Pages

Rabu, 08 Januari 2014

194. TERJEMAHAN KITAB SAFINATUN NAJAH



بسم الله الرحمن الرحيم
(Muqoddimah)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Dan shalawat serta salamNya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.
(BAB I)
“Aqidah”
(Fasal Satu)
Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:
1. Bersaksi bahwa tiada ada tuhan yang haq kecuali Allah subhanahu wa ta’ala dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusanNya.
2. Mendirikan shalat (lima waktu).
3. Menunaikan zakat.
4. Puasa Ramadhan.
5. Ibadah haji ke Baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya.
(Fasal Dua)
Rukun iman ada enam, yaitu:
1. Beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Beriman kepada sekalian Mala’ikat
3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci.
4. Beriman dengan sekalian Rasul-rasul.
5. Beriman dengan hari kiamat.
6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Allah subhanahu wa ta’ala.
(Fasal Tiga)
Adapun arti “Laa ilaaha illallaah”, yaitu: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam kenyataan selain Allah.
(BAB II)
“Thaharah”
(Fasal Satu)
Adapun tanda-tanda balig (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
1. Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
2. Bermimpi (junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
3. Keluar darah haidh sesudah berumur sembilan tahun .
(Fasal Dua)
Syarat boleh menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu :
1. Menggunakan tiga batu.
2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3. Najis tersebut tidak kering.
4. Najis tersebut tidak berpindah.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan) .
7. Najis tersebut tidak terkena air .
8. Batu tersebut suci.
(Fasal Tiga)
Rukun wudhu’ ada enam, yaitu :
1. Niat.
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan serta siku.
4. Menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki serta buku lali.
6. Tertib.
(Fasal Empat)
Niat adalah menyengaja suatu (perbuatan) berbarengan (bersamaan) dengan perbuatannya didalam hati. Adapun mengucapkan niat tersebut maka hukumnya sunnah, dan waktunya ketika pertama membasuh sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain (sebagaimana yang telah tersebut).
(Fasal Lima)
Air terbagi kepada dua macam; Air yang sedikit. Dan air yang banyak.
Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah .
Dan air yang banyak itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.
Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis kecuali air tersebut telah berubah warna, rasa atau baunya.
(Fasal Enam)
Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu :
1- Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan) perempuan.
2- Keluar air mani.
3- Mati.
4- Keluar darah haidh [datang bulan].
5- Keluar darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
6- Melahirkan.
(Fasal Tujuh)
Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu :
1- Niat mandi wajib.
2- Menyampaikan air ke seluruh tubuh dengan sempurna.
(Fasal Delapan)
Syarat– Syarat Wudhu` ada sepuluh, yaitu :
1- Islam.
2- Tamyiz (cukup umur dan ber’akal).
3- Suci dari haidh dan nifas.
4- Lepas dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
5- Tidak ada sesuatu disalah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air.
6- Mengetahui bahwa hukum wudhu` tersebut adalah wajib.
7- Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
8- Kesucian air wudhu` tersebut.
9- Masuk waktu shalat yang dikerjakan.
10- Muwalat .
Dua syarat terakhir ini khusus untuk da`im al-hadats .
(Fasal Sembilan)
Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu :
1- Apa bila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
2- Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut
3- Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll. Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
4- Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.
(Fasal Sepuluh)
Larangan bagi orang yang berhadats kecil ada tiga, yaitu :
1- Shalat, fardhu maupun sunnah.
2- Thawaaf (keliling ka`bah tujuh kali).
3- Menyentuh kitab suci Al-Qur`an atau mengangkatnya.
Larangan bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu :
1- Shalat.
2- Thawaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- I`tikaf (berdiam di masjid).
Larangan bagi perempuan yang sedang haidh ada sepuluh, yaitu :
1- Shalat.
2- Thawaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- Puasa
6- I’tikaf di masjid.
7- Masuk ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan mengotori masjid tersebut.
8- Cerai, karena itu, di larang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
9- Jima`.
10- Bersenang – senang dengan isteri di antara pusar dan lutut.
(Fasal Sebelas)
Sebab – Sebab yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu :
1- Tidak ada air untuk berwudhu`.
2- Ada penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
3- Ada air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram .
Adapun selain Muhtaram ada enam macam, yaitu :
1- Orang yang meninggalkan sholat wajib.
2- kafir Harbiy (yang boleh di bunuh).
3- Murtad.
4- Penzina dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah ber’aqad nikah yang sah).
5- Anjing yang menyalak (tidak menta`ati pemiliknya atau tidak boleh dipelihara).
6- Babi.
(Fasal Dua Belas)
Syarat–Syarat mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu :
1- Bertayammum dengan tanah.
2- Menggunakan tanah yang suci tidak terkena najis.
3- Tidak pernah di pakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
4- Murni dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
5- Mengqashad atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk di jadikan tayammum.
6- Masuk waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
7- Bertayammum tiap kali shalat fardhu tiba.
8- Berhati – hati dan bersungguh – sungguh dalam mencari arah qiblat sebelum memulai tayammum.
9- Menyapu muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara masing – masing (terpisah).
10- Menghilangkan segala najis di badan terlebih dahulu.
(Fasal Tiga Belas)
Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu :
1. Memindah debu.
2. Niat.
3. Mengusap wajah.
4. Mengusap kedua belah tangan sampai siku.
5. Tertib antara dua usapan.
(Fasal Empat Belas)
Perkara yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu :
1. Semua yang membatalkan wudhu’.
2. Murtad.
3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.
(Fasal Lima Belas)
Perkara yang menjadi suci dari yang asalnya najis ada tiga, yaitu :
1. Khamar (air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
2. Kulit binatang yang disamak.
3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang.
(Fasal Enam Belas)
Macam macam najis ada tiga, yaitu :
1. Najis besar (Mughalladhah), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah satunya.
2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3. Najis sedang (Mutawassithah), yaitu semua najis selain dua yang diatas.
(Fasal Tujuh Belas)
Cara menyucikan najis-najis :
Najis besar (Mughalladhah), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang ‘ayin (benda) yang najis.
Najis ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan ‘ayin yang najis.
Najis sedang (Mutawassithah) terbagi dua bagian, yaitu :
1. ‘Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.
(Fasal Delapan Belas)
Darah haid yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.
(BAB III)
“SHALAT”
(Fasal Satu)
Udzur shalat :
1. Tidur .
2. Lupa.
(Fasal Dua)
Syarat sah shalat ada delapan, yaitu :
1. Suci dari hadats besar dan kecil.
2. Suci pakaian, badan dan tempat dari najis.
3. Menutup aurat.
4. Menghadap kiblat.
2. Masuk waktu shalat.
3. Mengetahui rukun-rukan shalat.
4. Tidak meyakini bahwa diantara rukun-rukun shalat adalah sunnahnya
5. Menjauhi semua yang membatalkan shalat.
Macam-macam hadats: Hadats ada dua macam, yaitu: Kecil dan Besar.
Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu’, sedangkan hadats besar adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk mandi.
Macam macam aurat: Aurat ada empat macam, yaitu:
1. Aurat semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika sholat, yaitu antara pusar dan lutut.
2. Aurat perempuan merdeka ketika shalat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
3. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim), yaitu seluruh badan.
4. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu antara pusar dan lutut.
(Fasal Tiga)
Rukun shalat ada tujuh belas, yaitu:
1. Niat.
2. Takbiratul ihram (mengucapkan “Allahuakbar).
3. Berdiri bagi yang mampu.
4. Membaca fatihah.
5. Ruku’ (membungkukkan badan).
6. Thuma’ninah (diam sebentar) waktu ruku’.
7. I’tidal (berdiri setelah ruku’).
8. Thuma’ninah (diam sebentar waktu i’tidal).
9. Sujud dua kali.
10. Thuma’ninah (diam sebentar waktu sujud).
11. Duduk diantara dua sujud.
12. Thuma’ninah (diam sebentar ketika duduk).
13. Tasyahud akhir (membaca kalimat-kalimat yang tertentu).
14. Duduk diwaktu tasyahud.
15. Shalawat (kepada nabi).
16. Salam (kepada nabi).
17. Tertib (berurutan sesuai urutannya).
(Fasal Empat)
Niat itu ada tiga derajat, yaitu:
1. Jika shalat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi’li (mengerjakan shalat tersebut), ta’yin (nama shalat yang dikerjakan) dan fardhiyah (kefardhuannya).
2. Jika shalat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab, diwajibkanlah niat mengerjakan shalat tersebut dan nama shalat yang dikerjakan seperti sunah Rawatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
3. Jika shalat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat mengerjakan shalat tersebut saja.
Yang dimaksud dengan qasdul fi’li adalah aku beniat sembahyang (menyenghajanya), dan yang dimaksud ta’yin adalah seperti dzuhur atau asar, adapun fardhiyah adalah niat fardhu.
(Fasal Lima)
Syarat takbiratul ihram ada enam belas, yaitu:
1. Mengucapkan takbiratul ihram tersebut ketika berdiri (jika shalat tersebut fardhu).
2. Mengucapkannya dengan bahasa Arab.
3. Menggunakan lafal “Allah”.
4. Menggunakan lafal “Akbar”.
5. Berurutan antara dua lafal tersebut.
6. Tidak memanjangkan huruf “Hamzah” dari lafal “Allah”.
7. Tidak memanjangkan huruf “Ba” dari lafal “Akbar”.
8. Tidak mentaysdidkan (mendobelkan/mengulang) huruf “Ba” tersebut.
9. Tidak menambah huruf “Waw” berbaris atau tidak antara dua kalimat tersebut.
10. Tidak menambah huruf “Waw” sebelum lafal “Allah”.
11. Tidak berhenti antara dua kalimat sekalipun sebentar.
12. Mendengarkan dua kalimat tersebut.
13. Masuk waktu shalat tersebut jika mempuyai waktu.
14. Mengucapkan takbiratul ihram tersebut ketika menghadap qiblat.
15. Tidak tersalah dalam mengucapkan salah satu dari huruf kalimat tersebut.
16. Takbiratul ihram ma’mum sesudah takbiratul ihram dari imam.
(Fasal Enam)
Syarat-syarat sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:
1. Tertib (yaitu membaca surat al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
2. Muwalat (yaitu membaca surat al-Fatihah dengan tanpa terputus).
3. Memperhatikan makhraj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
4. Tidak lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat memutuskan bacaan.
5. Membaca semua ayat al-Fatihah.
6. Basmalah termasuk ayat dari al-fatihah.
7. Tidak menggunakan lahan (lagu) yang dapat merubah makna.
8. Memabaca surat al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika shalat fardhu.
9. Mendengar surat al-Fatihah yang dibaca.
10. Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.
(Fasal Tujuh)
Tempat-tempat tasydid dalam surah al-fatihah ada empat belas, yaitu :
1. Tasydid huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله ).
2. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (( الرّحمن .
3. Tasydid huruf “Ra’” pada lapal ( الرّحيم).
4. Tasydid “Lam” jalalah pada lafal ( الحمد لله).
5. Tasydid huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين ).
6. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (الرّحمن ).
7. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
8. Tasydid huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
9. Tasydid huruf “Ya’” pada kalimat إيّاك نعبد) ).
10. Tasydid huruf “Ya” pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
11. Tasydid huruf “Shad” pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
12. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (صراط الّذين ).
13. Tasydid “Dhad” pada kalimat (ولا الضالين).
14. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (ولا الضالين).
(Fasal Delapan)
Tempat disunatkan mengangkat tangan ketika shalat ada empat, yaitu :
1. Ketika takbiratul ihram.
2. Ketika Ruku’.
3. Ketika bangkit dari Ruku’ (I’tidal).
4. Ketika bangkit dari tashahud awal.
(Fasal Sembilan)
Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu :
1. Sujud dengan tujuh anggota.
2. Dahi terbuka (jangan ada yang menutupi dahi).
3. Menekan sekedar berat kepala.
4. Tidak ada maksud lain kecuali sujud.
5. Tidak sujud ketempat yang bergerak jika ia bergerak.
6. Meninggikan bagian punggung dan merendahkan bagian kepala.
7. Thuma’ninah pada sujud.
Penutup:
Ketika seseorang sujud anggota tubuh yang wajib di letakkan di tempat sujud ada tujuh, yaitu:
1. Dahi.
2. Bagian dalam dari telapak tangan kanan.
3. Bagian dalam dari telapak tangan kiri.
4. Lutut kaki yang kanan.
5. Lutut kaki yang kiri.
6. Bagian dalam jari-jari kanan.
7. Bagian dalam jari-jari kiri.
(Fasal Sepuluh)
Dalam kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu harakah (baris) tasydid, enam belas di antaranya terletak di kalimat tasyahud yang wajib di baca, dan lima yang tersisa dalam kalimat yang menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:
1. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ta’”.
2. “Attahiyyaat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ya’”.
3. “Almubarakaatus shalawaat”: harakah tasydid di huruf “Shad”.
4. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “Tha’”.
5. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “ya’”.
6. “Lillaah”: harakah tasydid di “Lam” jalalah.
7. “As salaam”: di huruf “Sin”.
8. “A’laika ayyuhan nabiyyu”: di huruf “Ya’”.
9. “A’laika ayyuhan nabiyyu”: di huruf “Nun”.
10. “A’laika ayyuhan nabiyyu”: di huruf “Ya’”.
11. “Warahmatullaah”: di “Lam” jalalah.
12. “Wabarakaatuh, as salaam”: di huruf “Sin”.
13. “Alainaa wa’alaa I’baadillaah”: di “Lam” jalalah.
14. “As shaalihiin”: di huruf shad.
15. “Asyhadu allaa”: di “Lam alif”.
16. “Ilaaha Illallaah”: di “Lam alif”.
17. “Illallaah”: di “Lam” jalalah.
18. “Wa asyhaduanna”: di huruf “Nun”.
19. “Muhammadar rasuulullaah”: di huruf “Mim”.
20. “Muhammadar rasuulullaah”: di huruf “Ra’”.
21. “Muhammadar rasuulullaah”: di huruf “Lam” jalalah.
(Fasal Sebelas)
Sekurang-kurang kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Allaahumma shalliy ’alaa Muhammad.
(Adapun) harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim” di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim” di Muhammad.
(Fasal Dua Belas)
Sekurang-kurang salam yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Assalaamu ’alaikum. Adapun Harakat tasydid yang ada di kalimat tersebut terletak di huruf “Sin”.
(Fasal Tiga Belas)
Waktu waktu shalat.
1. Waktu shalat dzuhur :
Dimulai dari tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit kearah barat dan berakhir ketika bayangan suatu benda menyamai ukuran panjangnya dengan benda tersebut.
2. Waktu salat Ashar :
Dimulai ketika bayangan dari suatu benda melebihi ukuran panjang dari benda tersebut dan berakhir ketika matahari terbenam.
3. Waktu shalat Magrib :
Berawal ketika matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam.
4. Waktu shalat Isya :
Diawali dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam dan berakhir dengan terbitnya fajar shadiq. Yang di maksud dengan Fajar shadiq adalah sinar yang membentang dari arah timur membentuk garis horizontal dari selatan ke utara.
5. Waktu shalat Shubuh :
Di mulai dari timbulnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.
Warna sinar matahari yang muncul setelah matahari terbenam ada tiga, yaitu :
Sinar merah, kuning dan putih. Sinar merah muncul ketika magrib sedangkan sinar kuning dan putih muncul di waktu Isya.
Disunnahkan untuk menunda atau mangakhirkan shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan putih.
(Fasal Empat Belas)
Shalat itu haram manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang bersamaan (maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq) dalam beberapa waktu, yaitu :
1. Ketika terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
2. Ketika matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum’at.
3. Ketika matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5. Sesudah shalat Asar sampai matahari terbenam.
(Fasal Lima Belas)
Tempat saktah (berhenti dari membaca) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu :
1. Antara takbiratul ihram dan do’a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul ihram).
2. Antara doa iftitah dan ta’awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah subhanahu wa ta’ala dari setan yang terkutuk).
3. Antara ta’awudz dan membaca fatihah.
4. Antara akhir fatihah dan ta’min (mengucapkan amin).
5. Antara ta’min dan membaca surat (qur’an).
6. Antara membaca surat dan ruku’.
Semua tersebut dengan kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali antara ta’min dan membaca surat, disunahkan bagi imam memanjangkan saktah dengan kadar membaca fatihah.
(Fasal Enam Belas)
Rukun-rukun yang diwajibkan didalamnya tuma’ninah ada empat, yaitu :
1. Ketika ruku’.
2. Ketika i’tidal.
3. Ketika sujud.
4. Ketika duduk antara dua sujud.
Tuma’ninah adalah diam sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah).
(Fasal Tujuh Belas)
Sebab sujud sahwi ada empat, yaitu :
1. Meninggalkan sebagian dari ab’adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk jika seseorang meniggalkannya).
2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan tidak membatalkan jika ia lupa.
3. Memindahkan rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.
(Fasal Delapan Belas)
Ab’adus shalah ada enam, yaitu :
1. Tasyahud awal
2. Duduk tasyahud awal.
3. Shalawat untuk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika tasyahud awal.
4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5. Do’a qunut.
6. Berdiri untuk do’a qunut.
7. Shalawat dan Salam untuk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan sahabat ketika do’a qunut.
(Fasal Sembilan Belas)
Perkara yang membatalkan shalat ada empat belas, yaitu :
1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar).
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan tangan atau selainnya).
3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8. Melompat yang luas.
9. Memukul yang keras.
10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi’li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.
(Fasal Dua Puluh)
Diwajibkan bagi seorang imam berniat menjadi imam terdapat dalam empat shalat, yaitu :
1- Menjadi Imam juma`t
2- Menjadi imam dalam shalat i`aadah (mengulangi shalat).
3- Menjadi imam shalat nazar berjama`ah
4- Menjadi imam shalat jamak taqdim sebab hujan
(Fasal Dua Puluh Satu)
Syarat – Syarat ma`mum mengikut imam ada sebelas perkara, yaitu :
1- Tidak mengetahui batal nya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain nya.
2- Tidak meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha` shalat tersebut.
3- Seorang imam tidak menjadi ma`mum .
4- Seorang imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
5- Ma`mum tidak melebihi tempat berdiri imam.
6- Harus mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
7- Berada dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus hasta.
8- Ma`mum berniat mengikut imam atau niat jama`ah.
9- Shalat imam dan ma`mum harus sama cara dan kaifiyatnya
10- Ma`mum tidak menyelahi imam dalam perbuata sunnah
yang sangat berlainan atau berbeda sekali.
11- Ma`mum harus mengikuti perbuatan imam.
(Fasal Dua Puluh Dua)
Ada lima golongan orang–orang yang sah dalam berjamaah, yaitu :
1- Laki –laki mengikut laki – laki.
2- Perempuan mengikut laki – laki.
3- Banci mengikut laki – laki.
4- Perempuan mengikut banci.
5- Perempuan mengikut perempuan.
(Fasal Dua Puluh Tiga)
Ada empat golongan orang – orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu :
1- Laki – laki mengikut perempuan.
2- Laki – laki mengikut banci.
3- Banci mengikut perempuan.
4- Banci mengikut banci.
(Fasal Dua Puluh Empat)
Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu :
1- Di mulai dari shalat yang pertama.
2- Niat jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
3- Berturut – turut.
4- Udzurnya terus menerus.
(Fasal Dua Puluh Lima)
Ada dua syarat jamak takhir, yaitu :
1- Niat ta’khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya sekedar lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut).
2- Udzurnya terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.
(Fasal Dua Puluh Enam)
Ada tujuh syarat qasar, yaitu :
1- Jauh perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan sehari semalam).
2- Perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat mengerja maksiat ).
3- Mengetahui hukum kebolehan qasar.
4- Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
5- Shalat yang di qasar adalah shalat ruba`iyah (tidak kurang dari empat rak`aat).
6- Perjalanan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7- Tidak mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam sebagian shalat nya.
(Fasal Dua Puluh Tujuh)
Syarat sah shalat Jum’at ada enam, yaitu :
1. Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2. Kegiatan Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
3. Dilaksanakan secara berjamaah.
4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, baligh dan penduduk asli daerah tersebut.
5. Dilaksanakan secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul dengan shalat Jum’at.
(Fasal Dua Puluh Delapan)
Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu :
1. Mengucapkan “الحمد لله” dalam dua khutbah tersebut.
2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
3. Berwasiat ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
4. Membaca ayat al-qur’an dalam salah satu khutbah.
5. Mendo’akan seluruh umat muslim pada akhir khutbah.
(Fasal Dua Puluh Sembilan)
Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh, yaitu :
1. Bersih dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.
2. Pakaian, badan dan tempat bersih dari segala najis.
3. Menutup aurat.
4. Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
5. Kedua khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat ditambah beberapa detik.
6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselangi dengan kegiatan yang lain, kecuali duduk).
7. Khutbah dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
8. Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, balig serta penduduk asli daerah tersebut.
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam waktu Dzuhur.
(BAB IV)
“Jenazah”
(Fasal Satu)
pertama: Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu :
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan .
(Fasal Kedua)
Cara memandikan seorang muslim yang meninggal dunia :
Minimal (paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.
(Fasal Ketiga)
Cara mengkafan :
Minimal: dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.
(Fasal Keempat)
Rukun shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu :
1. Niat.
2. Empat kali takbir.
3. Berdiri bagi orang yang mampu.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
6. Do’a untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
7. Salam.
(Fasal Kelima)
Sekurang-kurang menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.
(Fasal Keenam)
Mayat boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu :
1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.
(Fasal Ketujuh)
Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk mendekatkan air.
Khilaf aula meminta menuangkan air atas orang yang berwudlu.
Makruh meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk melakukannya sendiri).
(BAB V)
“Zakat”
(Fasal Satu)
Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu :
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.
(BAB VI)
“Puasa”
(Fasal Satu)
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini :
1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.
(Fasal Kedua)
Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
(Fasal Ketiga)
Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu :
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).
(Fasal Keempat)
Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu :
1. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
3. Orang yang berpuasa.
(Fasal Kelima)
Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat :
1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.
(Fasal Keenam)
Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.
(Fasal Ketujuh)
Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu :
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu :
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.
(Fasal Kedelapan)
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.
Tamat…
Wallaahu a’lam bishshawaab
Kemudian kami akhiri dengan meminta kepada Tuhan Yang Karim, dengan berkah beginda kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang wasim, supaya mengakhiri hidupku dengan memeluk agama Islam, juga orang tuaku, orang yang aku sayangi dan semua keturunanku. Dan mudah-mudahan ia mengampuniku serta mereka segala kesalahan dan dosa.
Semoga rahmat Tuhan selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Mutholib bin Abdi Manaf bin Hasyim yang menjadi utusan Allah kepada sekalian makhluk Rosulul malahim, kekasih Allah yang membuka pintu rahmat, menutup pintu kenabian, serta keluarga dan sahabat sekalian. Walhamdu lillaahi Rabbil ’Aalamiin…
catatan….
Kitab Safinah Annajah kitab karya Sheikh Abdullah bin Saad bin Sumair al-Hadhrami, yang membahas mengenai asas-asas fiqh dalam madzhab Syafi’i yang turut meliputi aspek tauhid dan tasawuf. Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi’i. Selain itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan beliau juga seorang politikus dan pengamat militer negara negara Islam. Beliau dilahirkan di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu keagamaan.
Kitab Safinah memiliki nama lengkap “Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah” (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya). Kitab ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi sangatlah besar manfaatnya. Di setiap Pondok Pesantren atau pengajian di kampung-kampung kitab ini selalu ada untuk di pelajari, bahkan di hafalkan. Dulu di pesantren saya juga ada sistem ngaji yang namanya ngaji sorogan, yaitu kyai memberi arti/makna dan santri besoknya harus menghafalkan yang kyai artikan/maknain dan di setorkan dalam bentuk hafalan. Kitab ini salah satu yang pertama di hafal dalam sistem sorogan di pesantren saya.
Kitab ini di jadikan kitab fiqih dasar yang pertama di pelajari karena Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar-dasar syari’at, kemudian bab bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya. Kitab ini disajikan dengan bahasa yang mudah, susunan yang ringan dan redaksi yang gampang untuk dipahami serta dihafal. Seseorang yang serius dan memiliki kemauan tinggi akan mampu menghafalkan seluruh isinya hanya dalam masa dua atau tiga bulan atau mungkin lebih cepat.
Karena sangat pentingnya kitab ini para ulama sampai membuat syarah/penjelasan lebih lanjut dari kitab ini. Ada berbagai kita syarah syafinah An najah di antaranya :
1. Kitab Kasyifatus Saja ala Safinatin Najah
2. Kitab Durratu Tsaminah Hasyiyah ala Safinah
3. Kitab Nailur Raja Syarah Safinah Najah
4. Kitab Na.siimul Hayah Syarah Safinatun Najah
5. Kitab Innaratut Duja Bitanlwiril Hija Syarah Safinah Najah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar