CARA MENDATANGKAN NUSHRATULLAH (PERTOLONGAN ALLAH)
Ada
dua kiat menghadirkan nusrotullah (pertolongan Allah), karena tidak ada satupun
yang bisa kita selesaikan tanpa pertolongan Allah. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
menganjurkan kepada kita untuk memperbanyak dzikir bacaan “Laa Haula Walaa Quwwata Illaa Billaah” (tidak ada daya dan kekuatan
selain kekuatan Allah). Ini maksudnya apa ? Maksudnya adalah tidak ada satu
kekuatan kita untuk melakukan ketaatan ataupun menghindari kemaksiatan selain
dari pertolongan Allah subhanahu wa
ta’ala. Begitu pula kita sebagai hamba, yang sangat berhajat kepada
pertolongan Allah, diwajibkan atas kita membaca doa berikut sebanyak 17 kali
dalam satu hari “Iyyaakana Budu wa Iyyaaka
Nashta’iin” (KepadaMulah kami menyembah dan kepadaMulah kami memohon
pertolongan).
Allah
menjanjikan kepada siapa Nusrotullan / pertolongan Allah itu akan diberikan :
1.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ
تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad
: 7)
2.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ
اَخِيْهِ
“Allah akan menolong hamba-Nya selama ia mau
menolong saudaranya.” (HR. Imam Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu)
Ada
2 kerja yang bisa mendatangkan pertolongan Allah tersebut :
1. Membantu
Agama Allah
2. Membantu
Saudara Kita
Waktu
Ijtima’ di Pakistan, datanglah seorang pemain cricket yang terkenal diantara
Negara-negara Commonwealth (jajahan Ingris), namanya Imron. Pemain kaya karena
hasil olah raganya. Imran ini pergi menghadap Maulana Saad rahmatullah ‘alaih, sampai akhirnya ditasykil oleh Maulana Saad rahmatullah ‘alaih untuk pergi di jalan
Allah. Namun si pemain cricket ini mengatakan bahwa dia tidak punya waktu
dikarenakan kesibukannya. Sebaliknya dia mengatakan bahwa walaupun dia tidak
mempunyai waktu tapi dia sudah banyak menyisihkan hartanya di sedekahkan untuk
pembangunan mesjid, madrasah, dan panti asuhan yatim piatu, dan sebagainya.
Jadi dia merasa harta yang dia dapatkan sudah dia sisihkan untuk kebaikan ummat
Islam. Lalu apa jawabnya Maulana Saad rahmatullah
‘alaih : “Wahai Imron kamu sudah
berbuat membantu ummat Islam tapi kamu belum membantu agama Islam”
Ini
beda antara “Membantu ummat Islam”
dan “Membantu agama Islam”,
contohnya :
1. Panti
Asuhan Yatim Piatu ini dibangun untuk memelihara ummat Islam
2. Mesjid
dibuat bagus-bagus, pasang kipas, kasih karpet ini agar ummat Islam nyaman
ibadahnya. Padahal Mesjid Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam sendiri cuman terbuat dari pelepah kurma dan pasir tidak
ada kipas dan karpet. Sebenarnya tanpa mesjidpun kita bisa shalat. Di Sudan Mesjid
cuman dipatok dengan batu. Untuk apa ada mesjid ini untuk Ummat Islam.
3. Madrasah
dibangun agar bisa memberi kenyamanan bagi ummat Islam untuk belajar. Dijaman
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
mereka belajar dibawah-bahan pohon, karena tidak ada madrasah di jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Inilah
yang menjadi pertanyaan bagi Maulana saad rahmatullah
‘alaih : “Kamu memang sudah membantu
ummat Islam namun apa yang sudah kamu kerjakan untuk agama Islam ?”
Mendapatkan
pertanyaan seperti ini si Imron ini terkejut, karena baru kali ini ada ulama
yang bertanya seperti itu. Sekarang banyak orang yang sudah merasa membantu
agama Islam padahal belum, ini dikarenakan yang mereka lakukan adalah untuk
membantu ummat Islam, bukan agama Islam. Kita tidak boleh menafikan apa yang
orang sudah lakukan untuk ummat Islam, karena semuanya juga berpahala apa yang dilakukan.
Dari membangun mesjid, madrasah, panti asuhan, semuanya ini mendatangkan
pahala.
Namun
Janji Allah adalah :
…إِنْ
تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ…
“…jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya
Dia akan menolongmu…” (QS. Muhammad : 7)
Janji
Allah yang pertama ini adalah bagi yang membantu agama Allah baru Allah akan
bantu kita. Bagaimana membantu agama Allah ini adalah dengan dakwah yaitu
berangkat 3 hari, 40 hari, dan 4 bulan fisabilillah,
dengan harta dan diri sendiri.
Kita
berkumpul disini dari seluruh propinsi untuk memikirkan kepentingan dakwah atau
agama. Kita berkumpul disini tidak untuk bermusyawarah memikirkan bagaimana
membangun mesjid, ataupun membangun madrasah, ataupun membangun panti asuhan,
ataupun kita angkat senjata untuk membantu temen kita berperang disana, tidak
ini bukan tujuan kita bermusyawarah disini. Itu nanti musyawarah lain. Tapi
yang kita pikirkan disini adalah “Membantu
agama Allah” yaitu bagaimana agama wujud, agama dapat tersebar, dan
rombongan-rombongan dakwah dapat diberangkatkan.
Untuk
memahami ini jangankan kita diantara para sahabatpun juga terjadi perbedaan
yang cukup menyolok untuk memahami perkara ini. Terjadi perbedaan yang keras
antara satu orang sahabat melawan argument seluruh sahabat. Apalagi kita-kita
ini yang berusaha untuk memahami. Menjelang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia satu hari sebelumnya,
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
memberikan bayan hidayah kepada rombongan Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, untuk menghadapi tentara Romawi yang akan
menyerang kota Madinah. Berangkat petang itu juga, sebelumnya berkemah di
tempat namanya al Jurk. Namun beberapa hari kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Atas permintaan Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha, ibu daripada Usamah radhiyallahu ‘anhu, maka rombongan di
tarik balik untuk menghadiri pemakaman Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Setelah Khalifah baru diangkat 3 hari, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal,
terdengar kabar bahwa :
1. Pasukan
Romawi di perbatasan sudah siap untuk menyerang
2. Nabi
Palsu dengan bala tentaranya 40.000 orang juga akan menyerang Madinah.
3. Orang
Munafiq mulai menentang kebijakan-kebijakan yang ada
4. Orang
Yahudi mulai menghasut di dalam kota Madinah
5. Munculnya
banyak orang murtad sebanyak 100.000 orang (padahal ulama-ulama besar dan
sahabat-sahabat masih ada)
6. Orang
tidak mau membayar zakat
Apa
keputusan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
sebagai khalifah baru yaitu :
1. Rombongan
Usamah radhiyallahu ‘anhu segera
diberangkatkan untuk menghadapi Romawi
2. Menyiapkan
Rombongan Khalid bin Walid radhiyallahu
‘anhu dan Wahsyi radhiyallahu ‘anhu
untuk menghadapi Nabi palsu.
3. Memerintahkan
Umar radhiyallahu ‘anhu membawa
rombongan bergerak sekeliling Madinah
Sehingga
yang tertinggal hanya Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu sendiri di Madinah tanpa penjagaan. Para sahabat bingung, karena kok
aneh betul ini caranya. Pemikiran para sahabat radhiyallahu ‘anhum, kalau Madinah kosong, nanti bisa dibunuh istri-istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
bayi-bayi juga juga bisa dibunuh, serigala-serigala yang biasa datang di malam
hari bisa memakan bangkai-bangkai mereka nanti. Maka mereka semua tidak paham
perintah amirul mukminin, di otak mereka kita harus mempertahankan Madinah
bukan membahayakannya. Tapi apa kata Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, “Tidak,
saya tidak akan merubah daripada perintah Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, Usamah tetap harus berangkat.” Inilah perbedaan yang terjadi
diantara sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Mayoritas
sahabat radhiyallahu ‘anhum ini yakin
dengan hidupnya ummat Islam ini yaitu ummatnya dijaga, istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dijaga,
bayi-bayi penerus generasi dijaga, maka Islam akan mudah dikembangkan dan Islam
pasti akan terpelihara. Tapi Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu justru pemikirannya berbeda. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkeyakinan jika Islam ini di jaga maka ummat
islam akan terjaga, tetapi para Sahabat radhiyallahu
‘anhum berpikir jika ummat Islam dijaga maka Islam akan terpelihara.
Note dari Penulis :
Ketika
itu yang orang-orang fikirkan adalah keselamatan orang-orang islamnya, padahal
yang harus dirisaukan adalah bagaimana menyelamatkan agamanya terlebih dahulu.
Begitu pula yang dilakukan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ketika perang Badr, bahkan sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa
untuk kemenangan karena jika ummat Islam hancur di peperangan Badr ini maka
habislah Islam dari muka bumi. Inilah yang difikirkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yaitu mengirimkan
seluruh rombongan untuk menyelamatkan islam. Inilah perbedaan fikir yang
mencolok antara satu orang sahabat ini melawan fikir sahabat-sahabat yang lain.
Disini ada perbedaan pendapat diantara sahabat yang dapat menjadi pelajaran
bagi kita semuanya.
Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu
menyelesaikan masalah dengan menggunakan 2 prinsip :
1. Prinsip Taqwa :
Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata,“Saya tidak rela agama berkurang di jaman
kekhalifahan saya ini walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat di leher
hewan qurban.”
Takwa
ini maksudnya adalah Sempurna Amal. Jadi atas dasar prinsip ini, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak rela dijamannya
agama ini berkurang sedikitpun walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat
leher hewan korban. Fikirnya Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu ini adalah bagaimana agama dapat sempurna diamalkan oleh ummat Islam
ketika itu. Inilah prinsip yang digunakan untuk menghadapi orang-orang Islam
yang tidak mau membayar zakat. Jadi mereka diancam akan diberantas jika mereka
tidak mau membayar zakat.
2. Prinsip Tawakkal :
Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Keluarkan semua laki-laki untuk pergi di
jalan Allah. Nanti biar Allah yang menjaga Ummul Mukminin, keluarga nabi, bayi-bayi,
dan wanita-wanita di Madinah.”
Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu lebih rela
melihat keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam bahaya, dibanding harus melihat agama dalam bahaya. Jadi
bagi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu,
derajat Agama ini lebih utama dibanding keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan ummat Islam itu sendiri. Ini sama
dengan percakapan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dengan Malaikat Jibril ‘alaihis
salam. Ketika itu Jibril ‘alaihis
salam bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, ”Wahai Muhammad,
lebih mulia mana aku atau dirimu ?” Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Lebih mulia aku karena engkau diutus untuk aku.” Benar kata Jibril
‘alaihis salam, lalu Jibril ‘alaihis salam bertanya lagi, “Lebih mulia mana engkau atau agama Islam
?”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab, “Lebih mulia Islam, karena aku
ditus untuk Islam.” Agama lebih penting untuk diselamatkan dibandingkan
ummat itu sendiri. Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu, mengirimkan semua laki-laki keluar dijalan Allah dan berserah diri
kepada Allah atas keadaan di Madinah. Inilah tawakkalnya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Prinsip ini yang
digunakan untuk menghadapi orang murtad, nabi palsu, dan musuh Islam yang mau
menyerang Madinah dari luar.
Bahkan
Umar radhiyallahu ‘anhu yang terkenal
pemberani karena perbedaan pendapat ini, dimarahi oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. “Wahai Umar, kenapa
kamu menjadi seorang pemberani seperti ketika masih kafir dan sekarang setelah
dalam islam kamu menjadi seperti seorang pengecut.” Maka digebuk umar oleh Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu. Jika Umar radhiyallahu ‘anhu seorang pemberani
berpikir seperti seorang pengecut bagaimana jadinya dengan yang lain, akan
makin banyak pengecut-pengecut yang lain.
Note Mubayin :
Percuma
jadi karkun, sebelum jadi karkun kelihatan berani, tapi setelah jadi karkun
lebih banyak pembenarannya : “Kita harus
hikmah” katanya. Ini pengecut namanya.
Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu marah ketika
itu, melihat Umar radhiyallahu ‘anhu “Apa kamu ini Umar pemberani dijaman Jahiliah
tetapi pengecut dijaman Islam”. Jika Umar radhiyallahu ‘anhu seperti ini bagaimana sahabat-sahabat radhiyallahu ‘anhum yang lain
menyikapinya. Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu tidak ingin Umar radhiyallahu
‘anhu menjadi seorang pengecut. Serasa digampar ketika itu Umar radhiyallahu ‘anhu oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Namun karena
tempelengan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
ini berdasarkan Taqwa, tiba-tiba terhenyak Umar radhiyallahu ‘anhu seperti orang baru terjaga dari mimpi. Umar radhiyallahu ‘anhu dari tempelengan
tersebut seakan-akan melihat cahaya, Umar radhiyallahu
‘anhu tersentak dan berkata,“benar engkau wahai Abu Bakar”,
langsung pergi dia dengan rombongannya.
Ketika
Islam dijaga, maka pertolongan Allah akan datang :
1. Pasukan
Romawi mengundurkan diri
2. Nabi
palsu bisa dibunuh oleh Wahsyi radhiyallahu
‘anhu (dengan lembing yang sama membunuh paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Hamzah radhiyallahu ‘anhu) ketika itu Wahsyi sujud syukur karena bisa
membayar dosa dengan lembing yang sama.
Begitulah
Wahsyi radhiyallahu ‘anhu dengan
kebanggaan dapat membayar dengan lembing yang sama membunuh orang yang paling
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
cintai yaitu Hamzah radhiyallahu ‘anhu,
dia juga membunuh orang yang dibenci Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yaitu Nabi Palsu, Musailamah Al Kadzab laknatullah alaih. Maka kita juga harus
seperti itu, dulu sebelum jadi karkun/pekerja agama suka main judi dan
mabuk-mabukan, maka setelah jadi karkun kita datang ke tempat yang sama ajak
teman-teman yang dulu kepada Allah. Kita harus berani dan dan bangga seperti Wahsyi
radhiyallahu ‘anhu menebus
kesalahannya yang dulu. Jangan seperti orang yang dulu berani sebelum ikut
dakwah, kelahi dimana-mana buat kebathilan, sekarang setelah jadi karkun malah
loyo alasannya “Hikmah”. Ini percuma jadi karkun.
Jadi
ketika Pasukan Usamah radhiyallahu ‘anhu berangkat
untuk menghadang, rombongan Khalid radhiyallahu
‘anhu dan Wahsyi radhiyallahu ‘anhu juga
berangkat, lalu rombongan Umar radhiyallahu
‘anhu keliling Madinah, apa yang terjadi ? Pasukan Romawi ketakutan, mereka
berpikir andaikata sedemikian banyak rombongan yang diberangkatkan berarti yang
didalam kota Madinah lebih banyak lagi. Akhirnya pasukan Romawi tidak berani
menyerang Madinah.
Catatan
Penulis :
Disinilah
terdapat 2 perbedaan pemikiran yang menyangkut kepada masalah keimanan. Dimana
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yakin
jika semua pergi di jalan Allah, maka nanti Allah akan selesaikan semua masalah
: orang murtad, nabi palsu, yang tidak mau bayar zakat, dan pasukan Romawi yang
sudah siap menyerang. Hanya dalam waktu tempo beberapa hari saja setelah semua
pergi di jalan Allah akhirnya masalah terselesaikan : Madinah tetap aman,
100.000 orang murtad masuk Islam lagi, orang membayar zakat lagi, Nabi palsu
dapat ditumpas, dan Pasukan Romawi mundur. Jadi risaunya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ini adalah Islamnya
atau Agamanya dulu, bukan orang-orang Islamnya.
Hari
ini ada pemikiran seperti yang terjadi ketika sahabat berbeda pendapat dahulu.
Sekarang kebanyakan kita ini risaunya adalah orang-orang islamnya, seperti
orang Islam ada yang dibunuh, diperkosa, diperangi, hak-haknya dirampas,
kekurangan makan, miskin keadaannya, pengungsi-pengungsi, ini boleh saja.
Tetapi seharusnya yang lebih penting lagi adalah risau atas Islamnya. Akibat Islamnya
tidak dijaga, sehingga Allah tidak menjaga ummat Islam. Ini karena Islam itu
sendiri sudah diacuhkan oleh orang Islam.
Kita
lihat hari ini orang Islam kebanyakan tidak shalat, mesjid kosong. Shalat
berjamaah di masjid sudah tidak diacuhkan oleh ummat saat ini. Lalu
sunnah-sunnah Rasullullah shallallahu
‘alaihi wasallam sudah ditinggalkan oleh orang Islam, bahkan dianggap aneh
bagi yang mengamalkannya. Kehidupan orang Islam sudah seperti kehidupan orang Yahudi
dan Nasrani, tidak ada bedanya dengan cara-cara atau kehidupan orang kafir,
sulit dibedakan mana yang beriman dan mana yang kafir. Semua kehidupan sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
sudah ditinggalkan oleh ummat Islam itu sendiri. Tetapi begitu terjadi musibah,
semua orang berpikir sama, “Apa dosa saya
? Kenapa ini bisa terjadi, musibah seperti ini ? Kenapa Allah tidak tolong kita
?”. Ummat Islam diusir, dibunuh, dijajah, diperkosa hak-haknya, tetapi
fikirnya hanya diri mereka sendiri saja (“Apa
dosa saya ?”). Padahal jemaah-jemaah dakwah sudah datang mengajak kepada
sunnah, kembali kepada amal Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, amalkan Islam, taat pada perintah Allah. Walaupun
perkara-perkara ini sudah didengar berkali-kali, tetapi tetap saja sama tidak
ada peningkatan amal. Ditasykil, diminta untuk keluar di jalan Allah tidak mau,
maka itulah akibatnya, musibah banyak datang. Tetapi fikirnya “Apa dosa saya ?”. Islamnya sudah kita
tinggalin, kita acuhkan, tetapi ketika musibah tiba-tiba datang tidak terpikir
amal-amal kita yang buruk, bahkan bertanya, “Kenapa
Allah tinggalkan kita ? kenapa Allah tidak tolong kita ?”
Inilah
perbedaan antara pergerakan kita dengan pergerakan-pergerakan lainnya. Gerak
kita ini adalah gerakan untuk membantu agama Allah. Sedangkan
organisasi-organisasi dunia ini kita tidak boleh menafikan perjuangan mereka.
Mereka juga bergerak memberikan manfaat untuk membantu ummat Islam, sedangkan
kita bergerak untuk membantu agama Islam. Kita harus yakin ketika Islam kita
bantu untuk ditegakkan maka ummat Islam akan dijaga oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Inilah
maksud kedatangan kita kemari dari seluruh propinsi yaitu kita bermusyawarah
bagaimana membantu agama Allah :
1. Kita
duduk disini untuk berfikir bersama-sama bagaimana mengeluarkan rombongan
sebanyak-banyaknya untuk membantu agama Allah. Kita dengar kargozary, kita
bentangkan takazanya, lalu kita siapkan diri kita untuk ambil bagian.
Pertolongan Allah akan datang kepada saya ketika saya bantu agama Allah, maka
saya keluar berangkat.
2. Kita
berfikir dan bermusyawarah bagaimana kita membantu saudara kita. Apa yang kita
bantu ? keperluan dan kebutuhannya itu baik, tapi yang penting bagaimana kita
bisa bantu dia mendekatkan diri kepada Allah. Syekh Abdul Wahab, Masyeikh
Pakistan, katakan : ”Orang yang cinta
kepada Allah tapi dia tidak mau membantu saudaranya untuk cinta kepada Allah,
dan mengusahakan agar bagaimana Allah cinta pada saudaranya tersebut, maka
Allah tidak akan cinta kepada dia. Walaupun orang ini adalah seorang ahli
dzikir dan ahli ibadah”
Contoh
:
Untuk
itu kita bantu saudara kita dari daerah-daerah lain. Alhamdullillah saat ini
makasar sedang mengalami peningkatan dan kemajuan dalam amalan Dakwah. Justru
kalau kawan-kawan di Makasar hanya berpikir untuk daerahnya saja maka Allah
tidak akan bantu. Di Manado begitu juga sedang mengalami kemajuan, kalo hanya
memikirkan daerah saja tidak mau memikirkan daerah lain, maka pertolongan Allah
tidak akan datang ke Menado. Justru Allah akan bantu suatu propinsi jika
propinsi itu membantu daripada kerja agama di propinsi yang lain. Allah akan
bantu saya kalau saya bantu saudara saya, maka saya akan bantu saudara saya.
Begitu juga mengenai mushalla saya. Saya ingin mushola saya makmur, maka kita
harus bantu mushalla-mushalla disekitar tempat saya. Ketika kita dan orang-orang
maqomi ditempat kita memikirkan bagaimana memakmurkan mushalla-mushalla
disekitar maqomi kita untuk hidup 5 amalan dan keluar 3 hari ataupun 40 hari,
maka Allah akan bantu memakmurkan mushalla kita. Begitu juga dengan negara
kita, kalu kita ingin maqomi di Indonesia ini maju maka kita harus memikirkan
dan mengirimkan rombongan ke negara lain, maka nanti Allah akan bantu maqomi di
negara Indonesia ini.
Allah
berjanji dalam Al Quran :
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ
وَأَنتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ
وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali
tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (wahai Nabi) berada di antara mereka.
Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al Anfal : 33)
1. Tidak
akan disiksa selama masih ada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam diantara mereka penduduk tempatan
2. Tidak
akan disiksa selama mereka masih ada istighfar
Jadi
Allah tidak akan mengirimkan bala, musibah, bencana kepada suatu kaum selama
masih ada Rasul ditengah-tengah mereka, atau mereka mau mengucapkan istighfar.
Kekuatan yang bisa mengantisapasi bala dan musibah jika ada orang-orang
tertentu yang mumpunyai kedekatan khusus dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Cukup dengan doa mereka bisa mendatangkan
hujan, menghancurkan suatu wilayah, dan lain-lain. Namun ini hanya orang-rang
tertentu saja, pribadi-pribadi perorangan, seperti para Anbiya ‘alaihimush shalatu wassalam dan para
Waliullah, sedikit sekali. Namun secara umum untuk hamba Allah berikan kekuatan
kerja yaitu istighfar, inipun juga mampu menahan Bala atau Musibah yang akan
turun. Istighfar ummat ini, tobat yang utama, di dalam Al Quran dijelaskan
adalah tobat ketika meninggalkan kerja dakwah.
Beberapa
orang datang ke Syaikh Maulana Ilyas rahmatullah
‘alaih, mereka berkata kepada Maulana Ilyas, “Syaikh antum ini wali.” Ini asbab hebatnya kerja dan gerak beliau
dalam Dakwah. Namun apa kata Maulana Ilyas rahmatullah
‘alaih, “Bukan, saya ini bukan wali,
tetapi yang wali itu adalah kerja dakwah ini.” Jadi Maulana Ilyas tidak
ingin membawa ummat ini kepada pengkultusan, tetapi lebih ingin mengarahkan ummat
ini kepada kerja dakwah. Kita tidak menafikan adanya orang-orang tertentu yang
mempunyai level kedekatan dengan Allah seperti para Aulia, tetapi ini sedikit
sekali, tidak semua orang bisa mencapai level ketaatan seperti itu. Itulah
namanya orang-orang pilihan Allah. Namun untuk yang secara umum agar ummat ini
dapat menjadi dekat dengan Allah, maka Allah berikan ummat ini kerja dakwah
yang bisa membuat ummat ini diwalikan semua oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Di dalam tarekat-tarekat, mereka mempunyai
mursyid yang mempunyai kelebihan-kelebihan tersendiri dalam doa. Namun dalam
kerja dakwah ini tidak ada yang seperti itu, yang paling utama dalam kerja
dakwah ini adalah kerja itu sendiri.
Satu
rombongan didalamnya ada ulama, hafidz quran, yang didalamnya ada mantan
perampok, pemabok, dan penjudi. Ketika keluar semuanya pakai sorban dan gamis.
Ketika sampai di Madura, semuanya dipeluk orang, diciumin tangannya. Si ulama
ketika makan dapat ayam panggang, maka si preman yang satu rombongan tadi dapat
juga. Kenapa mereka sama-sama dimuliakan padahal yang satu ulama dan yang satu
lagi preman ? Ini asbab kerja dakwah, di dalam kerja ini mereka di muliakan.
Bukan karena pribadi-pribadi mereka, kalau karena pribadi na’udzubillah pribadi
si preman. Tetapi asbab kerja dakwah inilah ada preman dimuliakan. Sebaliknya
jika datang masyeikh kita, misalnya Maulana Saad, ke jakarta untuk urusan
dunia, bisnis misalnya, beli batu bara. Kira-kira apakah mereka akan mendapat
perlakuan yang sama ? tidak mungkin. Jadi dalam kerja ini bukan pribadinya yang
dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala,
tetapi kerjanya dalam dakwah. Kalau kita letakkan diri kita ini dalam kerja
dakwah, maka kita akan di muliakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Namun jika kita lepas dari kerja ini maka
tidak ada kemuliaan.
Meiji
Mehrob, masyeikh Pakistan, almarhum, pernah berkata kepada orang-orang ketika
di jalan Allah, “Kalian tahu di
Nizamuddin itu ada seorang wali, kalian datang kesana dan minta doa kepada
dia.” Ini karena di daerah tersebut pengkultusan terhadap seorang wali
untuk minta air agar di doakan dan diberi kesembuhan dan keberkahan suatu hal
yang biasa. Singkat cerita puluhan orang tertasykil untuk datang ke Markaz Nizamuddin
bertemu syekh Ilyas. Sampai di Nizamuddin, melihat orang-orang datang, yang
dipikir syekh Ilyas untuk berangkat fisabilillah. Ternyata setelah ditafakkud
oleh syekh Ilyas, para tasykilan Meiji Mehrob ini hanya terseyum dan tertawa
kecil saja, karena tujuan mereka datang untuk minta doa saja kepada syekh
Ilyas. Mendengar hal ini seperti Syekh Ilyas marah lalu memanggil Meiji Mehrob.
Syekh Ilyas berkata kepada Meiji Mehrob, “Kamu
ini telah merusak kerja dakwah pada hari ini, kamu telah mengarahkan mahluk
kepada mahluk.” Jadi arahkan orang-orang ini kepada kerja bukan kepada
pribadi-pribadi.
Contoh
: “Mari pak kita ke Banjarmasin, disana
ada ustadz Luthfi, itu pembesar dakwah.” Atau “Mari pak kita ke Temboro, disana ada Kyai Udzairon, itu pembesar
dakwah”. Ini yang mentasykil orang dengan cara seperti ini adalah
pengrusak-pengrusak dakwah.
Kita
tidak mentasykil orang kepada pribadi tetapi pada kerja, apalagi jadi jurkam,
ini lebih goblok lagi. Mentasykil kepada ulama dan orang shaleh aja tidak boleh
dalam kerja ini apalagi dalam pribadi-pribadi lain daripada itu.
Syekh
Ilyas katakan azas kerja dakwah ini ada 3 :
1. Ikhlas
2. Ijtimaiyat
3. Musyawarah
Jika
kita jaga asas ini ada dalam diri kita maka Allah akan pelihara kita. Jadi
orang yang kerja karena keikhlasan ini enak. Kenapa ini karena Ikhlas. Apa itu
ikhlas ? ketika dipuji dia tidak bangga dan ketika dihina dia tidak kecil hati.
Dulu waktu awal kerja dakwah ini yang datang ke markaz hanya 10 orang. Sehingga
pada waktu itu semangat untuk mentasykil orang masih terjaga. Ujian keikhlasan
mulai datang ketika orang berbondong-bondong ambil bagian dalam kerja dakwah
ini. Sekarang di malam markaz yang hadir sekitar 3000 orang. Maka asbab
banyaknya orang yang hadir, sekarang orang ke markaz ada yang mau cari calon
mertua, ada yang mau jual topi, ada yang buka travel, dan lain-lain. Orang
ikhlas ini terjaga, jika dia terjaga maka kerja inipun akan terjaga. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
yang artinya : “sesuatu yang diniatkan
karena Allah akan berlanjut (tersambung terus dan tidak akan terputus) dan sesuatu yang dikerjakan karena selain
Allah maka akan terputus (lepas begitu saja).”
Kekuatan
dalam kerja dakwah ini bukan terletak pada pribadinya tetapi pada ijtimaiyat
(bersama-sama). Contoh : Lidi ini terbuat dari pelepah kelapa bukan dari emas.
Namun jika lidi ini bersatu bisa memberikan manfaat, seperti membersihkan.
Namun jika lidi ini dari emas tapi tidak bersatu, kira-kira bisa nggak
membersihkan ruangan yang kotor ? tidak mungkin. Walaupun kita kasih satu
minggu untuk bersihkan ruangan tidak akan bisa. Walaupun lidi ini dari pelepah
kelapa tapi karena bersatu bersama-sama maka dalam satu jam ruangan ini bisa
dibersihkan.
Dalam
falsafah Fiqih, air ini ada 3 macam :
1. Air
Mutlak : air yang suci dan mensucikan, bisa untuk diminum dan untuk wudhu
2. Air
Musta’mal : air kurang dari 2 Qulah/216 Ltr, suci, bisa diminum tapi tidak bisa
untuk wudhu
3. Air
Mutannajis : air kena najis atau kena kotoran, tidak bisa diminum, dan tidak
suci.
Air
yang kena percikan wudhu ini jadi musta’mal, jika kena kotoran jadi mutannajis.
Namun jika air musta’mal ini dikumpulkan dalam jumlah besar hingga melebihi dua
qullah, sehingga air musta’mal ini menjadi air mutlak kembali. Bahkan air
mutlak jika cuman satu gelas maka untuk kebersihan paling hanya bisa digunakan
untuk kencing saja, tetapi jika untuk membersihkan ketika buang air besar tidak
cukup. Musta’mal jika dikumpulin dalam jumlah besar maka bisa digunakan untuk
membersihkan sekian banyak kotoran. Bahkan air mutannajis satu ember
dikencingin anaknya, mau dibuang nggak ada air lagi, diminum juga gak bisa.
Akhirnya orang ini membawa air ini ke bak yang besar melebihi dua qullah
dituangkan lalu diambil lagi satu ember, maka air ini jadi apa ? air tersebut
jadi mutlak lagi. Bahkan ketika air musta’mal ini digabungkan dalam jumlah
besar dipakai mandi dicempulingin santri-santripun masih mutlak jatuhnya.
Air
mutlak satu gelas ini seperti satu orang hafidz atau ustadz, hafal
hadits-hadits, tapi karena dia bergerak sendirian, untuk bisa menyadarkan satu
orang bencong aja, atau pemabuk, atau penjudi, ini susah. Beda dengan kita-kita
ini yang musta’mal, kadang-kadang siwak nabi, lain waktu pakai siwak Fir’aun
(rokok), kadang-kadang baca Quran, tapi lain waktu kebanyakan baca koran,
seperti musta’mal. Namun jika yang musta’mal ini dikumpulkan bersama-sama
secara Ijtimaiyat, maka hasilnya bisa dahsyat.
Suatu
ketika Maulana Yusuf diejek-ejek ulama-ulama, “Maulana kenapa kerja dakwah ini banyak melibatkan orang-orang bodoh,
mantan penjahat, dan mantan ahli maksiat.” Lalu Maulana Ilyas tantang ulama
ini, “Tuan disitu ada bencong dan pemabuk
lagi kumpul-kumpul coba kamu ajak ke mesjid.” Ketika ulama ini datangin
mereka, responnya hanya tertawa terkekeh kekeh saja orang-orang itu. Intinya
ulama ini gagal mengajak mereka ke mesjid. Lalu Maulana Yusuf panggil rombongan
khuruj kumpulan orang-orang mewat yang musta’mal ini untuk mentasykil
tongkrongan bencong-bencong dan pemabuk ini ke mesjid. Apa yang terjadi ?
ternyata setelah di targhib mereka semua yang ditongkrongan itu berangkat masuk
mesjid. Baru ulama ini faham tentang faedah orang-orang musta’mal ini jika
berkumpul dalam rombongan dakwah. Bahkan diantara kita ada yang mutannajis,
mungkin dulunya ada yang pernah membunuh, namun karena bergabung bisa
membersihkan daripada teman-temannya yang lain. Ada rombongan diminta untuk
mentasykil tongkrongan penjudi, sampai disana langsung dipeluk, targhib
sebentar semuanya akhirnya masuk mesjid. Bahkan yang mutannajis bisa juga
memberikan manfaat jika bergabung. Ini pentingnya Ijtimaiyat.
Sama
seperti daun, jika daun ada hubungan dengan ranting, ranting berhubungan dengan
cabang, lalu cabang berhubungan dengan batang, dan batang berhubungan dengan
akar, dan akar berhubungan tanah, maka walaupun matahari yang menyinari daun
tidak akan layu, kena angin tidak akan jatuh, kena air jadi bersih. Ini karena
apa ? karena ada hubungan ijtimaiyat. Namun jika daun ini terpisah dari
ijtimaiyat, terputus dari ranting, batang, akar, dan tanah, maka kena matahari
akan jadi layu, kena angin jadi terbang, kena air hujan jadi busuk. Kalau
pribadi-pribadi per orangan ini punya hubungan dengan mahalah tiap hari, lalu
dari mahalah aktif di halaqoh, dari halaqoh hadir di malam markaz, dan malam
ijtimaiyat lainnya seperti musyawarah propinsi, musyawarah indonesia, lalu dia
hadir di musyawarah Indonesia tiap 2 tahun di Nizamuddin, bahkan kalu dia ada rejeki
dia juga hadir di haji kumpul bersama masyeikh tiap 2 tahunnya. Walaupun ada
hujan, matahari panas, akan tetap kuat dia selama dalam ijtimaiyat. Namun jika
dia bergerak sendiri-sendiri, bahkan jadi jurkam, maka akan kacau dan rusak
dia.
Musyawarah,
yang terakhir. Kita jauh-jauh kemari untuk musyawarah. Banyak orang hadir dalam
ijtimaiyat, hadir dalam musyawarah Temboro, hadir di markaz, tapi tidak mau
musyawarah, gerak sendiri, ini rusak. Justru dengan musyawarah akan membuat dia
kuat. Keberhasilan dalam musyawarah bukan karena usulnya diterima, bukan,
tetapi keberhasilan dalam musyawarah ketika kita mau menerima keputusan dari
musyawarah. Dalam gerakan lain partai-partai berhasil ketika usulnya diterima,
tetapi di gerakan kita tidak seperti itu, melainkan ketika kita siap menerima
daripada hasil keputusan musyawarah. Ketika kita bermusyawarah dengan Masyaikh
kita, Maulana Ahmad Lath beliau katakan untuk menjaga keutuhan markaz dalam
setiap musyawarah hilangkan tiga perkara dalam diri kita di setiap markaz :
1.
Keluarkan Ghoirullah dari hati kita contoh : gubernur atau presiden datang ke
markaz, silahkan kita terima dan kita harus senang. Tapi kalau gubernur atau
presiden pelukannya masuk hati ini kacau. Begitu juga Jibril datang, senang
kita tapi jibril masuk hati ini kacau. Jangan ada perasaan takut dalam hati
kita. Sekalipun itu jin ifrit, ataupun preman sekalipun silahkan saja datang,
asal jangan sampai masuk hati. Suatu ketika seorang preman datang hendak mau
membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
kemudian Umar radhiyallahu’anhu tangkap
preman itu dan bahkan sudah hampir mau dibunuh oleh Umar radhiyallahu’anhu, tapi apa kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Umar
lepaskan dia, dekatkan dia kepada saya.” Asbab ini si preman tadi masuk Islam.
Jadi jangan ada perasaan takut ataupun kesan di hati kita.
2.
Hilangkan kepentingan pribadi dalam dakwah, yang ada kepentingan Ijtimaiyat. Contoh
: musyawarah kepindahan markaz, dalam musyawarah si fulan menolak dengan alasan
markaz sekarang berkah kalu pindah bisa menghilangkan keberkahan. Namun
masalahnya bukan karena markaznya tapi dia punya kepentingan tokonya ada
disebelah markaz yang sekarang, kalau pindah bisa bankrut tokonya. Ini kacau
namanya. Begitu juga sebaliknya mendukung kepindahan markaz karena di markaz
yang baru tokonya udah siap berdiri. Ini namanya konflik kepentingan, ini bisa
mengacaukan.
3.
Hilangkan su’udzon setelah selesai musyawarah. Ketika sudah diputuskan
dalam musyawarah kita jaga husnudzon, kita terima semua hasil keputusan
musyawarah dengan baik. Insya Allah jika ketiga perkara ini ada Allah akan
pelihara kita dalam kerja ini.
Demikian
yang harus kita lakuan disini, bahwa kita berniat bermusyawarah secara
Ijtimaiyat untuk kepentingan agama Islam. Bagaimana kehadiran kita disini dapat
membantu agama Islam. Insya Allah kita niat amalkan. 4 bulan di jalan
Allah…..Sedia, Insya Allah 4 bln?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar