Foto
Maulana Muhammad Zakariyya An Kandahlawi
1.
Darul Ulum, Al Azharnya India
Ilmu pengetahuan Islam, tidak hanya berkembang
di Timur Tengah. Di India juga berkembang pesat. Perkembangan itu ditandai
dengan berdirinya sebuah madrasah yang amat berpengaruh, Darul Ulum namanya.
Lembaga ini menjadi kiblat pendidikan Islam di India, Pakistan, Bangladesh,
Afghanistan hingga Afrika Selatan.
Para ulamanya dikenal memiliki ketinggian ilmu,
sifat zuhud, tegas terhadap sekte-sekte sesat serta tidak segan-segan turun
langsung dalam kancah pertempuran melawan penjajah Inggris. Para alumninya juga
memiliki komitmen dan kiprah besar dalam memajukan Islam, baik di India maupun
di luar negeri.
Seperti apa sebenarnya Darul Ulum dan bagaimana
detailnya sifat-sifat para ulamanya?
2. Darul Ulum Deoband dan Sejarah Kebangkitan Islam di
India-Pakistan.
Deobandi merupakan sebuah gerakan keagamaan yang
lahir di 'Deoband' (Uttar Pradesh) India, bermula dari sebuah madrasah dengan
nama Darul Ulum Deoband. Dengan banyaknya pengikut dan pengaruh madrasah
ini maka tidak heran kalau akhirnya institusi seperti Deoband kemudian
berkembang menjadi sebuah pergerakan religius yang besar dan menyebar hampir
disetiap komunitas Muslim Sunni di Pakistan. Disamping para pengikut kelompok
lainnya seperti Barelwi, Jama’ah Tabligh dll. Kendati demikian banyak kritik
dan kecaman menentang ajaran-ajaran Deoband, tapi eksistensinya masih meluas
hingga saat ini. Tidak diragukan lagi dengan kehebatan para ulama mereka,
tercatat bahwa pendiri Barelwi, Tablighi Jamaat dll merupakan hasil didikan
madrasah Darul Ulum Deoband.
Berikut ini sedikit ikhtisar tentang sejarah,
perkembangan dan kiprahnya dalam menegakkan Syariat Islam yang berpedoman pada
Quran dan Sunnah, begitu juga dengan perjuangannya untuk kemerdekaan bangsa
dari kolonialisme yang saat itu berekspansi di Sub-Continent. Disamping juga
pertanyaan seputar Deobandisme 'sebuah kepercayaan atau sekte' serta eksistensi
mereka sekarang ini, sedikit banyak juga akan dibahas disini.
3. Darul-Ulum Deoband; Batu Pertama Revivalisme
Islam
Darul Ulum Deoband didirikan pada 30 Mei 1867 di
sebuah masjid kecil di kota Deoband oleh Maulwi Fadlur Rahman, Maulwi
Zulkfikar Ali dan Maulwi Muhammad Mahmud. Murid pertama yang mengemban ilmu
di madrasah ini adalah Syaikhul Hind Maulana Mahmud-ul-Hasan dan kemudian pada
akhir tahun jumlahnya meningkat hingga 78 pelajar. Disebutkan bahwa sebenarnya
cikal bakal berdirinya Darul Ulum Deoband merupakan buah pemikiran Maulana
Muhammad Qasim Nanotwi (1833-1877), yang mana beliau berharap tidak adanya
beban finansial bagi pelajar dan pengajarnya sehingga proses belajar mengajar
dapat terlaksana dengan penuh takwa dan ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala.
Kemudian pada tahun 1880 Maulana Muhammad Qasim meninggal dan posisinya
digantikan oleh Maulana Rashid Ahmed Gangohi (1829-1905).
Sekitar tahun 1867 Darul Ulum Deoband memulai
belajar dari bawah pohon pada sebuah Masjid Chatta, dan ketika masjid ini tidak
dapat menampung lagi jumlah pelajar yang semakin bertambah hari demi hari
akhirnya dibangunlah masjid lainnya yang kemudian berpindah pada tahun 1874.
Perkembangan pesat terjadi pada jumlah pelajar yang terus berdatangan di
madrasah ini sehingga ia harus mulai mengepakkan sayapnya dengan pembangunan-pembangunan
gedung dan penambahan fasilitas belajar seperti gedung fakultas Hadits yang
telah diseleseikan pada tahun 1931 dan gedung fakultas Tafsir. Pada tahun 1940,
Raja Zahir Shah Afghanistan telah membangun Gerbang madrasah yang kemudian
diberi nama 'Baab-uz-Zahir'.
Darul Ulum juga dikenal dengan sebutan
Qasim-ul-Ulum yang diambil dari nama Maulana Muhammad Qasim Nanotwi sebagai
pendirinya dan institusi ini merupakan institusi religius dengan sistem
pendidikan yang bagus. Perlu diingat bahwa Deobandi adalah pengikut madzhab
fiqih Abu Hanifa, sedangkan untuk aqidah mereka mengikuti Abu Mansur Maturidi.
Sekitar seribu pelajar lebih mengemban pendidikan di madrasah ini sedangkan
yang empat ratus nya mendapatkan fasilitas asrama. Pelajar yang berdatangan
kesini bukan hanya berasal dari India tapi juga dari berbagai negara muslim
lainnya seperti Afghanistan, Afrika Selatan dan Inggris. Jamiah Millia
Nawakhali dan Madrasah Qasim-ul-Ulum Muradabad juga termasuk cabang dari
institusi ini.
Ada beberapa ajaran yang dipegang kuat oleh
Deobandi dan dianggap sebagai elemen dasar mereka, yaitu :
(i)
Tauhid,
konsep yang mereka fahami sebagai Abrahamic monotheism bahwa tidak ada
sesuatupun yang dapat menyerupai sifat-sifat Nya.
(ii)
Mengikuti
Sunnah, yaitu menerapkan dan mengamalkan ajaran Rasulullah sallalluhu alaihi
wassalam.
(iii)
Mencintai
para Sahabat Rasulullah sallalluhu alaihi wassalam dengan mengikuti
tindak-tanduk mereka.
(iv)
Taqlid
wal Ittiba', memberikan preferensi kepada salah satu yurisprudensi Islam yang
terdahulu.
(v)
Jihad fi Sabilillah, mengerjakan jihad yaitu berjuang di jalan Allah subhanahu
wa ta’ala.
Sedangkan metode pengajaran yang digunakan dalam
madrasah ini yaitu mengikuti sylabus belajar-mengajar pada zaman Rasulullah sallallahu
alaihi wassalam hingga abad ke-10 Hijriyah; yang menitikberatkan pada
sistem belajar tradisional dalam Islam yaitu menghubungkan nalar rasionil dan
ilmu tradisional (traditional science). Adapun buku-buku pokok yang diajarkan
pada setiap kurikulumnya sekitar 11 buku hadits dan beberapa buku tambahan
untuk materi-materi lainnya, sedangkan kurikulum lengkapnya mencapai 81 buku
yang akan dipelajari. Dibawah kuasa Maulana Rashid Ahmad Gangohi institusi ini
meniadakan mata pelajaran seperti ilmu logika dan filsafat seperti yang dilakukan
oleh Syah Wali Allah pada Rahimiyah yaitu dengan menekankan belajar al-Qur'an,
Hadits dan Fiqih.
Rizvi memaparkan tiga metode yang mereka terapkan
pada institusi ini :
(i)
primer
(yaitu memahami kandungan isi buku),
(ii)
tingkat
menengah (mengerti isi buku dan topik disamping juga naskah buku),
(iii)
tingkat tinggi (lebih menekankan pada diskusi dan pemahaman yang
mendalam).
Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Urdu,
maka setiap pelajar harus mengerti dan bisa menggunakan bahasa tersebut baik
dari dalam negri maupun luar negri. Dan disebutkan bahwa Deoband merupakan
institusi pendidikan pertama kali di India yang tidak menarik biaya kepada
pelajarnya selama lebih dari se-abad. Pada akhir abad ke-19 banyak
madrasah-madrasah yang dikenal dengan Deoband dari Peshawar hingga Madras, dan
mereka terdaftar mencapai 8934 madrasah, primer maupun tingkat lanjut, sampai
sekarang-pun masih terus menyebar dengan satu karakteristiknya yaitu merupakan
divisi utama bagi ulama sub-continent.
4. Landasan dan Karakteristik Darul Ulum Deoband
Mereka biasa menyebut landasan utama tersebut
dengan 'Maslak-e-Darul Uloom' yang mana ada tujuh pokok dasar pada ajaran
mereka, yaitu:
Pertama adalah
pengetahuan Syariah yang didalamnya meliputi seluruh cabang-cabang iman dan
kepercayaan yang terangkum pada enam rukun iman, kemudian ketaatan untuk
melaksanakan Ibadah (lima rukun Islam) dan menjaga hubungan baik dengan hal-hal
duniawi. Dengan pengetahuan ini diharapkan seorang muslim dapat menerapkannya
pada setiap sisi kehidupan, paling tidak itu merupakan bekal agar bisa
membedakan yang Haq dan yang Batil, yang Makruh dan yang Mandub, karena dengan
demikian akan tercipta sebuah komunitas muslim yang egaliter dan meletakkan
segala sesuatu secara proporsional dan efisien.
Yang kedua adalah
mengikuti jalan yang benar, yang mencakup pendidikan yang baik, penyucian diri
dan spiritual traversing (Sulook-e-Batin). Dengan kata lain dimaksudkan untuk
mengikuti jejak para Sufi sebagaimana mereka juga berpedoman pada Qur’an dan
Sunnah, bukan hanya menjalankan rukun iman dan Islam tapi lebih daripada itu
adalah bagaimana seorang muslim dapat mengerjakan Ihsan atau beribadah
semaksimal mungkin, yaitu menerapkan Maqamat dan Ahwal seperti Taubat, Ridlo,
dll.
Yang ketiga adalah
keselarasan dengan Sunnah, segala hal yang diperbuat hendaknya sesuai dengan
Sunnah Rasulullah sallalluhu alaihi wassalam. baik perkataan maupun
perbuatan. Sebelum mengerjakan sesuatu hendaknya kembali kepada ajaran Islam,
disinilah peran pengetahuan tentang Shariah itu penting untuk dijadikan pedoman
sehingga kita bisa membedakan mana yang benar dan yang salah.
Yang keempat adalah
mengikuti madzhab Imam Hanafi, hal-hal yang berkenaan dengan furu'iyat dan
ijtihad dalam mengambil hukum merupakan bagian dari ilmu fiqh, para pendahulu
Darul Ulum sebagian besar mereka pengikut madzhab Hanafi.
Yang kelima adalah berdasarkan dialektika al-Maturidi, segala hal yang bersangkutan dengan kepercayaan dan cara pandang dengan nalar logika yang benar, khususnya masalah-masalah aqidah dan hukum, mereka mengikuti metode Ahlus Sunnah wal Jamaah yang direpresentasikan oleh Asy'ari dan al-Maturidi.
Yang kelima adalah berdasarkan dialektika al-Maturidi, segala hal yang bersangkutan dengan kepercayaan dan cara pandang dengan nalar logika yang benar, khususnya masalah-masalah aqidah dan hukum, mereka mengikuti metode Ahlus Sunnah wal Jamaah yang direpresentasikan oleh Asy'ari dan al-Maturidi.
Yang keenam adalah
bertahan untuk melawan perbedaan, yaitu berusaha untuk membela yang benar dan
menentang doktrin-doktrin yang mencoba untuk merusak akidah umat Islam. Didalamnya
termasuk Amar Ma'ruf Nahi Munkar, dakwah kepada yang benar dari segala hal yang
berbau kemusyrikan, dll.
Yang ketujuh adalah
ketaatan terhadap Qasim dan Rashed, sebagai pelajar Darul Ulum Deoband sudah
selayaknya ikut merasakan dengan hati dan jiwa atas perjuangan para pendiri dan
pendahulu Deoband dan hal ini biasa mereka sebut dengan istilah 'Mashrab' yaitu
kecondongan, nature, sifat dan tingkah laku bagi pengikut Deoband. Sebagaimana
ditetapkan dalam konstitusi mereka yang diresmikan pada tahun 1368 H : "Jalan
yang dilampaui Darul Ulum adalah Deoband, yang mengikuti madzhab Hanafi yang
selaras sengan Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan berkarakter (Mashrab) seperti para
pendirinya yang suci, Hazrat Maulana Muhammad Qasim Nanotwi dan Hazrat Maulana
Rashid Ahmad Gangohi."
Oleh karena itu, tujuh faktor diatas merupakan
bagian yang paling esensial dimana pendidikan dan aktifitas Darul Ulum Deoband
berdiri dan berjalan hingga sekarang. Mereka mengibaratkan ketujuh hal tersebut
adalah tujuh benih dan dari setiap benih tersebut akan tumbuh seratus butir.
Tujuh benih ini diekspresikan kedalam Syariah, Iman, Islam, Ihsan dan 'Idzhar
al-Din', sebagaimana telah diriwayatkan dalam Hadits Jibril alaihis salam
tentang Iman, Islam, dan Ihsan.
Adapun beberapa karakterististik madrasah Deoband
adalah :
(i)
mengikuti
ajaran ahli sunah seperti yang diajarkan oleh Syah Wali Allah,
(ii)
mereka
juga tidak menjauhkan wahyu dari akal namun juga tidak mengedepankan akal lebih
dari segalanya, karena akal adalah salah satu alat untuk membuktikan kebenaran
wahyu.
(iii)
ulama deoband kontemporer berapi-api menyebarkan ilmu pengetahuan Islami
untuk melindungi aqidah Islam dari bid'ah dan khurafat. Dengan demikian mereka
berusaha kritis untuk menumbangkan aqidah dan ajaran-ajaran yang melenceng,
seperti yang dilakukan oleh Maulana Muhammad Yusuf Bannuri yang menentang
Qadiyaniyah dan menganggap mereka keluar dari Islam, beliau juga mengkritik
penjelasan ayat-ayat al-Quran (Quran Commentary) milik Sir Syed Ahmad Khan.
5. Deobandi dan Kolonialisme Inggris
Salah satu tujuan dari didirikannya Deoband yaitu
sebagai reaksi dari kolonialisasi Inggris di India, para pendiri Deoband sama
sekali tidak pernah bersahabat dan bahkan menentang kolonial Inggris pada
perang kemerdekaan 1857, banyak dari pengikutnya yang mendekam di penjara atau
hilang. Sebagai solusi dan kontribusi mereka dalam menangani masalah-masalah
dalam negri tersebut maka mereka menitik beratkan pada kebangkitan agama
(religious revival) dalam masyarakat muslim India. Tekanan tersebut nampaknya
juga telah terklarifikasi pada awal mereka berdiri dengan landasan agama yang
ingin membangkitkan lagi ruh keagamaan dikalangan masyarakat Muslim India
khususnya. Bentuk kontribusi mereka sangat besar sekali terlihat pada pengaruh
ideologi yang tersebar luas melalui masjid-masjid dan mimbar-mimbar untuk
melawan pemerintahan Inggris.
Seperti halnya Indonesia dan beberapa negara lainnya, oknum agama juga berperan penting dalam kemerdekaan negara. Di Indonesia, pergerakan-pergerakan kelompok agama seperti Sarikat Islam dan beberapa organisasi lainnya juga telah ikut serta mengepakkan sayapnya untuk memperjuangkan negaranya dari kolonialisme Belanda. Di Sub-Continent, seperti Jamaatul Ulama Hind adalah organisasi yang didirikan oleh beberapa ulama Deoband yang kemudian masih berlanjut di Pakistan dengan nama Jamaatul Ulama-i-Islam hingga sekarang masih aktif dalam perpolitikan Pakistan.
Seperti halnya Indonesia dan beberapa negara lainnya, oknum agama juga berperan penting dalam kemerdekaan negara. Di Indonesia, pergerakan-pergerakan kelompok agama seperti Sarikat Islam dan beberapa organisasi lainnya juga telah ikut serta mengepakkan sayapnya untuk memperjuangkan negaranya dari kolonialisme Belanda. Di Sub-Continent, seperti Jamaatul Ulama Hind adalah organisasi yang didirikan oleh beberapa ulama Deoband yang kemudian masih berlanjut di Pakistan dengan nama Jamaatul Ulama-i-Islam hingga sekarang masih aktif dalam perpolitikan Pakistan.
Dengan berbekal ilmu pengetahuan dan moral baik
mereka bergerak untuk mengabdi pada agama, masyarakat dan negara, dimana mereka
selalu menitik beratkan ajaran-ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah sallalluhu
alaihi wassalam. dalam Hadits-hadits yang mereka pelajari pada institusi
ini. Sehingga semangat jihad dan mengabdi pada negara senantiasa mengalir
begitu ringan karena Jihad itu sendiri merupakan komponen penting setelah
Tauhid, Mengikuti Sunnah, Mencintai para Sahabat Rasulullah dan Taqlid wal Ittiba'
seperti yang telah dipaparkan di atas, karena Jihad untuk bangsa juga merupakan
Jihad fisablillah.
Ikut berjuang melawan penjajah Inggris dan
membela hak-hak umat Islam di India.
“Di India, tidak ada yang membuat mataku
terpana, kecuali setelah menyaksikan madrasah Darul Ulum, yang kini dijuluki
Al Azhar-nya India. Ini adalah cermin kebangkitan baru agama dan ilmu.”
Itulah beberapa patah kata yang terucap dari
lisan Syaikh Muhammad Abduh, setelah mengunjungi sekolah yang didirikan tahun
1283 H ini. Apa yang diucapkan oleh penulis Tafsir Al Manar itu bukanlah hal
yang berlebihan. Darul Ulum telah mencetak banyak ulama yang berpengaruh, dan
mengeluarkan umat Islam India dari masa kelam.
Lahirnya madrasah ini sendiri merespon
penjajahan Inggris dan runtuhnya dinasti Islam Mughal, yang berpusat di Delhi
pada tahun 1274 H. Saat itu, perlawanan umat Islam terhadap penjajah Inggris
mengalami kekalahan, karena besarnya kekuatan musuh. Banyak umat Islam gugur
dalam peristiwa itu. Jalanan pun penuh dengan jasad para syuhada yang
bergelimpangan. Para ulama dan cendekia juga menjadi korban, sebagian dari
mereka digantung sedangkan lainnya diasingkan.
Sekolah-sekolah Islam dan bangunan yang
diwaqafkan berada di bawah kekuasaan Inggris. Aktivitas belajar-mengajar vakum.
Kondisi seperti ini berkelanjutan, hingga umat Islam terpuruk dalam kungkungan
kebodohan. Situasi seperti ini menyebabkan sebagian umat Islam murtad, dan
menjadi penganut Kristen.
Kondisi menyedihkan itu menggerakkan hati
Syaikh Muhammad Qasim An Nanautawi (1287 H), seorang ulama terpandang di India
saat itu. Beliau akhirnya berinisiatif untuk berunding bersama sejumlah kolega
seperti Syaikh Rashid Ahmad Gangohi (1323 H), Syaikh Dzul Fiqar Ali Ad Deobandi
(1322 H), Syaikh Abid Husain Ad Deobandi (1331 H), Syaikh Muhammad Ya’qub An
Nanautawi (1302 H), serta Syaikh Fadhl Ar Rahman Al Utsmani (1325 H) mengenai
rencana pembangunan sekolah Islam. Semua sepakat menggunakan sebuah masjid
kecil di Deoband, sebuah desa di propinsi Uttar Pradesh untuk digunakan sebagai
madrasah. Pada 15 Muharram 1283 H, dibukalah secara resmi sekolah itu. Saat itu
pengajarnya hanya seorang, yakni Mulla Mahmud, dan murid satu-satunya adalah
Mahmud Hasan, yang kelak dikenal dengan nama Syaikh Al Hindi.
Walau pada awalnya pelajar yang menuntut ilmu
tidak banyak, dan usianya masih “seumur jagung”, akan tetapi kiprah perjuangan
sekolah yang berjarak 150 km dari New Delhi ini cukup diperhitungkan. Itu
karena sebelum madrasah Darul Ulum didirikan, para pencetusnya sudah
bahu-membahu melakukan perlawanan terhadap Inggris tahun 1274 H. Mereka
bergerak di bawah kepemimpinan Syaikh Muhammad Qasim An Nanautawi.
Saat Kongres Nasional dibentuk untuk menuntut
kemerdekaan, Syaikh Rasyid Ahmad Al Gangohi juga mengeluarkan fatwa mengenai
diperbolehkannya umat Islam bergabung dalam organisasi ini.
Pada tahapan selanjutnya, para ulama madrasah
yang sebelumnya bernama Madrasah Al Islamiyah Al Arabiyah ini memilih
berjuang sendiri, setelah melihat Kongres Nasional tidak bisa memenuhi harapan.
Syaikh Mahmud Hasan, sang pemimpin berencana menggunakan cara fisik untuk
melawan Inggris. Beliau akhirnya diasingkan ke Malta, setelah pihak penjajah
mengetahui rencana itu.
Tidak hanya berperan aktif dalam mengusir
penjajah. Di India, Darul Ulum juga memegang peran penting dalam kancah
politik. Para ulama Deobandlah yang mendukung pemisahan Pakistan dari India,
setelah sebelumnya ide tersebut tidak disetujui oleh banyak ulama. Dukungan
diberikan setelah mereka yakin bahwa negara itu benar-benar bisa diwujudkan,
dan menjadikan syariat Islam sebagai sumber perundang-undangan. Syaikh Shabbir
Ahmad Al Utsmani, Maulana Dhafar Al Utsmani serta Ubaidullah As Sindi, termasuk
mereka yang memberi dukungan.
7. Aktif Luar Dalam
Darul Ulum juga berperan memperkuat posisi umat
Islam sebagai kelompok minoritas di negara itu. Posisi mereka semakin
diperhitungkan dengan didirikannya Jam’iyah Ulama Al Hind, yang dirintis oleh Mufti
Al Akbar Muhammad Kifayatullah, yang juga berasal dari Deoband.
Darul Ulum juga dipercaya oleh umat Islam India
untuk mengawal hukum waris dan pernikahan bagi umat Islam India, setelah adanya
percobaan untuk mengubahkan tahun 1392 H atau 1972 M. Kepercayaan itu berlanjut
hingga saat ini.
Di parlemen, ulama Darul Ulum, Mufti Atiq Ar
Rahman Al Ustmani mendirikan faksi Islam, guna menyatukan suara partai-partai
Islam. Upaya itu dilakukan agar umat Islam India tetap memperoleh hak mereka.
Pada Juni 2009, Darul Ulum juga menyuarakan
penolakan rencana penghapusan undang-undang pasal 377, yang menyatakan bahwa
aktifitas homoseksual merupakan tindakan pidana. Ide legalisasi perbuatan bejat
itu sendiri datang dari menteri hukum India saat itu.
Tidak hanya bergerak di dalam negeri, para
alumnusnya yang tersebar di berbaga negara juga diperhitungkan kiprah mereka.
Muhammad Syafi’ Al Utsmani, mufti besar Pakistan yang memiliki peran aktif
“memerangi” Ahmadiyah adalah salah satu alumnusnya. Qari Muhammad Qasmi
pemimpin gerakan Khatam Nubuwat Hongkong, Maulana Ilyas Al Kandahlawi perintis
Jama’ah Tabligh, juga lahir dari “rahim” Darul Ulum.
Ada lagi alumnus lainnya yang aktif di dunia
Arab, yakni Abu Hasan Ali An Nadwi. Beliau salah satu pendiri Rabithah
Alam Islami, pernah ditunjuk sebagai penasehat Universitas Islam Madinah dan
pendiri Universitas Nadwatul Ulama di Lucknow.
Sedangkan di Asia Tenggara, alumnus Darul Ulum
yang kiprahnya tidak bisa dipandang sebelah mata adalah Nik Aziz Nik Mat,
tokoh spiritual sekaligus pendiri partai PAS Malaysia. Saat ini, ulama yang
akrab dipanggil dengan sebutan Tok Guru ini, masih menjabat sebagai Menteri
Besar Kelantan.
Madrasah yang banyak merujuk madzhab Hanafi
dalam fiqh-nya ini, kini menjadi model bagi madrasah-madrasah setelahnya, yang
didirikan oleh para alumnusnya. Madrasah-madrasah sejenis adalah Nadwah Ulama
di Lucknow India, Darul Hadits Al Asyrafiyah Lahore Pakistan, atau Madrasah Al
In’amiyah di Camperdown Afrika Selatan. Bahkan sebagian sekolah di Afghanistan
dan Bangladesh juga berkiblat kepadanya.
8. Sutera Kuning yang Ditakuti Inggris
Syaikh Mahmud membangun aliansi dengan Turki
Utsmani dan Afghanistan serta suku-suku pedalaman guna melawan Inggris.
Saat itu, perang Dunia Pertama belum berkobar, namun Inggris sudah mulai melancarkan perang dingin terhadap Kehilafahan Utsmani. Perkembangan selanjutnya terus diikuti oleh Syaikh Mahmud Hasan, hingga akhirnya perang mengerikan pecah pada tahun 1333 H.
Saat itu, perang Dunia Pertama belum berkobar, namun Inggris sudah mulai melancarkan perang dingin terhadap Kehilafahan Utsmani. Perkembangan selanjutnya terus diikuti oleh Syaikh Mahmud Hasan, hingga akhirnya perang mengerikan pecah pada tahun 1333 H.
Saat itulah ulama yang dikenal dengan sebutan
Syaikh Al Hindi ini mulai tampak gelisah. Gelisah, karena Kongres Nasional
India tidak bisa melakukan apa-apa untuk menuntut kemerdekaan dari Inggris.
Keadaan seperti ini memaksa Syaikh Hasan Mahmud membuat rencana menggulingkan
pemerintahan Inggris yang mencengkeram negerinya saat itu.
Di saat Eropa mengeroyok Turki, pemimpin Darul
Ulum generasi ke tiga ini menyiapkan rencana dengan skala besar yang
terorganisir untuk menghabisi kekuatan Inggris di India. Sebagian besar murid
beliau, baik yang tersebar di India maupun di luar negeri ikut andil dalam
rencana ini.
Untuk masalah dalam negeri, Syaikh Mahmud
mempercayakan kepada Maulana Muhammad Manshur Mian Anshari guna menanamkan
ajaran jihad kepada suku-suku di wilayah tribal area. Sedangkan masalah luar
negeri beliau sendiri yang melakukan perjalanan ke Hijaz untuk meminta dukungan
dari Turki, yang saat itu masih menguasai wilayah tersebut. Muridnya yang lain,
Ubaidullah As Sindi bertugas ke Kabul dengan missi khusus, yakni meminta
bantuan persenjataan. Diharapkan kelak terjadi perlawanan sporadis di India,
hingga Inggris tidak mampu mengatasinya.
Pada tahun 1333 Syaikh Mahmud sudah sampai di
Hijaz. Beliau kemudian mengadakan pembicaraan dengan Ghalib Pasha, Gubernur
Turki untuk wilayah itu dan Anwar Pasha Menteri Peperangan Turki. Rencananya,
beliau akan kembali melalui via Baghdad dan Balukistan hingga bisa langsung
bergabung dengan suku-suku tribal area. Melalui surat dengan media sutera
kuning, komunikasi Syaikh Mahmud dengan para muridnya cukup lancar. Surat
sutera kuning inilah yang disebut-sebut pihak Barat dengan “silk letter
conspiracy”.
Namun, Allah Ta’ala menghendaki lain, pihak
Inggris mengetahui rencana itu sebelum terlaksana. Saat Syaikh Mahmud Hasan
hendak kembali, beliau ditangkap Sharif Husain, penguasa Makkah yang menentang
Utsmani, dan menyerahkannya kepada Inggris. Peristiwa ini terjadi pada 23
Shafar 1335 H. Setelah itu, hampir sebulan Syaikh Hasan Mahmud mendekam di
penjara di Jeddah. Setelah itu beliau dibawa dengan kapal menuju Suez dan
diasingkan di Malta.
Syaikh Mahmud Hasan dan beberapa kawan beliau
yang diasingkan menyebutkan beberapa hal yang ditanyakan di saat proses
interogasi. Di antaranya adalah tujuan pertemuan beliau dengan Ghalib Pasha.
Kemudian alasan mengapa beliau enggan menandatangani fatwa pengkafiran terhadap
Turki, serta penjelasan rinci mengenai kegiatan murid beliau, Ubaidullah Shindi
di Afghanistan.
Tiga seperempat tahun, putra Syaikh Dzul Fiqar
Ali ini menghabiskan waktu di pengasingan. Pada 20 Ramadhan tahun 1338 H,
beliau menginjakkan kaki di pantai Mumbai, kemudian singgah ke Darul Ulum,
sebelum kembali ke rumah. Tak lama kemudian, beliau segera bergabung dengan
gerakan Khilafat, dan memfatwakan wajibnya melakukan perlawanan terhadap
Inggris. Fatwa itu disambut gegap gempita oleh umat Islam.
Gerakan Khilafat yang diperkuat dengan Jamiatul
Ulama-e Hind semakin berpengaruh dalam bidang politik, di saat Kongres Nasional
India tak memiliki peran yang berarti dalam memerdekakan India. Akhirnya,
Ghandi menggabungkan Kongres Nasional dengan gerakan Khilafat, hingga gerakan
nasional begitu kuat, dan kemerdekaan India bisa diraih lebih cepat. Dalam
jangka 27 tahun India sudah memperoleh kemerdekaan. Namun, perjuangan Muslim
dalam memerdekaan India sering kali dipandang sebelah mata.
Sejak tiba dari Malta, kesehatan Syaikh Mahmud
Hasan sebenarnya sudah terganggu. Saat itu, walau sedang menderita sakit,
beliau tetap melakukan aktivitas guna mendukung gerakan kemerdekaan. Saat
mengunjungi Universitas Aligarh, guna meresmikan Universitas Milia Islamia,
sakit beliau semakin parah, kemudian beliau dibawa ke Delhi untuk dirawat.
Tepatnya, pada 18 Rabiul Awal 1339 H beliau akhirnya menghambuskan nafas
terakhir. Jasad ulama pejuang ini dimakamkan di komplek Deoband.
Ulama alumnus pertama Darul Ulum ini
meninggalkan beberapa karya. Yang paling tersohor adalah terjemah Al Qur`an berbahasa
Urdu, yang selanjutnya ditafsiri oleh Syaikh Syabir Ahmad Al Utsmani, salah
satu muridnya, yang kini populer dengan sebutan Tafsir Al Utsmani. Semoga Allah
meridhai ulama-mujahid ini.
9. Deobandi; Sekte atau Keyakinan?
Qasimul Ulum adalah inti dari awal mula Darul Ulum
Deoband didirikan, bahkan untuk pertama kalinya Deobandisme merupakan
Waliyullahisme dan kemudian Qasimisme, yang mana keduanya bukanlah proses
belajar-mengajar saja, atau dengan kata lain, Deoband bukan saja sebuah
madrasah tapi ia adalah sebuah madzhab (school of thought).
Oleh karena itu ia menjadi jelas bahwasanya
Deobandi lebih pas disebut sebagai sebuah madzhab atau keyakinan (creed)
daripada disebut sebagai sekte, yang mana istilah ini tidak banyak diterima
oleh masyarakat Pakistan khususnya. Muhammad Iqbal dalam syairnya mengatakan
ketika seseorang bertanya tentang Deobandi, apakah ia sebuah keyakinan (creed)
atau sekte? Kemudian Muhammad Iqbal menjawab ia bukanlah sebuah keyakinan dan
bukan sebuah sekte, Deoband merupakan nama bagi para religious rationalits.
10. Deobandi Kontemporer; antara Radikalisme dan
Sufisme
Sekitar pertengahan April 2000, Pemerintah Pakistan
telah memberikan izin selama tiga hari untuk mengadakan konferensi yang
diselenggarakan oleh partai politik muslim Deobandi yaitu Jamiat Ulama Islami
(JUI), beberapa pembicara yang hadir sepakat dan menentang deklarasi politik
Barat. Karena pada dasarnya ajaran Deoband menentang hal-hal yang berbau Barat
termasuk sistem pemerintahan Barat. Oleh karenanya mereka ingin mengembalikan
Islam kepada ajaran-ajarannya yang suci dari kebobrokan yang berasal dari
pengaruh Barat.
Wal hasil, para ‘fundamentalis’ Deoband sedikit
banyak telah memberi inspirasi kepada lahirnya kelompok Taliban yang kemudian
meyebar luas dibandingkan dengan para fundamentalis muslim sendiri. Sebagian
besar pemimpin Taliban mengikuti seminari Deobandi di Pakistan, karena pada
dasarnya mereka memiliki kesamaan seperti mengikuti madzhab Hanafi yaitu Islam
Sunni, yang mana selama 200an tahun Deoband merupakan ‘gambaran’ wajah Islam
Sunni di India. Sedangkan minoritas pengikutnya dikenal dengan para Sufi.
Walaupun mayoritas penduduk Muslim di Pakistan
adalah Sunni pengikut madzhab Hanafi, para teologlah yang mendorong Pakistan
menuju Islam radikal selama beberapa dekade, sebagaimana para pendiri Taliban
yang disertai dengan retorika dan idealisme Wahabi. Aliran ini berasal dari
para teolog madzhab Hanbali Saudi yang berimigrasi ke Pakistan sekitar abad
ke-18 masehi, dengan maksud ingin membantu umat Muslim India dengan inspirasi
teologi Hanbali melawan kolonialisme Inggris, dimana worldview Wahabi kemudian
meningkat dan melebur bersama menyebarnya aliran Deobandi di Asia Selatan.
Bagaimanapun, kontribusi Deoband dalam menjaga
pertahanan Islam di Asia Selatan amat besar dengan jumlah mereka yang selalu
meningkat, banyak usaha yang sudah mereka upayakan, meskipun dengan sumber
finansial yang mereka miliki, tapi proses belajar mengajar tetap berjalan
hingga sekarang, bahkan bisa dikatakan bahwa kemanapun para ulama Deoband
pergi, prioritas utama mereka adalah mendirikan sebuah madrasah, mereka adalah
para inisiator yang kemudian diikuti oleh para muslim lainnya di belahan dunia.
Banyak dari
ulama mereka sekarang berinisiatif untuk merubah sistem dan mengakomodasinya
sesuai dengan perkembangan zaman dan dunia, bagaimanapun, 'ijtihad' dan
mengikuti jejak sebelumnya tidaklah mudah bagi mereka yang 'taqlid' dari zaman
ke zaman.
11. JAGO MENSYARAH SHAHIH BUKHARI.
Salah satu santri Darul Ulum yang cemerlang. Berfatwa
sejak berumur 12 tahun, lebih memilih mengajar dengan gaji 50 rupee dan menolak
gaji 1000 rupee.
Saat itu, Syaikh Mu’adzam Syah, secara rutin
mengajarkan kepada putra laki-lakinya kitab Mukhtashar Al Quduri, rujukan fikih
dalam madzhab Hanafi. Nyatanya, sang putra memang memiliki kecerdasan di atas
rata-rata, banyak pertanyaan yang terlontar dari mulutnya di tengah-tengah
proses belajar. Karena sulitnya menjawab pertanyaan si anak, pernah ulama
Kashmir ini terpaksa harus menelaah kitab Al Hidayah, rujukan dalam madzhab
Hanafi yang lebih tinggi, untuk menjawabnya. Belajar Bersungguh-sungguh
Mengetahui kelebihan si anak, ulama Kasymir
yang dikenal sebagai ahli ibadah dan zuhud ini menyerahkan pendidikan anaknya
kepada ulama lainnya. Tak lama kemudian, sang ayah mendengar keluhan dari sang
guru, mengenai pertanyaan-pertanyaan sulit yang sering dilontarkan oleh
putranya.
Pernah, Syaikh Mu’adzam Syah membawa putranya
itu kepada seorang ulama ahli ibadah. Saat melihat putra beliau, ulama tersebut
mengatakan, ”Anak ini akan menjadi orang yang paling alim di masanya.”
Bahkan Syaikh Mu’adzam memperoleh informasi
dari beberapa ulama dimasanya, bahwa sang putra bakal menjadi Ghazali atau Ar
Razi di masanya. Penilaian itu berdasarkan catatan-catatan berbobot dalam
buku-buku pelajarannya, selama menuntut ilmu. Siapa si anak sebenarnya? Dia
tidak lain adalah ulama yang memiliki nama Al Imam Al Muhaddits Anwar Syah
Al Kasymiri.
Al Kashmiri, sebelum berumur 5 tahun sudah
menguasai sastra Persia dan menelaah karya-karya Syaikh As Sa’di As Syairazi,
An Nidzami, Al Jami serta Jalaluddin Ad Dawani serta sudah mengkhatamkan
al-Qur`an.
Lantas beliau mempelajari disiplin ilmu yang
lebih luas seperti, tafsir, ushul fikih, fikih, mantiq, dan lainnya. Tingginya
kemampuan memahami apa yang diajarkan tidak membuat Al Kasymiri kecil terlena. Beliau
tetap sungguh-sungguh dalam belajar, hingga tidak pernah tidur dalam keadaan
berbaring, kecuali pada Jumat. Seluruh waktunya digunakan untuk belajar,
sehingga di saat rasa kantuk tidak sanggup ditahan, ia tertidur sambil duduk.
Dengan izin Allah, Al Kasymiri akhirnya menjadi
seorang faqih dan mufti di Kasymir. Beliau pertama kali berfatwa saat berumur
12 tahun dan fatwa-fatwa beliau dijadikan rujukan para ulama. Namun, beliau
masih haus akan ilmu. Setelah banyak menghabiskan masa belajarnya Kasymir, khususnya
di madrasah Hizarah, perjalanan mencari ilmu diteruskan menuju pusat ilmu
pengetahuan Islam di India yakni, Darul Ulum.
Di madrasah itu, Al Kashmiri bertemu dengan
para ulama seperti Syaikh Mahmud Hasan Ad Deobandi, seorang musannid (ulama
Hadits yang bersanad), yang menjadi guru bagi para ulama Arab maupun ‘ajam
(non-Arab). Beliau juga berguru kepada Al Muhaddits Muhammad Ishaq Al Kasymiri.
Dan kepada dua ulama ini beliau membaca Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
Abu Dawud, Jami’ At Tirmidzi, Sunan An Nasa’i, serta Sunan Ibnu Majah.
Ulama yang lahir 1292 H ini akhirnya
menyelesaikan belajarnya di Darul Ulum tahun 1313 H. Kemudian beliau mengajar
di Abdu Arrab, New Delhi, dan mendirikan Madrasah Al Aminiyah di sana.
Setelah menilai bahwa madrasah yang dirintis
sudah mulai sempurna, Al Kasymiri kembali ke kampung halaman, dan merintis
sebuah madrasah yang diberi nama Al Faidh Al ‘Am. Namun beliau tinggal di sana
hanya tiga tahun. Setelah itu, beliau melakukan perjalanan ke Makkah dan
Madinah. Menimba ilmu masih terus dilakukan, hingga beliau bertemu dengan
Syaikh Husain Al Jisr At Tharabulsi dan berguru kepadanya. Di dua kota suci itu
pula Al Kasymiri bertemu dengan para ulama lainnya dan memperoleh ilmu dari
mereka.
Saat itu, Al Kasymiri berniat untuk menetap di
Tanah Haram, namun sebelum melaksanakannya, beliau ingin mendapatkan restu dulu
dari guru beliau di Darul Ulum, yakni Syaikh Mahmud Hasan. Namun, sang guru
menyarankan agar Al Kasymiri mengurungkan niatnya, dan malah memintanya untuk
tetap tinggal di Darul Ulum.
Saat itu, Syaikh Mahmud Al Hasan berniat
berangkat menuju Tanah Suci guna berhaji dan bertemu dengan gubernur Hijaz.
Beliau lalu menyerahkan kepemimpinan Darul Ulum kepada beliau. Belakangan
diketahui bahwa Syaikh Mahmud Hasan tidak bisa kembali karena ditahan Inggris
dan diasingkan di Malta.
Sejak saat itu, Darul Ulum akhirnya dipimpin
oleh Syaikh Anwar Syah Al Kasymiri. Di sekolah itu, beliau mengajarkan
Hadits dalam kutub as sittah, serta kitab-kitab induk lainnya. Sebagai
pemimpin Darul Ulum, beliau mendapat gaji 50 rupe. Gaji itu jauh lebih kecil
dibanding tawaran-tawaran yang pernah datang kepada beliau.
Pernah sebuah sekolah tinggi di Kalkuta meminta
beliau mengajar dengan gaji sebesar 900 rupee. Akan tetapi, beliau membalas
tawaran itu dengan mengatakan, ”Cukup bagi saya apa yang ada, saya tidak
membutuhkan hal di luar itu.” Bahkan, setelah tidak lagi mengajar di Darul
Ulum, beliau diminta mengajar di Pakistan dengan gaji 1.000 rupee perbulan,
namun beliau juga menolak.
Di masa menjalani kepemimpinan di Darul Ulum,
beliau membangkitkan umat untuk melawan gerakan Qadiyaniyah, baik itu melalui
ceramah, pengajaran, hingga penulisan buku-buku. Tidak kurang dari 5 buku
beliau yang membahas kesesatan sekte ini. Di antaranya adalah Ikfar Al
Mulhiddin fi Dhoruriyat Ad Din serta Sad’u An Niqab ‘an Jisasah Al Funjab. Saat
itu, serentak para ulama, jurnalis dan cendekiwan ikut bangkit menghadapi faham
sesat yang bersumber dari Mirza Ghulam Ahmad ini.
Jumlah keseluruhan kitab yang ditulis Al
Kasymiri tidak kurang dari 34 buah. Dari jumlah itu, terdapat beberapa karya
beliau yang berkenaan dengan syarah (penjelasan) Hadits. Faidh Al Bari adalah
penjelasan bagi Shahih Al Bukhari, sedangkan Al Urf Asy Syadzi ‘ala Jami’ At
Tirmidzi pejelasan untuk Jami’ At Tirmidzi.
Disamping itu, ada pula Amali ‘ala Sunan Abu
Dawud, Amali ‘ala Shahih Muslim, serta Hasyiyah ‘ala Sunan Ibni Majah. Tentu,
sangat jarang ada ulama yang memiliki banyak karya mengenai penjelasan kitab
Hadits, lebih-lebih bagi mereka yang hidup di masa terakhir seperti beliau.
Setelah memimpin Darul Ulum, pada tahun 1346 H,
Al Kasymiri menetap di Dabil, yang berjarak 150 mil dari Bombai dan mendirikan
sebuah madrasah yang bernama Jami’ah Al Islamiyah serta penerbitan Al Majlis Al
Ilmi
Lima tahun Al Kasymiri tinggal di Dabhel dengan
aktivitas dakwah. Namun tak lama kemudian bilau diuji dengan penyakit bawasir
yang kronis. Kemudian ulama ini kembali ke Darul Ulum. Penyakit yang beliau
derita semakin parah, hingga akhirnya meninggal tepat pada waktu sepertiga
malam, Senin, 13 Shafar tahun 1302 H. Semoga Allah Ta’ala merahmati beliau.
13. Penutup
Melihat dari tenet dan dasar-dasar yang mereka
ajarkan, Deoband tidak lain adalah sebuah gerakan yang berbasis Islam Sufi
dengan memegang Syariah dan mengikuti jejak para Syaikhnya seperti Qasim
Nanotwi dan Rashid Ahmad Gangohi. Bermula dari sebuah tempat belajar-mengajar
yang kecil hingga kemudian meluas menjadi institusi besar dan terkenal. Hal ini
merupakan kontribusi mengagumkan bagi Umat Islam dan muslim Sub-Continent
khususnya. Berbagai cabang-cabang ilmu agama menjadi kurikulum pokok dalam
kegiatan belajar di Darul Ulum Deoband, mulai dari ilmu Tafsir, ilmu Hadits,
ilmu Fiqh hingga ilmu logika dan filsafat.
Deoband juga mengepakkan sayapnya dalam pergerakan
kemerdekaan dari belenggu kolonialisme Inggris, salah satunya dengan membentuk
partai yang mereka sebut dengan Jamaatul Ulama Hind yang setelah partisi menjadi
Jamaatul Ulama-i-Islam hingga sekarang.
Beberapa Darul Ulum di beberapa tempat :
·
Dar Al Uloom
University,
university in Saudi Arabia
·
Dar-ul-Uloom,
Karachi, Islamic
education university (Madrasa) in Karachi, Pakistan
·
Darul Uloom Deoband, Islamic school in India where
the Deobandi Islamic movement was started
·
Faculty of Dar Al Uloom Cairo University
·
Darul-uloom Nadwatul Ulama, Lucknow, India
·
Darul Uloom
Zakariyya,
Lenasia, South Africa
·
Darul Uloom
Birmingham,
Birmingham, England
·
Darul Uloom London, London, England
·
Jamia Uloom ul
Islamia,
Karachi, Pakistan
·
Darul Uloom Haqqania, Akora Khattak, Khyber
Pakhtunkhwa, Pakistan
·
Darul Uloom
Al-Madania,
Buffalo, New York
·
Jamiah Arabia Ahsan-Ul-Uloom, Karachi, Pakistan
·
Jamiah Darul Uloom Zahedan, Zahedan, Iran
·
Al-Jamiatul Ahlia Darul Ulum Moinul Islam, Hathazari, Bangladesh
·
Darul Uloom Bolton, Bolton, England
14.
Darul Ulum Deoband, Pemasok Sarjana Muslim di Hindustan
Sekolah ini didirikan
di tengah ketidakberdayaan. Saat Inggris sudah menjarah segala sendi hidup
rakyat India. Saat itulah Darul Ulum muncul. Sebagai simbol kebangkitan Islam.
Dream - Darul Ulum
Deoband. Inilah sekolah Islam terbesar di India. Pusat pendidikan legendaris
kaum muslim yang terletak di Negara Bagian Uttar Pradesh, India bagian utara.
Sekolah itu dibangun satu setengah abad silam. Saat
Inggris masih mencengkeram Tanah Hindustan. Pendirinya adalah tokoh-tokoh
kondang di India bagian utara di bawah pimpinan Imam Muhammad Qasim Nanotwi.
Sekolah ini didirikan di tengah ketidakberdayaan.
Saat itu Inggris sudah menjarah segala sendi hidup rakyat India. Bahadur Shah
Zafar, raja terakhir Kerajaan Mughal yang berkuasa, sudah tak punya daya.
Tentara kerajaan di India bagian utara itu pun sudah putus asa. Saat itulah
Darul Ulum muncul. Sebagai simbol kebangkitan Islam.
Mulanya, Darul Ulum dibangun hanya untuk
menyelamatkan budaya Islam. Dan juga memberbaiki pendidikan anak-anak kaum
muslim. Namun peran itu berkembang. Darul Ulum turut ambil bagian dalam
perjuangan India meraih kemerdekaan.
Banyak ulama Darul Ulum yang menjadi pemimpin
pergerakan. Selain untuk kemerdekaan India, mereka juga menentang upaya
pembuatan undang-undang anti-Islam oleh Inggris.
Ulama-ulama Darul Ulum menjadi penentang utama saat
Muhammad Ali Jinnah mengusulkan pemisahan Islam dan non-Islam saat akan
mendirikan India. Mereka tak sepakat pendirian negara berdasar sektarian. Namun
sebagian kalangan menuding ulama Darul Ulum tak mendukung Jinnah karena ingin
mendirikan negara Islam di India.
Terlepas dari sejarah itu, nama Darul Ulum semakin
kondang. Banyak santri yang datang dari luar India. Antara lain datang dari
Pakistan, Afghanistan, Malaysia, Indonesia, Turki, Afrika hingga Eropah.
Salah satu yang unik adalah kurikulum yang
diterapkan. Selama lebih dari seabad, kurikulum di Darul Ulum menerapkan
silabus abad tujuh belas bernama Dars Nizamiyah. Garis besar kurikulum itu
sesuai Alquran serta tafsirnya dan juga hadits-hadits Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam.
Kurikulum tersebut mengajarkan berbagai macam
disiplin ilmu agama dan ilmu umum seperti Fiqh, Syariah, Tafsir, Tasawwuf,
literatur Arab, dan ilmu lainnya.
Darul Ulum pun menjadi model panutan
sekolah-sekolah muslim di dunia. Tak hanya di India, sejumlah sekolah Islam di
Bangladesh, Pakistan, Afghanistan, Inggris, Amerika Serikat, Afrika Selatan, hingga
Malaysia, Indonesia,Thailand dan Birma, juga berafiliasi ke Darul Ulum Deoband
ini.
Lebih dari lima belas ribu lulusan Darul Ulum
berserak di Asia Selatan untuk menyebarkan Islam. Lulusan Darul Ulum Deoband
sangat keras dalam penegakan tauhid dan penerapan sunnah. Kebanyakan dari
lulusan sekolah ini menjadi tokoh-tokoh penting di India dan Pakistan.
Pendidikan di Darul Ulum Deoband ditempuh dalam
delapan tahun, mulai dari Arabi Awwal hingga Daura e Hadits. Jika di sekolah
umum, lulusan pendidikan ini setara dengan pendidikan pascasarjana. Murid yang
lulus pendidikan delapan tahun itu akan mendapat gelar Alim atau Maulvi.
Kelas terakhir Daura e Hadits selalu digelar di basement Masjid Rasheed, yang dibangun memyerupai
Taj Mahal. Tahun lalu ada 1.063 yang masuk ke kelas ini.
Hampir seperempat pelajar di Daurae Hadits mampu
bertahan meneruskan pendidikan mereka untuk mempelajari 14 spesialisasi.
Lulusannya setara dengan Ph.D. Kebanyakan mereka mengambil bidang fikh, sastra
Arab, dan hadits.
Hingga saat ini institusi Deoband telah banyak melahirkan ulama-ulama
hebat seperti Maulana Husein Ahmed Madani, Maulana Ashraf Ali Tanawi, Maulana Muhammad Ilyas Kandahlawi, Maulana Ubaidullah Sindhi, Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi, dll.
15. Referensi
A. Buku
Ali Riaz, Faithful education; Madrassahs in South
Asia, Rutgers University Press, New Jersey, 2008.
Barbara D. Metcalf, Islamic Revival in British
India: Deoband, 1860–1900, Princeton University Press, New Jersey, 1982.
Bernard Lewis, CH. Pellat dan J. Schacht (ed),
Brill Encyclopedia of Islam, vol.II, Brill, Leiden, 1991
Farish M noor, Sikander dan Bruinessen (ed) The
Madrasa In Asia; The Madrasa in Asia; Political Activism and Transnational
Linkages, Amsterdam University Press, Amsterdam, 2008.
Fazale Kareem, Sir Syed Ahmed Khan; Reformer and
First Protagonist of Muslim Nationalism, Compusing Centre, Karachi, 1987
MM Sharif (ed), A History of Muslim Philosophy,
Rutgers University Press, Weisbaden, 1966.
Mohammad Qasim Zaman, The Ulama in Contemporary
Islam, Princeton University Press, New Jersey, 2002
__________, Ashraf Ali thanawi, Oneworld, Oxford,
2007.
New Cambridge history of India; Socio-Religious
Reform Movements in British India, Vol III.1, Kenneth W Jones, Cambridge
university Press, New york, 2006
Usha Sanyal, Ahmad Riza khan Barelvi, Oneworld,
Oxford, 2005.
Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India,
London, 1962.
B. Jurnal
History of Darul Uloom Deoband, Vol.1, 1980
C. Internet
http://darululoom-deoband.com/english/aboutdarululoom/the_tack.htm
http://www.hindu.com/2006/04/18/stories/2006041805780800.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar