Pages

Jumat, 02 Oktober 2015

222. SEJARAH HAJI

Berangkat dari adanya beberapa ayat yang berbicara tentang haji menggunakan kata al-nas. Lihat saja misalnya pada surat al-hajj ayat 27 yang artinya, kumandangkanlah (umumkanlah) kepada manusia agar mereka melaksanakan ibadah haji. Demikian juga pada surah Ali Imran ayat 96, sesungguhnya rumah pertama yang dibangun untuk manusia (al-nas) adalah Bakkah (Ka’bah) yang diberkati.
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al Hajj : 27)
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.(QS. Ali Imran : 96)
Secara sederhana ayat di atas bermakna, rumah pertama yang dibangun untuk manusia adalah bakkah (Ka’bah) yang diberkati. Dengan kata lain, Ka’bah sebenarnya sudah dibangun sejak masa Nabi Adam. Oleh Al Quran, Ibrahim ‘alaihis salam bertugas mengangkatnya kembali (lihat surat Al-Baqarah:127), sampai akhirnya nanti, didirikan oleh bangsa Arab yang dipimpin oleh nabi Muhammad (ingat peristiwa Hajar aswad yang hampir menimbulkan pertumpahan darah).
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖإِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Isma'il (seraya berdo'a): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Al Baqarah : 127)
Ritual haji sarat dengan nilai-nilai universal. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sewaktu melaksanakan hajinya, yang pertama sekaligus yang terakhir, sempat berkhutbah di Ghadir Khum, yang belakangan oleh ahli sejarah dikenal dengan sebutan khutbah haji wada (khutbah haji perpisahan).Yang menarik adalah, isi pesan tersebut juga mengandung nilai-nilai universal, seperti berlaku adil, menghargai wanita, menghormati kehidupan, dan sebagainya.
Kedua, lanjutan yang pertama, ibadah haji dapat dimaknai sebagai perjalanan kesejarahan.Kendati ibadah haji adalah perjalanan dari profan (materi-dunia) ke sakral (ruhani dan spiritual), namun dimensi tarikhiyyahnya (kesejarahannya) juga sangat jelas. Nama-nama tempat seperti Madinah, Jabal Uhud, Bir Ali, Makkah, Arafah, Muzdalifah, Mina, shafa dan marwa, dan tempat lainnya, bukanlah sekedar nama untuk menunjukkan suatu tempat. Dibalik nama-nama itu ada peristiwa penting yang ikut menentukan perjalanan Islam sampai saat ini.
Kita harus memulai wacana tentang ibadah haji dari pribadi agung yang pertama kali mengajarkannya, yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (`alayhi s-salam, semoga kedamaian bagi beliau), nenek moyang bangsa Arab dan Ibrani, serta bapak dari tiga agama monoteis: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Dengan asumsi bahwa sepertiga penduduk bumi sekarang adalah Kristiani, seperlimanya adalah Muslim, dan sepertigaratusnya adalah Yahudi, tokoh yang mengajarkan ibadah haji tersebut ternyata dihormati oleh lebih dari separoh penghuni planet ini, dengan sebutan yang bervariasi: Abrahem, Abraham, Ibrahim, dan mempunyai julukan sangat mesra: Sahabat Tuhan (Khalilu l-Lah; Khafer Elohim; Amigo Dei; Friend of God).
Dalam Kitab Alquran, nama Nabi Ibrahim ‘alaihis salam disebutkan 69 kali yang tersebar dalam 25 Surat dan merupakan peringkat kedua terbanyak disebutkan sesudah Nabi Musa ‘alaihis salam Berdasarkan informasi Alquran, ditambah dengan informasi dari Bereshith (Genesis), Kitab Taurat yang pertama, kita dapat menelusuri riwayat hidup Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau lahir dan dibesarkan di negeri Ur, tanah Kaldea, daerah muara Sungai Efrat (Irak sekarang) sekitar empat ribu tahun yang silam. Meskipun hidup di lingkungan masyarakat Mesopotamia yang menyembah benda-benda langit, Ibrahim sejak muda remaja telah memiliki sifat hanif, yaitu cenderung kepada kebenaran adanya Satu Tuhan. Sebagaimana diterangkan dalam Alquran Surat Al-An`am 74-83, Nabi Ibrahim menolak penyembahan bintang, bulan dan matahari, serta mendambakan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ  وَكَذَ‌ٰلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ  فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَىٰ كَوْكَبًا ۖ قَالَ هَـٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَـٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ  فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَـٰذَا رَبِّي هَـٰذَا أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ  إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ  وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ ۚ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ ۚ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَن يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا ۗ وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا ۗأَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ  وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُم بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا ۚ فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ  الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَـٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ  وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَىٰ قَوْمِهِ ۚ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَّن نَّشَاءُ ۗإِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar : "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?" Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.(QS. Al An’am : 74-83)
Tuhan dalam bahasa Mesopotamia disebut El atau Il (nama negeri Babel atau Babil berarti Pintu Tuhan). Anak keturunan Ibrahim kelak, yaitu bangsa Ibrani dan bangsa Arab, memodifikasi nama ini dengan penambahan huruf Ha (Dia), masing-masing menjadi Eloh dan Ilah. Nama yang terakhir ini kemudian diberi kata sandang (artikel definit) Al-, menjadi Al-Ilah atau Allah. Akan tetapi El dan Il sebagai nama Tuhan masih dijumpai dalam bahasa Ibrani dan Arab pada nama-nama Gabriel (Jibril), Michael (Mikail), Yishma`el (Isma`il), Yisrael (Israil), dan sebagainya.
Perlu diketahui bahwa masyarakat Mesopotamia memakai sistem bilangan dasar enam. Merekalah yang mewariskan kepada kita pembagian lingkaran menjadi 360 derajat, pembagian satu hari menjadi 24 jam, satu jam menjadi 60 menit, dan satu menit menjadi 60 detik. Sistem ini menjadikan bilangan tujuh sebagai sesuatu yang istimewa. Bilangan 60 habis dibagi 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, tetapi tidak habis dibagi tujuh. Itulah sebabnya satu minggu harus tujuh hari, dan sesuatu yang maksimal harus dinyatakan dalam jumlah tujuh. Oleh karena Allah berkomunikasi melalui wahyu-Nya dalam bahasa Nabi yang bersangkutan, maka manasik (tatacara) haji yang disyari`atkan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam banyak melibatkan bilangan tujuh, seperti tujuh putaran thawaf, tujuh bolak-balik sa`i, dan tujuh lontaran terhadap jumrah.
Sang pemuda Ibrahim yang baru menikah dengan gadis pujaannya, Sarah, mengikuti keluarganya pindah dari Ur, menelusuri Sungai Efrat ke daerah hulu di utara, lalu menetap di Haran yang sekarang terletak di wilayah Turki. Penduduk Haran merupakan penyembah berhala dan diperintah oleh seorang raja yang zalim. Kitab Alquran tidak menerangkan nama raja ini, tetapi sumber sejarah Ibrani atau kisah Israiliyat menyebutnya Raja Nimrod, yang kemudian disalin menjadi Namrud atau Namruz dalam bahasa Arab. Dalam Alquran Surat Al-Anbiya 51-73 diterangkan bahwa Nabi Ibrahim mengobrak-abrik berhala-berhala sehingga sang raja murka dan membakar Ibrahim hidup-hidup. Akan tetapi Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim dengan menjadikan api itu dingin. Kemudian datang perintah Allah agar Ibrahim meninggalkan negerinya.
وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِن قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ  إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَـٰذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ  قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ  قَالَ لَقَدْ كُنتُمْ أَنتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ  قَالُوا أَجِئْتَنَا بِالْحَقِّ أَمْ أَنتَ مِنَ اللَّاعِبِينَ  قَالَ بَل رَّبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَىٰ ذَ‌ٰلِكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ  وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُم بَعْدَ أَن تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ  فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَّهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ  قَالُوا مَن فَعَلَ هَـٰذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ  قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُقَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَىٰ أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ  قَالُوا أَأَنتَ فَعَلْتَ هَـٰذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ  قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَـٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِن كَانُوا يَنطِقُونَ  فَرَجَعُوا إِلَىٰ أَنفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنتُمُ الظَّالِمُونَ  ثُمَّ نُكِسُوا عَلَىٰ رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَـٰؤُلَاءِ يَنطِقُونَ  قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْئًا وَلَا يَضُرُّكُمْ  أُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَقَالُوا حَرِّقُوهُ وَانصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ  قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ  وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا لِلْعَالَمِينَ  وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا صَالِحِينَ  وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ ۖ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ
“Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun) dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya".Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata".  Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?" Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu". Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim". Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim".  Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan".Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara". Ibrahim berkata: "Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfa'at sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu? Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?" Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al Anbiya : 51-73)
Lekh leka! (Pergilah engkau!), demikian perintah Allah yang tercantum dalam Kitab Bereshith (Genesis) 12 : 1, dari negerimu, keluargamu dan rumah bapakmu, ke tanah yang akan Kutunjukkan padamu. Kitab Alquran Surat Ash-Shaffat 99 merekam pernyataan Ibrahim : Inni dzahibun ila rabbi, sa yahdin (Sesungguhnya aku pergi kepada Tuhanku, kelak Dia menunjuki daku). Tanah yang dijanjikan Allah itu bernama Kanaan, bahasa Aram yang berarti ungu, sebab penduduknya terkenal memproduksi zat warna ungu (purple dyes).Dalam bahasa Yunani kata untuk ungu adalah phonix, sehingga mereka menyebut daerah itu Phoenicia.Bangsa Ibrani kelak menamainya Pelishtim, dan sejarawan Herodotus abad kelima SM mempopulerkannya sebagai Palaistine (Palestina).
Perintah Allah kepada Ibrahim itu disertai tujuh janji, sebagaimana tercantum dalam Kitab Bereshith 12 : 2-3, yaitu :
(1) Aku akan menjadikan engkau bangsa yang besar;
(2) Aku akan memberkati engkau;
(3) Aku akan membuat namamu masyhur;
(4) Engkau akan menjadi suatu berkat;
(5) Aku akan memberkati mereka yang memberkati engkau;
(6) Aku akan mengutuk mereka yang mengutuk engkau; dan
(7) Seluruh kaum di muka bumi melalui engkau akan diberkati.
Kenyataan menunjukkan bahwa dari tiga komunitas agama (Yahudi, Nasrani, Islam) yang mengaku sebagai anak-anak Nabi Ibrahim, hanya umat Islam yang setiap hari menyebut nama Ibrahim dengan penuh khidmat. Pada bagian akhir shalat mereka, dengan khusyuk umat Islam membisikkan kama barakta `ala ibrahim (sebagaimana Engkau telah menganugerahkan berkat kepada Ibrahim).
Nabi Ibrahim dalam usia yang makin lanjut belum juga memperoleh keturunan. Beliau tiada henti-hentinya berdoa kepada Allah: Rabbi habli mina sh-shalihin (Ya Tuhanku, karuniai daku anak yang saleh), sebagaimana tercantum dalam Ash-Shaffat 100.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.(QS. Ash Shaffat : 100)
Kitab Bereshith 16 : 3 mengungkapkan: Dan Sarah istri Ibrahim mengambil Hajar orang Mesir pembantunya, setelah Ibrahim menetap sepuluh tahun di tanah Kanaan, dan dia memberikannya kepada Ibrahim suaminya sebagai istri. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa Hajar adalah pembantu Sarah (naskah Ibraninya shifhah = pembantu, maid), dan sama sekali bukanlah budak atau hamba (amah dalam bahasa Ibrani). Juga perlu ditegaskan bahwa Hajar bukanlah gundik Ibrahim, melainkan istri yang sah. Kata pada akhir ayat Bereshith 16 : 3 yang digunakan untuk Hajar dalam naskah Ibrani berbunyi ishah (istri, wife) yang juga digunakan pada awal ayat untuk Sarah.
Firman Allah dalam Ash-Shaffat 101.
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ
“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.(QS. Ash Shaffat : 101)
Hajar melahirkan seorang putra, yang diberi nama oleh ayahnya Yishma`el (dalam bahasa Ibrani) atau Isma`il (dalam bahasa Arab), yang berarti Tuhan mendengar, yaitu mendengar doa Nabi Ibrahim untuk memperoleh keturunan. Bereshith 16 : 16 menambahkan informasi Dan Nabi Ibrahim berusia 86 tahun ketika Hajar melahirkan Isma`il baginya.
Setelah Isma`il lahir, turunlah perintah Allah tentang kewajiban bersunat (khitan). Dalam Bereshith 17 : 10 tertulis Inilah perjanjian-Ku yang harus engkau pegang, antara Aku dengan engkau dan benihmu sesudah engkau, yaitu setiap laki-laki di antaramu haruslah disunat. Bagi yang ingkar kepada kewajiban ini, Bereshith 17 : 14 menegaskan Dan laki-laki yang tidak disunat kulit khatannya, maka orang itu harus dikeluarkan dari kelompoknya. Dia telah mengingkari perjanjian-Ku. Sekali lagi kenyataan menunjukkan bahwa umat Islam paling konsisten dalam melaksanakan kewajiban bersunat atau khitan ini.Jadi, mereka yang tidak disunat sudah tentu sangat tidak pantas untuk disebut atau mengaku sebagai anak-anak Ibrahim.
Tentang Isma`il, Aku mendengarkanmu, demikian firman Allah kepada Ibrahim dalam Bereshith 17 : 20. Dalam naskah Ibrani kalimatnya cuma dua kata: uleyishma`el shema`tika, dan sangat menarik bahwa kedua kata ini memiliki tiga huruf dasar yang sama yaitu shin, mem,`ayin. Aku akan memberkati dia dan membuatnya berketurunan sangat banyak. Dua belas pemimpin (melek) akan diperanakkannya, dan Aku akan menjadikannya bangsa yang besar.
Ternyata Allah mempunyai Rencana Besar untuk Nabi Ibrahim dan Isma`il. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa Hajar dan anak mereka yang masih kecil meninggalkan Kanaan ke arah selatan, menuju sebuah lembah yang bernama Baka atau Bakkah. Oleh karena mim dan ba sama-sama huruf bilabial (bibir), nama Bakkah lama-kelamaan berubah menjadi Makkah. Dalam bahasa Arab dan Ibrani, kata baka mempunyai dua arti: berderai air mata dan pohon balsam. Arti yang pertama berhubungan dengan gersangnya daerah itu sehingga seolah-olah tidak memberikan harapan, dan arti yang kedua berhubungan dengan banyaknya pohon balsam (genus Commiphora) yang tumbuh di sana.
Apakah keistimewaan lembah Bakkah itu? Allah menjelaskannya dalam Surat Ali Imran 96 :
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.(QS. Ali Imran : 96)
Inna awwala baitin wudhi`a li n-nasi la l-ladzi bi bakkata mubarakan wa hudan li l-`alamin (Sesungguhnya Rumah Allah Pertama yang didirikan untuk manusia benar-benar terletak di Bakkah yang diberkati dan petunjuk bagi seluruh alam).
Ternyata lembah Bakkah itu merupakan lokasi Rumah Allah (Baitu l-Lah dalam bahasa Arab, Beth Elohim dalam bahasa Ibrani) yang didirikan oleh generasi pertama umat manusia dari zaman Nabi Adam ‘alaihis salam Pada masa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam lembah itu sudah ditelantarkan, tiada manusia yang menghuni, dan Rumah Allah yang pertama itu hanya tinggal fondasinya saja. Ada cerita yang mengatakan bahwa Rumah Allah itu hancur oleh banjir pada zaman Nabi Nuh ‘alaihis salam Bagaimana kejadian yang sebenarnya, hanya Allah yang tahu.
Kisah Hajar dan Isma`il dikumpulkan dan ditulis oleh sejarawan Muhammad ibn Jarir ath-Thabari (wafat 310 Hijri atau 922 Masehi) dalam bukunya yang termasyhur, Tarikh ar-Rusul wa l-Muluk (Sejarah Para Rasul dan Para Penguasa), Jilid 1, hh. 275-283: Ketika mendapat perintah dari Allah untuk menuju Rumah-Nya, Nabi Ibrahim pergi bersama Hajar dan Isma`il disertai malaikat Jibril. Mereka sampai di Makkah yang cuma ditumbuhi pohon akasia, mimosa, balsam dan semak berduri. Rumah Allah saat itu tinggal dasarnya berupa lempung merah. Malaikat Jibril berkata, Allah memerintahkan engkau untuk meninggalkan mereka. Nabi Ibrahim membawa Hajar dan Isma`il ke Hijir (di samping Ka`bah sekarang) dan membuat tenda di sana. Lalu Nabi Ibrahim berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku menempatkan keturunanku di lembah yang tiada tumbuhan berbuah, di samping Rumah-Mu Yang Suci, agar mereka tetap menegakkan salat. Maka jadikanlah hati manusia berpaling kepada mereka, dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, agar mereka bersyukur (Surat Ibrahim 37).
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS. Ibrahim : 37)
Ketika Nabi Ibrahim akan pergi, Hajar bertanya, Apakah perintah Allah yang membuatmu meninggalkan kami? Nabi Ibrahim menjawab, Ya. Maka Hajar berkata, Jika demikian tentu Allah tidak meninggalkan kami untuk binasa. Maka Nabi Ibrahim kembali ke Kanaan, meninggalkan mereka berdua di Rumah Allah.
Masih kutipan dari Thabari: Isma`il menangis karena sangat kehausan. Hajar memasang telinga untuk mendengar suara yang mungkin membantunya memperoleh air. Dia mendengar suara di bukit Safa, lalu pergi ke sana tetapi tidak menemukan apapun. Lalu dia mendengar suara di bukit Marwah. Dia pergi ke sana, juga tidak menemukan apapun. Hajar kembali ke Safa, lalu balik lagi ke Marwah, dengan tidak merasa letih supaya anaknya dapat minum.
Bereshith 21 : 17-19 melengkapi kisah ini: Dan Allah mendengar suara anak itu, dan malaikat Allah memanggil dari langit dan berkata kepadanya, Apakah yang engkau susahkan, Hajar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat dia berbaring. Bangunlah, angkatlah anak itu dan bimbinglah dia, sebab Aku akan menjadikannya bangsa yang besar. Dan Allah membuka mata Hajar dan dia melihat sebuah mata air.Dia pergi mengisi kirbat kulitnya dengan air, lalu memberi anak itu minum.
Kembali kepada uraian Thabari: Ketika Hajar sampai di Marwah setelah tujuh kali bolak-balik, tiba-tiba dia mendengar suara gemuruh dari lembah tempat dia meninggalkan Isma`il. Dia berlari menuju anaknya, dan mendapati mata air memancar dekat tempat dia berbaring.Hajar mengisikan air ke kirbat kulitnya sambil berseru, Zummi, zummi. Ada yang mengatakan bahwa itu bahasa Mesir yang berarti Berkumpul, berkumpul. Mungkin juga itu hanya ucapan Hajar menirukan bunyi air yang memancar. Hanya Allah yang Maha Tahu, tetapi dari ucapan Hajar itulah asal nama telaga Zamzam.
Adanya sumber air berupa telaga Zamzam membuat tempat itu layak dihuni. Maka datanglah rombongan suku Jurhum yang pemimpinnya bernama Mudad, memohon izin kepada Hajar dan Isma`il untuk menetap di sana.
Pada waktu-waktu tertentu, secara rutin Nabi Ibrahim dari Kanaan datang mengunjungi istri dan anak beliau di lembah Makkah yang lambat laun tumbuh menjadi suatu pemukiman.
Ketika Isma`il berusia 13 tahun datanglah ujian dahsyat yang tiada tara. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim agar berqurban menyembelih putranya yang satu-satunya itu! Sungguh suatu ujian yang sangat berat bagi seorang ayah, namun karena itu perintah Allah maka Nabi Ibrahim menyanggupinya tanpa keraguan. Ketika perintah Allah itu disampaikan Nabi Ibrahim kepada sang anak, dan ketika Isma`il ditanyai pendapatnya oleh sang ayah, maka Isma`il yang masih berusia remaja itu menjawab:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِي
"Wahai ayahanda, laksanakan apa yang diperintahkan Allah. Insya Allah ayah akan mendapatiku sebagai anak yang sabar.”, sebagaimana tercantum dalam Surat Ash-Shaffat 102.
Nabi Ibrahim membawa Isma`il ke suatu bukit di sebelah timur Makkah, tempat yang sekarang bernama Mina. Tiga kali Iblis menggoda Nabi Ibrahim untuk membatalkan rencananya, tiga kali pula Nabi Ibrahim menolak godaan Iblis dengan lontaran kerikil.Tindakan Nabi Ibrahim ini kelak diabadikan dalam salah satu manasik (tatacara) haji, yaitu melontar tiga jumrah di Mina. Setelah Isma`il direbahkan pada batu landasan penyembelihan, dan pedang Nabi Ibrahim telah siap hendak menyentuh leher putranya, maka Allah berfirman agar Nabi Ibrahim mengganti sembelihannya dengan seekor domba. Firman Allah dalam Ash-Shaffat 106-107:
إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ  وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya ini benar-benar hanya ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor domba yang besar.” (QS. Ash Shaffat : 106-107)
Nabi Ibrahim tidak kehilangan putra, bahkan putranya bertambah satu lagi, sebab setelah peristiwa ujian qurban itu Allah memberikan kabar gembira bahwa istri pertamanya, Sarah, akan memberinya putra yang bernama Ishaq (dalam bahasa Arab) atau Yitshaq (dalam bahasa Ibrani), sebagaimana diterangkan dalam Ash-Shaffat 112:
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِّنَ الصَّالِحِينَ
“Dan Kami gembirakan dia dengan Ishaq, seorang nabi yang shaleh.”
 Ishaq kelak menurunkan bangsa Ibrani, sedangkan Isma`il kelak menurunkan bangsa Arab, terutama suku Quraisy di Makkah.
Sekarang marilah kita tinjau informasi Bereshith mengenai peristiwa qurban tersebut. Dalam Bereshith 22 : 2 perintah Allah kepada Nabi Ibrahim berbunyi: Ambillah anakmu yang satu-satunya, yang engkau kasihi, Ishaq(?), dan pergilah ke tanah Moriah dan kurbankan dia sebagai kurban bakaran pada salah satu gunung yang akan Aku firmankan kepadamu.
Ketika naskah Taurat dibakukan, para ulama Yahudi mengganti nama Yishma`el (Isma`il) pada Bereshith 22 dengan Yitshaq (Ishaq). Tetapi akal bulus Yahudi ini kelihatan sekali belangnya. Bereshith 22 : 2 jelas menyebutkan anakmu yang satu-satunya. Naskah Ibraninya berbunyi yahid, artinya satu-satunya. Hal ini berarti bahwa ujian Allah kepada Nabi Ibrahim terjadi sebelum Ishaq lahir, ketika Ibrahim baru mempunyai seorang putra, yaitu Isma`il. Kitab Taurat sendiri jelas menyebutkan bahwa Isma`il lahir ketika Nabi Ibrahim berusia 86 tahun (Bereshith 16 : 16), sedangkan Ishaq lahir ketika Nabi Ibrahim berusia 100 tahun (Bereshith 21 : 5).
Dalam Al-Baqarah 75 dinyatakan bahwa kaum Yahudi mendengar firman Allah lalu mengubahnya setelah memahaminya padahal mereka mengetahui.
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka merobahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?(QS. Al Baqarah : 75)
Skandal pengubahan nama Isma`il menjadi Ishaq dalam peristiwa qurban itu disebabkan umat Yahudi tidak rela keturunan Isma`il berperan dalam pelaksanaan janji Allah pada Bereshith 22 : 18 Dan semua bangsa di muka bumi akan diberkati melalui benihmu, karena engkau telah mendengarkan firman-Ku.
Janji Allah tersebut dipertegas dalam Al-Baqarah 124:
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim" (QS. Al Baqarah : 124)
Dan ketika Tuhannya menguji Ibrahim dengan perintah-perintah tertentu, maka Ibrahim memenuhi semuanya. Allah berfirman, Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau imam (pemimpin) bagi manusia. Ibrahim bertanya, Juga keturunanku? Allah berfirman, Perjanjian-Ku tidak mencakup mereka yang zalim.
Kemudian turunlah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim dan Isma`il untuk membangun atau merenovasi Rumah Allah (Baitullah) dengan meninggikan fondasi yang memang sudah ada. Al-Baqarah 127 memberikan informasi: yarfa`u ibrahimu l-qawa`ida mina l-baiti wa isma`il (Ibrahim meningkatkan fondasi Al-Bait bersama Isma`il). Oleh karena bangunan Rumah Allah yang didirikan Ibrahim dan Isma`il itu berbentuk kubus (ka’bah dalam bahasa Arab), lama-kelamaan Rumah Allah yang berukuran 12 x 10,5 x 15 meter itu dikenal dengan sebutan Ka’bah.
Perlu diketahui bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memiliki kebiasaan membuat semacam tempat berdiri untuk sembahyang (shalat) menghadap Allah, yang disebut magom (bahasa Ibrani) atau maqam (bahasa Arab). Di Kanaan beliau sempat membuat sebuah magom, sebagaimana tercantum dalam Bereshith 19 : 27, tetapi magom tersebut rupanya tidak dilestarikan. Di depan Ka’bah beliau juga membuat sebuah maqam.
Oleh karena itu, Allah mengabadikan maqam (tempat berdiri) Nabi Ibrahim di depan Ka’bah itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Baitullah. Demikian tercantum dalam Al-Baqarah 125.
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". (QS. Al Baqarah : 125)
Sebagai catatan kecil, entah mengapa istilah maqam (makam) digunakan dalam bahasa Indonesia untuk menyebut kuburan sehingga ada jemaah haji yang menyangka Maqam Ibrahim sebagai kuburan Nabi Ibrahim, padahal kuburan beliau terletak di Hebron atau Al-Khalil, daerah Tepi Barat, Palestina.
Setelah Ka’bah rampung dibangun, barulah turun perintah Allah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam agar menyeru manusia untuk menunaikan ibadah haji. Ibadah mengunjungi Baitullah disebut hajj dalam bahasa Arab serta hagg dalam bahasa Ibrani (huruf Arab ha dan jim identik dengan huruf Ibrani heth dan gimel) yang berarti Perayaan Tuhan, Festival of God. Surat Al-Hajj 27 merekam firman Allah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:

Wa adzdzin fi n-nasi bi l-hajj. Yatuka rijalan wa `ala kulli dhamir, yatina min kulli fajjin `amiq (Dan panggillah manusia untuk berhaji. Mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan dengan segala jenis kendaraan, datang dari segenap penjuru yang jauh).
Wa arina manasikana (Dan tunjukkanlah kepada kami tatacara haji bagi kami), demikian permohonan Ibrahim kepada Allah yang tercantum dalam Al-Baqarah 128.
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al Baqarah : 128)
Oleh karena itu, Allah mengajarkan tatacara (manasik) ibadah haji kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam Manasik haji yang pertama-tama adalah melakukan ihram, artinya mengharamkan atau mensucikan, yaitu mengenakan pakaian ihram serta tidak melakukan larangan-larangan ihram. Begitu jemaah haji menginjakkan kaki di Tanah Haram (Tanah Suci), mereka harus sudah menanggalkan pakaian mereka sehari-hari dan menggantinya dengan kain ihram. Ini suatu perlambang atau simbol bahwa di Rumah Allah manusia harus bersedia membebaskan diri dari segala atribut kekayaan, jabatan, dan status sosial yang disandangkan orang kepadanya. Di hadapan Allah, semua manusia tanpa kecuali berstatus sama, yaitu Hamba Allah.
Kemudian para jemaah haji harus melakukan wuquf (berdiam, jambore) di Padang Arafah, sekira 25 km di sebelah timur Makkah. Inilah upacara gladi resik berkumpulnya umat manusia di Padang Mahsyar pada Hari Akhirat nanti, sekaligus para jemaah haji melakukan reuni di tempat pertemuan Adam dan Hawa setelah kedua nenek moyang umat manusia ini terusir dari Taman Eden (Jannatu `Adn). Itulah sebabnya tempat wuquf itu dinamai Padang Arafah, artinya Padang Pengenalan agar manusia mengenali kembali persaudaraan sebagai sesama anak cucu Adam dan Hawa. Ketika melakukan wuquf, jemaah haji menyadari bahwa umat manusia yang bermacam-macam warna kulit, bahasa, dan adat-istiadat ternyata adalah saudara sedarah dan seketurunan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Hujurat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu sekalian.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi.” (QS. Al Hujurat : 13)
Selanjutnya, para jemaah haji harus melakukan thawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran. Inilah tarian kosmos sebab Allah menakdirkan bahwa alam semesta hanya eksis karena gerakan thawaf. Jemaah haji meniru gerakan elektron-elektron yang berthawaf mengelilingi inti atom serta gerakan planet-planet yang berthawaf mengelilingi matahari. Hari Kiamat akan terjadi ketika thawaf alam semesta berhenti. Seluruh materi di jagat raya, dari partikel-partikel penyusun atom sampai benda-benda langit senantiasa tunduk-patuh kepada hukum-hukum Ilahi yang mengatur mereka. Dengan melakukan thawaf diharapkan manusia sebagai bagian alam semesta menyadari bahwa mereka pun seharusnya tunduk-patuh kepada aturan-aturan Allah sebagaimana tunduk-patuhnya seluruh isi langit dan bumi. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Ali Imran 83:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Apalagi yang mereka cari selain agama Allah, padahal kepada-Nya telah Islam (tunduk-patuh) segala yang di langit dan di bumi secara sukarela atau terpaksa, dan kepada-Nya mereka akan dikembalikan.” (QS. Ali Imran : 83)
Sesudah melakukan thawaf, jemaah haji harus melakukan sai, meniru gerakan Hajar bolak-balik tujuh kali antara bukit Safa dan bukit Marwah.Kata sai berarti usaha. Ternyata Hajar baru memperoleh anugerah air Zamzam dari Allah setelah dia melakukan sai (usaha) yang maksimal. Dengan melakukan sai diharapkan manusia menyadari bahwa kesuksesan dan kejayaan hanya dapat diraih melalui usaha atau perjuangan maksimal, bukan dengan sekadar berdoa sambil berpangku tangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam An-Najm 39-40: Bahwa manusia tidak memperoleh apa-apa kecuali apa yang diusahakannya (ma sa`a), dan bahwa usahanya (sa`yahu) akan segera terlihat nyata.
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ  وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَىٰ
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya)”. (QS. An Najm : 39-40)
Sekarang kita teruskan perjalanan sejarah kita. Nabi Isma`il menikah dengan Ra`la binti Mudad, putri pemimpin Jurhum yang diceritakan di muka. Pernikahan ini membuahkan dua belas putra yang menurunkan bangsa Arab (Bani Isma`il). Nama-nama mereka tidak disebutkan dalam Alquran, tetapi tercantum lengkap dalam Bereshith 25 : 13-15. Yang banyak disebut-sebut adalah dua orang putra tertua, Nabit (Nebayot) dan Qaydhar (Kedar), sebab mereka berdua kelak menurunkan suku Quraisy penduduk Makkah. Sementara itu di Palestina, Ishaq menikah dengan Ribqah (Rebecca) dan berputra Ya`qub. Ya`qub yang bergelar Yisrael atau Israil mempunyai dua belas putra yang menurunkan bangsa Ibrani (Bani Israil).
Pada mulanya Bani Israil pun ikut serta dengan saudara-saudara mereka Bani Isma`il menunaikan ibadah haji ke Makkah sebagai sesama keturunan Nabi Ibrahim. Akan tetapi ketika bangsa Arab atau Bani Isma`il tersesat kepada penyembahan berhala, Bani Israil tidak lagi mengunjungi Ka’bah (Ibn Ishaq, Sirah an-Nabawiyyah, h.15). Namun, dalam Kitab Zabur dari Nabi Daud ‘alaihis salam tersurat kerinduan kepada Baitullah: Sungguh diberkati mereka yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berteguh hati menunaikan haji. Dan ketika tiba di Lembah Bakka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air (Zabur 84 : 5-6).
Hanya Allah yang tahu berapa lama Bani Isma`il tetap memegang teguh ajaran Tauhid dari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam Setelah beberapa abad, mereka tergelincir mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala. Ratusan berhala dipasang di sekeliling Kakbah dengan berbagai nama-nama aneh: Lata, Uzza, Manat, Hubal, Asaf, Nailah, dan entah apa lagi. Manasik atau tatacara haji juga dicampurbaurkan dengan upacara pemujaan berhala. Keadaan seperti ini berlangsung berabad-abad. Namun, akhirnya tibalah saatnya doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dikabulkan, yaitu doa yang beliau sampaikan kepada Allah ketika mendirikan Ka’bah:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Ya Tuhan kami, bangkitkanlah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah 129).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar