Dakwah bil Hikmah
Dakwah berarti menyampaikan sesuatu. Dari segi istilah, dakwah memiliki
arti upaya terencana untuk mempengaruhi ideologi atau perilaku seseorang guna
menjamin terealisasinya tujuan yang diprogramkan sebelumnya. Setiap aliran dan
ideologi memiliki pesan kepada masyarakat dan mengajak mereka untuk
menerimanya. Dalam hal ini ditempuhlah berbagai metode yang sesuai dengan misi
utama mereka untuk mensukseskan tujuan tersebut. Sejarah dakwah memiliki usia
panjang, sepanjang usia kehidupan manusia di atas bumi. Dakwah juga menjadi
program dan misi utama para nabi dalam menyampaikan risalah Ilahi. Dakwah di
misi para nabi memiliki keistimewaan tersendiri. Memahami sisi dakwah para nabi
sangat bermanfaat bagi kita semua.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Surat an-Nahl ayat 36,
وَ
لَقَدْ بَعَثْنا في كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَ اجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَ مِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ
الضَّلالَةُ فَسيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كانَ عاقِبَةُ الْمُكَذِّبينَ
Artinya : "Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk
oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (QS An Nahl :
36)
Seluruh Nabi mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk
membimbing umat manusia agar menyembah Tuhan Yang Esa serta membawa mereka dari
kegelapan ke cahaya Ilahi.
Dakwah para nabi bukan sesuatu yang ringan. Dalam perjalanannya
ternyata mereka menemui banyak hambatan dan rintangan. Para nabi juga memiliki
metode berbeda dengan yang lain saat menyampaikan ajaran Ilahi. Hal ini
disebabkan setiap nabi diturunkan di waktu berbeda dan umat yang berbeda pula.
Dakwah dalam pandangan agama terealisasi dengan semangat relijius dan memiliki
tujuan untuk membimbing manusia. Menurut Islam, dakwah memiliki esensi
pendidikan dan proses membantu manusia untuk mencapai derajat tinggi tidak
seperti alat-alat propaganda Barat yang malah menyesatkan manusia.
Oleh karena itu, dakwah dalam pandangan Islam senantiasa dibarengi dengan
sejumlah masalah, seperti nasehat untuk bertakwa dan membersihkan diri, belajar
dan beramal baik serta mencegah kemungkaran. Tak hanya itu, dakwah dalam Islam
biasanya dibarengi dengan nasehat-nasehat untuk berbuat baik. Tentunya dakwah
seperti ini dapat terealisasi jika sumbernya berasal dari sang pemberi petunjuk
itu sendiri (Allah subhanahu wa ta’ala). Artinya, si pembawa pesan dan
muballigh telah mencapai tahap kesempurnaan manusia sehingga memungkinkannya
menyampikan pesan Ilahi kepada manusia tanpa menambah atau menguranginya.
Dengan kata lain, sang pembawa pesan harus sosok yang amanat dan jujur.
Allah subhanahu wa ta’ala menyebut dakwah dan seruan para nabi
sebagai sumber kehidupan manusia. Di surat al-Anfal ayat 24, Allah berfirman,
يا
أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اسْتَجيبُوا لِلَّهِ وَ لِلرَّسُولِ إِذا دَعاكُمْ لِما يُحْييكُمْ وَ اعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَ قَلْبِهِ وَ أَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah
dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan
kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan
hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan." (QS Al
Anfal : 24).
Menurut al-Qur'an, memberi petunjuk satu manusia sama halnya dengan
menghidupkan orang tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat menerangkan
urgensitas dakwah kepada Imam Ali radhiyallahu ‘anhu bersabda, "Wahai
Ali ! Jika Allah subhanahu wa ta’ala melalui dirimu memberi hidayah kepada
seseorang maka hal itu lebih mulia dari sinar matahari." (Majma
al-Bayan, 1, hal, 807). Matahari adalah sumber kehidupan dan Rasulullah dalam
hal ini memberikan perumpamaan indah, dakwah dan memberi petunjuk kepada
manusia lebih mulia dari matahari yang menyinari alam semesta.
Seperti yang diakui oleh mayoritas ahli sejarah, pengutusan Rasulullah
di Semenanjung Arab merupakan kejadian spektakuler dan berpengaruh besar,
karena setelah beliau diutus, bangsa Arab yang jahiliyah berubah menjadi bangsa
mulia. Sejatinya Rasul dapat kita jadikan simbol muballigh yang sukses. Dengan
seorang diri beliau berhasil menyelamatkan umat yang jahil dan menyeret mereka
dari kegelapan menuju cahaya kebenaran.
Rasulullah memiliki tugas yang sangat berat, karena berhadapan dengan
sebuah masyarakat rusak dan bobrok. Apa yang diucapkan Imam Ali radhiyallahu
‘anhu dan terhimpun dalam Nahjul Balaghah menunjukkan betapa berat dakwah
Rasulullah. Imam Ali berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemberi ingat dan pembawa wahyu Ilahi
serta Kitab Suci al-Qur'an. Dan kalian, wahai kaum Arab, hidup bergelimang
dengan kesesatan dan menempati daerah yang paling buruk. Kalian hidup di antara
bebatuan dan ular. Kalian minum air yang keruh dan kotor serta memakan makanan
menjijikkan seperti kadal. Tak hanya itu, kalian pun suka berperang dan
menumpahkan darah sesama manusia sehingga meretakkan ikatan famili. Patung dan
berhala berdiri megah di tengah-tengah kalian dan perbuatan dosa tidak pernah
kalian hindari.” (Nahjul Balaghah, khutbah ke 26)
Pemikiran Arab di saat Rasul diutus terkait Tuhan dan Hari Kiamat
dipenuhi oleh mitos. Tidak terdapat tanda-tanda pemikiran yang membangun di
tengah mereka dan kebanyakan mereka buta huruf. Perempuan tidak mendapat tempat
sama sekali di mata kaum Arab saat itu. Oleh karena itu, tak segan-segan mereka
mengubur hidup-hidup anak perempuan yang baru dilahirkan. Sebenarnya apa yang
dilakukan Rasulullah sehingga beliau dapat melalui jalan yang sangat sulit ini
untuk menaklukkan hati-hati yang keras bangsa Arab dalam tempo yang relatif
singkat?
Sebelum kita menjelaskan metodologi dakwah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, perlu bagi kita mengetahui hal-hal urgen dalam dakwah
beliau.
Pertama adalah pesan yang disampaikan oleh beliau. Jika kandungan pesan Rasul
tidak memiliki kekhususan ini meski kondisi membantu tetap saja ajakan beliau
akan gagal. Rasul menjelaskan ajaran dan pesan beliau dengan argumen yang
rasional. Hal ini dibantu oleh pesan Ilahi yang keseluruhannya sangat rasional
dan menghapus kegelapan dari setiap benak manusia. Seruan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berasaskan rasio dan oleh karena itu tidak ada akal sehat
yang menolak ajakan beliau, kecuali mereka yang bodoh dan keras kepala. Di sisi
lain, pesan Rasul yang mampu dibuktikan kebenarannya dengan sendirinya membuka
peluang diterimanya ajakan beliau oleh masyarakat. Allah subhanahu wa ta’ala
di surat Yusuf ayat 108 berfirman,
قُلْ
هذِهِ سَبيلي أَدْعُوا إِلَى اللَّهِ عَلى بَصيرَةٍ أَنَا وَ مَنِ اتَّبَعَني وَ
سُبْحانَ اللَّهِ وَ ما أَنَا مِنَ الْمُشْرِكينَ
Artinya : “Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik."
(QS Yusuf : 108)
Ayat ini menyebutkan bahwa penerimaan agama bukan didasari atas taklid
membabi buta dan Rasul dengan jelas mengajak manusia menyembah Allah subhanahu
wa ta’ala.
Kedua adalah keistimewaan lain dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah keselarasannya dengan nilai-nilai moral. Nabi sangat
menekankan berbagai masalah seperti keadilan, persahabatan, kasih sayang dan
pengorbanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam dakwahnya
senantiasa memperingatkan manusia untuk menjauhi kezaliman, bohong, iri hati
dan permusuhan. Beliau menyadarkan fitrah manusia yang sebelumnya dilapisi debu
kebodohan dan mitos.
Masyarakat dan audiens yang menjadi sasaran dakwah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tidak asing dengan apa yang beliau sampaikan. Hal ini
berarti terdapat keselarasan antara pesan agama dan kebutuhan fitrah manusia. Satu
lagi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui dengan jelas
kondisi masyarakatnya dan nilai serta keyakinan mereka. Dari sini, beliau mampu
membuka peluang bagi ajaran yang akan disampaikan nantinya. Dengan demikian
kita saksikan, metode beliau saat berdakwah memiliki beragam cara, tergantung
dengan audiens yang dihadapinya. Misalnya saja, saat menghadapi Ahlul Kitab,
beliau sangat menekankan hal-hal kolektif yang terdapat di antara agama samawi
dan saat menghadapi kaum kafir beliau menekankan mereka untuk berfikir dan
merenungkan ayat-ayat Tuhan.
Daya tarik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dapat
ditemukan pada ajaran yang beliau bawa seperti beriman kepada Tuhan dan Hari
Akhir, petunjuk kepada manusia untuk memahami hidup sejati di dunia dan
akhirat, menegakkan keadilan serta menyelesaikan friksi dan permusuhan antar
golongan, memberantas kezaliman dan kefasadan serta diskriminasi.
Sebelumnya telah kami sebutkan urgensitas dakwah dan tabligh dalam
Islam dan telah kami paparkan pula sejumlah keutamaan pesan yang beliau
sampaikan. Di antara sisi menonjol dari pesan yang beliau sampaikan adalah
rasionalitas dan kesesuaiannya dengan fitrah manusia. Hal ini juga menjadi
faktor keberhasilan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sisi
lain adalah pemahaman beliau soal audiens dan lapangan membantu dalam
menyampaikan ajaran Ilahi kepada masyarakat serta menambah pengaruhnya pada
hati manusia yang berakal.
Ketiga, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat an-Nahl ayat 125
menjelaskan metodologi umum dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ادْعُ
إِلى سَبيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَ الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَ جادِلْهُمْ بِالَّتي
هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبيلِهِ وَ هُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدينَ
Artinya : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk." (QS An Nahl : 125)
Kewajiban dakwah ada pada setiap
pundak umat Islam tanpa terkecuali. Umat Islam, sesuai dengan kapasitas
dan kemampuannya, dituntut untuk melakukan dakwah di mana pun ia berada. Dakwah
tidak hanya terbatas di atas mimbar masjid. Di sekolah, pasar, terminal dan
semua tempat adalah medan dakwah. Seorang
guru berdakwah mengajak para muridnya hidup di jalan Allah subhanahu wa ta’ala.
Seorang pedagang bisa berdakwah dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam
berdagang. Seorang pejabat bisa berdakwah dengan menerapkan nilai dan moral
Islam dalam mengelola negara dan menghimbau masyarakat untuk mentaati
norma-norma agama. Pendek kata, semua orang bisa berdakwah sesuai dengan
kapasitas dan kemampuannya.
Dalam al-Quran banyak ayat yang
berkaitan dengan dakwah, baik menyangkut materi, metodologi, subjek maupun
objeknya. Secara bahasa, dakwah berarti memanggil, mengajak, atau menyeru.
Menurut Muhammad al-Wakil dalam Ushuhlu ad-Dakwah Waadabu ad-Duat, dakwah
artinya “mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan menunjukan mereka kepada jalan
yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.” Sandaran dari pendapat ii
merujuk pada firman Allah subhanahu wa ta’ala yang berbunyi, “Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung,”
(QS Ali Imran [3]: 104).
Ayat tersebut merupakan landasan umum
mengenai dakwah: amar ma’ruf nahi munkar. Tak diragukan lagi bahwa ajaran
tentang dakwah merupakan bagian integral agama Islam. Di samping tuntutan agar
hidup secara Islami, kita juga dituntut untuk menyebarkan ajaran Islam kepada
seluruh manusia. Dalam praktiknya, dakwah seringkali menghadapi hambatan atau
tantangan bahkan kegagalan. Kendala-kendala itu sebenarnya bukan karena materi
atau substansinya, tetapi karena metode atau caranya yang kurang tepat. Tidak
sedikit substansi dakwahnya bermutu, karena tidak tepat cara penyampaiannya,
menjadi sulit dimengerti atau ditolak oleh umat.
Metode Dakwah
Pepatah arab menyatakan “ath-thariqatu
ahammu min al-maddah” (cara
atau metode penyampaian lebih penting dari subtansi yang disampaikan).
Kata mutiara ini mengajarkan bahwa metode atau cara dalam menyampaikan sesuatu
lebih penting dari substansi yang disampaikan. Misalnya, dakwah dalam bentuk
nasihat yang baik jika disampaikan dengan perkataan yang menyakitkan hati atau
menyinggung harga diri cenderung akan ditolak. Alih-alih menyadarkan seseorang
akan kesalahan yang dilakukannya, nasihat yang disampaikan dengan perkataan
yang menyakitkan akan menimbulkan perasaan tidak senang, bahkan menimbulkan
sikap bermusuhan.
Begitu juga dengan penggunaan
kekerasan dalam dakwah. Metode ini tidak akan mencapai tujuan dakwah. Bahkan
penggunaan kekerasan dalam berdakwah kontraproduktif bagi tercapainya tujuan
dakwah. Medote kekerasan dalam berdakwah bukannya membuat masyarakat semakin
bersimpati terhadap Islam, tapi malah membuat masyarakat takut pada Islam
(islamophobia) dan menjauhi Islam. Islam pun dianggap sebagai agama yang
menakutkan karena selalu mengandalkan jalan kekerasan.
Karena itu, sikap lemah-lembutlah yang
semestinya dikedepankan oleh para dai dan muballigh dalam berdakwah. Jika para
dai dan muballigh berdakwah dengan cara yang kasar, maka mereka akan dijauhi
oleh masyarakat. Para dai dan muballigh seharusnya menghiasi diri mereka dengan
keramahan, bersabar dari derita serta berkata-kata dengan lemah-lembut di mana
saja sehingga dapat menambah orang yang mengikuti kebaikan dan menipiskan
pelaku kejahatan, lalu orang-orang mendapatkan manfaat dari dakwah tersebut dan
menerimanya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghimbau umat Islam untuk senantiasa berlaku lemah-lembut dalam hal apa
saja karena kebajikan diharamkan bagi orang yang tidak memiliki sifat
lemah-lembut. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barang siapa yang tidak memiliki kelemah-lembutan, maka diharamkan
seluruh kebaikan bagi dirinya,”(HR Imam Muslim).
Akhlak Karimah
Dalam sebuah ayat Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman, “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik.,” (QS An-Nahl [16]: 125).
Ayat ini menunjukkan tiga cara dalam
berdakwah: hikmah, nasihat yang baik, dan dialog dengan cara yang baik pula.
Berdakwah dengan hikmah, artinya dakwah dengan “contoh yang baik”, di dalamnya
bisa tingkah laku atau tutur kata yang baik. Jika tingkah laku dan tutur kata
itu diteladani, bisa menyentuh dan mengubah sikap orang lain, berarti di dalam
terdapat hikmah.
Dakwah dengan hikmah jauh lebih
efektif; tantangannya sedikit, tetapi dampaknya sangat besar. Kebanyakan orang
lebih senang meneladani suatu kebajikan atas dasar kesadaran diri daripada
dipaksa orang lain. Biarlah masyarakat melihat, menghayati, dan mengikuti
prilaku baik itu.
Hikmah, akal dan ideologi menjadi sasaran dalam berdakwah, karena :
Langkah pertama mengajak seseorang untuk menerima kebenaran
adalah menggunakan argumentasi yang benar guna membangunkan akal yang tengah
terlelap.
Langkah kedua adalah memanfaatkan nasehat guna membangkitkan
sensitifitas dan perasaan manusia. Nasehat dan peringatan lebih condong ke arah
perasaan serta menenangkan kalbu setiap manusia. Di ayat ini, Allah subhanahu
wa ta’ala mensyaratkan nasehat dengan kebaikan, artinya nasehat itu sendiri
harus memuat kebaikan supaya dapat berpengaruh pada manusia. Peringatan dan
nasehat akan berpengaruh dikala tidak dibarengi dengan kekerasan, pemaksaan,
sombong dan menghina lawan bicara serta tidak menimbulkan rasa antipati.
Langkah ketiga, dalam menyebarkan ajaran Ilahi adalah berdebat
dengan sopan. Metode ini khusus di saat menghadapi orang yang penuh dengan
pemikiran keliru dan hanya dengan debat kita dapat menguras informasi keliru
dari benak orang tersebut guna mempersiapkannya menerima kebenaran. Tentu saja
debat akan berguna dan menghasilkan ketika dilandasi kebenaran, keadilan dan
kosong dari rasa ingin unggul dari orang lain. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menyebarkan ajaran Ilahi dengan berlandaskan pada
prinsip-prinsip tersebut.
Metode dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dapat kita
cermati dalam dua hal. Pertama akhlak individu dan sosial nabi serta kedua
adalah metode yang beliau pilih. Namun di sini peran akhlak beliau paling
menonjol dalam menopang kesuksesan nabi dalam menyebarkan ajaran Islam.
1.Akhlak Individu dan Sosial
Nabi dalam Dakwah
Allah subhanahu wa ta’ala sendiri dalam al-Quran menyebut nabi
sebagai teladan akhlak mulia. Artinya Rasul dijadikan Allah sebagai model
praktis ajaran Islam. Hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dipenuhi
keimanan dan keyakinan. Beliau tergolong orang yang paling taat terhadap ajaran
Ilahi. Karakteristik nabi ini menumbuhkan kepercayaan umat dan membuktikan
bahwa menjalankan ajaran Islam bukan hal yang sulit.
Akhlak mulia dan sikap penuh kasih sayang beliau termasuk faktor
berpengaruh dalam dakwah nabi. Beliau menyampaikan pesan Ilahi dengan lembut
dan sabar. Oleh karena itu, beliau mendapat sambutan luas dari masyarakat. Saat
berpesan kepada Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu yang dikirim ke Yaman
untuk menyebarkan ajaran Islam, Nabi bersabda, berilah kabar gembira kepada
rakyat dan jangan membuat mereka menjauhi dirimu, berilah kemudahan kepada
masyarakat dan jangan mempersulit mereka.
Kesederhanaan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, satu lagi
faktor kecintaan masyarakat kepada beliau. Hal ini membuat dakwah beliau
semakin mudah. Dalam kehidupannya, nabi lebih memilih kehidupan sederhana dan
menjauhi kemewahan. Bahkan di saat Islam berhasil menyebar ke penjuru dunia dan
beliau mendirikan pemerintahan Islam di Madinah, kehidupan nabi tidak berubah.
Sebagai seorang pemimpin, beliau tidak ingin bermewah-mewahan dan lebih memilih
dekat dengan kehidupan orang-orang miskin. Dalam hal makanan, pakaian dan
kebutuhan hidup lainnya, nabi senantiasa memperhatikan keseimbangan dan
menempatkan dirinya setara dengan masyarakat, bahkan lebih rendah dari
masyarakat umumnya.
Berwajah ramah dan murah senyum serta selalu menjaga sopan santun saat
berinteraksi dengan masyarakat yang dimiliki nabi sangat terkenal di kalangan
umat. Dalam menyebarkan ajaran Ilahi, nabi sangat berlapang dada. Terkadang
kesabaran dan sikap memaafkan nabi membuat orang kafir rela memeluk Islam.
Kelembutan dan kesabaran termasuk prinsip utama dakwah dan sejarah kehidupan
nabi.
Rasulullah dengan perintah Allah, memulai dakwahnya secara rahasia dan
hanya disampaikan dikalangan keluarga serta famili. Keluarga dan famili dapat
menjadi pelindung nabi dalam berdakwah, khususnya di masyarakat yang menganut
sistem kesukuan seperti di Arab. Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat
as-Syu'ara ayat 214 dan 215 memerintahkan nabi untuk tawadhu.
وَ
أَنْذِرْ عَشيرَتَكَ الْأَقْرَبينَ وَ
اخْفِضْ جَناحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنينَ
Artinya : "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman." (QS As Syu’ara : 214-215)
Tak pelak lagi, menjahui sifat egois dan keras kepala termasuk metode
terpenting dakwah. Saat berdakwah secara rahasia, nabi mendapat dua penolong
yaitu Imam Ali radhiyallahu ‘anhu dan Khadijah radhiyallahu ‘anha.
Setelah berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun, beliau mulai
melakukan dakwah secara terbuka dan terang-terangan. Hal ini menunjukkan bahwa
nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berdakwah menerapkan metode
bertahap dan merupakan strategi lain beliau saat menyebarkan Islam.
Ketika berdakwah secara terang-terangan, nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam giat melakukan pendekatan kepada individu maupun kelompok. Setiap
terbuka sebuah kesempatan untuk mengislamkan seseorang atau kelompok, nabi shallallahu
‘alaihi wasallam tidak membiarkannya terlewat. Ketika masih berdakwah di
Mekkah, nabi juga kerap menggelar pertemuan dengan para pelancong, jemaah haji,
pedagang dan tokoh berpengaruh. Selama masa dakwah terbuka, nabi shallallahu
‘alaihi wasallam juga aktif berkunjung ke berbagai kabilah dan mengajak
mereka memeluk Islam. Dakwah beliau saat berkunjung ke kabilah adalah mengajak
mereka menyembah Tuhan Yang Esa dan mengimani kenabian beliau.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam dakwahnya tersebut
menekankan kesamaan ajaran yang dibawanya dengan para nabi terdahulu. Ahlul
Kitab banyak terdapat di Semenanjung Arab, khususnya di Madinah. Mengajak ulama
dan pemimpin Ahlul Kitab untuk memeluk Islam dapat menarik pengikutnya untuk
menerima Islam pula. Hijrah merupakan strategi dan metode lain dakwah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Di saat aksi kekerasan dan penyiksaan kaum Quraisy Mekkah
kian meningkat, nabi mengirim sekelompok umat Islam dengan dipimpim Jakfar bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ke Habasyah.
Jakfar radhiyallahu ‘anhu saat berdialog dengan Raja Habasyah
lebih banyak membicarakan sisi persamaan antara Islam dan Kristen. Ia pun
membacakan ayat-ayat suci al-Qur'an tentang Maryam, ibu Nabi Isa ‘alaihis
salam. Dengan demikian, Jakfar berhasil menarik simpati raja terhadap
Islam. Hijrahnya Nabi ke Madinah dari Mekkah merupakan strategi lain untuk
menyebarkan Islam di Semenanjung Arab.
2.Metode
Dakwah Nabi yang Lain.
Metode dakwah lain nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
mengirim utusan dan mubaligh ke sejumlah negara. Saat melepas mereka, nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menekankan untuk menjaga nilai-nilai moral dan menghormati
manusia. Sejumlah mubaligh yang dikirim nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
berhasil mencapai kesuksesan menyebarkan agama Islam dan sebagian lain masuk ke
dalam makar musuh. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menulis surat
kepada sejumlah pemimpin negara termasuk Raja Mesir, Romawi dan Iran. Ini juga
termasuk metode dakwah nabi yang dapat kita saksikan dalam sejarah perjalanan
hidup beliau.
Isi surat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
ke pemimpin negara lain menunjukkan kedaulatan dan kekuatan Islam. Di sisi
lain, surat tersebut tidak terkesan arogan. Teks surat itu menunjukkan itikad
baik nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan simpati beliau serta tekad
kuat untuk menunjukkan jalan yang benar. Sejarah dakwah nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa penyebaran ajaran Ilahi harus
menggabungkan antara politik dan rahmat serta dorongan, bukannya dengan
kekerasan dan tipu daya.
Perhatian :
Sekali lagi Dakwah bil Hikmah
Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan
dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian
rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya
sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain
dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang
dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah
Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas
tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
- adil, ilmu, sabar, kenabian,
- memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
- ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
- obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
- pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'i:
- benar dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam agama, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
Dakwah bil al-hikmah atau contoh yang
baik bisa direalisasikan dengan budi pekerti yang baik (akhlak karimah).
Kekuatan akhlak mulia dalam menarik simpati masyarakat untuk menerima dakwah
sangatlah besar. Telah banyak bukti sejarah yang membenarkan hal itu, mulai
sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
hingga zaman ini.
Contoh 1.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
tidak marah saat seorang kaum musyrik meludahi beliau setiap pergi ke masjid.
Suatu hari, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pergi ke masjid, beliau merasakan keanehan karena orang yang setiap saat meludahi
beliau setiap akan pergi ke masjid tidak ada. Sesampainya di masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menanyakan kepada para sahabat di mana orang itu berada. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memperoleh jawaban bahwa orang yang meludahi beliau jatuh sakit. Setelah
mendengar jawaban itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang membesuk orang tersebut dan mendoakan kesembuhan baginya.
Akhirnya, orang tersebut kemudian menyatakan diri sebagai Muslim.
Contoh 2.
Contoh lain keluhuran perilaku
Rasulullah adalah kisah seorang pengemis Yahudi buta di pojok pasar Madinah
yang selalu menjelek-jelekkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Setelah Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia, Abu Bakar ash-Shiddiq mengunjungi
Aisyah, anaknya yang juga isteri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesampainya di rumah Aisyah,
Abu Bakar bertanya kepada anaknya apa sunnah Rasulullah yang belum dikerjakan
olehnya. Aisyah menjawab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
setiap memberi makan pengemis Yahudi buta di pasar Madinah.
Abu Bakar pun bergegas menuju pasar
Madinah menemui orang Yahudi tersebut yang tak henti-hentinya menjelek-jelekkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun,
karena ingin mengukuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
Abu Bakar tetap memberi makan Yahudi buta tersebut dengan cara menyuapinya.
Namun alangkah kaget Abu Bakar karena saat menyuapi Yahudi tersebut berkata,
“Siapa kamu? Orang yang biasa menyuapiku makan tiap hari terlebih dahulu
melembutkan makanan sehingga mulutku tidak perlu mengunyah makanan”.
Kemudian Abu Bakar berkata kepada
pengemis Yahudi buta itu bahwa orang yang bisa memberinya makan tiap hari telah
tiada. Abu Bakar juga mengatakan bahwa orang yang biasa memberinya makan tiap
hari adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Betapa terkejut Yahudinya tersebut mengetahui bahwa orang yang menyuapinya
adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; orang yang
setiap hari dijelek-jelekkannya. Akhirnya pengemis Yahudi buta itu masuk Islam.
Dua peristiwa di atas adalah sekelumit
contoh bagaimana ampuhnya akhlak mulia menarik minat seseorang untuk hidup di
bawah naungan ajaran Islam. Karena itu, dakwah bi al-hikmah patut dikedepankan
sebagai metode dakwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar