BAYAN
MASTURAH
KEDUDUKAN
WANITA DALAM ISLAM
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ فَجَعَلَهُ سَمِيعًا
بَصِيرًا
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَنَا مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلَنَا شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ أَكْرَمَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ
أشهدُ
أن لا إله إلاّ الله وحدَه لا شريكَ له ، إلهاً واحداً أحداً صمداً ، لم يتَّخِذْ
صاحبةً ولا ولداً وأشهد أن سيدنا
ومولانا محمداً عبده ورسوله. أما بعد
قال
تعالى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
قال
صلى الله عليه وسلم: إذَا صَلَّت المرأةُ خَمْسَها و صامت شهرها و أطاعت بَعلَها
فلتدخل من أي أبواب الجنة شاءت
Hadirin-hadirat
yang mulia, cukup banyak masturah yang hadir, tempat sempit dan udara panas. Pahala
pasti didapatkan. Maka hendaknya bayan didengar niat untuk diamalkan dan
merubah arah kehidupan. Sehingga pertemuan kita ini bukan sekedar pertemuan
kemudian bubar, tapi bagaimana kita sampai pada apa yang disampaikan dan
didengar dalam majlis.
Dengan bahasa
yang sangat indah Allah subhanahu wa ta’ala. bertanya dalam Al Quran :
أَمْ
خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
“apakah
mereka diciptakan tanpa bahan sama sekali ataukah mereka yang menciptakan?” (Ath Thuur:35)
1.
Apakah mereka jadi dengan sendirinya? Ini pertanyaan pertama.
2.
Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ini pertanyaan kedua.
أَمْ
خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Apakah
mereka yang menciptakan langit dan bumi?” (Ath Thuur: 36)
Ini
pertanyaan ketiga. Dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Bila kalian
terjadi dengan sendirinya, maka kalian seperti tanah di hutan atau lumpur di
jalan, bebas semau kalian. Tidak akan ada tanya jawab terhadap kalian, kalian
bebas sebebas-bebasnya.Dan bila kalian menciptakan diri kalian sendiri, kalian
juga bebas. Apa yang kalian inginkan, maka lakukan. Juga tidak akan ada
pertanyaan terhadap kalian. Dan bila kalian yang menciptakan langit, bumi,
beserta isinya, gunakanlah semau kalian. Dan tidak akan ada lagi batasan halal
dan haram. Pernikahan dan perzinahan tidak akan ada bedanya. Menutup aurat atau
membukanya sama saja. Mengerjakan shalat atau meninggalkannya tidak ada
bedanya. Kejujuran dan dusta tidak ada bedanya. Kesucian pribadi dan kenistaan
tidak ada bedanya. Rasa malu dan rasa tidak punya malu menjadi sama. Keadilan
dan kezaliman tidak ada bedanya.
Maka bila
kalian terjadi dengan sendirinya, atau menjadikan diri kalian sendiri, atau
kalian yang menciptakan langit dan bumi, maka Allah subhanahu wa ta’ala.
Seolah-olah berfirman kepada kalian : “Biarlah Aku mundur, apa yang kalian
inginkan, lakukanlah.”
Maka kita
pelajari pertanyaan-pertanyaan ini. Pernahkah ada sesuatu di alam ini yang
terjadi dengan sendirinya? Adakah sebuah gedung sekolah yang berdiri dengan
sendirinya? Adakah seorang wanita yang pada pagi hari tiba-tiba melihat seoang
anak jadi sendiri di sampingnya? Atau tiba-tiba muncul setumpuk perhiasan emas
didepannya? Roti masak dengan sendirinya? Daging matang dengan sendirinya?
Pernahkah ada yang melihat seperti ini? Tidak pernah ada. Maka berarti saya
tidak jadi dengan sendirinya. Dan pasti bahwa saya tidak menciptakan diri saya
sendiri, tidak menciptakan orang tua saya, tidak menciptakan kampung saya.
Seandainya saya ciptakan diri saya sendiri, tentulah saya memilih bentuk yang
lebih indah dari ini, dan mungkin saya akan menentukan agar lahir di tengah
keluarga raja. Maka jelaslah bahwa saya tidak jadi sendiri dan tidak pula
menciptakan diri saya sendiri. Lalu siapa yang menciptakan? Dan bila sepotong
kayu tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin pohon bisa saya buat? Bila sebutir
pasir tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin alam semesta saya yang ciptakan?
Bila setetes air tidak bisa saya ciptakan mana mungkin lautan bisa saya
ciptakan? Bila selembar daun tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin buah bisa
saya ciptakan? Bila selembar bulu tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin burung
merak bisa saya ciptakan? Bumi siapa yang menciptakan? Langit siapa yang
menciptakan? Kita tidak jadi sendiri, tidak menciptakan diri sendiri, dan tidak
bisa menciptakan langit dan bumi. Lalu siapa yang menciptakan? Bila wanita
tidak bisa menjawab pertanyaan ini, binasa. Laki-laki tidak bisa menjawab
pertanyaan ini, binasa. Siapa pun orangnya, walaupun mendapatkan gelar cumlaud
dalam segala bidang, bila pertanyaan ini tidak bisa dia jawab maka binasa,
gagal dunia akhirat. Lalu, siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Siapakah
yang menciptakan saya? Disambung pertanyaan kedua, untuk apa saya diciptakan?
Pertanyaan ini ada dalam Al Quran, kita cari jawabannya, maka kita temukan
jawabannya. Allah subhanahu wa ta’ala. firmankan dalam Al Quran:
هَلْ
أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
“Bukankah
telah datang dalam kehidupan manusia suatu masa tatkala manusia tidak ada sama
sekali” (Al
Insan: 1)
Allah subhanahu
wa ta’ala juga berfirman :
أَوَلَمْ
يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا
يُؤْمِنُونَ
“Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?” (QS. Al Anbiya : 30)
“Dulu
semuanya tidak ada, langit tidak ada, bumi tidak ada, maka yang ada hanya
Allah. Allah yang dulu, Allah yang sekarang, itulah Allah Dialah Allah yang
Qayyum, Dialah Allah yang Mutakabbir, Dialah Allah yang Awal, Dialah Allah yang
Akhir, Dialah Allah yang Zhahir, Dialah Allah yang Bathin, Dialah Allah yang Qayyum,
Dialah Allah Malikul mulk, Dialah Allah Dzuljalali wal ikram, Dialah Allah yang
maha suci, Dialah Allah yang tiada awalnya, Dialah Allah yang tidak ada
akhirnya.”
Alam semesta
ini ada awalnya dan ada akhirnya. Namun Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha
ada, ada tanpa awalan dan terus ada tanpa akhiran. Allah subhanahu wa ta’ala
adalah yang Maha ada. Tapi adanya Allah subhanahu wa ta’ala tidak
membutuhkan tempat. Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang Maha ada, tapi
tidak perlu pada masa. Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang Maha ada,
dan adanya Allah subhanahu wa ta’ala tidak bisa ditentukan dimana
arahnya. Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang Maha ada, tidak perlu
pada bentuk, tidak perlu pada manusia. Allah subhanahu wa ta’ala maha
ada, tidak perlu pada isteri, tidak perlu pada anak, tidak perlu pada alam,
tidak perlu pada langit, tidak pelu pada bumi, tidak perlu pada Rasul, tidak
perlu pada Anbiya, tidak perlu pada surga, tidak perlu pada neraka, tidak perlu
pada Mikail, tidak perlu pada Israfil, tidak perlu pada Izrail, tidak perlu
pada surga, tidak perlu pada neraka, tidak perlu pada langit, tidak perlu pada
bumi, tidak perelu pada Arsy, tidak perlu pada Lauhil mahfudh, tidak perlu pada
kursi.
Kita namanya
manusia ini, di kelas kita duduk sejak kecil duduk di bangku sekolah. Dan
manusia ini pasti berada dalam salah satu dari beberapa keadaan. Seorang itu
mungkin berdiri, kalau tidak, mungkin duduk, kalau tidak, mungkin berbaring,
kalau tidak, mungkin tiduran, mingkin ke arah kiri, mungkin ke arah kanan,
pasti salah satu itu.
Tapi itulah
Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak duduk, tidak juga berdiri, tidak
berbaring, tidak tengkurap, tidak terlentang, tidak miring kiri, tidak miring
kanan, tidak perlu makan, tidak perlu minum, tidak makan, tidak minum, tidak
mengantuk, tidak tidur. Dialah Allah yang tidak pernah merasa takut, Dialah
Allah yang baginya sama antara langit dan bumi, baginya sama antara terang dan
gelap, baginya sama antara siang dan malam, arsy dan kursi sama baginya, cahaya
dan api sama baginya, gunung dan tanah lapang sama baginya. Dialah Allah raja
manusia, raja bagi jin, raja bagi lautan, raja dari api, raja dari besi dan
perak, raja segala-galanya.
Dialah raja
ruang diantara langit dan bumi, Dialah raja burung-burung yang berterbangan di
udara. Dialah raja tiap-tiap tetesan air hujan. Raja pemilik minyak wangi yang
akan diciptakan. Dialah pemilik semuanya. Dia pemilik kepakan sayap
burung-burung yang berterbangan. Dialah pemilik ular yang menyemburkan bisanya.
Dialah yang menciptakan kerang yang di dalamnya terdapat mutiara. Dialah
yang menciptakan minyak ambar dari ikan. Dialah pencipta dan pemilik lebah yang
mencelupkan mulutnya di air kemudian darinya diciptakan madu. Dialah yang
menciptakan dan memiliki ulat-ulat yang mengeluarkan sutera-sutera. Dialah
Allah yang memberikan minum kepada kijang kemudian darinya Allah ciptakan
minyak kasturi. Dialah Allah yang menciptakan air yang darinya Allah tumbuhkan
buah-buah mangga yang indah dan ranum. Dialah Allah raja dan pemilik air, yang
kadang-kadang darinya Allah ciptakan mangga, darinya Allah ciptakan delima.
Dialah Allah subhanahu wa ta’ala yang menciptakan pohon yang pahit, daun
yang pahit, dahan yang pahit, ranting yang pahit, tapi darinya Allah subhanahu
wa ta’ala tumbuhkan buah-buah delima. Dibungkus kulit yang pahit, semuanya
pahit. Dan tatkala dibuka, begitu nampak keindahan ciptaan Allah subhanahu
wa ta’ala, butiran-butiran ada yang berwarna putih. tatkala nampak butiran
delima yang berwarna putih, maka seolah-olah mutiara ada di sana. Bila itu
berwarna merah, maka seolah-olah itu adalah buah yang ditaburi yaqut. Dan itu
semua Allah subhanahu wa ta’ala kumpulkan dalam suatu tempat yang rapi
dan rapat, kemudian….. supaya manusia berpikir, “Ini semua siapa yang
menciptakan?” Inilah Allah dan inilah ciptaan Allah.
هَذَا
خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ بَلِ
الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Inilah
ciptaan Allah, inilah buatan Allah, maka tunjukkan apa yang diciptakan oleh
selain Allah SWT”. (Luqman: 11)
Itulah Allah subhanahu
wa ta’ala yang berfirman kepada kita, bahwa kita pun diciptakan dari air.
Yang dengan air itu pula Allah subhanahu wa ta’ala telah ciptakan pohon
delima, Yang dengan air itu pula Allah subhanahu wa ta’ala telah
ciptakan buah delima. Yang dengan air itu pula Allah subhanahu wa ta’ala
telah ciptakan buah jambu. Yang dengan air itu pula Allah subhanahu wa
ta’ala telah ciptakan mutiara. Dan dari air itu pula tatkala dimasukkan ke
dalam kijang, maka dijadikan kasturi. Dan dari air itu pulalah tatkala
dimasukkan kedalam lebah, maka yamg muncul adalah madu. Kalian sebelumnya
adalah air, kalian sebelumnya adalah air.
أَلَمْ
يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى
“Dan sebelum
air kalian adalah tanah “(QS. Al Qiyamah : 37)
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ
“Dari tanah
dikeluarkan gizi, dari gizi dikeluarkan sari patri, dari sari pati dikeluarkan
air”. (QS. Al
Mukminun : 12)
Kemudian dari
situ Allah subhanahu wa ta’ala teruskan dibuatlah bentuk oleh Allah subhanahu
wa ta’ala yang berbeda-beda, kemudian disempurnakan, diberikan warna-warna
yang indah,warna-warna yang cantik. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala
menjadikan dalam bentuk laki-laki, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan
dalam bentuk wanita:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)
Dan dalam
ayat lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
يَهَبُ
لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ () أَوْ
يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا
“Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia
memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan
anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan
kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan
Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy Syura : 49-50)
Allah subhanahu
wa ta’ala berikan anak perempuan, Allah subhanahu wa ta’ala berikan
anak laki-laki, atau Allah subhanahu wa ta’ala berikan pasangan
laki-laki dan wanita. Dan Allah menjadikan orang yang dikehendaki sebagai
mandul, Allah subhanahu wa ta’ala tidak berikan anak padanya, walaupun
menjalani hidup dengan meminta-minta supaya dikaruniai anak, Allah subhanahu
wa ta’ala tidak berikan anak padanya. Maka telah jelas jawaban bagi kita.
Allah yang maha pencipta. Langit, Allah yang menciptakan :
وَالسَّمَاءَ
بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
“Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya.” (QS. Adz Dzariyat : 47)
Bumi, Allah
yg menciptakan :
وَالْأَرْضَ
فَرَشْنَاهَا فَنِعْمَ الْمَاهِدُونَ
“Dan
bumi itu Kami hamparkan; maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami).” (QS. Adz
Dzariyat : 48)
Gunung, Allah
yang menciptakan:
وَالْجِبَالَ
أَرْسَاهَا
“Dan
gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh.” (QS. An Nazi’at : 32)
Air, Allah
yang mengeluarkan :
أَخْرَجَ
مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا
“Ia
memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.” (QS. An Nazi’at : 31)
Hujan, Allah
yang menurunkan :
أَنَّا
صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا () ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا () فَأَنْبَتْنَا
فِيهَا حَبًّا () وَعِنَبًا وَقَضْبًا () وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا () وَحَدَائِقَ
غُلْبًا ()
“Sesungguhnya
Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi
dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan
sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat,” (QS. ‘Abasa :
25-30)
Dialah Allah
yang membentangkan bumi, mengengkat langit, menurunkan hujan. Lalu Allah
berfirman kepada kita :
يَا
أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
“Hai
manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap
Tuhanmu Yang Maha Pemurah.” (QS. Al Infithar : 6)
Dalam Al
Quran hanya dua kali disebut يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ. Ini
adalah firman yang sangat indah. Allah bukan berdialog hanya kepada orang
muslim, tetapi kepada semua manusia di seluruh dunia. Kepada muslim, kafir,
orang yang taat, orang yang ingkar, Hindu, Budha, Atheis, Komunis, pemabuk,
orang yang ahli maksiat, semuanya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
kepada mereka semuanya. Tergambar oleh saya seolah-olah seperti seorang ibu
yang memegang kedua pundak anaknya, dipegang sambil bertanya, “wahai anakku,
mengapa engkau berburuk sangka kepadaku?” Mana mungkin aku berbuat buruk
padamu? Sebab memang itulah watak seorang ibu. Seperti apapun dia akan selalu
menginginkan kebaikan anaknya.
Tergambar
oleh saya, seolah-olah Allah subhanahu wa ta’ala memegang pundak setiap
manusia. Baik laki-laki maupun wanita, Allah subhanahu wa ta’ala
bertanya, “wahai hambaku, bagaimana kamu bisa berburuk sangka padaku?
Sedangkan Aku adalah yang menciptakanmu :
الَّذِي
خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
“Yang
telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang.”
(QS.Al Infithar : 7)
menciptakannya
dan membentuk fisikmu betul-betul seimbang, betul-betul serasi :
فِي
أَيِّ صُورَةٍ مَّا شَاءَ رَكَّبَكَ
“dalam
bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu.” (QS.Al Infithar : 7)
Dalam rupa
yang Allah subhanahu wa ta’ala kehendaki….. tetapi setelah diberi
keindahan wajah manusia lupa bagaimana sebelumnya dia dulunya adalah air yang
hina, kemudian menjadi nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah, kemudian menjadi
mudhghah, kemudian diberikan tulang-tulang padanya, lalu dibungkus dengan
kulit, dan dimasukkan ruh padanya. Barulah dikeluarkan ke dunia. Dalam keadaan
tidak ada gigi yang bisa menggigit, tidak ada tangan yang bisa memegang, kaki
belum bisa berjalan, tidak bisa berbicara, tidak bisa mengeluh, tidak bisa
mengadu ingin buang air besar, ingin buang air kecil, lalu Allah Imenetapkan
dua orang yang sangat sayang padanya. Allah Imemberikan kasih sayang yang
begitu dalam pada diri kalian, dalam hati kedua orang tua. Mereka tidak bisa
makan sebelum engkau kenyang, mereka tidak bisa tidur sebelum engkau tidur.
Bila engkau menangis, maka makanan yang mau disuap pun terjatuh. Engkau
ketakutan, rasa kantuk pun hilang. Engkau sedikit bersuara, maka teriakan pun
keluar dari mereka. Seandainya Allah subhanahu wa ta’ala tidak membuat
aturan demikian, tentulah tidak ada yang memperhatikanmu tatkala engkau
kelaparan, membersihkanmu tatkala engkau buang air, yang menidurkanmu di tempat
yang hangat. Tidak ada yang bekerja seharian, kecapean untuk nafkahmu, tidak
ada seorang wanita yang seharian susah payah memasak makanan, memasak daging
untukmu. Mereka semua dibuat seperti ini untuk keperluanmu. Seorang ibu duduk
menunggu anaknya, tatkala anaknya datang, dia gembira menyambutnya, “Anakku
datang, anakku datang.” Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatur ini
semua untuk pemeliharaanmu. Andaikan Allah subhanahu wa ta’ala cabut
rasa kasih sayang, tentukah seekor ular akan menelan anaknya, tentulah seorang
ibu akan tega melemparkan anaknya ke dalam tempat sampah.
Allah subhanahu
wa ta’ala yang mengatur ini semua. Dan tatkala engkau belum bisa apa-apa,
menelan makanan pun susah, Maka apa yang Allah subhanahu wa ta’ala
lakukan, apa yang Dia buat? Allah subhanahu wa ta’ala mengalirkan dua
mata air di tempat yang sangat dekat denganya. Yang mendatangkan kehangatan di
waktu dingin, dan mendinginkan di waktu kepanasan. Begitu dekat, begitu mudah.
Tidak ada yang lebih bermanfaat, tidak ada yang lebih baik dari seorang anak
ini dari pada air susu ibunya. Seorang ahli herbal mengatakan pada saya,
“seandainya seorang anak pada masa mudanya tidak merusak benih-benih susu yang
dia minum waktu bayi, pengaruh air susu ibu ini akan bertahan sampai 40 tahun
lamanya”. Susu apa pun di seluruh dunia, jenis apa pun tidak ada yang
memberikan kekuatan, tidak ada kandungan sebagaimana kandungan air susu ibu.
Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan ini semua :
الَّذِي
خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ () فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ ()
“Yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun
tubuh-mu.”
(QS. Al Infithar : 7-8)
Tatkala tidak
ada seorang wanita yang bersujud pada Allah, tidak ada seorang pemuda
meletakkan dahinya menyembah Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah subhanahu
wa ta’ala lanjutkan, “Wahai manusia, wahai hambaKu, Aku yang telah menciptakanmu,
kenapa engkau sekarang menjadi penentangKu? Aku yang telah menciptakanmu.
Kenapa sekarang engkau berburuk sangka padaKu? Sedangkan seorang ibu pun tidak
mungkin menginginkan keburukan untuk anaknya. Akulah yang berkata kepadanya,
“gunakanlah hijab” Akulah yang mengatakan supaya engkau letakkan dahimu diatas
tanah, “Shalatlah”, Akulah yang memerintahkan supaya hubungan laki-laki dan
perempuan ada batasnya, Akulah yang mengatakan supaya perempuan menjaga dirinya
dari nereka. Seorang anak, dia tidak akan berpikir buruk terhadap ibunya.
Akulah yang mengatakan supaya kalian tidak mengangkat kepala di depan bapak
kalian. Akulah yang mengatakan pada isteri untuk taat kepada suaminya. Akulah
yang mengatakan supaya suami menunaikan kewajiban tetrhadap isterinya. Akulah
yang memerintahkan supaya kalian berdagang dengan cara yang benar dengan cara
yang jujur, tidak mengurangi timbangan dan takaran. Jangan sampai jahil dalam
pekerjaan, jangan sampai mengandalkan kekuatan untuk berbuat kejahatan. Tapi,
apa yang kamu lakukan dengan itu semua? Lalu kenapa tiap-tiap langkah yang
kalian lakukan untuk melanggar perintahku? Kau tinggalkan shalat, kau letakkan
Al Quran sebagai hiasan di rumah, di simpan hanya untuk mendapatkan keberkahan
saja? Kitab yang mestinya dipakai, dilipat dan disimpan kemudian lupa tidak
belajar.
Saya ingat
waktu kecil, setiap saya pulang dari masjid ke rumah, di sepanjang rumah
terdengar ibu-ibu yang membaca Al Quran di rumah masing-masing. Tapi sekarang
apa yang terjadi? Orang melihat tv sampai tengah malam, orang kehilangan rasa
malu di mana-mana. Sekarang orang pada menangis sedih kenapa ekonomi merosot,
banyak hutang, padahal bukan itu yang kita tangisi. Tapi hilangnya anak-anak
kita, itulah yang kita tangisi. Laki-laki hanyut dalam kesenangan. Foya-foya,
nyanyian, tarian dan perempuan. Itu perbuatan tanpa rasa malu. Wahai, ini
seolah-olah perahu telah tenggelam, bahtera tidak bisa menepi ke pelabuhan,
kalaulah ini masih ada tidak tenggelam, itu karena kasih sayang Allah subhanahu
wa ta’ala yang menahan.
Dan bila kaum
laki-laki dan perempuan sudah biasa dengan kesenangan musik, anak-anaknya sudah
biasa dengan nyanyian, di pasar-pasar sudah biasa mengurangi dalam timbangan
dan takaran, anak-anak berani durhaka kepada orang tuanya, penindasan dalam kekuasaan,
kedzaliman di pengadilan, orang yang kuat berbuat sewenang-wenang, orang yang
didzalimi berteriak-teriak tidak ada yang memberikan pertolongan. Kemudian
dalam keadaan seperti ini mestinya kita tidak bisa makan, tidak bisa minum,
tidak bisa beristrahat, tidak bisa tinggal di atas bumi, mestinya semua
tenggelam ditelan ke dalam tanah. Bahkan satu kabupaten, satu provinsi, satu
negara, seluruh dunia pun mestinya sudah tenggelam.
Kalau ada
seorang wanita, di tengah-tengah keramaian, dia menari-nari, tiap-tiap
gerakannya ini punya kekuatan luar biasa yang bisa menghancurkan gunung
himalaya, yang bisa mengeringkan samudera, hutan-hutan akan terbakar menjadi
padang pasir, dan bumi akan hilang dari penduduknya atau bahkan jadi kosong.
Untunglah bumi ini bukan tempat hukuman, bukan tempat balasan. Allah subhanahu
wa ta’ala tidak jadikan bumi ini tempat hukuman dan balasan. Dunia hanyalah
tempat ujian. Sedangkan tempat balasan akan datang tatkala mata terpejam, ibu
lupa pada anaknya, anak lupa pada ibunya, nyawa sudah berada di tenggorokan,
tatkala suami lupa pada isterinya, isteri lupa pada suaminya, saudara lupa
dengan saudaranya, itulah waktu yang sebenarnya. Bagaimana keadaan manusia
hidup, seperti itulah keadaan kematiaannya. Bagaimana ia menjalani hidup, dalam
keadaan itu malaikat maut akan datang menjemputnya.
Maka semua
yang hadir, ibu-ibu, bibi-bibi, saudari-saudari, bapak-bapak, saudara-saudara,
paman-paman, maupun yang tidak hadir yang bertebaran di pasar-pasar dan di
jalanan, seolah-olah Allah subhanahu wa ta’ala turun dan memegang pundak
setiap orang dari kita dan berfirman :
“Wahai
hambaku, Akulah yang menciptakanmu. Mana mungkin Aku membuat keputusan buruk
untukmu. Mana mungkin aku menyempitkan hidupmu. Ibumu rela kelaparan untuk
memberi makan padamu, ibumu rela menahan kantuk untuk menidurkanmu. Sedangkan
Aku ini tujuh puluh kali lipat lebih sayang daripada seorang ibu.”
Tujuh puluh
dalam istilah bahasa Arab bukan dimaksudkan angka tujuh puluh. Tetapi maksudnya
adalah banyak sekali, tanpa batas. Seolah Allah ingin mengatakan “Aku lebih
sayang daripada seorang ibu berkali-kali lipat tanpa batas. Maka Aku mengatakan
padamu untuk memasang sajadah, shalat dan meletakkan dahi di atas tanah. Aku
perintahkan para wanita untuk memakai hijab. Aku tidak melarang keluar. Bila
akan keluar, keluarlah tetapi dengan hijab. Kalaupun bekerja, bekerjalah namun
dengan hijab. Dan bila bulan Ramadhan tiba, Aku perintahkan untuk berpuasa.
Bila engkau seorang puteri dari seorang ibu, maka perintahKu adalah khidmatlah
kepada ibumu dan ayahmu. Bila engkau punya saudara, maka khidmatlah pada
saudaramu. Bila kedudukanmu sebagai isteri, maka berkhidmatlah kepada suamimu.
Bila engkau adalah seorang anak laki-laki, maka perintahKu adalah supaya engkau
berbakti kepada orang tuamu. Bila engkau punya saudara perempuan, maka
perintahKu adalah supaya berkhidmat kepada saudarimu. Bila engkau seorang
suami, perintaKu adalah supaya engkau menanyakan hak isterimu. Bila engkau
seorang bapak, maka perintahKu adalah supaya engkau mendidik anak-anakmu. Bila
engkau seorang pedagang, perintahKu adalah agar menimbang dan menakar dengan
kejujuran. Bila engkau seorang petani, maka janganlah hasil pertanianmu
membuatmu takabur. Tapi berikanlah, Infakkanlah sebagian untuk fakir, untuk
orang miskin yang membutuhkan. Bila engkau seorang raja, maka berbuat adillah.
Bila engkau orang yang kuat, maka berbuat insaflah. Bila engkau duduk sebagai
seorang hakim di pengadilan, maka janganlah engkau menjadi pembela orang-orang
yang berbuat zalim.
Ini semua Aku
perintahkan kepadamu, tidak mungkin bukan untuk kebaikanmu, tidak ada yang
lebih sayang kepadamu dari pada Aku :
وَكَانَ
اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
“dan adalah
Allah subhanahu wa ta’ala Maha berterima kasih dan Maha mengetahui”. (QS. An Nisa : 147)
Saat Nabi
Yunus ‘alaihis salam keluar dari mulut ikan, maka Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman padanya, “wahai Yunus, kaummu telah bertaubat, pergilah
pada mereka.” Di tengah perjalanan Nabi Yunus ‘alaihis salam bertemu
dengan tukang tembikar yang membuat bejana-bejana yang sangat besar terbuat
dari tanah. Maka Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan pada Nabiyullah
Yunus ‘alaihis salam supaya pembuat tembikar itu memecahkan bejana yang
dibuatnya. Maka tatkala diperintahkan padanya, pembuat tembikar itu bertanya,”kenapa,
untuk apa saya pecahkan, ini kan sudah saya buat dengan tanganku sendiri,
untuk apa saya pecahkan?” Maka Nabiyullah Yunus ‘alaihis salam
melaporkan keengganan pengrajin ini kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Nabiyullah Yunus ‘alaihis
salam, “Wahai Yunus, itu orang yang membuat bejana dengan tangannya sendiri,
dia tidak mau menghancurkannya, maka bagaimana engkau hancurkan, engkau bawa
manusia yang telah Aku buat, Akulah yang membuatnya engkau bawa mereka pada
kematian, engkau sampaikan mereka pada kehancuran. Kenapa engkau biarkan mereka
mencampakkan diri dalam kebinasaan? Sedangkan mereka semua telah bertaubat,
mereka semua hambaku, hingga kembali kepadaku.”
Maka untuk
itulah katakan kepada seluruh manusia di dunia baik laki-laki maupun wanita,
berdamailah kalian dengan Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb yang begitu
Penyayang, dan Penyantun. Tidak akan kalian temukan selainNya. Dia yang maha
Kasih Sayang, Maha Pemberi, Pemilik segala sifat yang indah, Pemilik Kerajaan :
الرَّحْمَنُ
الرَّحِيمُ المَلِكُ القُدُّوسُ السَّلامُ المُؤْمِنُ المُهَيْمِنُ العَزِيزُ
الجَبَّارُ المُتَكَبِّرُ الخالِقُ البارىءُ المُصَوّرُ الغَفَّارُ القَهَّارُ
الوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الفَتَّاحُ العَلِيمُ الباسِطُ الخَافِضُ الرَّافِعُ
المُعِزُّ المُذِلُّ السَّمِيعُ البَصِيرُ الحَكَمُ العَدْلُ اللَّطِيفُ الخَبيرُ
الحَليمُ العَظِيمُ الغَفُورُ الشَّكُورُ العَلِيُّ الكَبِيرُ المُغِيثُ الحَسِيبُ
الجَلِيلُ الكَرِيمُ الرَّقِيبُ المُجِيبُ الوَاسِعُ الحَكِيمُ الوَدُودُ
المَجِيدُ الباعِثُ الشَّهِيدُ الحَقُّ الوَكِيلُ القَوِيُّ المَتِينُ الوَليُّ
الحَمِيدُ المُحْصِي المُبْدِىءُ المُعِيدُ المُحْيِي المُمِيتُ الحَيُّ
القَيُّومُ الوَاجِدُ المَاجِدُ الوَاحِدُ الصَّمَدُ القادِرُ المُقْتَدِرُ
المُقَدِّمُ المُؤَخِّرُ الأوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ البَاطِنُ الوَالي
المُتَعالِ البَرُّ التَّوَّابُ المُنْتَقِمُ العَفُوُّ الرًّؤُوف مالِكُ المُلْكِ
ذُو الجَلالِ وَالإِكْرَامِ المُقْسِطُ الجامِعُ الغَنِيُّ المُغْنِي المَانِعُ
الضَّار النَّافعُ النُّورُ الهَادِي البَدِيعُ الباقِي الوَارِثُ الرَشِيدُ
الصَّبُورُ
Adakah yang bisa
menunjukkan Raja seperti Dia? Adakah yang bisa menunjukkan Pencipta seperti
Dia? Adakah yang bisa menunjukkan Allah selain Dia? Lalu kita tidak bersujud
kepadanya? Sedangkan Dia yang mengadakan. Dia yang memberikan mata. Wanita
menghiasi wajah dengan anting dan perhiasan lainnya. kita katakan, hiasilah
dengan wajahmu dengat tanda sujud. Wanita menghiasi matanya dengan celak. kita
katakan, hiasilah matamu denga rasa malu. Orang berangapan bahwa keluar dengan
penuh perhiasan adalah sebagai kesempurnaan. Justru Kita katakan, jadikanlah
menyembunyikan diri sebagai kesempurnaan :
Berlian
selalu tersembunyi di balik gunung. Mutiara tersembunyi di dalam kerang. Biji
gandum tersembunyi di dalam cangkangnya. Jagung tersimpan di dalam kulitnya.
Barang
berharga tidak akan di lempar di tengah jalan. Barang bernilai tidak mungkin
terbuka di tengah pasar. Adakah buah yang tidak diselubungi kulit? Semakin
bernilai dan bermanfaat, tutupnya semakin rapat. Sedangkan di dunia ini tidak
ada perhiasan yang lebih bernilai daripada wanita. Dari wanitalah makmurnya
dunia. Bila pangkuan wanita kering, keringlah dunia. Bila pangkuan wanita
subur, suburlah dunia. Bila pangkuan wanita tandus dari tarbiyah, maka
sebagaimana dari lumpur bermunculan semak berduri, dari pangkuan wanita akan
muncul pembunuh, pemabuk, pezina, penjual diri, penjual kehormatan, penindas
kemanusiaan. Dan bila pangkuan wanita subur, muncullah saifullah (pedang
Allah), Junaid Al Baghdadi, Syaikh Abdul Qadir Jailani, Rabiah Adawiyah,
Sirri Siqthiy, Ma’ruf Karkhi, Bakhtiar Khaki. Lihatlah masa lalu, tatkala
pangkuan ibu subur makmur.
Hari ini,
pangkuan wanita kosong. Para wanita mandul. Para lelaki mandul. Kita lihat
banyak anak di rumah-rumah. Bukan seperti itu maksudnya. Anak adalah yang bila
dilihat oleh Allah subhanahu wa ta’ala, Dia akan ridha padanya. Yang
bila dilihat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau akan
gembira dengannya. Yang Islam bangga dengannya. Bumi membanggakan nya. Bila
seorang lelaki maupun wanita bersujud, lalu meneteskan setetes air mata jatuh
ke tanah. Kesejukan yang dirasakan tanah dengan jatuhnya tetesan ini tidak
dapat disamai dengan hujan selama empat puluh hari. Air hujan yang menetes ke
bumi hanya akan merasuk beberapa inchi saja ke dalamnya. Tetapi air mata
tangisan akan menembus bumi hingga ke tahtats tsara (yang di
bawah tanah). Bila disuarakan nyayian di atas bumi, pecah hatinya.
Tarian yang di lakukan di permukaannya telah menyulut api di tiap-tiap ruasnya.
Perzinaan yang memenuhi bumi sebenarnya membuatnya siap untuk meledak.
Kedurhakaan kepada orang tua telah membuat gunung bersiap untuk beterbangan.
Begitu banyak kemaksiatan dilakukan yang bisa menyebabkan runtuhnya langit
sebagai atap.
Maka karena
Allah saya berkata, kembalilah kepada Allah. Wanita diciptakan bukan untuk
menari. Di manakah pesta pernikahan yang bersih dari goyangan tubuh wanita?
Kita mengatakan bahwa orang kafir (Hindu) adalah musuh kita, tetapi wanita mana
yang tidak terbawa kebiasaan mereka?
Saya tidak
menyuarakan perkataan saya. Saya hanya kurir yang menyampaikan pesan Allah dan
RasulNya. Hendaklah tunaikan hak yang memang selayaknya ditunaikan. Seorang ibu
tidak selalu setia. Seorang anak tidak selalu setia. Seorang istri tidak selalu
setia. Seorang anak yang ditinggal mati ibunya tidak akan manyertainya di dalam
kubur. Bahkan dialah yang menimbun ibunya. Tetapi Allah, Dialah Dzat yang
selalu setia. Menyertai saat di dunia. Menyertai saat di akhirat. Menyertai
saat hidup. Menyertai saat mati. Di kubur, shalat di sebelah atas, sedekah
sebelah kanan, puasa sebelah kiri, pahala berjalan ke masjid datang, pahala
sabar datang, taqwa datang, munkar nakir datang, tanya jawab diadakan.
Lihatlah
Rabiah Adawiyah. Tidak mungkin menggantikan namanya dari lembaran sejarah.
Seorang wanita akan dihargai bila pertama, dari keluarga terhormat. Dua,
berwajah cantik. Tiga, kekayaan. Empat, berketurunan. Bila seorang wanita bukan
dari keluarga terhormat akan turun nilainya. Bila tidak cantik, akan lebih
jatuh lagi nilainya. Lalu tidak berharta, akan lebih rendah nilainya. Dan bila
mandul, tidak akan ada lelaki yang mau padanya. Tetapi sungguh mengherankan,
tidak satu pun kelebihan ini ada padanya. Dan kisahnya selalu dibicarakan di
mana-mana sejak ratusan tahun lamanya. Dia adalah dari kalangan budak
bangsawan. Dari Ethiopia. Yang kedua, wajahnya adalah wajah Ethiopia Kulit
hitam, hidung kecil. Yang ketiga, dia adalah budak. Dari mana budak memiliki
kekayaan? Yang keempat, dia mandul. Suaminya meninggal di waktu muda. Menjanda
sejak usia muda. Kebiasaannya, mandi, lalu menganti pakaian, kemudian
mendatangi suami. Dia bertanya, “Apakah aku diperlukan?” Bila suami
mengatakan tidak, maka dia akan ke tempat shalatnya. Semalaman di sana. Dan,
tatkala suaminya telah meninggal, Syaikh Hasan Bashri yang begitu tampan,
‘alim, ahli hadits, ahli tafsir, mujahid dan masih sangat banyak gelar yang
layak beliau sandang. Beliau datang sendiri untuk meminang. Bukan mengirim
utusan. Beliau utarakan keinginan beliau untuk menikahinya. Rabiah menjawab,
jawablah empat pertanyaanku, baru aku mau menikah. “Apa itu?” “Apakah aku
ahli surga atau ahli neraka?” “Aku tidak bisa menjawab,” kata beliau. “Tatkala
catatan amal dibagikan, ada yang menerima dengan tangan kanan, ada yang dengan
tangan kiri, dengan tangan mana aku akan menerima catatan amalku?” “Aku tidak
bisa mengatakan apa-apa,” kata beliau. “Saat amalku ditimbang, apakah
kebaikanku lebih banyak ataukah dosaku yang lebih banyak?” “Aku tidak tahu.”
“Saat orang-orang meniti shirat, ada yang bisa melintas dan ada yang jatuh,
bagaimana dengan aku? Apakah melintas ataukah terperosok?” “Aku tidak tahu.”
“Kalau begitu biarkan aku membuat persiapan untuk yang empat itu.”
Menjelang wafatnya, Rabiah berpesan kepada pembantunya, “Bila aku mati,
jangan diumumkan. Cukup beri tahu tetangga. Dan jadikan kain usang yang selalu
saya gunakan untuk beribadah kepada Rabbku sebagai kain kafan. Keesokan paginya
diberitahulah tetangga-tetangga untuk menurunkannya.”
Dan ini tidak
berat, yang berat adalah kita dengan banyaknya dosa-dosa. Mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki, kita ini penuh dengan dosa, dahi kosong dari sujud
pada Allah, mata kosong dari rasa malu, telinga dipenuhi dengan racun-racun
musik, yang tidak memperhatikan kebaktian pada orang tua, yang menyia-nyiakan
kewajiban pada isterinya, yang menyia-nyiakan kewajiban pada suaminya. Orang
seperti kita inilah yang akan menjadi beban bagi bumi. Malam harinya
pembantunya bermimpi bertemu dengan Rabi’ah, kemudian bertanya, “bagaimana
keadaanmu?” kemudian bercerita, “Munkar nakir datang kepadaku, dan bertanya,
“Man rabbuki?” maka aku menjawab, “Subhaanallah, dzat yang 40 tahun
tidak pernah aku lupakan, kemudian aku dimasukkan kedalam tanah empat hasta
ini, akankah aku lupa padanya?” Kemudian malaikat berkata, “Ya sudah,
untuk apa ditanya lagi”.
Maka seperti
itulah hendaknya kita mencari kematian. Janganlah kita hidup mengikuti
wanita-wanita zaman sekarang. Pada saat ini orang-orang sibuk berlarian hidup
dengan berkiblat pada orang-orang barat. Yang saya inginkan, bagaimana semuanya
ikut kehidupan Fathimah radhiyallahu ‘anha, ikut kehidupan Khadijah radhiyallahu
‘anha, bertemu dengan mereka disana. Saya ingin semuanya berkumpul bersama
Fatimah radhiyallahu ‘anha. Dan saya ingin bagaimana laki-laki menjadi
pembantu dari Hasan dan Husain pimpinan pemuda-pemuda surga. Nanti di akhirat
akan dipisahkan orang-orang yang ikut barat. Berpisahlah kalian. Jangan sampai
di dunia kita hidup dengan orang-orang kampung, tapi di akhirat dikumpulkan
dengan orang-orang barat:
وَامْتَازُوا
الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ
“Dan
(dikatakan kepada orang-orang kafir): "Berpisahlah kamu (dari orang-orang
mu'min) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat.” (QS. Yasin
: 59)
Maka
orang-orang merasa ketakutan hari itu, jantung pecah. Seandainya ada
kematian, tentulah mereka mati semua. Tapi kematian telah tiada. Maka semuanya
diseret. Wanita diseret dari tengkuknya, kemudian laki-laki akan dimasukkan
tangan ke dalam rahangnya, ditarik hingga semua keluar. Dibawa, kemudian
diseret. Maka laki-laki berteriak-teriak waasyabaabaah-waasyabaabaah, wahai
masa mudaku-wahai masa mudaku. Apa yang dikasihani, sedangkan mereka tidak
kasihan pada masa mudanya. Dan wanita-wanita akan berteriak-teriak
waakhabaayaah-waakhabaayaah, wahai malu, wahai malu. Apa yang dikasihani dengan
rasa malu, sedangkan waktu hidupnya tidak punya rasa malu, tidak mau menutupi
dirinya.
Maka
hadirin-hadirat, yang mulia, jadilah kita ini hamba-hamba Allah, Allah yang
telah menciptakan kita. Allah menciptakan kita untuk apa, supaya kita hidup
mendapatkan ridha dari Allah subhanahu wa ta’ala. Menyempurnakan
perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala, menghidupkan sunnah-sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian bertemu dengan Allah subhanahu
wa ta’ala. Bila menjadikan kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sebagai kehidupan kalian, maka di dunia bahagia, di akhirat
bahagia. Allah subhanahu wa ta’ala tidak jadikan dunia tempat
bersenang-senang, tapi dunia hanyalah sekedar permainan. Ini adalah alat
kesenangan yang menipu. Dunia adalah sebelah sayap nyamuk, dunia adalah sarang
laba-laba. Orang-orang yang lari mengejarnya adalah orang gila. Dan orang-orang
yang melihat mimpinya ini adalah orang-orang yang tidak berakal. Maka
orang-orang yang berlomba-lomba memparbesar rumahnya di dunia ini, adalah orang
yang paling bodoh. Mengejar dengan susah payah membangun rumah yang akan ia
tinggalkan. Dan dia lupa dengan surga yang telah Allah sediakan. Dia
mengejar-ngejar sesuatu yang akan dia tinggalkan, lupa pada sesuatu yang abadi.
Ini adalah tempat singgah saja.
Semuanya,
satu demi satu pergi meninggalkan dunia. Laki-laki kaya mati, perempuan kaya
mati, laki-laki miskin mati, perempuan miskin mati, rakyat mati, pejabat mati,
pedagang mati, penjual pakaian mati, penjual makanan mati, semuanya satu demi
satu akan mati. Kita lihat, kubur makin lama, makin banyak penghuninya. Pasar
makin hari berkurang dan dikurangi orang-orangnya. Sehingga akan tiba suatu
saat nanti, kita habis semuanya. Seperti apa pun ramainya sebuah pasar, seperti
apa pun ramainya sebuah rumah, suatu saat nanti akan sepi…sepi…tidak tersisa
kecuali sarang laba-laba dan suara desiran angin. Dan akan tiba lagi suatu masa
tatkala laba-laba pun habis, desiran angin pun habis, kita akan menghadap pada
Allah subhanahu wa ta’ala. Kita akan ditanya,”Wahai hambaku, apa yang
kamu bawa untuk menghadap padaKu?”. Maka jadikanlah cara hidup Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sebagai cara hidup kita. Tidak ada manusia yang lebih
perhatian, yang lebih sayang, yang lebih cinta, melebihi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Coba, adakah
yang 23 tahun lamanya menangis tanpa berhenti? Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam 23 tahun lamanya terus menerus menangis untuk
ummatnya. Dan adakah seorang bapak yang susah payah, jerih payah 23 tahun tidak
berhenti untuk anaknya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jerih
payah, matia-matian berjuang untuk ummatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam yang diutus untuk menangisi ummatnya pun, sampai Allah tegur,
“Jangan kau menangis sampai seolah-olah kau akan bunuh dirimu sendiri”.
Sebagaimana seorang ayah yang menyuruh anaknya untuk rajin belajar.
Tatkala anaknya berlebihan belajar pun, ayahnya pasti akan mengingatkannya
untuk beristirahat.
Kemudian
Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai kekasihku,
apa yang kau tangisi?” “Ummatku Ya Allah.” Begitu sayang beliau kepada
ummatnya. Tatkala ke Thaif dan penduduk mengusir beliau, gunung hampir
ditimpakan kepada mereka dan beliau sendiri yang menahannya. Mereka mengusir,
melempari dan mengejar beliau hingga pingsan berlumuran darah. Diangkat oleh
Zaid radhiyallahu anhu dibawa berteduh di kebun orang kafir yang
memusuhi beliau. Kebun itu milik ‘Utbah bin Rabiah yang mengnginkan kematian
beliau. Namun begitu parahnya keadaan beliau, orang yang begitu benci pun
tatkala melihat keadaan beliau menjadi trenyuh. Tidak mampu menahan air mata. “Wahai
Muhammad, apa yang terjadi dengannya?” Dia sendiri yang memetik anggur dari
kebunnya. Karena rasa malu saja dia tidak suguhkan sendiri. Dia suruh budaknya
untuk menyuguhkannya. Ini seorang kafir musuh keras Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pun merasa kasihan pada beliau. Tetapi, bagaimana
perlakuan ummat ini kepada beliau? Sunnah dirusak. Acara pernikahan diadakan,
adakah yang tanpa iringan suara musik? Bila ditanya, kenapa melakukan ini, maka
akan dijawab bahwa ini adalah untuk menyenangkan anak laki-laki atau anak
perempuan saya.
Mengapa tidak
dipikir, apakah tidak perlu untuk menyenangkan Allah dan Rasulnya? Mengundang
paman, kakek, saudara, kerabat, kawan unutk menyenangkan mereka. Kita melakukan
berbagai perbuatan untuk menyenangkan mereka. Kita katakan, mengapa tidak
terpikir untuk menggembirakan Allah yang telah menjadikan anak
baginya hingga usianya muda dan dinikahkan pad hari itu? Mengapa tidak
terpikirkan untuk menggembirakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
yang dari kampungnyalah kita hidup sebagai manusia. Yang dengan berkah
tangisannya kita masih berbentuk manusia. Kalaulah beliau tidak habis-habisan
menangis minta pemecahan masalah kita, tidak akan kita temui manusia hari ini
di pasar-pasar. Di sana hanya akan kita dapati hewan berkeliaran. Semua orang
ingin kita senangkan. Kenapa tidak kita senangkan Allah dan RasulNya?
Iringan
pernikahan Fathimah juga diberangkatkan. Beliau juga melakukan pernikahan.
Adakah wanita seperti beliau di dunia ini? Di hari kiamat nanti, saat orang
akan melewati shirat. Akan diumumkan, “Tundukkan pandangan, Fathimah akan
lewat.” Ke arah sanalah aku ingin membawa saudari-saudariku. Saat orang
berbondong-bondong menuju ke barat. Dalam pasar di kampung terpencil hijab pun
lepas. Ke manakah para wanita pendidik? Para ibu telah mati. Rumah kosong. Kita
yang membakarnya dengan kabel dan TV. Dengan tangan kita sendiri. Saya
katakan, jadilah anak-anak Fathimah. Bagaimana proses pernikahannya? Beliau
dinikahkan di masjid. Selesai akad, Shahabat Ali radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Ya Rasulullah, Fathimah diberangkatkan ke rumah?” Rasulullah
tidak berkata, “Bawakan alat musik, undang group band, buat pawai.”
Kata beliau, “Ya, akadnya kan sudah.” Setelah shalat Maghrib,
beliau pulang ke rumah. Fathimah radhiyallahu ‘anha bercerita, “Waktu
itu aku sedang melakukan kegiatan seorang putri yang membantu di keluarga. Aku
dengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Panggil
Ummu Aiman.’” Ummu Aiman adalah budak ibunda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau pernah bersabda, “Siapa yang ingin menikah
dengan wanita ahli surga menikahlah dengan Ummu Aiman.” Beliau berkata, “Ummu
Aiman, antarkan Fathimah ke rumah Ali.” Inilah pelepasan mempelai wanita.
Tanpa disertai ayah. Tanpa disertai ibu-ibu yang ada, Ummahatul Mukminin yang
begitu suci. Padahal saat itu ada ibunda Aisyah, Juwairiyah, Ummu Salamah radhiyallahu
‘anha. Wanita-wanita yang tiada tandingnya di muka bumi. Berjalan kaki
beliau diantarkan. Pakaian pun tidak diganti. “Beri tahu pada mereka,
setelah ‘Isya aku akan datang.” Itulah pemberangkatan pengantin wanita.
Tanpa iringan apa-apa, musik atau pun barisan manusia.
Sampai di
sana, Ummu Aiman mengetuk pintu. Shahabat Ali radhiyallahu anhu keluar.
Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha berkata, “jagalah amanat ini. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam akan datang ke sini setelah shalat ‘Isya.”
Inilah pemberangkatan pimpinan para wanita dua alam. Putri Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang paling beliau cintai. Putri yang beliau
beritahukan, “Kaulah yang pertama kali menyusulku dari kalangan keluarga.”
Putri yang lainnya beliau berangkatkan sendiri. Saat hampir wafat, shahabat Ali
radhiyallahu ‘anhu sedang keluar. Beliau katakan kepada pembantunya,
“Siapkan air panas untuk mandi. Letakkan dipan di tengah rumah. Hadapkan ke
kiblat.” Setelah mandi, beliau berbaring dan berpesan, “Sampaikan pada
suamiku bahwa aku sudah mandi, dengan baju ini kuburkan aku.” Sehari
sebelum wafat, beliau berkata pada Asma bintu Umais, “Tolong usahakan supaya
jenazahku nanti tidak terlihat bentuknya saat dibawa.” Beliau tidak ingin
nantinya ada yang mengatakan bahwa putri Nabi orangnya gemuk, atau kurus, atau
jangkung, atau pendek. Padahal ruh telah lepas dari badan. Dan tidak ada aturan
hukum untuknya. Itulah yang saya inginkan. Jadilah putri orang-orang yang
setelah mati pun tetap nampak rasa malunya. Asma radhiyallahu a’nha menjawab,
“Waktu hijrah di Ethiopia aku melihat bila wanita meninggal maka di atas
ranjang untuk membawa jenazahnya diletakkan kayu melengkung dan diselimuti
dengan kain (seperti keranda di Indonesia). Sehingga tidak diketahui bagaimana
bentuk fisik jenazahnya.” Fathimah radhiyallahu ‘anha berkata, “Bagus.
Buatkan seperti itu untukku.” Dengan penuh rasa malu seperti itulah beliau
meninggalkan dunia. Sebab beliau menuju maqam yang sangat tinggi.
Kemarilah,
menuju kebahagiaan, kemuliaan. Islam telah menyiapkan derajat yang mulia untuk
wanita dalam Islam. Tanggung jawab mencari nafkah dibebankan kepada suami.
Kemudian dalam nikah ada mahar. Tahukah kita apa maksud mahar. Berapa pun
mahar, puluhan juta, ratusan juta, ataupun milyaran rupiah tidak bisa menjadi
harga seorang wanita. Dan tidak sah nikah tanpa mahar. Mahar adalah pertanda
bahwa wanita itu menjadi tanggungan lelaki sampai mati. Wanita itu akan tinggal
di rumah, makan dari jerih payah suami. Orang-orang Arab punya kebiasaan untuk
tidak memberi bagian warisan kepada wanita. Dan zaman sekarang pun masih banyak
daerah yang berbuat demikian. Warisan tanah yang menjadi hak wanita akan
disiasati oleh saudaranya sehingga dibalik dengan namanya. Orang-orang yang
melakukan kezaliman seperti ini kepada saudarinya atau anaknya tidak akan bisa
menyelamatkan diri dari siksa kubur. Walaupun dia ahli shalat, ahli puasa, ahli
dzikir, ahli Al Quran, menyumbang madrasah, pergi bertabligh, pergi haji dan
kebaikan lainnya. Dia mati dalam keadaan mengingkari satu bagian besar Al Quran.
Tidak ada yang bisa melindunginya dari siksa neraka. Dia akan dihimpit di
kuburnya. Suara himpitan kubur yang dideritanya terdengar mulai dari bumi
belahan timur hingga barat.
Saat
penguburan Zainab putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tertua,
beliau nampak sedih. Keluar dari liang lahat nampak cerah wajah beliau. Sahabat
bertanya tentang hal itu. Beliau menjawab, “Aku sangat khawatir dengan
keadaan putriku. Lalu aku memohon pada Allah untuk menyelamatkan putriku dari
himpitan kubur. Allah menyelamatkannya dari himpitan kubur.” Bila tidak,
sekali kubur menghimpitkan dindingnya akan terdengar dari timur hingga barat.
Kubur
bukanlah gundukan tanah. Kehidupan baru akan mulai. Pahala dan siksa akan
dimulai.
Ini bukan
pembicaraan saya. Saya hanyalah kurir yang menyampaikan pesan dari Allah dan
RasulNya. Kebiasaan di tempat kita, bila orang kaya mengirimkan sesuatu dia
akan menyuruh buruhnya. Dan oarang yang menerima kiriman akan memberikan hadiah
kepada buruh itu sesuai derajatnya. Saya datang seperti buruh yangmenyampaikan
pesan itu. Tapi bukan uang yang saya minta. Yang saya inginkan hanyalah, yang
hadir di sini meninggalkan majlis sebagi putri-putri Fathimah. Bukan sebagi
penentang-penentang Allah. Kembalilah kepada Allah. Bertaubatlah. Berjalanlah
menuju kemulian. Kesuksesan, kebahagiaan. Tidak ada kehidupan bagi wanita yang
tidak menutup auratnya.
Saya cari
nama wanita di dalam Al Quran mulai ayat pertama hingga terakhir. Sekali, dua
kali, sepuluh kali, seratus kali saya cari. Tidak ada nama wanita disebutkan di
dalam Al Quran selain nama Maryam. Setiap wanita disebut dengan nama suaminya:
istri Aziz, istri Fir’aun, istri Nuh, istri Luth. Bisa saja Allah
menyebut nama Asiyah, seorang wanita yang shalihah. Bisa Dia sebut nama
Zulaikha, istri seorang gubernur yang penggoda. Hanya nama Maryam yang Dia
sebut. Itu adalah untuk menjelaskan bahwa ‘Isa ‘alaihis salam bukan
putra Allah subhanahu wa ta’ala tetapi putra Maryam. Dalam banyak
sekali ayat Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan ‘Isa ibnu Maryam.
Ulama ahli tafsir menulis bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak menyukai
nama wanita dimunculkan, lalu bagaimana wanita dibuka penutupnya dan keluar ke
mana-mana? Bagi orang muslim, nama wanita adalah malu untuk disebutkan. Nama
istri seorang muslim ditutup. Nama putri seorang muslim ditutup. Kulit delima
diletakkan di luar, kulit pisang diletakkan di luar, kulit buah-buahan
dibiarkan di luar. Tapi isi buah pisang, isi buah delima dan buah-buah lainnya
tidak ada yang dibiarkan di luar.
Kenapa para
wanita ingin meniru kehidupan barat? Di sana wanita tidak diterima sebagai ibu,
sebagai anak, sebagai istri, sebagai saudari, sebagai nenek. Yang diterima
hanyalah sebagai pasangan kencan. Diterima selama masih bisa dinikmati. Tatkala
itu hilang, ditinggalkan. Lelaki sangat tidak setia. Lebih mudah mengingkari
janji dari pada wanita. Mengobral bicara seperti burung beo. Sedangkan wanita
oleh Allah subhanahu wa ta’ala diberi bakat untuk setia lebih daripada
lelaki. Di sana, wanita diperlakukan seperti sapu tangan. Untuk menyeka
keringat, setelah tidak terpakai lagi dicampakkan. Hanya sebagai pasangan
kencan. Lalu ke mana anak putri, ke mana ibu, kemana saudari?
Allah subhanahu
wa ta’ala memberikan kepada kita agama yang begitu indah. Terkadang
orang-orang yang bodoh menganggap kelahiran bayi wanita sebagai musibah. Lalu
marah-marah bahkan menyiksa istrinya. Apakah tidak melihat bahwa keturunan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang pertama adalah wanita,
Zainab radhiyallahu ‘anha? Lalu Ruqayyah radhiyallahu ‘anha?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampaikan bahwa seseorang
yang diberi anak perempuan dan menerimanya dengan gembira, maka wajib surga
untuknya. Dan seseorang yang memiliki tiga orang anak perempuan dididik dengan
baik hingga dinikahkannya, maka antara dia dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adalah seperti antara jari telunjuk dengan jari
tengah. Seseorang bertanya, “Kalau dua orang anak perempuan?” “Bila seperti
itu dia pun akan seperti itu dekatnya denganku,” jawab beliau. “Bila
hanya satu putri Ya Rasulullah?” “Bila seperti itu dia pun akan seperti
itu dekatnya denganku.” Lalu bagaimana yang tidak punya anak perempuan?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beritahukan bahwa “Barangsiapa
yang memiliki dua anak perempuan atau dua sudari dalam keadaan kekurangan dan
dia rawat hingga berkecukupan atau meninggal, maka wajib surga baginya.”
Hari ini saudari haknya diambil. Setelah meninggalnya ibu tidak ada yang
bisa menggantikan. Hubungan persaudaraan tidaklah murah, pecah hanya karena
beberapa rupiah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
anjurkan supaya tetap menafkahi mereka walaupun mereka telah menikah, dan
surga wajib baginya.
Allah subhanahu
wa ta’ala dalam Al Quran tentang waris tidak memberikan jawaban tentang
bagian wanita, bahwa bagian wanita adalah setengah bagian laki-laki. Tetapi
Allah menjawab tentang bagian laki-laki, seolah-olah bagian laki-laki ini
diragukan berapa besarnya, dapat atau tidaknya. Allah subhanahu wa
ta’ala menjelaskan bahwa laki-laki juga mendapat bagian, bagian dua
wanita itulah bagian satu laki-laki. Maka bila orang tidak memberi bagian pada
wanita, binasalah dia. Dan tidak ada yang bisa menyelamatkan. Di sini Allah subhanahu
wa ta’ala menetapkan bagian wanita, lalu memerintahkan suami
untuk mencari nafkah. Menjadikan suami dalam penunaian hak lebih utama daripada
istri. Ini bukan keutamaan derajat, tetapi keutamaan dalam hal pengaturan
saja. Lelaki seluruh dunia, adakah yang melebihi Fathimah radhiyallahu
‘anha atau Rabiah Adawiyah?
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ…
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS. An
Nisa’ : 34)
Ini bukanlah
kelebihan derajat. Di hari kiamat, lelaki manakah yang berani berhadapan dengan
Aisyah Ummulmukminin? Dalam Al Quran Allah subhanahu wa ta’ala
mendahulukan penyebutan hak wanita daripada lelaki.
…وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ
بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ…
“…Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya… (QS. Al Baqarah: 228)
Dalam ayat
lain berfirman
…وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ…
“…Dan
pergaulilah mereka (istri kalian) dengan baik…” (QS. An Nisa: 19).
Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Yang terbaik
di antar kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.”
Baru kemudian
dijelaskan kewajiban wanita pada suami. Seorang wanita datang bertanya,
“Ya Rasulullah, kedua orang tuaku akan menikahkanku. Apakah kewajibanku
pada suami?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
“bila kau temui suamimu dengan luka memenuhi tubuhnya mulai kepala hingga
kaki semuanya memancarkan nanah, lalu kau bersihkan nanah itu dengan lidahmu,
seperti itu pun belum menunaikan haknya atasmu.”
Apa yang
terjadi saat ini? Gara-gara masalah kecil, istri terkena marah. Karena masalah
sepele, istri dipukul, istri ditampar. Padahal Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam di rumahnya biasa menyapu sendiri. Dengan tangannya beliau
buat adonan roti diserahkan pada Aisyah, atau Juwairiyah, atau Ummu Salamah
untuk dijadikan roti. Dan beliau biasa mencuci baju beliau sendiri. Padahal
memiliki sembilan istri, tetapi baju beliau cuci sendiri. Beliau di rumah
banyak senyum dan tawa :
كان
– صلى الله عليه وسلم – ضحَّاكاً بسَّاماً
Di luar rumah
selalu berfikir dan sedih. Seperti itulah Allah buat fitrah wanita,
digembirakan kemudian diberi tugas. Mendidik anak menjadi pengikut-pengikut
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mendidik anak laki-laki samapai
15 tahun, peremoauan samapai 11 tahun. Bila tiba saat pernikahan, berangkatkan
dari rumah sebagai pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan sebagai peniru Fathimah radhiyallahu ‘anha. Hari ini para
wanita lalai dari pendidikan. Hendaklah kita jadikan kehidupan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sebagai kehidupan kita.
Adanya ummat
ini pun dari seorang ibu. Lima ribu tahun yang lalu kisah ini bermula.
Memang susah untuk melihat masa lalu. Apalagi lima ribu tahun. Siapa yang akan
melihat. Di Makkah Mukaramah. Putri raja Mesir, umur 20-22 tahun. Anak dalam
pangkuan. Berpisah denga suami adalah pengorbanan besar bagi seorang istri.
Apalagi suami seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Dan ini bukan di
rumah, di tengah padang pasir, tentu lebih menyedihkan lagi. Tanpa bekal yang
cukup, lebih menyedihkan lagi. Tidak ada yang menghibur, kesedihan lebih lagi.
Dari pangkuan Ibunda Hajar ummat ini lahir. Ummat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam keluar dari pangkuan beliau. Dan sedemikian hebat
beliau mendidik Ismail ‘alaihis salam sehingga pada umur kira-kira 8
tahun Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bertanya, “Wahai anakku, dalam
mimpi aku melihat bahwa aku akn menyembelihmu. Bagaimana menurutmu?”
Mestinya, waktu itu Ismail ‘alaihis salam menjawab, “Wahai ayah, itu
kan kau lihat dalam mimpi. Apa salah saya?” Lihatlah anak kita, baru
disuruh mengambilkan air minum sudah ke sana-ke mari bicaranya.
Ini kita
lihat bagaiman Ibunda Hajar menyiapkan putranya. Dan itu adalah saat pertama
kali Ismail ‘alaihis salam melihat ayahnya. Betapa gembira anak melihat
ayahnya. Di Mina percakapan itu terjadi. Ismail ‘alaihis salam tidak
membantah. Bahkan ia panggil “Yaa Abati.” Saya benar-benar keheranan
dengan kata ini. Seorang anak disuruh melakukan kerja kecil saja, dia terkadang
mengatakan, “Apa sih Ayah ini,” dengan nada keberatan dan pahit. Sedangkan ini,
Ismail ‘alaihis salam menjawab “Ya Abati.” Ini adalah panggilan
sayang dan kegembiraan. Nampak oleh saya bahwa saat itu ia sangat gembira
mendengar perkataan ayahnya. Seperti gembiranya mendapatkan sesuati yanglam
dicarinya. Seolah dia katakan, ”Wahai Ayah, aku akan dikorbankan utnuk Allah subhanahu
wa ta’ala? Silakan lakukan. Inilah yang kuinginkan. Inilah yang
kuinginkan.” Ibnu Qudamah meriwayatkan bahwa tatkala ditanya pendapatnya, Nabi
Ismail ‘alaihis salam menjawab, “Bila engkau menyembelihku aku akan
mendapakan mendapatkan Allah subhanahu wa ta’ala yang pasti lebih baik
daripada engkau. Mendapatkan surga yang lebih baik daripada dunia.” Kemudian
beliau melepas gamisnya dan berpesan agar diberikan kepada ibunya. Agar
melihatnya bila rindu kepada anaknya. Sebab tidak ada pertanda apa pun pada
ibunya untuk mengenang anaknya. Dan meminta supaya gamis Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam dijadikan kafannya. “Ikatlah kakiku, ikatlah tanganku. Baringkan
aku pada dahiku.”
فَلَمَّا
أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
“Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis
(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).” (QS. Ash Shaffat : 103)
Maka seperti
kambing yang akan disembelih, kaki diikat agar tidak berontak, tangan diikat
agar tidak melawan. Badan ditelungkupkan. Tangan kiri menggenggam rambut Ismail
‘alaihis salam, tangan kanan memgang pedang untuk menyembelih. Beliau
berkata, “Wahai Tuhanku, bila ini engkau perintahkan karena kemurkaanMu
sebab Ismail kadang terlintas dalam hatiku, dengan ini jauhkanlah kemurkaanMu.
Dan bila ini karena Engkau mengujiku, sukseskanlah aku dalam ujian ini.”
Beliau sayatkan pedang ke leher putranya. Malaikat langit menjerit. Kalimat
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mengoyak hati mereka. Andaikan Mina bisa
bersuara, tentulah ia akan berteriak menangis.
وَنَادَيْنَاهُ
أَن يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا
إِبْرَاهِيمُ
“Dan
Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan
mimpi itu , sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik.” (QS.
Ash Shaffat : 104-105)
“Bagus…bagus…
terbukti bahwa hatimu hanya untukKu bukan untuk yang lain.” Sukses dalam ujian.
Seperti ini ibu yang kita cari. Permata seperti inilah yang telah lama hilang.
Permata ini yang sedang kita cari. Barang kali terselip bisa diambil dijadikan
kalung yang menghias leher ummat. Bila anak dididik dalam pangkuan yang subur,
akan muncul lentera dan matahari hidayah.
Abdullah bin
Zubair radhiyallahu ‘anhu bersama delapan belas orang terjebak dalam
kepungan tiga ribu pasukan Hajjaj bin Yusuf. Beliau mendatangi ibunya, Asma
binti Abu Bakr radhiyallahu ‘anha. “Ibu, Hajjaj menawarkan perdamaian
padaku, bila aku terima, selamat nyawaku. Bagaimana nasehatmu?” Ibunya
menjawab, “Putraku, bila dengan peperangan ini, dunia yang kau cari,
binasalah dirimu dan kawan-kawanmu. Dan bila akhirat yang kau cari, jangan
terima perdamaian. Hidupmu adalah kemuliaan dan matimu pun kemuliaan.”
Beliau menjawab, “Ibu, memimpikan dunia pun sampai sekarang aku tidak
pernah, bagaimana mungkin aku mengangkat pedangku untuk dunia?” “Anakku,
ini adalah pertemuan terakhir kita.” Mereka berpelukan. Saat itu Asma radhiyallahu
‘anha merasakan ada besi di balik baju anaknya. “Anakku, apa ini?” “Aku
tidak mau setelah kematianku mereka mencincang tubuhku,” jawab beliau. Asma
radhiyallahu ‘anha berkata, “Bila kambing sudah disembelih, ia tidak
akan takut sakitnya dikuliti.” Ibu memberangkatkan anaknya menuju kematian.
Sang ibu sendiri yang melepas baju besi. Beliau berangkat. Dari pagi sampai
sore dengan pedang di kedua tangan beliau bertarung bersama delapan belas orang
menghadapi tiga ribu pasukan. Tidak ada musuh yang bisa mendekati mereka.
Menjelang Ashar, dari gunung Abu Qubais musuh membidikkan batu besar ke arah
beliau. Beliau jatuh tersungkur sambil membacakan sair, “Kami bukanlah kaum
yang menghiasi tumit dengan darah punggung kami. Tetapi kami adalah kaum
yang mewarnai cakar kami dengan darah dari dada kami.” Begitu besar batu
itu, Abdullah radhiyallahu ‘anhu jatuh tersungkur. “Wahai ibu, jangan
kau tangisi aku.” Seperti itu ibunya, begitulah anaknya.ibu seperi inilah
yang kita cari. Tapi itu pasti bukan ibu yang terbiasa denga nyanyian. Itu
pasti bukan ibu yang tanpa hijab berkeliaran di pasar. Pasti itu adalah ibu
yang selalu menutup rapat auratnya. Pasti itu adalah ibu yang selalu tinggal di
rumahnya sebagi putri Fathimah R.ha dan budak Rasulullah Saw. Kalaupun keluar
rumah, tiap langkahnya akan mendekatkannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menangisi kita bertahun-tahun lamanya. Kita malah
membinasakan diri dalam dunia. Di Arafah, lima jam beliau berdoa untuk ummat.
Duduk di atas onta yang tak kenal istirahat. Di bawah teriknya matahari bulan
April. Terkadang beliauangkat tangannya ke arah langit. Terkadang beliau
letakkan pada dada. Terkadang bila onta bergerak-gerak, satu tangan memgang
tali kekang. Bila sudah tenang kembali kedua tangan beliau angkat ke atas.
Beliau hanya berdoa untuk ummat saja. Buka untuk anak dan keturunan beliau.
Padahal beliau sudah mendengar kabar musibah yang akan menimpa keturunan
beliau. Beliau peluk cucu beliau Husain radhiyallahu ‘anhu dalam
pangkuan sambil menangis lama. Salman radhiyallahu ‘anhu yang melihat
kejadian itu bertanya. Beliau menjawab, “Baru saja Jibril ‘alaihis salam
mendatangiku dan memberi kabar bahwa cucuku ini akan dibunuh oleh ummatku.
Dinampakkan padaku bagaimana mereka menumpahkan darah.” Enam belas orang
keluarga Husain radhiyallahu ‘anhu dibantai dan dipotong-potong.
Ditambah lima orang saudara seayah beliau. Tujuh puluh dua kepala dipenggal.
Terakhir, Abdullah, anak kecil yang tidak berdosa pun dibunuh juga. Sedangkan
para wanita ditawan dibawa oleh pasukan ibnu Ziyad. Takala mereka melewati
kepala yang bertebaran, salah seorang berkata, “Wahai Muhammad, wahai
Muhammad, ini Husain dipenggal kepalanya, bertebaran anggota tubuhnya.
Keturunan laki-lakimu dibunuh. Dan putri-putrimu dijadikan tawanan.”
Mendengar itu, semuanya menangis. Musuh pun menangis. Pembantaian yang akan
menimpa keturunan beliau tahan. Tapi untuk ummat merengek-rengek beliau
memohon.
Rabiul Awwal
tiba. Saatnya beliau meninggalkan dunia. Datang malaikat Jibril ‘alaihis
salam berkata, “Ada satu malaikat lagi, besar, menunggu di luar. Belum
pernah datang sebelumnya, dan tidak akan datang lagi selamamnya. Malaikat maut
minta izin padamu untuk masuk.” Betapa tingginya derajat Nabi kita,
malaikat maut pun minta izin dulu sebelum masuk ke dalam rumahnya. “Masuklah,”
kata beliau. Izrail ‘alaihis salam berkata,”Ya Rasulullah, sejak aku
ditetapkan sebagai malaikat maut, ini pertama kali Allah berfirman
padaku, ‘Mintalah izin. Bila diizinkan masuklah. Bila tidak, kembalilah.
Tanyalah dulu, akan pergi atau akan tinggal. Bila memilih tinggal,
kembalilah.’” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya
kepada Jibril ‘alaihis salam, “Apa pendapatmu?” “Ya Rasulullah, Allah
subhanahu wa ta’ala rindu untuk bertemu denganmu.” “Benarkah? Tapi
aku tidak bisa pergi sebelum kuselesaikan urusan ummatku.” Jibril ‘alaihis
salam pergi, Izrail ‘alaihis salam diam menanti. Sebentar kemudian
datang dan berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa
ummatmu tidak akan dibiarkan sendirian.” “Sekarang, sudah tenang hatiku,” kata
beliau. Andaikan bukan karena jerih payah beliau, tentulah kita ini sudah
menjadi hewan yang berkeluiaran. Pahamilah, hargailah tangisan beliau untuk
ummatnya. Untuk keturunan beliau pun beliau tidak berdoa seperti itu.
Belaiu
bersabda kepada malakul maut, “ Lakukan tugasmu!” Jibril ‘alaihis salam
berteriak, “Ya Rasulullah, begitukah keputusanmu? Berarti, inilah
kali terakhirku datang ke dunia. Silsilah wahyu berakhir sudah.” Tatkala
Izrail ‘alaihis salam mulai mengambil ruh beliau, shahabat Ali radhiyallahu
‘anhu yang memegang tubuh beliau berkata, “Ya Rasulullah, tidak ada
kematian di dunia ini seperti kematianmu. Andaikan engkau tidak
memerintah kami untuk bersabar, tentulah kami akan tunjukkan pada dunia,
bagaimanakah menangis itu? Tentulah dunia akan melihat, seperti apakah yang
namanya bersedih.” Di akhir nafas, beliau berpesan kepada ummat, “Janganlah
ummatku meninggalkan shalat. Dan perhatikan hamba sahaya kalian.”
Hari ini berapa banyak wanita bertenbaran di pasar meninggalkan shalat?
Anak-anak muda nongkrong, berapa yang shalat? Dan pesan yang kedua, apa
maksudnya? Berbuat baiklah pada orang miskin, pada bawahan, pada para pembantu.
Mereka juga orang mukmin. Mereka pun punya keluarga. Punya anak. Punya ibu.
Jangan sampai karena kesalahan-kesalahan kecil kita berlaku kasar pada mereka.
Itulah pesan terakhir Nabi kita. Dan tatkala suara beliau makin lemah, beliau
bersabda, “Shalat, shalat, shalat. Allahumma ma’arrafiqil a’la.” Beliau
wafat. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu anha menjerit. Mendengarsuara jeritan
dari dalam rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terjadi
keributan di luar. Umar radhiyallahu ‘anhu segera menghunus pedangnya
dan berkata, “Awas, barangsiapa mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah wafat, kupenggal lehernya. Beliau hanya pergi
uintuk bermunajat kepada Allah sebagaimana Musa ‘alaihis salam bermunajat.
Beliau akan kembali.” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu datang, langsung
masuk ke dalam rumah dan membuka selimut Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Beliau cium kening beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
menangis sambil berkata, “Wahai Nabi, wahai Kekasih, wahai belahan jiwa.”
Dengan tenang beliau melangkah ke dalam masjid. “Duduk!” kata beliau
pada Umar radhiyallahu ‘anhu. Umar radhiyallahu ‘anhu dengan
tegas menolak, “Saya tidak akan duduk.” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
naik mimbar dan berkhutbah, “Wahai manusia, barangsiapa menyembah Muhammad
maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Allah, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Hidup dan Kekal. Lalu beliau bacakan firman
Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَا
مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ
أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى
عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul . Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran : 144)
Mendengar
itu, Umar radhiyallahu ‘anhu jatuh tersungkur. “Seolah ayat itu baru
hari itu diturunkan,” kata Umar radhiyallahu ‘anhu. Di hari berkabung
itu, tiba waktu Zhuhur Bilal radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan adzan.
Begitu sampai pada kata “Asyhadu anna Muhammadarrasulullah” suara
tersekat. Dua puluh kali diulang. Suara melemah. Madinah gemuruh dengan dengan
suara tangis. Para wanita tidak mampu menahan suara mereka. Begitu turun, Bilal
radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Mulai hari ini aku tidak akan
adzan lagi.”
Musafir yang
menangisi ummat telah pergi. Di saat kepergiannya pun ummatnya yang dipikirkan.
Dan setelah kematiannya pun ummatnya yang dipikirkan. Imam Al Atabiy, An Nawawi,
Ibnu Katsir meriwayatkan kisah: Al Atabiy berkata, “Takala aku duduk di
dekat kubur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seorang badui datang ke
kubur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan membaca ayat:
وَلَوْ
أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ
وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
“Sesungguhnya
Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun
kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka
mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’ : 64)
Aku datang
dengan memohon ampun atas dosaku dan meminta syafaat padamu pada Rabbku. Lalu
membaca bait sair:
يا
خيرَ من دُفنَت بالبقاع أعظُمُه … فطاب منْ طيبهنّ القاعُ
والأكَمُ
نَفْسي
الفداءُ لقبرٍ أنت ساكنُه … فيه العفافُ وفيه الجودُ والكرمُ
Wahai yang
dikubur di pelataran yang dengannya tanah menjadi berkah, lambah menjadi
berkah, dan gunung pun menjadi berkah.
Aku korbankan
diriku kubur yang engkau tempati, di situlah kedermawanan, di situlah
kemuliaan, di situlah keluhuran
Dua bait sair
ini tertulis di kubur beliau yang mulia hingga hari ini. Tambah dua bait lagi:
أنت
الشفيع الذي ترجى شفاعته … على الصراط إذا ما زلت القدم
وصاحباك
فلا أنساهما أبدا … مني السلام عليكم ما جرى القلم
Engkaulah
pemberi syafaat yang diharapkan syafaatnya di atas shirat tatkala telapak
kaki tergelincir
Juga kedua
sahabatmu tidak akan aku lupakan selamanya, salam dariku untuk kalian selama
qalam masih berjalan.”
Sair yang
sudah ratusan tahun ini abadi hingga hari ini. Lalu orang badui itu pergi dan
Imam Al Atabi tertidur. Beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang bersabda, “Kejar orang badui itu dan sampaikan
padanya bahwa Rabb telah mengampuni dosanya.” Setelah wafat pun masih
berjalan bantuan untuk ummatnya. Tidak adakah yang sadar? Tidak adakah yang
terguagah? Ini baru di dunia, lihatlah jauh ke depan. Tatkala semua orang
mengatakan nafsi …nafsi … (diriku…diriku…). Suami tidak ingat istri, istri
tidak ingat suami. Anak tidak ingat orang tua, ayah dan ibu tidak ingat anak.
Adam ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Idris ‘alaihis
salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Nuh ‘alaihis salam
berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Hud ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi
Shalih ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Yunus ‘alaihis
salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Musa ‘alaihis salam
berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Harun ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi
Yahya ‘alaihis salam berkata, “nafsi… nafsi.” Nabi Zakaria ‘alaihis
salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi ‘Isa ‘alaihis salam
berkata, “nafsi…nafsi.”
Tapi ada satu
pribadi yang berbeda dengan lainnya, yang berseru Ya Allah ummatku,
ummatku. Padahal semua Nabi memikirkan diri masing-masing. Ibu memikirkan diri
masing-masing. Nabi kita tetap setia memikirkan ummatnya. Maka mengapa kita
ingkari beliau? Mengapa kita khianati beliau? Mengapa kita durhakai? Tidak
adakah orang lainnya? Maka segeralah bertaubat, segeralah bertaubat. Sebenarnya
saya ingin berbicara singkat, tetapi pembicaraan menjadi panjang. Saya tidak
tahu kapan bertemu lagi dengan majma seperti ini? Orang mengatakan kita gila,
mondar-mandir meninggalkan keluarga. Bukan sembarang gila, tetapi kengerian
pemandangan akhirat membuat kita lupa. Membuat kita gila. Kengerian kematian
membuat kita melupakan segala kesusahan. Dan surga serta indahnya keadaan
setelah kematian telah membuat kita lupa pada masalah-masalah dunia.
Kita
inginkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan menyambut, “Wahai wanita
muslimah dari abad lima belas yang telah memperjuangkan perasaan malunya.
Tatkala para wanita hidup ala barat, berkeliaran di pasar-pasar, dan kalian
menjaga hijab kalian, bangkitlah bersama Fathimah putriku. Betapa indahnya saat
itu bila kita berhasil meminum air telaga kautsar yang diberikan dengan tangan
mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri. Tatkal
beliau memeluk ummatnya dari abad 1ima belas. Tidakkah itu menjadi cita-cita
kita? Bertaubatlah, bertaubatlah, berangkatkan segera para suami, ayah, anak,
saudara empat bulan empat puluh hari bersama jamaah. Dan ibu-ibu juga bentuk
jamaah keluar bersama suami, ayah, anak, saudara. Hidupkan amal agama di rumah.
Shalat, tilawah Al Quran, pendidikan anak secara Islami, menunaikan hak suami,
menunaikan hak istri. Meyiapkan makanan yang halal untuk keluarga. Keluar denga
hijab sempurna. Allah subhanahu wa ta’ala tidak melarang wanita keluar
rumah. Tetapi bila keluar hendaklah meniru putri Nabi Syu’aib ‘alaihis salam
yang memanggil Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah subhanahu wa ta’ala kisahkan
bahwa ia datang berjalan di atas rasa malu. Seolah-olah rasa malu itulah
kendaraan yang dinaikinya.
Ummu Salamah radhiyallahu
‘anhu bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah yang lebih utama antara
bidadari dan wanita yang masuk surga. Bidadari diciptakan dari kasturi, ambar
dan lain-lainnya. Sedangkan wanita dunia diciptakan dari lumpur dan air?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Wahai Ummu Salamah,
wanita mukminah yang masuk surga alebih utama daripada bidadari.” “Mengapa
wahai Rasulullah?” “Sebab shalat mereka, sebab puasa mereka, sebab ibadah
mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sebab kitab Allah subhanahu
wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan nur dariNya
pada wajah mereka. Kecantikan bidadari redup di depan mereka. Bidadari
tinggallah sebagi pemabntu mereka. Bidadari yang membantu mengangkat rambut
mereka. Ujung pakaian mereka menjuntai samapai tiga mil jauhnya. Tiga mil. Lama
saya berpikir tentang pakaian tiga mil ini. Akhirnya saya mengerti bahwa
pakaian penduduk surga terbuat dari cahaya. Sedangkan cahaya tidak ada berat
jenisnya. Tiga mil atau tiga ratus mil tidak akan terasa beratnya. Sekali pakai
seratus stel setiap stel berbeda corak dan warna. Dan setiap stel memiliki
pengaruh kecantikan pada wajah tersendiri. Allah berikan kecantikan pada mereka
sehingga suami istri berpandangan empat puluh tahun lamanya tidak ada bosannya.
Maka kita
taubat. Semuanya, laki-laki dan wanita taubat. Mengganti arah hidup kita. Kita
ini bukan jamaah, jamaah tabligh seperti yang dianggap orang. Kita ingin hidup
sesuai dengan kekasih kita. Bila untuk memasak saja kita perlu belajar, dan
kita mesti menyempatkan waktu untuk itu. Untuk hidup sesuai denga cara
Rasulullah Saw pun perlu diusahakan. Selain itu, kita punya tanggung
jawab untuk menyampaikan agama ke ujung-ujung dunia.Wanita tentukan satu bagian
dari rumahnya untuk tempat shalatnya. Laki-laki bagus shalat sunnat di sana.
Sedangkan shalat wajib di rumah. Satu waktu ditentukan utnuk taklim bersama-sama.
Saling pahami hak dan kewajiban suami istri. Jangan sampai karena kebodohan
akhirnya yang terjadi berlebihan. Suami melarang istri untik bertemu orang
tuanya. Atau orang tua istri merasa berat untuk melepaskan putrinya. Sehingga
setelah pernikahan malah musibah dan kesedihan yang didapati. Ini semua karena
kebodohan. Hiasi anak-anak dengan akhlak. Jangan merasa cukup menjadikan anak
sebagai dokter, insinyur, pejabat, pedagang. Sudahkah kita jadikan anak kita
sebagai manusia.
Ada orang
yang Allah subhanahu wa ta’ala pandang dengan sangat jijik seperti
jijiknya kita memandang kotoran manusia. Siapakah mereka? Orang yang merasa
gembira dengan mengadu domba. Dia sampaikan pembicaraan dari sana-sini sehingga
terjadi pertengkaran. Hidup adalah akhlak. Walaupun tinggal di rumah yang gelap
gulita maka akan nampak cahaya rembulan di sana. Dalam pernikahan jangan
jadikan harta sebagai ukuran. Jangan lihat berapa mahar yang mampu dia berikan,
apa profesinya, apa saja bingkisannya. Yang paling utama, bagaimana akhlaknya.
Jagalah tilawah Al Quran, tentukan waktu untuk berdzikir kepada Allah subhanahu
wa ta’ala.
Doa ………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar