Pages

Senin, 16 Juli 2012

24. PERBEDAAN DALAM MENENTUKAN HILAL (1)

ETIKA BERBEDA MAZHAB DAN PENDAPAT DALAM ISLAM

Sepertinya 1 syawal tahun ini ada perbedaan antara kelompok umat Islam yang berpatokan pada rukyah dan hisab, maka saya tergerak untuk menulis khutbah idul fitri tahun ini dengan tema bagaimana bersikap dengan adanya perbedaan ini? mana perbedaan yang di bolehkan dan mana yang seharusnya tidak boleh ada? Semoga bermanfaat bagi para khatib atau pribadi muslim, semoga, amin.
 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
“ETIKA BERBEDA MAZHAB DAN PENDAPAT DALAM ISLAM”
Oleh: H. Abbas Arfan Baraja, Lc. M.H.

الله أكبر (9x) : الله أكبر عدد ما صام صائم وأفطر ، الله أكبر عدد ما هَلّل مهلّل وكبّر ، الله أكبر كلما تراكم سحاب وأمطر، الله أكبر الله أكبر ، لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد . الحمد لله الذي سهَّل للعباد طريق العبادة ويسر . وأفاض عليهم من خزائن جوده التي لا تحصر . وجعل لهم عيداً يعود في كل عام ويتكرر . نقّاهم به من دون الذنوب وطهَّر . فما مضى شهر الصيام إلا وأعقبه أشهر الحج إلى بيته المطهّر . أحمده سبحانه على نعمه التي لا تحصر . وأشكره وهو المستحق لأنْ يُحْمدَ ويشكر . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له خلق فقدّر ، ودبّر فيسر . وأشهد أن سيدنا محمداً عبده ورسوله صاحب اللواء والكوثر . نبي نُصر بالرعب مسيرة شهر حتى إنه ليخافه ملك بني الأصفر . نبي غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر ، ومع ذلك قام على قدمه الشريف حتى تفطر . اللهم صل وسلم وبارك وكرم ومجد وعظم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه ما لاح هلال وأنور ، وسلم تسليما كثيراً ,الله أكبر الله أكبر ، لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد.
)أما بعد( فيا عباد الله…, اتقوا الله تعالى واعلموا أنه ليس السعيد من أدرك العيد ولبس الجديد ، وخدمته العبيد ، إنما السعيد من اتقى الله فيما يبدي ويعيد ، وفاز بجنة نعيمها لا يفنى ولا يبيد ، ونجى من نار حرها شديد وقعرها بعيد ، وطعام أهلها الزقوم وشرابهم الصديد ، ولباسهم القطران والحديد . عباد اللهالصلاة الصلاة ، فمن حفظها فقد حفظ دينه ومن ضيعها فهو لما سواها أضيع ، واعلموا أن الله تعالى أمركم ببر الوالدين وصلة الأرحام ، والصبر على فجائع الأيام ، والإحسان إلى الضعفاء والأيتام.

Kaum Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah
Diantara penyakit berbahaya yang menimpa umat Islam setelah masa sahabat Nabi dan tabi’in sampai saat ini adalah penyakit ikhtilaf fi al-mazhab atau perbedaan pendapat dan cara pandang dalam dikotomi mazhab dalam beberapa persoalan agama yang seharusnya tidak boleh ada perbedaan. Penyakit berbahaya ini telah menyerang ke berbagai wilayah dan semua tingkatan sosial. Penyakit telah merusak ke dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Islam. Semua aspek kehidupan yang telah terjangkit oleh penyakit ini bagai awan hitam yang menyelubungi jiwa manusia, kemudian memunculkan uap diiringi hujan lebat yang menimpa setiap hati yang gersang, sehingga mekarlah beragam pertikaian dan perselisihan. Seolah-olah segala sesuatu yang ada pada umat ini, seperti berbagai kewajiban. larangan dan ajaran mendorong pada munculnya ikhtilaf dan menyemarakan permusuhan serta perselisihan.
Seharusnya yang terjadi bukan seperti kondisi di atas, tapi sebaliknya. sebab tidak ada yang paling ditekankan al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. untuk dilaksanakan umat Islam setelah kewajiban bertauhid, selain persatuan umat dan menyingkirkan perselisihan di antara mereka, yakni berupa Kalimat al-Tauhid dan Tauhid al-Kalimat.

Hadirin Jama’ah ‘Idul Fitri rahimakumullah
Allah Swt. telah menceritakan kepada kita sejarah beberapa umat dan agama pada masa-masa lampau untuk dijadikan cermin dan pelajaran. Allah menjelaskan bagaimana mereka bangkit dan mampu membangun peradaban yang besar, sekaligus menjelaskan kenapa mereka hancur dan porak poranda. Allah Swt. sangat mewanti-wanti kita agar jangan sampai jatuh ke dalam penyakit perpecahan, perselisihan dan fanatik kelompok yang sempit. Allah berfirman dalam Q.S. al-Rum : 31-32 ;
مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
”Kembalilah kalian semuanya kepada Allah, bertaqwalah pada-Nya, dirikanlah sholat dan jangan sekali-kali kalian menjadi seperti orang-orang musyrikin. Yaitu orang-orang yang berselisih dalam agamanya dan mereka berkelompok-kelompok, yang setiap kelompok membanggakan (menganggap benar) kelompoknya sendiri”.

Dan dalam Q.S. Ali Imron : 103 ;
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ
”Berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama)-nya Allah dan jangan berselisih/ bercerai-berai”.
Nabi kita pun telah bersabda. Yang sabdanya ini senantiasa diucapkannya pada setiap khutbah-khutbah jum’atnya ; “Alaikum bil jama’ah, fa-inna yadallohi ma’al jama’ah”.

Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia
Dilihat dari berbagai aspek, perbedaan merupakan kondisi alami (fitrah). Perbedaan berkait erat dengan perbedaan personal dalam batasan yang lebih jauh. Sangat mustahil terbentuk suatu sistem kehidupan dan membangun interaksi sosial di antara manusia yang sama rata dalam berbagai hal, sebab kalau seperti itu tidak ada proses take and give di antara manusia.
وقد روى عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :”اختلاف أمتي رحمةفاستصوب عمر ما قاله
“Ada sebuah riwayat Hadits dari Nabi SAW, Beliau bersabda: “Perbedaan umatku adalah rahmat”, dan Umar bin Khattabpun membenarkan (mendukung) sabda Nabi itu.”
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan umatku dalam Hadits adi atas adalah para ulama mujtahid yang berijtihad dalam masalah furu’iyyah. Imam Nawawi sangat mendukung Hadits di atas dan menentang orang-orang yang menganggap Hadits itu tidak masuk akal sehingga layak dianggap Dlaif. Dan lebih jauh lagi Imam Nawawi menukil pendapat Imam al-Khathabi yang berkata:
قال الخطابي والاختلاف في الدين ثلاثة أقسام أحدها في اثبات الصانع ووحدانيته وانكار ذلك كفر والثاني في صفاته ومشيئته وانكارها بدعة والثالث في أحكام الفروع المحتملة وجوها فهذا جعله الله تعالى رحمة وكرامة للعلماء وهو المراد بحديث اختلاف أمتي رحمة
“al-Khathabi berkata: “Perbedaan-perbedaan dalam agama Islam dapat dikelompokan menjadi tiga macam; pertama, perbedaan dalam menetapakan Zat tunggal (Allah) yang menciptakan alam semesta, maka yang ingkar dengan hal ini (beda keyakinan) adalah kafir. Kedua, perbedaan dalam keberadaan tentang sifat-sifat dan kehendak Allah SWT, maka mereka yang ingkar dengan hal ini tergolong bid’ah. Ketiga, perbedaan dalam hukum-hukum furu’ (cabang) yang mungkin beda interpretasinya, maka perbedaan-perbedaan dalam hal ini adalah perbedaan yang merupakan rahmat dari Allah dan kehormatan bagi para ulama. Dan inilah yang dimkasud dengan Hadits Nabi SAW; Perbedaan-perbedaan umatku adalah rahamat.”
Oleh karena itu, ikhtilaf dalam masalah ibadah dalam Islam, ada yang dibenarkan dan ada yang tidak. Adapun perbedaan ibadah yang dibenarkan adalah perbedaan yang terkait secara individu, seperti perbedaan dalam mazhab-mazhab Fiqh. Misalnya baca Fatehah dalam sholat dengan Basmalah atau tidak, sama-sama sah dan benar. Shalat shubuh dengan qunut ataupun tidak, dan lain-lain.
Maka Imam al-Qorofi, seorang ulama besar yang bermazhab Maliki pada abad 6 Hijriyah berfatwa dalam kitabnya al-Ihkam ; …”Bahwa sesungguhnya para muqollid (orang-orang yang bertaqlid) kepada beberapa imam mujtahid yang berbeda itu diperbolehkan antara mereka sholat berjama’ah (satu dengan lainnya yang berbeda mazhab), walaupun setiap salah seorang di antara mereka mempunyai satu kenyakinan bahwa apabila ia mengerjakan sesuatu yang sama dengan imamnya yang lain mazhab itu, maka sholatnya akan batal alias tidak sah, seperti mengusap sebagia kepala (dalam wudlu) atau tidak baca Basmalah (dalam fatehah sholat)”.
Oleh karena itu sangat naif dan berlebihan, jika karena ada perbedaan dalam ibadah ia lantas mendirikan masjid baru, padahal di kampung itu sudah ada masjid. Adapun perbedaan ibadah yang tidak dibenarkan dalam Islam, adalah perbedaan ibadah yang menyangkut khalayak ramai atau kolektif, seperti perbedaan awal Ramadhon atau hari Raya ‘idain. Yang dalam hal ini ada perseteruan antara ulama ahli ru’yah dan ahli hisab. Yang keduanya sama-sama memiliki dalil yang kuat dan bisa diterima dalam diskursus keilmuan Islam yang kalau saya kemukakan di mimbar ini akan membutuhkan waktu yang lama.
Oleh sebab itu, maka di sini al-Faqir hanya akan mengusulkan makhroj (jalan keluar)-nya ; sama seperti apa yang sudah digariskan oleh Allah dalam Q.S. al-Nisa ayat 59 ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
”Wahai orang-orang yang beriman !, taatlah kalian semua kepada Allah, Rasul-Nya dan ulil amri (pemerintah atau ulama) kalian, maka jika kalian berselisih atau berbeda pendapat, maka harus kalian kembalikan semuanya kepada (ketetapan) Allah dan rasul-Nya…”

Jadi, ikhtilaf antara ahli ru’yah dan hisab ini kita kembalikan kepada Allah (al-Qu’an), sedang al-Qur’an menyuruh kita kembali kepada Rasul-Nya. Maka kita harus kembalikan masalah ini kepada Nabi Muhammad Saw. dengan melihat fakta sejarah pada masa Nabi Saw. yang menurut Ibn Taimiyah dalm kitabnya “Bayan al-Huda min al-Dlolal”, menegaskan bahwa “para ulama sudah ijma’ atau konsesus untuk tidak memakai hisab dalam menentukan awal Ramadhon atau Syawal dalam tiga abad (sejak zaman Nabi, para Sahabatnya, Tabi’in dan Tabi’ tabi’in) dan mula-mula perbedaan pendapat tentang pemakaian hisab ini terjadi setelah abad ketiga Hijriyah.”

Hadirin dan Hadirat rohikumullah
Perbedaan yang muncul kepermukaan secara kolektif seperti ini, saya rasa hanya ada di negeri Indonesia tercinta ini. Karena pengalaman saya selama menimba ilmu di Mesir dan Yaman, belum pernah terjadi dua awal Ramadhon atau dua hari Raya. Begitupun ketika saya mencoba mengorek masalah ini kepada orang-orang Mesir yang sudah lanjut usia dan ternyata belum pernah terjadi perbedaan itu dalam negeri mereka. Walaupun ahli hisab sangat banyak dan tokoh-tokoh reformis atau modernis Islam tidak terhitung jumlahnya di negeri piramid itu, namun mereka bisa menahan diri dan mau melebur demi persatuan dan kesatuan umat Islam dalam satu wilayah negara khususnya
Maka solusi yang saya tawarkan untuk masalah ini adalah dengan lebih mengutamakan ru’yah daripada hisab, karena tiga alasan berikut ini;
a).  Penggunaaan ru’yah adalah merupakan amaliyah Nabi Saw. dan para Sahabat sampai generasi ulama-ulama salaf  sesudahnya yang telah sepakat sampai abad ketiga Hijriyah untuk tidak menggunakan hisab,
b).  Kesalahan atau perbedaan yang terjadi dalam penggunaan hisab (antar sesama ahli hisab dengan berbagai perbedaan metode penetapannya) lebih banyak dan besar daripada antar intern ahli ru’yah. Artinya dengan hisab akan lebih memicu banyak perbedaan lainnya, belum lagi keakuratan hitungan para ahli hisab juga memungkinkan untuk berbeda walau dengan satu metode yang sama persis, karena akan dipengaruhi oleh subyektifitas-nya masing-masing,
c)  Bila terjadi kesalahan, maka kesalahan pada ru’yah lebih bisa dima’fu (dimaafkan) oleh Syara’ (dalam hal ini Hadits Nabi saw; Shumu li ru’yatih….) daripada kesalahan pada hisab, karena dalam Hadits itu Nabi Saw. sudah mengisyaratkan dengan sabdanya:  “….Fa in ghumma ‘alaikum,….” Yang dapat memberikan sebuah pengertian bahwa apabila bulan terhalang mendung (yang barangkali realitanya sudah muncul), maka boleh Istikmal (menyempurnakan hitungan genap 30 hari).
Semoga semua umat Islam di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya Allah SWT berikan hidayah kesadaran bahwa tauhid al-kalimat atau Ukhuwwah Islamiyyah adalah sebuah keniscayaan sebagaimana pentingnya kalimah al-tauhid, dan umat Islam juga bisa membedakan mana ikhtilaf atau perbedaan yang di perbolehkan dan mana yang tidak boleh. Semoga Allah SWT selalu melindungi umat Islam dari segala macam marabahaya dan bencana; lahir dan batin; internal dan eksternal; dunia dan akherat. Amin.
Semoga di pagi ini, kita semua; semua umat Islam yang puasa ramadlan dan shalat idul fitri mendapatkan rahmah, barakah, karamah, magfirah, hidyah dan fadilah dari Allah sebagaimana yang dijanjikan-Nya lewat lisan utusan-Nya: Nabi kita Muhammad ibn Abdilah dalam sebuah Hadits riwayat Ibn Abbas yang cukup panjang yang ada penghujung Hadits itu Nabi SAW bersabda:
فإذا كانت ليلة الفطر سميت تلك الليلة ليلة الجائزة فإذا كانت غداة الفطر يبعث الله الملائكة في كل بلاد فيهبطون إلى الأرض فيقومون على أفواه السكك فينادون بصوت يسمع من خلق الله عز و جل إلا الجن و الإنس فيقولون يا أمة محمد اخرجوا إلى رب كريم بعطي الجزيل و يعفو عن الذنب العظيم فإذا برزوا لمصلاهم يقول الله عز و جل للملائكة : ما جزاء الأجير إذا عمل عمله قال فتقول الملائكة إلهنا و سيدنا جزاؤه أن توفيه أجره قال : فيقول فإني أشهدكم با ملائكتي أني قد جعلت ثوابهم من صيامهم شهر رمضان و قيامه رضائي و مغفرتي و يقول : يا عبادي سلوني فوعزتي و جلالي لا تسألوني اليوم شيئا في جمعكم لآخرتكم إلا أعطيتكم و لا لدنياكم إلا نظرت لكم فوعزتي لأسترن عليكم عثراتكم ما راقبتموني و عزتي لا أخزيكم و لا أفضحكم بين يدي أصحاب الحدود انصرفوا مغفورا لكم قد أرضيتموني و رضيت عنكم فتفرح الملائكة و يستبشرون بما يعطي الله عز و جل هذه الأمة إذا افطروا من شهر رمضان.
جعلني الله وإيكم من العائدين والفائزين والمقبولينأمين. وإذا قرئ القران فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون:) شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(.

Kisah Penetapan Awal Ramadan tahun 2011
Hidayatullah.com–Penetapan 1 Syawal tahun 1432 Hijriyah yang menurut sebagian besar negara Muslim di Arab dan Asia jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011, ternyata menyisakan perdebatan. Setidaknya di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Sejumlah ulama Saudi menilai, astronom dan ilmuwan Saudi Khalid Al Zaaq membuat orang kebanyakan menjadi bingung, karena meragukan kesaksian yang menyatakan bahwa hilal sudah terlihat pada Senin petang (29/8), atau pada hari ke 29 Ramadhan. 
Sebagaimana diketahui, pihak berwenang Saudi menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011, setelah mendapatkan kesaksian dari orang-orang yang dikenal integritasnya bahwa hilal telah terlihat pada tanggal 29 Ramadhan malam (29/8).
Namun, ketetapan itu kemudian menjadi perdebatan setelah kata-kata Al Zaaq, yang menyatakan bahwa hilal tidak mungkin terlihat pada 29 Ramadhan, dikutip secara luas oleh media-media lokal baik cetak, elektronik maupun online.Hal itu menyebabkan keraguan dan kebingungan di kalangan masyarakat umum.
Dalam khutbah Jum’atnya (02/9) di Masjid Imam Turki di Riyadh, Mufti Besar Arab Saudi Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Al Asyeikh mengatakan bahwa prosedur melihat hilal yang dilakukan senantiasa mengikuti sunnah. Syariah telah menerangkan prosedur itu dengan jelas. Umat Islam tidak akan pernah meninggalkan sunnah dan mengikuti pendapat-pendapat yang keliru.Bulan di berbagai wilayah Arab Saudi terlihat sangat jelas keesokan harinya, atau pada Selasa malam (30/8). Hal itu mengukuhkan pernyataan yang mengatakan bahwa hilal sudah terlihat pada Senin malam tanggal 29 Ramadhan.Sejumlah warga di sebelah barat Al Ais juga mengatakan bahwa mereka telah melihat bulan [baru] pada Senin malam selama 30 menit.
Pernyataan penduduk Al Ais itu kontradiktif dengan pernyataan para ahli astronomi yang mengatakan bahwa bulan tidak mungkin terlihat pada waktu itu.Sementara itu di Uni Emirat Arab, Mufti Besar Dubai Dr. Ahmad Al Haddad menegaskan bahwa klaim yang meragukan akurasi pemantauan hilal yang dilakukan pihak berwenang adalah salah dan tidak berdasar.
Komite pemantauan hilal Uni Emirat Arab yang diketuai Menteri Kehakiman Dr. Hadif Juan Al Dahiri, terdiri dari para ahli astronomi dan sejumlah saksi-saksi. Mereka bersaksi dan mengumumkan bahwa hilal 1 Syawal telah terlihat pada Senin malam 29 Ramadhan. Di mana berarti Idul Fitri jatuh pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011.
Syeikh Al Haddad menghimbau agar perdebatan tidak berdasar mengenai penentuan 1 Syawal yang masih ada segera diakhiri. Ia juga menegaskan bahwa adakalanya puasa Ramadhan itu 29 hari dan tidak selalu 30 hari, sebagaimana disampaikan dalam hadist Rasulullah.
Muslim yang berpuasa selama 29 hari tidak perlu khawatir, karena pemantauan hilal untuk penentuan Ramadhan dan Syawal sudah dilakukan jauh hari. Menurut Syeikh Al Haddad, untuk menghindari perselisihan berkepanjangan tentang penentuan bulan baru, negara-negara Muslim seharusnya memiliki mekanisme pemantauan hilal yang sama, disetujui dan dipatuhi oleh semua negara. Jika tidak, maka perdebatan yang sama akan terus muncul di kemudian hari. Kita sangat perlu sebuh satelit khusus, dengan hasil [pengamatan] yang mengikat negara-negara Muslim, guna menghapus kesalahan manusia dan menghindari perdebatan panampakan bulan,” kata Syeikh Al Haddad. 
Sekelompok ulama di Al Azhar, Mesir, sedang mengerjakan proyek ini, yang akan dibahas dalam sebuah konferensi dunia, yang rencananya segera akan digelar oleh Liga Muslim Dunia di Makkah, atas sponsor dari pihak kerajaan,” jelas Syeikh Al Hadad.Di kawasan Arab dan Teluk sebagian besar negara merayakan Idul Fitri pada hari Selasa (30/8). Sementara yang menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabu (31/8) antara lain adalah Oman dan Iran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar