Pages

Minggu, 10 Juni 2012

11. METODE DAKWAH RASULULLAH

Dakwah bil Hikmah

Dakwah berarti menyampaikan sesuatu. Dari segi istilah, dakwah memiliki arti upaya terencana untuk mempengaruhi ideologi atau perilaku seseorang guna menjamin terealisasinya tujuan yang diprogramkan sebelumnya. Setiap aliran dan ideologi memiliki pesan kepada masyarakat dan mengajak mereka untuk menerimanya. Dalam hal ini ditempuhlah berbagai metode yang sesuai dengan misi utama mereka untuk mensukseskan tujuan tersebut. Sejarah dakwah memiliki usia panjang, sepanjang usia kehidupan manusia di atas bumi. Dakwah juga menjadi program dan misi utama para nabi dalam menyampaikan risalah Ilahi. Dakwah di misi para nabi memiliki keistimewaan tersendiri. Memahami sisi dakwah para nabi sangat bermanfaat bagi kita semua.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Surat an-Nahl ayat 36,
وَ لَقَدْ بَعَثْنا في‏ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَ اجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَ مِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كانَ عاقِبَةُ الْمُكَذِّبينَ
Artinya : "Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (QS An Nahl : 36)
Seluruh Nabi mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk membimbing umat manusia agar menyembah Tuhan Yang Esa serta membawa mereka dari kegelapan ke cahaya Ilahi.
Dakwah para nabi bukan sesuatu yang ringan. Dalam perjalanannya ternyata mereka menemui banyak hambatan dan rintangan. Para nabi juga memiliki metode berbeda dengan yang lain saat menyampaikan ajaran Ilahi. Hal ini disebabkan setiap nabi diturunkan di waktu berbeda dan umat yang berbeda pula. Dakwah dalam pandangan agama terealisasi dengan semangat relijius dan memiliki tujuan untuk membimbing manusia. Menurut Islam, dakwah memiliki esensi pendidikan dan proses membantu manusia untuk mencapai derajat tinggi tidak seperti alat-alat propaganda Barat yang malah menyesatkan manusia.
Oleh karena itu, dakwah dalam pandangan Islam senantiasa dibarengi dengan sejumlah masalah, seperti nasehat untuk bertakwa dan membersihkan diri, belajar dan beramal baik serta mencegah kemungkaran. Tak hanya itu, dakwah dalam Islam biasanya dibarengi dengan nasehat-nasehat untuk berbuat baik. Tentunya dakwah seperti ini dapat terealisasi jika sumbernya berasal dari sang pemberi petunjuk itu sendiri (Allah subhanahu wa ta’ala). Artinya, si pembawa pesan dan muballigh telah mencapai tahap kesempurnaan manusia sehingga memungkinkannya menyampikan pesan Ilahi kepada manusia tanpa menambah atau menguranginya. Dengan kata lain, sang pembawa pesan harus sosok yang amanat dan jujur.
Allah subhanahu wa ta’ala menyebut dakwah dan seruan para nabi sebagai sumber kehidupan manusia. Di surat al-Anfal ayat 24, Allah berfirman,
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اسْتَجيبُوا لِلَّهِ وَ لِلرَّسُولِ إِذا دَعاكُمْ لِما يُحْييكُمْ وَ اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَ قَلْبِهِ وَ أَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan." (QS Al Anfal : 24).
Menurut al-Qur'an, memberi petunjuk satu manusia sama halnya dengan menghidupkan orang tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat menerangkan urgensitas dakwah kepada Imam Ali radhiyallahu ‘anhu bersabda, "Wahai Ali ! Jika Allah subhanahu wa ta’ala melalui dirimu memberi hidayah kepada seseorang maka hal itu lebih mulia dari sinar matahari." (Majma al-Bayan, 1, hal, 807). Matahari adalah sumber kehidupan dan Rasulullah dalam hal ini memberikan perumpamaan indah, dakwah dan memberi petunjuk kepada manusia lebih mulia dari matahari yang menyinari alam semesta.
Seperti yang diakui oleh mayoritas ahli sejarah, pengutusan Rasulullah di Semenanjung Arab merupakan kejadian spektakuler dan berpengaruh besar, karena setelah beliau diutus, bangsa Arab yang jahiliyah berubah menjadi bangsa mulia. Sejatinya Rasul dapat kita jadikan simbol muballigh yang sukses. Dengan seorang diri beliau berhasil menyelamatkan umat yang jahil dan menyeret mereka dari kegelapan menuju cahaya kebenaran.
Rasulullah memiliki tugas yang sangat berat, karena berhadapan dengan sebuah masyarakat rusak dan bobrok. Apa yang diucapkan Imam Ali radhiyallahu ‘anhu dan terhimpun dalam Nahjul Balaghah menunjukkan betapa berat dakwah Rasulullah. Imam Ali berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemberi ingat dan pembawa wahyu Ilahi serta Kitab Suci al-Qur'an. Dan kalian, wahai kaum Arab, hidup bergelimang dengan kesesatan dan menempati daerah yang paling buruk. Kalian hidup di antara bebatuan dan ular. Kalian minum air yang keruh dan kotor serta memakan makanan menjijikkan seperti kadal. Tak hanya itu, kalian pun suka berperang dan menumpahkan darah sesama manusia sehingga meretakkan ikatan famili. Patung dan berhala berdiri megah di tengah-tengah kalian dan perbuatan dosa tidak pernah kalian hindari.” (Nahjul Balaghah, khutbah ke 26)
Pemikiran Arab di saat Rasul diutus terkait Tuhan dan Hari Kiamat dipenuhi oleh mitos. Tidak terdapat tanda-tanda pemikiran yang membangun di tengah mereka dan kebanyakan mereka buta huruf. Perempuan tidak mendapat tempat sama sekali di mata kaum Arab saat itu. Oleh karena itu, tak segan-segan mereka mengubur hidup-hidup anak perempuan yang baru dilahirkan. Sebenarnya apa yang dilakukan Rasulullah sehingga beliau dapat melalui jalan yang sangat sulit ini untuk menaklukkan hati-hati yang keras bangsa Arab dalam tempo yang relatif singkat?
Sebelum kita menjelaskan metodologi dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, perlu bagi kita mengetahui hal-hal urgen dalam dakwah beliau.
Pertama adalah pesan yang disampaikan oleh beliau. Jika kandungan pesan Rasul tidak memiliki kekhususan ini meski kondisi membantu tetap saja ajakan beliau akan gagal. Rasul menjelaskan ajaran dan pesan beliau dengan argumen yang rasional. Hal ini dibantu oleh pesan Ilahi yang keseluruhannya sangat rasional dan menghapus kegelapan dari setiap benak manusia. Seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berasaskan rasio dan oleh karena itu tidak ada akal sehat yang menolak ajakan beliau, kecuali mereka yang bodoh dan keras kepala. Di sisi lain, pesan Rasul yang mampu dibuktikan kebenarannya dengan sendirinya membuka peluang diterimanya ajakan beliau oleh masyarakat. Allah subhanahu wa ta’ala di surat Yusuf ayat 108 berfirman,
قُلْ هذِهِ سَبيلي‏ أَدْعُوا إِلَى اللَّهِ عَلى‏ بَصيرَةٍ أَنَا وَ مَنِ اتَّبَعَني‏ وَ سُبْحانَ اللَّهِ وَ ما أَنَا مِنَ الْمُشْرِكينَ
Artinya : “Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (QS Yusuf : 108)
Ayat ini menyebutkan bahwa penerimaan agama bukan didasari atas taklid membabi buta dan Rasul dengan jelas mengajak manusia menyembah Allah subhanahu wa ta’ala.
Kedua adalah keistimewaan lain dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah keselarasannya dengan nilai-nilai moral. Nabi sangat menekankan berbagai masalah seperti keadilan, persahabatan, kasih sayang dan pengorbanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam dakwahnya senantiasa memperingatkan manusia untuk menjauhi kezaliman, bohong, iri hati dan permusuhan. Beliau menyadarkan fitrah manusia yang sebelumnya dilapisi debu kebodohan dan mitos.
Masyarakat dan audiens yang menjadi sasaran dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak asing dengan apa yang beliau sampaikan. Hal ini berarti terdapat keselarasan antara pesan agama dan kebutuhan fitrah manusia. Satu lagi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui dengan jelas kondisi masyarakatnya dan nilai serta keyakinan mereka. Dari sini, beliau mampu membuka peluang bagi ajaran yang akan disampaikan nantinya. Dengan demikian kita saksikan, metode beliau saat berdakwah memiliki beragam cara, tergantung dengan audiens yang dihadapinya. Misalnya saja, saat menghadapi Ahlul Kitab, beliau sangat menekankan hal-hal kolektif yang terdapat di antara agama samawi dan saat menghadapi kaum kafir beliau menekankan mereka untuk berfikir dan merenungkan ayat-ayat Tuhan.
Daya tarik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dapat ditemukan pada ajaran yang beliau bawa seperti beriman kepada Tuhan dan Hari Akhir, petunjuk kepada manusia untuk memahami hidup sejati di dunia dan akhirat, menegakkan keadilan serta menyelesaikan friksi dan permusuhan antar golongan, memberantas kezaliman dan kefasadan serta diskriminasi.
Sebelumnya telah kami sebutkan urgensitas dakwah dan tabligh dalam Islam dan telah kami paparkan pula sejumlah keutamaan pesan yang beliau sampaikan. Di antara sisi menonjol dari pesan yang beliau sampaikan adalah rasionalitas dan kesesuaiannya dengan fitrah manusia. Hal ini juga menjadi faktor keberhasilan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sisi lain adalah pemahaman beliau soal audiens dan lapangan membantu dalam menyampaikan ajaran Ilahi kepada masyarakat serta menambah pengaruhnya pada hati manusia yang berakal.
Ketiga, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat an-Nahl ayat 125 menjelaskan metodologi umum dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ادْعُ إِلى‏ سَبيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَ الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَ جادِلْهُمْ بِالَّتي‏ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبيلِهِ وَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدينَ
Artinya : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS An Nahl : 125)

Kewajiban dakwah ada pada setiap pundak umat Islam tanpa terkecuali.  Umat Islam, sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya, dituntut untuk melakukan dakwah di mana pun ia berada. Dakwah tidak hanya terbatas di atas mimbar masjid. Di sekolah, pasar, terminal dan semua tempat adalah medan dakwah. Seorang guru berdakwah mengajak para muridnya hidup di jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang pedagang bisa berdakwah dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berdagang. Seorang pejabat bisa berdakwah dengan menerapkan nilai dan moral Islam dalam mengelola negara dan menghimbau masyarakat untuk mentaati norma-norma agama. Pendek kata, semua orang bisa berdakwah sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Dalam al-Quran banyak ayat yang berkaitan dengan dakwah, baik menyangkut materi, metodologi, subjek maupun objeknya. Secara bahasa, dakwah berarti memanggil, mengajak, atau menyeru. Menurut Muhammad al-Wakil dalam Ushuhlu ad-Dakwah Waadabu ad-Duat, dakwah artinya “mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan menunjukan mereka kepada jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.” Sandaran dari pendapat ii merujuk pada firman Allah subhanahu wa ta’ala yang berbunyi, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung,” (QS Ali Imran [3]: 104).
Ayat tersebut merupakan landasan umum mengenai dakwah: amar ma’ruf nahi munkar. Tak diragukan lagi bahwa ajaran tentang dakwah merupakan bagian integral agama Islam. Di samping tuntutan agar hidup secara Islami, kita juga dituntut untuk menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh manusia. Dalam praktiknya, dakwah seringkali menghadapi hambatan atau tantangan bahkan kegagalan. Kendala-kendala itu sebenarnya bukan karena materi atau substansinya, tetapi karena metode atau caranya yang kurang tepat. Tidak sedikit substansi dakwahnya bermutu, karena tidak tepat cara penyampaiannya, menjadi sulit dimengerti atau ditolak oleh umat.
Metode Dakwah
Pepatah arab menyatakan “ath-thariqatu ahammu min al-maddah” (cara atau metode penyampaian lebih penting dari subtansi yang disampaikan). Kata mutiara ini mengajarkan bahwa metode atau cara dalam menyampaikan sesuatu lebih penting dari substansi yang disampaikan. Misalnya, dakwah dalam bentuk nasihat yang baik jika disampaikan dengan perkataan yang menyakitkan hati atau menyinggung harga diri cenderung akan ditolak. Alih-alih menyadarkan seseorang akan kesalahan yang dilakukannya, nasihat yang disampaikan dengan perkataan yang menyakitkan akan menimbulkan perasaan tidak senang, bahkan menimbulkan sikap bermusuhan.
Begitu juga dengan penggunaan kekerasan dalam dakwah. Metode ini tidak akan mencapai tujuan dakwah. Bahkan penggunaan kekerasan dalam berdakwah kontraproduktif bagi tercapainya tujuan dakwah. Medote kekerasan dalam berdakwah bukannya membuat masyarakat semakin bersimpati terhadap Islam, tapi malah membuat masyarakat takut pada Islam (islamophobia) dan menjauhi Islam. Islam pun dianggap sebagai agama yang menakutkan karena selalu mengandalkan jalan kekerasan.
Karena itu, sikap lemah-lembutlah yang semestinya dikedepankan oleh para dai dan muballigh dalam berdakwah. Jika para dai dan muballigh berdakwah dengan cara yang kasar, maka mereka akan dijauhi oleh masyarakat. Para dai dan muballigh seharusnya menghiasi diri mereka dengan keramahan, bersabar dari derita serta berkata-kata dengan lemah-lembut di mana saja sehingga dapat menambah orang yang mengikuti kebaikan dan menipiskan pelaku kejahatan, lalu orang-orang mendapatkan manfaat dari dakwah tersebut dan menerimanya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghimbau umat Islam untuk senantiasa berlaku lemah-lembut dalam hal apa saja karena kebajikan diharamkan bagi orang yang tidak memiliki sifat lemah-lembut. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barang siapa yang tidak memiliki kelemah-lembutan, maka diharamkan seluruh kebaikan bagi dirinya,”(HR Imam Muslim).
Akhlak Karimah
Dalam sebuah ayat Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.,” (QS An-Nahl [16]: 125).
Ayat ini menunjukkan tiga cara dalam berdakwah: hikmah, nasihat yang baik, dan dialog dengan cara yang baik pula. Berdakwah dengan hikmah, artinya dakwah dengan “contoh yang baik”, di dalamnya bisa tingkah laku atau tutur kata yang baik. Jika tingkah laku dan tutur kata itu diteladani, bisa menyentuh dan mengubah sikap orang lain, berarti di dalam terdapat hikmah.
Dakwah dengan hikmah jauh lebih efektif; tantangannya sedikit, tetapi dampaknya sangat besar. Kebanyakan orang lebih senang meneladani suatu kebajikan atas dasar kesadaran diri daripada dipaksa orang lain. Biarlah masyarakat melihat, menghayati, dan mengikuti prilaku baik itu.
Hikmah, akal dan ideologi menjadi sasaran dalam berdakwah, karena :
Langkah pertama mengajak seseorang untuk menerima kebenaran adalah menggunakan argumentasi yang benar guna membangunkan akal yang tengah terlelap.
Langkah kedua adalah memanfaatkan nasehat guna membangkitkan sensitifitas dan perasaan manusia. Nasehat dan peringatan lebih condong ke arah perasaan serta menenangkan kalbu setiap manusia. Di ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala mensyaratkan nasehat dengan kebaikan, artinya nasehat itu sendiri harus memuat kebaikan supaya dapat berpengaruh pada manusia. Peringatan dan nasehat akan berpengaruh dikala tidak dibarengi dengan kekerasan, pemaksaan, sombong dan menghina lawan bicara serta tidak menimbulkan rasa antipati.
Langkah ketiga, dalam menyebarkan ajaran Ilahi adalah berdebat dengan sopan. Metode ini khusus di saat menghadapi orang yang penuh dengan pemikiran keliru dan hanya dengan debat kita dapat menguras informasi keliru dari benak orang tersebut guna mempersiapkannya menerima kebenaran. Tentu saja debat akan berguna dan menghasilkan ketika dilandasi kebenaran, keadilan dan kosong dari rasa ingin unggul dari orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebarkan ajaran Ilahi dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip tersebut.
Metode dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dapat kita cermati dalam dua hal. Pertama akhlak individu dan sosial nabi serta kedua adalah metode yang beliau pilih. Namun di sini peran akhlak beliau paling menonjol dalam menopang kesuksesan nabi dalam menyebarkan ajaran Islam. 

1.Akhlak Individu dan Sosial Nabi dalam Dakwah
Allah subhanahu wa ta’ala sendiri dalam al-Quran menyebut nabi sebagai teladan akhlak mulia. Artinya Rasul dijadikan Allah sebagai model praktis ajaran Islam. Hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dipenuhi keimanan dan keyakinan. Beliau tergolong orang yang paling taat terhadap ajaran Ilahi. Karakteristik nabi ini menumbuhkan kepercayaan umat dan membuktikan bahwa menjalankan ajaran Islam bukan hal yang sulit.
Akhlak mulia dan sikap penuh kasih sayang beliau termasuk faktor berpengaruh dalam dakwah nabi. Beliau menyampaikan pesan Ilahi dengan lembut dan sabar. Oleh karena itu, beliau mendapat sambutan luas dari masyarakat. Saat berpesan kepada Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu yang dikirim ke Yaman untuk menyebarkan ajaran Islam, Nabi bersabda, berilah kabar gembira kepada rakyat dan jangan membuat mereka menjauhi dirimu, berilah kemudahan kepada masyarakat dan jangan mempersulit mereka.
Kesederhanaan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, satu lagi faktor kecintaan masyarakat kepada beliau. Hal ini membuat dakwah beliau semakin mudah. Dalam kehidupannya, nabi lebih memilih kehidupan sederhana dan menjauhi kemewahan. Bahkan di saat Islam berhasil menyebar ke penjuru dunia dan beliau mendirikan pemerintahan Islam di Madinah, kehidupan nabi tidak berubah. Sebagai seorang pemimpin, beliau tidak ingin bermewah-mewahan dan lebih memilih dekat dengan kehidupan orang-orang miskin. Dalam hal makanan, pakaian dan kebutuhan hidup lainnya, nabi senantiasa memperhatikan keseimbangan dan menempatkan dirinya setara dengan masyarakat, bahkan lebih rendah dari masyarakat umumnya.
Berwajah ramah dan murah senyum serta selalu menjaga sopan santun saat berinteraksi dengan masyarakat yang dimiliki nabi sangat terkenal di kalangan umat. Dalam menyebarkan ajaran Ilahi, nabi sangat berlapang dada. Terkadang kesabaran dan sikap memaafkan nabi membuat orang kafir rela memeluk Islam. Kelembutan dan kesabaran termasuk prinsip utama dakwah dan sejarah kehidupan nabi.
Rasulullah dengan perintah Allah, memulai dakwahnya secara rahasia dan hanya disampaikan dikalangan keluarga serta famili. Keluarga dan famili dapat menjadi pelindung nabi dalam berdakwah, khususnya di masyarakat yang menganut sistem kesukuan seperti di Arab. Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat as-Syu'ara ayat 214 dan 215 memerintahkan nabi untuk tawadhu.
وَ أَنْذِرْ عَشيرَتَكَ الْأَقْرَبينَ   وَ اخْفِضْ جَناحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنينَ
Artinya : "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman." (QS As Syu’ara : 214-215)
Tak pelak lagi, menjahui sifat egois dan keras kepala termasuk metode terpenting dakwah. Saat berdakwah secara rahasia, nabi mendapat dua penolong yaitu Imam Ali radhiyallahu ‘anhu dan Khadijah radhiyallahu ‘anha. Setelah berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun, beliau mulai melakukan dakwah secara terbuka dan terang-terangan. Hal ini menunjukkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berdakwah menerapkan metode bertahap dan merupakan strategi lain beliau saat menyebarkan Islam.
Ketika berdakwah secara terang-terangan, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam giat melakukan pendekatan kepada individu maupun kelompok. Setiap terbuka sebuah kesempatan untuk mengislamkan seseorang atau kelompok, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak membiarkannya terlewat. Ketika masih berdakwah di Mekkah, nabi juga kerap menggelar pertemuan dengan para pelancong, jemaah haji, pedagang dan tokoh berpengaruh. Selama masa dakwah terbuka, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga aktif berkunjung ke berbagai kabilah dan mengajak mereka memeluk Islam. Dakwah beliau saat berkunjung ke kabilah adalah mengajak mereka menyembah Tuhan Yang Esa dan mengimani kenabian beliau.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam dakwahnya tersebut menekankan kesamaan ajaran yang dibawanya dengan para nabi terdahulu. Ahlul Kitab banyak terdapat di Semenanjung Arab, khususnya di Madinah. Mengajak ulama dan pemimpin Ahlul Kitab untuk memeluk Islam dapat menarik pengikutnya untuk menerima Islam pula. Hijrah merupakan strategi dan metode lain dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di saat aksi kekerasan dan penyiksaan kaum Quraisy Mekkah kian meningkat, nabi mengirim sekelompok umat Islam dengan dipimpim Jakfar bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ke Habasyah.
Jakfar radhiyallahu ‘anhu saat berdialog dengan Raja Habasyah lebih banyak membicarakan sisi persamaan antara Islam dan Kristen. Ia pun membacakan ayat-ayat suci al-Qur'an tentang Maryam, ibu Nabi Isa ‘alaihis salam. Dengan demikian, Jakfar berhasil menarik simpati raja terhadap Islam. Hijrahnya Nabi ke Madinah dari Mekkah merupakan strategi lain untuk menyebarkan Islam di Semenanjung Arab.

2.Metode Dakwah Nabi yang Lain.
Metode dakwah lain nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mengirim utusan dan mubaligh ke sejumlah negara. Saat melepas mereka, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan untuk menjaga nilai-nilai moral dan menghormati manusia. Sejumlah mubaligh yang dikirim nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berhasil mencapai kesuksesan menyebarkan agama Islam dan sebagian lain masuk ke dalam makar musuh. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menulis surat kepada sejumlah pemimpin negara termasuk Raja Mesir, Romawi dan Iran. Ini juga termasuk metode dakwah nabi yang dapat kita saksikan dalam sejarah perjalanan hidup beliau.
Isi surat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ke pemimpin negara lain menunjukkan kedaulatan dan kekuatan Islam. Di sisi lain, surat tersebut tidak terkesan arogan. Teks surat itu menunjukkan itikad baik nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan simpati beliau serta tekad kuat untuk menunjukkan jalan yang benar. Sejarah dakwah nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa penyebaran ajaran Ilahi harus menggabungkan antara politik dan rahmat serta dorongan, bukannya dengan kekerasan dan tipu daya. 


Perhatian :

Sekali lagi Dakwah bil Hikmah

Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
  • adil, ilmu, sabar, kenabian,
  • memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
  • ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
  • obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
  • pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'i:
  • benar dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam agama, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
Dakwah bil al-hikmah atau contoh yang baik bisa direalisasikan dengan budi pekerti yang baik (akhlak karimah). Kekuatan akhlak mulia dalam menarik simpati masyarakat untuk menerima dakwah sangatlah besar. Telah banyak bukti sejarah yang membenarkan hal itu, mulai sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga zaman ini.

Contoh 1.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak marah saat seorang kaum musyrik meludahi beliau setiap pergi ke masjid. Suatu hari, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke masjid, beliau merasakan keanehan karena orang yang setiap saat meludahi beliau setiap akan pergi ke masjid tidak ada. Sesampainya di masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menanyakan kepada para sahabat di mana orang itu berada. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperoleh jawaban bahwa orang yang meludahi beliau jatuh sakit. Setelah mendengar jawaban itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang membesuk orang tersebut dan mendoakan kesembuhan baginya. Akhirnya, orang tersebut kemudian menyatakan diri sebagai Muslim.

Contoh 2.
Contoh lain keluhuran perilaku Rasulullah adalah kisah seorang pengemis Yahudi buta di pojok pasar Madinah yang selalu menjelek-jelekkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia, Abu Bakar ash-Shiddiq mengunjungi Aisyah, anaknya yang juga isteri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesampainya di rumah Aisyah, Abu Bakar bertanya kepada anaknya apa sunnah Rasulullah yang belum dikerjakan olehnya. Aisyah menjawab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap memberi makan pengemis Yahudi buta di pasar Madinah.
Abu Bakar pun bergegas menuju pasar Madinah menemui orang Yahudi tersebut yang tak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun, karena ingin mengukuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar tetap memberi makan Yahudi buta tersebut dengan cara menyuapinya. Namun alangkah kaget Abu Bakar karena saat menyuapi Yahudi tersebut berkata, “Siapa kamu? Orang yang biasa menyuapiku makan tiap hari terlebih dahulu melembutkan makanan sehingga mulutku tidak perlu mengunyah makanan”.
Kemudian Abu Bakar berkata kepada pengemis Yahudi buta itu bahwa orang yang bisa memberinya makan tiap hari telah tiada. Abu Bakar juga mengatakan bahwa orang yang biasa memberinya makan tiap hari adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Betapa terkejut Yahudinya tersebut mengetahui bahwa orang yang menyuapinya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; orang yang setiap hari dijelek-jelekkannya. Akhirnya pengemis Yahudi buta itu masuk Islam.
Dua peristiwa di atas adalah sekelumit contoh bagaimana ampuhnya akhlak mulia menarik minat seseorang untuk hidup di bawah naungan ajaran Islam. Karena itu, dakwah bi al-hikmah patut dikedepankan sebagai metode dakwah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar