A. Dakwah Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam untuk Menyempurnakan Akhlak Manusia
Setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
menerima wahyu, maka secara resmi beliau telah diangkat menjadi Rasul oleh
Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau mempunyai kewajiban
untuk membina umat yang telah berada dalam kesesatan untuk menuju jalan yang
lurus. Dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dimulai dari
wilayah Makkah di jazirah Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah
untuk seluruh umat manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, sebenarnya Allah subhanahu wa ta’ala juga telah
mengutus nabi Ibrahim alaihis salam dan Nabi Ismail ‘alaihis salam.
Kedua Rasul ini telah berhasil membina bangsa Arab dan masyarakat makkah
menjadi orang yang beriman dan hanya menyembah kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Bahkan kedua Rasul tersebut juga diperintah Allah subhanahu wa
ta’ala untuk membangun Ka’bah di Makkah. Namun dengan berjalanya waktu,
keimanan masyarakat Makkah menjadi luntur dan berubah menjadi kemusyrikan dengan
menyembah patung dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami kerusakan dalam hal
aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam sebagai rasul tidak henti-hentinya berusaha memperbaiki akhlak
masyarakat yang sudah rusak tersebut. Untuk memperbaiki akhlak, maka Allah subhanahu
wa ta’ala telah mengutus rasul yang memang semenjak kecil dikenal oleh
masyarakat sebagai orang yang sangat mulia akhlaknya. Sejak masih kecil,
remaja, sampai dewasa Nabi Muhammad sudah dikenal oleh masayarakat Makkah
sebagai orang yang mempunyai kepribadian baik, berbeda dengan kebanyakan orang
saat itu. Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan berwibawa. Ketika beliau
berjalan badannya agak condong kedepan, melangkah sigap dan pasti. Raut mukanya
menunjukkan pikirannya yang cerdas, tajam, dan jernih. Pandangan matanya
menunjukkan keteduhan dan kewibawaan, membuat orang
patuh kepadanya. Beliau juga dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap
perkataan maupun perbuatan. Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila
Siti Khadijah, majikannya menaruh simpati kepadanya, dan tidak pula mengherankan
bila Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diberi keleluasaan mengurus
hartanya. Siti Khadijah radhiyallahu 'anha juga membiarkannya menggunakan waktu untuk berpikir dan
menuangkan hasil pemikirannya. Akhirnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam dan Siti Khadijah menikah menjadi sepasang suami istri yang sangat
setia dan memiliki anak-anak yang shalih.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam mendapat kurnia Tuhan dalam perkawinannya dengan Siti Khadijah, mereka
berada dalam kedudukan yang tinggi dan harta yang cukup. Seluruh penduduk
Makkah memandangnya dengan rasa segan dan hormat. Mereka mensyukuri karunia
Tuhan yang diberikan kepadanya serta anak dan keturunan yang baik. Semua itu
tidak mengurangi pergaulannya dengan penduduk Makkah baik yang kaya maupun yang
miskin. Dalam kehidupan hari-hari, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
bergaul baik dengan masyarakat sekitar. Bahkan setelah menikah dengan Siti Khadijah
radhiyallahu 'anha, beliau lebih dihormati di tengah-tengah masyarakat. Dengan dihormati orang, Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menjadi tinggi hati, namun beliau menjadi
semakin rendah hati. Bila ada yang mengajaknya bicara beliau mendengarkan dan
memperhatikannya tanpa menoleh kepada orang lain. Perilakunya yang demikian
sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang menjadi sombong dan congkak
ketika dihormati, dan marah-marah ketika merasa tidak dihormati. Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam juga bukan termasuk orang yang suka mengobral perkataan, beliau berkata seperlunya, dan beliau lebih banyak mendengarkan. Bila bicara selalu
bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu beliau sesekali membuat humor dan
bersenda-gurau. Sifatnya yang jujur tersebut juga sangat berbeda dengan
kebanyakan orang Makkah yang suka berbohong, membual, dan sulit dipercaya.
Setiap bertemu orang, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam selalu
tersenyum. Pada saat-saat tertentu juga bercanda dan terkadang tertawa sampai
terlihat gerahamnya. Bila beliau marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya,
hanya antara kedua keningnya tampak sedikit berkeringat, hal ini disebabkan beliau
menahan rasa amarah dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh
kodratnya yang selalu lapang dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Beliau Bijaksana, murah hati dan mudah bergaul. Tapi beliau juga mempunyai tujuan
pasti, berkemauan kuat, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya.
Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam diri beliau dan meninggalkan pengaruh yang
dalam sekali pada orang-orang yang bergaul dengan beliau. Bagi orang yang
melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang
terbiasa bergaul dengan beliau akan timbul rasa cinta kepadanya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam menjalin hubungan baik kepada penduduk Makkah. Beliau juga
berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam kehidupan masyarakat hari-hari. Pada
waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari
gunung kemudian menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah
rapuh. Sebelum itupun masyarakat suku Quraisy memang sudah memikirkannya.
Ka’bah yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barang
berharga di dalamnya. Hanya saja masyarakat suku Quraisy merasa takut kalau
bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi atap, dewa Ka’bah yang
suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliyyah
keadaan mereka diliputi oleh berbagai macam legenda yang mengancam bagi
siapapun yang berani mengadakan sesuatu perubahan terhadap Ka’bah. Dengan
demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana
banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih diliputi
rasa takut dan ragu-ragu. Bertepatan dengan kejadian itu, kapal milik seorang
pedagang Romawi bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan
pecah. Sebenarnya Baqum adalah seorang ahli bangunan yang mengetahui masalah
perdagangan. Sesudah suku Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah
al-Walid bin al-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jeddah menemui
Baqum. Kapal itu kemudian dibelinya, kemudian diajaknya berunding supaya
sama-sama datang ke Makkah guna membantu mereka membangun Ka’bah kembali. Baqum
menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Makkah ada seorang Kopti yang
mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan
bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy
dibagi empat bagian tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan
dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih
ragu-ragu dan khawatir akan mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira
tampil ke depan dengan merasa sedikit takut. Setelah berdoa kepada
dewa-dewanya, ia mulai merombak bagian sudut selatan. Orang-orang menunggu apa
yang akan dilakukan Tuhan terhadap al-Walid. Tetapi setelah sampai pagi hari
tak terjadi apa-apa, mereka pun beramai-ramai merombaknya dan memindahkan
batu-batu yang ada. Nabi Muhammad pun ikut dalam kerja bakti itu.
Sesudah bangunan itu setinggi orang
berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya
semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa
yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu pada tempatnya semula.
Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang
saudara. Keluarga Abdud Dar dan keluarga ‘Adi bersepakat takkan membiarkan
kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu
mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi
darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah
mereka. Karena itu lalu diberi nama La’aqatud Dam, yakni ‘jilatan darah.’ Abu
Umayyah bin al-Mughira dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara
mereka. Ia dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia
berkata kepada mereka:
"Serahkanlah putusan kamu ini di
tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru:
"Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima
keputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliaupun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka
betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya:
"Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah kain dibawakan
dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya
sendiri, kemudian katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung
kain ini." Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu
akan diletakkan. Lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengeluarkan
batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan
itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan. Quraisy menyelesaikan bangunan
Ka’bah sampai setinggi delapanbelas hasta (± 11 meter), dan ditinggikan dari
tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarang orang masuk.
Di dalam Ka’bah itu mereka membuat enam batang tiang dalam dua deretan dan di
sudut barat sebelah dalam dipasang sebuah tangga naik sampai ke teras di atas
lalu meletakkan Hubal di dalam Ka’bah. Juga di tempat itu diletakkan
barang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi beratap
menjadi sasaran pencurian. Kejadian ini berlangsung saat Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam berusia 35 tahun, dan keputusannya mengambil batu dan
diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari kain dan diletakkan di tempatnya
dalam Ka’bah, menunjukkan betapa tingginya kedudukannya dimata penduduk Makkah,
betapa besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar.
Pada tahun 611 M, waktu itu Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam berusia 40 tahun beliau menerima wahyu yang pertama. Di
puncak Gunung Hira, – sejauh dua farsakh sebelah utara Makkah – terletak sebuah
gua yang sangat kondusif untuk tempat menyendiri (berkhalwat). Sepanjang bulan
Ramadan tiap tahun Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke sana
dan berdiam di tempat itu. Ia tekun dalam merenung dan beribadah, menjauhkan
diri dari segala kesibukan hidup dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran
tentang keberadaan Tuhan dan merenungkan keboborokan perilaku sehari-hari
masyarakat Arab saat itu. Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat
kebenaran itu, sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada
dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihatnya dalam kehidupan manusia
sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran.
Beliau merenung untuk mencari jawaban
mengenai perilaku masyarakat dalam masalah-masalah hidup. Apa yang disajikan
sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, bukanlah sesuatu yang dapat
dibenarkan menurut rasio dan nurani yang jernih. Berhala-berhala yang tidak
berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat
memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya tidak selayaknya
dipuja dan disembah. Hubal, Lata dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan
berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak pernah
menciptakan seekor lalat sekalipun, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi
Makkah. Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah tersesat, jauh dari
kebenaran.Keyakinan mereka terhadap keberadaan Tuhan telah rusak karena tunduk
kepada khayal berhala-berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya.
Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan selain Dia.
Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam. Dialah Maha Rahman dan Maha
Rahim.
Kebenaran itu ialah bahwa manusia
dinilai berdasarkan perbuatannya. "Barangsiapa mengerjakan kebaikan
seberat atompun akan dilihatNya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat
atompun akan dilihatNya pula." (Qur’an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu
benar adanya dan neraka juga benar adanya. Mereka yang menyembah tuhan selain
Allah mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan kediaman yang paling
durhaka. Tatkala ia sedang bertahanuth, ketika itulah datang malaikat membawa
sehelai lembaran seraya berkata kepadanya: "Bacalah!" Dengan
terkejut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: "Saya
tak dapat membaca". Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya,
kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi: "Bacalah!" Masih
dalam ketakutan akan dicekik lagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab: "Apa yang akan saya baca."
Seterusnya malaikat itu berkata: "Bacalah!
Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan
kepada manusia apa yang belum diketahuinya …" Lalu ia mengucapkan
bacaan itu. Malaikatpun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.
Setelah menerima wahyu yang pertama,
kemudian mendapat wahyu kedua yaitu
surat Al Mudatstsir, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi
seorang nabi dan utusan (rasul), sehingga beliau mempunyai kewajiban untuk
menyampaikan ajaran Allah subhanahu wa ta’ala kepada umat manusia.
Setelah menjadi rasul, maka sifat-sifat mulia yang dimilikinya tidak hanya
dimilikinya sendiri, namun dia harus mengajarkan dan memberi teladan kepada
umat manusia untuk berakhlak yang mulia. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
“Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah
bersabda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak)” (HR
Ahmad).
Artinya : “Barangsiapa yang
menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan
yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”. (QS Fathir :
10)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur dari harta,
keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam
masyarakat.
Namun kemuliaan manusia terletak pada
ketaatannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan kemuliaan akhlaknya,
baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal ketika itu masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan dan sukunya.
Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang agar sukunya menjadi yang
paling terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan
kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa
menjadi mulia. Setelah menjadi rasul, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa sebaik-baik manusia
adalah yang memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal
perilaku masyarakat Quraisy saat itu seringkali menyengsarakan orang lain,,
mereka semena-mena terhadap orang-orang miskin apalagi terhadap budak-budak
mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
untuk membina manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah
buruk. Namun semua itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara
memberi teladan.
B. Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam Sebagai Rahmat bagi Alam Semesta
Bagi orang-orang yang merasakan bahwa
kehidupan para pembesar dan bangsawan Makkah yang
sudah sesat dan keterlaluan, namun mereka tidak mampu berbuat apa-apa, maka
kehadiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam seperti seteguk air
saat mereka merasakan dahaga yang sudah sangat lama. Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam mengajarkan tentang persamaan derajat manusia. Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan agar penyelesaian
masalah tidak boleh dilakukan dnegan cara kekerasan, namun harus dilakukan
dengan cara-cara yang damai dan beradab. Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mendamaikan masyarakat
Makkah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat memenuhi
kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya maka dia harus mengasihi yang miskin
dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus
mengasihi yang lemah. Orang tua harus menyayangi anaknya baik anak itu
laki-laki maupun perempuan, sebaliknya anak harus menghormati dan berbakti
kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika antar anggota
masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling menghormati, menghargai,
dan mengasihi, maka akan menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram dan
sejahtera. Terbukti, saat ini keadaan Masyarakat Makkah dan Madinah menjadi
masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera dan mengalami kemajuan yang
pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada Allah dan senantiasa
berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dengan demikian sesungguhnya Nabi Muhammad ditus oleh Allah subhanahu wa
ta’ala sebagai rahmat bagi seluruh alam. Nabi tidak hanya diutus untuk
penduduk Makkah saja, atau bagi bangsa Arab saja, namun nilai-nilai yang
dibawanya adalah nilai-nilai universal yang dapat meningkatkan martabat umat
manusia sehingga berbeda dengan binatang.
Artinya : “Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al
Anbiya : 107)
C. Meneladani Dakwah Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam dan Para Sahabat di Makkah
Secara ringkas Dakwah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adalah :
Marhalah dakwah Rasulullah
Perjuangan dakwah Rasulullah dapat diringkas sebagai berikut :
Pertama: Marhalah Tsaqif - tahap pembinaan dan pengkaderan untuk
melahirkan individu-individu yang menyakini pemikiran (fikrah) dan metod
(thariqah) guna membentuk kerangka gerakan.
Kedua: Marhalah Tafa’ul ma’al Ummah - tahap berinteraksi dengan umat
agar umat turut sama memikul kewajiban dakwah Islam, sehingga umat akan
menjadikan Islam sebagai masalah utama dalam hidupnya serta berusaha untuk
menerapkannya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Ketiga: Marhalah Istilamil Hukmi - tahap pengambilalihan kekuasaan,
dan penerapan Islam secara utuh serta menyeluruh, lalu mengembangkannya sebagai
risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Thalabun Nusrah
Thalabun Nusrah adalah detik bersejarah yang dapat dinukil didalam kitab
sirah Nabi dan merupakan satu aktivitas penting dalam marhalah kedua perjuangan
Rasulullah lestari atau tidaknya dakwah ditentukan olehnya, karena
keberlangsungan dakwah memerlukan dua aspek penting :
- Pertama, untuk mendapatkan perlindungan (himayah) sehingga tetap dapat
melakukan aktivitas dakwah dalam keadaan aman dan terlindung.
- Kedua, untuk menegakkan dan menerapkan hukum-hukum berdasarkan apa yang telah diturunkan Allah subhanahu
wa ta’ala dalam kehidupan ummat manusia seluruhnya.
Pada mulanya, dakwah Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam di Makkah dimulai dari sanak
keluarga dan kerabat dekat. Itupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, di rumah
salah seorang sahabat yang bernama Al Arqom bin Abil Arqom Al Makhzumi. Upaya
tersebut membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Kurang lebih tiga tahun sudah ada
39 orang yang menyatakan iman dan Islam, semuanya dari kerabat dekat dan
sahabat-sahabat yang lain. Di antara kerabat dekat yang masuk Islam waktu itu
antara lain Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah.
Khadijah, istri nabi, orang yang cukup terpandang dan kaya raya. Abu Bakar,
seorang dermawan yang kaya raya. Ali bin Abi Tholib, seorang pemuda yang cukup
cerdas dan dihormati. Dengan masuk Islamnya orang-orang tersebut membawa
pengaruh besar pada dakwah nabi sampai masa berikutnya. Karena orang-orang
tersebut cukup dihormati di kalangan orang-orang Quraisy.
Di antara sahabat yang menyusul masuk
Islam antara lain Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash,
Abdurrahman bin Auf, Fatimah binti Khattab serta suaminya (Said bin Zaid),
Arqam bin Abil Arqam, Thalhah bin Ubaidillah. Mereka termasuk “Assabiqunal
Awwalun”, yakni orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Dakwah secara
terang-terangan yang dilakukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
mendapat reaksi cukup keras dari para pemuka dan tokoh Quraisy, antara lain Abu
Lahab (Abdul Uzza), Abu Jahal, Umar ibnu Khatab (sebelum masuk Islam), Uqbah
bin Abi Muatih, Aswad bin Abdi Jaghuts, Hakam bin Abil Ash, Abu Sufyan bin Harb
(sebelum masuk Islam), Ummu Jamil (istri Abu Lahab). Reaksi keras yang
dilakukan oleh para tokoh Quraisy tersebut antara lain berupa ejekan, hinaan,
hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara fisik. Hal yang sama juga dilakukan
kepada orang-orang Quraisy sendiri, agar tidak mengikuti seruan Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun, Rasulullah tetap tabah dan sabar,
dakwah pun tetap dijalankan. Bahkan semakin terang-terangan dan meluas ke
wilayah lain.
Menghadapi sikap Rasulullah tersebut
orang-orang Quraisy bertambah marah, bahkan pernah merencanakan akan melakukan
pembunuhan terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Rencana
tersebut dilakukan menjelang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
akan hijrah ke Madinah. Atas pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala,
waktu itu Nabi selamat dari rencana pembunuhan tersebut. Kemudian bisa hijrah
ke Madinah. Meskipun Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan
susah payah dalam berdakwah karena mendapat tantangan dari Kaum Quraisy, tetapi
makin hari makin didengar orang sehingga makin banyak pengikutnya. Dakwah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di Makah dilakukan kurang lebih
selama 13 tahun, dan selebihnya selama 10 tahun Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam berada di Madinah. Ketika berdakwah di Makkah, tantangan
yang dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabat begitu besar.
Perhatian :
Dari uraian sejarah di atas dapat
diambil pelajaran yang sangat berharga dari cara cara dakwah Rasulullah yang
harus diteladani oleh umat islam, antara lain adalah :
1. Dakwah itu wajib bagi Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam.
2. Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berdakwah dengan keteladanan.
Sebelum beliau menyampaikan sesuatu, maka beliau terlebih dahulu
melaksanakanya. Jadi, disamping dakwah dengan lisan, dakwah juga dilakukan
dengan perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Disampaikan
dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa yang halus dan lemah
lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
4. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memposisikan para pengikutnya sebagai
sahabat, hal ini tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan
‘sahabat’. Cara seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa, karena di
dalam Islam nyata-nyata diterapkan kesetaraan.
5. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam selalu bersama para sahabat-sahabatnya baik
dalam keadaan suka maupun duka, dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan,
dan solidaritas umat Islam yang sangat kuat. Dalam berdakwah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tidak pernah memaksakan kehendak, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam hanya menyampaikan ajaran dari Allah subhanahu wa
ta’ala, dan memberikan pemahaman secara rasional dan dengan hati yang
jernih. Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing. Dengan
kata lain, dalam berdakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah menggunakan cara-cara kekerasan.
6. Sejak kecil hingga dewasa bahkan ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam usaha dakwah mempunyai sifat berpenampilan
sederhana, bersahaja, mudah bergaul dan lapang dada, banyak tersenyum dengan
siapa saja, sehingga beliau dihormati.
7. Setelah beliau diangkat menjadi Rasulullah (shallallahu
‘alaihi wasallam) sifat tersebut menjadi sempurna sehingga beliau dikatakan sebagai manusia yang sempurna lahir bathin dan diikuti oleh sahabat-sahabatnya sehingga semua sahabat diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Kita sebagai
pengikutnya, kalau ingin mendapat ridho dari Allah sebagaimana para sahabat, tidak ada jalan lain kecuali mencontoh dakwah Rasulullah dan sahabat menjadi maksud hidup kita. Kita dakwah sampai mati dan mati dalam dakwah. Insya Allah.............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar