أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ
اللَّـهِ ۚ لَا يَسْتَوُونَ عِندَ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴿١٩﴾
“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang
yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram kamu samakan dengan
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan
Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
kaum yang zalim.” (QS. At-Taubah :19)
Pembahasan :
Asbab turunnya ayat ini adalah ketika Rasullah shallallahu
‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah, orang-orang kafir Quraish mencibir
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah meninggalkan amalan yang
besar ke tempat yang tidak ada sama sekali keutamaannya yaitu Madinah. Mereka
berpendapat bahwa tinggal di Mekkah itu lebih mulia dan melayani orang yang
melaksanakan ibadah haji tentu nilainya lebih tinggi dibanding hijrah ke
Madinah untuk berdakwah. Maka Allah subhanahu wa ta’ala membantah
cibiran orang kafir Quraish ini bahwa nilainya tidak sama, dimana orang-orang
yang pergi berhijrah di jalan Allah lebih tinggi nilainya di sisi Allah.
Kita mengetahui bahwa shalat di Masjidil Haram nilainya
100.000 kali lebih tinggi di banding masjid-masjid di luar tanah haram. Belum
lagi nilainya bertambah ketika bulan Ramadhan, namun semuanya itu ditinggalkan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Sahabat radhiyallahu
‘anhum ajma’in demi takaza atau tawaran dakwah untuk menyebarkan atau
menegakkan agama Islam.
Apalagi kalau kita fikirkan pada zaman sekarang ini,
kalau kita bandingkan hanya meninggalkan kantor, meninggalkan pesantren,
meninggalkan pekerjaan dan sebagainya. Padahal kantor, pesantren dan
pekerjaannya bukan di Masjidil Haram dan tidak pula mendapatkan keutamaan bulan
ramadhan di Masjidil Haram ataupun tidak pula berkhidmat untuk jamaah haji,
maka tentunya lebih utama lagi untuk di tinggalkan demi takaza atau tawaran
agama untuk dakwah sebarkan hidayah sehingga fikir bagaimana ummat semuanya
mendapat hidayah atau beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Perlu kita camkan, jangan sampai yang namanya dunia
menghalangi kita dari Kerja Dakwah ini dan dari berjuang di jalan Allah. Apa
itu yang namanya dunia ? Segala sesuatu selain Allah yang dapat menjauhkan kita
dari perintah Allah adalah dunia.
Pengertian Jihad Secara Bahasa (Lughawi)
Kata
jahada-yajhadu-al juhdu wa al jahdu (جهد-يجهد-الجهد-الحهد) mempunyai lebih dari 20 makna, semuanya berkisar pada makna
kemampuan (الطاقة),
kesulitan (المشقة),
keluasan (الوسع),
(kemampuan dan kesempatan), (القتال)
perang dan (المبالغة)
bersungguh-sungguh.
Ar-Raghib
Al-Asfahani (w. 425 H) mengatakan : {الْجَهْدُ} "al-jahdu“
berarti kesulitan; dan {الْجُهْدُ} "al-juhdu“
berarti kemampuan.
Karena itu para ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih dan ahli bahasa selalu mengartikan jihad secara bahasa dengan makna mencurahkan segenap kemampuan atau (bersungguh-sungguh menundukkan) kesulitan. (Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr. Abdulloh Ahmad Al-Qodiri 1/48, menyimpulkan dari Lisanu al Arab 4/107, Taaju al Arus 2/329,al Mu’jamu al Wasith /142, Al Shihah 1/457, Mu’jamu Maqayisi al Lughah 1/486)
Karena itu para ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih dan ahli bahasa selalu mengartikan jihad secara bahasa dengan makna mencurahkan segenap kemampuan atau (bersungguh-sungguh menundukkan) kesulitan. (Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr. Abdulloh Ahmad Al-Qodiri 1/48, menyimpulkan dari Lisanu al Arab 4/107, Taaju al Arus 2/329,al Mu’jamu al Wasith /142, Al Shihah 1/457, Mu’jamu Maqayisi al Lughah 1/486)
Syaikh
Musthofa al Suyuthi berkata, ”Al jihadu merupakan mashdar dari kata
jaahada-jihaadan wa mujaahadatan maknanya bersungguh-sungguh (mencurahkan
kemampuan) dalam memerangi musuh.”
Itulah
sebabnya para pakar bahasa menyebutkan makna jihad secara bahasa adalah
بَذْلُ
أَقْصَي مَا يَسْتَطِيْعُهُ اْلإِنْسَانُ مِنْ طَاقَةٍ لِنَيْلِ مَحْبُوْبٍ أَوْ
لِدَفْعِ مَكْرُوْهٍ.
“Mengerahkan
seluruh kemampuan untuk mendapatkan kebaikan dan menolak bahaya” (Fi al Jihadi
Adabun wa Ahkamun hal. 5) Atau :
اَلْمَشَقَّةُ
بِبَذْلِ أَقْصَى مَا فِيْ الطَّاقَةِ وَالْوُسْعِ
”Menanggung
kesulitan dengan mengerahkan segala kemampuan”. (Taujihat
Nubuwah, Dr. Sayyid Muhammad Nuh 2/312-213)
Pengertian
Jihad Secara Syariat (Istilahi)
Ibnu 'Abbas radliyallaahu
'anhuma berkata ketika ia berbicara tentang jihad :
هُوَ
اسْتِفْرَاغُ الطّاقَةِ فِيهِ وَأَلّا يَخَافَ فِي اللّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ
"Jihad
adalah mencurahkan kemampuan padanya dan tidak takut karena Allah terhadap
celaan orang yang suka mencela.” )Zaadul-Ma’ad
oleh Ibnul-Qayyim 3/8; Maktabah Al-Misykah(.
Syaikhul-Islam
Ibnu Taimiyyah rahmatullah ‘alaih berkata :
لأن الجهاد
حقيقته الاجتهاد في حصول ما يحبه اللّه من الإيمان، والعمل الصالح، ومن دفع ما
يبغضه اللّه من الكفر والفسوق والعصيان...... والجهاد، هو بذل الوسع، وهو القدرة
في حصول محبوب الحق، / ودفع ما يكرهه الحق
"Bahwa
pada hakekatnya jihad adalah mencapai (meraih) apa yang dicintai oleh Allah
berupa iman dan amal shalih, dan menolak apa yang dibenci oleh Allah berupa
kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan...... Jihad adalah mencurahkan
segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah ta’ala dan menolak
semua yang dibenci“.)Majmu’
Fatawa oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah 10/59; Maktabah Al-Misykah.(
Al-Hafidh Ibnu
Hajar Al-'Asqalany rahmatullah ‘alaih berkata :
بذل الجهد
في قتال الكفار ويطلق أيضا على مجاهدة النفس والشيطان والفساق فأما مجاهدة النفس
فعلى تعلم أمور الدين ثم على العمل بها ثم على تعليمها وأما مجاهدة الشيطان فعلى
دفع ما يأتي به من الشبهات وما يزينه من الشهوات وأما مجاهدة الكفار فتقع باليد
والمال واللسان والقلب وأما مجاهدة الفساق فباليد ثم اللسان ثم القلب
"(Jihad
menurut istilah syar’i adalah) mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi
orang-orang kafir. Istilah jihad juga dimutlakkan untuk melawan hawa nafsu,
syaithan, dan orang-orang fasiq. Adapun jihad melawan hawa nafsu, maka hal itu
ditempuh melalui belajar perkara-perkara agama dan kemudian mengamalkannya dan
mengajarkannya. Adapun jihad melawan syaithan adalah dengan menolak segala
bentuk syubuhaat dan syahawat yang selalu
dihiasi oleh syaithan. Adapun jihad melawan kuffar maka hal itu dilakukan
dengan tangan, harta, lisan, dan hati. Adapun jihad melawan orang-orang fasiq
adalah dengan tangan, lisan, dan hati“. )Fathul-Bari
oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani 6/1; Maktabah Sahab(.
Apa yang dikatakan
oleh Ibnu Hajar dan Ibnu Taimiyyah di atas adalah adalah pengertian/definisi
jihad secara umum dalam tinjauan syari’at. Hal itu meliputi semua amal ibadah
termasuk berdakwah, amar ma’ruf, dan nahi munkar. Ali Al-Jurjani berkata : "Jihad
adalah menyeru manusia kepada agama yang haq“ [lihat At-Ta’rifaat oleh 'Ali Al-Jurjani
1/107].
Dalam banyak
nash Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam telah menyebutkan beberapa
jenis jihad, antara lain :
1. Jihadun-Nafs. Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam bersabda :
المجاهد من
جاهد نفسه لله عز وجل
"Seorang mujahid adalah yang
berjihad melawan hawa nafsunya di jalan Allah“.)HR.
Imam Tirmidzi, shahih, no. 1621 dan Ibnu Hibban 10/484 no.
4624(.
2. Haji
adalah jihad.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
هَلُمَّ
إِلَى جِهَادٍ لا شَوْكَةَ فِيهِ ، الْحَجُّ
"Bersegeralah menuju jihad tanpa ada
kesulitan di dalamnya, yaitu haji“. (HR. Imam Thabrani,
shahih dalam Mu’jamul-Kabir no. 2841; Maktabah Al-Misykah. Lihat Shahihul-Jami’
no. 7044). (HR. Bukhari no. 1762; Maktabah Sahab).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam juga pernah berkata pada 'Aisyah radhiyallahu ‘anha:
لكن أحسن الجهاد وأجمله الحج حج مبرور "Telah tersedia
bagi kalian (kaum wanita) jihad yang lebih bagus dan utama, yaitu haji mabrur“
3. Jihad
dengan lisan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ
الْمُؤْمِنَ يُجَاهِدُ بِسَيْفِهِ وَلِسَانِهِ
"Seorang mukmin selalu berjihad
dengan pedang dan lisannya“.(HR. Imam Ahmad, shahih,
no. 15823, Ath-Thabarani dalam Mu’jamul-Kabir no. 15500, dan Ibnu ‘Asakir dalam
Tarikh Ad-Dimasyq).
4. Berjalan
di muka bumi adalah jihad. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda :
إِنْ كَانَ
خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ
خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ
الشَّيْطَانِ
"Sekiranya seseorang keluar untuk
menafkahi anaknya yang masih kecil, niscaya terhitung fii sabiilillah.
Sekiranya ia keluar untuk mencukupi kebutuhan orang tuanya yang lanjut usir,
niscaya terhitung fii sabiilillah. Sekiranya juga ia keluar untuk menutupi
kebutuhan hidup demi menjaga kesucian dirinya, niscaya ia terhitung fii
sabiilillah. Namun jika ia keluar untuk berbuat riya’ dan berlaku sombong,
niscaya terhitung fii sabiilisy-syaithan“. (HR. Imam
Thabarani, shahih, dalam Mu’jamul-Kabir no. 15619. Lihat Shahihul-Jaami’ no.
1428). Dan yang lainnya.
Para ulama
telah memberikan beberapa penjelasan yang berbeda tentang macam-macam jihad,
namun mempunyai inti sama yaitu jihad syar’i itu terbagi menjadi beberapa
cabang. Ibnul-Qayyim rahmatullah ‘alaih telah membuat penjelasan yang
cukup bagus tentang hal ini :
وإنما جعل طلب العلم من سبيل الله لان به قوام الاسلام كما
ان قوامه بالجهاد فقوام الدين بالعلم والجهاد ولهذا كان الجهاد نوعين جهاد باليد
والسنان وهذا المشارك فيه كثير والثاني الجهاد بالحجة والبيان وهذا جهاد الخاصة من
اتباع الرسل وهو جهاد الائمة وهو افضل الجهادين لعظم منفعته وشدة مؤنته وكثرة
اعدائه قال تعالى في سورة الفرقان وهي مكية ولو شئنا لبعثنا في كل قرية نذيرا
فلاتطع الكافرين وجاهدهم به جهادا كبيرا فهذا جهاد لهم بالقرآن وهو أكبر الجهادين
وهو جهاد المنافقين ايضا فإن المنافقين لم يكونوا يقاتلون المسلمين بل كانوامعهم
في الظاهر وربما كانوا يقاتلون عدوهم معهم ومع هذا فقد قال تعالى يا أيها النبي
جاهد الكفار والمنافقين واغلظ عليهم ومعلوم ان جهاد المنافقين بالحجة والقرآن
والمقصود ان سبيل الله هي الجهاد وطلب العلم ودعوة الخلق به الى الله ولهذا قال
معاذ رضى الله عنه عليكم بطلب العلم فإن تعلمه لله خشية ومدارسته عبادة ومذاكرته
تسبيح والبحث عنه جهاد
"Thalabul-'ilmi
(menuntut ilmu syar’i) dinyatakan juga termasuk fisabilillah tidak lain
karena dengannya akan tegak Agama Islam, sebagaimana juga Agama Islam akan
tegak dengan jihad (perang/qitaal).
Jadi Islam itu tegak dengan ilmu dan jihad/perang. Karena, jihad itu ada dua
macam :
1.
Jihad dengan tangan dan
senjata. Jihad ini semua orang bisa ikut
andil di dalamnya.
2.
Jihad dengan hujjah dan bayan
(ilmu). Jihad jenis ini merupakan jihadnya orang-orang khusus dari kalangan
para pengikut Rasul. Ini merupakan jihadnya para imam (ulama). Dan jihad kedua
lebih utama daripada jihad yang pertama. (Hal itu disebabkan) karena sedemikian
besar manfaatnya, sangat besar resikonya, dan sangat banyak musuh-musuh yang
dihadapinya. Allah berfirman di dalam surat Al-Furqan – dimana ia merupakan
surat Makiyyah - : "Dan andaikata
Kami menghendaki benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang
memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir,
dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar”
[QS. Al-Furqaan : 51-52].
Inilah jihad
terhadap orang-orang kafir dengan Al-Qur’an. Jihad ini merupakan jihad terbesar
di antara dua jenis jihad di atas. Dan termasuk di dalamnya juga jihad terhadap
orang-orang munafiq. Sesungguhnya ketika itu kaum munafiqin tidak memerangi
kaum muslimin (dengan senjata). Bahkan mereka bergabung dalam barisan kaum
muslimin, dan terkadang berperang melawan musuh-musuh Islam. Namun demikian
Allah perintahkan kepada Nabi-Nya : "Hai Nabi,
berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka” [QS. At-Taubah : 73]. Dan sudah
menjadi maklum (pengetahuan) bahwa jihad melawan kaum munafiq dengan hujjah dan
Al-Qur’an.
Jadi, maksud sabilullah itu mencakup jihad (perang), menuntut ilmu, serta berdakwah dengan ilmu tersebut. Oleh karena itu Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata : "Wajib atas kalian untuk menuntut ilmu, sesungguhnya mempelajari ilmu (dengan ikhlash) karena Allah merupakan kasyyah, mengkajinya merupakan ibadah, mengingatnya merupakan tasbih, dan membahasnya merupakan jihad“ (Miftah Daaris-Sa’adah oleh Ibnul-Qayyim 1/131-132; Maktabah Al-Misykah)
Jadi, maksud sabilullah itu mencakup jihad (perang), menuntut ilmu, serta berdakwah dengan ilmu tersebut. Oleh karena itu Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata : "Wajib atas kalian untuk menuntut ilmu, sesungguhnya mempelajari ilmu (dengan ikhlash) karena Allah merupakan kasyyah, mengkajinya merupakan ibadah, mengingatnya merupakan tasbih, dan membahasnya merupakan jihad“ (Miftah Daaris-Sa’adah oleh Ibnul-Qayyim 1/131-132; Maktabah Al-Misykah)
Imam
Al-Qurthubi rahmatullah ‘alaih mengutip perkataan Abu Sulaiman Ad-Darani
rahmatullah ‘alaih mengenai penjelasan syar’i tentang jihad :
ليس الجهاد
في الآية قتال الكفار فقط بل هو نصر الدين والرد على المبطلين؛ وقمع الظالمين؛
وعظمه الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ومنه مجاهدة النفوس في طاعة الله وهو
الجهاد الأكبر
"Yang
dimaksud jihad dalam ayat (yaitu QS. Al-Ankabut : 69) ini bukan hanya perang
melawan orang-orang kafir saja, namun jihad di sini meliputi pembelaan terhadap
agama, membantah para pembawa kebathilan, menghentikan kedhaliman, dan
puncaknya amar ma’ruf nahi munkar. Termasuk juga kesungguhan dalam ketaatan
kepada Allah. Inilah jihad yang terbesar“ (Lihat
Tafsir Al-Qurthubi (Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’an) 13/364-365; Tafsir QS.
Al-Ankabut : 69. Imam Al-Qurthubi juga menukil perkataan Ibnu ‘Athiyyah : فهي
قبل الجهاد العرفي وإنما هو جهاد عام في
دين الله وطلب مرضاته
“Hal itu sebelum (pensyari’atan) jihad ‘urfy (perang/ qitaal). Jihad tersebut
merupakan jihad secara umum dalam membela agama Allah dan mencari
keridlaan-Nya”)
Abu Darda’ radliyallaahu
'anhu berkata :
من رأى
الغدو والرواح إلى العلم ليس بجهاد فقد نقص عقله
"Barangsiapa
yang menyatakan bahwa pergi bolak-balik mencari ilmu bukan merupakan jihad,
maka sungguh akal dan pikirannya telah berkurang“. (HR. Al-Hafidh Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Jaami’ Bayanil-‘Ilmi wa
Fadhlihi hal. 21 Bab : Tafdlilul-‘Ulama’ ‘alasy-Syuhadaa’).
Dan bahkan,
pada saat ummat kosong dari ilmu syar’i dan kebodohan merajalela, maka berjihad
dengan ilmu adalah lebih utama dari pada berjihad dengan pedang. Mari kita
simak perkataan para ulama terdahulu :
Imam Yahya bin Yahya rahmatullah ‘alaih (yang merupakan guru dari Imam Bukhari dan Imam Muslim) berkata :
Imam Yahya bin Yahya rahmatullah ‘alaih (yang merupakan guru dari Imam Bukhari dan Imam Muslim) berkata :
الذبّ عن
السنة أفضل من الجهاد
"Membela
sunnah lebih utama daripada jihad (= maksudnya berperang melawan orang kafir
dengan pedang)“
(Majmu’ Fataawaa 4/13).
Al-Humaidi rahmatullah
‘alaih (Abdullah bin Az-Zubair bin 'Isa Al-Qurasy Al-Humaidi Al-Makki) –
salah satu guru Imam Al-Bukhari berkata :
والله !
لأن أغزو هؤلاء الذين يَرُدُّون حديث رسول الله أحبُّ إلي من أن أغزو عِدَّتهم من
الأتراك
"Demi
Allah, aku lebih suka menyerang orang-orang yang menolak hadits Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam daripada menyerang sebanyak itu tentara At-Turk (maksudnya : tentara kafir)“. (HR. Al-Harawi melalui sanadnya sendiri dalam kitab Dzammul-Kalaam
(288-Syibl)).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
بل ائتمروا بالمعروف وتناهوا عن المنكر حتى إذا رأيت شحا مطاعا
وهوى متبعا ودنيا مؤثرة وإعجاب كل ذي رأي برأيه فعليك يعني بنفسك ودع عنك العوام
فإن من ورائكم أيام الصبر الصبر فيه مثل قبض على الجمر للعامل فيهم مثل أجر خمسين
رجلا يعملون مثل عمله وزادني غيره قال يا رسول الله أجر خمسين منهم قال أجر خمسين
منكم
“Bahkan beramar-ma’ruf
nahi munkar-lah kalian sampai kalau kalian melihat kebakhilan ditaati, hawa
nafsu diikuti, dunia lebih diutamakan, dan setiap orang merasa bangga dengan
pemikirannya. Maka ketika itu jagalah dirimu dan biarkanlah orang-orang awam.
Karena di belakang kalian nanti ada hari-hari (yang dilipatgandakan pahala)
kesabaran. Orang yang sabar pada hari itu seperti orang yang menggenggam bara
api. Orang yang beramal di kalangan mereka pahalanya seperti pahala limapuluh
orang yang beramal sepertinya”. Abdullah bin Mubarak dan ‘Utbah bin Hakim
berkata : “Wahai Rasulullah, seperti pahala limapuluh orang diantara mereka ?”.
Rasulullah menjawab : “Seperti pahala limapuluh orang diantara kalian”
(HR. Abu Dawud no. 4341, Tirmidzi no. 3058, Ibnu Majah no. 4041, dan lain-lain;
shahih lighairihi).
Kesimpulan
Definisi Jihad (Pengertian Jihad)
Jadi
pengertian jihad secara bahasa berarti mengerahkan dan mencurahkan segala
kemampuannya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Dan secara istilah
syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya
untuk memperjuangkan dan menegakkan agama Islam demi mencapai ridha Allah subhanahu
wa ta’ala.
Oleh
karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi sabilillah untuk
menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran
Islam agar mendapat keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Dakwah
tidak akan hidup kecuali dengan jihad, seberapa tinggi kedudukan dakwah dan
cakupannya yang luas, maka jihad merupakan jalan satu-satunya yang mengiringinya.
Dengan
demikian kita sebagai aktifis dakwah tahu akan hakikat doktrin ‘ Jihad
adalah Jalan Saya’
Tujuan
Jihad
Jihad
fisabilillah disyari’atkan Allah subhanahu wa ta’ala bertujuan agar agama
Allah tegak di muka bumi dan dilaksanakan oleh manusia. Sehingga manusia
mendapat rahmat dari ajaran Islam dan terbebas dari fitnah. Jihad fisabilillah
bukanlah tindakan balas dendam dan menzhalimi kaum yang lemah, tetapi
sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi.
Jihad
juga bertujuan tidak semata-mata membunuh orang kafir dan melakukan teror
terhadap mereka, karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia. Tetapi
jihad disyariatkan dalam Islam untuk menghentikan kezhaliman dan fitnah yang
mengganggu kehidupan manusia. (QS an-Nisaa’ 74-76).
Macam-Macam
Jihad
Jihad
fisabilillah untuk menegakkan ajaran Islam ada beberapa macam, yaitu:
1. Jihad
dengan lisan, yaitu menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam
kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan pada Islam. Termasuk
dalam jihad dengan lisan adalah, tabligh, ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi
mungkar dan aktifitas politik yang bertujuan menegakkan kalimat Allah.
2. Jihad
dengan harta, yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah khususnya bagi
perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan
keluarga mujahid yang ditinggal berjihad.
3. Jihad
dengan jiwa, yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan ummat Islam.
Jihad ini biasa disebut dengan qital (berperang di jalan Allah). Dan ungkapan
jihad yang dominan disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah berarti berperang di
jalan Allah.
Keutamaan
Jihad Fisabilillah
Beberapa
ayat Alquran memberikan keutamaan tentang berjihad. Di antaranya adalah :
لَّا
يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ
وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ
فَضَّلَ اللَّـهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى
الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ
وَكُلًّا وَعَدَ اللَّـهُ الْحُسْنَىٰ ۚ
وَفَضَّلَ اللَّـهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا ﴿٩٥﴾ دَرَجَاتٍ مِّنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً ۚ
وَكَانَ اللَّـهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٩٦﴾
“Tidaklah
sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai
'udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa
derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
(QS. An-Nisaa’ : 95-96)
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ
فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي
الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ ﴿١٢٢﴾
“Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya”
(QS. At-Taubah :122).
Hadis-hadis
shahih telah menuturkan keagungan dan keluhuran jihad fi sabilillah di atas
amal-amal shaleh yang lain.
1.
Jihad Adalah Amal Yang Paling Utama
Di dalam
sebuah hadis dituturkan, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
telah menetapkan kedudukan jihad sebagai amal yang utama dibandingkan dengan
amal-amal yang lain, setelah beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Bahkan, jihad ditempatkan sebagai ra’s al-’amal (pangkal dari amal). Imam
Bukhari menuturkan sebuah hadis dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Amal apa yang paling utama? Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab, “Iman kepada Allah, dan jihad di
jalanNya.” (HR.
Bukhari). Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, ‘Hadits ini menunjukkan bahwa jihad
merupakan amal yang paling utama setelah iman kepada Allah.”
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam: ”Amal apakah yang paling utama?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab: ”Beriman kepada Allah”, sahabat berkata :
”Lalu apa?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Jihad
fi Sabilillah”, lalu apa?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menjawab: Haji mabrur”. (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari
Anas radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: ”Pagi-pagi atau sore-sore keluar berjihad di jalan Allah lebih
baik dari dunia seisinya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari
Anas radhiyallahu anhu bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: ”Tidak ada satupun orang yang sudah masuk surga ingin kembali ke
dunia dan segala sesuatu yang ada di dunia kecuali orang yang mati syahid, ia
ingin kembali ke dunia, kemudian terbunuh 10 kali karena melihat keutamaan
syuhada.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Pergi untuk berjihad di
jalan Allah atau pulang darinya lebih baik daripada dunia dan seisinya."
(HR. Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
" …sesungguhnya di dalam surga
terdapat seratus tingkat yang disediakan bagi orang-orang yang berjihad di
jalan Allah, jarak antara tingkat yang satu dengan yang lain sama seperti jarak
10 antara
langit dan bumi, jikalau kalian meminta surga maka mintalah surga al firdaus
karena dia marupakan surga yang berada di tengah dan yang paling tinggi, di
atasnya terdapat 'arsy Allah dan darinya mengalir sungai-sungai surga" (HR. Bukhari).
Abu
Darda radhiyallaahu
‘anhu mengatakan, “Barangsiapa berpendapat bahwa pergi mencari
ilmu tidak termasuk jihad, sungguh, ia kurang akalnya.” (Al-’Ilmu Fadhluhu
wa Syarafuhu)
Berjihad
dengan hujjah (dalil) dan keterangan didahulukan atas jihad dengan pedang dan
tombak. Allah berfirman kepada Rasul-Nya agar berjihad dengan Al-Quran melawan
orang-orang kafir.
“Maka
Janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka
dengan Al-Quran dengan jihad yang besar.” (QS: Al-Furqan: 52)
Nabi
shallallaahu ‘alaihi
wa sallam diperintahkan berjihad melawan orang-orang kafir dan
munafik dengan cara menyampaikan hujjah (dalil dan keterangan).
Imam
Ibnul Qayim rahmatullah ‘alaih berkata, “Jihad dengan hujjah (dalil)
dan keterangan didahulukan atas jihad dengan pedang dan tombak.” ( Syarah
Qashidah Nuuniyyah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda,”Barang siapa yang memasuki masjid kami
ini (masjid Nabawi) dengan tujuan mempelajari kebaikan atau mengajarkannya,
maka ia laksana orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala. Dan barang siapa
yang memasukinya dengan tujuan selain itu, maka ia laksana orang yang sedang
melihat sesuatu yang bukan miliknya” (Hadits Hasan diriwayatkan
oleh ibnu Hibban)
2. Orang Yang Pergi Berjihad Tidak Bisa
Ditandingi Oleh Orang Yang Tidak Berangkat Berjihad
Dalam riwayat
lain dinyatakan, bahwa kaum Mukmin yang tidak berangkat jihad, meskipun ia
berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan amal kebaikan dan taqwa, dirinya
tidak mampu menyamai orang yang pergi ke medan jihad. Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu,
bahwasanya para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Ya Rasulullah! Amal apakah yang bisa
menyamai jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian semua tentu tidak akan sanggup
mengerjakannya.” Para sahabat pun mengulangi pertanyaannya dua
atau hingga tiga kali, namun setiap kali diajukan pertanyaan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Kalian tidak akan mampu
mengerjakannya.” Selanjutnya, pada pertanyaan yang ketiga, baginda
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan seorang mujahid di jalan
Allah seperti halnya sha’im (orang yang berpuasa) yang selalu mentaati
ayat-ayat Allah, dan ia tidak berhenti dari shalat dan puasanya, hingga mujahid
di jalan Allah itu pulang kembali.” (HR. Muslim)
Ini adalah
redaksi hadits menurut versi Muslim. Sedangkan menurut versi Imam Bukhari
disebutkan,
“Seorang lelaki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Tunjukkan kepadaku, amal apakah yang boleh menyamai jihad? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Aku tidak mendapati amal yang bisa menyamai jihad? Kemudian baginda shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kamu mampu (mengerjakannya), jika seorang mujahid pergi berjihad, lalu kamu masuk ke masjidmu, kamu kerjakan shalat tanpa pernah berhenti, dan kamu kerjakan puasa tanpa pernah berbuka? Kemudian ia berkata, “Lantas, siapa yang mampu mengerjakan hal itu?” Abu Hurairah radhoyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya, berperangnya seorang mujahid berapa pun lamanya, niscaya akan ditulis baginya kebaikan-kebaikan.” (HR. Bukhari)
“Seorang lelaki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Tunjukkan kepadaku, amal apakah yang boleh menyamai jihad? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Aku tidak mendapati amal yang bisa menyamai jihad? Kemudian baginda shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kamu mampu (mengerjakannya), jika seorang mujahid pergi berjihad, lalu kamu masuk ke masjidmu, kamu kerjakan shalat tanpa pernah berhenti, dan kamu kerjakan puasa tanpa pernah berbuka? Kemudian ia berkata, “Lantas, siapa yang mampu mengerjakan hal itu?” Abu Hurairah radhoyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya, berperangnya seorang mujahid berapa pun lamanya, niscaya akan ditulis baginya kebaikan-kebaikan.” (HR. Bukhari)
Al-Hafidz Ibnu
Hajar di dalam Fath al-Bari menyatakan, “Imam
Fudlail bin ‘Iyadl mengatakan, “Hadits ini
menjelaskan keagungan jihad. Sebab, puasa dan ibadah-ibadah lain yang telah
disebutkan keutamaan-keutamaannya di dalam hadits ini, seluruhnya setara dengan
jihad. Bahkan, semua hal mubah yang dilakukan oleh seorang mujahid sebanding
dengan pahala orang yang mengerjakan shalat dan ibadah lainnya. Oleh karena
itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Kamu
tidak akan sanggup mengerjakannya.” Sedangkan keutamaan tidak ditetapkan dengan
jalan qiyas, akan tetapi ia adalah ketetapan dari Allah subhanahu wa ta’ala
kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Hadis ini menjadi bukti, bahwa jihad
adalah seutama-utama amal secara mutlak.”
Menurut Imam
Nawawi, hadis ini menunjukkan keagungan dan keutamaan jihad dibandingkan amal
yang lain. Sebab, shalat, puasa, serta mentaati ayat-ayat Allah merupakan amal
yang utama. Akan tetapi, Allah subhanahu wa ta’ala menyetarakan
kedudukan seorang mujahid dengan orang yang mengerjakan shalat, puasa, dan
mentaati ayat-ayatNya tanpa pernah berhenti –padahal ini tidak mungkin
dilakukan oleh seorang manusia pun. Oleh karena itu, hadits ini dengan sangat
jelas menunjukkan, bahwa jihad adalah seutama-utama ibadah di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
2.
Jihad Sebagai Wasilah Menghindarkan Siksa
Sunnah juga
menjelaskan bahwa jihad fisabilillah merupakan wasilah (media) untuk
menyelamatkan diri dari api neraka dan siksa Allah di hari kiamat kelak. Imam
Bukhari menuturkan sebuah riwayat, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidaklah akan dijilat api neraka, debu-debu
yang melekat di kaki seorang hamba yang berjihad di jalan Allah.” (HR.
Bukhari)
Hadits ini
juga menunjukkan keutamaan dan keagungan jihad di jalan Allah. Ibnu al-Munayyir
menyatakan, bahwa siapa saja yang kakinya berdebu karena berjihad di jalan
Allah, niscaya Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam api neraka, baik
ia berperang secara langsung mahupun tidak. Sebab, debu-debu yang melekat di
kaki para mujahid akan menyelamatkan dirinya dari siksa api neraka. Di dalam
riwayat lain dinyatakan, “Siapa saja yang
kakinya berdebu karena berjihad di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan
dirinya dari api neraka sejauh 1000 tahun perjalanan penunggang kuda yang jalannya
cepat.” (HR. Imam al-Thabarani di dalam al-Ausath).
3.
Jihad Dapat Menghapus Dosa
Dalam riwayat
yang lain juga diceritakan mengenai keberkahan jihad fisabilillah meskipun
dilakukan sebentar yakni dapat menghapus dosa-dosa orang yang melakukannya.
Dari Ibnu ‘Aidz radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan,
bahwasanya ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar mendatangi jenazah seorang lelaki.
Ketika jenazah itu diletakkan, ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jangan
engkau solatkan Ya Rasulullah! Dia itu orang fajir.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam segera menoleh kepada orang banyak dan
bertanya, “Apakah ada di antara kalian yang pernah melihat dirinya mengerjakan
amal Islami? Seorang laki-laki menjawab, “Benar, Ya Rasulullah! Ia pernah
menyibukkan diri dalam jihad di jalan Allah di suatu malam.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menshalatinya, dan kemudian mengusap
jenazah itu dengan tanah, seraya berkata, “Sesungguhnya, sahabatmu menduga
engkau termasuk penduduk neraka, akan tetapi aku bersaksi bahwa engkau adalah
penduduk syurga.” (HR. Imam
Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman)
”Bagi
orang yang mati syahid disisi Allah mendapat tujuh kebaikan: 1. Diampuni
dosanya dari mulai tetesan darah pertama. 2. Mengetahui tempatnya di surga. 3.
Dihiasi dengan perhiasan keimanan. 4. Dinikahkan dengan 72 istri dari bidadari.
5. Dijauhkan dari siksa kubur dan dibebaskan dari ketakutan di hari Kiamat. 6.
Diletakkan pada kepalanya mahkota kewibawaan dari Yakut yang lebih baik dari
dunia seisinya. 7. Berhak memberi syafaat 70 kerabatnya.” (HR. At-Tirmidzi)
Dan masih
banyak lagi hadis-hadis yang memiliki pengertian yang sama.
4.
Kaum Mujahid Adalah Seutama-utama Manusia
Imam Bukhari
menuturkan sebuah riwayat dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, siapakah orang yang mulia
(utama)? Beliau menjawab, “Seorang laki-laki yang berjihad di jalan Allah.” (HR Bukhari)
Hadits ini dengan sarih (jelas) telah menjelaskan kepada kita, bahwa orang yang berjihad di jalan Allah menduduki tempat yang utama. Kaum salaf al-shaleh sangat memuliakan orang-orang yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka berlomba-lomba untuk memuliakan dan menghormati orang yang berjihad di jalan Allah. Di dalam kitab al-Sair al-Kabiir, juz 1/30, dituturkan sebuah riwayat dari Mujahid (beliau adalah seorang tabi’in dan termasuk muridnya Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu), bahwasanya ia (Mujahid) berkata, “Saya hendak pergi berjihad”. Mendengar ini, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu segera menuntun kudaku!! Aku pun melarang dirinya melakukan hal itu. Namun, ia berkata, “Apakah kamu tidak suka aku mendapatkan pahala? Sungguh, telah sampai berita kepada kami (Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu) bahwa orang yang membantu kaum Mujahid, maka kedudukannya diantara penduduk dunia tak ubahnya dengan kedudukan Malaikat Jibril di antara penduduk langit.”
Hadits ini dengan sarih (jelas) telah menjelaskan kepada kita, bahwa orang yang berjihad di jalan Allah menduduki tempat yang utama. Kaum salaf al-shaleh sangat memuliakan orang-orang yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka berlomba-lomba untuk memuliakan dan menghormati orang yang berjihad di jalan Allah. Di dalam kitab al-Sair al-Kabiir, juz 1/30, dituturkan sebuah riwayat dari Mujahid (beliau adalah seorang tabi’in dan termasuk muridnya Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu), bahwasanya ia (Mujahid) berkata, “Saya hendak pergi berjihad”. Mendengar ini, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu segera menuntun kudaku!! Aku pun melarang dirinya melakukan hal itu. Namun, ia berkata, “Apakah kamu tidak suka aku mendapatkan pahala? Sungguh, telah sampai berita kepada kami (Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu) bahwa orang yang membantu kaum Mujahid, maka kedudukannya diantara penduduk dunia tak ubahnya dengan kedudukan Malaikat Jibril di antara penduduk langit.”
Hukum
Jihad Fi Sabilillah
Hukum
Jihad fi sabilillah secara umum adalah Fardhu Kifayah, jika sebagian ummat
telah melaksanakannya dengan baik dan sempurna maka sebagian yang lain terbebas
dari kewajiban tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Jihad
berubah menjadi Fardhu ‘Ain jika:
1.
Muslim yang telah mukallaf sudah memasuki medan perang, maka baginya fardhu
‘ain berjihad dan tidak boleh lari.
”Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir
yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).
Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok
untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al-Anfal
: 15-16).
2.
Musuh sudah datang ke wilayahnya, maka jihad menjadi fardhu ‘ain bagi seluruh
penduduk di daerah atau wilayah tersebut .
”Hai
orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu
itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah,
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah
: 123)
3.
Jika pemimpin memerintahkan muslim yang mukallaf untuk berperang, maka baginya
merupakan fardhu ‘ain untuk berperang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
”Tidak
ada hijrah setelah futuh Mekkah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Dan
jika kamu diperintahkan untuk keluar berjihad maka keluarlah (berjihad).” (HR. Bukhari)
Kata-Kata
Jihad
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
رأس
الأمر الإسلام وعموده الصلاة وذروة سنامه الجهاد
“Pokok
urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak tertingginya adalah
jihad” (HR. Ahmad
5/237 no. 22121, Tirmidzi no. 2616, dan Ibnu Majah no. 4044; shahih bithuruqihi
wa syawahidihi).
Kata “jihad” di sini disebut secara
mutlak tanpa taqyid sifat-sifat tertentu. Maka jihad yang dimaksud adalah jihad
dengan pedang fii sabiilillah meninggikan kalimat Allah.
Khubaib
bin Adi radhiyallahu ‘anhu berkata ketika disiksa oleh musuhnya, “Aku
tidak peduli, asalkan aku terbunuh dalam keadaan Islam. Dimana saja aku
dibunuh, aku akan kembali kepada Allah. Kuserahkan kepada Allah kapan saja Ia
berkehendak. Setiap potongan tubuhku akan diberkatinya”.
Al-Khansa
radhiyallahu ‘anha berpesan kepada 4 anaknya mengantarkan mereka untuk
jihad, “Wahai anak-anakku ! Kalian tidak pernah berkhianat pada ayah kalian.
Demi Allah, kalian berasal dari satu keturunan. Kalianlah orang yang ada dalam
hatiku. Jika kalian menuju ke medan perang, jadilah kalian pahlawan.
Berperanglah ! Jangan kembali. Aku membesarkan kalian untuk hari ini”.
Abdullah
bin Mubarak berkata pada saudaranya Fudail bin Iyadh yang sedang asyik ibadah
di tanah suci, ”Wahai ahli ibadah di dua tahan Haram, jika engkau melihat
kami, niscaya engkau akan tahu bahwa engkau hanya bermain-main dalam ibadah.
Barangsiapa membasahi pipinya dengan air mata. Maka, leher kami basah dengan
darah”.
Demikianlah
jihad adalah satu-satunya jalan menuju kemuliaan di dunia dan di akhirat.
Ampunan Allah, surga Adn, Pertolongan dan Kemenangan.
Perintah Berjihad di Jalan Allah Dengan
Sebenarnya Jihad!
Allah Subhanahu wa ta'ala telah memerintahkan
jihad kepada hamba-hamba-Nya dan mewajibkan hal itu atas mereka sesuai dengan
kemampuan dan kesiapan mereka. Dia berfirman,
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ
حَقَّ جِهَادِهِ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad
yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Hajj: 78)
Perintah jihad ini berlaku umum bagi seluruh kaum
muslimin. Masing-masing mereka wajib berjihad sesuai dengan kemampuannya. Dan
perintah agar berjihad dengan sebenar-benarnya ini seperti perintah-Nya
untuk bertakwa dengan sebenar-benarnya.
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)
Dan sebagaimana diketahui bahwa makna haqqa tuqatih
adalah agar ditaati dan tidak didurhakai, diingat dan tidak dilupakan, serta
disyukuri dan tidak dikufuri. Maka makna haqqa jihadih adalah supaya
seorang hamba berjihad (menundukkan) dirinya agar hati, lisan, dan anggota
tubuhnya tunduk kepada Allah sehingga semuanya hanya untuk Allah dan
karena-Nya, bukan untuk dan karena dirinya sendiri.
Kemudian dilanjutkan dengan menjihadi (melawan) syetannya
dengan mendustakan janjinya, mendurhakai perintahnya, melanggar larangannya
karena syetan hanya menjanjikan angan-angan dan menawarkan hayalan, mengancam
dengan kemiskinan, memerintah yang buruk dan mencegah/menghalangi dari perkara
takwa dan petunjuk, kemuliaan dan sabar, serta seluruh akhlak mulia. Kemudian
dia menjihadi syetan tersebut dengan mendustakan janjinya dan mendurhakai
perintahnya sehingga dengan dua macam bentuk jihad ini dia akan memiliki
kekuatan dan kekuasaan.
Lalu dilanjutkan dengan menyiapkan diri untuk berjihad
melawan musuh-musuh Allah dari kalangan kafirin dan musyrikin dengan hati,
lisan, tangan, dan hartanya supaya kalimat Allah menjadi yang tertinggi.
Selanjutnya berjihad melawan pelaku kedzaliman,
kemungkaran, dan bid’ah. Jihad dilakukan dengan mengingkari dan merubah
kemungkaran yang dilakukan dengan terang-terangan. Yaitu dengan tangan, jika tidak
mampu baru dengan lisan dan jika masih tidak mampu juga maka baru dengan hati.
Perbedaan ulama dalam memaknakan Haqqa Tuqatih
Sebagaimana yang disebutkan dalam tafsir al-Baghawi, “Berjihadlah
di jalan Allah dalam melawan musuh-musuh-Nya dengan sebenar-benarnya jihad.”
Yaitu –sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Adalah mencurahkan seluruh kekuatan di jalan-Nya
dan tidak takut terhadap celaan orang yang mencela.” Penafsiran ini sesuai
dengan firman Allah Ta’ala,
يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ
“. . . yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (QS. Al-Maidah: 54)
Muqatil dan al-Dhahak rahmatullah ‘alaih berkata,
“Beramalah untuk Allah dengan sebenarnya amal dan sembahlah Dia dengan ibadah
yang sebenarnya.”
Abdullah bin Mubarak rahmatullah ‘alaih berkata, “Dia
adalah menjihadi diri dan hawa nafsu. Dan ini merupakan jihad terbesar dan
menjadi jihad yang sesungguhnya.”
Sedangkan mayoritas mufassirin menyebutkan tentang makna haqqa
tuqatih adalah hendaknya niatmu ikhlas (murni) dan benar-benar untuk Allah 'Azza
wa Jalla. (lihat tafsir al-Baghawi)
Dan tidak benar pendapat orang yang mengatakan, “Kedua
ayat tersebut dihapus karena keduanya mengandung perintah yang tidak mungkin
mampu dilaksanakan.”
Haqqa tuqatih dan haqqa
jihadih : adalah sesuatu yang mampu dilaksanakan oleh setiap hamba. Dan
semua itu berbeda-beda sesuai dengan keadaan para mukallaf dalam kuat, lemah,
pengatahuan, dan kejahilannya. Takwa dan jihad yang sesunguhnya disandarkan
kepada orang yang kuat, mampu, dan alim adalah sesuatu berbeda bila
dibandingkan kepada orang sakit, bodoh, dan lemah.
Lemahnya pendapat tersebut dikuatkan dengan kalimat yang
Allah pakai dalam mengiringi perintah tersebut:
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ في الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)
Makna al-haraj adalah Kesempitan. Dan Allah tidak
menjadikan ajaran agamanya sempit dan memberatkan, tapi Dia menjadikannya luas,
lapang, dan mudah yang mampu dilakukan oleh setiap orang, sebagaimana dia
mejadikan rizkinya diperoleh orang setiap yang hidup.
Sebagaimana Dia menetapkan rizki bagi hamba yang bisa
diusahakannya, maka Dia membebani perintah kepada mereka yang mampu
dilakukannya juga.
Dia tidak menjadikan kesempitan bagi hamba-Nya dalam
menjalankan agama-Nya ditinjau dari sisi manapun. Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam bersabda, “Saya diutus dengan ajaran yang lurus dan lapang
(moderat).” Maknanya dengan agama yang lurus dalam tauhid dan mudah dalam
pengamalannya.
Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala telah
melapangkan bagi para hamba-Nya dalam menjalankan agama-Nya, memperoleh rizki,
maaf dan ampunan-Nya. Dia juga melapangkan jalan taubat selama ruh masih
menyatu denga jasad. Dia membuka pintu taubat dan tidak menutupnya sehingga
matahari terbit dari barat. Dia mejadikan setiap kemaksiatan ada kafarah yang
bisa menghapuskan dosanya berupa taubat, shadaqah, amal shalih yang
menghapuskan dosa, musibah yang bisa menghapuskan keburukan-keburukan. Dari
setiap yang Dia haramkan, diberikan ganti dengan sesuatu yang halal yang lebih
bermanfaat, lebih baik, dan lebih nikmat baginya. Sehingga hamba mencukupkan
diri dengan yang halal dan menjauhi yang haram. Allah memerintahkan agar memperbanyak
yang halal dan tidak mempersempitnya. Dia menjadikan dari setiap kesulitan
sebagai ujian agar hatinya menjadi lapang, lalu mendapatkan kemudahan
sesudahnya. “Tidak mungkin ada satu kesulitan yang mengalahkan dua kemudahan.”
Jika kebaikan Allah terhadap hamba-Nya seperti ini, bagaimana mungkin Dia akan
membebani mereka dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya dan tidak kuasa
dijalankannya.
Sebagaimana Dia menetapkan rizki bagi hamba yang bisa
diusahakannya, maka Dia membebani perintah kepada mereka yang mampu
dilakukannya juga.
Pentingnya berjihad menundukkan hawa nafsu
Dalam uraian di atas, -sebagaimana yang disebutkan Ibnul
Hajar rahmatullah ‘alaih dalam al-Fath dan Ibnul Qayyim rahmatullah
‘alaih dalam Zaad al-Ma’ad- jihad terbagi menjadi empat tingkatan:
yaitu berjihad menundukkan hawa nafsu, berjihad melawan syetan, jihad melawan
musuh-musuh Allah dari kalangan kafirin dan musyrikin, dan jihad melawan
orang-orang fasik dan ahli maksiat.
Dari keempat tingkatan tersebut, jihad melawan hawa nafsu
menjadi yang pokok. Dan sesungguhnya seorang hamba selama dia tidak melakukan
jihad terhadap hawa nafsunya terlebih dahulu maka dia tidak akan mungkin akan
melaksanakan perintah Islam atau meninggalkan larangan-larangannya. Tidak
mungkin dia akan tergerak untuk berjihad melawan musuh dari luar kalau dia
tidak tergerak untuk memerangi musuh yang ada di dalam dirinya. Dari sini benar
apa yang disabdakan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ
نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ الْخَطَايَا
وَالذَّنُوبَ
“Mujahid adalah orang yang menundukkan jiwanya untuk
taat kepada Allah. Sedangkan muhajir adalah orang yang menjauhi (meninggalkan)
kesalahan dan dosa.” (HR. Ahmad)
Dan dalam khutbah hajah beliau, Nabi shallallaahu
'alaihi wasallam bersabda, “Dan kami berlindung kepada-Mu (ya Allah)
dari keburukan jiwa kami dan jeleknya amal-amal kami.”
Sesungguhnya jiwa senantiasa mengajak kepada kemaksiatan
dan mengutamakan kehidupan dunia. Sedangkan Allah memerintahkan hamba-Nya untuk
takut kepada-Nya dan menahan diri dari menuruti hawa nafsu. Dan hamba ada dua,
menuruti hawa nafsunya sehingga dia hancur dan celaka atau menyambut seruan
Tuhannya sehingga dia akan selamat dan beruntung. Hawa nafsu menyuruh untuk
pelit sedangkan Allah menyuruh untuk berinfaq,
وَأَنْفِقُوا خَيْرًا
لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan berinfaklah itu lebih baik bagi dirimu. Dan
barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Taghabun: 16)
Dan berjihad melawan hawa nafsu memiliki empat tingkatan:
1. Menundukkan hawa nafsu untuk mempelajari petunjuk dan
agama yang benar. Sesungguhnya tidak akan ada keberuntungan dan kebahagiaan
tanpanya. Karena itu jika hal ini dilalaikan maka akan sengsara dunia dan
akhirat.
2. Menundukkannya untuk mengamalkan petunjuk setelah
mengetahuinya. Jika tidak, maka sebatas mencari ilmu yang tidak diikuti amal
tidak akan mendatangkan kebaikan, bahkan bisa mencelakakannya.
3. Menundukkannya untuk mendakwahkan dan mengajarkannya
kepada orang yang belum mengetahuinya. Jika tidak, maka ia termasuk orang yang
menyembunyikan apa yang diturunkan oleh Allah dari petunjuk dan keterangan.
Ilmunya tidak membawa manfaat baginya dan tidak bisa menyelamatkannya dari
siksa Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ
يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا
بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ
وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang
telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (QS.
Al-Baqarah: 159)
4. Menundukkannya untuk sabar menghadapi kesulitan dakwah
dan menerima hal itu semua karena Allah.
Dan apabila seseorang mampu melaksanakan empat hal di
atas, maka dia termasuk ke dalam golongan Rabbaniyyin. Karena para ulama salaf
telah bersepakat bahwa orang yang berilmu tidak bisa menjadi figur yang rabbani
sampai ia mengerti kebenaran, mengamalkannya, dan mengajarkannya. Maka siapa
yang mengetahui kebenaran, mengamalkan dan mendakwahkanya maka akan diagungkan
di tengah penduduk langit.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang kedua kakinya terkena debu di jalan Allah maka Allah
mengharamkan atas dirinya api neraka." (HR. Bukhari).
Dari Abu Sa'id AlKhudri radhiyallahu ‘anhu berkata aku mendengar Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang berpuasa satu hari di
jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 tahun
perjalanan." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang menggunakan seekor kuda
untuk berjihad di jalan Allah karena beriman kepada-Nya serta meyakini
janji-Nya, maka apa yang membuat kudanya kenyang (dari makanan dan minumann),
kotorannya dan air kencingnya akan menjadi amalkebaikannya pada hari
kiamat." (HR. Bukhari)
Apabila
keempat tingkatan ini telah terpenuhi pada dirinya, maka ia termasuk
orang-orang yang Rabbani (Zaadul Ma’aad fi Hadyi Khairil ‘Ibaad (III/10)
Makna
Mati Syahid
Ibnul-Atsir
berkata tentang penggunaan kata syahiid
:
والشَّهيدُ
في الأصْل من قُتِل مُجاَهدا في سبيل اللّه، ويُجْمع على شُهَداء
"Dan syahiid asalnya
bermakna siapa saja terbunuh berjihad (perang) di jalan Allah. Dan jamaknya
adalah syuhadaa’ “. Ibnul-Atsir
kemudian melanjutkan :
ثم اتُّسِع
فيه فأُطْلق على مَن سمَّاه النبي صلى اللّه عليه وسلم من المبْطُون، والغَرِق،
والحَرِق، وصاحِبِ الهَدْم، وذات الجَنْبِ وغيرهم.
“Kemudian
terbagi menjadi sembilan macam di dalamnya dan maknanya dimutlakkan atas siapa
saja yang disebutkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dari orang (meninggal)
karena yang tertimpa sakit perut, tenggelam, terbakar, tertimpa bangunan,
TBC, dan yang lainnya” (An-Nihaayah
fii Ghariibil-Hadiits materi kata “syahada”)
Mari kita
perhatikan hadits berikut :
الشهادة
سبع سوى القتل في سبيل الله عز وجل المطعون شهيد والمبطون شهيد والغريق شهيد وصاحب
الهدم شهيد وصاحب ذات الجنب شهيد وصاحب الحرق شهيد والمرأة تموت بجمع شهيدة
"Syahadah ada tujuh selain yang
terbunuh di jalan Allah ’azza wa jalla : Orang yang tertimpa penyakit tha’un
adalah syahid, orang yang orang yang sakit perut syahid, orang yang tenggelam
syahid, orang yang tertimpa bangunan syahid, orang yang terkena TBC syahid,
orang yang terbakar syahid, dan wanita yang mati ketika sedang mengandung
syahid“. (HR. Malik no. 554, Nasa’i no. 1846,
Abu Dawud no. 3111)
من قتل دون
ماله فهو شهيد
”Siapa yang terbunuh membela hartanya
maka syahid ”
(HR. Bukhari no.2348).
Ibnu Hajar rahmatullah
‘alaih berkata :
أن الشهداء
قسمان شهيد الدنيا وشهيد الآخرة وهو من يقتل في حرب الكفار مقبلا غير مدبر مخلصا
وشهيد الآخرة وهو من ذكر بمعنى أنهم يعطون من جنس أجر الشهداء ولا تجري عليهم
أحكامهم في الدنيا
“Syuhadaa’ itu
ada dua macam : (Pertama) syahid di dunia dan akhirat, yaitu orang yang
terbunuh dalam peperangan melawan orang kafir dengan ikhlash dan teguh dalam
peperangan, serta tidak lari. (Kedua) syahid akhirat. Mereka adalah orang yang
mendapatkan pahala kesyahidan tetapi tidak berlaku padanya hukum syahid di
dunia (seperti dimandikan, dikafani, dan dishalati)”. (Fathul-Baari penjelasan hadits no. hadits 2674; Maktabah
Sahab).
Syahid dunia
dan akhirat tentu kita tahu yaitu mereka adalah orang-orang yang meninggal
dunia dalam jihad pedang (qitaal)
di medan pertempuran. Mereka ini kemudian diberlakukan hukum-hukum khusus
seperti tidak dimandikan, dikafani dengan pakaian jihadnya, dan yang lainnya.
Adapun syahid akhirat adalah mereka yang meninggal di luar medan pertempuran
dengan perincian sebab sebagaimana disebutkan di atas. Mereka tetap
diperlakukan di dunia seperti orang-orang yang meninggal lainnya (dimandikan,
dikafani, dishalati, dan seterusnya). Itu semua merupakan pengertian syahid
secara syar’i (istilah). Bukan secara majaz, bukan pula bahasa (lughawy).
Bila satu
lafadh mempunyai kaifiyat atau konsekuensi-konsekuensi hukum tertentu yang
berbeda dari makna bahasanya, maka lafadh tersebut merupakan lafadh secara
istilah (syar’i). Orang yang meninggal dunia karena tertimpa penyakit tha’un,
maka secara umum ia adalah syahid dalam pengertian syar’i (syahid akhirat).
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam telah membedakan antara kematian
dengan sebab tha’un dengan sebab yang lainnya yang tidak disebutkan dalam
hadits. Begitu pula dengan jihad. Orang yang berdakwah meninggikan kalimah
Allah, mengajak orang lain taat kepada Allah; mengajak orang yang lalai agar
ingat kepada Allah, mengajak orang yang meninggalkan shalat agar menegakkan
shalat, mengajak kepada kesempurnaan amal agama dan sebagainya, maka ia
dikatakan telah berjihad. Hal itu dikarenakan Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam telah menegaskan bahwa seorang mukmin itu akan senantiasa berjihad
dengan pedang dan lisannya. Begitu pula dengan menuntut ilmu, melaksanakan
ibadah haji, dan yang lainnya juga termasuk dalam katagori berjihad.
Akar terorisme : Kesalahan fahaman Teroris terhadap surat al – Maidah ayat 44
Salah satu akar terorisme;
karena salahpaham terhadap kandungan QS. al-Ma’idah: 44. Waspada, jangan sampai
anda terjebak…!!!
Firman
Allah yang dimaksud adalah:
إِنَّا
أَنزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ ۚ
يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ
وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِن كِتَابِ اللَّـهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ
شُهَدَاءَ ۚ فَلَا
تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
﴿٤٤﴾
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat
di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu
diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada
Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan
mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah
kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
وَكَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ
وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ
قِصَاصٌ ۚ فَمَن
تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ ۚ
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿٤٥﴾
“Dan Kami telah
tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan
jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi
dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan
(hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah : 45)
وَقَفَّيْنَا
عَلَىٰ آثَارِهِم بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ
مِنَ التَّوْرَاةِ ۖ
وَآتَيْنَاهُ الْإِنجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ وَمُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ
يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٤٦﴾
“Dan Kami
iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam,
membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan
kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang
menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan
menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah
: 46)
Para
ulama kita menyatakan bahwa ayat di atas tidak boleh dimaknai secara harfiyah.
Sebab mengambil faham harfiyah; dengan memaknai makna zhahirnya akan
menghasilkan bumerang. Artinya, klaim “kafir” secara mutlak terhadap
orang yang tidak memakai hukum Allah akan kembali kepada dirinya sendiri.
Artinya sadar atau tidak sadar ia akan mengkafirkan dirinya sendiri, karena
seorang muslim siapapun dia, [kecuali para Nabi dalam masalah ajaran agama],
akan jatuh dalam dosa dan maksiat. Artinya, ketika orang muslim tersebut
melakukan dosa dan maksiat berarti ia sedang tidak melaksanakan hukum Allah.
Lalu, apakah hanya karena dosa dan maksiat, bahkan bila dosa tersebut dalam
kategori dosa kecil sekalipun, ia dihukumi sebagai orang kafir?!
Bila
demikian berarti semenjak dimulainya sejarah kehidupan manusia tidak ada
seorangpun yang beragama Islam, sebab siapapun manusianya pasti berbuat dosa
dan maksiat. karenanya, firman Allah di atas tidak boleh dipahami secara harfiyah
“Barangsiapa tidak memakai hukum Allah maka ia adalah orang kafir”, pemahaman
harfiyah semacam ini salah dan menyesatkan.
Al-Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya dalam penjelasan ayat ini menyatakan bahwa ayat ini mengandung takwil sebagaimana dinyatakan oleh sahabat Abdullah ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu dan sahabat al-Bara’ ibn Azib radhiyallahu ‘anhu. Al-Qurthubi menuliskan sebagai berikut:
Al-Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya dalam penjelasan ayat ini menyatakan bahwa ayat ini mengandung takwil sebagaimana dinyatakan oleh sahabat Abdullah ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu dan sahabat al-Bara’ ibn Azib radhiyallahu ‘anhu. Al-Qurthubi menuliskan sebagai berikut:
“Seluruh ayat ini
turun di kalangan orang-orang kafir (Yahudi). Sebagaimana hal ini dijelaskan
dalam Shahih Muslim dari hadits sahabat al-Bara’ ibn Azib radhiyallahu
‘anhu. Adapun seorang muslim, walaupun ia melakukan dosa besar [selama ia
tidak menghalalkannya], maka ia tetap dihukumi sebagai orang Islam, tidak
menjadi kafir. Kemudian menurut satu pendapat lainnya; bahwa dalam ayat di atas
terdapat makna tersembunyi (izhmar), yang dimaksud ialah: ”Barang siapa tidak
memakai hukum Allah, karena menolak al-Qur’an dan mengingkarinya, maka ia
digolongkan sebagai orang-orang kafir”. Sebagaimana hal ini telah dinyatakan
dari Rasullah oleh sahabat Abdullah ibn Abbas dan Mujahid. Inilah yang dimaksud
dengan ayat tersebut” [al-Jami’
Li Ahkam al-Qur’an, j. 6, h. 190].
Selain
penafsiran sahabat Abdullah ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu dan al-Bara’
ibn Azib radhiyallahu ‘anhu di atas, terdapat banyak penafsiran serupa
dari para sahabat lainnya. Di antaranya penafsiran Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu
‘anhu dan al-Hasan rahmatullah ‘alaih yang menyebutkan bahwa ayat
tersebut berlaku umum bagi orang-orang Islam, orang-orang Yahudi maupun
orang-orang kafir, dalam pengertian bahwa siapapun yang tidak memakai hukum
Allah dengan menyakini bahwa perbuatan tersebut adalah sesuatu yang halal maka
ia telah menjadi kafir. Adapun seorang muslim yang berbuat dosa atau tidak memakai
hukum Allah dengan tetap menyakini bahwa hal tersebut suatu dosa yang haram
dikerjakan maka ia digolongkan sebagai muslim fasik. Dan seorang muslim fasik
semacam ini berada di bawah kehendak Allah; antara diampuni atau tidak.
Pendapat
lainnya dari al-Imam al-Sya’bi rahmatullah ‘alaih menyebutkan bahwa ayat
ini khusus tentang orang-orang Yahudi. Pendapat ini juga dipilih oleh al-Nahhas
rahmatullah ‘alaih. Alasan pendapat ini ialah;
1.
Bahwa pada permulaan ayat ini yang dibicarakan adalah orang-orang
Yahudi, yaitu pada firman Allah; “Lilladzin Hadu…”. Dengan demikian maka dlamir
[kata ganti] yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi, bukan
orang-orang Islam.
2. Bahwa pada ayat sesudah ayat ini, yaitu pada ayat 45,
adalah firman Allah; “Wa Katabna ‘Alaihim…”. Ayat 45 ini telah disepakati oleh
para ahli tafsir, bahwa dlamir yang ada di dalamnya yang dimaksud adalah
orang-orang Yahudi. Dengan demikian jelas antara ayat 44 dan 45 memiliki
korelasi kuat bahwa yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi [sebagaimana hal
ini dapat dipahami dengan ’Ilm Munasabat al-Ayat].
Kemudian
diriwayatkan bahwa sahabat Hudzifah ibn al-Yaman suatu ketika ditanya tentang
ayat 44 ini; “Apakah yang dimaksud oleh ayat ini adalah Bani Isra’il?” sahabat
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menjawab menjawab; “Benar, ayat itu
tentang Bani Isra’il”.
Sementara menurut al-Imam
Thawus rahmatullah
‘alaih [murid Abdullah ibn Abbas radhiyallahu
‘anhu] bahwa yang dimaksud “kufur” dalam ayat 44 ini bukan
pengertian kufur yang mengeluarkan seseorang dari Islam, tetapi yang dimaksud
“kufur” disini adalah dosa besar. Tentu berbeda, masih menurut Imam Thawus,
dengan apa bila seseorang membuat hukum dari dirinya sendiri kemudian ia
meyakini bahwa hukumnya tersebut adalah hukum Allah [atau lebih baik dari hukum
Allah], maka orang semacam ini telah jatuh dalam kufur; yang telah benar-benar
mengeluarkannya dari Islam.
Al-Imam
Abu Nashr al-Qusyairi rahmatullah ‘alaih, [dan Jumhur Ulama] berkata
bahwa pendapat yang menyatakan orang yang tidak memakai hukum Allah maka ia
telah menjadi kafir adalah pendapat kaum Khawarij. [Kelompok Khawarij terbagi
kepada beberapa sub sekte. Salah satunya sekte bernama al-Baihasiyyah. Kelompok
ini mengatakan bahwa siapa saja yang tidak memakai hukum Allah, walaupun dalam
masalah kecil, maka ia telah menjadi kafir; keluar dari Islam].
Dalam kitab al-Mustadrak ‘Ala
ash-Shahihain, al-Imam al-Hakim rahmatullah ‘alaih meriwayatkan dari sahabat Abdullah ibn Abbas radhiyallahu
‘anhu dalam mengomentari tiga ayat dari surat al-Ma’idah (ayat
44, 45 dan 46) di atas, bahwa Abdullah ibn Abbas radhiyallahu
‘anhu berkata: “Yang dimaksud kufur dalam ayat tersebut bukan
seperti yang dipahami oleh mereka [kaum Khawarij], bukan kufur dalam pengertian
keluar dari Islam. Tetapi firman Allah: “Fa Ula-ika Hum al-Kafirun” adalah
dalam pengertian bahwa hal tersebut [tidak memakai hukum Allah] adalah
merupakan dosa besar”. Artinya, bahwa dosa besar tersebut seperti dosa
kufur dalam keburukan dan kekejiannya, namun demikian bukan berarti benar-benar
dalam makna kufur keluar dari Islam.
Pemahaman
semacam ini seperti sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, bahwa ia bersabda:
سباب
المسلم فسوق وقتاله كفر (رواه أحمد(
(Mencaci-maki
muslim adalah perbuatan fasik dan membunuhnya/memeranginya adalah perbuatan
“kufur”). HR. Ahmad.
“Kufur” yang dimaksud dalam hadits ini bukan
pengertian keluar dari Islam. Bukan artinya; bila dua orang muslim saling
bunuh, maka yang membunuhnya menjadi kafir. Bukankah ”hukum bunuh” itu sendiri
salah satu yang disyari’atkan oleh Allah, misalkan terhadap para pelaku zina
muhsan [yang telah memliki pasangan], hukum qishas; bunuh dengan bunuh,
memerangi kaum bughat [orang-orang Islam yang memberontak], dan lain-lain.
Apakah kemudian mereka yang memberlakukan hukum bunuh tersebut telah menjadi
kafir??!! Tentu tidak, karena nyatanya jelas mereka sedang memberlakukan hukum
Allah.
Oleh karenanya peperangan sesama orang Islam sudah terjadi dari semenjak masa sahabat dahulu [lihat misalkan antara kelompok sahabat Ali ibn Abi Thalib, sebagai khalifah yang sah saat itu, dengan kelompok Mu’awiyah], dan kejadian semacam ini terus berlanjut hingga sekarang. Apakah kemudian orang-orang mukmin yang berperang atau saling bunuh sesama mereka tersebut menjadi kafir; keluar dari Islam??!
Oleh karenanya peperangan sesama orang Islam sudah terjadi dari semenjak masa sahabat dahulu [lihat misalkan antara kelompok sahabat Ali ibn Abi Thalib, sebagai khalifah yang sah saat itu, dengan kelompok Mu’awiyah], dan kejadian semacam ini terus berlanjut hingga sekarang. Apakah kemudian orang-orang mukmin yang berperang atau saling bunuh sesama mereka tersebut menjadi kafir; keluar dari Islam??!
Siapa
yang berani mengkafirkan sahabat Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
Ammar ibn Yasir radhiyallahu ‘anhu, az-Zubair ibn al-Awwam radhiyallahu
‘anhu, Thalhah ibn Ubadillah radhiyallahu ‘anhu, Siti Aisyah radhiyallahu
‘anha [yang notabene Istri Rasulullah], dan para sahabat lainnya yang
terlibat dalam perang tersebut??!! Orang yang berani mengkafirkan mereka maka
dia sendiri yang kafir. Kemudian dari pada itu, dalam al-Qur’an Allah
berfirman:
وإن
طائفتان من المؤمنين اقتتلوا (الحجرات: 9(
Dalam
ayat ini dengan sangat jelas disebutkan: “Apa bila ada dua kelompok mukmin
saling membunuh….”. Artinya sangat jelas bahwa Allah tetap menyebut dua
kelompok mukmin yang saling membunuh tersebut sebagai orang-orang mukmin; bukan
orang kafir.
Yang
ironis adalah ayat 44 QS. Al-Ma’idah ini oleh beberapa komunitas yang mengaku
gerakan keislaman seringkali dipakai untuk mengklaim kafir terhadap orang-orang
yang tidak memakai hukum Allah, termasuk klaim kafir terhadap orang yang hidup
dalam suatu negara yang tidak memakai hukum Islam. Bahkan mereka juga mengklaim
bahwa negara tersebut sebagai Dar Harb atau Dar al Kufr. Klaim
ini termasuk di antaranya mereka sematkan kepada negara Indonesia.
pertanyaannya; negara manakah yang secara murni memberlakukan hukum Islam??
Sayyid
Quthub dalam karyanya “Fi Zhilal al-Qur’an” menyatakan bahwa masa
sekarang tidak ada lagi orang Islam yang hidup di dunia ini, karena tidak ada
satupun negara yang memakai hukum Allah. Menurutnya suatu negara yang tidak
memakai hukum Allah waluapun dalam masalah sepele maka pemerintahan negara
tersebut dan rakyat yang ada di dalamnya adalah orang-orang kafir. Kondisi
semacam ini menurutnya tak ubah seperti kehidupan masa jahiliyah dahulu sebelum
kedatangan Islam. Pernyataan Sayyid Quthub ini banyak terulang dalam karyanya;
Fi Zhilal al-Qur’an. Lihat misalkan j. 2, h. 590, dan h. 898/ j. 2, Juz 6, h.
898/ j. 2, h. 1057/ j. 2, h. 1077/ j. 2, h. 841/ j. 2, h. 972/ j. 2, h. 1018/
j. 4, h. 1945 dan dalam beberapa tempat lainnya. Juga ia sebutkan dalam
karyanya yang lain, seperti Ma’alim Fi al-Thariq, h. 5-6/ h. 17-18
Terakhir,
saya kutip tulisan A. Maftuh Abegebriel yang menyimpulkan bahwa kekeliruan
dalam memahami QS. al-Ma’idah: 44 tersebut adalah salah satu akar teologis dan
politis dari berkembangnya gerakan radikal di beberapa negara timur tengah,
seperti gerakan Ikhwan al-Muslimin pasca kepempinan dan wafatnya Syaikh Hasan
al-Banna (Rahimahullah). Padahal di negara Mesir, yang merupakan basis awal gerakan
al-Ikhwan al-Muslimun, belakangan menolak keras kelompok yang dianggap ekstrim
ini bahkan memejarakan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Faham
Sayyid Quthub di atas seringkali dijadikan “ajaran dasar” oleh banyak gerakan,
seperti Syabab Muhammad, Jama’ah al-Takfir Wa al-Hijrah, Jama’ah al-Jihad,
al-Jama’ah al-Islamiyyah dan banyak lainnya. Muara semua gerakan tersebut
adalah menggulingkan kekuasan setempat dan mengklaim mereka sebagai orang-orang
kafir dengan alasan tidak memakai hukum Islam. [Lebih luas tentang ini baca di
antaranya; A. Maftuh Abegebriel, Fundamentalisme Islam; Akar teologis dan
politis (Negara Tuhan; The Thematic Incyclopaedia), h. 459-555]. karenanya oleh
beberapa kalangan, Sayyid Quthub dianggap sebagai orang yang menghidupkan kembali
faham sekte al-Baihasiyyah di atas.
Sekali
lagi, anda jangan memahami ayat di atas secara harfiyah. karena bila anda
memahami secara harfiyah maka berarti sama saja anda menanamkan “akar
terorisme” pada diri anda…!!! Hati-hati…!!!
Bayan dan Karguzari Jemaah Australia
Bayan maghrib berserta karguzari (laporan) disampaikan
oleh jemaah Australia di Masjid Jami’ Bandar Baru Seri Petaling pada 4 Muharam
1429 bersamaan 13 Januari 2008.
Ringkasan bayan; (selepas memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan membaca dua potong ayat al-Quran)
Ringkasan bayan; (selepas memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan membaca dua potong ayat al-Quran)
1. Allah subhanahu wa ta’ala telah pilih kita
untuk lahir sebagai orang Islam. Sebelum kita lahir ke dunia, kita tidak pernah
diberi pilihan untuk menjadi muslim atau pun kafir. Semata-mata dengan sifat
rahim Allah telah menjadikan kita sebagai seorang muslim. Jadi, kita harus bersyukur
atas nikmat ini.
2. Allah telah menghantar kita sebagai ummat Nabi Muhammad
shallallahu
‘alaihi wasallam dengan satu maksud yang sangat besar yaitu
sebagaimana maksud semua Nabi telah dihantar untuk berdakwah.
3. Allah telah jadikan manusia mempunyai jasad dan roh.
Perkara paling berharga bagi manusia (supaya jasad dan roh ini dapat
dimanfaatkan) adalah masa atau waktu. Seorang yang kematian isteri, boleh mencari
isteri yang lain. Seorang yang kematian anak, bisa mendapat anak yang lain.
Seorang yang rumahnya terbakar, boleh cari rumah yang lain. Seorang yang perniagaannya
bankrut, bisa membina perniagaan yang lain. Tetapi seorang yang telah berlalu
masanya, masa itu tidak dapat diganti lagi. Masa yang berlalu akan terus pergi
buat selama-lamanya.
4. Allah begitu kasih kepada orang-orang beriman sehingga
menjadikan sekecil-kecil perkara sebagai sebab penghapus dosa. Sehingga tertusuk
duri pun Allah akan hapuskan dosa dari buku catatan. Diceritakan kisah seorang
raja kafir yang zalim ketika hendak mati berhajat untuk makan sejenis makanan
yang sukar didapati. Allah telah perintah malaikat untuk dapatkan makanan itu
untuk raja tersebut. Selepas makan, raja itu telah mati. Dalam kisah yang lain
pula seorang alim yang warak ketika hendak mati telah meminta sedikit air. Ketika
orang datang membawa air, Allah telah perintahkan kepada malaikat untuk tepis
cawan sehingga air tertumpah dan orang warak itu mati tanpa dapat minum air. Dua
malaikat telah datang mengadap Allah dan mengadukan hal tersebut. Allah
berfirman kepada kedua malaikat tersebut bahwa ketika hidup, raja yang zalim
tersebut dia telah berbuat satu kebaikan dan Allah hendak mambalas kebaikan
tersebut di dunia dan azab yang kekal menantinya di akhirat karena
kekafirannya. Ketika orang warak tersebut telah berbuat satu dosa ketika hidup
dan Allah hendak menghapuskan dosa tersebut ketika di dunia dan memberikan
keselamatan kepadanya di akhirat.
5. Di akhirat nanti, orang yang dalam hatinya ada iman
walau sebesar zarah akan dikeluarkan juga akhirnya dari neraka. Namun orang
kafir akan kekal di dalamnya.
6. Dakwah dan iman adalah dua perkara yang berkaitan erat. Adanya dakwah maka ada iman. Jika dakwah tiada, maka iman akan keluar dari hati-hati manusia. Nabi Nuh ‘alaihis salam telah buat usaha dakwah selama 950 tahun siang dan malam. Kemudian baginda telah berdoa supaya jangan ditinggalkan di atas dunia ini walaupun satu orang kafir. Maka Allah telah hantar banjir yang besar dan menenggelamkan semua orang kafir. Yang terselamat hanyalah nabi Nuh ‘alaihis salam dan orang-orang yang beriman. Selepas kewafatan nabi Nuh ‘alaihis salam, dakwah telah terhenti. Dari keturunan orang yang beriman tadi akhirnya telah kembali kufur kepada Allah.
6. Dakwah dan iman adalah dua perkara yang berkaitan erat. Adanya dakwah maka ada iman. Jika dakwah tiada, maka iman akan keluar dari hati-hati manusia. Nabi Nuh ‘alaihis salam telah buat usaha dakwah selama 950 tahun siang dan malam. Kemudian baginda telah berdoa supaya jangan ditinggalkan di atas dunia ini walaupun satu orang kafir. Maka Allah telah hantar banjir yang besar dan menenggelamkan semua orang kafir. Yang terselamat hanyalah nabi Nuh ‘alaihis salam dan orang-orang yang beriman. Selepas kewafatan nabi Nuh ‘alaihis salam, dakwah telah terhenti. Dari keturunan orang yang beriman tadi akhirnya telah kembali kufur kepada Allah.
7. Pada kurun ke-18, orang British (Inggris) telah
menaklukkan Australia dan mendapati ada 3 buah gurun yang besar di sana. Untuk
menyelesaikan masalah pengangkutan mereka telah membawa 120 ekor unta untuk
digunakan mengangkut barang-barang di padang pasir. Oleh karena mereka tidak
tahu mengendalikan unta, maka mereka telah membawa banyak orang-orang Islam
dari benua India yang kebanyakannya berketurunan Afghanistan. Di kalangan
pekerja-pekerja ini terdapat sejumlah bilangan dari golongan ulama. Ulama-ulama
ini telah membangun 60 masjid dan 3 daripadanya yang berusia lebih 100 tahun dan
masih bertahan sehingga kini. Malangnya karena usaha dakwah telah ditinggalkan,
keturunan dari mereka ini tidak kenal Islam walaupun nama-nama mereka seperti
nama-nama Islam.
8. Pada suatu masa, ada jemaah yang bergerak telah dibawa
untuk jumpa 3 wanita tua dari keturunan pekerja-pekerja tersebut, yang masing-masing
berumur lebih 85 tahun. Ternyata mereka tidak tahu apa-apa mengenai amalan
Islam kecuali kalimah Laa ilaaha illallaah, Muhammadur rasuulullaah. Ketika
mereka melihat jemaah memegang tasbih ditangan, mereka mengatakan bapa-bapa
mereka dahulu memegang tasbih seperti kamu. Jemaah kemudian menghadiahkan
kepada mereka tasbih tersebut dan mereka sangat gembira.
9. Laporan satu jemaah lagi yang buat usaha di Thursday
Island. Di sana, 90% penduduknya adalah dari keturunan Islam. Tetapi amalan
Islam telah lenyap dari diri mereka. Jemaah telah dibawa berjumpa dengan seorang
wanita tua berusia lebih 80 tahun. Saat wanita tua ini melihat kepada jemaah
(yang dalam keadaan berjanggut, berjubah, berserban), maka dia menjerit dengan
mangatakan, ‘Muslim has come, muslim has come.’ Dia kemudian mengeluarkan
satu wadah dari bawah tempat tidurnya dan menunjukkan kepada jemaah,
peninggalan arwah bapanya berupa sajadah dan beberapa kitab shalawat. Perempuan
tua itu bercerita bahwa semasa umurnya 10 tahun, bapaknya telah meninggal
dunia. Sebelum itu dia sempat berwasiat, ‘You don’t be worry. Muslim will
come and take of you because muslim are always taking care of each other.’ Perempuan
tua itu menambah, ‘And I have been waiting for you (muslim) for 70 years.’
(*Pemberi bayan keluar air mata dan menangis. Demikian juga kami yang mendengar bayan, menangis).
(*Pemberi bayan keluar air mata dan menangis. Demikian juga kami yang mendengar bayan, menangis).
10. Pemberi bayan memberi laporan bahwa beliau telah
berpindah ke Australia dari Tanah Arab pada tahun 1968. Walaupun ada 80 ribu
orang Islam di Melbourne tetapi hanya ada 1 masjid saja. Itupun dibuka 2 kali
setahun untuk shalat hari raya. Shalat Jum’at hanya dibuat oleh 3-4 orang
disebuah mushalla yang lain. Beliau mendengar laporan bahwa jemaah tabligh pertama
dihantar ke Australia adalah pada tahun 1962. Jemaah ini hanya mampu menangis
dan berdoa apabila melihat keadaan agama pada ummat.
11. Jemaah seterusnya dihantar pada tahun 1973. Jemaah
ini balik dan beri laporan kepada Hadraji (amir dakwah dan tabligh) bahwa orang
Islam di Australia sudah tiada harapan untuk diislahkan. Hadraji tidak berputus
asa dan menghantar jemaah lagi pada tahun 1974 & 1975. Pada tahun 1975 ini,
ada 3 orang tempatan (termasuk abang pemberi bayan) telah bersedia untuk
menghidupkan amalan ziarah atau silaturrahim dari pintu ke pintu untuk bertemu dengan
orang-orang Islam. Beberapa lama kemudian amalan ini berterusan, mereka telah
bermusyawarah dan memutuskan untuk meminta kunci masjid. Kunci masjid diberikan
kepada mereka dengan senang hati dan semenjak itu masjid tersebut tidak pernah
ditutup lagi hingga ke hari ini.
12. Amal-amal masjid telah dihidupkan. Jemaah-jemaah
telah dikeluarkan dan usaha telah berkembang. Alhamdulillah, sekarang telah ada
lebih 80 masjid dan mushalla di Melbourne. Madrasah-madrasah telah wujud.
Anak-anak yang dulunya belajar di madrasah sekarang telah menjadi pengajar. Pemneri
bayan berkata, dengan matanya sendiri dia dapat melihat apabila dakwah
ditinggalkan, dari keturunan ulama akan lahir orang-orang kafir. Apabila dakwah
dijalankan, dari keturunan kafir, lahirnya ulama-ulama.
13. Kerja dakwah ini bukanlah kerja main-main. Bukan
kerja yang dibuat kalau suka, dan ditinggal kalau malas. Ini adalah kerja ummat akhir zaman yang sesungguhnya,
tanggungjawab kita sebagai ummat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
walaupun kita bukan Nabi. Ini adalah perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepada
kita.
14. Bila kita buat kerja ini, Allah pasti akan beri
hidayah kepada manusia. Seluruh manusia sekarang sedang menunggu-nunggu
kedatangan kita sebagai orang Islam kepada mereka (seperti kisah orang tua
tadi).
15. Tashkil (ajakan untuk khuruj fisabilillah, keluar
di jalan Allah). Semasa tashkil, pemberi bayan menambahkan : "Jika
seorang bapak menyuruh anaknya yang kecil terjun dari sebuah tempat tinggi dan
dia akan menyambutnya; maka jika anaknya terjun, bapanya akan segera menyambut
dan memeluk anaknya dengan kasih sayang dan tidak akan biarkan anaknya jatuh ke
bawah. Allah lebih-lebih lagi kasih kepada hambanya dan suruh kita terjun dalam
usaha dakwah. Sekali-kali Allah tidak akan biarkan kita jatuh dan mendapat
kesusahan. Pasti Allah akan menyambut dan memeluk kita dengan rahmat-Nya."
Wallahu a'lam.
Wallahu a'lam.
Beberapa Masjid di Canbera
Acton-Australian
National University Musallah
North Road
Acton ACT 2601
North Road
Acton ACT 2601
Bruce-University
of Canberra Musallah
Room 2A2, Building 2, University of Canberra, Kirinari Street
Bruce ACT
Room 2A2, Building 2, University of Canberra, Kirinari Street
Bruce ACT
Canberra
City-London Circuit Musallah
180 London Circuit
Canberra City ACT 2601
180 London Circuit
Canberra City ACT 2601
Monash-Canberra
Islamic Centre
221 Clive Steele Avenue
Monash ACT 2904
221 Clive Steele Avenue
Monash ACT 2904
Palmerston-Tiptree
Crescent-Gunghalin Musallah
10 Tiptree Crescent
Palmerston ACT 2913
10 Tiptree Crescent
Palmerston ACT 2913
Spence-Masjid
Al Taqwa
55 Crofts Crescent
Spence ACT 2615
55 Crofts Crescent
Spence ACT 2615
Queanbeyan
Musallah
32 Erin Street (Scout Hall)
Queanbeyan NSW 2620
32 Erin Street (Scout Hall)
Queanbeyan NSW 2620
Yarralumla-Canberra
Empire Circuit Mosque
130 Empire Circuit
Yarralumla ACT 2600
130 Empire Circuit
Yarralumla ACT 2600
Masjid Di Sydney
|
Menurut
data yang ada di Australia terdapat lebih dari 85 Masjid dan sekitar 50 Mushalla
(tempat shalat), untuk itulah dalam reportase kali ini saya akan menuliskan
beberapa Masjid yang ada di Sydney beserta aktifitasnya. Salah satu hal yang
menarik, dari 5 Masjid yang saya jadikan obyek tulisan yaitu Masjid Besar
Lakemba, Masjid Gallipolli Auburn, Masjid Al-Hijrah Tempe, Masjid IMAAN
Arncliffe, dan Masjid Rooty-Hill meskipun jamaah yang datang ke masjid
tersebut berasal dari berbagai etnik atau bangsa yang berbeda, tetapi
pengurus dari masjid tersebut berasal dari etnik/bangsa tertentu.
Masjid
Besar Lakemba
Masjid
ini didirikan dan dikelola oleh komunitas Muslim yang berasal dari Lebanon.
Orang-orang yang berasal dari Lebanon bermigrasi ke Sydney-Australia pada
pertengahan abad 19. Pada tahun 1959, komunitas Muslim Lebanon di Sydney
mulai membangun Masjid yang terletak di suburb (kalau di Indonesia kecamatan)
Lakemba, dan keberadaan Masjid ini disahkan oleh pemerintah pada tahun 1961.
Lakemba adalah suburb yang dikenal sebagai daerah Muslim, karena banyaknya
Muslim yang tinggal di daerah ini. Di daerah Lakemba ini kita akan mudah
menemukan makanan halal dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Sydney.
Setelah mengalami berbagai pemugaran dan perbaikan, maka pada tahun 1977
Masjid Besar Lakemba sempurna menjadi sebuah bangunan Masjid. Masjid Besar
Lakemba merupakan salah satu bangunan yang menunjukkan karakteristik Islam
yang penting di Australia. Nama Masjid ini adalah Masjid Ali bin Abi Thalib,
tetapi lebih dikenal dengan Masjid Besar Lakemba.
Khutbah
Jum’at di Masjid Besar Lakemba yang terletak di jalan 65-67 Wangee
Road-Lakemba ini disampaikan dalam bahasa Arab, kemudian disarikan intinya
dalam bahasa Inggris. Selain digunakan untuk ibadah shalat 5 waktu serta
salat Jum’at, Masjid besar Lakemba mempunyai banyak program kegiatan,
program-program tersebut antara lain :
-
Hari Senin, ceramah seusai salat Isya yang disampaikan dalam bahasa Inggris
oleh Syeikh Shady dengan topik umum yang bersifat motivasi.
- Hari Selasa, pelajaran bahasa Arab dan mengaji al-Qur’an untuk semua level dari kelas pemula, menengah, serta kelas lanjutan (advance). Program ini dilaksanakan setelah shalat Isya. - Hari Rabu, ceramah seusai salat Isya yang disampaikan dalam bahasa Arab oleh Syeikh Yahya. - Hari Kamis, ceramah seusai salat Isya yang disampaikan dalam bahasa Inggris oleh Syeikh Shady. - Hari Minggu, ceramah seusai salat Isya yang disampaikan dalam bahasa Arab oleh Syeikh Yahya. - Setiap hari Jum’at setelah selesai salat Isya, dilaksanakan ceramah yang disampaikan dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris, kemudian dilanjutkan dengan I’tikaf sampai sabtu pagi. Pada saat I’tikaf diisi dengan berbagai kegiatan ceramah, jumlah yang hadir mencapai 300 orang.
Masjid
Gallipolli
Masjid
Gallipolli Auburn pertama kali dibuka dan digunakan sebagai tempat ibadah
pada tanggal 3 September 1979, pada saat itu bangunan Masjid masih berupa
rumah yang dibuang dinding penyekat di ruang dalamnya, sehingga bisa
digunakan untuk tempat ibadah. Perombakan dan pembangunan gedung masjid
dimulai pada 23 September 1986, dan selesai serta diresmikan sebagai sebuah
bangunan masjid yang sempurna pada 28 September 1999. Pembangunan dan
penyempurnaan Masjid ini membutuhkan waktu sekitar 13 tahun, hal ini
disebabkan karena terbatasnya dana yang tersedia, namun demikian pada akhirnya
Masjid ini merupakan salah satu Masjid besar yang ada di Sydney, dimana luas
bangunan Masjid ini mencapai 4000 M2,
Arsitek
dari Masjid ini adalah Omer Kirazoglu, dimana desain bangunan Masjid sama
dengan beberapa bangunan Masjid yang ada di Turki seperti di Eskisehir,
Turhal dan Fakultas Teologi Universitas Istanbul. Batu marmer yang digunakan
untuk dinding luar Masjid dan teras didatangkan langsung dari Turki,
sedangkan karpet yang digunakan berasal dari Istanbul, dimana karpet ini
khusus digunakan untuk bangunan Masjid. Di dalam bangunan Masjid Gallipoli
terdapat banyak lukisan kaligrafi, serta hiasan lampu-lampu kristal. Pada
Tahun 1993 ukiran dan kaligrafi di dalam Masjid yang disain oleh pelukis
kaligrafi Huseyin Oksuz dikerjakan oleh 5 pelukis kaligrafi dalam waktu 5 1/2
bulan. Sedangkan lampu-lampu kristal yang mencapai jumlah 25 jenis dibuat dan
berasal dari Turki.
Khutbah
Jum’at di Masjid Gallipolli yang terletak di jalan 15-19 North Parade-Auburn
ini disampaikan dalam bahasa Turki. Selain digunakan untuk ibadah salat 5
waktu serta salat Jum’at, Masjid Gallipolli mempunyai beberapa program
kegiatan. Selain kegiatan belajar mengaji, Masjid Gallipolli juga
menyelenggarakan kursus tentang Islam antara lain :
-
Pengetahuan Tentang Islam, kursus yang dilaksanakan selama 10 minggu ini
diperuntukkan untuk Muslim dan Non Muslim yang ingin belajar tentang Islam.
Kursus ini lebih ditekankan pada materi dasar tentang Islam, dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang Islam dari berbagai latar belakang
komunitas baik Muslim maupun Non Muslim. Metode pengajaran ini adalah
menunjukkan bukti kebenaran dengan mempergunakan Ilmu science dan
pengetahuan, yang dimaksudkan akan mencerahkan baik pikiran dan hati pada
saat yang sama.
- Kelas Lanjutan Tentang Islam, kursus ini dilaksanakan selama 10 minggu, membahas tentang sisi praktis dari ajaran Islam, menjelaskan bahwa Islam harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kursus ini Menjelaskan bagaimana menjalankan kehidupan yang seimbang dengan baik melalui pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. - Peningkatan kemampuan individu, kursus ini dilaksanakan selama 6 minggu, dimana kursus ini dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan untuk menjadi individu yang mandiri. Bagaimana caranya untuk merubah perilaku yang tidak baik, menemukan petunjuk tujuan hidup sebenarnya, serta memberikan pengaruh yang baik terhadap interaksi dan kehidupan di rumah, tempat kerja, maupun dalam komunitas. Kursus ini diperuntukkan bagi Muslim maupun Non Muslim.
Masjid
Rooty Hill
Pada
tahun 1983, komunitas Pakistan, India, Bangladesh dan Fiji (Indian Sub
Continent Community) membentuk badan organisasi yang dinamakan Islamic
Asociation of Western Suburb Sydney. Organisasi ini dibentuk untuk mencari
dana guna membangun sebuah Masjid. Pada tahun 1987, dari dana yang terkumpul
dibeli tanah seluas 3,2 Ha, dimana pada areal tanah tersebut terdapat sebuah
rumah kecil yang digunakan untuk salat dan aktifitas lainnya. Pada tahun
1991, setelah keluar ijin pembangunan Masjid dari Council (Pemerintah Daerah)
setempat, dimulailah pembangunan Masjid Rooty Hill. Pembangunan Masjid
selesai pada tahun 1997, kemudian diteruskan dengan pembangunan gedung
sekolah Islam, dan pada tahun tersebut sudah bisa dijalankan aktifitas
pendidikan untuk Taman Kanak-Kanak (TK). Tiap tahun Sekolah Islam tersebut
bertambah kelasnya, hingga pada saat ini sekolah tersebut sudah mempunyai
kelas-kelas TK, SD dan SMP. Meskipun sekolah tersebut dikelola oleh Indian
Sub Continent Community, tetapi banyak dari komunitas lain yang sekolah
disana, termasuk komunitas Indonesia. Antara Masjid dan Sekolah berada pada
satu areal dan di bawah satu organisasi, tetapi masing-masing mempunyai
pengurus yang berbeda.
Khutbah
Jum’at di Masjid Rooty Hill yang terletak di jalan 25-29 Woodstock Ave-Rooty
Hill ini disampaikan dalam bahasa Urdu dan Bahasa Inggris, sedangkan setiap
selesai salat subuh selalu disampaikan ceramah singkat dalam bahasa urdu,
kemudian disarikan dalam bahasa Inggris. Selain digunakan untuk ibadah shalat
5 waktu serta shalat Jum’at, Masjid Rooty Hill mempunyai beberapa program
kegiatan, diantaranya adalah belajar mengaji dan bahasa Arab bagi anak-anak
dan remaja yang dilaksanakan setiap hari, yang terbagi dalam beberapa kelas.
Masjid ini juga menyelenggarakan persiapan dan pemberangkatan ibadah Haji,
setiap tahun diadakan manasik haji dalam bahasa Urdu dan bahasa Inggris.
Selain
itu setiap bulan sekali diadakan pengajian rutin yang dikelola oleh komunitas
Banglades. Meskipun pengajian ini dikelola oleh komunitas Banglades dan
kebanyakan yang datang adalah Muslim dari komunitas ini, tetapi pengajian ini
terbuka untuk umum, pengajian disampaikan dalam bahasa Inggris. Beberapa kali
saya ikut menghadiri pengajian ini, salah satunya ketika yang memberikan
ceramah adalah Brother Asraf D seorang aktifis dakwah Hizb ut-Tahrir. Materi
dakwah yang disampaikan pada saat itu adalah kewajiban dan pentingnya kita
berada pada sebuah Jamaah. Setelah pengajian selesai, dilakukan pemutaran
film tentang kondisi Muslim di berbagai belahan dunia yang sedang dalam
kondisi memprihatinkan, kemudian dilanjutkan dengan dialog bersama beberapa
aktifis yang juga membuka stan penjualan buku-buku Islam. Terlihat susana
pemutaran Film dan dialog sangat hangat dan interaktif, acara kemudian
ditutup dengan makan bersama.
Masjid
Al Hijrah Tempe
Pada
tahun 1974, komunitas Muslim Indonesia membentuk sebuah organisasi dakwah
yang diberi nama LDPAI (Lembaga Dakwah Pendidikan Agama Indonesia),
organisasi ini doprakarsai oleh KJRI. Kemudian pada tahun 1985/1986
organisasi ini berubah menjadi Central Islamic Dakwah & Education (CIDE),
dimana secara organisatoris tidak lagi berhubungan secara langsung dengan
KJRI, pada saat itu organisasi ini belum mempunyai tempat kegiatan sendiri,
kegiatan masih menumpang di Majsid milik komunitas Malaysia (Masjid Zetland).
Pada tahun 1991 pengurus CIDE mempunyai inisiatif untuk membeli sebuah
bangunan untuk dijadikan sebuah Masjid sebagai pusat ibadah dan pusat
kegiatan, maka pada tahun tersebut dibeli sebuah bangunan bekas sebuah Gereja
bernama Jehovah Witness Church yang dijual karena sudah tidak dipergunakan
lagi. Bangunan bekas gereja tersebut akhirnya dirubah fungsinya menjadi
sebuah Masjid, dengan merubah bagian dalamnya. Bagian yang tadinya adalah
mimbar untuk khotbah Gereja dijadikan kantor, sedangkan mimbar dan tempat
salat Imam dipindah di bagian tengah sebelah barat menghadap arah kiblat.
Dibandingkan
dengan ke tiga Masjid besar (Lakemba, Gallipoli dan Rooty Hill), Masjid Al
Hijrah Tempe yang dikelola oleh komunitas Muslim Indonesia jauh lebih kecil,
bentuk bangunannyapun tidak seperti bentuk Masjid-masjid pada umumnya, tetapi
berupa rumah tinggal yang dihilangkan sekat dinding dalamnya hingga dapat
digunakan sebagai tempat ibadah. Bila dilihat dari luar, maka tidak terlihat
bangunan ini adalah sebuah Masjid, melainkan terlihat seperti rumah tinggal
biasa, tetapi ketika kita sudah masuk di dalamnya baru terlihat bahwa
bangunan ini adalah sebuah bangunan yang biasa digunakan untuk kegiatan
ibadah. Meskipun demikian Masjid Al Hijrah merupakan pusat kegiatan dari
komunitas Muslim Indonesia.
Biasanya
para pendatang atau Ustad dari Indonesia yang datang berkunjung/memberikan
ceramah ke Masjid Al Hijrah Tempe-Sydney selalu bertanya-tanya, mengapa
Masjid ini ada kata Tempe-nya ?. Imaji kita segera tertuju pada makanan khas
buatan Indonesia tempe, tetapi ternyata Tempe yang dimaksud disini adalah
nama sebuah suburb (kecamatan) di Sydney.
Khutbah
Jum’at di Masjid Al Hijrah yang terletak di jalan 45 Station St-Tempe ini
disampaikan dalam bahasa Indonesia, kemudian disarikan dalam bahasa Inggris.
Selain digunakan untuk ibadah salat 5 waktu serta salat Jum’at, Masjid Al
Hijrah mempunyai beberapa program kegiatan, diantaranya adalah:
-
Pengajian Sabtu malam, pengajian ini merupakan pengajian umum, dimana yang
menjadi penceramah bergantian sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh
departemen dakwah. Pengajian ini dilaksanakan setelah selesai shalat Isya’,
kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Setiap sebulan sekali pada minggu
pertama dilaksanakan ceramah akbar.
- Pengajian Jum’at malam, pengajian ini diperuntukkan bagi kalangan remaja, disampaikan dengan pengantar Bahasa Inggris. Materi yang disampaikan adalah masalah akidah, fiqih dan tarikh. - Pengajian Sabtu Pagi, peserta pengajian sabtu pagi ini sangat beragam dan paling lengkap diantara pengajian lainnya, dari anak-anak, remaja, dan orang tua. Pengajian dibagi dalam beberapa kelas, dengan materi membaca Al-qur’an dan ceramah umum untuk anak-anak dan remaja yang disampaikan dalam Bahasa Inggris, sedangkan untuk para orang tua ceramah/tafsir yang disampaikan dalam Bahasa Indonesia. - Pengajian Minggu Pagi, pengajian ini rutin dilakukan setiap minggu pagi setelah selesai salat subuh. Pengajian ini diasuh oleh Ustad Noorsjamsi, dulu yang selalu memberikan ceramah adalah Ustad Noorsjamsi, tetapi sekarang tidak hanya Ustad Noorsjamsi yang memberikan ceramah tetapi bergantian. Biasanya selesai ceramah dilanjutkan dengan diskusi seputar materi yang disampaikan. Acara kemudian ditutup dengan sarapan pagi bersama sambil melanjutkan diskusi.
Masjid
Darul IMAAN
Masjid
Darul IMAAN adalah Masjid yang dimiliki dan dikelola oleh komunitas Melayu
dibawah naungan organisasi The Islamic Malay Australian Association of NSW
(IMAAN). Berdirinya Masjid Darul IMAAN diprakarsai oleh Ustad Abdul Malek bin
Muhammad Yusof, yang berasal dari Kuala Terengganu, Malaysia. Anggota dari
IMAAN adalah Muslim Australia yang berasal dari berbagai bangsa, diantaranya
adalah dari bangsa Melayu (bangsa melayu terdiri dari Malaysia, Singapura dan
Indonesia), Mesir, Srilangka, Lebanon, Vietnam, Perancis, Italia, Fiji,
Bangladesh, serta India.
Pada
tahun 1998 IMAAN membeli sebuah gereja yang sudah tidak dipergunakan lagi dan
dijadikan sebagai Masjid serta kantor yang sederhana. Tidak lama setelah itu
IMAAN membeli rumah dan tanah disebelah Masjid, sehingga kegiatan dari Masjid
tersebut lebih banyak. Menurut beberapa anggota IMAAN, pada saat membeli
Gereja untuk dijadikan Masjid mengalami sedikit kesulitan, karena pemilik
Gereja tidak mau menjual jika akan dijadikan Masjid. Kemudian salah seorang
anggota IMAAN, Richard Crossing H, seorang Australia yang telah memeluk Islam
berinisiatif atas nama individu melakukan negosiasi pembelian gereja tersebut,
dan pada akhirnya berhasil.
Khutbah
Jum’at di Masjid Darul Imaan yang terletak di jalan 10 – 12 Eden St Arncliffe
ini disampaikan dalam bahasa Inggris. Selain digunakan untuk ibadah salat 5
waktu serta salat Jum’at, Masjid Darul Imaan mempunyai beberapa program
kegiatan, diantaranya adalah: setiap Sabtu pagi diadakan kelas untuk
anak-anak dari berbagai usia, mulai dari TK sampai dengan SMU. Materi yang
diberikan adalah belajar Al qur’an, tafsir, hadist, bahasa Arab, akidah dan
materi Islam lainnya. Selain itu setiap hari minggu pagi diadakan kuliah
subuh, dimana materi yang diberikan adalah belajar Al qur’an, hadist, tafsir
serta Jawi (bahasa melayu dengan menggunakan tulisan Arab).
Menurut
president IMAAN, Tahsin Malek, pada saat ini Masjid IMAAN sudah tidak memadai
lagi tempatnya, karena setiap digunakan untuk salat Jumat dan Idul Fitri,
jamaah yang hadir melampaui kapasitas yang ada, sehingga banyak yang salat di
jalan (di luar Masjid). Untuk itu pengurus IMAAN berinisiatif melakukan
pembangunan dan pengembangan Masjid. Karena keterbatasan dana, maka langkah
awal yang dilakukan adalah merubuhkan dan membangun kembali rumah tua di
sebelah Masjid untuk dijadikan ruangan baru sebagai bagian dari Masjid, serta
memperbaiki bangunan Masjid yang sudah ada. Tetapi pada saat pembangunan
Masjid tersebut terjadi musibah, pekerja yang melaksanakan pembangunan
tersebut membuat kesalahan, mereka menggali selokan di bawah dari fondasi
dasar Masjid, sehingga menyebabkan dinding Masjid roboh. Hal ini menyebabkan bangunan
Masjid yang sudah ada tidak layak untuk digunakan, sehingga pada saat ini
untuk melaksanakan salat Jum’at menggunakan ruangan kantor yang sangat kecil.
Sejak dinding Masjid roboh, proyek pembangunan Masjid ini menjadi mundur ke
belakang, dan masih membutuhkan banyak dana.
Peranan
Masjid di Tengah kehidupan tidak Islami
Di
tengah-tengah kehidupan masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Islam, peran
Masjid sangatlah penting sebagai sarana untuk ikut serta dalam menjaga akidah
umat Islam melalui kegiatan dakwah yang terus menerus. Mendirikan bangunan
Masjid di Sydney sama dengan mendirikan bangunan umum lainnya, yaitu melalui
prosedur yang telah ditetapkan pemerintah daerah (Council) setempat, dimana
salah satu syaratnya adalah adanya pernyataan tidak keberatan dari masyarakat
setempat. Pemerintah Australia memberikan cukup kebebasan terhadap kegiatan
yang ada di Masjid, hanya setelah peristiwa bom London dan bom Bali II,
pemerintah mengusulkan agar para Imam masjid diberi pengarahan apa yang
seharusnya boleh mereka ceramahkan. Usulan ini mendapat tentangan cukup
keras, akan tetapi setelah Undang-undang anti teroris lolos pada bulan
Desember 2005 lalu, sudah dapat dipastikan pengawasan terhadap kegiatan di
Masjid akan lebih diperketat, demikian juga pengawasan terhadap para ustad
dan aktifis dakwah yang dianggap kritis terhadap pemerintahan Australia.
Ajaran
Islam adalah ajaran yang bersifat komprehensif dan integral, sehingga Masjid
bukan saja berperan sebagai tempat melaksanakan ibadah mahdhah (ritual) saja,
seperti shalat lima waktu, shalat jum'at dan sebagainya, akan tetapi mesjid
juga berfungsi strategis dan signifikan sebagai pusat aktivitas sosial,
pendidikan dan sisi kehidupan lainnya. Kesadaran akan hal tersebut membuat
pengurus Masjid, Ustad, dan aktifis dakwah lainnya menjadikan Masjid di
Sydney sebagai pusat aktifitas dakwah serta kegiatan sosial lainnya, seperti
pengumpulan dana untuk membantu korban Tsunami di Aceh ataupun bencana alam
di Pakistan beberapa waktu lalu. Selain itu oleh beberapa Ustad dan aktifis
dakwah, Masjid juga digunakan sebagai tempat untuk mempertebal tsaqafah Islam
bagi umat Islam yang ada di Sydney. Sebab hidup pada sebuah masyarakat yang
tidak Islami, dimana dapat dengan mudah ditemui longgarnya aplikasi ajaran
agama, serta merebaknya dekadensi moral menyebabkan hawa nafsu, kesenangan
sesaat, cinta dunia, serta Ideologi dan pemikiran sesat seringkali menjauhkan
mereka dari agamanya. Sehingga Muslim di Sydney perlu didekatkan kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya, baik dalam bidang akidah, akhlak, ibadah
maupun muamalah. (Bambang Purba Kencana).
Masjid Sunshine – Victoria, Australia
Sunshine, bila di Indonesiakan menjadi kilauan mentari, adalah nama sebuah
tempat di Victoria, Australia, negeri tetangga kita di sebelah selatan. Nama
tempat itu yang kemudian lengket dengan nama masjid ini. Masjid yang dibangun
dan dikelola oleh komunitas muslim keturunan Siprus Turki di Australia.
Resminya masjid ini bernama Cyprus Turkish
Islamic Community of Victoria. Cyprus Turkish atau Turkish Cypriot
merupakan sebutan untuk orang orang Siprus ber-etnis Turki. Siprus sendiri memang hingga
kini merupakan negara pulau di laut mediterania yang terbelah menjadi dua,
paska invasi Turki ke pulau tersebut di tahun
1978. The Republic
of Cyprus di bagian selatan dikuasai oleh warga Siprus keturunan
Yunani, sedangkan Turkish Republic of Northern Cyprus (TRNC) di bagian utara merupakan
warga Siprus keturunan Turki.
Muslim Siprus keturuanan Turki inilah yang kemudian hijrah
ke Australia. Dan kini sudah menjadi bagian dari warga negara Australia tanpa
kehilangan identitas ke Islaman dan Siprus Turki mereka. Dan itu pula sebabnya
masjid ini benar benar merepresentasikan nuansa Turki yang sangat kental.
Menghadirkan bangunan Turki di Australia.
Alamat dan Lokasi Masjid Sunshine
Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria
618 Ballarat Road Sunshine Victoria Australia 3020 Telephone: +61 03 9363 8245
Situs resmi : http://sunshinemosque.com.au/index.php
FB Account : Sunshine-mosque
Sejarah Masjid Sunshine
Tahun 1956 Komunitas Siprus Turki di Australia
membeli sebuah gedung di 588 Rathdowne street,
Carlton, dan membentuk Asosiasi Turki Siprus. Gedung tersebut digunakan sebagai
aula serbaguna, untuk segala macam kegiatan sosial dan pertemuan termasuk
sholat berjamaah di perayaan Bayram juga diselenggarakan di tempat ini, karena
gedung itu merupakan satu satunya yang dimiliki oleh muslim Siprus Turki ketika
itu.
Komunitas Siprus Turki di Australia atau Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria, dalam
perkembangan nya memiliki akar sejarah di Richmond, Clifton Hill, dan kemudian
direlokasi ke Ballarat Road, kawasan Sunshine tahun 1985. Bangunan yang berupa
masjid ini yang kemudian terkenal dengan nama “Sunshine Mosque” atau Masjid
Sunshine, merupakan masjid terbesar di Negara bagian Victoria, Australia.
Tidaklah mudah bagi Masjid Sunshine untuk mendapatkan statusnya di negara
bagian Victoria. Membutuhkan segala daya upaya dan keteguhan serta bantuan
finansial yang tidak sedikit dari komunitas lokal. Keseluruhan proyek itu di
tangani oleh Almarhum Hasan Dellal, yang sudah
meluangkan waktu untuk mengkoordinir jalannya proyek dimaksud.
Era Rathdowne street
Muslim dari berbagai bangsa kemudian memadati gedung di Rathdowne Street
untuk melaksanakan ibadah shalat. Jemaah berdatangan ke
Rathdowne street sebagaimana bangunan kecil yang terpisah beberapa ruas jalan
dari sana juga digunakan sebagai tempat ibadah. Individu individu yang yang
memiliki pengetahuan Islam menuju ke rathdowne street ini untuk menunaikan
ibadah sholat. Kala itu masih belum ada imam yang memiliki latar belakang
pendidikan agama secara khusus.
Tahun demi tahun berlalu komunitas muslim meningkat dan Rathdown street
tidak lagi mampu mengakomodir para jemaah. Kemudian keluar gagasan untuk
memusatkan kegiatan peribadatan di sebuah bangunan masjid yang cukup besar
untuk menampung jemaah yang semakin meningkat sudah menjadi konsensus bersama
diantara para jemaah.
Beberapa jamaah berkeyakinan dan menganggap penting untuk mendukung
pembentukan administrasi di Masjid Preston yang digunakan oleh berbagai
muslimin dari berbagai kalangan, sementara jemaah lainnya berpendapat mereka
memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk berkontribusi ke organisasi lain
nya dan pada ahirnya memilih bertahan di Rathdowne street.
Peran Hasan Dellal
Masjid Preston adalah satu dari tempat ibadah resmi bagi komunitas muslim,
dan di kelola oleh muslimin dari berbagai bangsa. Termasuk dari muslim Siprus
Turki. Tahun 1962 terbentuklah Fedrasi Masyarakat Muslim Australia (Astralian
Federation of Islamic Sociaties-AFIS) yang menghimpun semua organisasi
komunitas Muslim dari berbagai kalangan di Australia yang semakin berkembang.
Referensi
Situs resmi masjid Sunshine - www.sunshinemosque.com.au
Suhu
panas dan gerah mewarnai hari-hari pertama Bulan Ramadan tahun ini. Tidur pun
tidak nyenyak tanpa menyalakan pendingin udara. Bukannya panasnya yang menjadi
soal, tapi gerahnya itu loh. Baju pun cuma bertahan sehari, even setengah hari
saja. Berpuasa pada hari yang terik memang agak berat. Syukurlah, kita cuma
bekerja di lab, agak sejuk, meskipun AC nya seperti kurang ikhlas bekerja,
maklum lagi program Jepang hemat energi. Berpuasa ketika musim panas memang
seperti ini. Agak panjang durasinya, dan panas-gerah. Tapi, ini hanya
periodical, tdk permanen. Lima sampai sepuluh tahun ke depan, puasa akan
bertepatan musim semi. Musim yang sangat nyaman.
Izinkan
saya share pengalaman berpuasa di musim dingin dan musim panas. Di Australia
skrg musim dingin, puasanya agak cepat. Sementara, di Kanada, puasanya lama
sekali. Imsak jam 02.30 sementara buka puasanya jam 22.30. Ketika abis tarawih,
jangan tidurlah, krn sahur cuma satu jam selepas tarawih. Hehehe..
Di Adelaide Australia Selatan, tahun 2006-2007, bulan puasa pas terjadi di musim dingin menjelang musim semi. Durasi waktu berpuasanya agak singkat, bahkan seakan-akan tidak terasa. Saya ketika itu tinggal di daerah Kurralta Park, kira-kira 5 km dari Central Business District. Kampus berada di pusat kota, 30 menit dengan bersepeda. Di Adelaide yg dikenal sebagai kota seribu gereja, ummat Islam memiliki sekitar 3-5 masjid. Yang terkenal adalah Masjid Adelaide yang menjadi masjid tertua di Australia, didirikan thn 1888. Menurut sejarah, Australia ketika awal kolonialisasi mendatangkan banyak pekerja dari Afghanistan untuk membangun jaringan kereta dari Adelaide di Selatan menuju Darwin di Utara. Kondisi benua tua ini memiliki outback yg gersang, maka transportasi logistik yang ampuh hanyalah onta. Maka, didatangkanlah onta beserta pekerja dari Afghanistan. Di Adelaide, pekerja-pekerja ini sering berkumpul rehat dekat sebuah sumur, tidak jauh dari pasar kota. Kadang-kadang mereka melaksanakan shalat. Akhirnya, krn sudah sering dipakai salat, maka pada thn 1888 tempat ini didirikan masjid, masjid yg dikenal sekarang sebagai masjid City Adelaide. Karena nilai historisnya, Pemerintah kota setempat menjadikannya sebagai cagar bersejarah yg dilindungi. Sementara, jasa pekerja dari Afghanistan, dikenang dengan The Ghan, nama kereta api Adelaide-Darwin.
Masjid
lainnya adalah masjid Al Khalil, yang terbesar dan sering menjadi tempat shalat
id. Masjid Abu Bakar di Wandana, Masjid Omar bin Khattab di Marion, dan Masjid
di Murray Bridge. Cukup banyaknya imigran dari Libanon, Bosnia, Turki, Indonesia,
Malaysia, Sudan, dan Mesir memang mendorong tumbuhnya komunitas muslim. Bahkan
kaum muslim sudah memiliki sekolah Islam yang sangat representatif.
Salat Tarawih di Masjid City sering saya ikuti ketika itu. Hanya bersepeda dari apartment kira-kira 15-20 menit ke arah pusat kota. Masjid City tidaklah begitu besar, karena penambahan masjid bisa merusak nilai historisnya. Tidak heran, kadang jamaah tarawih meluap hingga ke selasar dan pekarangan. Karena udara dingin, maka seringkali imam masjid minta agar jamaah dirapatan sehingga tidak ada yg diluar bangunan masjid. Salat di luar bisa menggigil walaupun sudah pakai jaket. Salat tarawih di masjid ini hanya 8 rakaat plus 3 witir dimana rakaat terakhir ada doa qunut.
Kegiatan
itikaf juga dilaksanakan. biasanya di dua masjid yakni Masjid di Marion dan
Masjid terbesar Alkhalil. Sekali waktu, saya coba ke Allkhalil yg berada di
pinggiran kota. Seorang kawan Malaysia yang rajin jaulah (jamaah Tabligh)
bersama kawan2 lainnya (orang Kashmir, India, dan bule muslim beristri
Malaysia) mengajak itikaf di Alkhalil. Tiba di Alkhalil seabis Isya, kita
membaca quran nafsi-nafsi. Saya lihat cukup banyak yg beritikaf. Beberapa
diantaranya yang saya kenal, adalah seorang dokter praktik asal Pakistan.
Ada yang unik di Al Khalil. Yaitu salat lailnya berjamaah dan lama sekali. Imam masjid adalah seorang hafidz berbadan tinggi besar, asal Mesir. Suaranya yang mengalun merdu ketika membaca quran memang sudah terkenal di seantero Adelaide. Saya ikut salat lail bersama delapan orang dipimpin langsung pak Imam. Satu rakaat lama berdirinya, mungkin setengah juz habis dipapasnya. Saking lamanya, dua orang di samping saya yang sepertinya dari Sudan, sudah minggat karena ngga tahan. Salat lail mencontoh sunnah nabi. Salat dua rakaat, lalu rehat selama beberapa menit untuk minum, makan kue. Pak Imam bahkan rehat dengan membangunkan anaknya yg tidur di emperan sebelah. Selesai salat lail, kami pun bersantap sahur. Saya tidak terlalu siap, karena kirain ada warung buka di sebelah atau toko swalayan 24 jam. Beberapa kelompok sahur terbentuk. Keakraban mulai terasa dan tawaran mencicipi roti, kari, dan cai, sejenis teh susu, dan pizza.
Pagi
hari, kami meninggalkan Al Khalil menuju kawasan pertanian yang jauhnya sejarak
300 km. Kawasan ini adalah pemukiman imigran Turki yang sudah menetap 30-40
tahun di Australia. Sebuah masjid terletak di tengah pemukiman. Dulunya adalah
gereja yang sudah dibeli dan dijadikan masjid, lengkap dengan aula, dapur dan
ruang kantor. Kami menginap di ruang kantornya yang diubah jadi kamar tidur.
Karena dingin, sleeping bag dan selimut sangat penting. Salat lima waktu,
membaca quran dan tarawih juga dilaksanakan di masjid. Cuma jamaahnya tidaklah
banyak, kebanyakan orang-orang tua. Salatnya agak cepat menurut ukuran normal.
Kata kawan, imamnya membaca quran seperti waterjet. Penduduk sekitar cukup
ramah, beberapa kue bahkan masakan khas Turki disiapkan. Seorang nenek tua
bahkan memberikan jilbab khas Turki, katanya buat istri di rumah. Hanya dua
hari di desa ini, kami pun balik ke kota. Tiba di Alkhalil, pas berbuka puasa.
Di pelataran masjid terdapat meja panjang dan diatasnya rupa2 makanan dan
minuman. Rupanya itulah tradisi jamaah untuk berbuka. Mereka cukup bawa makanan
untuk dikumpulkan di meja dan dishare dengan jamaah lainnya.
Indahnya
berpuasa di negeri orang. Ukhuwah Islamiyah sangat terasa, meskipun berbeda
asal negara. Di Kanada, jumlah muslimnya sangat banyak. Tak heran, kalo
masjidnya cukup banyak di bandingkan dengan Australia. Dua kali saya coba ke Al
Ameen Islamic Centre. Buka puasa jam 10 malam. Saya pengen tarawih, tapi sudah
terlalu sepi, takutnya tidak dapat kereta untuk balik ke apartment. Buka puasa
di masjid ini dilakukan dengan minum susu segar dingin, plus kurma. Setelah shalat
magrib, di basement, disediakan makanan khas timur tengah atau Asia Selatan.
Jamaah berantri utk disodorin piring, diberi nasi, lauknya dan salad. Kalau ada
sisa, bisa nambah porsi lebih. Di kampus, salat jumatnya dua gelombang. Ada yg
jam dua belasan, ada pula jam 01.30. Alasannya karena jamaahnya sangat banyak,
termasuk adanya jamaah mahasiswi. Setelah libur summer, salat jumat
dilaksanakan di lapangan indor.
Di
Jepang, suasana ramadan juga sangat berkesan. Kita sudah pada tahu semua. Di
Kampus Ito ada acara berbuka puasa dengan nasi padang pasir yang nikmat. Seabis
isya, ada tarawih yg dipelopori teman2 kita sendiri asal Indonesia sejak 2010.
Meskipun, udaranya panas sehingga seorang “imam besar” malah menyabot kipas
angin dari labnya khusus untuk shalat. Di Masjid An Nour, sudah rutin acara
grand infthar, kesempatan untuk menikmati kuliner dari timur tengah dan Asia
Selatan. Salat tarawih dan itikaf juga rutin, walaupun saya jarang ikut,
soalnya faktor jarak dan urusan keluarga.
Insya
Allah, bagaimanapun cuacanya, tidaklah membuat kita kurang semangat untuk
mengisi bulan Ramadan tahun ini. Nikmatnya berpuasa di negeri orang akan
memberi memori yang menyenangkan. Selamat berpuasa semoga momentum berharga ini
dapat kita manfaatkan untuk menambah iman dan takwa kita kepada Allah subhanahu
wa ta’ala.
http://bujangmasjid.blogspot.com/2011/01/masjid-sunshine-victoria-australia.html
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar