ISTIGHATSAH
۱- اَللَّهُمَّ
صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍنِالَّذِى
تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ
وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ
بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِىْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ
بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
1. Allaahumma shalli shalaatan kaamilatan wasallim
salaaman tamman ‘alaa sayyidinaa Muhammadi nilladzii tanhallu bihil ‘uqad watan
fariju bihil kurab watuqdhaa bihil hawaaij
watunaalu bihir raghaaib wahusnul hawaatim wayustasqal ghamaam biwajhihil
kariim wa ‘alaa aalihii washahbihii fii kulli lamhatin wanafasin bi’adadi kulli
ma’luumil lak.
٢- مَوْلَايَ
صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًاأَبَدًا عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرِ الْخَلْقِ كُلِّهِمِ .
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِيْ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ الْأَهْوَالِ
مُقْتَحِمِ
2. Maulaaya shalli wasallim daaiman abadaa ‘alaa
habiibika khairil khalqi kullihimi. Huwal habiibul ladzii turja syafaa’atuhuu likulli haulin minal ahwaali
muqtahimi.
۳- يَارَبِّ بِالْمُصْطَفَى بَلِّغْ
مَقَاصِدَنَا . إِغْفِرْلَنَامَامَضَى يَاوَاسِعَ الْكَرَمِ
3. Ya Rabbi bil mushtafaa balligh maqaashidanaa.
Ighfirlanaa maa madhaa yaa Waasi’al karami
٤- اَلصَّلاَةُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ يَاسَيِّدِيْ يَارَسُوْلَ اللهِ خُذْبِيَدِيْ قَلَّتْ
حِيْلَتِيْ أَدْرِكْنِيْ أَدْرِكْنِيْ أَدْرِكْنِيْ
4. Ashshalaatu wassalaamu ‘alaika yaa sayyidii yaa Rasuulallaah
khudz biyadii qallat hiilati adriknii adriknii adriknii
٥- اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِدِنَامُحَمَّدٍ
5. Allaahumma shalli ‘alaa sayidinaa Muhammad wa’alaa
‘aali sayyidinaa Muhammad
٦- حَسْبُنَااللهُ
وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
6. Hasbunallaah wani’mal wakiil
٧- لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ
الظَّالِمِيْنَ
7. Laa ilaaha illaa
anta subhaanaka innii kuntu minadz dzaalimiin
٨- وَأُفَوِّضُ أَمْرِيْ إِلَى اللهِ إِنَّ اللهَ بَصِيْرٌ
بِالْعِبَادِ
8. Wa ufawwidu
amrii ilallaah innallaaha Basiirun bil ’ibaad
٩- كهيعص .كِفَايَتُنَا
9. Kaaf Haa Yaa ‘Aiin
Shaad. Kifaayatunaa
.۱- حم عسق . حِمَايَتُنَا
10. Haa Miim ‘Aiin
Siin Qaaf. Himaayatunaa
۱۱- ق . وَالْقُرْآنِ الْمَجِيْدِ
وِقَايَتُنَا
11. Qaaf . Wal quraanil
majiid wiqaayatunaa
۱۲- اللهُ اللهُ رَبِّى لَاأُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
12. Allaah Allaahu
rabbii laa usyriku bihii syai-an
۱۳- يَاحَبِيْبيْ يَارَحْمَنُ يَاوَهَّابُ
يَا اللهُ
13. Yaa Habiibii ya
Rahmaanu yaa Wahhaabu yaa Allaah
۱٤- يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ اَسْتَغِيْثُ
14. Ya Hayyu yaa Qayyuum birahmatika astaghiits
۱٥- يَالَطِيْفُ يَالَطِيْفُ يَالَطِيْفُ
يَالَطِيْفُ
15. Yaa
Latiifu Yaa Latiifu Yaa Latiifu Yaa Latiif
۱٦-
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
16. Alhamdulillaahi rabbil’ aalamiin
۱٧- لاَاِلَهَ
اِلاَّ اللهُ
17. Laa ilaaha illallaah
PENGERTIAN ISTIGHATSAH
Kata “istighatsah” استغاثة
berasal dari “al-ghauts”الغوث
yang berarti
pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan)
“istaf’ala” استفعل
atau “istif’al”
menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan. Maka istighatsah berarti
meminta pertolongan. Seperti kata ghufran
غفران yang berarti
ampunan ketika diikutkan pola istif’al menjadi istighfar استغفار
yang berarti
memohon ampunan.
Jadi istighatsah
berarti “thalabul ghauts”
طلب الغوث atau meminta
pertolongan. Para ulama membedakan antara istghatsah dengan “istianah” استعانة,
meskipun secara
kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti’anah juga pola
istif’al dari kata “al-aun”
العون yang berarti
“thalabul aun” طلب
العون
yang juga berarti meminta pertolongan.
Istighatsah adalah meminta
pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti’anah maknanya
meminta pertolongan dengan arti yang lebih luas dan umum.
Baik Istighatsah
maupun Isti’anah terdapat di dalam nushushusy syari’ah atau
teks-teks Al-Qur’an atau hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam surat Al-Anfal ayat 9 disebutkan :
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ
فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
“(Ingatlah wahai
Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan
permohonanmu.”
(QS. Al-Anfal : 9)
Ayat ini menjelaskan peristiwa ketika Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memohon bantuan dari Allah subhanahu
wa ta’ala, saat itu beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar
dimana kekuatan musuh tiga kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian
Allah mengabulkan permohonan Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan
berupa seribu pasukan malaikat.
وَهُمَا
يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ
“Kedua orang tua
memohon pertolongan kepada Allah.” (QS. Al-Ahqaf : 17)
Yang dalam hal ini
adalah memohon pertolongan Allah atas kedurhakaan sang anak dan keengganannya
meyakini hari kebangkitan, dan tidak ada cara lain yang dapat ditempuh oleh
keduanya untuk menyadarkan sang anak kecuali memohon pertolongan dari Yang Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
Dari kedua cuplikan
ayat ini, dapat disimpulkan bahwa istighatsah adalah memohon pertolongan
dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk terwujudnya sebuah “keajaiban” atau
sesuatu yang paling tidak dianggap tidak mudah untuk diwujudkan.
Istighatsah sebenamya sama
dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighatsah konotasinya
lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighatsah adalah
bukan hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighatsah sering
dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu,
sehingga Allah subhanahu wa ta’ala berkenan mengabulkan permohonan itu.
Istighatsah juga disebutkan
dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya :
إنَّ
الشَّمْسَ تَدْنُوْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ
الْأُذُنِ, فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوْا بِآدَمَ
ثُمَّ بِمُوْسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ
“Matahari akan
mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, sehingga keringat sebagian orang
keluar hingga mencapai separuh telinganya, ketika mereka berada pada kondisi
seperti itu mereka beristighatsah (meminta pertolongan) kepada Nabi
Adam, kemudian kepada Nabi Musa kemudian kepada Nabi Muhammad.” (HR. Bukhari).
Hadits ini juga
merupakan dalil dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah dengan
keyakinan bahwa seorang nabi atau wali adalah sebab. Terbukti ketika manusia di
padang mahsyar terkena terik panasnya sinar Matahari mereka meminta tolong
kepada para Nabi. Kenapa mereka tidak berdoa kepada Allah saja dan tidak perlu
mendatangi para nabi tersebut? Seandainya perbuatan ini adalah syirik,
niscaya mereka tidak akan melakukan hal seperti itu.
Sedangkan isti’anah
terdapat di dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاسْتَعِينُواْ
بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ…
“Mintalah
pertolongan dengan sabar dan shalat...” (QS Al-Baqarah : 45)