Pages

Rabu, 02 Januari 2013

106. DOA NABI YUNUS


KISAH NABI YUNUS
Yunus (Arab:يونس atau يونان Yunaan, Inggris: Jonah, Ibrani:Yonah, Latin: Ionas) (sekitar 820-750 SM) adalah salah seorang nabi dalam agama Samawi (Islam, Yahudi, Kristen) yang disebutkan Al-Qur’an dalam Surah Yunus dan Alkitab dalam Kitab Yunus. Ia ditugaskan berdakwah kepada orang Assyiria di Ninawa-Iraq. Namanya disebutkan sebanyak 6 kali di dalam Al-Quran dan wafat di Ninawa-Iraq. Yunus bin Matta dari keturunan Benyamin bin Ya’qub.
Berdakwah di Ninawa, Moshul, Iraq
Nabi Yunus ‘alaihis salam adalah penyampai risalah agama Allah yang hanif kepada kaum Ninawa, sebuah daerah di sekitar kota Moshul, Irak. Nabi Yunus bin Matta ‘alaihis salam menasihati mereka dan membimbing mereka ke jalan kebenaran dan kebaikan; beliau mengingatkan mereka akan kedahsyatan hari kiamat dan menakut-nakuti mereka dengan neraka dan mengiming-imingi mereka dengan surga; beliau memerintahkan mereka dengan kebaikan dan mengajak mereka hanya menyembah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Ajaran-ajaran Nabi Yunus ‘alaihis salam itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal yang baru yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Mereka berkata kepada Nabi Yunus : "Apakah kata-kata yang engkau ucapkan itu dan kedustaan apakah yang engkau anjurkan kepada kami tentang agama barumu itu? Percayalah bahwa engkau tidak akan dapat pengikut diantara kami.”
Nabi Yunus ‘alaihis salam menjawab : "Aku hanya mengajak kamu beriman dan bertauhid menurut agamaku sebagai amanat Allah yang wajib ku sampaikan kepadamu. Aku tidak memaksamu untuk mengikutiku. Aku hanya mengingatkan kepadamu bahwa bila kamu tetap membangkangku, niscaya Allah kelak akan menunjukkan kepadamu adzab siksa-Nya yang pedih.“
Secara berulang kali Nabi Yunus ‘alaihis salam memperingatkan mereka, tetapi mereka tidak mau berubah, apalagi karena Nabi Yunus bukan dari kaum mereka. Bahkan, selama 30 tahun berdakwah, tak banyak yang beriman. Hanya dua orang saja yang mengikuti seruanya yaitu Rubil dan Tanukh. Rubil adalah seorang yang alim bijaksana, sedang Tanukh adalah seorang yang berpenampilan tenang dan sederhana.
Kaumnya itu terus menyembah berhala bagi meneruskan tradisi nenek moyang mereka. Sebagai manusia biasa, kesabaran Nabi Yunus ada batasnya. Baginda berasa amat marah dengan sikap tidak ambil peduli kaumnya itu dan memutuskan untuk meninggalkan negeri tersebut. Allah pun masih memberi kesempatan kedua selama 40 hari kepada kaum Ninawa. Sayang, kesempatan itu tidak juga membuat kaum Ninawa bertaubat. Nabi Yunus kesal dan marah. Ia pun akan meninggalkan kaumnya. Sebelum meninggalkan kampung halamannya, Nabi Yunus ‘alaihis salam sempat menyampaikan peringatan terakhir kepada kaumnya. Dengan perasaan sedih, kecewa dan putus asa, baginda mengingatkan tentang balasan Allah yang akan menimpa kaumnya nanti.
Penolakan penduduk Ninawa
Ajaran-ajaran Nabi Yunus ‘alaihis salam itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal yang baru yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Karenanya mereka tidak dapat menerimanya untuk menggantikan ajaran dan kepercayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka yang sudah menjadi adat kebiasaaan mereka turun temurun. Apalagi pembawa agama itu adalah seorang asing tidak seketurunan dengan mereka.
Mereka berkata kepada Nabi Yunus: “Apakah kata-kata yang engkau ucapkan itu dan kedustaan apakah yang engkau anjurkan kepada kami tentang agama barumu itu? Inilah tuhan-tuhan kami yang sejati yang kami sembah dan disembahkan oleh nenek moyang kami sejak dahulu. Alasan apakah yang membenarkan kami meninggalkan agama kami yang diwariskan oleh nenek moyang kami dan menggantikannya dengan agama barumu? Engkau adalah orang asing yang datang pada kami agar kami merubah keyakinan kami. Apakah kelebihanmu sehingga mengajari dan menggurui kami. Hentikan perbuatan sia-siamu itu. Penduduk Ninawa tidak akan mengikutimu karena kami teguh dengan ajaran moyang kami”. Nabi Yunus ‘alaihis salam berkata: ” Aku hanya mengajakmu beriman dan bertauhid sesuai dengan amanah Allah yang wajib kusampaikan padamu. Aku hanyalah pesuruh Allah yang ditugaskan mengeluarkanmu dari kesesatan dan menuntunmu di jalan yang lurus. Aku sekali-kali tidak mengharapkan upah atas apa yang kukerjakan ini. Aku tidak bisa memaksamu mengikutiku. Namun jika kamu tetap bertahan pada aqidah moyangmu itu, maka Allah akan menunjukkan tanda-tanda kebenaran akan risalahku dengan menurunkan adzab yang pedih padamu, seperti yang terjadi pada kaum-kaum sebelum kamu, yaitu kaum Nuh, Aad, dan Tsamud.” Mereka menjawab dengan menantang: “Kami tetap tidak akan mengikuti kemauanmu dan tidak takut ancamanmu. Tunjukkan ancamanmu jika kamu termasuk orang yang benar!” Nabi Yunus ‘alaihis salam tidak tahan lagi dengan kaum Ninawa yang keras kepala. Ia pergi dengan marah dan jengkel sambil meminta Allah menghukum mereka.
Penduduk Ninawa Bertobat
Sepeninggal Nabi Yunus ‘alahis salam, penduduk Ninawa mulai melihat bahwa hukuman Allah akan datang membawa kehancuran dan kebinasaan. Mereka melihat keadaan udara disekeliling Ninawa semakin gelap, dan angin dari segala penjuru bertiup dengan kencangnya membawa suara gemuruh yang menakutkan. Mereka takut ancaman Nabi Yunus ‘alahis salam benar-benar terjadi atas mereka. Akhirnya mereka sadar bahwa Nabi Yunus adalah orang yang benar, dan ajarannya berasal dari Allah. Dalam keadaan panik dan ketakutan itu, segeralah mereka menyatakan taubat dan memohon ampun atas segala perbuatan mereka, dan berasa menyesal atas perlakuan dan sikap kasar yang menjadikan Nabi Yunus marah dan meninggalkan daerah itu.
Mereka kemudian beriman dan menyesali perbuatan mereka terhadap Nabi Yunus. Mereka lari tunggang langgang dari kota mencari Nabi Yunus ‘alahis salam sambil berteriak meminta pengampunan Allah atas dosa mereka. Untuk menebus dosa, mereka keluar dari kota dan menangis memohon ampun dan rahmat Allah agar dihindarkan dari bencana adzab dan siksaan-Nya. Dengan itu, Allah menurunkan rahmat-Nya kepada mereka. Allah Yang Maha Pemaaf-pun mengampuni mereka, dan segera seluruh keadaan pulih seperti sedia kala.Udara gelap yang meliputi Ninawa menjadi terang dan tenang. Kemudian kembalilah orang-orang itu dan kerumah masing-masing dengan penuh rasa gembira dan syukur kepada Allah yang telah menerima doa dan permohonan mereka.
Penduduk Ninawa kemudian tetap berusaha mencari Nabi Yunus ‘alahis salam agar ia bisa mengajari agama dan menuntun mereka di jalan yang benar.
Nabi Yunus Pergi Meninggalkan Kaumnya dalam Keadaan Marah
Nabi Yunus ‘alaihis salam hatinya telah dipenuhi dengan perasaan marah pada mereka karena mereka tidak beriman. Kemudian beliau keluar dalam keadaan marah dan menetapkan untuk meninggalkan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan dalam firman-Nya :
وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
"Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan  mempersempitnya (menyulitkannya) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. Al-Anbiya' : 87).
Tidak ada seorang pun yang mengetahui gejolak perasaan dalam diri Nabi Yunus selain Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Yunus ‘alaihi salam tampak terpukul dan marah pada kaumnya. Dalam keadaan demikian, beliau meninggalkan kaumnya. Keadaan Nabi Yunus ‘alahis salam setelah pergi dari Ninawa tidak menentu. Ia mengembara tanpa tujuan dengan putus asa dan merasa berdosa. Akhirnya ia tiba di sebuah pantai, dan melihat sebuah kapal yang akan menyeberangi laut. Allah subhanahu wa ta’ala belum mengeluarkan keputusan-Nya untuk meninggalkan kaumnya atau bersikap putus asa dari kaumnya. Nabi Yunus ‘alaihi salam mengira bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak mungkin menurunkan hukuman kepadanya karena ia meninggalkan kaumnya. Saat itu Nabi Yunus ‘alaihi salam seakan-akan lupa bahwa seorang nabi diperintah hanya untuk berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Namun keberhasilan atau tidak keberhasilan dakwah tidak menjadi tanggungjawabnya. Jadi, tugasnya hanya berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan menyerahkan sepenuhnya masalah keberhasilan atau ketidakberhasilannya terhadap Allah subhanahu wa ta’ala semata.
Terdapat perahu yang berlabuh di pelabuhan kecil. Saat itu matahari tampak akan tenggelam. Ombak memukul tepi pantai dan memecahkan batu-batuan. Nabi Yunus ‘alaihi salam melihat ikan kecil sedang berusaha untuk melawan ombak namun ia tidak mengetahui apa yang dilakukan. Tiba-tiba datanglah ombak besar yang memukul ikan itu dan menyebabkan ikan itu berbenturan dengan batu. Melihat kejadian ini, Nabi Yunus ‘alaihi salam merasakan kesedihan. Nabi Yunus ‘alaihi salam berkata dalam dirinya: "Seandainya ikan itu bersama ikan yang besar barangkali ia akan selamat.” Kemudian Nabi Yunus ‘alaihi salam mengingat-ingat kembali keadaannya dan bagaimana beliau meninggalkan kaumnya. Akhirnya, kemarahan dan kesedihan beliau bertambah.
Nabi Yunus ‘alaihi salam pun menaiki perahu dalam keadaan guncang jiwanya. Beliau tidak mengetahui bahwa beliau lari dari ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala menuju ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala yang lain; beliau tidak membawa makanan dan juga kantong yang berisi bawaan atau perbekalan, dan tidak ada seorang pun dari teman-temannya yang menemaninya; beliau benar-benar sendirian; beliau melangkahkan kakinya di atas permukaan perahu.
Si nahkoda perahu bertanya kepadanya: "Apa yang engkau inginkan?" Mendengar pertanyaan itu, Nabi Yunus pun bangkit: "Saya ingin untuk bepergian dengan perahu-perahu kalian. Apakah kita berlayar dalam waktu yang lama?" Nabi Yunus ‘alaihi salam menampakkan suara yang penuh kemarahan, rasa takut, dan kegelisahan. Nahkoda itu berkata sambil mengangkat kepalanya : "Kita akan berlayar meskipun air tampak sedang pasang." Nabi Yunus ‘alaihi salam berkata dengan mencoba sabar dan menyembunyikan kegelisahannya: "Tidakkah engkau mendahului agar jangan sampai pasang itu terjadi wahai tuanku?" Si nahkoda berkata: "Laut kita biasanya terkena pasang, maka ia akan segera mereda ketika melihat seorang musafir yang mulia." Nabi Yunus ‘alaihi salam bertanya: "Aku akan pergi bersama kalian dan berapa ongkos perjalanan?" Si nahkoda menjawab: "Kami tidak menerima ongkos selain emas." Nabi Yunus ‘alaihi salam berkata: "Tidak jadi masalah."
Nahkoda itu memperhatikan Nabi Yunus ‘alaihi salam. Ia adalah seorang yang berpengalaman di mana ia sering mondar-mandir dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain. Seringnya ia mengunjungi suatu tempat ke tempat yang lain menjadikannya seorang lelaki yang mampu menangkap perasaan manusia. Nahkoda itu merasakan dan mengetahui bahwa Nabi Yunus ‘alaihi salam lari dari sesuatu. Nahkoda itu membayangkan bahwa Nabi Yunus melakukan suatu kesalahan tetapi ia tidak berani untuk mengungkapkan kesalahan kepada pelakunya kecuali jika pelakunya seorang yang bangkrut. Ia meminta kepada Nabi Yunus untuk membayar ongkos sebanyak tiga kali lipat dari yang biasa dibayar musafir. Nabi Yunus ‘alaihi salam saat itu merasakan kesempitan dalam dadanya dan diliputi dengan kemarahan yang keras dan keinginan kuat untuk meninggalkan negerinya sehingga ia pun memberikan apa yang diminta oleh si nahkoda.
Nahkoda itu memperhatikan kepingan-kepingan emas yang ada di tangannya dan ia menggigit sebagiannya dengan giginya. Barangkali ia akan menemukan potongan emas yang palsu namun ia tidak menemukannya. Nabi Yunus ‘alaihi salam hanya berdiri menyaksikan semua itu sementara dadanya tampak terombang-ambing : terkadang naik dan terkadang turun laksana ayunan. Nabi Yunus ‘alaihi salam berkata: "Tuanku tentukan bagiku kamarku. Aku tampak letih dan ingin istirahat sebentar." Si nahkoda berkata: "Memang itu tampak di raut wajahmu. Itu kamarmu," sambil ia menunjuk dengan tangannya. Kemudian Nabi Yunus membaringkan diri di atas kasur dan beliau berusaha untuk tidur tetapi usahanya itu sia-sia. Adalah gambar ikan kecil yang hancur berbenturan dengan batu menyebabkan beliau tidak dapat tidur dengan tenang. Nabi Yunus ‘alaihi salam merasakan bahwa atap kamar akan jatuh menimpa dirinya. Akhirnya, Nabi Yunus tidur di atas kasurnya di mana kedua bola matanya berputar-putar di atas atap kamar tetapi pandangan-pandangannya yang gelisah itu tidak menemukan tempat perlindungan. Tempat tinggalnya di kamar itu dan atapnya dan sisi-sisinya tampak semuanya akan runtuh. Nabi Yunus ‘alaihi salam pun mulai mengeluh dan berkata: "Demikian juga hatiku yang tergantung dalam jiwaku."
Nabi Yunus di atas Perahu hingga Ditelan Ikan Nun
Kapal yang ditumpangi baginda Yunus sarat dengan penumpang dan barang-barang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ
(Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan” (QS. Ash Shaffat : 40)
Setibanya di tengah lautan, air laut bergelombang yang menimbulkan ombak besar. Kapal itu hilang keseimbangan. Lalu, terumbang-ambing diterjang ombak yang ganas. Untuk menyelamatkan kapal dan juga para penumpangnya, nakhoda kapal terpaksa membuat keputusan untuk mengurangkan muatan kapal tersebut. Maka, beliau pun mengarahkan agar kesemua muatan barang-barang dibuang ke dalam laut. Akan tetapi, walaupun kesemua barang telah dibuang, namun kapal masih juga tidak seimbang. Sekali lagi nakhoda terpaksa mencari jalan untuk menyelamatkan kapal itu.
Kemudian kepala perahu berteriak dan berkata: "Sungguh angin kencang bertiup tidak seperti biasanya. Bersama kita seseorang lelaki yang salah sehingga karenanya angin ini bertiup dengan kencang. Kita akan melakukan undian pada semua awak. Barangsiapa yang namanya keluar kami akan membuangnya ke lautan."
Nabi Yunus ‘alaihi salam mengetahui bahwa ini adalah tradisi dari tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh awak perahu jika mereka menghadapi angin yang keras. Tetapi saat itu beliau terpaksa harus mengikutinya. Episode penderitaan Nabi Yunus ‘alaihi salam akan dimulai. Beliau adalah seorang Nabi yang mulia tetapi harus tunduk pada hukum ala berhala yang menganggap bahwa lautan mempunyai tuhan. Dengan kepercayaan itu, mereka meyakini bahwa bertiupnya angin yang kencang akibat murka dari tuhan. Oleh karena itu, harus diadakan upaya untuk menenangkan dan memuaskan tuhan-tuhan yang mereka yakini itu. Nabi Yunus ‘alaihi salam pun terpaksa mengikuti undian itu. Nama beliau dimasukkan bersama dengan nama penumpang lainya, dan dilakukanlah undian. Yang keluar justru namanya. Lalu diadakan undian yang kedua, dan kali ini pun yang keluar nama Nabi Yunus ‘alaihi salam. Akhirnya, diadakan undian yang ketiga. Lagi-lagi yang keluar nama Nabi Yunus ‘alaihi salam. Kemudian ditetapkan bahwa Nabi Yunus ‘alaihi salam harus dibuang ke lautan. Saat itu para awak penumpang memperhatikan Nabi Yunus. Nabi Yunus ‘alaihi salam mengetahui bahwa beliau berbuat kesalahan ketika meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Nabi Yunus ‘alaihi salam mengira bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan menurunkan hukuman padanya. Namun ia dianggap salah karena meninggalkan kaumnya tanpa izin-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan pelajaran kepadanya.
Nabi Yunus ‘alaihi salam berdiri di samping perahu dan melihat lautan yang dipenuhi dengan ombak yang mengerikan. Dunia saat itu gelap dan di sana tidak ada cahaya bulan. Bintang-bintang bersembunyi di balik kegelapan. Warna air tampak gelap dan hawa dingin menembus tulang. Alhasil, air menutupi segala sesuatu. Kemudian nahkoda perahu berteriak: "Lompatlah wahai musafir yang misterius." Tiupan angin semakin kencang. Nabi Yunus ‘alaihi salam berusaha menjaga keseimbangannya, dan beliau menampakkan keberaniannya saat ingin terjun ke lautan. Nabi Yunus ‘alaihi salam pun terjun dan berada di permukaan lautan laksana sampan yang mengambang. Ikan paus berada di depannya. Ikan itu mulai tersenyum karena Allah subhanahu wa ta’ala telah mengirim padanya makanan malam. Kemudian ikan itu menangkap Nabi Yunus ‘alaihi salam di tengah-tengah ombak. Kemudian ikan itu kembali ke dasar lautan. Ikan itu kembali dalam keadaaan puas setelah memenuhi perutnya. Berkaitan dengan inilah, Nabi Yunus kemudian dikenal dengan sebutan Dzun Nun Si Empu Paus).
Nabi Yunus ‘alaihi salam sangat terkejut ketika mendapati dirinya dalam perut ikan. Ikan itu membawanya ke dasar lautan dan lautan membawanya ke kegelapan malam. Tiga kegelapan : kegelapan di dalam perut ikan, kegelapan di dasar lautan, dan kegelapan malam. Nabi Yunus ‘alaihi salam merasakan bahwa dirinya telah mati. Beliau mencoba menggerakan panca inderanya dan anggota tubuhnya masih bergerak. Kalau begitu, beliau masih hidup. Beliau terpenjara dalam tiga kegelapan.
Nabi Yunus ‘alaihi salam mulai menangis dan bertasbih kepada Allah. Beliau mulai melakukan perjalanan menuju Allah saat beliau terpenjara di dalam tiga kegelapan. Hatinya mulai bergerak untuk bertasbih kepada Allah, dan lisannya pun mulai mengikutinya. Beliau mengatakan :
لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
"Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah. Wahai Yang Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri." (QS. Hud : 87)
Ketika terpenjara di perut ikan, beliau tetap bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ikan itu sendiri tampak kelelahan saat harus berenang cukup jauh. Kemudian ikan itu tertidur di dasar lautan. Sementara itu, Nabi Yunus ‘alaihi salam masih bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau tidak henti-hentinya bertasbih dan tidak henti-hentinya menangis. Beliau tidak makan, tidak minum, dan tidak bergerak. Beliau berpuasa dan berbuka dengan tasbih. Ikan-ikan yang lain dan tumbuh-tumbuhan dan semua makhluk yang hidup di dasar lautan mendengar tasbih Nabi Yunus ‘alaihi salam. Tasbih itu berasal dari perut ikan paus ini. Kemudian semua makhluk-makhluk itu berkumpul di sekitar ikan paus itu dan mereka pun ikut bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Setiap dari mereka bertasbih dengan caranya dan bahasanya sendiri.
Ikan paus yang memakan Nabi Yunus ‘alaihi salam itu terbangun dan mendengar suara-suara tasbih begitu riuh dan gemuruh. Ia menyaksikan di dasar lautan terjadi suatu perayaan besar yang dihadiri oleh ikan-ikan dan hewan-hewan lainya, bahkan batu-batuan dan pasir semuanya bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan ia pun tidak ketinggalan ikut serta bersama mereka bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan ia mulai menyadari bahwa ia sedang menelan seorang Nabi. Ikan paus itu merasakan ketakutan tetapi ia berkata dalam dirinya mengapa aku takut? Bukankah Allah subhanahu wa ta’ala yang memerintahkan aku untuk memakannya. Nabi Yunus ‘alaihi salam tetap tinggal di perut ikan selama beberapa waktu yang kita tidak mengetahui batasannya.
Ada yang mengatakan Nabi Yunus ‘alaihi salam tinggal di dalam perut ikan selama 3 hari, 7 hari, bahkan 40 hari. Selama itu juga beliau selalu memenuhi hatinya dengan bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan selalu menampakkan penyesalan dan menangis: "Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah Yang Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri."
Doa Yunus menembus Arsy, sampai-sampai para malaikat berkata, ‘Ya Rabb, sepertinya ini adalah suara orang lemah yang sudah dikenali, yang datang dari negeri yang jauh dan asing’. Allah bertanya, ‘Tahukan kalian, suara siapakah itu?’ Malaikat menjawab, ‘Suara siapakah itu?’ Allah berkata, ‘Itu adalah suara Yunus, hamba-Ku’. Malaikat berkata, ‘Yunus yang amalnya senantiasa naik ke langit dan doanya dikabulkan? Ya Rabb, tidakkah Engkau menaruh belas-kasih padanya lantaran dia senantiasa memuji-Mu di saat senang, dengan begitu Engkau selamatkan ia di saat terjepit seperti ini?’ Allah menjawab, ‘Ya, tentu saja’. Maka, Allah memerintahkan kepada ikan paus untuk melemparkan Nabi Yunus ke daerah tandus di suatu pulau yang ditentukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Ikan itu pun menaati perintah Ilahi. Tubuh Nabi Yunus ‘alaihis salam merasakan kepanasan di perut ikan. Beliau tampak sakit, lalu matahari bersinar dan menyentuh badannya yang kepanasan itu. Beliau berteriak karena tidak kuatnya menahan rasa sakit namun beliau mampu menahan diri dan kembali bertasbih. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menumbuhkan pohon Yaqthin, yaitu pohon yang daun-daunnya lebar yang dapat melindungi dari sinar matahari. Dan Allah subhanahu wa ta’ala menyembuhkannya dan mengampuninya. Allah subhanahu wa ta’ala memberitahunya bahwa kalau bukan karena tasbih yang diucapkannya niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan sampai hari kiamat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَإِنَّ يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ  إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ  فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ  فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ  فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ  لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ  فَنَبَذْنَاهُ بِالْعَرَاءِ وَهُوَ سَقِيمٌ  وَأَنبَتْنَا عَلَيْهِ شَجَرَةً مِّن يَقْطِينٍ وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَىٰ مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ  فَآمَنُوا فَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَىٰ حِينٍ
"Sesungguhnya Yunus beriar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu." (QS. Ash-Shaffat : 139-148)
وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ  فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ وَكَذَ‌ٰلِكَ نُنجِي الْمُؤْمِنِينَ
"Dan (ingatlah  kisah) Dzunnun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu mereka menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah orang-orang yang lalim.' Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman." (QS. Al-Anbiya' : 87-88)
Allah Yang Maha Penyayang menumbuhkan pohon labu, agar Nabi Yunus yang kurus dan lemah tak berdaya dapat bernaung dan memakan buahnya. Setelah pulih, ia diperintahkan kembali ke Ninawa, dimana ia kemudian kaget melihat perubahan penduduk Ninawa yang telah beriman kepada Allah. Nabi Yunus kemudian mengajari mereka yang jumlahnya 100.000 orang atau lebih, dengan tauhid dan menyempurnakan iman mereka.
Penjelasan Nabi Yunus Meninggalkan Kaumnya
Kita sekarang ingin membahas masalah yang menurut ulama disebut sebagai dosa Nabi Yunus. Apakah Nabi Yunus ‘alaihi salam melakukan suatu dosa dalam pengertian yang hakiki, dan apakah para nabi memang berdosa? Jawabannya adalah: Para nabi adalah orang-orang yang maksum tetapi kemaksuman ini tidak berarti bahwa mereka tidak melakukan sesuatu yang menurut Allah subhanahu wa ta’ala itu pantas mendapatkan celaan (hukuman). Jadi masalahnya agak relatif. Menurut orang-orang yang dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala : Kebaikan orang-orang yang baik dianggap keburukaan bagi al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala). Ini memang benar. Sekarang, marilah kita amati kasus Nabi Yunus ‘alaihi salam. Beliau meninggalkan desanya yang banyak dipenuhi oleh orang-orang yang menentang. Seandainya ini dilakukan oleh orang biasa atau oleh orang yang saleh selain Nabi Yunus ‘alaihi salam maka hal itu merupakan suatu kebaikan dan karenanya ia diberi pahala. Sebab, ia berusaha menyelamatkan agamanya dari kaum yang durhaka. Tetapi Nabi Yunus ‘alaihi salam adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada mereka. Seharusnya ia menyampaikan dakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan ia tidak peduli dengan hasil dakwahnya. Tugas beliau hanya sekadar menyampaikan agama. Keluarnya beliau dari desa itu— dalam kacamata para nabi—adalah hal yang mengharuskan datangnya pelajaran dari Allah subhanahu wa ta’ala dan hukuman-Nya padanya.
Allah subhanahu wa ta’ala memberikan suatu pelajaran kepada Nabi Yunus ‘alaihi salam dalam hal dakwah di jalan-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala mengutusnya hanya untuk berdakwah. Inilah batasan dakwahnya dan beliau tidak perlu peduli dengan kaumnya yang tidak mengikutinya dan karena itu beliau tidak harus menjadi sedih dan marah. Nabi Luth‘alaihi salam tetap tinggal di kaumnya meskipun selama bertahun-tahun berdakwah beliau tidak mendapati seorang pun beriman. Meskipun demikan, Nabi Luth ‘alaihi salam tidak meninggalkan mereka. Ia tidak lari dari keluarganya dan dari desanya. Beliau tetap berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga datang perintah Allah subhanahu wa ta’ala melalui para malaikat-Nya yang mengizinkan beliau untuk pergi. Saat itulah beliau pergi. Seandainya beliau pergi sebelumnya niscaya beliau akan mendapatkan siksaan seperti yang diterima oleh Nabi Yunus. Jadi, Nabi Yunus ‘alaihi salam keluar tanpa izin. Lalu perhatikan apa yang terjadi pada kaumnya. Mereka telah beriman setelah keluarnya Nabi Yunus ‘alaihi salam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَىٰ حِينٍ
"Dan mengapa tidak ada penduduk suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka adzab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai waktu yang tertentu." (QS. Yunus : 98)
Demikianlah, desa Nabi Yunus ‘alaihi salam beriman. Seandainya ia tetap tinggal bersama mereka niscaya ia akan mengetahuinya dan hatinya menjadi tenang serta kemarahannya akan menjadi hilang. Tampaknya beliau tergesa-gesa dan tentu sikap tergesa-gesa ini berangkat dari keinginannya agar manusia beriman. Usaha Nabi Yunus ‘alaihi salam untuk meninggalkan mereka adalah sebagai ungkapan kemarahannya kepada mereka atas ketidakimanan mereka. Maka Allah subhanahu wa ta’ala menghukumnya dan mengajarinya bahwa tugas seorang nabi hanya menyampaikan agama. Seorang nabi tidak dibebani urusan keimanan manusia; seorang nabi tidak bertanggung jawab atas pengingkaran manusia; dan seorang nabi tidak dapat memberikan hidayah (petunjuk) kepada mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala agar dalam berdakwah tidak seperti Nabi Yunus ‘alaihis salam, dan harus bersabar melayani ummat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُن كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَىٰ وَهُوَ مَكْظُومٌ
“Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo'a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).” (QS. Al Qalam : 48)
Setelah itu, Allah subhanahu wa ta’ala memerintah agar Nabi Yunus berdakwah kembali ke negerinya yang penduduknya hampir seratus ribu orang. Mereka semua menerima dakwah Nabi Yunus dengan hati yang terbuka dan beriman kepada ajaran tauhid yang dibawa oleh baginda Yunus ‘alaihis salam.
Kitab Yunus dalam Perjanjian Lama
Kitab Yunus adalah kitab kelima dalam kumpulan kitab yang disebut Nabi-nabi Kecil dalam Perjanjian Lama. Kitab ini berbeda dengan kitab-kitab nabi lainnya karena kitab ini tidak berisi ucapan-ucapan sang nabi kepada Israel, melainkan menceritakan pengalaman Nabi Yunus, ketika ia mencoba menghindari perintah Tuhan.
Dalam bahasa Ibrani, Yunus disebut Yonah yang berarti “merpati”. Tokoh Yunus sendiri didasarkan pada tokoh yang tak begitu dikenal, yang hidup pada masa pemerintahan Yerobeam II (786-746 SM). Dalam Perjanjian Lama, Yunus bin Amittai hanya disebutkan di luar kitab Yunus sendiri yakni dalam II Raja-raja 14:25. (Untuk informasi lebih jauh tentang tokoh ini sendiri, lihat artikel Yunus). Kitab ini sendiri kemungkinan ditulis pada masa pasca-pembuangan (setelah 530 SM) dan didasarkan pada tradisi lisan yang telah diturunkan sejak abad ke-8 SM. Yunus dianggap sebagai salah seorang nabi kecil, karena bukunya aslinya ditulis bersama-sama dengan kitab-kitab kenabian lainnya yang lebih kecil dalam sebuah gulungan saja (yang juga dikenal sebagai Kitab yang Duabelas).
Sebagai bagian dari Perjanjian Lama, kitab ini terdapat dalam Tanakh Yahudi dan Alkitab Kristen. Kisahnya mempunyai sejarah penafsiran yang menarik (lihat bawah) dan telah menjadi cerita termasyhur melalui cerita-cerita populer anak-anak. Dalam Yudaisme kitab ini adalah Haftarah untuk dibaca pada sore hari pada perayaan Yom Kippur karena kisahnya sendiri menceritakan kesediaan Allah untuk mengampuni mereka yang bertobat.
Garis Besar Kitab Yunus
Kitab Yunus pada intinya adalah sebuah cerita tentang sifat Allah. Karena itu, kitab ini dapat dibagi menajdi empat bagian, masing-masing dipisahkan kira-kira menurut pasalnya :
(1) Kedaulatan Allah,
(2) Pembebasan Allah,
(3) Belas kasih Allah, dan
(4) Kebenaran Allah.
Kitab ini juga dapat dibagi sebagai berikut:
Pengutusan pertama Allah dan pemberontakan Yunus
Pembebasan Allah atas Yunus dan doa syukur Yunus
Pengutusan kedua Allah dan ketaatan Yunus
Pembebasan Allah atas Niniwe dan cemberutnya Yunus yang menunjukkan rasa tidak berterima kasihnya
Dalam paruh pertama kitab ini, pembebasan Allah diperlihatkan melalui kedaulatan-Nya. Di paruh kedua, pembebasan Allah diperlihatkan melalui belas kasih-Nya. Akhirnya, Allah menyatakan kebenaran-Nya dengan memilih untuk memaksa dan berubah pikiran.
Isi kitab
Tuhan menyuruh dia pergi ke kota Niniwe, ibukota kerajaan Asyur, musuh Israel. Tetapi Yunus tidak mau pergi ke kota itu untuk menyampaikan pesan Tuhan, karena ia yakin bahwa kalau orang Niniwe berhenti berbuat dosa, Tuhan tidak akan menjalankan rencana-Nya untuk menghancurkan kota itu.
Akhirnya, setelah beberapa kejadian yang mengesankan, Yunus menaati perintah Tuhan, tetapi kemudian ia mendongkol, karena Niniwe tidak jadi dihancurkan.
Amanat kitab Yunus ialah bagaimana Tuhan berkuasa mutlak atas ciptaan-Nya. Tetapi lebih-lebih, buku ini menggambarkan Tuhan Yang Mahapenyayang dan pengampun, Tuhan yang lebih suka mengampuni dan menyelamatkan suatu bangsa daripada menghukum dan menghancurkannya, biarpun bangsa itu musuh umat-Nya sendiri.
Konon kitab Yunus ditulis olehnya sendiri. Kitab Yunus dirujuk oleh Yesus dalam Perjanjian Baru (Matius 12:39, 40; Lukas 11:29).

Quran Surat Yunus

Surat Yunus (Arab: ينوس , Yūnus, “Nabi Yunus”) adalah surat ke-10 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri atas 109 ayat dan termasuk golongan surah Makkiyah kecuali ayat 40, 94, 95, yang diturunkan  di Madinah. Sebagian besar surat Yunus tergolong Makkiyah, yang turun sebelum Muhammad hijrah ke Madinah kecuali ayat 40, 94, dan 95 yang termasuk Madaniyyah. Dalam penggolongan surah, surah Yunus termasuk kategori surah Al-Mi’un, yaitu surah-surah Al-Qur’an yang ayatnya berjumlah seratusan karena surah ini terdiri dari 109 ayat. Namun ada juga yang berpendapat surah ini termasuk golongan surah as-Sab’ut Thiwal atau “Tujuh Surah yang Panjang”. Dalam mushaf Utsmani, surah ini merupakan surah ke-51 yang diturunkan setelah surah Al-Isra’, surah ke-17 dalam al-Qur’an dan sebelum surah Hud, surah ke-11. Seluruh isi surah ini masuk ke dalam Juz 11 dan diletakkan setelah surah At-Taubah dan sebelum surah Hud. Surah ini terdiri atas 11 ruku’. Sedangkan topik utama yang dibahas dalam surah ini meliputi masalah akidah, iman kepada Allah, kitab-kitab dan rasul-Nya, serta Hari kebangkitan dan pembalasan.
Surat Yunus diawali dengan ayat Mutasyabihat Ali Lam Ra dan diakhiri dengan ayat yang membahas perlunya mengikuti aturan Allah dan bersabar baik dalam ketaatan maupun musibah. Surat ini dinamakan Yunus merupakan sebuah simbolis dan bukan berarti surat ini berisi kisah Yunus. Bahkan, kisah terpanjang dalam surat ini adalah kisah Nabi Musa dan Bani Israil dengan Fir’aun yaitu pada ayat 75 hingga 93. Hanya ayat ke-98 dari surat inilah yang menyebut kata “Yunus”. Menurut pengamatan, ayat 98 merupakan bagian terpenting dari surah ini.
Isi
  • Tanda-Tanda Kebesaran Allah Dalam Alam Semesta (1-109)
  • Wahyu dan dasar-dasar kebenarannya (1-6)
  • Pembalasan terhadap pengingkaran dan penerimaan wahyu (7-18)
  • Manusia adalah satu umat yang memeluk agama yang satu (19-20)
  • Perlakuan Allah yang penuh rahmat (21-24)
  • Seruan Allah ke Darus Salam dan penolakan terhadapnya (25-30)
  • Bukti-bukti kekuasaan Allah yang membatalkan kepercayaan orang musyrik (31-36)
  • Jaminan Allah tentang kemurnian Al-Qur’an (37-53)
  • Penyesalan manusia di akhirat kelak (54-60)
  • Segala perbuatan manusia tidak lepas dari pengawasaan Allah (61)
  • Wali-wali Allah dan berita gembira bagi mereka (62-70)
  • Kisah Nabi Nuh, Nabi Musa, dan Nabi Yunus sebagai teladan bagi manusia (71-103)
  • Da’wah Islam (104-109)
Pokok-pokok isi
  • Keimanan: Al Quran bukanlah sihir, Allah mengatur alam semesta dari Arasy-Nya; syafa’at hanyalah dengan izin Allah; Wali-wali Allah; wahyu Allah yang menerangkan yang gaib kepada manusia; Allah menyaksikan dan mengamat-amati perbuatan hamba-hamba-Nya di dunia; Allah tidak mempunyai anak.
  • Hukum: Menentukan perhitungan tahun dan waktu dengan perjalanan matahari dan bulan; hukum mengada-adakan sesuatu terhadap Allah dan mendustakan ayat-ayat-Nya.
  • Kisah-kisah:Kisah Nabi Nuh ‘alaihis salam dengan kaumnya; Nabi Musa alaihis salam dengan Fir’aun dan tukang-tukang sihir; kisah Bani Israil setelah ke luar dari negeri Mesir; Nabi Yunus alaihis salam dengan kaumnya.
  • Dan lain-lain: Manusia ingat kepada Allah di waktu kesukaran dan lupa di waktu senang; keadaan orang-orang baik dan orang-orang jahat di hari kiamat; Al Quran tidak dapat ditandingi; rasul hanya menyampaikan risalah.
Do’a Nabi Yunus dalam Perut Ikan Nun
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ  فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ وَكَذَ‌ٰلِكَ نُنجِي الْمُؤْمِنِينَ
"Dan (ingatlah  kisah) Dzunnun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu mereka menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah orang-orang yang lalim.' Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman." (QS. Al-Anbiya' : 87-88)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
دَعْوَةُ ذِى النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِى بَطْنِ الْحُوتِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ
Doa Dzun Nuun (Nabi Yunus) ketika ia berdoa dalam perut ikan paus adalah: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINADZ DZAALIMIIN (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya). Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam suatu masalah melainkan Allah kabulkan baginya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi no. 3505, Nasaa-i, Hakim, dan Baihaqi. Lihat Shahih Jami'us Shaghir No. 3383).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Jarir dan beberapa perawi hadits yang lain dari Sa’ad bin Abi Waqqash ‘alaihis salam disebutkan bahwa orang Islam yang berdoa dengannya untuk suatu urusan pasti dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Siapa pun orang Islam yang membaca doa itu saat sedang sakit sebanyak 40 kali lalu dia mati, maka dia diberi pahalanya orang yang mati syahid. Apabila dia sembuh maka dosa-dosanya terampuni.” (HR.Al-Hakim)
Doa ini banyak terbukti istijabah-nya apabila rutin dibaca sebanyak 41 kali –tanpa pemisah – setelah salat Subuh selama 40 hari berturut-turut. Alhasil, ketika sedang punya urusan penting atau ditimpa masalah dianjurkan memperbanyak doa ini.
Sumber: Abwâbul-Faraj, Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani
Rahasia Makbulnya dengan Doa Nabi Yunus
Ibnu sunni meriwayatkan : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan bahwa barangsiapa yang membaca kalimah ini, orang itu akan dilapangkan Allah dari segala kesempitan. Kalimat itu ialah doa yang diucapkan oleh nabi Allah Yunus ketika di dalam perut ikan Nun.
لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau,
Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya
Maksudnya : "Sesungguhnya tiada Tuhan (yang dapat menolong) melainkan Engkau (ya Allah)! Maha Suci Engkau (daripada melakukan aniaya, maka tolonglah aku)!
Sesungguhnya aku termasuk dari orang-orang yang menganiaya diri sendiri"
Allah telah mengilhamkan Nabi Allah Yunus untuk membaca doa tersebut. Dan ketika Nabi Allah Yunus membaca doa tersebut, baginda terasa lapang dan tenang. Akhirnya Nabi Allah Yunus diselamatkan oleh Allah dengan memerintahkan agar ikan nun memuntahkan Nabi Yunus dan didamparkan di tepi pantai.
Jadi, jika kita mendapatkan kesusahan dan merasa sulit untuk dapat menyelesaikan kesusahan tersebut, bahkan secara akal merasa tidak mungkin atau mustahil dapat menyelesaikan secara sendiri atau minta bantuan orang lain, maka bacalah doa ini. Berdoa dengan penuh pengharapan dan penuh keyakinan atas pertolongan Allah. Insya Allah maqbul. Dzikir ini juga dapat mengukuhkan iman dan menimbulkan keinsafan di dalam diri kita. Tatkala kita membacanya patut kita hayati sungguh-sungguh bahwa kita telah mendzalimi diri sendiri. Oleh karena itu kita perlu bertaubat daripada segala dosa, baik kecil atau besar, yang disadari atau tidak, terhadap manusia atau dosa terhadap Allah. Mudah mudahan Allah mengampunkan segala dosa kita dan melapangkan segala kesempitan kita.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Doa saudaraku Yunus amat menakjubkan; permulaannya tahlil, pertengahannya tasbih dan penghujungnya pengakuan melakukan dosa. Sesiapa yang berdukacita, berada dalam kekusutan, ditimpa kesusahan dan dibebani hutang pada suatu hari, lalu ia membacanya sebanyak tiga kali, niscaya dimakbulkan untuknya.”
Rahasia Pertama
Perhatikan bahwa doa ini dibuka dengan kalimah tauhid “Laa ilaaha illallaah” artinya “Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah”. Kalimah tauhid tidak sekadar bermaksud tiada tuhan yang berhak aku sembah kecuali Allah, tetapi dalam konteks ini juga bermaksud tiada tuhan yang patut aku mengadu, mengharapkan keampunan dan menghajatkan keselamatan kecuali Allah. Pembukaan seperti ini membuktikan kemantapan dan kemurnian tauhid Nabi Yunus di mana beliau tidak mengadu, mengeluh dan berharap kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah saja.
Ini merupakan manhaj para Nabi dan Rasul yang mesti kita ikuti.
Perhatikan – sebagai contoh lain – sikap Nabi Ayyub ‘alaihis salam ketika beliau ditimpa penyakit. Beliau tidak mengadu kepada para dokter atau selainnya, tetapi mengadu kepada Allah saja :
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.(QS. Al-Anbiya 21 : 83)
Rahasia Kedua
Seterusnya Nabi Yunus ‘alaihis salam mengucapkan “Subhaanaka“ artinya “Maha Suci Engkau (ya Allah)”, berarti mensucikan Allah dari semua bentuk kedzaliman atau penganiayaan. Lebih mendalam, Nabi Yunus ‘alaihis salam mensucikan Allah, bahwa apa yang menimpanya saat itu (ketika ditelan oleh ikan paus) bukanlah merupakan satu bentuk penganiayaan oleh Allah ke atas dirinya.
Pensucian ini penting ditegaskan karena kadangkala ketika ditimpa kesusahan, kita marah atau menyalahkan siapapun termasuk Allah. Bahkan kita menuduh Allah dikatakan sudah tidak saying lagi sama diri. Maha Suci Allah dari menganiaya manusia, tetapi manusialah yang menganiaya diri mereka sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman mengenai orang Yahudi yang suka menganiaya diri mereka sendiri :
وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا مَا قَصَصْنَا عَلَيْكَ مِن قَبْلُ ۖ وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَـٰكِن كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan tiadalah Kami menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Nahl 16 : 118)
Rahasia Ketiga
Walaupun Nabi Yunus ‘alaihis salam berada dalam perut ikan yang gelap, bau dan tidak makan dan minum, tetapi terus mengaku akan kesalahannya dengan berkata: “Innii kuntu minazh zhaalimiin” artinya “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menganiaya diri sendiri.” Nabi Yunus ‘alaihis salam berdoa kepada Allah, dengan memilih cara yang lebih lembut, beradab lagi merendah diri, yakni dengan mengakui kesalahan dirinya sendiri. Dan ini merupakan bentuk permohonan ampun kepada Allah, walaupun tidak diucapkan “permohonan ampunnya”.
Selain itu Nabi Yunus ‘alaihis salam sadar bahwa kesusahan yang menimpanya saat itu, ditelan oleh ikan paus, merupakan kesan dari kesalahan dirinya sendiri yang melarikan diri dari tugas dakwah yang Allah amanahkan kepadanya. Merupakan sesuatu yang sudah maklum bahwa salah satu faktor seseorang itu ditimpa kesusahan dan kesulitan adalah karena dosa-dosa hasil dari kesalahan yang pernah dilakukan sendiri. Allah menyatakan hakikat ini :
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah mema'afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).(QS. Ash Shura 42 : 30)
Amalan Infirodi Da’i dari H. Abdul Wahab, Amir Pakistan
لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA
INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN
Dibaca  300 kali/hari – 1000 kali/hari
Fadhilah :
a. Dimudahkan untuk mendapatkan tasykilan
b. Dimudahkan untuk menggerakkan ummat agar keluar huruj fi sabilillah.
c. Allah akan selesaikan masalah infirodi dan ijtima’i 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar