Sebagian
orang menganggap terjadinya gerhana matahari dan bulan sebagai gejala alam
biasa, sebagai peristiwa ilmiah yang bisa dinalar. Gerhana sekedar menjadi
tontonan menarik yang bisa disaksikan beramai-ramai bersama keluarga dan handai
tolan. Namun bagi yang merasa tunduk kepada keagungan Sang Pencipta, Allah subhanahu
wa ta’ala, gerhana adalah peristiwa penting yang secara gamblang
menunjukkan bahwa ada kekuatan Yang Maha Agung di luar batas kemampuan manusia;
walaupun manusia yang paling merasa faham ilmu alam sekalipun. Mereka yang
merasa rendah di hadapan Sang Pencipta akan menadahkan muka, menghadap Allah,
mengerjakan shalat secara berjamaah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah memberikan tuntunan untuk itu.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) Provinsi DKI Jakarta
menyampaikan imbauan kepada seluruh umat Islam di DKI, terkait Gerhana Matahari
yang akan terjadi pada hari Rabu tanggal 9-3-2016. Di DKI gerhana mulai pukul
06:19 dan akan berakhir pada pukul 09 : 43 : 41.
Tausyiah disampaikan Ketua Umum MUI DKI Jakarta, K.H.
A. Syarifuddin A. Gani, M.A. dan Sekretaris Umum K.H. Zulfa Mustofa, di
Jakarta, Selasa tanggal 8-3-2016. Ummat Islam di DKI Jakarta agar melaksanakan shalat sunnah
Gerhana Matahari (Shalat Kusuf) dan disunnahkan mandi terlebih dulu sebelum shalat.
“Wanita dianjurkan untuk ikut shalat gerhana, karena
Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Asma` radhiyallahu ‘anha ikut shalat gerhana pada
waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat gerhana,” terang Syarifuddin.
A. Pengertian
Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan
istilah khusuf (الخسوف) dan juga kusuf (الكسوف) sekaligus. Secara bahasa, kedua
istilah itu sebenarnya punya makna yang sama. Namun masyhur di kalangan ulama
penggunaan istilah khusuf untuk gerhana bulan dan kusuf untuk gerhana matahari.
(Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 2 hal. 1421)
1. Kusuf
Kusuf (كسوف)adalah peristiwa dimana sinar
matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang
oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
2. Khusuf
Khusuf (خسوف) adalah peristiwa dimana cahaya
bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh
bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari.
B. Latar Belakang Disyariatkannya Shalat Gerhana
Dasar disyariatkannya shalat gerhana adalah firman Allah dalam Al Quran dan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan telah disepakati oleh para ulama.
1. Al-Quran
Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala
:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُلَاتَسْجُدُوْ لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
"Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam
dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari
atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya." (QS. Fushshilat : 37)
Maksud dari perintah Allah subhanahu wa ta’ala
untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk
mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
2. As-Sunnah
Ø Sunnah qauliyah.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ
عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ كَانَ يُخْبِرُ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا
يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ
آيَاتِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا
Telah bercerita kepada kami [Yahya bin Sulaiman]
berkata telah bercerita kepadaku [Ibnu Wahb] berkata telah mengabarkan kepadaku
['Amru] bahwa ['Abdur Rahman bin Al Qasim] bercerita kepadanya dari [bapaknya]
dari ['Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma] bahwa dia mengabarkan dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda "Sesungguhnya matahari dan
bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya
seseorang akan tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran
Allah. Maka jika kalian melihat gerhana keduanya, shalatlah".
(Hadits Imam Bukhari No. 2962)
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي
أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ
يَسَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
Telah bercerita kepada kami [Isma'il bin Abu Uwais]
berkata telah bercerita kepadaku [Malik] dari [Zaid bin Aslam] dari ['Atha' bin
Yasar] dari ['Abdullah bin 'Abbas radliallahu 'anhuma] berkata, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Matahari dan bulan adalah dua
tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah yang tidak akan mengalami gerhana
disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihat
gerhana keduanya, berdzikirlah kepada Allah (shalat)." (Hadits
Imam Bukhari No. 2963)
وَحَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ
الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ
عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ الْقَاسِمِ بْنِ
مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ
كَانَ يُخْبِرُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا
لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَةٌ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا
فَصَلُّوا
Dan telah
menceritakan kepadaku [Harun bin Sa'id Al Aili] telah menceritakan kepada kami
[Ibnu Wahb] telah menceritakan kepadaku [Amru bin Al Harits] bahwa [Abdurrahman
bin Qasim] telah menceritakan kepadanya dari bapaknya [Al Qasim bin Muhammad
bin Abu Bakar Ash Shiddiq], dari [Abdullah bin Umar] bahwa ia telah mengabarkan
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Sesungguhnya
tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau pun
kelahirannya, akan tetapi keduanya adalah ayat-ayat Allah. Karena itu, bila
kalian melihat (gerhana), maka shalatlah." (Hadits Imam Muslim No. 1521)
Ø Sunnah fi’liyah
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ قَامَ
فَكَبَّرَ وَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ
رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَقَامَ كَمَا هُوَ
فَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ
رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الرَّكْعَةِ الْأُولَى ثُمَّ سَجَدَ
سُجُودًا طَوِيلًا ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ
سَلَّمَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ فِي كُسُوفِ
الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ إِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ
لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى
الصَّلَاةِ
Telah bercerita kepada kami [Yahya bin Bukair] telah
bercerita kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] berkata telah
mengabarkan kepadaku ['Urwah] bahwa ['Aisyah radliallahu 'anhuma] telah
mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
ketika hari terjadinya gerhana matahari, Beliau berdiri melaksanakan shalat.
Beliau membaca takbir, kemudian membaca dengan bacaan surat yang panjang, lalu
ruku' dengan ruku' yang panjang (lama) lalu mengangkat kepalanya seraya membaca
sami'allahu liman hamidah. Lalu Beliau kembali berdiri sebagaimana sebelumnya
dan membaca bacaan yang panjang namun kurang dari bacaannya yang pertama tadi,
lalu ruku' dengan ruku' yang panjang namun kurang dari ruku'nya yang pertama
tadi, lalu sujud dengan sujud yang panjang. Kemudian Beliau melakukannya
seperti itu pada raka'at yang akhir lalu memberi salam sementara matahari sudah
tampak kembali. Lalu Beliau menyampaikan khathbah di hadapan manusia dan
berkata tentang gerhana matahari dan bulan bahwa: "Keduanya adalah dua
tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, tidak mengalami gerhana disebabkan
karena mati atau hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihat gerhana
keduanya, bersegeralah mendirikan shalat". (Hadits Imam Bukhari
No. 2964)
Berdasarkan hadits diatas, maka kita mengetahui bahwa shalat gerhana matahari atau bulan disyariatkan sesuai dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
C. Hukum Shalat Gerhana
Para ulama membedakan antara hukum shalat gerhana
matahari dan gerhana bulan.
1. Gerhana Matahari
Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa shalat
gerhana matahari hukumnya sunnah muakkadah, kecuali madzhab Al-Hanafiyah yang
mengatakan hukumnya wajib.
a. Sunnah Muakkadah
Jumhur ulama yaitu Madzhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah
dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah
muakkad.
b. Wajib
Sedangkan Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa shalat
gerhana matahari hukumnya wajib.
2. Gerhana Bulan
Sedangkan dalam hukum shalat gerhana bulan, pendapat
para ulama terpecah menjadi tiga macam, antara yang mengatakan hukunya hasanah,
mandubah dan sunnah muakkadah.
a. Hasanah
Madzhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana bulan
hukumnya hasanah.
b. Mandubah
Madzhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum shalat
gerhana bulan adalah mandubah.
c. Sunnah Muakkadah
Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat
bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah muakkadah.
Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik
dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki
atau untuk perempuan atau diperintahkan kepada orang-orang yang wajib melakukan shalat Jumat.
Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak
sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada
kewajiban selain shalat 5 waktu semata.
D. Sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam Ketika Terjadi Gerhana Matahari atau Bulan.
Para ulama menerangkan berdasarkan nash-nash syar'i, amalan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam yang dibuat ketika terjadi gerhana matahari atau bulan, sebagai berikut :
a. Beberapa Perkara Penting
Sebelum Shalat Gerhana.
1. Memastikan
terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu, bisa diketahui dari media cetak, televisi maupun dari internet.
2. Disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab
shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah.
3. Shalat
gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا
إِلَى الصَّلاَةِ
”Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari
atau bulan) , maka bersegeralah untuk melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari no.
1047)
Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah mulai ketika
gerhana muncul sampai gerhana tersebut hilang. Dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ
مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ،
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ
”Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara
tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena
kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada
Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).” (HR. Bukhari no.
1060 dan Muslim no. 904)
4. Shalat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu
terlarang untuk shalat. Jadi, jika gerhana muncul setelah Ashar, padahal waktu
tersebut adalah waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tetap boleh
dilaksanakan. Dalilnya adalah:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا
إِلَى الصَّلاَةِ
”Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan
bulan, bersegeralah menunaikan shalat.” (HR. Bukhari no. 1047).
Menurut madzhab Syafi’i, dalam hadits ini tidak dibatasi waktunya. Kapan saja
melihat gerhana termasuk waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana
tersebut tetap dilaksanakan.
5. Shalat gerhana dilaksanakan secara berjama’ah di masjid, sebab dahulu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakannya dengan berjamaah
di masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah radhiyallahu
'anha.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَنَّ الصَّلَاةَ
جَامِعَةً فَاجْتَمَعُوا وَاصْطَفُّوا فَصَلَّى بِهِمْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي
رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. (البخاري برقم 1016, مسلم برقم 901, إبن حبان
برقم 2850, النسائي برقم 1448(
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata
: “Telah
terjadi gerhana pada jaman Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau menyuruh
seorang penyeru mengumandangkan ash-shalaatu jaami’ah. Kemudian mereka
berkumpul dan bershaf lalu shalat mengimami mereka empat kali ruku’ pada dua
raka’at dan empat kali sujud.” (Al Bukhary, No. 1016,
Muslim, No. 901, Ibnu Hibban, No. 285, An Nasa’i, No. 1448)
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ
الْأَشْعَرِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَرَّادٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَا
حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى
قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ
فَقَامَ يُصَلِّي بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ
يَفْعَلُهُ فِي صَلَاةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ الَّتِي
يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ
اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا
شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ وَفِي رِوَايَةِ
ابْنِ الْعَلَاءِ كَسَفَتْ الشَّمْسُ وَقَالَ يُخَوِّفُ عِبَادَهُ
Telah menceritakan kepada kami [Abu Amir Al Asy'ari
Abdullah bin Barrad] dan [Muhammad bin Al Ala`] keduanya berkata, telah
menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Buraid] dari [Abu Burdah] dari [Abu
Musa radhiyallahu ‘anhu] ia
berkata; “Pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah terjadi
gerhana matahari, beliau terkejut dan bergegas berdiri karena takut kalau-kalau
akan terjadi kiamat. Sampai beliau masuk ke masjid dan melaksanakan shalat dengan berdiri, ruku dan sujud yang panjang
sekali, aku belum pernah melihat beliau memanjangkan bacaan sedemikian lama
sebelumnya, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya semua tanda-tanda yang
dikirimkan Allah ini bukanlah disebabkan oleh meninggalnya atau lahirnya
seseorang, akan tetapi Allah mengirimnya untuk menakut-nakuti para hamba-Nya.
Oleh sebab itu jika kalian melihatnya maka bersegeralah berdzikir mengingat
Allah, memanjatkan do'a padaNya, serta memohon ampunan-Nya." Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Al 'Alaa' disebutkan: "Terjadi gerhana matahari…"
dan dia berkata; "Untuk menakut-nakuti hambaNya". (Hadits Imam
Muslim No. 1518)
Ibnu Hajar Asqalani rahmatullah ‘alaih mengatakan,
”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wasallam adalah
mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat
tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah
melihat berakhirnya gerhana.” (Fathul Bari, 4/10)
Apakah boleh jika shalat gerhana dilaksanakan sendiri?
Sebenarnya shalat gerhana secara berjama’ah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di
rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini
adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا
”Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”.(HR. Bukhari no. 1043)
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di
masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana
diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat tersebut
sendirian. Namun, perlu diketahui bahwa menunaikan shalat gerhana secara
berjama’ah di masjid lebih afdhal, karena Nabi shallallahu ’alaihi wasallam
mengerjakan shalat tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk
melaksanakannya di masjid. Dengan banyaknya jama’ah akan lebih utama disisi Allah subhanahu wa ta’ala.
6. Sebelum
shalat, jamaah dapat diingatkan dengan
ungkapan, "Ash-shalaatu
jaami'ah", tanpa
didahului dengan adzan atau iqamat.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَنَّ الصَّلَاةَ
جَامِعَةً فَاجْتَمَعُوا وَاصْطَفُّوا فَصَلَّى بِهِمْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي
رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. (البخاري برقم 1016, مسلم برقم 901, إبن حبان
برقم 2850, النسائي برقم 1448(
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata
: “Telah
terjadi gerhana pada jaman Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau menyuruh
seorang penyeru mengumandangkan ash-shalaatu jaami’ah. Kemudian mereka
berkumpul dan bershaf lalu shalat mengimami mereka empat kali ruku’ pada dua
raka’at dan empat kali sujud.” (Al Bukhary, No. 1016,
Muslim, No. 901, Ibnu Hibban, No. 285, An Nasa’i, No. 1448)
7. Shalat Gerhana Dua Rakaat
Berdasarkan beberapa hadits shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Namun terdapat beberapa perbedaan didalam pelaksanaannya, yaitu :
a.
Shalat dua rakaat, seperti shalat sunnat biasa. Pada rakaat pertama ruku’ 1x dan sujud 2x, dan pada rakaat kedua ruku’ 1x dan sujud 2x.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ أَنَّهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَّهَا رَكْعَتَيْنِ, كُلُّ رَكْعَتَيْنِ بِرُكُوْعٍ.(رواه
أحمد و أبو داود و النسائي و ابن ماجه(
Dari Numan bin Basyir radhiyallahu
‘anhu, “Sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat gerhana sebanyak dua raka’at; setiap raka’at satu
kali ruku’.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An
Nasaiy, dan Ibnu Majah)
b.
Shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama ruku’ 5x dan sujud 2x, dan
pada rakaat kedua ruku’ 5x dan sujud 2x.
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ انْكَسَفَتْ
الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمْ فَقَرَأَ
بِسُورَةٍ مِنْ الطُّوَلِ وَرَكَعَ خَمْسَ رَكَعَاتٍ وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ
قَامَ الثَّانِيَةَ فَقَرَأَ سُورَةً مِنْ الطُّوَلِ وَرَكَعَ خَمْسَ رَكَعَاتٍ
وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ. (أبو داود برقم 1182, أحمد برقم 21263(
Ubay bin Ka’ab radhiyallahu
‘anhu berkata : “Telah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
shalat mengimami mereka beliau membaca surat yang panjang. Beliauruku’
sebanyak lima kali ruku’ dan dua sujud. Kemudian beliau berdiri ke raka’at
kedua lalu membaca surat yang panjang dan ruku’ sebanyak lima kali
dan sujud dua kali sujud.”(HR.
Abu Dawud, No. 1182, Ahmad, No. 21263)
c.
Shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama ruku’ 4x dan sujud 2x, dan pada
rakaat kedua ruku’ 4x dan sujud 2x.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ كَسَفَتْ الشَّمْسُ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ
فِي أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ )مسلم برقم 908, الدارمى برقم 1526, البيهقى الكبرى
برقم 6115, إبن أبى شيبة برقم 8300(
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu, ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat
ketika gerhana matahari delapan kali ruku’ pada empat kali sujud.”
(HR. Muslim No. 908, Ad
Darimy, No. 1526, Al Baihaqiy, No. 6115, Ibnu Abi Syaibah, No. 8300)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ حَبِيبٍ
عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ كَسَفَتْ الشَّمْسُ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ فِي أَرْبَعِ
سَجَدَاتٍ وَعَنْ عَلِيٍّ مِثْلُ ذَلِكَ
Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu
Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ulayyah] dari [Sufyan]
dari [Habib] dari [Thawus] dari [Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu], ia berkata; “Ketika terjadi gerhana matahari,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat (gerhana) dengan delapan
kali ruku' dan empat kali sujud (dalam dua raka'at). Dan dari [Ali bin
Abu Thalib radhiyallahu
‘anhu] juga diriwayatkan seperti itu.” (Hadits
Imam Muslim No. 1513)
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
الْمُثَنَّى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ كِلَاهُمَا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ
قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنَا
حَبِيبٌ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ صَلَّى فِي كُسُوفٍ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ
ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ سَجَدَ
قَالَ وَالْأُخْرَى مِثْلُهَا
Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al
Mutsanna] dan [Abu Bakr bin Khallad] keduanya dari [Yahya Al Qaththan] - [Ibnul
Mutsanna] berkata- telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Sufyan] ia
berkata, telah menceritakan kepada kami [Habib] dari [Thawus] dari [Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu] dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, bahwa beliau menunaikan shalatgerhana. “Beliaumembaca
(ayat) lalu ruku', kemudian membaca lagi lalu beliau ruku', kemudian
beliau membaca lagi lalu ruku',kemudian beliau membaca lagi lalu setelah
itu beliau ruku'. Ia berkata; Dan yang lain meriwayatkan
semisalnya.” (Hadits Imam Muslim No. 1514)
d. Shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama ruku’ 3x dan sujud 2x, dan pada rakaat kedua ruku’ 3x dan sujud 2x.
قَالَ جَابِرٌ : كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ
رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى سِتَّ رَكَعَاتٍ
بِأَرْبَعِ سَجَدَات ) مسلم برقم 904, أبو داود برقم 1178, البيهقى
الكبرى برقم 6113, أحمد برقم 14457(
Jabir radhiyallahu
‘anhu berkata : “Telah terjadi gerhana pada zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam lalu beliau shalat enam kali ruku’ dan empat kali sujud.”(HR.
Muslim, No. 904, Abu Dawud, No. 1178, Al Baihaqiy, No. 6113, Ahmad, No. 14457)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِى كُسُوْفٍ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ
ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ وَ اْلأُخْرَى مِثْلُهَا. (مسلم برقم 909,
إبن خزيمة برقم 1385, أبى داود برقم 1183, النسائى برقم 1468, أحمد برقم 3236(
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat gerhana. Beliau membaca lalu ruku’, kemudian
membaca lalu ruku’, kemudian membaca lalu ruku’ dan raka’at
kedua juga seperti itu.”(HR. Muslim, No. 909, Ibnu Khuzaimah,
No. 1385, Abu Dawud, No. 1183, An Nasa’l, No. 1464, Ahmad, No. 3236)
e.
Shalat dua rakaat. Pada rakaat
pertama ruku’ 2x dan sujud 2x, dan pada rakaat kedua ruku’ 2x dan sujud 2x.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَنَّ الصَّلَاةَ
جَامِعَةً فَاجْتَمَعُوا وَاصْطَفُّوا فَصَلَّى بِهِمْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي
رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. (البخاري برقم 1016, مسلم برقم 901, إبن حبان
برقم 2850, النسائي برقم 1448(
Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata : “Telah terjadi gerhana pada jaman Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau menyuruh seorang penyeru mengumandangkan ashshalaatu
jaami’ah. Kemudian mereka berkumpul dan bershaf lalu shalat mengimami
mereka empat kali ruku’ pada dua raka’at dan empat kali sujud.”(HR. Al Bukhary, No. 1016,
Muslim, No. 901, Ibnu Hibban, No. 285, An Nasa’I, No. 1448)
قَالَتْ عَائِشَةُ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فَقَامَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَ سُورَةً طَوِيلَةً ثُمَّ
رَكَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ ثُمَّ اسْتَفْتَحَ بِسُورَةٍ أُخْرَى
ثُمَّ رَكَعَ حَتَّى قَضَاهَا وَسَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ فِي الثَّانِيَةِ
–الحديث- (البخاري برقم (1154
Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata : “Telah terjadi gerhana matahari, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam lalu berdiri (shalat) kemudian membaca surat yang panjang, lalu
ruku’ sangat lama, kemudian bangkit dari ruku’ lalu mulai membaca surat yang
lain, kemudian ruku’ sampai selesai, dan bersujud. Beliau juga
melakukan yang demikian itu pada raka’at kedua.” (HR. Al Bukhary, No. 1154)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ قَامَ فَكَبَّرَ
وَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ
رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَقَامَ كَمَا هُوَ فَقَرَأَ
قِرَاءَةً طَوِيلَةً وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ رَكَعَ
رُكُوعًا طَوِيلًا وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الرَّكْعَةِ الْأُولَى ثُمَّ سَجَدَ
سُجُودًا طَوِيلًا ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ
سَلَّمَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ فِي كُسُوفِ
الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ إِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ
لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى
الصَّلَاةِ
Telah bercerita kepada kami [Yahya bin Bukair] telah
bercerita kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] berkata telah
mengabarkan kepadaku ['Urwah] bahwa ['Aisyah radhiyallahu 'anhuma] telah
mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika hari
terjadinya gerhana matahari, Beliau berdiri melaksanakan shalat. Beliau membaca
takbir, kemudian membaca dengan bacaan surat yang panjang, lalu ruku'
dengan ruku' yang panjang (lama) lalu mengangkat kepalanya seraya membaca
sami'allahu liman hamidah. Lalu Beliau kembali berdiri sebagaimana sebelumnya
dan membaca bacaan yang panjang namun kurang dari bacaannya yang pertama tadi,
lalu ruku' dengan ruku' yang panjang namun kurang dari ruku'nya yang pertama
tadi, lalu sujud dengan sujud yang panjang. Kemudian Beliau
melakukannya seperti itu pada raka'at yang akhir lalu memberi salam
sementara matahari sudah tampak kembali. Lalu Beliau menyampaikan khuthbah di
hadapan manusia dan berkata tentang gerhana matahari dan bulan bahwa:
"Keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, tidak
mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Maka jika
kalian melihat gerhana keduanya, bersegeralah mendirikan shalat".(Hadits
Imam Bukhari No. 2964)
Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu berkata,"Tatkala
terjadi gerhana matahari pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi
melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan
2 ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,"Belum pernah aku sujud dan ruku' yang
lebih panjang dari ini. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Yang masyhur dipilih dan
dilaksanakan di Indonesia sesuai madzhab Syafi’i adalah yang no. e (yang
terakhir). Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri,
2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Imam Maliki dan Syafi’i berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidatuna A’isyah radhiyallahu ‘anha berpendapat bahwa shalat
gerhana dengan dua raka’at dengan dua kali ruku’, berbeda
dengan shalat Id dan shalat Jum’at.
Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu juga
terdapat penjelasan serupa, yakni shalat gerhana dikerjakan dua raka’at dengan
dua kali ruku’, dan dijelaskan oleh Abu Umar bahwa hadits tersebut dinilai
paling shahih. Maka dengan begitu keistimewaan shalat gernana dibanding dengan
shalat sunnah sunnah lainnya terletak pada bilangan ruku’ pada setiap raka’atnya.
Apalagi
dalam setiap ruku’ disunnahkan membaca tasbih berulang-ulang dan berlama-lama,
yaitu bacaanسُبْحَانِ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
Tasbih
berarti gerak yang dinamis seperti ketika bulan berrotasi (berputar
mengelilingi kutubnya) dan berevolusi (mengelilingi) bumi, bumi berotasi dan
berevolusi mengelilingi matahari, atau ketika matahari berotasi dan berevolusi pada
pusat galaksi Bimasakti. Namun pada saat terjadi gerhana, ada proses yang aneh
dalam rotasi dan revolusi itu. Maka bertasbihlah! Maha Suci Allah, Yang Maha
Agung! Dan segala puji hanya bagi Allah.
Menurut
Habib Mundzir bin Fuad Al Musawwa, panduan singkat
mengenai shalat gerhana sebagai berikut :
·
Paling mudah shalat
gerhana adalah dengan shalat dua rakaat sebagaimana shalat subuh.Lebih afdhal setelah
membaca surat al fatihah kemudian dibaca surat yang cukup panjang, ruku’nya panjang
dan sujudnya panjang.
Yang
masyhur shalat gerhana dua rakaat, dan setiap rakaat dengan dua kali qiyam,dua ruku’, dan dua
sujud. Urutannya adalah : qiyam, takbiratul ihram, fatihah, surat, ruku’,
i’tidal, lalu qiyam lagi, fatihah, surat, ruku’, i’tidal, lalu sujud, duduk
diantar dua sujud, sujud, lalu bangkit ke rakaat kedua dengan hal yang sama
seperti pada rakat pertama. Setelah salam lalu dilanjutkan dengan dua khutbah.
b. Cara Melaksanakan Shalat Gerhana Matahari atau
Bulan.
1. Shalat
gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ أَنَّهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَّهَا رَكْعَتَيْنِ, ………..
(رواه أحمد و أبو داود و النسائي و ابن ماجه(
Dari Numan bin Basyirradhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam shalat gerhana sebanyak dua raka’at; …………..” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An
Nasaiy, dan Ibnu Majah)
2. Setiap
rakaat terdiri dari dua kali ruku’ dan
dua kali sujud
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَنَّ الصَّلَاةَ
جَامِعَةً فَاجْتَمَعُوا وَاصْطَفُّوا فَصَلَّى بِهِمْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي
رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. (البخاري برقم 1016, مسلم برقم 901, إبن حبان
برقم 2850, النسائي برقم 1448(
Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata : “Telah terjadi gerhana pada jaman Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau menyuruh seorang penyeru mengumandangkan ashshalaatu
jaami’ah. Kemudian mereka berkumpul dan bershaf lalu shalat mengimami
mereka empat kali ruku’ pada dua raka’at dan empat kali sujud.”(HR. Al Bukhary, No. 1016,
Muslim, No. 901, Ibnu Hibban, No. 285, An Nasa’i, No. 1448)
3. Niat
melakukan shalat gerhana matahari atau gerhana
bulan, menjadi imam atau makmum. Berniat di dalam hati dan boleh dilafadhkan untuk menguatkan niat. Lafadh niat shalat diqiyaskan dengan lafadh niat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dilafadhkan saat niat haji dan
umrah. Lafadh niat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menunaikan ibadah haji dan umrah, yaitu :
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص اَهَلَّ بِهِمَا جَمِيْعًا. لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا. لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا. مسلم 915
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berihram dengan niat, umrah dan haji. “Labbaika umratan wa hajjan” (Aku
penuhi panggilan-Mu untuk umrah dan haji)”. (HR. Muslim juz 2, hal. 915)
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يُلَبّيْ بِاْلحَجّ وَ اْلعُمْرَةِ جَمِيْعاً. يَقُوْلُ: لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجَّاً، لَبَّيْكَ
عُمْرَةً وَ حَجًّا. ابو داود 2: 157، رقم: 1795
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ihram untuk
haji dan umrah bersama. Beliau membaca, “Labbaika ‘umrotan wa hajjan,
Labbaika ‘umrotan wa hajjan” (Aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah dan haji.
Aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah dan haji).” (HR. Abu Dawud
juz 2, hal. 157, no. 1795).
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَ حَجًّا. وَ قَالَ حُمَيْدُ: قَالَ اَنَسٌ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لَبَّيْكَ بِعُمْرَةٍ وَ حَجّ. مسلم 2: 915
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
membaca, “Labbaika ‘umratan wa hajjan”. Dan dalam riwayat Humaid, ia
berkata : Anas berkata : Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
membaca, “Labbaika bi’umratin wa hajjin”. (HR. Muslim juz
2, hal. 915)
عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ اَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: لَبَّيْكَ بِعُمْرَةٍ وَ حَجَّةٍ. الترمذى 2: 158
Dari Humaid, dari Anas radhiyallahu
‘anhu, ia berkata : “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
membaca, “Labbaika bi’umratin wa hajjatin”. (HR. Tirmidzi juz 2, hal. 158, no. 821)
عَنْ خَلاَّدِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ
اَبِيْهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اَتَانِى جِبْرِيْلُ فَاَمَرَنِى اَنْ
آمُرَ اَصْحَابِى اَنْ يَرْفَعُوْا اَصْوَاتَهُمْ بِاْلاِهْلاَلِ. ابن ماجه 2: 975، رقم: 2922
Dari Khallad bin Saaib, dari ayahnya radhiyallahu
‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Jibril datang kepadaku dan menyuruhku agar memerintahkan kepada para
shahabatku agar mereka mengeraskan suara talbiyah”. (HR. Ibnu Majah
juz 2, hal. 974, no. 2922)
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدِ اْلجُهَنِىّ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: جَاءَنِى جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مُرْ اَصْحَابَكَ
فَلْيَرْفَعُوْا اَصْواتَهُمْ بِالتَّلْبِيَةِ، فَاِنَّهَا مِنْ شِعَارِ اْلحَجّ. ابن ماجه 2: 975، رقم: 2923
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Jibril datang kepadaku lalu berkata : Hai Muhammad, suruhlah para shahabatmu
untuk mengeraskan suara mereka ketika bertalbiyah, karena talbiyah itu
termasuk syi’ar haji”. (HR. Ibu Majah juz 2, hal. 975, no. 2923)
Keterangan :
Apabila niatnya untuk umrah mengucap : Labbaika
‘umrotan. Apabila untuk haji mengucap : Labbaika hajjan. Apabila
niat untuk haji dan umrah mengucap : Labbaika ‘umrotan wa hajjan.
Ibnu ‘Allan Ash-Siddiqy dalam kitabnya Al-Futuhat
Ar-Robbaniyyah ‘Ala Al-Adzkar An-Nawawiyyah malah menyimpulkan lebih jauh
berdasarkan hadis ini, yakni melafalkan niat hukumnya sunnah, dengan
argumentasi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mungkin
melakukan sesuatu kecuali yang paling sempurna dan paling utama untuk
diteladani umatnya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan
pelafalan niat, maka hal ini difahami bahwa melafalkan niat hukumnya sunnah
dalam ibadah haji termasuk ibadah-ibadah yang lain. Beliau berkata;
قال ابن علان الصديقي الشافعي في
الفتوحات الربانية على الأذكار النووية. نعم يسن النطق بها ليساعد
اللسان القلب، ولأنه صلى الله عليه وآله وسلم نطق بها في الحج فقسنا عليه سائر
العبادات،
Ya, melafalkan niat disunnahkan, agar lisan membantu
hati. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan niat
pada saat haji, dan kita menqiyaskannya pada ibadah-ibadah sisanya (Ibnu ‘Allan
Ash-Siddiqy dalam Al-Futuhat Ar-Rabbaniyyah ‘Ala Al-Adzkar An-Nawawiyyah)
Niat shalat gerhana matahari:
أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِكُسُوْفِ الشَّمسِ
رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
” Ushallii Sunnatal liKusuufis-Syamsi Rak’ataini
Lillahi Ta’alaa “
”Aku niat
(melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Matahari dua rakaat karena Allah
ta’ala “
Niat shalat gerhana bulan :
أُصَلِّيْ سُنَّةَ
لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
” Ushallii Sunnatal liKhusuufil-Qomari Rak’ataini Lillahi Ta’alaa“
“Saya niat (melaksanakan) shalat
sunnah Gerhana Bulan dua rakaat karena Allah ta’ala”
4. Takbiratul
ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.
5. Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian
membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al
Baqarah) sambil dijaharkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana
terdapat dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha :
جَهَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه
وسلم – فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaharkan bacaannya
ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari
no. 1065 dan Muslim no. 901)
Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang
panjang dan lama durasinya. Di dalam hadits shahih disebutkan tentang betapa
lama dan panjang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam itu :
ابْنُ عَبَّاسٍ–رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًاطَوِيلاً نَحْوً امِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
"Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa
telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat
bersama-sama dengan orang banyak. Beliau berdiri cukup lama sekira panjang
surat Al-Baqarah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ruku' cukup
lama, kemudian bangun cukup lama, namun tidak selama berdirinya yang pertama.
Kemudian beliau ruku' lagi dengan cukup lama tetapi tidak selama ruku' yang
pertama." (HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang
pertama setelah Al-Fatihah dibaca surat seperti Al-Baqarah dalam panjangnya. Sedangkan berdiri yang kedua masih pada rakaat pertama dibaca surat dengan
kadar sekitar 200-an ayat, seperti Ali Imran. Pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama dibaca
surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada berdiri
yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat seperti
Al-Maidah.
Habib
Mundzir bin Fuad Al Musawwa, memberikan saran dengan membaca surat yang mudah dihafal, misalnya
rakaat pertama membaca surat Yasin (surat ke 36)
dan ar-Rahman (surat ke 55), lalu raka’at kedua membaca
al-Waqiah (surat ke 56) dan al-Mulk (surat ke 78).
6. Kemudian ruku’ dan memanjangkan ruku’nya.
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku' dan sujud dengan
bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala, baik pada 2 ruku' dan sujud
rakaat pertama maupun pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat kedua. Yang dimaksud
dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab bila dikadarkan dengan
ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan
50 ayat surat Al-Baqarah.
Panjang ruku' dan sujud pertama pada rakaat pertama
seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' dan sujud kedua dari rakaat
pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar 70 ayat untuk rukuk dan
sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk terakhir sekadar 50 ayat.
Dalilnya adalah hadits shahih yang keshahihannya telah
disepakati oleh para ulama hadits.
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,"Terjadi
gerhana matahari dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat
gerhana. Beliau berdiri sangat panjang sekira membaca surat Al-Baqarah.
Kemudian beliau ruku' sangat panjang lalu berdiri lagi dengan sangat panjang
namun sedikit lebih pendek dari yang pertama. Lalu ruku' lagi tapi sedikit
lebih pendek dari ruku' yang pertama. Kemudian beliau sujud. Lalu beliau
berdiri lagi dengan sangat panjang namun sidikit lebih pendek dari yang
pertama, kemudian ruku' panjang namun sedikit lebih pendek dari sebelumnya." (HR. Bukhari
dan Muslim).
7. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU
LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’
8. Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca
surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat
dari yang pertama.
9. Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari
ruku’ sebelumnya.
10. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).
11. Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua
sujud kemudian sujud kembali.
12. Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan
raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan
gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
j. Tasyahud akhir.
k. Salam.
c. Sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam Setelah Selesai Shalat Gerhana Matahari atau Bulan.
l. Setelah selesai melaksanakan shalat
gerhana, maka imam menyampaikan dua khutbah kepada para jama’ah. Menurut
pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan
khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul
Adha dan juga khutbah Jumat.
Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha berikut ini :
أَنَّ النَّبِيَّ لَمَّافَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَاللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَآيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ لاَيُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍوَلاَلِحَيَاتِهِ فَإِذَارَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوااللَّهَ وَكَبِّرُوْا وَصَلُّوْا وَتَصَدَّقُوْا
"Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai
dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia
dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan
adalah sebuah tanda dari tanda-tanda kekuasan Allah subhanahu wa ta’ala.
Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya.
Bila kalian mendapati gerhana, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat
dan bersedekah." (HR. Bukhari
Muslim)
عَنْ عَائِشةَ رَضي الله عَنْهَا
قَالَتْ: خَسَفَتِ الشمسُ عَلَى عَهدِ رَسُول
الله صلى الله عليه وسلم. فَقَامَ فَصَلَّى رَسُولُ الله صلى
الله عليه وسلم بالنَّاس فَأطَالَ القِيَام، ثُمَّ رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكُوعَ،
ثُمَّ قَامَ فَأطَالَ القيَامَ وَهو دُونَ القِيَام الأوَّلِ، ثم رَكَعَ فَأطَالَ
الرُّكوعَ وهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُم سَجَدَ فَأطَالَ السُّجُودَ، ثم
فَعَلَ في الركعَةِ الأخْرَى مِثْل مَا فَعَل في الركْعَةِ الأولى، ثُمَّ انصرَفَ
وَقَدْ انجَلتِ الشَّمْسُ، فَخَطبَ الناسَ فَحَمِدَ الله وأثنَى عَليهِ ثم قالَ:
” إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ
آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله
وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”. ثم قال: ” يَا أمةَ مُحمَّد ” : والله مَا مِنْ أحَد أغَْيَرُ مِنَ
الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أُمَّةَ مُحَمَّد، وَالله لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً
وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْراً “.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau
menuturkan bahwa : “Gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau
ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan
memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang
sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut
namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan
memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya
seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi),
sedangkan matahari telah nampak.
Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda,
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” Nabi selanjutnya bersabda,
”Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”(HR. Bukhari, no. 1044)
Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda,
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” Nabi selanjutnya bersabda,
”Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”(HR. Bukhari, no. 1044)
Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya mengatakan bahwa
khutbah pada shalat gerhana itu disyariatkan. Dilakukan setelah shalat dengan
dua kali khutbah, diqiyaskan dengan shalat Id. (Al Majmu’ Syarh Al
Muhadzdzab, 5/52, Asnal Mathalib, 1/286)
Dalam materi khutbah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahu bahwa :
·
Sesungguhya matahari dan bulan adalah dua ayat dari ayat-ayat Allah, yang
dengan keduanya Allah hendak menakut-nakuti hamba-Nya.
·
Dan tidaklah terjadi gerhana pada keduanya karena kematian seseorang atau
pun kelahirannya.
·
Jika kalian melihat gerhana, maka bersegera melaksanakan shalat dan
berdo'alah kepada Allah, bertakbir dan bersedekah sampai matahari kembali normal.
وَحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى
أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ إِسْمَعِيلَ عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي
مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُخَوِّفُ
اللَّهُ بِهِمَا عِبَادَهُ وَإِنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنْ
النَّاسِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ حَتَّى
يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] telah
mengabarkan kepada kami [Husyaim] dari [Isma'il] dari [Qais bin Abu Hazim] dari
[Abu Mas'ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu] ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhya matahari dan bulan adalah
dua ayat dari ayat-ayat Allah, yang dengan keduanya Allah hendak menakut-nakuti
hamba-Nya. Dan tidaklah terjadi gerhana pada keduanya karena kematian seseorang
atau pun kelahirannya. Jika kalian melihat gerhana, maka shalat dan berdo'alah kepada
Allah sampai matahari kembali normal (seperti sedia kala)." (Hadits
Imam Muslim No. 1516)
·
Pentingnya ketika terjadi gerhana matahari atau bulan agar segera masuk ke
masjid, timbulkan perasaan takut kepada Allah jika terjadi hari kiamat dan
segera melaksanakan shalat.
·
Bertaubat dari dosa dan kesalahan dan memperbanyak istighfar (memohon ampun kepada Allah) serta niat memperbaiki diri untuk banyak berbuat kebajikan.
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ
الْأَشْعَرِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَرَّادٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَا
حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى
قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى
الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّي بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا
رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِي صَلَاةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ
الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ
وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ
مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ وَفِي
رِوَايَةِ ابْنِ الْعَلَاءِ كَسَفَتْ الشَّمْسُ وَقَالَ يُخَوِّفُ عِبَادَهُ
Telah menceritakan kepada kami [Abu Amir Al Asy'ari
Abdullah bin Barrad] dan [Muhammad bin Al Ala`] keduanya berkata, telah
menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Buraid] dari [Abu Burdah] dari [Abu
Musa radhiyallahu ‘anhu] ia berkata; “Pada zaman Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pernah terjadi gerhana matahari, beliau terkejut dan bergegas
berdiri karena takut kalau-kalau akan terjadi kiamat. Sampai beliau masuk ke
masjid dan melaksanakan shalat dengan
berdiri, ruku dan sujud yang panjang sekali, aku belum pernah melihat beliau
memanjangkan bacaan sedemikian lama sebelumnya, kemudian beliau bersabda:
"Sesungguhnya semua tanda-tanda yang dikirimkan Allah ini bukanlah
disebabkan oleh meninggalnya atau lahirnya seseorang, akan tetapi Allah
mengirimnya untuk menakut-nakuti para hamba-Nya. Oleh sebab itu jika kalian
melihatnya maka bersegeralah berdzikir mengingat Allah, memanjatkan do'a
padaNya, serta memohon ampunan-Nya." Dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Al 'Alaa' disebutkan: "Terjadi gerhana matahari…" dan dia
berkata; "Untuk menakut-nakuti hambaNya". (Hadits Imam Muslim No.
1518)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuka
khutbah dengan bacaan berikut:
أَنَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ
نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ
يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا .
(Bacaan pembuka khutbah ini, diriwayatkan oleh Imam At
Tirmidzi No. 1105, Imam Abu Daud No. 2118, Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al
Kubra No. 1360, Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 5528,
Imam Ath Thabarani Al Mu’jam Al Kabir No. 10079, Ahmad No. 4115)
Hadits ini dikatakan hasan oleh Imam At
Tirmidzi. (Sunan At Tirmidzi No. 1105), dishahihkan oleh syeikh Syu’aib
Al Arnauth. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 4115), syeikh Al Albani juga
menshahihkan hadits ini. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 2118)
Kalimat pembuka ini dipakai ketika Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam khutbah haji wada’, oleh karenanya dikenal dengan Khutbatul
Hajjah. Tetapi, pembukaan seperti ini juga dianjurkan pada khutbah-khutbah
lainnya, termasuk khutbah gerhana.
Imam Al Baihaqi menceritakan sebagai berikut:
قال شعبة قلت لأبي إسحاق هذه في خطبة
النكاح أو في غيرها قال في كل حاجة
Berkata Syu’bah: Aku bertanya kepada Abu Ishaq, apakah
bacaan ini pada khutbah nikah atau selainnya? Beliau menjawab: “Pada setiap
hajat (kebutuhan).” (Lihat As Sunan Al Kubra No. 13604)
Ada pun tentang penutup khutbah, di dalam sunnah pun ada
petunjuknya, yaitu sebuah doa ampunan yang singkat untuk khathib dan
pendengarnya.
عن ابن عمر ، رضي الله عنهما قال : إن النبي صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة قام على رجليه قائما ، وخطب فحمد
الله تعالى وأثنى عليه وخطب خطبة ، ذكرها ثم قال : أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia
berkata: sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari Fathul
Makkah berdiri di atas kedua kakinya, dan dia berkhutbah, lalu memuji Allah
Ta’ala, dan menyampaikan khutbahnya, kemudian berkata: Aquulu qauliy hadza
wa astaghfirullahu liy wa lakum – aku ucapkan perkataanku ini dan aku
memohonkan ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian. (HR. Al Fakihani dalam Al
Akhbar Al Makkah No. 1731)
Ucapan ini juga diriwayatkan banyak imam dengan kisah
yang berbeda-beda, seperti oleh Imam Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush Shahabah,
Imam Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, Imam Ad-Darimi dalam Sunannya,
Imam Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, dan lainnya.
2. Jika khutbah sudah selesai, tetapi gerhana belum
selesai, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan agar
tetap di dalam masjid dengan memperbanyak dzikir, do’a, istighfar dan sedekah,
sehingga gerhana menjadi normal kembali.
…حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
“…..sehingga matahari
kembali normal (seperti sedia kala)." (Hadits Imam Muslim No. 1516)
….فَإِذَارَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوااللَّهَ وَكَبِّرُوْا وَصَلُّوْا وَتَصَدَّقُوْا
"….Apabila kamu menyaksikan gerhana, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah." (HR. Bukhari dan Muslim)
.….فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا
فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ ……
“….Oleh sebab itu jika kalian melihat gerhana, maka bersegeralah berdzikir mengingat Allah, memanjatkan do'a padaNya,
serta memohon ampunan-Nya..." (Hadits Imam
Muslim No. 1518)
m. Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan
bentuk ketaatan lainnya.Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ
مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ،
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا
وَتَصَدَّقُوا
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda
di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena
kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka
berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”
(HR. Bukhari no. 1044)
Wallahu a'lam bishshawab,
Catatan 8 Kali Gerhana di Masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Salah satu tokoh ahli falak di Indonesia, Ahmad
Izzuddin, Ketua Asosiasi Dosen Falak Indonesia, dalam catatan beliau, selama
masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setidaknya terjadi 8 kali gerhana
dengan beragama jenisnya. Rinciannya adalah tiga kali gerhana matahari dan lima
kali gerhana bulan, sehingga total ada 8 kejadian gerhana.
Tetapi kalau kita merujuk pada riwayat-rowayat
yang sampai kepada kita, kita hanya menemukan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam sekali melakukan shalat gerhana matahari dan sekali shalat gerhana
bulan.
Rincian catatan beliau itu adalah sebagai
berikut :
1. Gerhana Bulan 20 November 625
Inilah awal mula shalat gerhana di masa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tanggal itu bertepatan dengan 10
atau 11 Jumadal Akhirah tahun ke-4 Hijriyah.
عن عائشة - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا - قالت: جهر النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - في صلاة
الخسوف بقراءته
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu
bekata,"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjaharkan suaranya dalam
shalat khusuf.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Gerhana Bulan 17 Mei 626
Gerhana bulan terjadi di waktu subuh yang
terjadi pada 17 Mei 626. Kalau kita konversikan pakai komputer tanggal tersebut
jatuh pada hari Sabtu 22 Dzul-Hijjah tahun ke-4 Hijriyah.
Menurut Ahmad Izzudin, gerhana bulan itu
terjadi hanya parsial (sebagian) menjelang waktu subuh hingga subuh berakhir.
Bahkan ketika bulan tenggelam masih dalam keadaan gerhana. Belum lagi, waktu
gerhana ini sangat luas dengan waktu tenggelamnya sekitar 2 jam.
“Waktu tersebut merupakan waktu di mana
kaum muslimin lebih banyak di rumah atau masjid untuk melakukan qiyamul lail.
Bahkan umat biasanya masih melakukan zikir setelah subuh. Sehingga fenomena ini
terabaikan,” kata Izzuddin.
3. Gerhana Matahari Mini 21 April 627
Gerhana yang kedua adalah gerhana matahari
mini yang jatuh bertepatan dengan 26 Dzul-Qa'idah tahun ke-5 Hijriyah.
Namun sangat kecil dan jelas tidak mungkin terasa, karena persentase
piringan matahari yang tertutup bulan hanya 2 persen saja.Meski gerhana
ini berdurasi 32 menit 4 detik, namun nyaris tidak akan terasa.
Menurut Ahmad Izzudin kita tidak
mendapatkan riwayat bahwa di tahun itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
melaksanakan shalat gerhana. Boleh jadi kita tidak mendapatkan riwayat bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat gerhana saat fenomena
ini karena terlalu parsial hanya 2% saja.
4. Gerhana Bulan 25 Maret 628
Gerhana bulan sebagian ini terjadi dalam
durasi 2 jam 7 menit 1 detik. Meski besar gerhana saat itu sudah 31 persen,
namun waktunya terjadi saat maghrib tiba, di mana umat muslim tengah
menjalankan Shalat Maghrib di masjid.
Kalau kita konversikan diperkirakaan jatuh
pada hari Selasa, 10 Dzul Qa'idah tahun ke-6 Hijriyah
5. Gerhana Matahari Mini 3 Oktober 628
Kalau kita konversikan gerhana ini terjadi
pada hari Jumat 26 Jumadal Awwal tahun ke7 Hijriyah dengan
durasi gerhana 59 menit 46 detik. Nampaknya kita pun juga tidak mendapat
riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjalankan shalat
gerhana pada saat itu. Alasannya barangkali karena gerhana ini tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang sebab piringan matahari yang tertutup hanya 12
persen.
“Awal gerhana saat itu terjadi sebelum
matahari terbit dilihat dari Madinah. Sehingga saat terbit, matahari sudah
dalam keadaan gerhana. Lalu beberapa saat gerhana sudah berakhir. Jadi mustahil
dapat disadari,” kata dosen UIN Walisongo Semarang itu.
6. Gerhana Bulan 15 Maret 629
Gerhana itu merupakan gerhana bulan total
yang terjadi selama 1 jam 40 menit 31 detik. Kalau kita konversikan tanggal itu
jatuh pada tanggal 10 atau 11 Dzul Qa'idah tahun ke-7 Hijriyah.
Namun karena terjadi pada Maret di mana
menjadi waktu mulai berakhirnya musim dingin, aktivitas masyarakat Arab kala
itu masih rendah.
“Di samping itu sisa-sisa mendung
kemungkinan masih banyak, sehingga bulan yang
sedang gerhana luput dari perhatian masyarakat Madinah,” katanya.
7. Gerhana Bulan Sebagian 4 Maret 630
Gerhana ini bertepatan dengan 10 atau 11
Dzul Qa'idah tahun ke-8 Hijriyah.
Durasi gerhana ini mencapai 2 jam 42 menit
47 detik dengan besar gerhana 68 persen saat waktu Maghrib. Tapi, Nabi tidak
menjalankan salat gerhana karena kemungkinan awal gerhana terjadi sebelum bulan
terbit. Sehingga saat terbit bulan sudah dalam keadaan gerhana. Lalu 23 menit
setelah matahari terbenam (waktu Maghrib) gerhana sudah berakhir. Gerhana ini
mungkin juga tidak tersadari oleh masyarakat Madinah saat itu.
8. Gerhana Matahari 27 Januari 632
Inilah gerhana dimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam diriwayatkan telah melakukan shalat berjamaah. Tanggal 27
Januari 632 bertepatan dengan 25 atau 26 Syawwal tahun ke-10 Hijriyah.
Saat itu jalur gerhana melewati sejumlah negara di antaranya, Afrika, Arab
Selatan, India, dan Asia Tengah. Sumber : http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1360336252&=catatan-8-kali-gerhana-di-masa-nabi-saw.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar