Pages

Selasa, 03 Mei 2016

246. QUNUT SHALAT SUBUH DAN PERMASALAHANNYA

Segala puji bagi Allah, Shalawat dan Salam Kepada Rasulullah, Sayyidina Muhammad bin Abdillah, kepada keluarga dan shahabat beliau sekalian, kepada para imam mujtahidin, kepada para qari dan mufassirin, kepada para ahli sufi dan muhadditsin.
Amma ba’du.
Banyak persoalan yang tidak tuntas didunia ini, dari persoalan kecil sampai kepada persoalan besar, dari persoalan individu sampai kepada persoalan kelompok dan golongan, dari persoalan sosial kemasyarakatan sampai kepada persoalan agama yang amaliyyah dan i’tiqadan, dari persoalan terkini sampai kepada persoalan klasik dan usang.
Zikir nyaring, zikir berjama’ah, doa nyaring, doa berjama’ah, talqin, tahlilan, yasinan, tawassul, tafaul, rakaat tarawih, cara melaksanakan witir, qunut subuh, qunut witir, ushalli, niat shalat, basmalah fatihah, basmalah surat, basmalah ayat, azan jum’at dua kali, azan subuh dua kali, jenggot, isbal, taqlid dan lain – lain sebagainya adalah persoalan – persoalan yang belum tuntas sampai sekarang.
Sebenarnya, perbedaan pendapat sudah muncul sejak munculnya kehidupan, ketika Malaikat sujud kepada Nabi Adam ditolak dengan sombong oleh Iblis laknatullah, ketika Habil dijodohkan dengan Iqlima ditolak dengan angkuh oleh Qabil yang merasa tidak sepadan dengan Labuda. Dua perbedaan ini berujung kepada kedurhakaan, dosa dan neraka, apakah perbedaan kita hari ini meneruskan jejak Iblis dan Qabil?
Atau kita mau belajar kepada khilaf yang terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika peristiwa shalat Ashar di perkampungan bani Quraidhah?
Para shahabat terpecah dua, sebagian shalat Ashar di perkampungan Bani Quraidhah, meski telah lewat Maghrib, karena pesan nabi adalah, “Janganlah kalian shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidhah.” Namun sebagian yang lain tidak shalat di sana, tetapi di tengah jalan namun pada waktunya.
Lalu apa komentar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, adakah beliau membela salah satu pendapat. Jawabnya tidak. Beliau tidak menyalahkan kelompok mana pun karena keduanya telah melakukan ijtihad dan taat kepada perintah. Hanya saja, ada perbedaan dalam memahami teks sabda beliau. Jadi, khilaf di masa kenabian sudah terjadi dan tetap menjadi khilaf.
Dalam kasus penempatan pasukan perang di medan Badar, terjadi perbedaan pendapat antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan seorang shahabat. Menurut shahabat yang ahli perang ini, pendapat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bukan berdasarkan wahyu kurang tepat. Setelah beliau menjelaskan pikirannya, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kagum atas strategi shahabatnya itu dan bersedia memindahkan posisi pasukan ke tempat yang lebih strategis.
Pada kali yang lain ketika perang nyaris berakhir, muncul keinginan di dalam diri beliau untuk menghentikan peperangan dan menjadikan lawan sebagai tawanan perang. Tindakan itu didasari oleh banyak pertimbangan selain karena saat itu belum ada ketentuan dari firman. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermusyawarah dengan para shahabatnya dan diambil keputusan untuk menawan dan meminta tebusan saja.
Saat itu hanya satu orang yang berbeda pendapat, yaitu Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Beliau tidak sepakat untuk menghentikan perang dan meminta agar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meneruskan perang hingga musuh mati semua. Tidak layak kita menghentikan perang begitu saja karena mengharapkan kekayaan dan kasihan. Tentu saja pendapat seperti ini tidak diterima forum musyarawah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta para shahabat lain tetap pada keputusan semula, hentikan perang.
Tidak lama kemudian turun wahyu yang membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam gemetar ketakutan, karena ayat itu justru membenarkan pendapat Umar radhiyallahu ‘anhu dan menyalahkan semua pendapat yang ada.
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚتُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal: 67)
Persoalan – persoalan seumpama qunut subuh sudah timbul sejak masa lampau tetapi tidak menjadi perpecahan, tetapi menjadi warna yang mempererat persaudaraan, namun pada beberapa dasawarsa yang dibelakang perbedaan pendapat sudah seakan biang terciptanya perang. Kenapa ini terjadi? Mungkin karena kebodohan kian merambah, banyak manusia cinta popularitas, perbedaan pendapat tidak lagi bisa disikapi, pengaruh dunia global menghantui, maka tumbuhlah keinginan dalam bidang hukum untuk menguasai dan diakui. Bias dari kristenisasi yang mengadu domba umat Islam telah memanfaatkan lobang – lobang kecil perbedaan umat Islam terkesan sebagai persoalan yang paling besar dan mendasar.
Maka untuk itulah tulisan ini disajikan semoga menjadi rahmat bagi menghindari perpecahan yang selalu diharapkan oleh musuh – musuh Islam. Tujuannya hanya sekedar berbagi informasi dengan para pembaca berkaitan tentang persoalan QUNUT SUBUH yang senantiasa dipermasalahkan oleh kaum Salafi Wahhabi dan Muhammadiyah Indonesia dengan mengatakan bahwa “qunut adalah perkara bid’ah, maka setiap bid’ah adalah sesat, setiap yang sesat adalah neraka.
Dengan tulisan ini kiranya dapat mendatangkan sedikit cahaya terang dan dapat sedikit memberi jawaban “apakah penganut mazhab syafi’i semuanya masuk neraka karena mereka melakukan qunut pada shalat subuh?? Dengan tulisan ini juga dapat diketahui duduknya persoalan qunut, apakah persoalan qunut itu termasuk persoalan furu’ syariat (amaliyah) atau persoalan ushul syariat (i’tiqadiyyah).
Sumber informasi adalah kitab – kitab hadits dan fiqih yang mu’tabar yang diupayakan ditulis dalam bentuk ikhtisar. Maka untuk terwujud suatu ikhtishar maka penulis tidak memuat sanad hadits dengan lengkap, dan tidak memuat komentar para ulama yang ada dalam kitab sumber yang berkaitan dengan hadits yang dimuat, hal ini dilakukan agar pembaca cepat sampai pada pokok permasalahan dan tidak membosankan. Untuk kelengkapan sanadnya dan komentar ulama maka kepada pembaca bisa merujuk langsung pada sumber aslinya. Jika hadits – hadits mengandung hukum yang sama, maka penulis hanya memuat satu atau dua hadits saja karena intinya sama walaupun perawinya berbeda, sehingga akan terlihat pada tulisan ini nomor hadits yang kadang teratur dan terkadang meloncat.
Kemudian, kepada yang berqunut penulis menghimbau, “Bahwa kita dalam berbicara dan bersikap jangan gegabah dan sinis seperti kaum salafi wahhabi dan Muhammadiyah yang selalu mengklaim neraka bagi orang – orang yang tidak sependapat dengan mereka. Dengan demikian maka kita tidak perlu menyalahkan orang yang tidak memakai qunut, tetapi yang kita sayangkan adalah kenapa mereka (Salafi Wahhabi & Muhammadiyah) menyalahkan kita yang memakai qunut”.
Menurut hemat penulis, masalah qunut adalah khilaf antar ulama Ahlussunnah, artinya bahwa sungguh pendapat yang mengatakan sunnat berqunut adalah Ahlussunnah yakni madzhab Maliki dan Syafi’i, dan yang mengatakan tidak berqunut juga Ahlussunnah yakni mazhab Hanafi dan Hambali. Maka apakah kita berani mengatakan Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali sesat? padahal keempat – empat mazhab tersebut adalah mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah yang merupakan firqah najiyyah.
Wahai saudaraku yang berqunut! Kita dianggap salah, perbuatan kita dianggap bid’ah karena perbuatan yang kita lakukan dituduh tidak berlandaskan hadits atau salah dalam memahami hadits, Masya Allah, demi ukhuwah Islam kita menerima kalau kita dianggap bodoh, tetapi apakah imam – imam ikutan kita juga bodoh? Apakah Imam Syafi’i bodoh? Apakah Imam Ghazali bodoh? Apakah Imam Nawawi bodoh? Apakah Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshari bodoh? Muhammad Ramli bodoh? Ibnu Hajar Al-Haitami dan lainnya bodoh. Akankah Imam Syafi’i masuk neraka karena mengatakan “qunut subuh itu sunnat sepanjang masa”.
MARI KITA LIHAT KITAB – KITAB HADITS YANG MU’TABAR.
KITAB SUNAN AL-KUBRA LIL-BAIHAQQIY,
Karya Abubakar Ahmad Bin Husain Bin ‘Ali Al-Baihaqqiy.
294 : BAB – QUNUT DALAM SHALAT KETIKA TERJADI MUSIBAH
3208    :    Dari Sa’id bin Musayyab dan Abi Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abi Hurairah, Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata : “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila bermaksud berdoa untuk kebinasaan seseorang (kafir) atau untuk menolong seseorang (mukmin) niscaya berqunut ia sesudah ruku’, maka pernah Rasulullah berkata setelah mengatakan Sami’allahu Liman Hamidah “Ya Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam dan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah dan yang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan)”.
3209    :    Dalam riwayat yang lain dari Sa’id bin Musayyab dan Abi Salamah bin ‘Abdurrahman bahwa sungguh keduanya mendengar Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata ketika selesai membaca ayat atau surat pada shalat Subuh, beliau takbir (kepada ruku’), beliau bangkit (dari ruku’) sambil berkata SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH RABBANA WA LAKAL-HAMDU, kemudian dalam keadaan berdiri (pada i’tidal) beliau berkata : “Ya Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam dan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah dan yang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan) . Ya Allah, kutuklah Hayyan, Ra’lan, Zakwan dan orang-orang yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”, Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga berkata “kemudian sampai kepada kami bahwa Rasulullah meninggalkan doa tersebut tatkala Allah menurunkan firmannya;
لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
“Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dzalim”. (Ali Imran : 128). Hadits riwayat Muslim dalam Shahih beliau dari Abi Thahir dan Harmalah dari Ibnu Wahab.
3210    :    Dari Zuhri dari Ibnu Musayyab dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala mengangkat kepala dari (ruku’) rakaat yang kedua pada shalat Subuh, beliau berkata; ”Ya Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam dan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah dan yang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan) “. Hadits Riwayat Bukhari dalam Shahih beliau dari Abi Na’im, dan juga diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Amar An-Naqid dan selain Muslim dari Sufyan.
3211    :    Dari Yahya bin Abi Katsir dari Abi Salmah dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau melakukan shalat ‘Isya, setelah beliau berkata SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH RABBANA WA LAKAL-HAMDU, kemudian beliau berkata sebelum sujud, “Ya Allah selamatkan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah, Ya Allah selamatkan Salamah bin Hisyam, Ya Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid dan yang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan)”. Hadits Riwayat Bukhari dalam Shahih beliau dari Abi Na’im, dan mengeluarkan oleh Muslim melalui perawi yang lain dari Syaiban.
295 :     BAB – RASULULLAH MENINGGALKAN QUNUT PADA SEKALIAN SHALAT KECUALI SHALAT SUBUH KETIKA MUSIBAH TELAH HILANG, DAN (MEMBACA) QUNUT PADA SHALAT SUBUH BAGI ORANG BERIMAN ATAU ATAS ORANG KAFIR DENGAN NAMA MEREKA ATAU SUKU MEREKA.
3224    :    Memberitahu oleh Abu Salamah dari Abu Hurairah, bahwa sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat ‘Isya pada rakaat terakhir sesudah berkata SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, selama sebulan, beliau berkata dalam qunutnya, “Ya Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid, Ya Allah selamatkan Salamah bin Hisyam, Ya Allah selamatkan ‘Iyasy bin Abu Rabi’ah, Ya Allah selamatkan yang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan)”.
3228    :    Dari Ibrahim bin Abi Thalib berkata, aku mendengar Aba Qadamah bercerita dari ‘Abdurrahman bin Mahdi pada hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, “Berqunut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama satu bulan, kemudian meninggalkan ia”, ‘Abdurrahman berkata; “SESUNGGUHNYA YANG DITINGGALKAN OLEH NABI ADALAH DOA LAKNAT ATAU KUTUKAN (BUKAN MENINGGALKAN QUNUT)”.
296 :    BAB – DALIL BAHWA RASULULLAH TIDAK MENINGGALKAN ASAL QUNUT PADA SHALAT SUBUH, TETAPI YANG DITINGGALKAN ADALAH DOA BAGI KAUM ATAU ATAS KAUM DENGAN NAMA ATAU SUKU MEREKA.
3229    :    Dari Ja’far Ar-Razi dari Rabi’ bin Anas dari Anas radhiyallahu ‘anhu; ‘bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam qunut sebulan, beliau berdoa atas (kebinasaan) kaum (kafir), kemudian beliau meninggalkannya, adapun pada shalat subuh maka senantiasa beliau berqunut hingga wafat.”
3230    :    Dari Abu Na’im dari Ja’far Ar-Razi dari Rabi’ bin Anas, berkata ia : “Adalah aku duduk bersama Anas radhiyallahu ‘anhu, maka seseorang berkata kepadanya, “Rasulullah hanya berqunut sebulan”, maka Anas radhiyallahu ‘anhu menjawab, “senantiasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat subuh hingga meninggal dunia.”
3231    :    Dari Isma’il Al-Makkiy dan ‘Amar bin ‘Ubaid dari Hasan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, berkata ia; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut, Abu Bakar berqunut, Umar berqunut, Usman radhiyallahu ‘anhum berqunut, dan aku menghitungnya.” Berkata Rabi’, “sehingga aku meninggalkan mereka.”
3232    :    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu; “Aku shalat dibelakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah berqunut. Aku shalat dibelakang Umar radhiyallahu ‘anhu, maka beliau berqunut. Aku shalat dibelakang Usman radhiyallahu ‘anhu, maka beliau juga berqunut.”
3233    :    Dari ‘Awwam bin Hamzah, berkata ia : “Aku bertanya kepada Aba Sufyan tentang masalah qunut pada subuh, maka Aba Sufyan menjawab, “sesudah ruku”, (aku bertanya lagi) dari siapa (qunut itu)? “Dari Abu Bakar, Umar dan Usman radhiyallahu ‘anhum.”
3234    :    Dari Mahariq dari Thariq radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Aku shalat subuh dibelakang Umar, ternyata beliau berqunut.
3235    :    Dari Isma’il bin Umayyah dari ‘Atha’ dari ‘Ubaid bin ‘Umair radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Aku mendengar Umar berqunut ia disana pada shalat subuh di Mekkah.”
3237    :    Dari Syu’bah dari Himad dari Ibrahim dari Aswad, berkata ia : “Aku shalat dibelakang Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu pada safar (perjalanan) dan hadhir (dikampung), maka tidaklah Umar berqunut kecuali pada shalat subuh.”
3240    :    Dari ‘Auf dari Abu Usman An-Nahdi, berkata ia : “Aku shalat dibelakang Umar radhiyallahu ’anhu selama 6 tahun maka adalah beliau selalu berqunut.” Diriwayatkan oleh Sulaiman Attaimi dari Abi Usman, “bahwa sungguh Umar berqunut ia pada shalat subuh”.
3241    :    Dari Sufyan dari Abi Hushain dari Abdullah bin Ma’qal berkata ia : “Berqunut oleh ‘Ali radhiyallahu ’anhu pada shalat subuh”. Ini hadits dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu adalah shahih lagi masyhur.
3242    :    Dari Habib bin Abi Tsabit dari ‘Abdurrahman bin Suwaid Al-Kahili berkata ia : “Seakan – akan aku mendengar ‘Ali radhiyallahu ’anhu pada shalat subuh ketika beliau berqunut membaca “Ya Allah! Kami minta tolong kepada Engkau dan kami minta ampun kepada Engkau”.
3243    :    Dari Usman bin Abi Zar’ah dari ‘Arfajah berkata ia : ”Aku shalat bersama Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu pada shalat subuh maka beliau tidak berqunut. Aku shalat bersama ‘Ali radhiyallahu ’anhu ternyata beliau berqunut.”
3244    :    Dari ‘Auf dari Abi Raja’ berkata ia : “Telah shalat Ibnu ‘Abbas di mesjid ini maka beliau berqunut” dan beliau membaca ayat (وقوموا لله قانتين)
297 :    BAB – DALIL BAHWA RASULULLAH BERQUNUT SESUDAH RUKU’
3247    :    Dari Abi Katsir dari Abi Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abi Hurairah radhiyallahu ’anhu berkata ia : “Demi Allah, sungguh aku mendekatkan kalian kepada shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, maka adalah Abi Hurairah radhiyallahu ’anhu berqunut ia pada rakaat terakhir dari shalat subuh sesudah berkata سمع الله لمن حمده maka berdoa ia untuk kemenangan Mukminin dan kehancuran Kafirin.”
298 :    BAB – DOA QUNUT
3263    :    Dari Abi Ishaq dari Buraida bin Abi Maryam dari Abi Hawra dari Hasan bin ‘Ali berkata ia : “Telah mengajar akan aku oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beberapa kalimat yang akan aku bacakan pada qunut, yaitu;
« اللهم اهدنى فيمن هديت ، وعافنى فيمن عافيت ، وتولنى فيمن توليت ، وبارك لى فيما أعطيت ، وقنى شر ما قضيت ، إنك تقضى ولا يقضى عليك ، وإنه لا يذل من واليت ، ولا يعز من عاديت ، تباركت ربنا وتعاليت ».
3264    :    Dari ‘Ala’ bin Shalih dari Buraida bin Abi Maryam dari Abi Hawra, berkata ia : “Aku bertanya kepada Hasan bin ‘Ali apa yang engkau pikirkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Hasan bin ‘Ali berkata, “Telah mengajar ia akan aku doa yang akan aku bacakan, yaitu;
« اللهم اهدنى فيمن هديت ، وعافنى فيمن عافيت ، وتولنى فيمن توليت ، وبارك لى فيما أعطيت ، وقنى شر ما قضيت ، إنك تقضى ولا يقضى عليك ». أراه قال إنه لا يذل من واليت ، تباركت ربنا وتعاليت »
Abi Hawra berkata, “Aku sebutkan doa ini kepada Muhammad bin Hanafiah, maka beliau berkata, “Ini adalah doa yang adalah bapakku pernah membacanya pada shalat subuh pada qunutnya.”
3267    :    Dari ‘Abdi Qahir dari Khalid bin Abi ‘Imran radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berdoa untuk membinasakan bani Mudhar tiba-tiba datang kepadanya oleh malaikat Jibril dan mengisyarat kepada Nabi agar diam, maka Nabi pun diam, maka Jibril berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah tidak mengutus engkau sebagai penyebab (malapetaka) dan kutukan, engkau dibangkitkan hanya sebagai rahmat dan tidak sebagai azab, “Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima tobat mereka, atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dzalim”. (Ali Imran : 128) kemudian maka Jibril mengajarkan kepada Nabi akan ini doa qunut yaitu;
اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ، ونؤمن بك ، ونخضع لك ، ونخلع ونترك من يكفرك ، اللهم إياك نعبد ، ولك نصلى ونسجد ، وإليك نسعى ونحفد ، نرجو رحمتك ونخاف عذابك الجد ، إن عذابك بالكافرين ملحق.
3267    :    Dari ‘Atha’ dari ‘Ubaid bin ‘Umair : bahwa sungguh Umar radhiyallahu ’anhu berqunut ia sesudah ruku’, maka berkata ia;
اللهم اغفر لنا ، وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات ، وألف بين قلوبهم ، وأصلح ذات بينهم ، وانصرهم على عدوك وعدوهم ، اللهم العن كفرة أهل الكتاب الذين يصدون عن سبيلك ، ويكذبون رسلك ، ويقاتلون أولياءك اللهم خالف بين كلمتهم ، وزلزل أقدامهم ، وأنزل بهم بأسك الذى لا ترده عن القوم المجرمين بسم الله الرحمن الرحيم اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونثنى عليك ولا نكفرك ، ونخلع ونترك من يفجرك بسم الله الرحمن الرحيم اللهم إياك نعبد ، ولك نصلى ونسجد ، ولك نسعى ونحفد ، نخشى عذابك الجد ، ونرجو رحمتك ، إن عذابك بالكافرين ملحق.
3267    :    Dari Sa’id bin Abdurrahman bin Abzay dari Bapaknya berkata ia : Aku shalat Subuh dibelakang Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu maka aku mendengar beliau berkata sesudah baca ayat sebelum ruku’
اللهم إياك نعبد ، ولك نصلى ونسجد ، وإليك نسعى ونحفد ، نرجو رحمتك ونخشى عذابك ، إن عذابك بالكافرين ملحق اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ، ونثنى عليك الخير ولا نكفرك ، ونؤمن بك ونخضع لك ، ونخلع من يكفرك.
Ini dibacakan sebelum ruku’, hadits ini walaupun sandaran sahih tetapi riwayat yang mengatakan bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu berqunut sesudah ruku’ itu lebih banyak.
299 : BAB – MENGANGKAT DUA TANGAN PADA QUNUT
3270    :    Dari Tsabit dari Anas bin Malik pada kisah pembantaian para Qari, Tsabit berkata : Anas radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku, “Sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala shalat subuh beliau mengangkat tangannya berdoa untuk kebinasaan orang – orang yang membantai para qari.”
3271    :    Dari Abi Usman An-Nahdiy dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata ia : “Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Mulia. Dia sangat malu jika seorang hamba menengadahkan tangan padaNya, kemudian dibiarkan kosong tak mendapatkan apa-apa (tak dikabulkan)”
3272    :    Dari Ja’far Abi ‘Ali Yuba’ Anmath berkata ia : aku mendengar Abi Usman berkata : “Aku melihat Umar radhiyallahu ‘anhu menengadahkan dua tangannya pada qunut.”
3274    :    Dari Sa’id dari Qatadah dari Abi Usman radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Aku shalat dibelakang Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau membaca 80 ayat dari surat Al-Baqarah dan berqunut sesudah ruku’ dan beliau mengangkatkan dua tangannya hingga aku melihat putih ketiaknya, beliau meninggikan suaranya sehingga doa beliau bisa di dengar dari balik dinding.”
300 : BAB – MAKMUM MENGAMINKAN DOA QUNUT
3274    :    Dari Hilal bin Khubab dari ‘Akramah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, berkata ia : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut selama sebulan terus menerus di dalam shalat dzuhur, ‘ashar, maghrib, ‘isya’ dan shalat subuh di setiap akhir shalat apabila beliau berkata « سمع الله لمن حمده », pada rakaat terakhir, berdoa atas (kecelakaan) qabilah-qabilah dari Bani Sulaim, atas Ra’li, Dzakwan dan ‘Ushayyah dan orang-orang di belakangnya mengamininya.”
301 : BAB – ORANG-ORANG YANG TIDAK MELIHAT QUNUT PADA SHALAT SUBUH
3279    :    Dari Himad dari Ibrahim dari ‘Alqamah dan Aswad dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu : “Tidak berqunut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sesuatu dari shalatnya”. Demikian pula hadits riwayat Muhammad bin Jabir As-suhaimi. Hadits ini tergolong hadits Matruk.
3280    :    Dari Abu Hamzah A’war Ibrahim dari ‘Alqamah Abdullah berkata ia : “Berqunut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama sebulan, beliau berdoa kemudharatan atas ‘Ishyah dan Zakwan. Manakala telah nampak kemudharatan atas mereka maka beliau meninggalkannya”. Hadits yang sama telah diriwayat oleh Muhammad bin Abdullah al-hafidl dari Yahya bin Mansur al-qadhi dari ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz dari Ghussan dari Syarik dari Abi Hamzah. Dan sungguh telah kami riwayat dari Abdurrahman bin Mahdi bahwa sungguh beliau berkata : “Hanya yang ditinggalkan oleh Rasulullah adalah doa laknat (kutukan)”.
3282    :    Dari Humam dari Qatadah dari Abi Majlaz, berkata ia : “Aku shalat subuh bersama Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu (Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu) maka beliau tidak berqunut, maka aku katakan kepada beliau, aku tidak melihat tuan membaca qunut, maka beliau menjawab, tidak aku hafal akan qunut dari seseorang dari sahabat kami”. Asy-syaikh berkata : “Lupa sebagian sahabat atau lalainya dari sebagian perbuatan sunat tidak berdampak buruk pada riwayat orang – orang yang menghafalnya dan menyebutkannya”.
3283    :    Dari Basyar bin Harab berkata ia : Aku mendengar Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata : “Apakah kalian melihat mereka (sahabat Rasulullah) ketika selesai membaca surat berdiri membaca qunut, sungguh itu pekerjaan bid’ah yang tidak dilakukan oleh Rasulullah kecuali hanya satu bulan saja kemudian ditinggalkannya”. Basyar bin Harab an-Nadbiy adalah Dhaif. Dan andaikata riwayat ini Shahih dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu maka padanya adalah dalil bahwa sungguh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu mengingkari qunut sebelum ruku’.
3284    :    Dari Ibrahim bin Abi Harrah dari Sa’id bin Jubairi dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu : “Bahwa sungguh qunut pada shalat subuh adalah bid’ah”. Hadits ini tidak sah. Menurut Abu Lailiy hadits ini Matruk. Dan sungguh kami telah meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa sungguh beliau berqunut pada shalat subuh.
3285    :    Dari Abdullah bin Nafi’ dari Bapaknya dari Ummi Salamah radhiyallahu ‘anha : “Bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang qunut pada shalat subuh”. Komentar ulama tentang hadits ini bahwa Nafi’ ayah dari Abdullah tidak sah meriwayatkan hadits dari Ummi Salamah radhiyallahu ‘anha.
KITAB ‘AUNUL MA’BUD SYARAH SUNAN ABI DAUD
Karya Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al ‘Azhim
BAB QUNUT DALAM SHALAT
1228    :    Dari Abi Katsir dari Abi Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Demi Allah, sungguh aku mendekatkan kepada kalian shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Berkata ia : “Maka adalah Abi Hurairah Radhiallahu’anhu berqunut ia pada rakaat terakhir dari dluhur, shalat ‘Isya dan shalat subuh maka berdoa ia untuk kemenangan Mukminin dan kehancuran Kafirin.”
Berkata pengarang Aunul Ma’bud : (maka adalah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berqunut). Berkata Imam Nawawi : “Disunatkan berqunut pada sekalian shalat apabila tertimpa musibah kepada orang Islam, semoga Allah melindungi kita.” Berkata Imam Syafi’i rahmatullahi ’alahi : “Bahwa sungguh qunut disunatkan pada shalat subuh selama-lamanya. Adapun selain shalat subuh maka padanya ada 3 pendapat; ada pendapat yang shahih lagi masyhur : jika umat Islam tertimpa musibah seperti musuh, kemarau, waba’, kekeringan dan kemudharatan yang nampak pada orang Islam dan seumpama demikian maka berqunut pada sekalian shalat fardhu, jika tidak ada kejadian apa – apa maka tidak berqunut. Tempat qunut adalah sesudah mengangkat kepala dari ruku’ pada rakaat terakhir. Masalah menyaringkan suara saat qunut pada shalat jihar (nyaring) itu ada dua pendapat, pendapat yang kuat adalah tidak menyaringkan suara. Disunatkan mengangkat dua tangan pada qunut, tidak disunatkan menyapu muka. Pendapat lain mengatakan sunat menyapu wajah. Pendapat yang shahih (kuat) dalam masalah qunut tidak tertentu dengan doa yang tertentu, tetapi sudah dikatakan qunut dengan doa apa saja. Dan padanya pula ada pendapat lain yang menyatakan tidak ada qunut kecuali dengan doa yang masyhur, yaitu Allahummahdini….hingga akhir. Tetapi pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa doa yang masyhur itu adalah sunnat bukan syarat. Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan lainnya berpendapat bahwa qunut pada subuh tidak ada sama sekali. Imam Malik berkata : ada qunut pada subuh tetapi sebelum ruku’. Dali – dalil semua pendapat diatas sudah ma’ruf dan telah aku jelaskan semuanya dalam kitab Syarah Muhazzab”. Wallahu a’lam. Berkata Al-Munziri : Telah mengeluarkan (arti mengeluarkan adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan) hadits tersebut diatas oleh Bukhari, Muslim dan An-Nasai.
1229    :    Dari ‘Amar bin Murrah dari Ibnu Abi Laliy dari Bara’ radhiyallahu ‘anhu : “Bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berqunut pada shalat subuh. Menambahkan oleh Ibnu Mu’az “dan shalat Maghrib”.
Berkata pengarang Aunul Ma’bud : (senantiasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat subuh. Menambahkan oleh Ibnu Mu’az “dan shalat Maghrib). Telah meriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim dan Tirmizi dan telah mentashihkan ia akan hadits tersebut dari Bara’ radhiyallahu ‘anhu : Bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berqunut pada shalat Maghrib dan Subuh. Telah mengeluarkan oleh Bukhari dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata ia : Adalah qunut itu pada shalat Maghrib dan Subuh. Berkata dalam An-Naili : telah berpegang dengan hadits ini oleh Ath-Thahawi pada meninggalkan qunut pada shalat subuh, berkata ia : Karena ulama telah sepakat diatas nasakh (batal hukum) hadits qunut pada shalat Maghrib maka sedemikian juga pada shalat Subuh. Pendapat Ath-Thahawi bertentangan dengan sebagian ulama yang berkata : Telah sepakat ulama diatas bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat subuh, kemudian para ulama tersebut berbeda pendapat pada ; Apakah Rasulullah meninggalkan qunut tersebut atau tidak, maka dengan berpegang pada masalah yang oleh ulama telah sepakat maka tetaplah sebut apa yang oleh ulama berbeda pendapat. Ibnu Qayyim berkata : “Shahihlah hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berkata; “Demi Allah, sungguh aku mendekatkan kalian kepada shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Tidak diragukan lagi bahwa sungguh Rasulullah pernah melakukan qunut kemudian maka meninggalkannya, maka aku mencintai Abu Hurairah bahwa beliau mengajarkan mereka bahwa dasar qunut adalah sunnah, dan bahwa sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya. Dan ini (dapat) menolak pendapat orang – orang yang membenci qunut secara mutlak pada shalat subuh, baik ketika datang musibah atau bukan, bahkan mereka (yang membenci qunut) berkata ; hadits tersebut sudah tidak berlaku. Maka para ahli hadits mengambil jalan tengah diantara yang membenci qunut dan yang menggalakkan (sunnat) qunut ketika musibah dan lainnya, karena mereka berqunut sekira – kira berqunut oleh Rasulullah dan meninggalkannya sekira – kira meninggalkan oleh Rasulullah, maka mengikut oleh mereka dengan Rasulullah pada melaksanakan dan meninggalkan qunut. Demikian kesimpulan. Al-Munziri berkata : “Telah mengeluarkan oleh Muslim dan Nasai yang mencakup dua shalat (maghrib dan subuh).
1230    :    Dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata ia : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat ‘Isya selama satu bulan, Beliau berkata dalam qunutnya; “Ya Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid, Ya Allah selamatkan Salamah bin Hisyam Ya Allah selamatkan orang – orang tertindas dari orang-orang beriman (di bumi Makkah). Ya Allah, sempitkan himpitan-Mu kepada Bani Mudhar dan jadikanlah tahun – tahun mereka seperti layaknya tahun – tahun (semasa) Nabi Yusuf (kemarau dan kesusahan)”.
Berkata Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari telah meninggalkan berdoa untuk mereka. Beliau (Abu Hurairah) berkata: kenapa Engkau tidak berdoa bagi mereka? maka dijawab : Apakah tidak diperlihatkan padamu bahwa mereka sudah datang.”
Berkata pengarang ‘Aunul Ma’bud : “Katanya (Al-Walid) yang benar menurut As-Suyuthi adalah Abu Al-Walid sebagaimana pada riwayat Ibnu Daasah dan Ibnu Al-A’rabiy. Nama Abu Al-Walid adalah Hisyam bin Abdul Malik Ath-Thayalisiy, demikian As-Suyuthi. Katanya (Ya Allah Selamatkan) artinya “Lepaskan”. ………………… Katanya (mereka sudah datang) artinya Al-Walid, Salamah dan lainnya dari para dhu’afa kaum muslimin datang dari Mekkah ke Madinah, yang telah menyelamatkan akan mereka oleh Allah dari negeri kafir, adalah do’a bagi mereka untuk kebebasan mereka dari tangan-tangan kafir dan sungguh mereka telah bebas, dan mereka telah tiba di Madinah maka dalam hal demikian maka tidak perlu lagi berdoa untuk mereka. Berkata oleh Al-Khaththabiy : padanya ada bagian dari Fiqih yaitu “Menetapkan qunut pada selain witir”, dan padanya dalil bahwa doa bagi kaum dengan nama mereka dan nama bapak mereka itu tidak memutuskan shalat, dan bahwa doa untuk (kebinasaan) kafir tidak membathalkan shalat. Al-Munziri berkata : “Telah mengeluarkan hadits oleh Bukhari dan Muslim).
1233    :    Dari Anas bin Siriin dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu : “Bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut sebulan, kemudian Rasulullah meninggalkannya.”
Berkata pengarang ‘Aunul Ma’bud : “Katanya “berqunut sebulan, kemudian Rasulullah meninggalkannya”, berkata Al-Khathabiy : makna “kemudian Rasulullah meninggalkannya” artinya meninggalkan oleh Rasulullah akan berdoa kebinasaan atas qabilah (suku) yang dimaksud, atau meninggalkan qunut pada 4 waktu shalat, dan Beliau tidak meninggalkannya pada shalat Subuh, dan tidak meninggalkan doa yang tersebut pada hadits Al-Hasan bin ‘Ali yaitu; ALLAHUMMAHDINA FIMAN HADAYTA yang menunjukkan demikian itu oleh beberapa hadits yang shahih pada qunutnya Rasulullah hingga akhir hidup beliau. Sungguh berbeda pendapat manusia pada masalah qunut Rasul pada shalat Subuh dan pada tempatnya (sebelum ruku’ atau sesudahnya). Berkata oleh Ashabul Rakyi : “Tidak ada qunut kecuali pada Witir dan berqunut sebelum ruku’. Berkata Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq : “berqunut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada shalat Subuh sesudah ruku’. Dan sungguh diriwayatkan hadits qunut sesudah ruku’ pada shalat Subuh dari Sayyidina ‘Ali, Sayyidina Abubakar, Sayyidina ‘Umar dan Sayyidina ‘Utsman radhiyallahu ‘anhum. Maka adapun qunut pada bulan Ramadhan maka menurut madzhab Ibrahim An-Nakh’iy, Ahlul Rakyi dan Ishaq : “tidak berqunut kecuali pada nisfu yang terakhir dari Ramadhan, mereka berhujjah dengan perbuatan Ubai bin Ka’ab, Ibnu ‘Umar dan Ma’az Al-Qari.” Dalam kitab Syarah Sunnah disebutkan : “Telah berjalan kebanyakan ahli ilmu kepada bahwa tidak berqunut pada semua shalat karena hadits tersebut dan hadits Abi Malik Al-Asyja’iy. Dan sebagian ahli ilmu berjalan kepada berqunut pada shalat Subuh, dengannya telah berkata Imam Malik dan Imam Syafi’iy, sehingga Imam Syafi’iy berkata : “Jika muslimin tertimpa oleh suatu musibah maka berqunut pada sekalian shalat. Kata perawi “Rasul Meninggalkan” artinya meninggalkan laknat dan doa atas qabilah tertentu, atau meninggalkan 4 waktu shalat ketiadaan pada shalat Subuh, dengan dalil hadits riwayat dari Anas radhiyallahu ‘anhu, berkata ia : “senantiasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berqunut pada shalat Subuh hingga meninggalkan dunia (wafat)”. Hadits riwayat ‘Abdurrazzaq, Daraquthniy dan Al-Hakim. Berkata Al-Munziri : “telah mengeluarkan hadits ini oleh Imam Muslim yang lebih sempurna dari hadits tersebut dan tidak ada pada haditsnya kalimat “kemudian beliau meninggalkannya”.
KITAB SUNAN AT-TIRMIZI
Karya Muhammad bin ‘Isa Abu Musa At-Tirmizi As-Salamiy.
BAB – HADITS YANG DATANG PADA MASALAH QUNUT PADA SHALAT SUBUH.
367 – Dari Syu’bah dari ‘Amri bin Murrah dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu : “bahwa sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berqunut pada shalat Subuh dan Maghrib.” Berkata ia : “tersebut dalam Al-Bab dari ‘Ali dan Anas, Abi Hurairah, Ibnu ‘Abbas, Khufaf bin Ayma’ bin Rakhshah Al-Ghifariy radhiyallahu ‘anhum, berkata Abu ‘Isa : “hadits riwayat Al-Bara’ radhiyallahu ‘anhu adalah hadits HASAN SHAHIH.” Para ahli ilmu berbeda pendapat pada masalah qunut pada shalat Subuh, maka oleh sebagian ahli ilmu berpendapat ada qunut pada shalat Subuh, pendapat berdasarkan dari shahabat Rasulullah dan lainnya, dan inilah pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i. Adapun Imam Ahmad dan Imam Ishaq berkata : tidak ada qunut pada shalat Subuh kecuali ketika ada musibah yang menimpa kaum muslimin, dalam kondisi ini maka boleh bagi imam berdoa bagi keselamatan dan kemenangan Muslimin.
BAB – HADITS YANG DATANG PADA MASALAH MENINGGALKAN QUNUT.
368 – Dari Abi Malik Al-Asyja’iy (nama beliau adalah Sa’ad bin Thariq bin Asy-yam) berkata ia : “aku katakan kepada bapakku, wahai bapak! Sesungguhnya Engkau pernah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dibelakang Abubakar, Umar, Utsman dan ‘Ali bin Abi Thalib di negeri Kuffah hampir 50 tahun, apakah mereka semua berqunut? Ayahku berkata : “Wahai putraku! Itu adalah perkara baru (muhdats)”. Berkata Abu ‘Isa : “Ini adalah hadits HASAN SHAHIH, dan beramal adalah atas hadits ini menurut kebanyakan ahli ilmu. Sofyan Ats-Tsauriy berkata : ”Jika seseorang berqunut pada shalat Subuh maka itu bagus, dan jika seseorang tidak berqunut maka itu juga bagus”. Sofyan memilih tidak berqunut, dan beliau tidak melihat Ibnu Mubarak berqunut pada shalat Subuh.
KESIMPULAN
Setelah membaca hadits-hadits tersebut diatas maka jelaslah bahwa persoalan qunut adalah persoalan dhanniyyah dan ijtihadiyyah. Hasil sebuah ijtihad adalah dhanniy bukan qath-’iy. Dalam segala hukum hasil ijtihad para mujtahid berkata : ”IJTIHADKU BENAR DAN MUNGKIN SALAH, IJTIHAD SELAIN AKU SALAH DAN MUNGKIN BENAR”. Dengan demikian maka tidak seorang pun dari manusia yang ada sekarang ini yang berhak membid’ahkan satu-satu pendapat dari yang berqunut atau yang tidak berqunut, karena yang berqunut ada dalilnya, dan yang tidak berqunut juga ada dalilnya, kalau yang ada dalilnya masih dikatakan bid’ah lalu yang mana yang tergolong sunnah??? Apakah yang suka membid’ah-bid’ahkan dan yang suka menghujat itu tergolong “sunnah”.
Wahai pengikut Maliky dan Syafi’iy, tidak perlu membenci orang yang tidak berqunut karena barangkali mereka pengikut mazhab Hanafiy atau Hanbaliy, atau mungkin mereka adalah “mujtahid yang sudah punya madzhab sendiri”. Wahai Salafi Wahhabi, Muhammadiyyah dan para pembaharu agama lainnya, berhentilah menghujat kami yang berqunut dalam masalah qunut dan lainnya, bagaimana kalian menegakkan sunnah kalau rutinitasnya menghujat terus dan suka membid’ahkan, kemana-mana selalu pasang : “KULLU BID’ATIN DHALALAH. KULLU DHALALAH FINNAR”.
Andaikata hadits yang kami jadikan landasan sunnah berqunut menurut kalian adalah lemah, itu hak kalian dan hasil ijtihad kalian menurut ilmu musthalah yang kalian pelajari, tetapi kalian pun harus tahu bahwa Imam Syafi’i dan pengikutnya bukan tidak tahu ilmu musthalah. Ilmu musthalah bukan hadits dan bukan juga wahyu. Sesungguhnya kalian mengatakan “ini kuat, ini lemah, ini hasan, ini shahih” itu juga ikut-ikut orang lain seperti Bin Baz, Albani dan sebagainya. Apa landasan Albani mengatakan “ini kuat, ini lemah, ini hasan, ini shahih”, apa ada haditsnya, apa ada wahyu atau hasil ijtihadnya sendiri yang diikuti oleh para pengikutnya. Nah, kalau Albani boleh berijtihad dan ijtihadnya diikuti, lalu kenapa orang lain tidak boleh berijtihad dan kenapa pendapat orang lain tidak boleh diikuti.
Masya Allah, “KEBENARAN ITU DATANG DARI ALLAH”, maka tidak perlu ada hak veto dalam masalah khilafiyyah, maka bagi yang percaya Imam Syafi’i dan Imam Malik mari terus berqunut karena ada dalilnya, dan yang percaya Imam Hanafi dan Imam Hanbali silakan tidak berqunut karena juga ada dalilnya.
Tetapi, menyalahkan orang berqunut itu apa dalilnya???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar