A.
Pengertian Dakwah Islami
Secara
etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa ‘Arab yakni: دعا
يدعوا دعاة/ دعوة. Jadi kata du’aa atau
dakwah dalam isim Masdar dari du’aa yang keduanya mempunyai arti sama yaitu
ajakan atau panggilan.
Asal kata
du’aa bisa diartikan dengan macam-macam arti, tergantung kepada pemakaiannya
dalam kalimat. Misalnya: دعاه dapat diartikan memanggil
atau menyeru ia akan dia. دعا له dengan arti mendo’akan dia baginya.
Menurut
pendapat ulama Basrah, dasar pemanggilan kata dakwah itu adalah kata dari
masdar yakni دعوة yang artinya panggilan.
Sedangkan
menurut ulama Kuffah, perkataan dakwah itu diambil dari akar kata دعا
yang artinya telah
memanggil-manggil.
Kesimpulan
kata dakwah mempunyai arti ganda tergantung kepada pemakaiannya dalam kalimat.
Namun dalam hal ini, yang dimaksud adalah dalam arti seruan, ajakan atau
panggilan. Dan panggilan itu adalah panggilan kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Atau dalam pengertian yang integralistik dakwah
merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban
dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan
secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami.
Pengertian
dakwah menurut terminologi atau istilah ada beraneka ragam yang dikemukakan oleh para ahli yaitu:
1. Syaikh Ali Mahfudz
حث
الناس عل الخير والهدى والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ليقوزوا بسعادة العاجل
والأجل) .الشيخ
علي محفوظ(
Artinya: Mendorong
manusia atas kebaikan dan petunjuk dan menyeru kepada kebaikan dan mencegah
dari kemungkaran guna mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
1.Abu Bakar Zakaria
Dinukilkan
kembali oleh Drs. Anwar Masy’ari dalam bukunya studi tentang ilmu dakwah
sebagai berikut:
قيام
العلماء والمستنزرين في الدين بالتعليم الجمهور من العامة ما يبصرهم بأمور دينهم
بقدر الطاقة.
Artinya: Usaha
para ulama dan orang-orang yang memiliki pengertian tentang agama memberikan
pelajaran kepada khalayak ramai berupa hal-hal yang menimbulkan pengertian
berkenaan dengan unsur-unsur agama dan dunia mereka sesuai dengan daya mampu.
1.Muhammad Natsir
Muhammad
Natsir membedakan pengertian risalah di suatu pihak dan dakwah di pihak lain.
Pendapatnya antara lain: “Risalah adalah tugas yang dipikulkan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya,
sedangkan dakwah adalah tugas para muballigh untuk meneruskan risalah sesudah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, tegasnya, tugas risalah para Rasul dan
tugas dakwah para muballigh.”
2.Prof. Thoha Yahya Umar, MA
Prof.
Thoha Yahya Umar, MA membagi pengertian dakwah menjadi dua bagian yakni dakwah
secara umum dan dakwah secara khusus.
Pengertian
dakwah secara umum ialah ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntunan –
tuntunan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia agar menganut,
menyetujui, dan melaksanakan suatu ideologi pendapat pekerjaan yang tertentu.
Pengertian
dakwah secara khusus ialah mengajak manusia secara bijaksana kepada jalan yang
benar sesuai dengan perintah aturan untuk kebahagiaan dan kemaslahatan mereka
di dunia dan di akhirat.
3.Drs. Hamzah Ya’cub
Drs.
Hamzah Ya’cub mengkategorikan dakwah secara umum dan dakwah menurut Islam.
“Pengertian ilmu dakwah secara umum ialah suatu pengetahuan yang mengajarkan
dan tekhnik menarik perhatian orang guna mengikuti suatu ideologi dan pekerjaan
tertentu. Adapun definisi dakwah Islam ialah mengajak ummat manusia dengan
hikmah dan kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
4. A. Hasmy
Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an,
mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan
akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh
pendakwah itu sendiri.
5.Amrullah Ahmad
Menurut
Amrullah Ahmad .ed., dakwah Islami merupakan aktualisasi Imani (Teologis) yang
dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang
kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa,
berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tataran kegiatan individual dan
sosio kultural dalam rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua
segi kehidupan dengan cara tertentu.
6. Amin
Rais
Menurut
Amin Rais, dakwah adalah gerakan simultan dalam berbagai bidang kehidupan untuk
mengubah status quo agar nilai-nilai Islam memperoleh kesempatan untuk tumbuh
subur demi kebahagiaan seluruh umat manusia.
7. Farid
Ma’ruf Noor
Menurut Farid Ma’ruf Noor, dakwah merupakan suatu perjuangan hidup untuk
menegakkan dan menjunjung tinggi undang-undang Ilahi dalam seluruh aspek
kehidupan manusia dan masyarakat sehingga ajaran Islam menjadi shibghah yang
mendasari, menjiwai, dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku dalam hidup
dan kehidupannya.
10. Abu Bakar Atjeh
Menurut Abu Bakar Atjeh,
dakwah adalah seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang
ajaran Allah yang benar, yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasehat
yang baik.
Berpedoman kepada pengertian yang dikemukaan oleh para ahli di atas maka
dapatlah ditarik beberapa kesimpulan bahwa: Dakwah adalah suatu proses
penyelenggaraan aktifitas atau usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja
dalam upaya meningkatkan taraf dan tata nilai hidup manusia dengan berlandaskan
ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Adapun bentuk usaha yang dilakukan tersebut meliputi:
1. Mengajak manusia untuk beriman, bertaqwa serta
mentaati segala perintah Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
2. Dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
3. Memperbaiki dan membangun masyarakat yang Islami.
4. Menegakkan dan mensyi’arkan agama Islam.
Dan proses
penyelenggaraan tersebut merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan yakni
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam kaitannya dengan makna dakwah, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan secara seksama, agar dakwah dapat dilaksanakan
dengan baik.
Pertama, dakwah sering disalah artikan sebagai pesan yang datang dari luar.
Pemahaman ini akan membawa konsekuensi kesalahlangkahan dakwah, baik dalam
formulasi pendekatan atau metodologis, maupun formulasi pesan dakwahnya. Karena
dakwah dianggap dari luar, maka langkah pendekatan lebih diwarnai dengan
pendekatan interventif, dan para dai lebih mendudukkan diri sebagai orang
asing, tidak terkait dengan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Kedua,
dakwah sering diartikan menjadi sekadar ceramah dalam arti sempit. Kesalahan
ini sebenarnya sudah sering diungkapkan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap
saja terjadi penciutan makna, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal
yang bersifat rohani saja. Istilah “dakwah pembangunan” adalah contoh yang
menggambarkan seolah-olah ada dakwah yang tidak membangun atau dalam makna lain,
dakwah yang pesan-pesannya penuh dengan tipuan sponsor.
Ketiga, masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah sering
dianggap masyarakat yang vacum ataupun steril, padahal dakwah sekarang ini
berhadapan dengan satu setting masyarakat dengan beragam corak dan keadaannya,
dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang serba nilai dan majemuk dalam
tata kehidupannya, masyarakat yang berubah dengan cepatnya, yang mengarah pada
masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan
masyarakat terbuka.
Keempat,
Sudah menjadi tugas manusia untuk menyampaikan saja (al-Ghaasyiah: 21-22),
sedangkan masalah hasil akhir dari kegiatan dakwah diserahkan sepenuhnya kepada
Allah subhanahu wa ta’ala. Ia sajalah yang mampu memberikan hidayah dan
taufik-Nya kepada manusia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
sendiripun tidak mampu memberikan hidayahnya kepada orang yang dicintainya
(al-Qashash: 56).
فَذَكِّرْ
إِنَّما أَنْتَ مُذَكِّرٌ لَسْتَ
عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ
Artinya : ”Maka
berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas
mereka” (QS. Al Ghaasyiah : 21-22)
إِنَّكَ لا
تَهْدي مَنْ أَحْبَبْتَ وَ لكِنَّ اللَّهَ يَهْدي مَنْ يَشاءُ وَ هُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدينَ
Artinya : ” Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu
kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan
Allah lebih mengetahui orang- orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qashash : 56)
Akan tetapi, sikap ini
tidaklah berarti menafikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari kegiatan
dakwah yang dilakukan. Dakwah, jika ingin berhasil dengan baik, haruslah
memenuhi prinsip-prinsip manajerial yang terarah dan terpadu, dan inilah
mungkin salah satu maksud hadis Nabi, “Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika
salah seorang di antara kamu beramal, amalnya itu dituntaskan.” (HR Thabrani). Karena itu, sudah tidak pada
tempatnya lagi kalau kita tetap mempertahankan kegiatan dakwah yang
asal-asalan.
Kelima, secara konseptual Allah subhanahu wa ta’ala akan menjamin kemenangan hak para pendakwah, karena yang hak jelas
akan mengalahkan yang bathil (al-Isra’ : 81). Akan tetapi, sering dilupakan
bahwa untuk berlakunya sunatullah yang lain, yaitu kesungguhan (ar-Ra’d: 11).
Hal ini berkaitan dengan erat dengan cara bagaimana dakwah tersebut dilakukan,
yaitu dengan al-Hikmah, mau’idzatil hasanan, dan mujadalah billatii hiya ahsan
(an-Nahl: 125).
وَ
قُلْ جاءَ الْحَقُّ وَ زَهَقَ الْباطِلُ إِنَّ الْباطِلَ كانَ زَهُوقاً
Artinya : ” Dan
katakanlah:" Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap".
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap” (QS. Al Isra’ : 81)
...إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ ما
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا ما بِأَنْفُسِهِمْ...
Artinya : ”... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (QS. Ar Ra’d : 11)
ادْعُ
إِلى سَبيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَ الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَ جادِلْهُمْ
بِالَّتي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبيلِهِ
وَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدينَ
Artinya : ”Serulah
( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl : 125)
Berbicara tentang dakwah
adalah berbicara tentang komunikasi, karena komunikasi adalah kegiatan
informatif, yakni agar orang lain mengerti, mengetahui dan kegiatan persuasif,
yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan
suatu faham atau keyakinan, melakukan suatu kegiatan atau perbuatan dan
lain-lain. Keduanya (dakwah dan komunikasi) merupakan bagian integral yang
tidak dapat dipisahkan. Dakwah adalah komunikasi, akan tetapi komunikasi belum
tentu dakwah, adapun yang membedakannya adalah terletak pada isi dan orientasi
pada kegiatan dakwah dan kegiatan komunikasi. Pada komunikasi isi pesannya umum
bisa juga berupa ajaran agama, sementara orientasi pesannya adalah pada
pencapaian tujuan dari komunikasi itu sendiri, yaitu munculnya efek dan hasil
yang berupa perubahan pada sasaran. Sedangkan
pada dakwah isi pesannya jelas berupa ajaran Islam dan orientasinya adalah
penggunaan metode yang benar menurut ukuran Islam. Dakwah merupakan komunikasi
ajaran-ajaran Islam dari seorang da’i kepada ummat manusia dikarenakan didalamnya
terjadi proses komunikasi.
B.
Unsur-unsur Dakwah
Yang dimaksud unsur-unsur dakwah dalam pembahasan
ini adalah bagian-bagian yang terkait dan merupakan satu kesatuan dalam suatu
penyelenggaraan dakwah. Jadi, unsur-unsur dakwah tersebut adalah :
1. Subjek Dakwah
Dalam hal ini yang dimaksud
dengan subjek dakwah adalah yang melaksanakan tugas-tugas dakwah, orang itu
disebut da’i atau muballigh. Dalam aktivitasnya subjek dakwah dapat secara
individu ataupun bersama-sama. Hal ini
tergantung kepada besar kecilnya skala penyelenggaraan dakwah dan
permasalahan-permasalahan dakwah yang akan digarapnya. Semakin luas dan
kompleks-nya permasalahan dakwah yang dihadapi, tentunya besar pula
penyelenggaraan dakwah dan mengingat keterbatasan subjek dakwah, baik di bidang
keilmuan, pengalaman, tenaga dan biaya, maka subjek dakwah yang terorganisir
akan lebih efektif daripada yang secara individu (perorangan) dalam rangka
pencapaian tujuan dakwah. Dalam pengertian subjek dakwah yang terorganisir,
dapat dibedakan dalam tiga komponen, yaitu :
(1) da’i,
(2)
perencana dan
(3)
pengelola dakwah.
Sebagai
seorang da’i harus mempunyai syarat tertentu, diantaranya :
· Menguasai isi kandungan al-Quran dan sunah Rasul
serta hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas dakwah.
· Menguasai ilmu pengetahuan yang ada hubungannya
dengan tugas-tugas dakwah.
· Takwa pada Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Objek
Dakwah (audience).
Objek
dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi
sasaran suatu kegiatan dakwah. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap
manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna
kulit, dan lain sebagainya, adalah sebagai objek dakwah. Hal ini sesuai dengan
sifat keuniversalan dari agama Islam dan tugas kerisalahan Rasulullah.
Ditinjau dari segi tugas
kerisalahan Rasullulah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka objek dakwah
dapat digolongkan menjadi dua kelompok :
Pertama, umat dakwah yaitu umat yang belum menerima,
meyakini, dan mengamalkan ajaran agama Islam.
Kedua, umat ijabah yaitu umat yang dengan secara ikhlas
memeluk agama Islam dan kepada mereka sekaligus dibebani kewajiban untuk
melaksanakan dakwah.
Mengingat keberadaan objek
dakwah yang heterogen, baik pada tingkat pendidikan, ekonomi, usia, dan lain sebagainya,
maka keberagaman tersebut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan dalam
penentuan model penyelenggaraan dakwah, sehingga benar-benar dapat secara
efektif dan berhasil dalam menyentuh persoalan-persoalan kehidupan umat manusia
sebagai objek dakwah.
3. Materi
Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan
oleh da’i kepada objek dakwah, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut
dalam al-Qur’an dan Hadits. Agama Islam yang bersifat universal yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia, dan bersifat abadi sampai di akhir jaman serta
mengandung ajaran-ajaran tentang tauhid, akhlak dan ibadah. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa materi dakwah meliputi tauhid, akhlak, dan ibadah.
Sangat mendalam dan luasnya ajaran Islam menuntut subjek dakwah dalam
penyampaian materi dakwah sesuai dengan kondisi objektif objek dakwah, sehingga
akan terhindar dari pemborosan. Oleh karena itu, seorang da’i hendaknya
mengkaji objek dakwah dan strategi dakwah terlebih dahulu sebelum menentukan
materi dakwah sehingga terhindar dari hal-hal yang dapat menghambat kegiatan
dakwah.
4. Metode
Dakwah.
Metode
dakwah adalah cara-cara menyampaikan pesan kepada objek dakwah, baik itu kepada
individu, kelompok maupun masyarakat agar pesan-pesan tersebut mudah diterima,
diyakini dan diamalkan. Sebagaimana yang telah tertulis dalam al-Qur’an dalam
surat an-Nahl ayat 125:
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ
هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْن َ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
5. Landasan Dakwah
Landasan dakwah dalam al-
Qur’an ada tiga, yaitu: Bil hikmah (kebijaksanaan), yaitu cara-cara penyampaian
pesan-pesan dakwah yang sesuai dengan keadaan penerima dakwah.
Operasionalisasi metode
dakwah bil hikmah dalam penyelenggaraan dakwah dapat berbentuk: ceramah-ceramah
pengajian, pemberian santunan kepada anak yatim atau korban bencana alam,
pemberian modal, pembangunan tempat-tempat ibadah dan lain sebagainya.
Mau’idah
hasanah, yakni memberi nasehat atau mengingatkan kepada
orang lain dengan tutur kata yang baik, sehingga nasehat tersebut dapat
diterima tanpa ada rasa keterpaksaan. Penggunaan metode dakwah model ini dapat
dilakukan antara lain dengan melalui :
(1)
kunjungan keluarga,
(2)
sarasehan,
(3)
penataran/kursus-kursus,
(4)
ceramah umum,
(5)
tabligh,
(6)
penyuluhan.
Mujadalah (bertukar pikiran dengan cara yang
baik), berdakwah dengan mengunakan cara bertukar pikiran (debat). Pada masa
sekarang menjadi suatu kebutuhan, karena tingkat berfikir masyarakat sudah
mengalami kemajuan. Namun demikian, da’i hendaknya harus mengetahui kode etik
(aturan main) dalam suatu pembicaraan atau perdebataan, sehingga akan
memperoleh mutiara kebenaran, bahkan terhindar dari keinginan mencari
popularitas ataupun kemenangan semata.
6. Tujuan Dakwah
Sebagai
bagian dari kegiatan dakwah Islam tentunya mempunyai tujuan. Secara hakiki
dakwah mempunyai tujuan menyampaikan kebenaran ajaran yang ada dalam
al-Qur’an-al-Hadits dan mengajak manusia untuk mengamalkanya. Tujuan dakwah ini dapat dibagi menjadi, tujuan
yang berkaitan dengan materi dan objek dakwah.
Dilihat dari aspek tujuan
objek dakwah ada empat tujuan yang meliputi :
Ø tujuan perorangan,
Ø tujuan untuk keluarga,
Ø tujuan untuk masyarakat, dan
Ø tujuan manusia sedunia.
Sedangkan tujuan dakwah
dilihat dari aspek materi, menurut Masyhur Amin ada tiga tujuan yang meliputi :
Pertama, tujuan akidah, yaitu tertanamnya akidah yang
mantap bagi tiap-tiap manusia.
Kedua, tujuan hukum, aktivitas dakwah bertujuan
terbentuknya umat manusia yang mematuhi hukum-hukum yang telah disyariatkan
oleh Allah SWT.
Ketiga, tujuan akhlak, yaitu terwujudnya pribadi muslim
yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah. Dari keseluruhan tujuan dakwah
dilihat dari aspek maupun materi dakwah, maka dapat dirumuskan tujuan dakwah
adalah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sumber : http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/07/pengertian-dakwah-islami.html
Dari miswar bin
Makhramah rhuma, dia menceritakan “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui para shahabat radhiyallahu anhum ajma’in,
lalu bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku sebagai rahmat bagi sekalian ummat manusia, oleh karena
itu hendaklah kalian menyampaikan apa-apa yang telah kalian dengar
dariku—Semoga Allah
merahmati kalian—dan janganlah kalian menentang seperti penentangan kaum
Hawariyyin terhadap nabi Isa ‘alaihis salam. Karena sesungguhnya
Isa bin maryam ‘alaihis salam telah mengajak kaumnya kepada suatu tugas yang sama
seperti yang aku tugaskan kepada kalian. Adapun orang yang diutus oleh Isa ‘alaihis salam ke
tempat yang jauh, maka ia merasa keberatan sehingga Isa ‘alaihis salam mengadukan
keberatan mereka itu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Akhirnya, setiap
kaum Hawariyyin diberi tugas oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk berdakwah
kepada kaumnya. Lalu Isa ‘alaihis salam berkata kepada
kaumnya, “Ini adalah tugas yang telah diputuskan oleh Allah kepada kalian,
karena itu laksanakanlah tugas itu.!”
Setelah para shahabat
radhiyallahu anhum ajma’in mendengar kisah itu , mereka berkata kepada
Rasululllah, “Wahai Rasulullah, kami telah mendengar perintahmu dan kami
siap melaksanakkannya, utuslah kami kemana pun engkau suka!” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Abdullah bin hudzafah radhiyallahu ‘anhu
kepada kisra raja Persia, Salith bin amr radhiyallahu ‘anhu kepada Haudzah bin
Ali penguasa Yamamah, ‘Alaa bin al Hadhrami radhiyallahu ‘anhu kepada Mundzir bin
Sawa penguasa Hajar, Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu kepada Jaifar dan
Abbad dua orang putera Julanda dan keduanya sebagai raja Oman, Dihyah al Kalbi radhiyallahu ‘anhu
kepada Kaisar Romawi, Syuja bin Wahab al Asadi radhiyallahu ‘anhu
kepada Mundzir bin Haris bin Abi Syimr al Ghassani, dan Amar bin Umayah
ad-Dhamri radhiyallahu ‘anhu kepada Raja Najasyi. Para utusan tersebut dapat
kembali semuanya ke Madinah sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, kecuali ‘Alaa bin al Hadhrami radhiyallahu ‘anhu,
karena ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam wafat dia sedang berada di Bahrain (HR thabrani.
Menurut al Haitsami, dalam sanad ini terdapat Muhammad bin ismail bin bin
‘ayyasy dan dia adalah dhaif. Demikian disebutkan dalam kitab al Majma’ jilid V
halaman 306)
Hafidz Ibnu Hajar
mengatakan dalam Fathul Bari jilid VIII halaman 89, Para perawi hadits tentang
sirah nabawiyah menambahkan, bahwa Muhajir bin Ali Umayah radhiyallahu ‘anhu
diutus kepada Harits bin abdi kulal, Jarir radhiyallahu ‘anhu diutus kepada Dzil
kala’, Saib radhiyallahu ‘anhu diutus kepada Musailamah, dan Hathib bin Abi Balta’ah
radhiyallahu ‘anhu diutus kepada Muqauqis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar