Pages

Senin, 06 Januari 2014

191.SILATURRAHIM




Hadits 1.
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ قَالَ مَا لَهُ مَا لَهُ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ ” .رواه البخاري .
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Beritahukanlah kepadaku tentang satu amalan yang memasukkan aku ke surga. Seseorang berkata, “Ada apa dia? Ada apa dia?” Rasulullah saw. Berkata, “Apakah dia ada keperluan? Beribadahlah kamu kepada Allah jangan kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, tegakkan shalat, tunaikan zakat, dan ber-silaturahimlah.” (QS. Bukhari).
Penjelasan :
Ar-Rahim : bermakna kerabat dekat. Mereka adalah yang memiliki nasab baik mewarisi atau tidak, memiliki hubungan atau tidak.
Abu Ayyub : bernama Kholid bin Zaid dari kaum Anshar radhiyallahu ‘anhu.
Yang dimaksud seseorang itu adalah Abu Ayyub. Beliau menyebutkan dengan nama samaran dan menyembunyikannya nama aslinya untuk kebaikan dirinya. Pendapat yang lain mengatakan dia adalah Ibnu Al-Muntafiq bernama Luqait bin Shabrah.
Para sahabat berkata ada apa gerangan ماله ماله kata ini menunjukkan kata tanya استفهام dan diulang-ulangnya dua kali untuk menunjukkan kata penegasan للتأكيد.
Yang dimaksud perkataan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Arobun adalah pertanyaan karena kebutuhan yang mendesak.
Kata arobun ma lahu merupakan satu kata, adapun huruf mim yang berada ditengah-tengah antara kata arob dan lahu merupakan kata tambahan. Pendapat yang lain merupakan kata mim ini tersirat dan terpesan dengan arti besar dan mendesak sehingga arti secara keseluruhan adalah kebutuhan yang sangat besar dan mendesak.
Dalam riwayat lain ariba berarti butuh yang artinya dia bertanya karena ada kebutuhan atau bisa juga berarti bijak terhadap pertanyaan dan jenius dalam bertanya.
Di riwayat lain ariba berarti kehati-hatian contohnya, huwa ariba artinya dia pintar dan hati-hati terhadap apa yang ia tanya karena bertanya membawa manfaat baginya.
Yang dimaksud menunaikan zakat adalah zakat wajib ini terbukti dengan dihubungkannya kalimat shalat dengan zakat.
Yang dimaksud dengan silaturahim adalah kamu berbuat baik kepada kerabatmu sesuai dengan keadaanmu dan keadaan mereka baik berupa infak, menyebarkan salam, berziarah atau membantu kebutuhan mereka. Makna secara keseluruhan silaturahim adalah memberikan yang baik kepada orang lain dan menolak sedapat mungkin hal-hal yang buruk terhadap mereka sesuai kemampuan.
Digabungkan kata shalat dengan sesudahnya juga berarti menggabungkan kata khusus dengan umum, ini untuk menunjukkan perkataan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencakup seluruh ibadah.
Ada seseorang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَقَدْ وُفِّقَ —أَوْ قَالَ– لَقَدْ هُدِيَ
“Sungguh dia telah diberi taufik,” —atau beliau bersabda— “Sungguh telah diberi hidayah”
كَيْفَ قُلْتَ ؟
“Apa tadi yang engkau katakan?”
Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ
“Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturrahim”.
Setelah orang itu pergi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Jika dia memegang teguh apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits 2.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (رواه البخاري ومسلم(
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa ingin dilapangkan baginya rezekinya dan dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia melakukan silaturahim.” (QS. Bukhari dan Muslim).
Penjelasan :
Dilapangkan bisa berarti juga di luaskan
Silaturahim bisa juga berarti Al-Ihsan artinya dengan sebab silaturahim ia berbuat baik dengan kerabat seolah-olah orang yang berbuat baik dengan kerabat disambungkan kembali kebaikannya antar mereka. Oleh sebab itu kata ihsan boleh juga diartikan silaturahim.
Dalam satu riwayat disebutkan man ahabba dan didalam riwayat lain disebutkan man sarrohu
Dalam satu riwayat disebutkan fi atsarihi sementara dalam riwayat lain fi ajalihi. Atsar juga bisa disebut ajal yang artinya jejak. Jadi arti secara keseluruhan adalah ajal dan jejak itu mengikuti umur manusia karena orang yang mati itu tidak ada gerak dan tidak ada jejak serta tapak di muka bumi.
Hendaknya kita menyambung hubungan silaturahim pada kerabatnya dengan bijak. Baik dengan harta ataupun dengan pelayanan dan dengan berbagai bentuk silaturahim yang mengantarkannya untuk taat dan terhindar dari perbuatan maksiat sehingga akan dikenang nilai kebaikannya setelah meninggal dunia, sebab orang yang dikenang kebaikannya oleh manusia setelah meninggal dunia merupakan umur kedua setelah kematiannya.
Firman Allah :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf : 34)
Allah berfirman,
وَلَن يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Munafiqun: 11)
Di akhir kata idza di sini menunjukkan bahwa dia selalu dikenang dengan kenangan yang indah bagi orang yang selalu menyambung hubungan tali silaturahim setelah dia meninggal seolah-olah dia itu tidak mati. Kenangan yang indah itu bisa didapat dan diperoleh dengan ilmu yang bermanfaat, sedekah, dan anak shalih. Di dalam kamus Al-Mu’jam As-Shagir karya Thabrani disebutkan dari Abi Darda’ dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa barangsiapa yang menyambung hubungan tali silaturahim baginya akan diberikan anak cucu yang shaleh yang selalu mendoakannya setelah ia meninggal bukan artinya ditambahkan umur.
Pelajaran dari Hadits: Bahwa dengan silaturahim akan mendatangkan kelapangan rezeki dan dikenang dengan baik yang dengan silaturahim akan memunculkan rasa kasih sayang dan akan dido’akan ketika meninggal.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : "Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim".
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : "Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim." Dalam hadits yang mulia di atas, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rizki dan bertambahnya usia.
Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh makhluk Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad . Maka barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, yaitu silaturrahim. Demikianlah, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu dengan "Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim." Artinya, dengan sebab silaturrahim.
Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik dalam kitab shahihnya dan beliau memberi judul dengan: "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyambung Silaturrahim.:
Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : "Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya harta dan bertambahnya usia."
Dalam hadits yang mulia Ini Nabi menjelaskan bahwa silaturrahim ini membuahkan tiga hal, di antaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.
Imam Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, beliau bersabda : "Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam yang jujur dan terpercaya, menjelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat; bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: "Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya dan dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya."
Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dilamakan bekas telapak kakinya (dipanjangkan umurnya), hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi." (Hadits Muttafaq 'alaih, Misykat).
Maksud dilamakan bekas telapak kakinya adalah dipanjangkan umurnya. Karena semakin banyak umur seseorang, maka semakin banyaklah jejak telapak kakinya yang berbekas di atas bumi, dan jika ia meninggal dunia, maka jejak kakinya akan terhapus dari bumi. Terhadap hal ini, banyak yang bertanya bahwa umur setiap orang itu sudah di tentukan. Lalu bagaimana yang dimaksud dengan hadits ini? Di beberapa tempat dalam Al-Qur'an disebutkan dengan jelas bahwa setiap orang mempunyai waktu yang sudah ditentukan, tidak bisa dimajukan dan tidak bisa diundur, karena itu sebagian ulama mengartikannya sebagai "keberkahan" sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa rezekinya akan dilapangkan. Waktunya sangat berkah sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain dalam beberapa hari dapat dilakukan olehnya dalam beberapa jam saja. Dan pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain dalam waktu berbulan-bulan dapat diselesaikan olehnya dalam hitungan hari. Sebagian ulama mengartikan, maksud dipanjangkan umurnya adalah dikenang kebaikannya dan dipuji, yakni orang-orang menyebut kebaikannya hingga beberapa lama. Sebagian ulama menulis, maksudnya adalah anak-anaknya bertambah, sehingga silsilahnya akan terus berlangsung hingga beberapa lama setelah ia meninggal dunia. Itulah beberapa makna yang bisa disimpulkan.
Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sabdanya pasti benar telah memberitahukan hal tersebut, maka apa saja yang beliau sabdakan tentu benar adanya. Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat Yang Mahasuci, berkuasa mutlak, dan telah menciptakan semua wasilah. Bagi Dia, apa susahnya menciptakan wasilah. Dia mampu menciptakan wasilah bagi setiap benda yang Dia kehendaki, sehingga akal orang-orang yang pandai akan merasa takjub. Karena itu, kita tidak boleh meragukan sedikit pun tentang hal yang kita bicarakan ini. (Mazhahirul-Haqq).
Takdir adalah suatu kepastian. Meskipun demikian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan dunia ini sebagai darul-asbab dan Dia telah menciptakan wasilah, baik yang dzahir ataupun yang batin untuk setiap sesuatu. Orang yang sakit perut akan datang kepada dokter atau yang lainnya dalam satu menit, karena mungkin akan mendapat faedah dari obat yang diberikan, dengan harapan agar panjang umur. Padahal, umur itu sudah ditentukan. Maka tidak ada alasan untuk tidak berusaha lebih keras memanjangkan umur dengan bersilaturrahim daripada berobat. Silaturrahim sebagai sebab panjangnya umur itu lebih pasti dibandingkan sebab lainnya. Inilah sabda seorang tabib yang ramuannya tidak pernah salah, sedangkan di dalam ramuan tabib dan resep dokter itu terdapat banyak kemungkinan untuk salah.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang baru saja disebutkan di atas ditulis di dalam beberapa hadits dengan pokok pembahasan yang berbeda-beda. Karena itu tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya. Ali radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dalam sebuah hadits, "Barangsiapa yang mengambil tanggungjawab atas satu perkara, aku akan menjamin baginya empat perkara. Barangsiapa bersilaturrahim, umurnya akan dipanjangkan, kawan-kawannya akan cinta kepadanya, rezekinya akan dilapangkan, dan ia akan masuk ke dalam surga." (Kanzul-'Ummal).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu bahwa tiga perkara berikut ini benar adanya :
1) Barangsiapa yang dizhalimi kemudian ia memaafkan, maka kemuliaannya akan bertambah.
2) Barangsiapa yang meminta-minta untuk meningkatkan hartanya, maka akan berkurang hartanya.
3) Barangsiapa yang membuka pintu pemberian dan silaturrahim, maka hartanya akan bertambah. (Durrul-Mantsur)
Faqih Abu Laits rahmatullah ‘alaih berkata bahwa di dalam silaturrahim ada sepuluh perkara yang patut di puji :
1) Di dalamnya terdapat keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala, karena silaturrahim adalah perintah-Nya.
2) Menggembirakan sanak saudara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Amal yang paling utama adalah menyenangkan hati orang beriman."
3) Malaikat merasa sangat senang.
4) Orang Islam akan memujinya.
5) Syaitan laknatullah 'alaih akan sangat bersedih.
6) Silaturrahim dapat memanjangkan umur.
7) Silaturrahim menyebabkan keberkahan rezeki.
8) Orang-orang yang telah meninggal, yakni kakek dan ayahnya, merasa senang bila mengetahui perbuatannya itu.
9) Dengan bersilaturrahim, hubungan antarsesama akan kuat. Jika kita menolong seseorang dan bermurah hati terhadap seseorang, maka pada waktu kita mengalami kesusahan dan mempunyai keperluan, ia akan menolong kita dengan sepenuh hati.
10) Setelah mati, kita akan selalu memperoleh pahala karena siapa saja yang kita tolong, ia akan selalu mengingat kita dan mendoakan kita.
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, "Pada Hari Kiamat, ada tiga macam orang yang berada di bawah naungan 'Arsy Ar-Rahman :
1) Orang yang bersilaturrahim, bahkan ketika di dunia umurnya akan dipanjangkan, rezekinya akan dilapangkan, dan kuburnya akan diluaskan.
2) Wanita yang ditinggal mati suaminya dan ia tidak menikah karena memelihara anak-anaknya yang masih kecil hingga menginjak dewasa, supaya tidak timbul kesulitan dalam merawat dan memelihara mereka.
3) Orang yang menyiapkan makanan kemudian mengundang anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Hasan radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Ada dua langkah yang sangat disukai oleh Allah subhanahu wa ta’ala :
1) Kaki yang dilangkahkan untuk menunaikan shalat fardhu.
2) Kaki yang dilangkahkan untuk bertemu dengan sanak saudaranya.
Sebagian ulama menulis, "Ada lima perkara, bila dikerjakan dengan istiqamah dan teguh, orang yang mengerjakannya akan memperoleh pahala seperti gunung dan menyebabkan luasnya rezeki.
1) Istiqamah dalam bersedekah, sedikit atau banyak.
2) Istiqamah dalam bersilaturrahim, baik sedikit atau banyak.
3) Berjihad di jalan Allah subhanahu wa ta’ala.
4) Selalu dalam keadaan wudhu.
5) Selalu berbakti kepada kedua orangtua." (Tanbihul-Ghafilin).
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa amalan yang pahalanya dan balasannya paling cepat diperoleh adalah silaturahmi. Bahkan ada orang-orang yang berdosa, tetapi karena senang bersilaturrahim, harta dan anak-anaknya diberkahi. (Ihya').
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa dengan bersedekah, berbuat kebaikan, berbakti kepada kedua orangtua, dan bersilaturrahim dapat mengubah seseorang dari bernasib buruk menjadi bernasib baik, dan menjadi sebab bertambahnya umur dan menjauhkan dari kematian yang buruk. (Kanzul-'Ummal).
Mengenai dipanjangkannya umur dan ditambah rezekinya telah banyak disebutkan dalam berbagai riwayat, sedangkan riwayat-riwayat yang disebutkan di atas baru sebagian kecil. Dua perkara di atas, yakni panjangnya umur dan bertambahnya rezeki selalu didambakan oleh manusia. Banyak orang yang berusaha keras demi untuk memperoleh dua hal tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan satu cara yang mudah untuk mendapatkan keduanya, yaitu dengan bersilaturrahim, maka kedua harapan tersebut akan tercapai. Jika kita benar-benar yakin dengan apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka orang-orang yang ingin dipanjangkan umurnya dan bertambah rezekinya hendaknya mengamalkan silaturahmi ini sebanyak-banyaknya. Orang yang kaya hendaknya membelanjakan hartanya untuk kaum kerabatnya karena ia akan memperoleh janji yang berupa diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya.
Hadits 3.
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ إِنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ رَحْمٍ. رواه البخاري ، ومسلم ، وأبو داود ، الترمذي .
Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda, “Tidak masuk surga pemutus silaturrahim.” (QS. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan At-Turmuzi).
Penjelasan :
Zubair bin Muth’im bin ‘Adi radhiyallahu ‘anhu, beliau adalah salah seorang sahabat yang paling mantap nasab di antara suku Quraisy dan tentunya paling mulia dibandingkan suku Arab yang lainnya. Beliau juga menyatakan bahwasannya ia pernah mengambil ilmu nasab (silsilah) dari Abu Bakar As-Shidiq radhiyallahu ‘anhu dan Abu Bakar adalah salah seorang yang paling mahir dalam hal nasab di dunia Arab. Adapun ayah beliau yang bernama Muth’im pernah memberikan perlindungan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala baginda datang dari Tha’if dan Mut’im juga termasuk pembesar kabilah bani Tsaqib. Zubair masuk Islam di antara tahun Hudaibiyah dan tahun Fathu Makkah. Meninggal pada masa kekhilafahan Muawiyah. Dan ia juga salah seorang sahabat yang lembut dan berwibawa.
Tidak masuk surga artinya surga yang Allah sediakan bagi orang-orang shalih di akhirat nanti.
Yang dimaksud dengan pemutus silaturahim adalah pemutus hubungan kerabat.
Maksudnya, ia tidak akan masuk surga pertama kali bersama para pendahulunya bagi orang yang tidak menghalalkan pemutusan hubungan tali silaturahim. Adapun mereka yang meyakini dibolehkannya pemutusan silaturahim tanpa sebab padahal dia tahu keharamannya maka ia tidak berhak masuk surga selamanya dan hadits ini jelas-jelas menyatakan hal demikian.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ الرَّحِمُ فَقَالَ مَهْ قَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ فَقَالَ أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَذَلِكِ لَكِ ثُمَّ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Allah menciptakan semua makhluk hingga setelah selesai berdirilah rahim dan Allah bertanya, ‘Apa ini?’ rahim berkata, ‘Ini adalah tempat orang yang berlindung kepadamu dari pemutus hubungan tali silaturahim.” Allah pun berfirman, “Ya, relakah kamu jika Aku menyambung orang yang menyambungmu dan Aku putuskan orang yang memutusmu.” Rahim pun menjawab, “Mau, ya Rabbi.” Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
وَلَن يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad: 22).
“Mereka Itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (HR. Bukhari: 23)
Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk yang dimaksud dengan kalimat ini adalah Allah menciptakan mereka dari tidak ada menjadi ada. Diciptakannya mereka dengan hikmah dan kekuasaan-Nya.
Yang dimaksud hingga selesai dari penciptaan adalah sempurna dalam penciptaan. Disini bukan berarti Allah subhanahu wa ta’ala terlalu sibuk baru setelah itu bekerja. Maha suci Allah dari tuduhan orang-orang yang tidak bertanggung jawab sebagaimana firman Allah :
إنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.”
Yang dimaksud Rahim adalah kerabat.
Adapun yang dimaksud berdiri Rahim disini bisa berarti secara hakekat aslinya Rahim itu berdiri atau Rahim itu menyerupai jasad bisa juga berarti malaikat yang menyatu dengan rahim sehingga Rahim itu dapat berbicara.
Ibroh Hadits : Besarnya pahala menyambung tali silaturrahim dan besarnya sanksi bagi yang memutuskannya
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّحِمَ شَجْنَةٌ مِنْ الرَّحْمَنِ فَقَالَ اللَّهُ مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya rahim itu berasal dari Arrahman lalu Allah berfirman, “Siapa menyambungmu Aku menyambungnya dan barangsiapa memutusmu Aku memutusnya.” (HR. Bukhari).
Syijnatun (di kasroh kan huruf Syin disukunkan huruf Jim) secara bahasa Syijnah berarti akar pohon yang saling melilit sementara yang dimaksudkan Syijnah dalam hadits ini adalah kerabat yang saling merekat kuat laksana akar yang melilit ke ranting.
Makna secara keseluruhan bahwa rahim itu adalah merupakan pengaruh rahmat Allah yang melekat kuat dengan kerahimannya. Adapun orang yang memutuskan hubungan silaturahim berarti dia memutuskan hubungan untuk dirinya dari rahmat Allah
Kata Rahman terambil dari kata Rahim sebagai mana Hadits Qudsi. Bersabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, “Saya adalah Rahman Aku ciptakan Rahim dan darinya Aku bentuk nama-Ku untuk-Ku.”
Perkataan Allah, “Barangsiapa yang menyambung hubungan silaturrahim maka Aku akan menyambungkannya dan barangsiapa yang memutuskan hubungan silaturahim maka Aku memutuskannya.” Menurut Qurtubi ada dua macam rahim :
Rahim secara umum mencakup makna saling cinta, saling kasih sayang dan berlaku adil.
Rahim secara khusus mencakup memberikan nafkah kepada kerabat, memperhatikan keadaan mereka, pura-pura tidak tahu dengan aib mereka.
Ibroh : Agungnya sebutan nama Rahman dan berpahalalah orang yang menjalankan hubungan silaturrahim serta akan diberi sanksi bagi pemutus hubungan silaturrahim
عَنْ عَمْرَو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِهَارًا غَيْرَ سِرٍّ يَقُولُ إِنَّ آلَ أَبِي فُلاَنٍ لَيْسُوا بِأَوْلِيَائِي إِنَّمَا وَلِيِّيَ اللَّهُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنْ لَهُمْ رَحِمٌ أَبُلُّهَا بِبَلَاهَا
Dari Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu berkata aku mendengan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda dengan terus terang tanpa dirahasiakan, “Sesungguhnya keluarga Abi Fulan bukanlah wali-waliku dan Allah adalah Waliku serta orang-orang sholeh dari kaum mukminin. Akan tetapi mereka kerabat yang aku menyambung silaturrahim dengan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu (penakluk Mesir) aku mendengar Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda dengan terus terang yang ditujukan pada obyek (orang tertentu). Artinya Obyek itu mendengar dengan jelas atau bisa berarti sabda nabi dengan terus terang itu bermakna langsung menohok pada pelakunya.
Adapun kata tidak rahasia (ghoiru sir) berarti sebagai penegasan hilangnya keraguan dan bahwasannya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dalam satu pertemuan menyampaikan dengan terus terang di satu tempat dan menyembunyikannya di tempat yang lain. Pendapat yang lain manyatakan Nabi saw. tidak menyembunyikannya bahkan menyampaikannya dengan terus terang dan menyebarkannya. Pendapat Imam Nawawi mengomentari hal ini bisa jadi takutnya ia menyebut nama karena dikhawatirkan akan merusak dirinya atau orang lain atau dirinya dan orang lain bersamaan.
Mereka bukanlah penolongku dan juga bukan kekasihku tetapi yang jadi penolongku dan aku berwala’ kepadanya segala urusan hanya kepada Allah dan orang-orang sholeh.
Waliy (di shiddahkan huruf ya).
Akan tetapi mereka : yang dimaksud mereka disini adalah keluarga Abu Fulan.
Abulluha difathahkan huruf hamzah dan didhomahkan huruf lam dengan shiddah.
Didalam kamus Mukhtar balahu berarti menyambung, didalam hadits Rasulullah ada satu ungkapan ballu yang berarti sambungkanlah tali silaturahim kalian walaupun hanya dengan ucapan salam.
Hadits ini memiliki banyak sanad (silsilah) yang saling menguatkan.
Bibillaliha dalam kamus Misbah artinya adalah aku basahkan dengan air maka basahlah ia, kata plural dari balal adalah bal seperti syiham dari syahmun.
Pendapat yang lain mengatakan kata bilal berarti segala sesuatu yang membasahi tenggorokan baik basah karena air atau karena susu.
Dianalogikan rohim itu dengan tanah apabila tanah itu basah dengan sebasah-basahnya maka tanah itu akan menumbuhkan bunga yang terus berkembang dan berbuah hingga kelihatan buahnya yang nampak hijau dan lezat tetapi apabila tanah itu ditinggalkan tanpa disirami dengan air maka otomatis tanah itu akan kering. Begitu juga dengan Rahim apabila rahim disiram terus dengan hubungan silaturahim maka otaomatis dia akan berbuah kecintaan dan kesucian dan apabila sebaliknya maka dia tidak akan berbuah kecuali akan menghasilkan permusuhan dan kebencian.
Dalam kitab Miskat mengomentari hadits ini : bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam tidak menolong seorang pun yang dekat dengannya tapi yang ditolong hanya orang yang punya hak dan kewajiban serta orang-orang sholeh. Aku, kata Rasulullah akan menolong orang yang menolongku baik dengan keimanan atau pun dengan ketakwaan. Apakah ia keluarga dekatku atau bukan, walaupun aku tetap menjaga hak mereka.
عن عبد الله بن عمرو بن العاص ـ رضي الله عنهما ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” ليس الواصل بالمكافئ ، ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمه وصلها “رواه أحمد ، والبخاري . وأبو داود ، الترمذي ، والنسائي .
Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam yang bersabda: “Bukanlah orang yang menyambung (silaturrahim) itu adalah orang yang membalas (kebaikan orang lain), akan tetapi penyambung itu adalah orang yang jika ada yang memutuskan hubungan ia menyambungnya.” (HR. Ahmad, Al Bukhariy, Abu Daud, At Tirmidziy dan An Nasa’iy).
عن حكيم بن حزام ـ رضي الله عنه ـ قال : يا رسول الله ، أرأيت أموراً كنت أتحنث بها في الجاهلية : من صلةٍ ، وعتاقةٍ وصدقةٍ هل لي فيها من أجر ؟ قال حكيم : قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ ” أسلمت على ما سلف من خير ” رواه البخاري
Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, bertanya: “Ya Rasulallah, Bagaimana menurut Engkau tentang beberapa hal yang pernah aku lakukan di masa jahiliyah; seperti: silaturrahim, memerdekakan budak, dan bersedekah, apakah aku mendapatkan pahalanya? Hakim berkata: Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: Kamu masuk Islam atas berkat kebaikan yang telah dahulu kamu kerjakan.” (HR Al-Bukhariy).
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
بَلُوْا أَرحَامَكُمْ وَلَوْ بِالسَّلاَمِ
“Sambunglah keluargamu meskipun dengan salam.” [QS. Al Bazzar, Ath Thabrani dan Al Baihaqi. Berkata Al Munawi dalam Faidhul Qadir, “Berkata Al-Bukhari,’Semua jalannya dha’if, akan tetapi saling menguatkan (3/207)’.”
Dalam hadits dikatakan :
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
“Muslim itu saudara bagi muslim yang lain” (HR. Bukhari no 6951 dan Muslim no 6743 dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah bersilaturrahim.” (Mutafaqun ‘alaihi).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
“Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya”. [Muttafaqun 'alaihi].
Beliau juga bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi” [Muttafaqun 'alaihi].
Beliau juga bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus (tali silaturrahim)”. [Mutafaqun 'alaihi].
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Orang yang (–benar-benar–) menyambung silaturrahim itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang (–benar-benar–) menyambung silaturrahim ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus”. [Muttafaqun 'alaihi].
Telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka berbuat buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi mereka kasar terhadapku,”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Apabila engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu selama engkau berbuat demikan.” [Muttafaq 'alaihi].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar