Pages

Senin, 15 Oktober 2012

63. USAHA NUBUWWAH DAN TARGETNYA (2)

Tugas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
Di tengah-tengah masyarakat yang disebut jahiliyah, dimana yang kuat menguasai yang lemah, disaat berhala-berhala menjadi sesembahan, disaat anak perempuan adalah aib bagi sang ayah, disaat pekerjaan maksiat menjadi biasa, disaat itulah diutus seorang Rasul akhir zaman, penutup segala Nabi dan rasul mengemban risalah Allah. Untuk mengatasi masalah ummat yang jahiliyah tersebut, Rasul yang diutus oleh Allah, diberi tugas utama memberi peringatan kepada ummat. Ayat-ayat yang diturunkan pada awal-awal adalah :
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ‌ ﴿١ قُمْ فَأَنذِرْ‌ ﴿٢ وَرَ‌بَّكَ فَكَبِّرْ‌ ﴿٣
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah!” (QS. Al Muddatstsir : 1-3)
فَذَكِّرْ‌ إِن نَّفَعَتِ الذِّكْرَ‌ىٰ ﴿٩
“Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat.” (QS. Al A’la : 9)
وَذَكِّرْ‌ فَإِنَّ الذِّكْرَ‌ىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ﴿٥٥
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz Dzariyat : 55)
Adalah suatu hal yang tidak bisa dibantah, bahwa suatu agama yang baru tidak mungkin menjadi kenyataan jika tidak mempunyai tujuan yang memadai, lebih-lebih agama ini diturunkan pada suatu masyarakat Arab yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah. Jahiliyah tidaklah semata-mata menunjukkan bahwa masyarakat tersebut adalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka adalah masyarakat yang mempunyai nilai-nilai sastra yang tinggi dan pedagang-pedagang yang sukses, namun sikap mental dan moral mereka yang menyebabkan mereka lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah.
Rasul yang diutus adalah manusia seperti manusia yang lain dalam  hal naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya; tetapi bukan dalam sifat-sifat dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan langsung dari Tuhan yang telah memilihnya untuk menjadi yang terbaik dari seluruh makhluk ciptaanNya dan mempunyai kedudukan   istimewa  di  sisi-Nya,  sedang  yang  lain  tidak demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu  yang  sama jenisnya  dengan  batu  yang ada di  jalan,  tetapi  ia  memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh  batu-batu  lain.  Dalam bahasa  tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah basyariyah bukan  pada  insaniyah." Untuk itulah Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan firmanNya :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْ‌سَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرً‌ا وَنَذِيرً‌ا ﴿٤٥ وَدَاعِيًا إِلَى اللَّـهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَ‌اجًا مُّنِيرً‌ا ﴿٤٦
“Hai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutus engkau untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, untuk menjadi penyeru Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi.” (QS. Al Ahzab : 45 – 46)
Imam Al-Suyuthi rahmatullah ‘alaih dalam kitab al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir al-Ma’tsur menjelaskan bahwa ayat ini turun pada saat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pergilah kalian berdua! Berilah kabar gembira dan jangan berselisih, berikan kemudahan dan jangan memberi kesulitan, karena telah datang kepadaku wahyu: (Hai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutus engkau untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, untuk menjadi penyeru Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi).” Hal ini berdasarkan riwayat dari Abi Hatim, al Thabari, Ibn Mardawih, Al-Khatib dan Ibn Asyakir dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu.
Abdullah Ibn Hamid, Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim dari Qathadah radhiyallahu ‘anhu, menjelaskan tentang ayat di atas, bahwa maksud dari. Syahidan atau saksi yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai saksi terhadap ummat bahwa para nabi dan rasul telah menyampaikan risalah Tuhan, wa mubasyiran atau pembawa berita gembira, yaitu surga dan sebagai wa nadziira  yaitu pemberi peringatan berupa neraka. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga sebagai daâ’i yaitu penyeru ke jalan Allah sampai adanya pengakuan Tiada Tuhan selain Allah, sedangkan wa siraajam muniiran atau lentera yang terang benderang, yaitu kitabullah yang menjadi tujuan dari dakwah untuk taat kepada Allah.
Berdasarkan paparan para Mufassir, dapat dikemukakan 5 kriteria tugas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam al-Quran, kelima kriteria itu adalah :
1. Syahid atau Penyaksi, pada kriteria ini Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam befungsi sebagai saksi bagi Allah terhadap ummatnya di dalam hal mereka mempergunakan fikiran untuk mengenal Tuhannya, beliau juga merupakan saksi hidup terhadap kebenaran wahyu Ilahi yang beliau sampaikan dan diakhirat kelak beliaupun menjadi saksi ketika ummatnya ditanya tentang amalan, baik dan buruknya, beliau akan memberikan kesaksian disaat semua makhluk dihadapkan kemuka Mahkamah Tuhan bahwa risalah Ilahi telah beliau sampaikan dengan tidak mengurangi dan menambahkan dengan keinginan pribadi, hal ini digambarkan di dalam fiman Allah berikut:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَـٰؤُلَاءِ شَهِيدًا ﴿٤١
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan saksi (Rasul)dari tiap-tiap ummat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (ummatmu).” (QS. Al-Nisa : 41)
Sebagai saksi dimana kesaksian itu pasti diterima sebagaimana kesaksian saksi yang adil di dalam hukum.
2. Basyir/Mubasyir, yaitu pembawa berita gembira apabila perintah Allah yang disampaikan olehnya dan dilaksanakan oleh ummatnya serta larangan-Nya ditinggalkan maka mereka berhak mendapat kabar gembira berupa kenikmatan, ampunan dari dosa, keselamatan dunia dan akhirat, tempat yang mulia disisi Allah dan Ridha-Nya, serta jaminan surga serta dan Musyahadah bagi orang ahli Mahabbah.
3. Nadzir/Mundzir, yaitu pemberi peringatan apabila ada yang tidak mau menerima kebenaran ilahi, mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, melakukan perbuatan maksiat dan dosa tanpa mengindahkan larangan-larangan dan meninggalkan perintah-perintah-Nya. Peringatan bagi orang-orang kafir dan maksiat dengan neraka dan hijab bagi mereka yang ghafil/lupa.
4. Da’i yaitu penyeru kepada Allah dengan izin-Nya. Seruan tunggal dari Rasul adalah menyeru manusia ke jalan Allah, bukan seruan kepada berebut dunia atau perebutan harta dan kekuasaan dan lain-lain. Namun dakwah itu sendiri mempunyai keterkaitan dengan izin Allah karena segala jalan yang ditempuh di dalam hidup ini bagaimanapun baiknya maksud dan tujuannya. Jika Allah tidak mengizinkan maka tidaklah akan tercapai. Manusia hanya berikhtiar sedangkan hasil akhir di tangan Allah, itulah sebabnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam dakwahnya tidak terlepas dari do’a, bermunajat dan berdzikir kepada Allah agar tugas yang diembannya mendapatkan kemudahan dan langkahnya selalu berada dalam petunjuk dan bimbingan Allah subhanahu wa ta’ala. Dakwah itu sangat terkait dengan izin Allah karena dakwah adalah suatu hal yang sulit dan tidak akan berhasil tanpa pertolongan dan izin-Nya. Seperti firman Allah:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَـٰكِنَّ اللَّـهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿٥٦
“Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk terhadap orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya dan Allah lebih mengetahui orang-orang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56)
Dalam firman Allah berikut :
وَدَاعِيًا إِلَى اللَّـهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَ‌اجًا مُّنِيرً‌ا ﴿٤٦
“…untuk menjadi penyeru Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi.” (QS. Al Ahzab : 46)
Ulama menafsirkan bi idznihi (بِإِذْنِهِ) = dengan izinNya dengan bi amrihi (بِأَمْرِهِ) = dengan perintah-Nya, bukan dengan pendapat dan kehendak pribadi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena hukum yang didasari dengan pendapat dan kehendak pribadi akan menyimpang dari kesempurnaan. Untuk itu kesempurnaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam seperti firman Allah :
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ﴿٤
“Dan tiadalah yang diucapkan itu (Al-Quran) menurut kemauan dan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah Wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” ( QS. al-Najm : 3-4)
5. Al-Siraj al-Munir, lentera yang benderang, hal ini dinisbahkan kepada sikap hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, jalan yang beliau tempuh, iman dan keyakinan beliau terhadap apa yang beliau bawa (risalah). Sikap dan sejarah hidup beliau adalah merupakan mercusuar yang dapat dijadikan pedoman dari segala jurusan. Bertambahnya musuh Islam yang ingin memadamkan cahaya itu semakin bertambahlah memancar sinar dari cahaya itu. Jika matahari jadi pelita bagi alam, maka nur dari pelita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah memberi cahaya sepanjang zaman bagi manusia yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Imam al-Shabuny menafsirkan wa sirajam muniiran  yaitu lentera yang benderang dimana orang-orang yang tersesat mendapat petunjuk darinya. Ibn Katsir menafsirkan bahwa wa sirajam muniiran adalah ungkapan dimana Allah berfirman : engkau Muhammad laksana mentari yang terbit dan bersinar yang tidak akan ada yang mengingkari kecuali orang-orang yang ingkar. Al-Zamakhsyari berpendapat bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diumpamakan sebagai lentera yang benderang karena Allah ingin menyingkap tabir kegelapan dan kemusyrikan sehingga orang yang sesat mendapat petunjuk seperti tersibaknya kegelapan malam dengan lentera yang terang. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah lentera yang terang yang dengannya Allah mencerai beraikan kegelapan dan kesesatan.
Target Kerja Kenabian atau Usaha Nubuwah.
Target yang paling penting adalah bagaimana kehidupan kita ini meniru dari kehidupan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu anhum, yaitu menjadi penerang dalam kegelapan. Jadi penting kita mempunyai target dalam melaksanakan kerja kenabian ini.
Diantaranya target dari usaha nubuwah adalah :
1.    Bagaimana ummat dapat mengamalkan agama secara sempurna selama 24 jam.
2.    Bagaimana ummat dapat melanjutkan risalah kenabian yaitu kerja dakwah
3.    Bagaimana ummat dapat mengikuti napak tilas pengorbanan kehidupan para sahabat
Sehingga nanti semua manusia dapat selamat dunia dan akherat. Inilah yang namanya jalan keselamatan. Jalan keselamatan adalah mengikuti Jalan Hidayah atau Sunanul Huda. Allah telah berikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Sunanul Huda : jalan-jalan petunjuk atau jalan-jalan hidayah, agar manusia bisa mendapatkan yang namanya kebahagiaan dan keselamatan. Siapa saja yang berjalan diluar Sunanul Huda niscaya mereka akan tersesat dan jauh dari petunjuk Allah. Jika kita tidak diberi petunjuk maka kita akan sengsara hidup di dunia ini dan di akherat nanti. Seperti orang buta yang kehilangan tongkat, jalannya akan menderita, nabrak sana nabrak sini, terjatuh-jatuh. Begitulah orang yang hidup tanpa hidayah. Sedangkan Dakwah ini adalah salah satu Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang akan mendatangkan hidayah atau petunjuk kepada manusia.
Hari ini orang islam banyak yang hidup dengan cara Yahudi dan Nasrani, padahal satu-satunya kehidupan yang di ridhoi Allah dan yang Allah telah jamin hanya kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah suatu kehidupan yang didasari atas wahyu Allah, langsung petunjuknya dari Allah. Sehingga ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengamalkan petunjuk atau wahyu itu dengan sempurna maka kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam penuh dengan keberkahan dan pertolongan Allah. Beda dengan kehidupan kita hari ini yang penuh dengan kesulitan dan tidak ada pertolongan Allah. Hari ini kita setiap ada masalah baru lari ke ulama minta do’a karena merasa do’anya tidak didengar oleh Allah. Tetapi setelah minta do’a, ketika pulang kehidupannya tidak berubah, sama saja dengan sebelumnya seperti kehidupan Yahudi dan Nasrani. Bagaimana Allah akan tolong kita jika kita masih seperti mereka cara hidupnya. Beda dengan sahabat setiap ada masalah langsung lari kepada Allah, diselesaikan dengan shalat dan do’a, maka pertolongan Allah langsung turun saat itu juga. Mengapa doa sahabat ijabah sedangkan doa kita tidak ? padahal Tuhannya sama, Nabinya sama, Kitabnya sama, Kiblatnya sama. Ini disebabkan kehidupan yang kita jalani berbeda dengan sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Usaha ini adalah usaha atas napak tilas pergerakan dan pengorbanan para sahabat. Seseorang pernah bertanya kepada seorang Masyaikh dari Pakistan, Maulana Yunus, “Apa batasan atau kapan akhir dari perjalanan seseorang ini dalam membuat Amal Maqomi dan Amal Intiqoli ?” Jadi maksudnya apa batasan akhir amalan dakwah ini sehingga orang sudah dapat dikatakan sampai pada maksud dan tujuannya. Maulana Yunus rahmatullah ‘alaih katakan “Yaitu ketika pengorbanan ummat ini sudah sampai pada level seperti pengorbanan para sahabat.” Disebabkan karena tingginya pengorbanan para sahabat ini sehingga mereka bisa menarik langsung apa saja yang ada dari khazanah Allah subhanahu wa ta’ala, kapanpun mereka perlukan. Iman para sahabat radhiyallahu ‘anhum, sudah sampai pada taraf walaupun diperlihatkan pada mereka surga dan neraka, maka Iman mereka sudah tidak dapat naik lagi ataupun berkurang.
Namun selama kita ketika ditasykil masih ada rasa berat, masih merasa memerlukan ini dan itu, dan masih terkesan hati kita pada selain Allah, berarti kerja atas nishab waktu 40 hari, 4 bulan, ini adalah yang terbaik bagi dia untuk dilakukannya dalam rangka islah dan dalam rangka perjalanan mendekati kepada kehidupan sahabat radhiyallahu ‘anhum. Jika dia sudah bisa ditasykil, sudah mempunyai kesiapan untuk berangkat kapan saja diperlukan untuk agama, maka ketika itu nishab waktu sudah tidak berlaku lagi buat dia. Jika dalam hidupnya tidak ada lagi yang lebih penting dari perintah Allah dan rasulnya, ketika itu baru kapanpun diperlukan dia akan siap meninggalkan semua perkara yang dicintai demi agama.
Sahabat radhiyallahu ‘anhum kapan saja ada takaza atau permintaan untuk fissabillillah mereka selalu siap. Sehingga tidak ada nishab waktu diantara sahabat, yang ada kapan dibutuhkan mereka selalu siap dan tidak ada keraguan sedikitpun meninggalkan yang mereka punya. Sahabat sudah meletakkan hidupnya untuk mencapai maksud, sehingga siap mengorbankan segala-galanya kapan saja diminta untuk fisabillillah. Inilah sahabat, sedangkan kita belum bisa seperti itu. Mereka, para sahabat radhiyallahu ‘anhum, sudah tidak terkesan lagi pada apa yang mereka miliki, tetapi hanya pada apa yang Allah janjikan.
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum yakin bahwa dalam pengorbanan waktu, diri dan harta untuk agama Allah, maka didalamnya ada janji Allah yang akan diberikan nanti di akhirat; ada jaminan Allah yang akan diberikan di dunia dan ada pula pertolongan Allah yang akan diberikan sewaktu-waktu dengan pertolongan yang tidak sesuai dengan asbab atau diluar akal manusia. Karena mereka telah mengorbankan semuanya untuk agama Allah, termasuk nyawanya, maka tidak mengherankan dengan shalat dua rakaat mereka bisa berjalan di atas air tanpa kakinya basah, dan sebagainya.
Seseorang ulama bertanya kepada Masyeikh yang juga seorang Syeikhul Hadits, “Mengapa anda mau ikut dalam usaha ini yang tidak ada haditsnya mengenai tentang nishab 40 hari, 4 bulan, di jalan Allah tersebut ?” Lalu Masyeikh katakan mahfum, “Kerja dakwah ini adalah ijtihad dari Maulana Ilyas, dan saya merasa cocok dengan ijtihad beliau. Andaikata ada suatu usaha lain yang lebih baik daripada usaha ini dalam memperbaiki kehidupan ummat maka saya akan bantu dan ikut dalam perjuangan usaha tersebut !” Tetapi masalahnya saat ini yang ada dan banyak membawa ummat kepada perbaikan hanyalah usaha ini dan telah nampak hasilnya. Dan usaha atas amar ma’ruf atau kerja dakwah ini adalah usaha yang paling diperlukan ummat saat ini.
Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih ketika memulai usaha ini asbab fikirnya atas agama dan risaunya terhadap kondisi ummat saat itu di Mewat, beliau telah melakukan beberapa usaha atas perbaikan ummat :
1. Usaha Atas Ilmu : Mendirikan Madrasah
Namun ketika itu yang beliau temui adalah kegagalan, dan tidak effektif. Seperti ketika beliau membangun madrasah, salah seorang muridnya yang terbaik setelah lulus pergi kekota, dengan harapan murid tersebut dapat memberikan perbaikan terhadap kehidupan ummat di kota. Ternyata setelah bertemu kembali beberapa lama kemudian, si murid yang terbaik yang telah tinggal di kota ini, ketika bertemu telah hilang dari dirinya ciri-ciri keislamannya. Ini menunjukkan kegagalan atau ketidak effektifan usaha atas madrasah dalam memperbaiki ummat. Ketika si murid dibawa kepada suasana kota dimana amal agama tidak ada maka akan terjadi kemerosotan Iman.
2. Usaha atas Dzikir Ibadah : Mengajarkan Amalan Dzikir Tarekat
Beliau mempunyai murid dalam membuat amalan dzikir, karena beliau sendiri juga adalah seorang Mursyid tarekat. Namun masalahnya adalah murid-murid tarekat ini mempunyai kecenderungan untuk menyendiri, melakukan uzlah dengan membuat amalan dzikir. Sehingga perbaikan atas kehidupan ummatpun juga tidak nampak melalui cara ini.
3. Usaha atas Kerja Dakwah : Usaha atas Amar Ma’ruf & Fisabillillah
Asbab fikir beliau yang kuat atas agama dan kerisauannya atas ummat yang sudah rusak ini, sehingga Allah telah memberi petunjuk, ilham, kepada beliau untuk memulai kembali usaha nubuwah. Usaha Nubuwah yaitu usaha yang dibuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu kurun awal islam berkembang. Apa itu usaha Nubuwah ? Yaitu kerja dakwah, menyiapkan ummat melanjutkan risalah kenabian.
Rombongan dikirim untuk fisabillillah agar dapat membuat dan membawa suasana agama sehingga orang tertarik kembali untuk menghidupkan amal-amal agama di dalam rumahnya, lingkungannya, dan di seluruh alam. Caranya dengan membuat amal maqomi dan amal intiqoli, yaitu usaha atas ketaatan, amar ma’ruf, dan usaha atas pengorbanan, khuruj fisabillillah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditarbiyah oleh Allah agar ketergantungannya benar hanya kepada Allah, dengan cara memutuskan hubungan beliau dengan orang-orang yang disekitarnya dan yang dicintainya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum berdakwah diberi gelar oleh orang-orang “Al Amin”, “Yang Terpercaya”. Dan dicintai oleh banyak orang. Namun setelah datang perintah untuk berdakwah, orang yang sama yang memberi beliau gelar Al Amin memberi gelar yang baru menjadi “Al Majnun”, “Orang Gila”. Dan orang-orang yang mencintainya menjadi orang-orang yang paling benci dengannya bahkan dari kalangan keluarganya sendiri.
Dari kecil Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di tarbiyah agar selalu mempunyai ketergantungan yang benar, agar tidak tawajjuh kepada selain Allah. Belum lahir, ayahnya tempak seorang anak bergantung sudah wafat. Lalu baru sesaat bertemu ibunya ditengah perjalanan pulang ibunya wafat. Pamannya yang selalu melindunginya ketika saat-saat dibutuhkan dalam dakwah beliau juga Allah wafatkan. Istri beliau, Khadijah radhiyallahu ‘anha, yang selalu mendukungnya dalam kerja dakwah dan yang selalu menghiburnya dikala susah juga Allah wafatkan pada kurun masa awal kenabian. Beliau telah kehilangan segalanya dan kehilangan tempat bergantung selain kepada Allah. Bagaimana Allah mentarbiyah sahabat agar mempunyai tarbiyah yang sama seperti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga ketergantungannya hanya kepada Allah. Sahabat raadhiyallahu ‘anhum diperintahkan untuk hijrah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan segalanya dari anak, istri, harta, jabatan, kampung halaman, dan lain-lain.
Kita telah mengetahui bagaimana teguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mempertahankan kerja dakwah ini yaitu ketika beliau ditawarkan harta, jabatan, dan wanita oleh para petinggi kaum Quraish. Namun jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Walaupun engkau mampu meletakkan bulan ditangan kananku dan matahari ditangan kiriku, aku tidak akan tinggalkan kerja dakwah ini walaupun hanya sekejap saja. Pilihannya hanya dua yaitu mati dalam mendakwahkan agama Allah, atau hidup melihat agama tersebar.” Inilah keteguhan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memegang usaha dakwah. Inilah maksud dari usaha ini bagaimana fikir nabi menjadi fikir kita, risau nabi menjadi risau kita, kesedihan nabi menjadi kesedihan kita, kecintaan nabi menjadi kecintaan kita, mizaj nabi menjadi mizaj kita. Ini diperlukan pengorbanan dan training khusus yang dilakukan secara terus menerus sampai pada akhirnya wujud dalam diri kita. Inilah mengapa kita penting keluar di jalan Allah dan membuat amal maqomi di mesjid kita.
Dengan Usaha Nubuwah ( Kerja Dakwah ) ini bagaimana kita dapat mewujudkan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ke dalam kehidupan kita. Bagaimana caranya ? Yaitu dengan ikut dari pada Napak Tilas kehidupan Nabi dan Sahabat. Untuk perkara ini maka kita harus menjadikan maksud hidup nabi menjadi Maksud hidup kita, Kerja Nabi menjadi kerja kita, Fikir Nabi menjadi Fikir kita, Amal Nabi menjadi Amal kita, Perasaan Nabi menjadi Perasaan kita, Pola hidup nabi menjadi Pola hidup kita dan Do’a Nabi menjadi Do’a kita. Dengan cara inilah baru kehidupan Nubuwah akan wujud dalam kehidupan kita sebagaimana hidup di dalam kehidupan sahabat radhiyallahu ‘anhum. Inilah targetnya yaitu menghidupkan kembali kehidupan nubuwah yang diamalkan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum kedalam kehidupan kita sehari-hari. Apa itu kehidupan Nubuwah yaitu kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selama 24 jam.
Apa itu Maksud Hidup Nabi :
Dakwah à Menyampaikan Agama, memberi peringatan dan kabar gembira tentang Allah dan kehidupan Akherat.
Apa itu Amal Nabi :
1.    Seluruh Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari ujung rambut sampai ujung kaki
2.    Seluruh Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selama 24 jam
3.    Seluruh Perjalanan Hidup Nabi, Risau Nabi dan Fikir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Apa itu Kerja Nabi :
1.    Dakwah Illallah
2.    Taklim wa Taklum
3.    Dzikir Ibadah
4.    Khidmat
Apa itu Fikir Nabi :
1.    Bagaimana umat dari yang pertama lahir sampai yang terakhir mati di hari kiamat dapat mengucapkan La Illaha Illallah
2.    Bagaimana ummat dapat selamat dari Adzab Allah Ta’ala dunia dan akherat dan masuk ke dalam SurgaNya Allah Ta’ala
3.    Bagaimana seluruh manusia dapat mengamalkan agama secara sempurna.
4.    Bagaimana ummat ini dapat melanjutkan tugas Dakwah
Maka untuk dapat mewujudkan ini diperlukan usaha agar kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dapat wujud dalam kehidupan kita.
Mengapa kita perlu mengusahakan ini ? Karena seluruh aspek kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itulah yang namanya Agama. Tanpa usaha maka kehidupan nabi tidak akan bisa wujud dalam kehidupan kita. Methode yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mewujudkan Agama ini adalah “Learning By Doing”. Belajar dengan cara Pengamalan. Seperti orang yang belajar membawa mobil dengan praktek dan orang yang belajar mobil dengan membaca. Orang yang membaca cara membawa mobil belum tentu bisa membawa mobil dibandingkan dengan orang yang belajar membawa mobil dengan praktek. Yang mengamalkan membawa mobil dengan praktek dia akan lebih memahami apa yang harus dilakukan jika ada keadaan-keadaaan. Seperti apa yang harus dia lakukan dengan gas, gigi, dan fasilitas mobil lainnya ketika mobil jalan, atau sedang berhenti, atau sedang dalam keadaan berbelok. Sedangkan yang dengan membaca, dia akan terseok-seok dalam membawa mobil ketika diberi keadaan-keadaan. Inilah perbedaan antara orang yang mengetahui dan memahami.
Ciri-ciri Orang yang faham akan agama, adalah Jika Allah memberi dia ujian atau cobaan, maka dia akan mengerti bagaimana cara menghadapi masalah atau ujian tersebut. Sedangkan orang yang hanya tau teori agama, dia akan panik atau bingung menghadapi masalah atau keadaan tersebut sebagaimana orang yang bingung membawa mobil karena hanya belajar dari buku saja. Ini dikarenakan tidak adanya latihan atau praktek pengamalan agama. Sehingga ketika dia diberi ujian oleh Allah, dia tidak memahami kemauan Allah atas diri dia dalam keadaan tersebut. Ilmu agama akan memberikan kefahaman kepada kita jika diamalkan. Kefahaman ini hasilnya adalah keyakinan atas amal yang kita buat. Namun orang akan faham agama jika dia sudah amalkan agama. Seperti orang yang tau rasanya membawa mobil dengan praktek dan orang yang hanya membaca buku tentang membawa mobil. Hanya dengan Praktek membawa mobil baru kita bisa faham membawa mobil. Begitu juga dengan Agama hanya dengan praktek pengamalan, baru kita bisa siap terhadap keadaan dan ujian yang Allah kasih.
Dengan mengamalkan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, baru kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan wujud dalam kehidupan kita dan memahami pentingnya kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalamkehidupan kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dikatakan sebagai Al Qur’an berjalan karena seluruh kehidupan Al Qur’an wujud dalam diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Begitu juga Sahabat yang mencontoh seluruh aspek dari kehidupan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, merekapun adalah Al-Qur’an berjalan. Maka dalam rangka mewujudkan ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan terus menerus sampai sempurna. Tidak bisa hanya dengan latihan 3 hari, 40 hari, atau 4 bulan itu hanya sarana saja seperti bilangan 6 tahun di SD, 3 tahun di SMP, dan 3 tahun di SMA, namun yang namanya menyempurnakan ilmu atau belajar atau latihan itu dilakukan sampai mati tidak ada bilangannya.
Mengapa harus ke India – Pakistan, bukan ke Mekkah – Madinah?
Banyak anggota mereka yang telah menghabiskan harta mereka agar dapat datang ke India dan Pakistan belajar cara kerja dakwah yang asal. Sampai-sampai orang jual rumah, kendaraan, ternak, atau kehilangan modal usaha gara-gara ingin pergi ke sana. Bahkan dalam ceramah-ceramah mereka di markaz pusat maupun daerah selalu diakhiri dengan ajakan untuk pergi ke sana. Ada apa gerangan ?
Beredar di tengah masyarakat bahwa kiblat mereka jemaah tabligh bukan ke ka’bah, mereka tak mau pergi haji, haji mereka ke India Pakistan, dsb.
Orang tua di antara mereka mengatakan kami datang ke INDIA PAKISTAN untuk belajar ke tempat yang sudah hidup amal DAKWAH, bukan untuk beribadat di sana. Ada juga yang mengatakan sebagaimana orang ingin belajar sepak bola harus ke BRAZIL dan INGGRIS karena sudah sukses menjadi juara dunia. Begitu pula belajar HADITS orang perlu ke MADINAH, belajar qiraat ke MESIR, belajar madzhab Imam Syafi’i ke negeri MELAYU, belajar WAHABY ke ARAB SAUDI, belajar madzhab Hanafy ke KHURASAN. Maka apa salah kami belajar DAKWAH ke INDIA dan PAKISTAN karena di negeri itulah hidup amal dakwah.
Masjid banyak yang hidup 24 jam tidak seperti di Negara lain masjid banyak di kunci termasuk di MAKKAH dan MADINAH jika tak musim haji terkunci. (Penyalin : Rumah Allah DIKUNCI!!?) Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mulai kerja dari Masjid Nabawi yang hidup dengan amal 24 jam. Di Reiwind amalan hidup 24 jam sebagaimana Masjid Nabawi dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ada juga di antara mereka yang katakan : Kami ke INDIA mau lihat sejarah bagaimana hasil kerja dakwah yang dibuat oleh Syaikh Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih terhadap orang MEWAT. Suatu kampung pemakan bangkai, tidak mengenal Allah, tak pernah ibadah, sampai menjadi kampung yang penuh kesalehan.
Yang lain mengatakan banyak orang yang menuduh kami haji ke Pakistan bukan ke Mekah terkadang mereka sendiri belum berhaji. Lihatlah di markaz kami, di sana para hujjaj tak pernah di panggil Pak Haji, bahkan mereka berkali-kali haji, ini bisa dibuktikan jika kita Tanya para AHLI SYURA mereka rata-rata lebih dari 3 kali ke haji.
Di antaranya juga katakan : Kami datang untuk Shuhbah (berteman rapat/bershahabat untuk mengambil manfaat dari ILMU maupun AMAL) dengan ulama-ulama yang telah banyak berkorban dalam kerja dakwah, dan melihat kisah nyata kehidupan mereka yang telah jadikan dakwah sebagai MAKSUD HIDUP. Sebab jika kami tidak lihat mereka hanya baca tentang dakwah maka tak akan bisa kami terapkan.
Sebagaimana penjahit yang hanya membaca buku bagaimana cara menjahit jas tetapi tak pernah lihat bagaimana jas dibuat oleh penjahit yang lebih senior maka tak mungkin bisa jahit. Memang kalau kita mau jujur mengamati kepergian mereka ke India dan Pakistan tak merubah cara ibadah, dan cara mu’asyarah mereka, artinya tidak ada misi madzhab ataupun aliran yang dibawa. Mereka malahan lebih tenggelam dalam masyarakat dan memikirkan keadaan mereka yang jauh dari agama. Mereka shalat berjamaah dengan orang banyak, cara shalat pun tak berikhtilaf dengan ummat Islam lainnya hanya saja mereka lebih menekankan shalat berjamaah, di awal waktu, dan di masjid.
Jadi kebanyakan tuduhan-tuduhan orang terhadap mereka kebanyakan hanya ikut-ikutan dan mencari-cari celah kesalahan tanpa melihat perubahan yang terjadi terhadap orang yang pulang dari sana.
Beberapa Kritikan terhadap Usaha Dakwah dan Tabligh.
Kalau kita mau jujur melihat kritikan yang beredar sejak awal usaha didirikan oleh Syaikh Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih, maka kita akan dapati kritikan dengan materi yang sama. Karena usut punya usut selalu bersumber dari kitab yang sama yang selalu dijadikan topik yang berulang-ulang. Di antara kritikan yang berulang-ulang itu adalah :
1.    Mereka tak memiliki Tauhid Uluhiyyah hanya membicarakan Tauhid Rubbubiyyah saja.
2.    Mereka memiliki kebiasaan TAWAF di kuburan.
3.    Masjid-masjid mereka di dalamnya ada kuburan.
4.    Buku Fadhilah amal mengandungi hadits-hadits dhoif.
5.    Mereka ahli bid’ah di dalam ibadah.
6.    Dakwah mereka kepada hal yang rendah yaitu shalat bukan dakwah untuk murnikan agama yakni anti terhadap bid’ah sehingga tak beresiko seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
7.    Mereka merupakan gerakan sufi modern.
8.    Tinggalkan anak istri dan tidak mengurusnya adalah suatu kedzoliman
9.    Mereka dakwah tanpa ilmu sehingga berbahaya untuk ummat Islam
10.      Haji mereka ke India Pakistan
11.      Mereka berlebihan dalam memuji masyaikh mereka (Ghuluw)

Tanggapan terhadap Kritikan
Umumnya mereka tidak menanggapi kritikan-kritikan yang beredar bahkan mereka anggap angin lalu saja sehingga semakin menambah sakit hati orang yang mencemooh mereka. Karena jika kritikan ditanggapi maka orang yang kritik merasa kritikannya berarti atau merasa menang atas mereka. Tetapi aneh! Mereka tak tanggapi kritikan sehingga banyak ahli kritik yang benci mereka stress atas sikap mereka.
Tak ada satu buku pun ditulis untuk jawab kritikan. Dakwah mereka istikhlash seperti kuda INDIA yang dipakaikan kaca mata kuda tak lihat kiri kanan, tak lihat kerja orang lain, tak lihat apa kata orang, mereka tawajjuh hanya kepada tertib yang mereka telah sepakati.
Dalam mudzakaroh enam sifat mereka ada point tentang tashihun niyat / meluruskan niat. Di sana dikatakan bahwa ciri orang ikhlash adalah sikapnya sama saja dengan orang memuji atau orang yang membenci. Mereka telah buktikan, walaupun dihina, dicaci, tetap mereka memberi salam kepada siapapun, selalu tersenyum, bahkan justru para pengkritik banyak yang tak mau jawab salam mereka, memalingkan muka dari senyum mereka, bahkan meludah di hadapan mereka.

Benarkah Jamaah dalam Usaha Dakwah dan Tabligh ini Sufi Gaya Baru/Modern?
Banyak yang katakan bahwa para masyaikh jemaah tabligh adalah penganut Thariqat Chistiyyah. Hal ini tak bisa dipungkiri terlihat dari buku yang ditulis oleh Syaikh Zakariya Al Kandahlawi dalam bukunya “Thariqat menurut Maulana Zakariya yang diterjemahkan oleh Ustadz Qosim Timori. Thariqat mereka bersanad sampai Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Tetapi keanehan terjadi di dalam kerja dakwah yang mereka sebarkan tak pernah sedikit pun perintah orang untuk amalkan thariqat tertentu, hatta kepada orang yang sudah puluhan tahun ikut kerja dakwah sekalipun. Bahkan menurut sejarah yang shahih kerja tabligh yang ada sekarang dimulai ketika Syaikh Maulana Muhammad Ilyas rahmatullah ‘alaih menganggap cara-cara taklim, pengajian, thariqat yang pernah dianutnya atas orang Mewat mengalami kegagalan dalam merubah mereka.
Dengan keilmuan yang luas Syaik Ilyas rahmatullah ‘alaih pernah membayar orang-orang Mewat untuk duduk di majlisnya dan dengan thariqatnya beliau pernah ajarkan orang Mewat untuk bersihkan Iman mereka. Tetapi semua mengalami kegagalan, barulah Allah beri taufiq untuk kerja Tabligh ini.
Lihatlah!! Mereka di masjid bukan untuk berdzikir saja tetapi mereka bertemu manusia untuk jadikan seluruh manusia berdzikir kepada Allah. Setelah itu mereka hidup seperti biasa punya istri dan anak, punya pekerjaan. Adakah ajaran sufi seperti ini? Perlu kejujuran dalam menjawabnya.
Anehnya mereka pencemooh mengatakan Tabligh Sufi Modern karena kesamaan ucapan antara Syaikh Yusuf rahmatullah ‘alaih dengan tokoh sufi seperti Al Busyairi rahmatullah ‘alaih, dan sebagainya. Bukankah ucapan yang baik dan haq perlu selalu disampaikan walau dari siapapun. Bahkan pepatah Arab katakan : Ambillah nasehat walaupun dari dinding.
Lihatlah dalam hadits tentang perkataan Raja Hiraclius dikutip kembali oleh para shahabat dan para perawi hadits, tidak menjadikan shahabat atau perawi hadits dikatakan sebagai orang Romawi.
Inilah kedangkalan ilmu para pencemooh yang hanya didasari hasad/dengki sehingga Allah subhanahu wa ta’ala tampakkan kebodohan mereka walaupun mereka dikecam justru menjadi promosi gratis bagi mereka sehingga orang yang berhati bersih jadi tablighi karena ingin tahu yang sebenarnya.
Ketika mereka katakan Jemaah Tabligh Khawarij Modern, maka orang langsung bisa lihat siapa yang Khawarij.
Ternyata sifat Khawarij yang tak mau salah (Ali radhiyallahu ‘anhu dan Muawiyyah radhiyallahu ‘anhu dimata Khawarij keduanya salah, yang betul dirinya sendiri) justru ada pada para pencemooh.
Adakah Jemaah Tabligh salahkan orang ?? Baik dalam buku maupun dalam bayan mereka ?? Tidak!!
Adakah Jemaah Tabligh membid’ahkan orang sehingga tak mau shalat berjemaah di masjid, atau mau shalat hanya di masjid tertentu ?? Tidak !!
Adakah pelarangan dari syuro mereka atau ustadz mereka yang melarang duduk di majlis taklim yang diajar oleh ustadz yang bukan pekerja dakwah ?? Tidak!!
Bahkan setelah khuruj dianjurkan agar lebih dekat dengan ulama di kampung mereka masing-masing.
Dengarlah ucapan Syaikh Maulana Muhammad Saad Al Kandahlawi rahmatullah ‘alaih: Wallahi!! Doa Masnunah (Doa masuk WC, Doa makan, dan sebagainya) yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih hebat jika dibandingkan amalan yang diajarkan mursyid-mursyid dzikir.
Inikah yang dinamakan sufi?? Tidak, bahkan mereka adalah orang yang cinta sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sufi menurut Ibnu Taimiyyah berasal dari kata suf artinya wool, yakni sebagian penduduk Kufah yang ahli ibadah berpakaian wool. Lihatlah baju jemaah tabligh apakah berasal dari wool??
Jamaah dalam Usaha Dakwah dan Tabligh Tinggalkan Anak Isteri untuk Meninggikan Kalimah Allah.
Perginya seorang yang keluar di jalan Allah bukan untuk menghabiskan waktu di masjid, duduk, dzikir, pegang tasbih, dan kalaulah ini yang dibuat maka ini adalah bentuk kedzaliman terhadap keluarga. Tetapi para shahabat dahulu tinggalkan istri berbulan-bulan bahkan ada Al Faruq ayah dari Rabi’ah Al Faruq seorang muhaddits telah tinggalkan istri 27 tahun adalah untuk meninggikan kalimat Allah dengan berdakwah sebarkan Islam.
Datang dari kampung ke kampung, Bandar ke Bandar, dengan cara membentuk Jemaah dakwah. Bahkan di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tak kurang dari 150 jemaah telah dihantar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Nabi sendiri telah ikut tak kurang dari 25 kali. Kini orang mau tegakkan agama hanya duduk di majlis taklim dan mencela sesama muslim…Mungkinkah???

Tertib dakam Usaha Nubuwah atau Usaha Dakwah dan Tabligh ada dalam Kitab Hayatush Shahabah.
Maulana Muhammad Yusuf rahmatullah ‘alaih telah berkata: “Kalau saya tuliskan suatu kitab ushul atau tertib kerja dakwah ini maka yang membaca hanyalah orang-orang yang ikut dalam kerja dakwah saja sedangkan yang lain tak baca. Padahal dakwah ini memiliki ushul dalam kehidupan sahabat. Karena Allah jadikan shahabat sebagai contoh tauladan umat. Untuk itulah saya tuliskan kitab HAYATUSH SHAHABAH.”
Maulana Ahmad Lat rahmatullah ‘alaih telah berkata bahwa kitab Hayatush shahabah sudah cukup untuk dijadikan ushul atau pokok dalam kerja dakwah, tak perlu tambahan apa-apa, siapa yang ikut cara mereka akan ada jaminan keselamatan baginya. Hayatush shahabah dihimpun dalam 3 jilid. Ketiga jilid merupakan keajaiban yang besar, karena belum ada kitab hadits yang ditulis dengan cara seperti ini.
Permulaan kitab ditulis dengan ayat : “Dari kalangan orang beriman ada laki-laki yang telah membenarkan janjinya kepada Allah yakni mereka syahid dan mencari cari jalan untukk syahid”
Seolah-olah Maulana Yusuf rahmatullah ‘alaih ingin katakan inilah kitab yang berisi kisah orang yang telah tunaikan janjinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Akhir dari kitab ini adalah cerita tentang bantuan-bantuan Allah secara ghaib yang diberikan kepada para shahabat. Sedangkan yang tengah-tengah antara keduanya adalah berisi cara untuk datangkan bantuan itu. Mereka mentamsilkan bahwa kehidupan shahabat ibarat lautan yang mana jika orang akan berenang di dalamnya harus tanggalkan dulu pakaiannya dan diganti dengan baju renang.
Ayat pembuka seolah pakaian yang bisa menyelam dalam kehidupan mereka. Selama kita tak tanggalkan pakaian kita dan diganti dengan pakaian shahabat maka kita tak akan faham kehidupan mereka. Pakaian kita yakni saya seorang dokter, seorang guru, seorang ayah, seorang suami, harus kita tanggalkan dahulu dan menggantinya dengan pakaian mereka yakni Syahid dan Bersiap-siap Syahid.
Sehingga aneh jika ada seorang ustadz yang mengkritik mereka dan menanyakan mana dalil dakwah dengan cara keluar di jalan Allah ?? Mana dalilnya tinggalkan anak istri untuk dakwah ?? Mana dalilnya 4 bulan 40 hari, karena kisah tersebut telah ada dalam kitab hayatush shahabah dengan sanad hadits yang jelas.
Hanya saja menurut mereka orang yang tak mau mujahadah untuk meniru kehidupan shahabat tak akan faham dengan kehidupan mereka. Bagaimana mungkin orang akan faham agama dengan cara satu keadaan yang tak sama. Hanya mengkajinya di majlis taklim setelah itu pulang ke rumah ngobrol sama anak istri, bahkan ada yang nonton TV, kemudian shalat, dan sebagainya.
Sementara para shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bermujahadah dalam terik matahari, kehausan, berhadapan dengan musush, musim dingin, dan sebagainya. Sedangkan Al Quran turun kepada mereka dalam keadaan suasana yang berlainan dalam dakwah dan pengorbanan diri dan harta, bukan hanya dalam majlis taklim. Surat At Taubah turun di musim panas, surat Al Ahzab di musim dingin dan sebagainya. Mustahil akan bisa memahami Al Quran tanpa mengambil pengorbanan mereka.
Usaha Nubuwah atau Usaha Dakwah dan Tabligh Bukan suatu Organisasi tetapi Usahanya Terorganisir dengan Baik.
Di mulai dari penanggung jawab mereka untuk seluruh dunia yang dikenal dengan Ahli Syura di Nizamuddin, New Delhi, INDIA. Kemudian di bawahnya ada syura Negara, misalnya : Syura Indonesia, Malaysia, Amerika, dan lain-lain. Dari data yang ada lebih dari 185 negara yang memiliki markaz seperti Masjid Kebon Jeruk Jakarta, Indonesia.
Kemudian ada penanggung jawab propinsi, untuk Indonesia sudah ada di semua propinsi. Di bawahnya ada penanggungjawab Kabupaten, seperti : penanggung jawab Solo, Purwokerto, dan lain-lain. Di bawahnya ada Halaqah yang terdiri dari banyak mahalah yang minimal 10 mahalah yakni masjid yang hidup amal dakwah dan masing-masing mereka ada penanggungjawab yang dipilih oleh musyawarah tempatan masing-masing.
Di India ada masjid yang menjadi Muhallah sekaligus halaqah dimana di dalam masjid hidup 10 kelompok kerja (jemaah yang dihantar tiap bulan 3 hari). Semua permasalahan diputus dalam musyawarah sehingga tak ada perselisihan di antara mereka dan mereka punya sifat taat kepada hasil musyawarah.
Walaupun mereka tak pernah katakan bentuk mereka kekhalifahan seperti harakah lain yang mempropagandakan Khilafatul Muslimin, tetapi system jemaah tabligh terlihat begitu rapi sehingga mereka saling kenal satu sama lain karena jumlah orang yang pernah keluar di jalan Allah tercatat dan terdaftar di markaz dunia.
Setiap 4 bulan mereka berkumpul musyawarah Negara masing-masing kemuadian dibawa ke musyawarah dunia di Nizamuddin.
Musyawarah harian ada di mahalah masing-masing untuk memikirkan orang kampung mereka masing-masing sehingga biarpun ada yang pergi tasykiil tetaplah ada orang di maqami yang garap dakwah di sana. Orang yang suka dakwah sendiri-sendiri / penceramah suka kritik mereka katanya kenapa harus dakwah jauh-jauh ke luar negeri kalau tempat tinggal sendiri aja belum beres. Hal ini karena dakwah jemaah tabligh berjamaah sehingga walaupun mereka pergi tasykiil di maqami ada orang yang tetap jalankan dakwah. Yang jelas mereka telah mengamalkan ayat :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ‌ وَيَأْمُرُ‌ونَ بِالْمَعْرُ‌وفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ‌ ۚ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤
“Hendaklah ada di antara kamu ummat (Ibnu Abbas mengartikan jemaah) yang mengajak kepada kebaikan, memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang yang mendapat kejayaan.” (QS. Ali Imran : 104)
Pandangan Jamaah tentang Kekhalifahan.
Kekhalifahan adalah janji Allah dalam Al Quran, artinya pasti Allah beri sebagaimana dalam surat An Nuur :
وَعَدَ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْ‌ضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْ‌تَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِ‌كُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ‌ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٥٥
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nur : 55)
Syura telah beri bayan : Dua orang anak dijanjikan ayahnya : Nak, jika kamu lulus dan nilai kamu baik maka ayah akan beri kalian mobil. Anak yang pertama sibuk memenuhi syaratnya, belajar semakin rajin, siang dan malam, tak fikir mobil, maka pada waktunya akhirnya ia lulus dengan nilai yang baik. Anak yang kedua sibuk pergi ke showroom mobil, lihat-lihat, tanya harga, duduk-duduk di joknya, dan lain-lain. Setiap hari tidak pernah belajar hanya sibuk bicarakan mobil. Maka pada waktunya akhirnya ia tak lulus, karena nilainya jelek.
Begitulah kekhalifahan, ada orang yang selalu sibuk mempropagandakan, membicarakan, mendiskusikan tetapi lupa untuk memenuhi syaratnya. Bahwa syarat kekhalifahan diberikan Allah subhanahu wa ta’ala adalah karena Iman dan Amal Shalih.
Benarkah Orang yang Buat Usaha Dakwah dan Tabligh bersifat Ghuluw atau Berlebihan dalam Mengikuti Masyaikhnya?
Datanglah ke markaz Nizamuddin, dengarkan ceramah para masyaikh. Syaikh Maulana Muhammad Saad Al Kandahlawi rahmatullah ‘alaih pernah dalam banyannya mengatakan : “Seandainya Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih hidup kembali dan beliau mengatakan wahai manusia dengar !! Jangan jalani kerja tabligh yang saya ajarkan kepada kalian, karena saya keliru dan ini kesesatan.” Maka kita jangan percayai Maulan Ilyas rahmatullah ‘alaih karena kerja ini adalah kerja Anbiya, kerja yang haq di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.”
Bahkan orang-orang yang pergi ke Nizamuddin tak ada satupun yang menziarahi Makam Syaikh Ilyas rahmatullah ‘alaih, tak ada targhib / anjuran, apalagi diharuskan untuk ziarah ke makam Syaikh Ilyas rahmatullah ‘alaih. Kebanyakan mereka pergi ke Nizamuddin 40 hari tetapi selama itu tak ada program ziarah makam seperti kebanyakan orang yang adakan ziarah ke wali-wali. Bahkan banyak yang pergi ke sana sampai pulang tak tahu tempat makam Syaikh Ilyas rahmatullah ‘alaih!!
Buktikanlah!! Datang ke sana, kalian akan tahu jawabannya bahwa mereka bukan kepada masyaikh mereka tetapi mereka taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meneruskan kerja mereka. Berbeda dengan para pencemooh yang suka menggunakan lisan Syaikh mereka dalam keburukan akhlaq. Menurut Syaikh anu, anu…jemaah tabligh sesat. Jadi mereka kutip omongan syaikh bukan dalam kebaikan, sedang jemaah tabligh ikut dalam kebaikan kepada masyaikh mereka.

Ketika Usaha Nubuwah atau Usaha Dakwah dan Tabligh Terhenti.

Ketika Khadijah radhiyallahu ‘anha, menemui suaminya Baginda Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia (Khadijah radhiyallahu ‘anha) baru saja pulang dari rumah Waraqah bin Naufal. Ia menanyakan tentang tanda-tanda kenabian yang ada pada suaminya, pada saat itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima wahyu ke-dua awal surah Al-Muddatstsir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berkata kepada istrinya "Tidak ada waktu lagi untuk istirahat... Jibril ‘alaihis salam telah menyampaikan perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepadaku agar aku menjumpai setiap orang untuk mengajaknya kepada Islam, wahai istriku siapakah orang yang akan mengikutiku". "Aku ya Rasulullah, aku mengimani bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tiada tuhan selain Dia dan engkau adalah Rasulullah" Jawab Khadijah radhiyallahu ‘anha.
Demikianlah awal pengorbanan mereka yang tiada berhenti sehingga segala keperluan diri dibelakangkan hanya untuk kemuliaan Islam. Hingga di akhir hayatnya Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditemani oleh Jibril AS yang datang untuk menghiburnya, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya "bagaimana keadaan ummatku sepeninggalanku?". Keadaan ummatnya saja yang terfikir hingga akhir hayatnya.
Menjelang akhir hayatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim satu jema'ah besar keluar kota Madinah dipimpin seorang panglima yang masih sangat muda, anak dari seorang bekas budak hamba sahaya yang kemudian menjadi anak angkat Beliau, Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma. Belum sampai ke tujuan Jama'ah tersebut mendapat berita tentang wafatnya Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akhirnya diputuskan jema'ah tersebut kembali ke Madinah.
Di Madinatul Munawwarah keadaan pun sedikit kacau, karena begitu sedih dan bingung banyak dari sahabat radhiyallahu ‘anhum, yang tidak tahu harus berbuat apa pada saat itu. Umar radhiyallahu ‘anhu menghunuskan pedang berkeliling Madinah sambil berkata tidak mungkin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, Utsman radhiyallahu ‘anhu hanya diam tidak tahu berbuat apa.. Sehingga Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, setelah menjenguk jasad Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam, tampil ke depan menenangkan keadaan.
Singkat cerita...
Usaha Nubuwah atau usaha da'wah terhenti sebentar (dalam satu riwayat 3 hari), jema'ah yang dipimpin Usamah radhiyallahu ‘anhu belum diberangkatkan. Apa yang terjadi? Alim ulama menerangkan ketika da'wah terhenti sebentar ada 3 perkara besar terjadi :
1.    Diangkatnya ketakutan dari hati orang kafir terhadap orang Islam
2.    Banyak orang kembali murtad dan sebagian tidak mau lagi membayar zakat.
3.    Munculnya Nabi palsu, Musailamah al Kahzab.
Tentara Romawi dan sekutu-sekutunya mengirim suatu kekuatan besar untuk membumi hanguskan Madinah dan seluruh orang Islam. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memutuskan untuk segera mengirim kembali jama'ah yang sempat tertunda untuk menghadapi tentara kafir dengan tetap dipimpin oleh Usamah radhiyallahu ‘anhu. Ada sebagian sahabat yang merasa keberatan dan ingin agar Usamah radhiyallahu ‘anhu dapat diganti dengan sahabat yang lebih berpengalaman tapi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, "Belum lama jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikebumikan, sekarang kalian hendak mengubah satu Sunnahnya"!
Jama'ah tersebut tetap dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma. Semua sahabat yang tidak ada uzur diperintahkan untuk menyertai jama'ah tersebut. Amirul Mukminin, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu meminta kesediaan Usamah radhiyallahu ‘anhu untuk membolehkan beberapa sahabat tetap tinggal di Madinah untuk tugas-tugas lain. Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu ditugaskan memimpin 500 orang untuk menghancurkan Musailamah al Kahzab. Umar radhiyallahu ‘anhu ditugaskan memimpin 50 orang untuk menhadapi mereka yang tidak mau membayar zakat. Sehingga tinggallah di kota Madinah orang-orang tua dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai Amirul Maukminin untuk mengendalikan keadaan di Madinah. Seorang sahabat lagi bertanya kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata "Wahai Amirul mukminin kalau semua kita menyertai jama'ah ini bagaimana keadaan kota Madinah yang di dalamnya ada Ummahatul mukminiin, istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ". Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, "Aku lebih rela istri-istri nabi diserang musuh dan bangkainya dicabik-cabik serigala daripada agama dan usaha agama ini terhenti".
Akhirnya Jama'ah tersebut diberangkatkan dengan dilepas sendiri oleh Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Di Madinah, semua sahabat yang uzur diperintahkan untuk membuat 'amalan masjid. Mengisinya dengan Da'wah menjumpai orang-orang di Madinah yang keyakinannya goyah atau telah keluar dari Islam untuk dapat kembali kepada Islam. Mereka kemudian diajak ke Masjid Nabawi untuk duduk di dalam majelis dan dibangkitkan semangatnya kembali serta memperbanyak 'amal ibadah dan berdo'a memohon bantuan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaian lagi diberi tugas untuk melayani tamu-tamu yang datang dan menyiapkan segala keperluan jama'ah masjid.
Dari usaha dan kerja di Masjid Nabawi tersebut alim ulama menerangkan terbentuk beberapa jama'ah da'wah yang dikirim ke kawasan yang berdekatan dengan Madinah, menjumpai setiap orang yang berada di kabilah terdekat untuk kembali kepada Islam dan Iman. Sehingga di dalam suatu riwayat selama tiga hari-tiga malam di kota Madinah tidak terdengar suara adzan.
Kembali kepada Jama'ah yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu. Selama perjalanan untuk menghadapi tentara kafir mereka telah berhenti beberapa kali. Alim ulama menerangkan bahwa Usamah radhiyallahu ‘anhu telah memerintahkan jama'ah tersebut untuk berhenti dan membongkar segala perlengkapan dan memasang tenda dan berbagai keperluan lainnya. Ketika semua telah selesai, ia, Usamah radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan. Semua sahabat radhiyallahu ‘anhum tha'at. Mereka segera membongkar tenda mengumpulkan segala perbekalan dan sebagainya. Di tempat yang lain Usamah radhiyallahu ‘anhu memberikan perintah yang sama sehingga beberapa kali jama'ah tersebut membongkar memasang dan membongkar lagi perbekalan serta tenda mereka.
Alim ulama menerangkan bahwa walaupun pada zhahirnya terlihat seperti tidak teratur dan tidak terorganisir akan tetapi dengan ketha'atan kepada Amir dan bergeraknya mereka tersebut fii sabilillaah. Allah subhanahu wa ta’ala telah tanamkan kembali di dalam hati musuh Islam ketakutan terhadap ummat Islam. Tentara Romawi dan sekutunya menjumpai bekas-bekas perkemahan dan barang-barang perbekalan sahabat radhiyallahu ‘anhum dapat menghitung berapa kekuatan pasukan Muslimin. Di tempat yang lain mereka menjumpai tanda-tanda bahwa di tempat itu juga sepasukan yang besar pernah berkemah. Sehingga akhirnya tentara musuh Islam tersebut berkesimpulan kalau dengan jumlah sahabat radhiyallahu ‘anhum sedemikian besar yang berada di luar Madinah maka pasti jumlah yang lebih besar lagi ada di dalam Madinah. Dan mereka memutuskan untuk mundur karena mereka yakin mereka tidak akan menang menghadapi orang Islam. Begitu juga Musailamah al Kahzab dan pengikutnya beserta benteng di Yamamah yang telah didirikannya akhirnya dapat di hancurkan.
Tiga perkara besar yang terjadi akibat usaha da'wah terhenti sebentar akhirnya dapat dikembalikan. Orang-orang kembali kepada Islam dan mau membayar zakat, Allah subhanahu wa ta’ala tanamkan kembali ketakutan di dalam hati musuh Islam dan Allah subhanahu wa ta’ala hancurkan nabi palsu.

Pesanan Maulana Zakariya dalam Menghadapi berbagai Fikrah

Maulana Zakaria rahmatullah ‘alaih menulis dalam buku beliau:
Sangat mengherankan, tatkala Allah dan Rasul-Nya telah menunjukkan jalan dan asbab-asbab untuk kejayaan dan kemajuan serta kelebihan ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ummat ini sendiri menyempitkan pintu rahmat (dengan menyerang antara satu sama lain).
Menjadi satu kenaifan kita pada hari ini, bahwa mereka yang berhubungan dengan kegiatan lain dan usaha agama (baik mengajar ilmu atau belajar, dakwah, jihad atau suluk) menganggap usaha yang lain sebagai sia-sia dan membuang-buang waktu saja. Kadangkala, mereka dengan penuh semangat menuduh orang lain 'sesat'. Secara tidak langsung, mereka telah membatasi usaha untuk kemajuan Islam hanya dalam batas-batas kegiatan mereka saja. Seolah-olah mereka telah meminggirkan usaha-usaha agama yang lain daripada lingkungan Islam.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Agama Islam itu mudah. Barangsiapa yang memberatkannya maka dia akan binasa. Maka, ikutilah jalan yang lurus, ikutilah ia dengan erat dan berilah berita gembira kepada orang banyak (atas amalan baik mereka).” (HR Bukhari)
Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Permudahkanlah, jangan mempersukar. Sampaikanlah berita gembira (untuk memujuk mereka kepada agama) dan janganlah menimbulkan kebencian mereka kepada agama.” (Durrul Mantsur)
Pengarang kitab ‘Bahjatul Nufus’ mengisahkan, suatu hari Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Dengan apakah tuan dihantar kepada manusia?” Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Dengan akal.”
Penjelasan Maulana Zakariya rahmatullah ‘alaih, “Ini menggambarkan bahwa hukum syariat hendaklah diikuti juga dengan akal.”
Kemudian, Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi, “Siapakah yang akan memberi jaminan (akan ketepatan) akal (karena manusia berbeda-beda menurut akal dan daya kefahamannya)?”
Jawab Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam, “Akal tiada batasnya. Namun, barangsiapa yang menganggap bahwa apa yang halal di sisi Allah sebagai halal dan apa yang diharamkan di sisi Allah sebagai haram, maka dialah orang yang berakal. Jika dia mencoba lebih gigih lagi, dia akan menjadi abid. Jika dia mencoba lebih gigih lagi, dia akan menjadi jawad (berani).”
Maksudnya, jika seseorang berusaha gigih dalam ibadah dan amalan baik yang lain tetapi tidak hati-hati untuk mengambil yang halal dan mengelak dari yang haram, maka usahanya sia-sia walaupun mereka fikir mereka melakukan kebaikan. Hendaklah difahami betul bahwa mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah menunjukkan seseorang itu tidak berakal di sisi agama.
(Sumber rujukan: Maulana Zakariya al-Kandahlawi – Memperkenalkan Siasah Islam)
Di sini juga dimuat bayan daripada Maulana Saad al-Kandahlawi :
Kita harus faham terhadap semua aspek kerja ini. Satu yang sangat istimewa yang bisa didapati dalam kerja ini adalah jemaah yaitu untuk mengumpulkan semua kerja agama di dunia, semua dari berbagai kumpulan  atau golongan bagaimana dapat disatukan. Ini adalah suatu yang terhebat dan paling penting dalam menentukan kualitas kerja ini. Kami sangat berhati-hati dalam perkataan dan ucapan kami.
Saudara-saudara yang dihormati!
Kami benar-benar tidak punya hak untuk memfitnah, mengecilkan dan merendahkan setiap aspek kekurangan dalam usaha agama yang lain, baik dalam ucapan atau tindakan. Ini adalah perkara yang akan membawa perpecahan dalam ummat. Kami di sini untuk bekerjasama, bekerja dengan orang lain dan berusaha bersama-sama dalam membuat tegaknya Islam.
Kita perlu memahami bahwa taklim (atau tadrees, untuk mendidik), tabligh, tasawwuf, semua ini ialah merupakan kerja Nubuwwah (kenabian). Hanya orang bodoh saja yang akan mempertimbangkan satu aspek Nubuwwah dan menciptakan konflik kepada aspek lain dalam kerja kenabian.
Bayan oleh: Maulana Muhammad Saad al-Kandahlawi. Diterjemahkan oleh: Maulana Ahmed Khatani, Durban.
Apa yang kita peroleh daripada nasihat-nasihat para ulama di atas ialah: Kita perlu berlapang dada untuk menghadapi berbagai fikrah selagi fikrah itu tidak bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah. Saya bersangka baik terhadap tiap fikrah yang berusaha dengan ikhlas hanya semata-mata karena Allah, tidak melampaui batas dalam perbedaan pendapat, tidak memfitnah atau mengumpat terhadap saudara seagama dengan sewenang-wenang dan BUKAN PULA UNTUK MENARIK/MENGAJAK MANUSIA KEPADA DIRINYA ATAU KELOMPOKNYA.
Semoga Allah memelihara kita daripada tipu daya iblis yang sangat halus: PERPECAHAN UMMAT. "Hati harus seluas lautan, jangan kecil seperti kuman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar