Pages

Sabtu, 02 April 2016

244. BAHAYANYA SUKA MENGKAFIRKAN ORANG LAIN (TAKFIRI)

Danger of Takfiri ideology for Islam
A.  Takfir
Takfir berasal dari kata kufur sebagai antonim kata Islam. Kufur dipahami sebagai orang yang melihat dan menyaksikan kebenaran namun menutup kebenaran itu dengan perbuatan yang sebaliknya. Kafir adalah orang yang menginkari ketuhanan, tauhid dan risalah. Kata takfir berarti tindakan mengkafirkan orang Islam.
Istilah takfiriyah sudah muncul sejak awal Islam khususnya pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan berkembang hingga saat ini. Penyakit takfiriyah adalah fenomena yang berpotensi melahirkan banyak dampak destruktif baik dalam kehidupan sosial, politik, dan akhlak. Penyakit ini dapat mematikan karakter, saling curiga, melemahkan kekuatan ummat Islam, dan merusak ukhuwah Islamiyah.
B.Tafsir Surah al-Nisa[4] : 94.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِندَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَ‌ٰلِكَ كُنتُم مِّن قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah Keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Tafsir Ibnu ‘Abbas:
Kalian keluar/bepergian – pada medan perang – maka tabayyunlah, dan mencari kebenaran sehingga jelas bagi kamu siapa yang beriman dan siapa yang kafir – dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang  mengucapkan “salam” kepadamu – terhadap orang yang memperdengarkan kepadamu lâ ilâha illal lâh Muhammadun rasûlullâh, sambil mengucapkan salam – “anda bukan mukmin”, maka kamu membunuhnya – karena kalian mengharapkan harta ganimah/rampasan dari padanya – pahala yang banyak bagi orang yang meninggalkan membunuh seorang mukmin – maka demikianlah kalian menjamin keamanan kaum mukmin dari Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabatnya melalui lâ ilâha illallâh – sebelum hijrah – maka Allah subhanahu wa ta’la memberi nikmat kepada kalian dengan berhijrah meninggalkan orang-orang kafir itu – maka teguhlah kalian dengan mencegah sehingga tidak membunuh seorang mukminpun – Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan, seperti membunuh dan selainnya.
“Orang mukmin jika kedaerah kafir untuk berperang maka wajib hati-hati dan teliti (tabayyun) jika menemui orang kafir, lebih-lebih jika yang ditemui itu mengucapkan salam ”Assalâmu ‘alaikum” maka orang tersebut dilarang menuduhnya “kafir,”sebagai alasan untuk membunuhnya, lebih-lebih jika sudah mengucapkan syahadat “lâ ilâha illallâh,Muhammadur Rasûlullâh“.
Allah subhanahu wa ta’la memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar mengadakan penelitian lebih dahulu sebelum membunuh seseorang yang dianggapnya musuh, agar jangan sampai membunuh seseorang yang telah menganut agama Islam. Apalagi jika pembunuhan itu dilakukan hanya karena keinginan untuk memiliki harta bendanya. Allah subhanahu wa ta’la memperingatkan bahwa orang-orang mukmin tidak boleh berbuat demikian, sebab Dia telah menyediakan rahmat yang banyak bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya dan mematuhi segala ketentuan-ketentuan-Nya.
Sesudah itu Allah subhanahu wa ta’ala memperingatkan pula kepada orang mukmin bahwa merekapun dahulunya, pada masa awal mereka memeluk agama Islam, menyembunyikan imannya. Tetapi mereka mengucapkan salam “Assalâmu ‘alaikum” bila berjumpa dengan orang-orang mukmin yang telah lebih dahulu memeluk agama Islam. Dan hal itu mereka lakukan untuk memberitahukan bahwa mereka telah memeluk agama Islam. Dengan demikian, mereka mengharapkan keamanan diri, keluarga dan harta benda dari kaum muslimin yang telah masuk Islam lebih dahulu.
Apabila mereka dulunya telah berbuat demikian, dan Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan keamanan yang mereka inginkan itu, maka sewajarnya pulalah mereka menghormati orang-orang yang berbuat semacam itu terhadap mereka, dan tidak tergesa-gesa menuduh seseorang sebagai musuh Islam, lalu membunuhnya, dan merampas harta bendanya.
Pada akhir ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala memperingatkan bahwa Dia senantiasa mengetahui segala perbuatan hamba-Nya dan Dia akan memberinya balasan yang setimpal, baik atau buruk.
C. Asbâb al-Nuzûl
1.  Bukhari, Tirmizi, Hakim dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbâs, katanya:
“Seorang laki-laki dari Bani Salim lewat didaerah para sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sambil menghalau kambingnya. Ia memberi salam kepada mereka, tetapi jawab mereka: “Ia memberi salam itu tidak lain hanyalah untuk melindungi dirinya terhadap kita. Mereka pun mendatanginya lalu membunuhnya, dan membawa kambing-kambingnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka turunlah ayat surah al-Nisa [4]: 94.
Bazzar mengungkapkan dari jalur lain dari Ibnu Abbâs, katanya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim suatu ekspedisi tentara yang didalamnya terdapat Miqdad. Ketika mereka sampai pada tempat yang dituju, mereka dapati orang-orangnya telah cerai-berai dan hanya tinggal seorang laki-laki dengan harta yang banyak. Kata laki-laki itu:“Asyhadu an lâ ilâha illallâh: Tetapi Miqdad tetap membunuhnya, maka sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:“Apa katamu nanti terhadap ucapan syahadatnya itu?” Maka turunlah ayat al-Nisa [4]: 94.”
Ahmad, Thabrani dan lain-lain mengungkapkan dari Abdullah bin Abu Hudud Al-Aslami, katanya:“Kami dikirim oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama satu rombongan kaum muslimin dimana didalamnya terdapat Abu Qatadah dan Mahlam bin Jastsamah. Kebetulan lewatlah dihadapan kami Amir bin Adhbath Al-Asyja’i lalu ia memberi salam kepada kami. Tetapi Mahlam menyerangnya lalu membunuhnya. Dan tatkala kami sampai di tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu menceritakan peristiwa itu, maka turunlah pada kami surah al-Nisa 94.
Juga Ibnu Jarir mengetengahkan yang sama dengan itu dari hadis Ibnu Umar. Dan diriwayatkan oleh Tsa’labi dari jalur Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbâs bahwa nama orang yang terbunuh itu ialah Mirdas bin Nuhaik dari warga Fadak, dan bahwa nama si pembunuhnya itu ialah Usamah bin Zaid sedangkan nama pemimpin ekspedisi itu Ghalib bin Fudhalah al-Laitsi. Tatkala kaumnya telah kalah, tinggallah Mirdas seorang diri dan maksudnya hendak melindungi kambingnya ke sebuah bukit. Maka sewaktu berjumpa dengan kaum muslimin itu dibacanyalah lâ ilâha illallâh Muhammadun Rasûlullâh dan assalâmu`alaikum. Tetapi Usamah bin Zaid membunuhnya, dan ketika mereka telah kembali turunlah ayat di atas.
Ibnu Jarir mengetengahkan pula yang serupa dengan itu dari jalur Suda, sedangkan Abdun dari jalur Qatadah. Dan Ibnu Abu Hatim mengeluarkan dari jalur Ibnu Luhaiah dari Abu Zubair dari Jabir, katanya:“Ayat berikut ini surah al-Nisa [4]: 94, diturunkan mengenai Mirdas, dan ia adalah seorang syahid yang baik.” Ibnu Mandah mengetengahkan dari Juzin bin Hadrajan, katanya: “Saudara saya, Miqdad, berangkat menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai seorang utusan dari Yaman. Kebetulan ia berjumpa dengan utusan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dia berkata: “Saya ini seorang mukmin.” Tetapi mereka tak mau menerimanya, hingga membunuhnya. Berita itu sampai ke telinga saya, maka pergilah saya menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka turunlah ayat surah al-Nisa [4]: 94. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberi saya diat dari saudara saya itu.”
Ibnu Sirin mengungkapkan bahwa yang membunuh itu ialah Muhallim bin Jastsamah, dan yang terbunuh itu ialah ‘Amir bin Adhbath. Maka Nabi memanggilnya dan Muhallim bin Jastsamah hanya hidup tujuh hari sesudah membunuh,dia pun dikubur, tetapi bumi tidak mau menerimanya, kemudian dikubur pada kali yang kedua, tetapi bumi tetap tidak mau menerimanya, kemudian dikubur pada kali yang ketiga maka tanah tidak mau menerimanya juga, maka nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya tanah itu pasti akan menerima orang yang lebih jahat dari dia (terbunuh itu)”.
Maka Hasan berkata: “Adapun tanah itu mencegah orang yang lebih jahat dari dia , tetapi nabi mewasiatkan agar tidak mengulang perbuatan Muhallim bin Jastsamah itu.”
Ibnu Majah meriwayatkan dari Imran bin Hushain, dia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus pasukan ke perkampungan orang-orang musyrik, maka terjadilah perang yang hebat. Kamudian kaum muslim menemui seorang yang sedang membawa kekayaan, terus mengucapkan syahadat dan menegaskan, bahwa aku seorang muslim, tetapi tetap saja dia dibunuh. Tatkala sampai kepada Nabi, dia mengadu:
“Ya Rasulullah, saya telah binasa”
“Apa yang engkau perbuat?”
Maka dia menjawab: “Dua kali membunuh orang yang sudah mengucapkan salam dan syahadat, karena aku anggap itu siasat saja”, maka nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Kenapa engkau tidak membelah perutnya, sehingga engkau mengetahui kandungan hatinya ?”
Maka berkatalah orang itu kepada Nabi:
“Kalau aku membelah perutnya apakah aku akan mengetahui apa kandungan hatinya ?”
Maka Nabi bersabda: “Tidak,maka engkau akan mengetahui apa yang engkau ucapkan dengannya, dan engkau tidak mengetahui apa yang ada dalam hatinya.”
Maka Nabi berdiam diri sampai pembunuh itu mati, dan bumi tidak mau menerimanya.
Dalam sebuah riwayat, pembunuh itu ialah Usamah bin Zaid dan yang terbunuh iru ialah Mirdas bin Nahik al-Ghathafani, terus Al-Fazari dari Bani Murrah, dari penduduk Fadak. Ibnu Kasim dari Malik berkata : ”Mirdas bin Nahik sudah masuk Islam pada malamnya dan telah menyampaikan kepada keluarganya, maka Nabi menyampaikan kepada Usamah agar bersumpah tidak akan membunuh lagi orang yang telah mengucapkan “lâ ilâha illallâh”. Riwayat lain, yang membunuh itu ialah Abu Qatadah, dan riwayat lain Abu Darda.
2. Adapun ayat: “Janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu” Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya)”,
Imam Bukhari menyatakan bahwa اَلسَّلَمُ وَالسَّلاَمُ, itu satu arti, sebagaimana diungkapkan oleh Allah pada surah al-Nahl [16]: 28 :
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ ۖ فَأَلْقَوُا السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِن سُوءٍ ۚ بَلَىٰ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Yaitu orang-orang yang dimatikan oleh para Malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); “Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatanpun”. (Malaikat menjawab): “Ada, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang telah kamu kerjakan”.
3. Seorang muslim bila bertemu dengan orang yang sudah mengucapkan lâ ilâha illallâh, maka haram membunuhnya, sebagaimana hadis riwayat mutawatir Hakim:
“Aku perintahkan membunuh manusia sampai mereka berkata : lâ ilâha illallâh, dan jika mereka mengucapkan (lâ ilâha illallâh), maka terjagalah daripadaku darah-darah mereka,dan harta-harta benda mereka , kecuali dengan cara yang hak”.
4. Ayat ini dijadikan dalil, bahwa iman itu adalah perkataan dengan lâ ilâha illallâh, sebagaimana ditegaskan pada hadis riwayat Hakim diatas.
Muslim itu apabila ditanya didalam kubur, maka dia bersaksi dengan “asyhadu an lâ ilâha illallâh, wa anna Muhammadan rasûlullâh, maka itu yang dimaksud dengan surah Ibrahim [14]: 24 -Hr. Bukhari Muslim an Ashhab al-Sunan.
Itu menunjukkan, betapa syahadatain itu merupakan inti dan landasan keislaman seseorang, baik di dunia maupun di akhirat.
Betapa besar dosa menuduh kafir terhadap orang yang sudah mengucapkan DUA KALIMAH SYAHADAT, sehingga:
1. Ketika meninggal, tanah kuburan tidak mau menerimanya.
2. Nabi memohonkan ampun kepada Allah dan membayarkan diat (denda/kifarat)
3. Nabi menyuruh bersumpah kepada sahabatnya untuk tidak mengulang perbuatan dosa besar itu.
Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya menyatakan bahwa sebab ayat ini turun ialah:
Riwayat Bukhari dan Turmidzi dan Hakim serta yang lainnya bahwa Ibnu ‘Abbâs meriwayatkan : “Lewat seorang laki-laki dari Bani Sulaim disamping rombongan sahabat-sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dimana dia sedang memperdagangkan kambing, terus dia mengucapkan salam kepada mereka, maka para sahabat menduga, bahwa salamnya itu hanya karena takut, dan berlindung agar tidak diapa-apakan, maka mereka membunuhnya dan kambing-kambingnya disampaikan kepada Nabi, maka turunlah ayat ini (al-Nisa [4]: 94.)
Qs. Ibrahim [14]: 27:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”.
Qs.Ibrahim [14]: 24: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik, seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”,
Didalam Tafsir Mahâsin al-Takwîl, Muhammad Jamaluddin al-Qasimi mengungkapkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang muslim apabila ditanya didalam kubur, dia bersaksi dengan syahadatain, maka itu yang dimaksud dengan ayat surah Ibrahim [14]: 27.
Ini menunjukkan, betapa syahadatain ini landasan seorang muslim untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan hal ini jadi dalil, haramnya mengkafirkan seorang muslim.
D. Perpecahan ummat Islam.
Kalau kita amati situasi dan kondisi ummat Islam sekarang ini, maka kita akan melihat perbedaan dan sudah mengarah kepada perpecahan yang sumbernya:
Pertama: Perpecahan dalam bidang pemikiran.
Perkembangan ilmu, teknologi serta pemikiran Islam, telah melahirkan isu fundamentalis dan liberal, sehingga di Indonesia muncul istilah JIL (Jamaah Islam Liberal). Sejalan dengan perkembangannya, muncul pula istilah yang dinamakan Islam Fundamentalis, yang melahirkan istilah yang diberikan nama oleh mereka, al-Qaidah, bahkan sering muncul dengan istilah Teroris.
Kedua: Perpecahan dalam bidang Ushuluddin, I.Tauhid, I.Kalam, Ilmu Aqaid.
Perbedaan yang menyolok antara Jabariyah dan Qadariyah, antara Mu’tazilah dan Asy’ariyah, antara Sunni dan Syiah. Dalam bidang Ushuluddin ini juga telah melahirkan issue Wihdatul Wujud, muncul dari bidang filsafat, menimbulkan aliran Tashawuf dalam Islam, yang melahirkan 200 Tarekat Mu’tabarah diseluruh dunia, sedang sebagian menuduhnya sesat dan bid’ah.
Ketiga: Perpecahan dalam bidang Politik.
Isu klasik yang tidak habis-habisnya ialah perpecahan dalam bidang ini, apakah kepemimpinan Islam itu Imamah atau Khilafah ? Disinilah sumber perpecahan Sunni-Syiah, yang telah menelan korban nyawa manusia sejak wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai saat ini, dan sekaligus dijadikan alat yang ampuh oleh musuh-musuh Islam untuk mengadu domba kaum muslimin.
Keempat: Perpecahan dalam bidang fikhi.
Perpecahan dalam bidang fikhi ini adalah juga masalah klasik yang tidak habis-habisnya muncul ditengah masyarakat, terutama dikalangan orang awam.
Kelima : Perpecahan dalam bidang akhlak.
Disinilah sumber kehancuran ummat Islam, karena nilai-nilai moral dan akhlak telah hancur, walaupun mereka ahli shalat, puasa dan haji. Da’wah kesana kemari, bukan mengajarkan dan menyebarkan al-Quran, bukan pendidikan akidah, ibadah dan akhlak, tetapi yang ditaburkan dan disebarkan adalah fitnah, kebohongan dan provokasi. Yang disebarkan bukan keshalehan sosial, bukan peningkatan nilai-nilai ibadah, tetapi menaburkan bibit-bibit perpecahan ditengah masyarakat dengan penuh kebohongan.
Mengamati fenomena ini, maka takfiri, yaitu mengkafirkan orang lain tanpa tabayyun, hanya karena fanatik mazhab, atau karena ilmu dan wawasan yang sempit, atau jadi alat Kaum Zionis, maka bahayanya luar biasa:
I.  Perpecahan ummat yang dapat mengarah kepada perang, sebagaimana yang terjadi di dunia Islam saat ini.
II. Hancurnya silaturrahim.
III. Terbukanya kesempatan bagi musuh Islam, masuk dan mengadu domba ummat Islam, sehingga mereka cukup bertepuk tangan, dan kaum muslimin menjadi lemah atau hancur.
IV. Bakal muncul intelektual dan tenaga-tenaga potensial dan professional yang gagal dalam memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk kepentingan umum oleh gelombang stigma kafir dan sesat yang membuat mereka terkucil dan ini merupakan program Zionis menghancurkan Islam.
V. Kaum awam menjadi bingung dan bisa mengarah kepada meninggalkan Islam yang diliputi provokasi, intimidasi, caci-mencaci, sesat-menyesatkan, bid’ah-membid’ahkan, mencari-cari dan membuka aib sesame muslim.
Sejak Awal, aL-Qur ân Sudah Mengungkap Bahaya Aktor Perpecahan/Adu Domba.
1.    Qs.Ali ‘Imran [3]: 100-101:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تُطِيعُوا فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ  وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنتُمْ تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ ۗوَمَن يَعْتَصِم بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman – Bagaimanakah kamu sampai menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada agama Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
Ayat ini turun, mengungkapkan peran Syas bin Qais yang pura-pura masuk Islam, tetapi berusaha mengadu domba kaum muslimin, dan muncul sebagai Aktor Perpecahan.
Aktor Perpecahan dan adu domba akan muncul setiap tempat dan zaman.
2. Qs.al-Baqarah [2]: 109: 
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖفَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Kebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
3.    Qs.al-Baqarah [2]: 120: 
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu.Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
4.    Qs.al-Baqarah [2]: 217:
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَـٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَـٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“…mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan kamu dari agamamu kepada kekafiran, seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.”
5.    Qs.Ali ‘Imrân [3]: 69:
وَدَّت طَّائِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّا أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
“Segolongan dari ahli kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka sebenarnya tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.”
6.    Qs.Ali ‘Imrân [3]: 72:
وَقَالَت طَّائِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Segolongan lain dari ahli kitab berkata kepada sesamanya: “Perlihatkanlah seolah-olah kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali kepada kekafiran”.
Mengamati ayat-ayat ini maka kaum muslim hendaknya:
1. Waspada dan hati-hati menghadapi Aktor Perpecahan dan adu domba dari pengaruh dan dana dari:
a. Zionis dan Imperialis.
b. Ulama-ulama Istana / Kerajaan.
c. Membendung dan waspada terhadap mass media berupa artikel, buku, tulisan, buku-buku dan tulisan-tulisan bohong yang 90% dikuasai Zionis Kapitalis dan Imperialis.
2. Memberikan wawasan yang luas tentang Islam, baik dalam akidah, fikhi, akhlak dan pemikiran Islam, terutama “Muqâranah al-Fiqhi”/ Perbandingan mazhab.
3. Memberikan wawasan tentang Islam yang universal, bahwa suku-suku dan bangsa-bangsa itu untuk saling kenal-mengenal, dan setiap muslim muncul sebagai Rahmatan lil ‘Alamin, tidak fanatik suku dan bangsa.
E.  Al-Qur ân
Al-Qurân menjelaskan orang-orang yang sesat, yaitu :
·        orang-orang yang menyekutukan Allah (Qs. al-Nisa’ [4]: 116)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَ‌ٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.’
·        orang kafir (Qs. al-Nisa’ [4]: 136)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزَلَ مِن قَبْلُ ۚ وَمَن يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”
·        orang murtad alias menjadi kafir setelah beriman (Qs. Ali ‘Imrân [3]: 90
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَّن تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ
“Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.”
·        orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah berikan kepada mereka semata-mata demi mendustakan Allah (Qs. al-An’am [6]:140
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ قَتَلُوا أَوْلَادَهُمْ سَفَهًا بِغَيْرِ عِلْمٍ وَحَرَّمُوا مَا رَزَقَهُمُ اللَّهُ افْتِرَاءً عَلَى اللَّهِ ۚ قَدْ ضَلُّوا وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui , dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezkikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
·        berputus asa dari rahmat Tuhannya (Qs. al-Hijr [15]: 56)
قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
“Ibrahim berkata: Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat".
·        orang yang telah dikuasai oleh kejahatannya (Qs. al-Mu’minun [23]:106)
قَالُوا رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ
“Mereka berkata: Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat.”
·        mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, yaitu memilih yang lain dalam suatu perkara, padahal Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu keputusan dalam perkara tersebut (Qs. al-Ahzab [33]: 36)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
·        orang kafir, yaitu orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat serta menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok (Qs. Ibrahim [14]: 2-3.)
اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَوَيْلٌ لِّلْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ شَدِيدٍ   الَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآخِرَةِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا ۚ أُولَـٰئِكَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ
“Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.  (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.”
·        Termasuk bagian dari kesesatan (al-dhalâlah) adalah perilaku berhukum kepada thaghut (Qs. al-Nisa’ [4]: 60)
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut , padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”
·        serta mengambil musuh Allah dan musuh kaum Muslim sebagai wali, karena rasa kasih sayang (Qs. Mumtahanah [60]: 1)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَن تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِن كُنتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنتُمْ ۚ وَمَن يَفْعَلْهُ مِنكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”
·        dan sebagainya.
Berdasarkan semua itu, secara syar’i, al-dhalâl bisa didefinisikan sebagai penyimpangan dari Islam dan kufur terhadap Islam (inhirâf ’an al-islâm wa kufr bihi). Dengan demikian, semua bentuk penyimpangan dari Islam merupakan bagian dari kesesatan. Akan tetapi, tidak semua bentuk penyimpangan dari Islam itu menjadikan pelakunya bisa divonis kafir. Al-Qurân sendiri menjelaskan bahwa perbuatan berhukum pada hukum thâghût (hukum selain dari yang diturunkan oleh Allah) merupakan perbuatan kufur. Namun, tidak semua pelakunya divonis kafir, tetapi ada juga yang dinilai fasik atau zalim.
Penyimpangan dari Islam itu bisa berupa kesalahan, yaitu kekeliruan pemahanan dan praktik yang terkait dengan perkara syariah yang konsekuensinya adalah maksiat. Namun, penyimpangan bisa juga dalam bentuk kesalahan pemahaman yang terkait dengan perkara akidah atau syariah, tetapi diyakini kebenarannya, yaitu yang merupakan perkara qath’i atau bagian dari perkara yang ma’lûm min ad-dîn bi adh-dharûrah, yang konsekuensinya adalah kekufuran. Hal yang sama berlaku juga dalam hal pengingkaran.
Dengan demikian, penyimpangan dan pengingkaran yang berkonsekuensi penganut atau pelakunya bisa dinilai sesat adalah penyimpangan atau pengingkaran dalam perkara ushûl, bukan dalam perkara furu’. Perkara ushul adalah perkara yang berkaitan dengan akidah, sedang dalam bidang furu’ tidak termasuk dalam kafir akidah, tetapi kafir ‘amali.
Sebagai contoh, ketika tahun yang lalu mengunjungi Turki, maka saya memperoleh informasi bahwa penduduk Turki 99% muslim yang perinciaannya sebagai berikut :
1. 30 % yang shalatnya 5 kali sehari semalam.
2. 30 % yang shalatnya 1 kali sepekan hanya Jum’at saja.
3. 20 % yang shalatnya 2 kali setahun hanya ‘Idain ( ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adhha saja.
4. 19 % tidak pernah shalat kecuali ketika mati dishalatkan.
Dikalangan mazhab Hanafi, syahadat 1 kali seumur hidup, ketika meninggal wajib di shalatkan, karena mengingkari shalat itu hanya kafir ‘amali/amal, bukan kafir I’tiqadi /iktikad. Di Indonesia tidak akan jauh dari contoh di Turki.
F.  Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Dalam hal ini MUI telah memberikan kriteria suatu paham atau aliran bisa dinilai sesat, yaitu apabila memenuhi salahsatu dari kriteria berikut:
1. Mengingkari salah satu dari Rukun Iman yang 6 (enam) yakni beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhirat, Qadha dan Qadar; serta Rukun Islam yang 5 (lima), yakni: mengucapkan dua kalimah syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji.
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syariah (al-Qurân dan al-Sunnah)
3. Meyakini turunnya wahyu setelah al-Qurân.
4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi al-Qurân.
5. Melakukan penafsiran al-Qurân yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan nadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul.
8. Mengingkari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, salat fardhu tidak 5 waktu.
10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya, atau hanya karena berbeda mazhab.
G. Petikan Deklarasi Perwakilan Ulama Sedunia di Amman Yordania (27 Ramadhan/9 Novenber 2004).
“Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlussunnah (Syafi’I, Hanafi, Maliki, Hanbali) dan mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadhi dan mazhab Zhahiri adalah MUSLIM. Tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari pengikut /penganut mazhab-mazhab yang disebut diatas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari pengikut /penganut mazhab-mazhab yang disebut diatas tidak boleh dihalalkan”.
H.  Pandangan para Ulama Terdahulu.
Kriteria-kriteria ini bukan hal baru. Para ulama sejak dulu telah membahasnya. Meski demikian, siapapun tidak boleh gampang mengatakan orang lain sesat. Penilaian sesat itu serupa dengan penilaian kafir. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Siapa saja yang berkata kepada saudaranya (yang Muslim), “Hai kafir,” maka sungguh tuduhan itu berlaku kepada salah seorang dari keduanya, jika memang tuduhan itu benar; jika tidak, tuduhan itu kembali ke pihak penuduh” – Hr. Bukhari, Muslim dan Ahmad.
Justifikasi sesat itu harus dilakukan melalui proses pembuktian (tabayyun). Jika sudah terbukti sesat dengan bukti-bukti yang meyakinkan, maka harus dikatakan sesat, seperti Ahmadiyah. Kemudian penganutnya didakwahi agar bertobat dan kembali pada yang haq, yaitu Islam.
Wallâhu a’lam bi al-shawâb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar