Pages

Sabtu, 12 Mei 2012

3. PENGERTIAN DAKWAH

Dakwah, Definisi Etimologi dan Termonilogi

A.          Pengertian Dakwah Islami
Secara etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa ‘Arab yakni: دعا يدعوا دعاة/ دعوة. Jadi kata du’aa atau dakwah dalam isim Masdar dari du’aa yang keduanya mempunyai arti sama yaitu ajakan atau panggilan.
Asal kata du’aa bisa diartikan dengan macam-macam arti, tergantung kepada pemakaiannya dalam kalimat. Misalnya: دعاه dapat diartikan memanggil atau menyeru ia akan dia. دعا له  dengan arti mendo’akan dia baginya.
Menurut pendapat ulama Basrah, dasar pemanggilan kata dakwah itu adalah kata dari masdar yakni دعوة  yang artinya panggilan.
Sedangkan menurut ulama Kuffah, perkataan dakwah itu diambil dari akar kata دعا  yang artinya telah memanggil-manggil.
Kesimpulan kata dakwah mempunyai arti ganda tergantung kepada pemakaiannya dalam kalimat. Namun dalam hal ini, yang dimaksud adalah dalam arti seruan, ajakan atau panggilan. Dan panggilan itu adalah panggilan kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Atau dalam pengertian yang integralistik dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami.
Pengertian dakwah menurut terminologi atau istilah ada beraneka ragam yang dikemukakan oleh para ahli yaitu:
1. Syaikh Ali Mahfudz

حث الناس عل الخير والهدى والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ليقوزوا بسعادة العاجل والأجل) .الشيخ علي محفوظ(
Artinya: Mendorong manusia atas kebaikan dan petunjuk dan menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran guna mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
1.Abu Bakar Zakaria
Dinukilkan kembali oleh Drs. Anwar Masy’ari dalam bukunya studi tentang ilmu dakwah sebagai berikut:

قيام العلماء والمستنزرين في الدين بالتعليم الجمهور من العامة ما يبصرهم بأمور دينهم بقدر الطاقة.
Artinya: Usaha para ulama dan orang-orang yang memiliki pengertian tentang agama memberikan pelajaran kepada khalayak ramai berupa hal-hal yang menimbulkan pengertian berkenaan dengan unsur-unsur agama dan dunia mereka sesuai dengan daya mampu.
1.Muhammad Natsir
Muhammad Natsir membedakan pengertian risalah di suatu pihak dan dakwah di pihak lain. Pendapatnya antara lain: “Risalah adalah tugas yang dipikulkan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya, sedangkan dakwah adalah tugas para muballigh untuk meneruskan risalah sesudah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, tegasnya, tugas risalah para Rasul dan tugas dakwah para muballigh.”
2.Prof. Thoha Yahya Umar, MA
Prof. Thoha Yahya Umar, MA membagi pengertian dakwah menjadi dua bagian yakni dakwah secara umum dan dakwah secara khusus.
Pengertian dakwah secara umum ialah ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntunan – tuntunan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia agar menganut, menyetujui, dan melaksanakan suatu ideologi pendapat pekerjaan yang tertentu.
Pengertian dakwah secara khusus ialah mengajak manusia secara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah aturan untuk kebahagiaan dan kemaslahatan mereka di dunia dan di akhirat.
3.Drs. Hamzah Ya’cub
Drs. Hamzah Ya’cub mengkategorikan dakwah secara umum dan dakwah menurut Islam. “Pengertian ilmu dakwah secara umum ialah suatu pengetahuan yang mengajarkan dan tekhnik menarik perhatian orang guna mengikuti suatu ideologi dan pekerjaan tertentu. Adapun definisi dakwah Islam ialah mengajak ummat manusia dengan hikmah dan kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
4. A. Hasmy
Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an, mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.
5.Amrullah Ahmad
Menurut Amrullah Ahmad .ed., dakwah Islami merupakan aktualisasi Imani (Teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tataran kegiatan individual dan sosio kultural dalam rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.
6. Amin Rais
Menurut Amin Rais, dakwah adalah gerakan simultan dalam berbagai bidang kehidupan untuk mengubah status quo agar nilai-nilai Islam memperoleh kesempatan untuk tumbuh subur demi kebahagiaan seluruh umat manusia.
7. Farid Ma’ruf Noor
Menurut Farid Ma’ruf Noor, dakwah merupakan suatu perjuangan hidup untuk menegakkan dan menjunjung tinggi undang-undang Ilahi dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat sehingga ajaran Islam menjadi shibghah yang mendasari, menjiwai, dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku dalam hidup dan kehidupannya.
10. Abu Bakar Atjeh
Menurut Abu Bakar Atjeh, dakwah adalah seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasehat yang baik.
Berpedoman kepada pengertian yang dikemukaan oleh para ahli di atas maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan bahwa: Dakwah adalah suatu proses penyelenggaraan aktifitas atau usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja dalam upaya meningkatkan taraf dan tata nilai hidup manusia dengan berlandaskan ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun bentuk usaha yang dilakukan tersebut meliputi:
1.  Mengajak manusia untuk beriman, bertaqwa serta mentaati segala perintah Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
2.  Dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
3.  Memperbaiki dan membangun masyarakat yang Islami.
4.  Menegakkan dan mensyi’arkan agama Islam.
Dan proses penyelenggaraan tersebut merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan yakni kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam kaitannya dengan makna dakwah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan secara seksama, agar dakwah dapat dilaksanakan dengan baik.
Pertama, dakwah sering disalah artikan sebagai pesan yang datang dari luar. Pemahaman ini akan membawa konsekuensi kesalahlangkahan dakwah, baik dalam formulasi pendekatan atau metodologis, maupun formulasi pesan dakwahnya. Karena dakwah dianggap dari luar, maka langkah pendekatan lebih diwarnai dengan pendekatan interventif, dan para dai lebih mendudukkan diri sebagai orang asing, tidak terkait dengan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Kedua, dakwah sering diartikan menjadi sekadar ceramah dalam arti sempit. Kesalahan ini sebenarnya sudah sering diungkapkan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja terjadi penciutan makna, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal yang bersifat rohani saja. Istilah “dakwah pembangunan” adalah contoh yang menggambarkan seolah-olah ada dakwah yang tidak membangun atau dalam makna lain, dakwah yang pesan-pesannya penuh dengan tipuan sponsor.
Ketiga, masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah sering dianggap masyarakat yang vacum ataupun steril, padahal dakwah sekarang ini berhadapan dengan satu setting masyarakat dengan beragam corak dan keadaannya, dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang serba nilai dan majemuk dalam tata kehidupannya, masyarakat yang berubah dengan cepatnya, yang mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka.
Keempat, Sudah menjadi tugas manusia untuk menyampaikan saja (al-Ghaasyiah: 21-22), sedangkan masalah hasil akhir dari kegiatan dakwah diserahkan sepenuhnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ia sajalah yang mampu memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada manusia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiripun tidak mampu memberikan hidayahnya kepada orang yang dicintainya (al-Qashash: 56).
فَذَكِّرْ إِنَّما أَنْتَ مُذَكِّرٌ    لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ 

Artinya : Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka (QS. Al Ghaasyiah : 21-22)
إِنَّكَ لا تَهْدي مَنْ أَحْبَبْتَ وَ لكِنَّ اللَّهَ يَهْدي مَنْ يَشاءُ وَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدينَ
Artinya : Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang- orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qashash : 56)
Akan tetapi, sikap ini tidaklah berarti menafikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari kegiatan dakwah yang dilakukan. Dakwah, jika ingin berhasil dengan baik, haruslah memenuhi prinsip-prinsip manajerial yang terarah dan terpadu, dan inilah mungkin salah satu maksud hadis Nabi, “Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika salah seorang di antara kamu beramal, amalnya itu dituntaskan.” (HR Thabrani). Karena itu, sudah tidak pada tempatnya lagi kalau kita tetap mempertahankan kegiatan dakwah yang asal-asalan.
Kelima, secara konseptual Allah subhanahu wa ta’ala akan menjamin kemenangan hak para pendakwah, karena yang hak jelas akan mengalahkan yang bathil (al-Isra’ : 81). Akan tetapi, sering dilupakan bahwa untuk berlakunya sunatullah yang lain, yaitu kesungguhan (ar-Ra’d: 11). Hal ini berkaitan dengan erat dengan cara bagaimana dakwah tersebut dilakukan, yaitu dengan al-Hikmah, mau’idzatil hasanan, dan mujadalah billatii hiya ahsan (an-Nahl: 125).

وَ قُلْ جاءَ الْحَقُّ وَ زَهَقَ الْباطِلُ إِنَّ الْباطِلَ كانَ زَهُوقاً

Artinya : ” Dan katakanlah:" Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap” (QS. Al Isra’ : 81)

...إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ ما بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا ما بِأَنْفُسِهِمْ...

Artinya : ”... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (QS. Ar Ra’d : 11)

ادْعُ إِلى‏ سَبيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَ الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَ جادِلْهُمْ بِالَّتي‏ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبيلِهِ وَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدينَ
Artinya : ”Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk (QS. An Nahl : 125)
Berbicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena komunikasi adalah kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti, mengetahui dan kegiatan persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu faham atau keyakinan, melakukan suatu kegiatan atau perbuatan dan lain-lain. Keduanya (dakwah dan komunikasi) merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan. Dakwah adalah komunikasi, akan tetapi komunikasi belum tentu dakwah, adapun yang membedakannya adalah terletak pada isi dan orientasi pada kegiatan dakwah dan kegiatan komunikasi. Pada komunikasi isi pesannya umum bisa juga berupa ajaran agama, sementara orientasi pesannya adalah pada pencapaian tujuan dari komunikasi itu sendiri, yaitu munculnya efek dan hasil yang berupa perubahan pada sasaran. Sedangkan pada dakwah isi pesannya jelas berupa ajaran Islam dan orientasinya adalah penggunaan metode yang benar menurut ukuran Islam. Dakwah merupakan komunikasi ajaran-ajaran Islam dari seorang da’i kepada ummat manusia dikarenakan didalamnya terjadi proses komunikasi.

B. Unsur-unsur Dakwah
Yang dimaksud unsur-unsur dakwah dalam pembahasan ini adalah bagian-bagian yang terkait dan merupakan satu kesatuan dalam suatu penyelenggaraan dakwah. Jadi, unsur-unsur dakwah tersebut adalah :
1. Subjek Dakwah
Dalam hal ini yang dimaksud dengan subjek dakwah adalah yang melaksanakan tugas-tugas dakwah, orang itu disebut da’i atau muballigh. Dalam aktivitasnya subjek dakwah dapat secara individu ataupun bersama-sama. Hal ini tergantung kepada besar kecilnya skala penyelenggaraan dakwah dan permasalahan-permasalahan dakwah yang akan digarapnya. Semakin luas dan kompleks-nya permasalahan dakwah yang dihadapi, tentunya besar pula penyelenggaraan dakwah dan mengingat keterbatasan subjek dakwah, baik di bidang keilmuan, pengalaman, tenaga dan biaya, maka subjek dakwah yang terorganisir akan lebih efektif daripada yang secara individu (perorangan) dalam rangka pencapaian tujuan dakwah. Dalam pengertian subjek dakwah yang terorganisir, dapat dibedakan dalam tiga komponen, yaitu :
(1) da’i,
(2) perencana dan
(3) pengelola dakwah.
Sebagai seorang da’i harus mempunyai syarat tertentu, diantaranya :
·     Menguasai isi kandungan al-Quran dan sunah Rasul serta hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas dakwah.
·     Menguasai ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan tugas-tugas dakwah.
·     Takwa pada Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Objek Dakwah (audience).
Objek dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan dakwah. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya, adalah sebagai objek dakwah. Hal ini sesuai dengan sifat keuniversalan dari agama Islam dan tugas kerisalahan Rasulullah.
Ditinjau dari segi tugas kerisalahan Rasullulah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka objek dakwah dapat digolongkan menjadi dua kelompok :
Pertama, umat dakwah yaitu umat yang belum menerima, meyakini, dan mengamalkan ajaran agama Islam.
Kedua, umat ijabah yaitu umat yang dengan secara ikhlas memeluk agama Islam dan kepada mereka sekaligus dibebani kewajiban untuk melaksanakan dakwah.
Mengingat keberadaan objek dakwah yang heterogen, baik pada tingkat pendidikan, ekonomi, usia, dan lain sebagainya, maka keberagaman tersebut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan model penyelenggaraan dakwah, sehingga benar-benar dapat secara efektif dan berhasil dalam menyentuh persoalan-persoalan kehidupan umat manusia sebagai objek dakwah.
3. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh da’i kepada objek dakwah, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits. Agama Islam yang bersifat universal yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dan bersifat abadi sampai di akhir jaman serta mengandung ajaran-ajaran tentang tauhid, akhlak dan ibadah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa materi dakwah meliputi tauhid, akhlak, dan ibadah. Sangat mendalam dan luasnya ajaran Islam menuntut subjek dakwah dalam penyampaian materi dakwah sesuai dengan kondisi objektif objek dakwah, sehingga akan terhindar dari pemborosan. Oleh karena itu, seorang da’i hendaknya mengkaji objek dakwah dan strategi dakwah terlebih dahulu sebelum menentukan materi dakwah sehingga terhindar dari hal-hal yang dapat menghambat kegiatan dakwah.
4. Metode Dakwah.
Metode dakwah adalah cara-cara menyampaikan pesan kepada objek dakwah, baik itu kepada individu, kelompok maupun masyarakat agar pesan-pesan tersebut mudah diterima, diyakini dan diamalkan. Sebagaimana yang telah tertulis dalam al-Qur’an dalam surat an-Nahl ayat 125:

 اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ  وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْن َ

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
5. Landasan Dakwah
Landasan dakwah dalam al- Qur’an ada tiga, yaitu: Bil hikmah (kebijaksanaan), yaitu cara-cara penyampaian pesan-pesan dakwah yang sesuai dengan keadaan penerima dakwah.
Operasionalisasi metode dakwah bil hikmah dalam penyelenggaraan dakwah dapat berbentuk: ceramah-ceramah pengajian, pemberian santunan kepada anak yatim atau korban bencana alam, pemberian modal, pembangunan tempat-tempat ibadah dan lain sebagainya.
Mau’idah hasanah, yakni memberi nasehat atau mengingatkan kepada orang lain dengan tutur kata yang baik, sehingga nasehat tersebut dapat diterima tanpa ada rasa keterpaksaan. Penggunaan metode dakwah model ini dapat dilakukan antara lain dengan melalui :
(1) kunjungan keluarga,
(2) sarasehan,
(3) penataran/kursus-kursus,
(4) ceramah umum,
(5) tabligh,
(6) penyuluhan.
Mujadalah (bertukar pikiran dengan cara yang baik), berdakwah dengan mengunakan cara bertukar pikiran (debat). Pada masa sekarang menjadi suatu kebutuhan, karena tingkat berfikir masyarakat sudah mengalami kemajuan. Namun demikian, da’i hendaknya harus mengetahui kode etik (aturan main) dalam suatu pembicaraan atau perdebataan, sehingga akan memperoleh mutiara kebenaran, bahkan terhindar dari keinginan mencari popularitas ataupun kemenangan semata.
6. Tujuan Dakwah
Sebagai bagian dari kegiatan dakwah Islam tentunya mempunyai tujuan. Secara hakiki dakwah mempunyai tujuan menyampaikan kebenaran ajaran yang ada dalam al-Qur’an-al-Hadits dan mengajak manusia untuk mengamalkanya. Tujuan dakwah ini dapat dibagi menjadi, tujuan yang berkaitan dengan materi dan objek dakwah.
Dilihat dari aspek tujuan objek dakwah ada empat tujuan yang meliputi :
Ø tujuan perorangan,
Ø tujuan untuk keluarga,
Ø tujuan untuk masyarakat, dan
Ø tujuan manusia sedunia.
Sedangkan tujuan dakwah dilihat dari aspek materi, menurut Masyhur Amin ada tiga tujuan yang meliputi :
Pertama, tujuan akidah, yaitu tertanamnya akidah yang mantap bagi tiap-tiap manusia.
Kedua, tujuan hukum, aktivitas dakwah bertujuan terbentuknya umat manusia yang mematuhi hukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah SWT.
Ketiga, tujuan akhlak, yaitu terwujudnya pribadi muslim yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah. Dari keseluruhan tujuan dakwah dilihat dari aspek maupun materi dakwah, maka dapat dirumuskan tujuan dakwah adalah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sumber  : http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/07/pengertian-dakwah-islami.html


Dari miswar bin Makhramah rhuma, dia menceritakan “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui para shahabat radhiyallahu anhum ajma’in, lalu bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku sebagai rahmat bagi sekalian ummat manusia, oleh karena itu hendaklah kalian menyampaikan apa-apa yang telah kalian dengar dariku—Semoga Allah merahmati kalian—dan janganlah kalian menentang seperti penentangan kaum Hawariyyin terhadap nabi Isa ‘alaihis salam. Karena sesungguhnya Isa bin maryam ‘alaihis salam telah mengajak kaumnya kepada suatu tugas yang sama seperti yang aku tugaskan kepada kalian. Adapun orang yang diutus oleh Isa ‘alaihis salam ke tempat yang jauh, maka ia merasa keberatan sehingga Isa ‘alaihis salam mengadukan keberatan mereka itu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Akhirnya, setiap kaum Hawariyyin diberi tugas oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk berdakwah kepada kaumnya. Lalu Isa ‘alaihis salam berkata kepada kaumnya, “Ini adalah tugas yang telah diputuskan oleh Allah kepada kalian, karena itu laksanakanlah tugas itu.!” Setelah para shahabat radhiyallahu anhum ajma’in mendengar kisah itu , mereka berkata kepada Rasululllah, “Wahai Rasulullah, kami telah mendengar perintahmu dan kami siap melaksanakkannya, utuslah kami kemana pun engkau suka!” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Abdullah bin hudzafah radhiyallahu ‘anhu kepada kisra raja Persia, Salith bin amr radhiyallahu ‘anhu kepada Haudzah bin Ali penguasa Yamamah, ‘Alaa bin al Hadhrami radhiyallahu ‘anhu kepada Mundzir bin Sawa penguasa Hajar, Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu kepada Jaifar dan Abbad dua orang putera Julanda dan keduanya sebagai raja Oman, Dihyah al Kalbi radhiyallahu ‘anhu kepada Kaisar Romawi, Syuja bin Wahab al Asadi radhiyallahu ‘anhu kepada Mundzir bin Haris bin Abi Syimr al Ghassani, dan Amar bin Umayah ad-Dhamri radhiyallahu ‘anhu kepada Raja Najasyi. Para utusan tersebut dapat kembali semuanya ke Madinah sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, kecuali ‘Alaa bin al Hadhrami radhiyallahu ‘anhu, karena ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat dia sedang berada di Bahrain (HR thabrani. Menurut al Haitsami, dalam sanad ini terdapat Muhammad bin ismail bin bin ‘ayyasy dan dia adalah dhaif. Demikian disebutkan dalam kitab al Majma’ jilid V halaman 306)
Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari jilid VIII halaman 89, Para perawi hadits tentang sirah nabawiyah menambahkan, bahwa Muhajir bin Ali Umayah radhiyallahu ‘anhu diutus kepada Harits bin abdi kulal, Jarir radhiyallahu ‘anhu diutus kepada Dzil kala’, Saib radhiyallahu ‘anhu diutus kepada Musailamah, dan Hathib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu diutus kepada Muqauqis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar