebagian shalat Ashar di perkampungan
Bani Quraidhah, meski telah lewat Maghrib, karena pesan nabi adalah, “Janganlah
kalian shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidhah.” Namun sebagian
yang lain tidak shalat di sana, tetapi di tengah jalan namun pada waktunya.
Lalu apa komentar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, adakah
beliau membela salah satu pendapat. Jawabnya tidak. Beliau tidak menyalahkan
kelompok mana pun karena keduanya telah melakukan ijtihad dan taat kepada
perintah. Hanya saja, ada perbedaan dalam memahami teks sabda beliau. Jadi,
khilaf di masa kenabian sudah terjadi dan tetap menjadi khilaf.
Dalam kasus penempatan pasukan perang di medan Badar, terjadi
perbedaan pendapat antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan
seorang shahabat. Menurut shahabat yang ahli perang ini, pendapat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang bukan berdasarkan wahyu kurang tepat. Setelah beliau
menjelaskan pikirannya, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
kagum atas strategi shahabatnya itu dan bersedia memindahkan posisi pasukan ke
tempat yang lebih strategis.
Pada kali yang lain ketika perang nyaris berakhir, muncul
keinginan di dalam diri beliau untuk menghentikan peperangan dan menjadikan
lawan sebagai tawanan perang. Tindakan itu didasari oleh banyak pertimbangan
selain karena saat itu belum ada ketentuan dari firman. Maka Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bermusyawarah dengan para shahabatnya dan diambil
keputusan untuk menawan dan meminta tebusan saja.
Saat itu hanya satu orang yang berbeda pendapat, yaitu Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu. Beliau tidak sepakat untuk menghentikan
perang dan meminta agar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meneruskan
perang hingga musuh mati semua. Tidak layak kita menghentikan perang begitu
saja karena mengharapkan kekayaan dan kasihan. Tentu saja pendapat seperti ini
tidak diterima forum musyarawah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
serta para shahabat lain tetap pada keputusan semula, hentikan perang.
Tidak lama kemudian turun wahyu yang membuat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam gemetar ketakutan, karena ayat itu justru membenarkan
pendapat Umar radhiyallahu ‘anhu dan menyalahkan semua pendapat yang
ada.
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ
يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚتُرِيدُونَ
عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal: 67)
Persoalan – persoalan seumpama qunut subuh sudah timbul sejak masa
lampau tetapi tidak menjadi perpecahan, tetapi menjadi warna yang mempererat
persaudaraan, namun pada beberapa dasawarsa yang dibelakang perbedaan pendapat
sudah seakan biang terciptanya perang. Kenapa ini terjadi? Mungkin karena
kebodohan kian merambah, banyak manusia cinta popularitas, perbedaan pendapat
tidak lagi bisa disikapi, pengaruh dunia global menghantui, maka tumbuhlah
keinginan dalam bidang hukum untuk menguasai dan diakui. Bias dari kristenisasi
yang mengadu domba umat Islam telah memanfaatkan lobang – lobang kecil perbedaan
umat Islam terkesan sebagai persoalan yang paling besar dan mendasar.
Maka untuk itulah tulisan ini disajikan semoga menjadi rahmat bagi
menghindari perpecahan yang selalu diharapkan oleh musuh – musuh Islam. Tujuannya
hanya sekedar berbagi informasi dengan para pembaca berkaitan tentang persoalan
QUNUT SUBUH yang senantiasa dipermasalahkan oleh kaum Salafi Wahhabi dan
Muhammadiyah Indonesia dengan mengatakan bahwa “qunut adalah perkara bid’ah,
maka setiap bid’ah adalah sesat, setiap yang sesat adalah neraka.
Dengan tulisan ini kiranya dapat mendatangkan sedikit cahaya
terang dan dapat sedikit memberi jawaban “apakah penganut mazhab syafi’i
semuanya masuk neraka karena mereka melakukan qunut pada shalat subuh?? Dengan
tulisan ini juga dapat diketahui duduknya persoalan qunut, apakah persoalan
qunut itu termasuk persoalan furu’ syariat (amaliyah) atau persoalan ushul
syariat (i’tiqadiyyah).
Sumber informasi adalah kitab – kitab hadits dan fiqih yang
mu’tabar yang diupayakan ditulis dalam bentuk ikhtisar. Maka untuk terwujud
suatu ikhtishar maka penulis tidak memuat sanad hadits dengan lengkap, dan
tidak memuat komentar para ulama yang ada dalam kitab sumber yang berkaitan
dengan hadits yang dimuat, hal ini dilakukan agar pembaca cepat sampai pada
pokok permasalahan dan tidak membosankan. Untuk kelengkapan sanadnya dan
komentar ulama maka kepada pembaca bisa merujuk langsung pada sumber aslinya.
Jika hadits – hadits mengandung hukum yang sama, maka penulis hanya memuat satu
atau dua hadits saja karena intinya sama walaupun perawinya berbeda, sehingga
akan terlihat pada tulisan ini nomor hadits yang kadang teratur dan terkadang
meloncat.
Kemudian, kepada yang berqunut penulis menghimbau, “Bahwa kita
dalam berbicara dan bersikap jangan gegabah dan sinis seperti kaum salafi wahhabi
dan Muhammadiyah yang selalu mengklaim neraka bagi orang – orang yang tidak
sependapat dengan mereka. Dengan demikian maka kita tidak perlu menyalahkan
orang yang tidak memakai qunut, tetapi yang kita sayangkan adalah kenapa mereka
(Salafi Wahhabi & Muhammadiyah) menyalahkan kita yang memakai qunut”.
Menurut hemat penulis, masalah qunut adalah khilaf antar ulama
Ahlussunnah, artinya bahwa sungguh pendapat yang mengatakan sunnat berqunut
adalah Ahlussunnah yakni madzhab Maliki dan Syafi’i, dan yang mengatakan tidak
berqunut juga Ahlussunnah yakni mazhab Hanafi dan Hambali. Maka apakah kita
berani mengatakan Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali
sesat? padahal keempat – empat mazhab tersebut adalah mazhab Ahlussunnah wal
Jama’ah yang merupakan firqah najiyyah.
Wahai saudaraku yang berqunut! Kita dianggap salah, perbuatan kita
dianggap bid’ah karena perbuatan yang kita lakukan dituduh tidak berlandaskan
hadits atau salah dalam memahami hadits, Masya Allah, demi ukhuwah Islam kita
menerima kalau kita dianggap bodoh, tetapi apakah imam – imam ikutan kita juga
bodoh? Apakah Imam Syafi’i bodoh? Apakah Imam Ghazali bodoh? Apakah Imam Nawawi
bodoh? Apakah Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshari bodoh? Muhammad Ramli bodoh?
Ibnu Hajar Al-Haitami dan lainnya bodoh. Akankah Imam Syafi’i masuk neraka
karena mengatakan “qunut subuh itu sunnat sepanjang masa”.
MARI KITA LIHAT KITAB – KITAB HADITS YANG MU’TABAR.
KITAB SUNAN AL-KUBRA LIL-BAIHAQQIY,
Karya Abubakar Ahmad Bin Husain Bin ‘Ali Al-Baihaqqiy.
294 : BAB – QUNUT DALAM SHALAT KETIKA TERJADI MUSIBAH
3208 : Dari Sa’id
bin Musayyab dan Abi Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abi Hurairah, Abi Hurairah radhiyallahu
‘anhu berkata : “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila
bermaksud berdoa untuk kebinasaan seseorang (kafir) atau untuk menolong
seseorang (mukmin) niscaya berqunut ia sesudah ruku’, maka pernah Rasulullah
berkata setelah mengatakan Sami’allahu Liman Hamidah “Ya Allah selamatkan
Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam dan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah dan yang
tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan
himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti
layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan)”.
3209 : Dalam riwayat
yang lain dari Sa’id bin Musayyab dan Abi Salamah bin ‘Abdurrahman bahwa
sungguh keduanya mendengar Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata ketika selesai membaca ayat
atau surat pada shalat Subuh, beliau takbir (kepada ruku’), beliau bangkit
(dari ruku’) sambil berkata SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH RABBANA WA LAKAL-HAMDU,
kemudian dalam keadaan berdiri (pada i’tidal) beliau berkata : “Ya Allah
selamatkan Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam dan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah
dan yang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah,
sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka
seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan) . Ya
Allah, kutuklah Hayyan, Ra’lan, Zakwan dan orang-orang yang maksiat kepada
Allah dan Rasul-Nya”, Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga berkata
“kemudian sampai kepada kami bahwa Rasulullah meninggalkan doa tersebut tatkala
Allah menurunkan firmannya;
لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ
أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
“Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau
Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka
itu orang-orang yang dzalim”. (Ali Imran : 128). Hadits
riwayat Muslim dalam Shahih beliau dari Abi Thahir dan Harmalah dari Ibnu
Wahab.
3210 : Dari Zuhri
dari Ibnu Musayyab dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa sungguh
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala mengangkat kepala dari (ruku’)
rakaat yang kedua pada shalat Subuh, beliau berkata; ”Ya Allah selamatkan
Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam dan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah dan yang
tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan
himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti
layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan) “.
Hadits Riwayat Bukhari dalam Shahih beliau dari Abi Na’im, dan juga
diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Amar An-Naqid dan selain Muslim dari Sufyan.
3211 : Dari Yahya
bin Abi Katsir dari Abi Salmah dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
bahwa sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau
melakukan shalat ‘Isya, setelah beliau berkata SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH
RABBANA WA LAKAL-HAMDU, kemudian beliau berkata sebelum sujud, “Ya Allah
selamatkan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah, Ya Allah selamatkan Salamah bin Hisyam, Ya
Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid dan yang tertindas dari orang-orang beriman
(di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan
jadikanlah tahun – tahun mereka seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi
Yusuf (kemarau dan kesusahan)”. Hadits Riwayat Bukhari dalam Shahih beliau
dari Abi Na’im, dan mengeluarkan oleh Muslim melalui perawi yang lain dari
Syaiban.
295 : BAB – RASULULLAH MENINGGALKAN QUNUT
PADA SEKALIAN SHALAT KECUALI SHALAT SUBUH KETIKA MUSIBAH TELAH HILANG, DAN
(MEMBACA) QUNUT PADA SHALAT SUBUH BAGI ORANG BERIMAN ATAU ATAS ORANG KAFIR DENGAN
NAMA MEREKA ATAU SUKU MEREKA.
3224 : Memberitahu
oleh Abu Salamah dari Abu Hurairah, bahwa sungguh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berqunut pada shalat ‘Isya pada rakaat terakhir sesudah
berkata SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, selama sebulan, beliau berkata dalam
qunutnya, “Ya Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid, Ya Allah selamatkan
Salamah bin Hisyam, Ya Allah selamatkan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah, Ya Allah
selamatkan yang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah,
sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka
seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan)”.
3228 : Dari Ibrahim
bin Abi Thalib berkata, aku mendengar Aba Qadamah bercerita dari ‘Abdurrahman
bin Mahdi pada hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, “Berqunut Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam selama satu bulan, kemudian meninggalkan ia”,
‘Abdurrahman berkata; “SESUNGGUHNYA YANG DITINGGALKAN OLEH NABI ADALAH DOA
LAKNAT ATAU KUTUKAN (BUKAN MENINGGALKAN QUNUT)”.
296 : BAB – DALIL BAHWA RASULULLAH TIDAK
MENINGGALKAN ASAL QUNUT PADA SHALAT SUBUH, TETAPI YANG DITINGGALKAN ADALAH DOA
BAGI KAUM ATAU ATAS KAUM DENGAN NAMA ATAU SUKU MEREKA.
3229 : Dari Ja’far
Ar-Razi dari Rabi’ bin Anas dari Anas radhiyallahu ‘anhu; ‘bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam qunut sebulan, beliau berdoa atas (kebinasaan)
kaum (kafir), kemudian beliau meninggalkannya, adapun pada shalat subuh maka
senantiasa beliau berqunut hingga wafat.”
3230 : Dari Abu
Na’im dari Ja’far Ar-Razi dari Rabi’ bin Anas, berkata ia : “Adalah aku duduk
bersama Anas radhiyallahu ‘anhu, maka seseorang berkata kepadanya, “Rasulullah
hanya berqunut sebulan”, maka Anas radhiyallahu ‘anhu menjawab, “senantiasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat subuh hingga
meninggal dunia.”
3231 : Dari Isma’il
Al-Makkiy dan ‘Amar bin ‘Ubaid dari Hasan dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, berkata ia; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut,
Abu Bakar berqunut, Umar berqunut, Usman radhiyallahu ‘anhum berqunut, dan aku
menghitungnya.” Berkata Rabi’, “sehingga aku meninggalkan mereka.”
3232 : Dari Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu; “Aku shalat dibelakang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah berqunut. Aku shalat dibelakang
Umar radhiyallahu ‘anhu, maka beliau berqunut. Aku shalat dibelakang
Usman radhiyallahu ‘anhu, maka beliau juga berqunut.”
3233 : Dari ‘Awwam
bin Hamzah, berkata ia : “Aku bertanya kepada Aba Sufyan tentang masalah qunut
pada subuh, maka Aba Sufyan menjawab, “sesudah ruku”, (aku bertanya lagi) dari
siapa (qunut itu)? “Dari Abu Bakar, Umar dan Usman radhiyallahu ‘anhum.”
3234 : Dari Mahariq
dari Thariq radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Aku shalat subuh
dibelakang Umar, ternyata beliau berqunut.
3235 : Dari Isma’il
bin Umayyah dari ‘Atha’ dari ‘Ubaid bin ‘Umair radhiyallahu ‘anhu berkata
ia : “Aku mendengar Umar berqunut ia disana pada shalat subuh di Mekkah.”
3237 : Dari Syu’bah
dari Himad dari Ibrahim dari Aswad, berkata ia : “Aku shalat dibelakang Umar
bin Khattab radhiyallahu ’anhu pada safar (perjalanan) dan hadhir (dikampung),
maka tidaklah Umar berqunut kecuali pada shalat subuh.”
3240 : Dari ‘Auf
dari Abu Usman An-Nahdi, berkata ia : “Aku shalat dibelakang Umar radhiyallahu
’anhu selama 6 tahun maka adalah beliau selalu berqunut.” Diriwayatkan oleh
Sulaiman Attaimi dari Abi Usman, “bahwa sungguh Umar berqunut ia pada shalat
subuh”.
3241 : Dari Sufyan
dari Abi Hushain dari Abdullah bin Ma’qal berkata ia : “Berqunut oleh ‘Ali radhiyallahu
’anhu pada shalat subuh”. Ini hadits dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu adalah
shahih lagi masyhur.
3242 : Dari Habib
bin Abi Tsabit dari ‘Abdurrahman bin Suwaid Al-Kahili berkata ia : “Seakan –
akan aku mendengar ‘Ali radhiyallahu ’anhu pada shalat subuh ketika beliau
berqunut membaca “Ya Allah! Kami minta tolong kepada Engkau dan kami minta
ampun kepada Engkau”.
3243 : Dari Usman
bin Abi Zar’ah dari ‘Arfajah berkata ia : ”Aku shalat bersama Ibnu Mas’ud radhiyallahu
’anhu pada shalat subuh maka beliau tidak berqunut. Aku shalat bersama ‘Ali radhiyallahu
’anhu ternyata beliau berqunut.”
3244 : Dari ‘Auf dari
Abi Raja’ berkata ia : “Telah shalat Ibnu ‘Abbas di mesjid ini maka beliau
berqunut” dan beliau membaca ayat (وقوموا لله قانتين)
297 : BAB – DALIL BAHWA RASULULLAH BERQUNUT
SESUDAH RUKU’
3247 : Dari Abi
Katsir dari Abi Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abi Hurairah radhiyallahu ’anhu
berkata ia : “Demi Allah, sungguh aku mendekatkan kalian kepada shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, maka adalah Abi Hurairah radhiyallahu
’anhu berqunut ia pada rakaat terakhir dari shalat subuh sesudah berkata سمع الله لمن حمده maka berdoa ia untuk kemenangan Mukminin dan
kehancuran Kafirin.”
298 : BAB – DOA QUNUT
3263 : Dari Abi
Ishaq dari Buraida bin Abi Maryam dari Abi Hawra dari Hasan bin ‘Ali berkata ia
: “Telah mengajar akan aku oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
beberapa kalimat yang akan aku bacakan pada qunut, yaitu;
« اللهم اهدنى فيمن هديت ، وعافنى فيمن عافيت ، وتولنى فيمن توليت ،
وبارك لى فيما أعطيت ، وقنى شر ما قضيت ، إنك تقضى ولا يقضى عليك ، وإنه لا يذل من
واليت ، ولا يعز من عاديت ، تباركت ربنا وتعاليت ».
3264 : Dari ‘Ala’
bin Shalih dari Buraida bin Abi Maryam dari Abi Hawra, berkata ia : “Aku
bertanya kepada Hasan bin ‘Ali apa yang engkau pikirkan dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, maka Hasan bin ‘Ali berkata, “Telah mengajar ia akan aku
doa yang akan aku bacakan, yaitu;
« اللهم اهدنى فيمن هديت ، وعافنى فيمن عافيت ، وتولنى فيمن توليت ،
وبارك لى فيما أعطيت ، وقنى شر ما قضيت ، إنك تقضى ولا يقضى عليك ». أراه قال :« إنه لا يذل من واليت ، تباركت ربنا وتعاليت »
Abi Hawra berkata, “Aku sebutkan doa ini kepada Muhammad bin
Hanafiah, maka beliau berkata, “Ini adalah doa yang adalah bapakku pernah
membacanya pada shalat subuh pada qunutnya.”
3267 : Dari ‘Abdi
Qahir dari Khalid bin Abi ‘Imran radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berdoa untuk membinasakan bani
Mudhar tiba-tiba datang kepadanya oleh malaikat Jibril dan mengisyarat kepada
Nabi agar diam, maka Nabi pun diam, maka Jibril berkata, “Wahai Muhammad,
sesungguhnya Allah tidak mengutus engkau sebagai penyebab (malapetaka) dan
kutukan, engkau dibangkitkan hanya sebagai rahmat dan tidak sebagai azab, “Tak
ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima
tobat mereka, atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang
yang dzalim”. (Ali Imran : 128) kemudian maka Jibril mengajarkan kepada
Nabi akan ini doa qunut yaitu;
اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ، ونؤمن بك ، ونخضع لك
، ونخلع ونترك من يكفرك ، اللهم إياك نعبد ، ولك نصلى ونسجد ، وإليك نسعى ونحفد ،
نرجو رحمتك ونخاف عذابك الجد ، إن عذابك بالكافرين ملحق.
3267 : Dari ‘Atha’
dari ‘Ubaid bin ‘Umair : bahwa sungguh Umar radhiyallahu ’anhu berqunut
ia sesudah ruku’, maka berkata ia;
اللهم اغفر لنا ، وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين
والمسلمات ، وألف بين قلوبهم ، وأصلح ذات بينهم ، وانصرهم على عدوك وعدوهم ، اللهم
العن كفرة أهل الكتاب الذين يصدون عن سبيلك ، ويكذبون رسلك ، ويقاتلون أولياءك
اللهم خالف بين كلمتهم ، وزلزل أقدامهم ، وأنزل بهم بأسك الذى لا ترده عن القوم
المجرمين بسم الله الرحمن الرحيم اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونثنى عليك ولا نكفرك
، ونخلع ونترك من يفجرك بسم الله الرحمن الرحيم اللهم إياك نعبد ، ولك نصلى ونسجد
، ولك نسعى ونحفد ، نخشى عذابك الجد ، ونرجو رحمتك ، إن عذابك بالكافرين ملحق.
3267 : Dari Sa’id
bin Abdurrahman bin Abzay dari Bapaknya berkata ia : Aku shalat Subuh
dibelakang Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu maka aku mendengar beliau
berkata sesudah baca ayat sebelum ruku’
اللهم إياك نعبد ، ولك نصلى ونسجد ، وإليك نسعى
ونحفد ، نرجو رحمتك ونخشى عذابك ، إن عذابك بالكافرين ملحق اللهم إنا نستعينك
ونستغفرك ، ونثنى عليك الخير ولا نكفرك ، ونؤمن بك ونخضع لك ، ونخلع من يكفرك.
Ini dibacakan sebelum ruku’, hadits ini walaupun sandaran sahih
tetapi riwayat yang mengatakan bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu berqunut
sesudah ruku’ itu lebih banyak.
299 : BAB – MENGANGKAT DUA TANGAN PADA QUNUT
3270 : Dari Tsabit
dari Anas bin Malik pada kisah pembantaian para Qari, Tsabit berkata : Anas radhiyallahu
‘anhu berkata kepadaku, “Sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tatkala shalat subuh beliau mengangkat tangannya berdoa untuk
kebinasaan orang – orang yang membantai para qari.”
3271 : Dari Abi
Usman An-Nahdiy dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berkata ia : “Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha
Mulia. Dia sangat malu jika seorang hamba menengadahkan tangan padaNya,
kemudian dibiarkan kosong tak mendapatkan apa-apa (tak dikabulkan)”
3272 : Dari Ja’far
Abi ‘Ali Yuba’ Anmath berkata ia : aku mendengar Abi Usman berkata : “Aku
melihat Umar radhiyallahu ‘anhu menengadahkan dua tangannya pada qunut.”
3274 : Dari Sa’id
dari Qatadah dari Abi Usman radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Aku
shalat dibelakang Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau membaca 80 ayat
dari surat Al-Baqarah dan berqunut sesudah ruku’ dan beliau mengangkatkan dua
tangannya hingga aku melihat putih ketiaknya, beliau meninggikan suaranya
sehingga doa beliau bisa di dengar dari balik dinding.”
300 : BAB – MAKMUM MENGAMINKAN DOA QUNUT
3274 : Dari Hilal
bin Khubab dari ‘Akramah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, berkata
ia : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut selama sebulan terus
menerus di dalam shalat dzuhur, ‘ashar, maghrib, ‘isya’ dan shalat subuh di
setiap akhir shalat apabila beliau berkata « سمع الله لمن حمده », pada rakaat terakhir, berdoa atas (kecelakaan)
qabilah-qabilah dari Bani Sulaim, atas Ra’li, Dzakwan dan ‘Ushayyah dan
orang-orang di belakangnya mengamininya.”
301 : BAB – ORANG-ORANG YANG TIDAK MELIHAT QUNUT PADA SHALAT SUBUH
3279 : Dari Himad
dari Ibrahim dari ‘Alqamah dan Aswad dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu : “Tidak berqunut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada
sesuatu dari shalatnya”. Demikian pula hadits riwayat Muhammad bin Jabir
As-suhaimi. Hadits ini tergolong hadits Matruk.
3280 : Dari Abu
Hamzah A’war Ibrahim dari ‘Alqamah Abdullah berkata ia : “Berqunut
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama sebulan, beliau berdoa kemudharatan
atas ‘Ishyah dan Zakwan. Manakala telah nampak kemudharatan atas mereka maka
beliau meninggalkannya”. Hadits yang sama telah diriwayat oleh Muhammad bin
Abdullah al-hafidl dari Yahya bin Mansur al-qadhi dari ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz
dari Ghussan dari Syarik dari Abi Hamzah. Dan sungguh telah kami riwayat dari
Abdurrahman bin Mahdi bahwa sungguh beliau berkata : “Hanya yang
ditinggalkan oleh Rasulullah adalah doa laknat (kutukan)”.
3282 : Dari Humam
dari Qatadah dari Abi Majlaz, berkata ia : “Aku shalat subuh bersama
Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu (Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhu) maka beliau tidak berqunut, maka aku katakan kepada beliau, aku tidak
melihat tuan membaca qunut, maka beliau menjawab, tidak aku hafal akan qunut
dari seseorang dari sahabat kami”. Asy-syaikh berkata : “Lupa sebagian
sahabat atau lalainya dari sebagian perbuatan sunat tidak berdampak buruk pada
riwayat orang – orang yang menghafalnya dan menyebutkannya”.
3283 : Dari Basyar
bin Harab berkata ia : Aku mendengar Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata
: “Apakah kalian melihat mereka (sahabat Rasulullah) ketika selesai membaca
surat berdiri membaca qunut, sungguh itu pekerjaan bid’ah yang tidak dilakukan
oleh Rasulullah kecuali hanya satu bulan saja kemudian ditinggalkannya”.
Basyar bin Harab an-Nadbiy adalah Dhaif. Dan andaikata riwayat ini Shahih dari
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu maka padanya adalah dalil bahwa sungguh
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu mengingkari qunut sebelum ruku’.
3284 : Dari Ibrahim
bin Abi Harrah dari Sa’id bin Jubairi dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu :
“Bahwa sungguh qunut pada shalat subuh adalah bid’ah”. Hadits ini tidak
sah. Menurut Abu Lailiy hadits ini Matruk. Dan sungguh kami telah meriwayatkan
hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa sungguh beliau berqunut
pada shalat subuh.
3285 : Dari Abdullah
bin Nafi’ dari Bapaknya dari Ummi Salamah radhiyallahu ‘anha : “Bahwa
sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang qunut pada shalat subuh”.
Komentar ulama tentang hadits ini bahwa Nafi’ ayah dari Abdullah tidak sah
meriwayatkan hadits dari Ummi Salamah radhiyallahu ‘anha.
KITAB ‘AUNUL MA’BUD SYARAH SUNAN ABI DAUD
Karya Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Azhim
BAB QUNUT DALAM SHALAT
1228 : Dari Abi
Katsir dari Abi Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abi Hurairah radhiyallahu
‘anhu berkata ia : “Demi Allah, sungguh aku mendekatkan kepada kalian
shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Berkata ia : “Maka
adalah Abi Hurairah Radhiallahu’anhu berqunut ia pada rakaat terakhir dari
dluhur, shalat ‘Isya dan shalat subuh maka berdoa ia untuk kemenangan Mukminin
dan kehancuran Kafirin.”
Berkata pengarang Aunul Ma’bud : (maka adalah Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu berqunut). Berkata Imam Nawawi : “Disunatkan berqunut pada
sekalian shalat apabila tertimpa musibah kepada orang Islam, semoga Allah
melindungi kita.” Berkata Imam Syafi’i rahmatullahi ’alahi : “Bahwa
sungguh qunut disunatkan pada shalat subuh selama-lamanya. Adapun selain shalat
subuh maka padanya ada 3 pendapat; ada pendapat yang shahih lagi masyhur : jika
umat Islam tertimpa musibah seperti musuh, kemarau, waba’, kekeringan dan
kemudharatan yang nampak pada orang Islam dan seumpama demikian maka berqunut
pada sekalian shalat fardhu, jika tidak ada kejadian apa – apa maka tidak berqunut.
Tempat qunut adalah sesudah mengangkat kepala dari ruku’ pada rakaat terakhir.
Masalah menyaringkan suara saat qunut pada shalat jihar (nyaring) itu ada dua
pendapat, pendapat yang kuat adalah tidak menyaringkan suara. Disunatkan
mengangkat dua tangan pada qunut, tidak disunatkan menyapu muka. Pendapat lain
mengatakan sunat menyapu wajah. Pendapat yang shahih (kuat) dalam masalah qunut
tidak tertentu dengan doa yang tertentu, tetapi sudah dikatakan qunut dengan
doa apa saja. Dan padanya pula ada pendapat lain yang menyatakan tidak ada
qunut kecuali dengan doa yang masyhur, yaitu Allahummahdini….hingga akhir.
Tetapi pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa doa yang masyhur itu adalah
sunnat bukan syarat. Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan lainnya berpendapat bahwa
qunut pada subuh tidak ada sama sekali. Imam Malik berkata : ada qunut pada
subuh tetapi sebelum ruku’. Dali – dalil semua pendapat diatas sudah ma’ruf dan
telah aku jelaskan semuanya dalam kitab Syarah Muhazzab”. Wallahu a’lam.
Berkata Al-Munziri : Telah mengeluarkan (arti mengeluarkan adalah menunjukkan
tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan
sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan) hadits tersebut diatas
oleh Bukhari, Muslim dan An-Nasai.
1229 : Dari ‘Amar
bin Murrah dari Ibnu Abi Laliy dari Bara’ radhiyallahu ‘anhu : “Bahwa
sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berqunut pada shalat
subuh. Menambahkan oleh Ibnu Mu’az “dan shalat Maghrib”.
Berkata pengarang Aunul Ma’bud : (senantiasa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berqunut pada shalat subuh. Menambahkan oleh Ibnu Mu’az
“dan shalat Maghrib). Telah meriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim dan Tirmizi
dan telah mentashihkan ia akan hadits tersebut dari Bara’ radhiyallahu ‘anhu
: Bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa
berqunut pada shalat Maghrib dan Subuh. Telah mengeluarkan oleh Bukhari dari
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata ia : Adalah qunut itu pada shalat
Maghrib dan Subuh. Berkata dalam An-Naili : telah berpegang dengan hadits ini
oleh Ath-Thahawi pada meninggalkan qunut pada shalat subuh, berkata ia : Karena
ulama telah sepakat diatas nasakh (batal hukum) hadits qunut pada shalat
Maghrib maka sedemikian juga pada shalat Subuh. Pendapat Ath-Thahawi
bertentangan dengan sebagian ulama yang berkata : Telah sepakat ulama diatas
bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat
subuh, kemudian para ulama tersebut berbeda pendapat pada ; Apakah Rasulullah
meninggalkan qunut tersebut atau tidak, maka dengan berpegang pada masalah yang
oleh ulama telah sepakat maka tetaplah sebut apa yang oleh ulama berbeda
pendapat. Ibnu Qayyim berkata : “Shahihlah hadits Abi Hurairah radhiyallahu
‘anhu yang berkata; “Demi Allah, sungguh aku mendekatkan kalian kepada
shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Tidak diragukan lagi
bahwa sungguh Rasulullah pernah melakukan qunut kemudian maka meninggalkannya,
maka aku mencintai Abu Hurairah bahwa beliau mengajarkan mereka bahwa dasar
qunut adalah sunnah, dan bahwa sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam melakukannya. Dan ini (dapat) menolak pendapat orang – orang yang
membenci qunut secara mutlak pada shalat subuh, baik ketika datang musibah atau
bukan, bahkan mereka (yang membenci qunut) berkata ; hadits tersebut sudah
tidak berlaku. Maka para ahli hadits mengambil jalan tengah diantara yang
membenci qunut dan yang menggalakkan (sunnat) qunut ketika musibah dan lainnya,
karena mereka berqunut sekira – kira berqunut oleh Rasulullah dan meninggalkannya
sekira – kira meninggalkan oleh Rasulullah, maka mengikut oleh mereka dengan
Rasulullah pada melaksanakan dan meninggalkan qunut. Demikian kesimpulan.
Al-Munziri berkata : “Telah mengeluarkan oleh Muslim dan Nasai yang mencakup
dua shalat (maghrib dan subuh).
1230 : Dari Abu
Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata ia
: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat ‘Isya selama
satu bulan, Beliau berkata dalam qunutnya; “Ya Allah selamatkan Al-Walid bin
Al-Walid, Ya Allah selamatkan Salamah bin Hisyam Ya Allah selamatkan orang –
orang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan
himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti
layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan)”.
Berkata Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari telah meninggalkan berdoa untuk
mereka. Beliau (Abu Hurairah) berkata: kenapa Engkau tidak berdoa bagi mereka?
maka dijawab : Apakah tidak diperlihatkan padamu bahwa mereka sudah datang.”
Berkata pengarang ‘Aunul Ma’bud : “Katanya (Al-Walid) yang benar
menurut As-Suyuthi adalah Abu Al-Walid sebagaimana pada riwayat Ibnu Daasah dan
Ibnu Al-A’rabiy. Nama Abu Al-Walid adalah Hisyam bin Abdul Malik
Ath-Thayalisiy, demikian As-Suyuthi. Katanya (Ya Allah Selamatkan) artinya
“Lepaskan”. ………………… Katanya (mereka sudah datang) artinya Al-Walid, Salamah dan
lainnya dari para dhu’afa kaum muslimin datang dari Mekkah ke Madinah, yang
telah menyelamatkan akan mereka oleh Allah dari negeri kafir, adalah do’a bagi
mereka untuk kebebasan mereka dari tangan-tangan kafir dan sungguh mereka telah
bebas, dan mereka telah tiba di Madinah maka dalam hal demikian maka tidak
perlu lagi berdoa untuk mereka. Berkata oleh Al-Khaththabiy : padanya ada
bagian dari Fiqih yaitu “Menetapkan qunut pada selain witir”, dan padanya dalil
bahwa doa bagi kaum dengan nama mereka dan nama bapak mereka itu tidak
memutuskan shalat, dan bahwa doa untuk (kebinasaan) kafir tidak membathalkan
shalat. Al-Munziri berkata : “Telah mengeluarkan hadits oleh Bukhari dan
Muslim).
1233 : Dari Anas bin
Siriin dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu : “Bahwa sungguh Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut sebulan, kemudian Rasulullah
meninggalkannya.”
Berkata pengarang ‘Aunul Ma’bud : “Katanya “berqunut sebulan,
kemudian Rasulullah meninggalkannya”, berkata Al-Khathabiy : makna “kemudian
Rasulullah meninggalkannya” artinya meninggalkan oleh Rasulullah akan berdoa
kebinasaan atas qabilah (suku) yang dimaksud, atau meninggalkan qunut pada 4
waktu shalat, dan Beliau tidak meninggalkannya pada shalat Subuh, dan tidak
meninggalkan doa yang tersebut pada hadits Al-Hasan bin ‘Ali yaitu;
ALLAHUMMAHDINA FIMAN HADAYTA yang menunjukkan demikian itu oleh beberapa hadits
yang shahih pada qunutnya Rasulullah hingga akhir hidup beliau. Sungguh berbeda
pendapat manusia pada masalah qunut Rasul pada shalat Subuh dan pada tempatnya
(sebelum ruku’ atau sesudahnya). Berkata oleh Ashabul Rakyi : “Tidak ada qunut
kecuali pada Witir dan berqunut sebelum ruku’. Berkata Imam Malik, Imam
Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq : “berqunut oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada shalat Subuh sesudah ruku’. Dan sungguh diriwayatkan
hadits qunut sesudah ruku’ pada shalat Subuh dari Sayyidina ‘Ali, Sayyidina
Abubakar, Sayyidina ‘Umar dan Sayyidina ‘Utsman radhiyallahu ‘anhum.
Maka adapun qunut pada bulan Ramadhan maka menurut madzhab Ibrahim An-Nakh’iy,
Ahlul Rakyi dan Ishaq : “tidak berqunut kecuali pada nisfu yang terakhir
dari Ramadhan, mereka berhujjah dengan perbuatan Ubai bin Ka’ab, Ibnu ‘Umar dan
Ma’az Al-Qari.” Dalam kitab Syarah Sunnah disebutkan : “Telah berjalan
kebanyakan ahli ilmu kepada bahwa tidak berqunut pada semua shalat karena
hadits tersebut dan hadits Abi Malik Al-Asyja’iy. Dan sebagian ahli ilmu
berjalan kepada berqunut pada shalat Subuh, dengannya telah berkata Imam Malik
dan Imam Syafi’iy, sehingga Imam Syafi’iy berkata : “Jika muslimin tertimpa
oleh suatu musibah maka berqunut pada sekalian shalat. Kata perawi “Rasul
Meninggalkan” artinya meninggalkan laknat dan doa atas qabilah tertentu, atau
meninggalkan 4 waktu shalat ketiadaan pada shalat Subuh, dengan dalil hadits
riwayat dari Anas radhiyallahu ‘anhu, berkata ia : “senantiasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat Subuh
hingga meninggalkan dunia (wafat)”. Hadits riwayat ‘Abdurrazzaq, Daraquthniy
dan Al-Hakim. Berkata Al-Munziri : “telah mengeluarkan hadits ini oleh Imam
Muslim yang lebih sempurna dari hadits tersebut dan tidak ada pada haditsnya
kalimat “kemudian beliau meninggalkannya”.
KITAB SUNAN AT-TIRMIZI
Karya Muhammad bin ‘Isa Abu Musa At-Tirmizi As-Salamiy.
BAB – HADITS YANG DATANG PADA MASALAH QUNUT PADA SHALAT SUBUH.
367 – Dari Syu’bah dari ‘Amri bin Murrah dari Abdurrahman bin Abi
Laila dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu : “bahwa sungguh
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berqunut pada shalat Subuh dan
Maghrib.” Berkata ia : “tersebut dalam Al-Bab dari ‘Ali dan Anas, Abi
Hurairah, Ibnu ‘Abbas, Khufaf bin Ayma’ bin Rakhshah Al-Ghifariy radhiyallahu
‘anhum, berkata Abu ‘Isa : “hadits riwayat Al-Bara’ radhiyallahu ‘anhu adalah
hadits HASAN SHAHIH.” Para ahli ilmu berbeda pendapat pada masalah
qunut pada shalat Subuh, maka oleh sebagian ahli ilmu berpendapat ada qunut
pada shalat Subuh, pendapat berdasarkan dari shahabat Rasulullah dan lainnya,
dan inilah pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i. Adapun Imam Ahmad dan Imam
Ishaq berkata : tidak ada qunut pada shalat Subuh kecuali ketika ada musibah
yang menimpa kaum muslimin, dalam kondisi ini maka boleh bagi imam berdoa bagi
keselamatan dan kemenangan Muslimin.
BAB – HADITS YANG DATANG PADA MASALAH MENINGGALKAN QUNUT.
368 – Dari Abi Malik Al-Asyja’iy (nama beliau adalah Sa’ad bin
Thariq bin Asy-yam) berkata ia : “aku katakan kepada bapakku, wahai bapak!
Sesungguhnya Engkau pernah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dibelakang Abubakar, Umar, Utsman dan ‘Ali bin Abi Thalib di
negeri Kuffah hampir 50 tahun, apakah mereka semua berqunut? Ayahku berkata :
“Wahai putraku! Itu adalah perkara baru (muhdats)”. Berkata Abu ‘Isa : “Ini
adalah hadits HASAN SHAHIH, dan beramal adalah atas hadits ini menurut
kebanyakan ahli ilmu. Sofyan Ats-Tsauriy berkata : ”Jika seseorang berqunut
pada shalat Subuh maka itu bagus, dan jika seseorang tidak berqunut maka itu
juga bagus”. Sofyan memilih tidak berqunut, dan beliau tidak melihat Ibnu
Mubarak berqunut pada shalat Subuh.
KESIMPULAN
Setelah membaca hadits-hadits tersebut diatas maka jelaslah bahwa
persoalan qunut adalah persoalan dhanniyyah dan ijtihadiyyah. Hasil sebuah
ijtihad adalah dhanniy bukan qath-’iy. Dalam segala hukum hasil ijtihad para
mujtahid berkata : ”IJTIHADKU BENAR DAN MUNGKIN SALAH, IJTIHAD SELAIN AKU SALAH
DAN MUNGKIN BENAR”. Dengan demikian maka tidak seorang pun dari manusia yang
ada sekarang ini yang berhak membid’ahkan satu-satu pendapat dari yang berqunut
atau yang tidak berqunut, karena yang berqunut ada dalilnya, dan yang tidak
berqunut juga ada dalilnya, kalau yang ada dalilnya masih dikatakan bid’ah lalu
yang mana yang tergolong sunnah??? Apakah yang suka membid’ah-bid’ahkan dan yang
suka menghujat itu tergolong “sunnah”.
Wahai pengikut Maliky dan Syafi’iy, tidak perlu membenci orang
yang tidak berqunut karena barangkali mereka pengikut mazhab Hanafiy atau
Hanbaliy, atau mungkin mereka adalah “mujtahid yang sudah punya madzhab sendiri”.
Wahai Salafi Wahhabi, Muhammadiyyah dan para pembaharu agama lainnya,
berhentilah menghujat kami yang berqunut dalam masalah qunut dan lainnya,
bagaimana kalian menegakkan sunnah kalau rutinitasnya menghujat terus dan suka
membid’ahkan, kemana-mana selalu pasang : “KULLU BID’ATIN DHALALAH. KULLU
DHALALAH FINNAR”.
Andaikata hadits yang kami jadikan landasan sunnah berqunut
menurut kalian adalah lemah, itu hak kalian dan hasil ijtihad kalian menurut
ilmu musthalah yang kalian pelajari, tetapi kalian pun harus tahu bahwa Imam
Syafi’i dan pengikutnya bukan tidak tahu ilmu musthalah. Ilmu musthalah bukan
hadits dan bukan juga wahyu. Sesungguhnya kalian mengatakan “ini kuat, ini
lemah, ini hasan, ini shahih” itu juga ikut-ikut orang lain seperti Bin Baz,
Albani dan sebagainya. Apa landasan Albani mengatakan “ini kuat, ini lemah, ini
hasan, ini shahih”, apa ada haditsnya, apa ada wahyu atau hasil ijtihadnya
sendiri yang diikuti oleh para pengikutnya. Nah, kalau Albani boleh berijtihad
dan ijtihadnya diikuti, lalu kenapa orang lain tidak boleh berijtihad dan
kenapa pendapat orang lain tidak boleh diikuti.
Masya Allah, “KEBENARAN ITU DATANG DARI ALLAH”, maka tidak perlu
ada hak veto dalam masalah khilafiyyah, maka bagi yang percaya Imam Syafi’i dan
Imam Malik mari terus berqunut karena ada dalilnya, dan yang percaya Imam
Hanafi dan Imam Hanbali silakan tidak berqunut karena juga ada dalilnya.
Tetapi, menyalahkan orang berqunut itu apa dalilnya???
Sumber dayahdarulkhairat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar