Pages

Minggu, 09 Desember 2012

94. PENYEBAB KEMUNDURAN (AGAMA) ISLAM

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBvZSZ4lYf_9HBrbd0_SEopMa_zv2VsA0aTHxQeRA0Msy5_LPW4Z0hxnatetwxH3GUhj_Fnnn-vAGd_X_5yZRj4H9evFqtqw23vyJsmeP2wq7ZnqNMMr4Gs0zAPCrSlccKNotlTESDJG8/s1600/tree.jpghttp://dapoersem.com/images/Pohon%20Kering.jpeghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzQjTzyEyVEp1BxulffE04MDFXI-dTXZU1K6LHFiHz6Qz8txISYJA334v9JV-3WBxLXaCNciy4kPuzwR6nQ9_18JABsk99hyphenhypheneZPCezAvzkP3UNwxp_nII5KiRBcoN5rHYpQ-66mmRPOP8/s320/pohon+kering.jpeg
Maulana Zakariyya rahmatullah ‘alaih menyampaikan suatu ulasan yang cukup gamblang tentang ayat-ayat dan hadits mengenai bencana-bencana dan penderitaan-penderitaan yang dialami ummat Islam yang diakibatkan oleh ketidaktaatan kepada Allah. Penyebab ini memiliki pengaruh yang sangat kuat, sehingga mereka yang tidak berdosa pun, tidak akan terlepas dari akibatnya.
Sebuah hadits menyatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Pada akhir umur ummat ini, akan terdapat Khusuf (nyawa manusia dan rumah-rumah mereka terkubur ke dalam bumi), akan terdapat Maskh (perubahan rupa/wajah dari manusia menjadi anjing dan kera) dan akan terdapat Qadhf (hujan batu dari langit)." Seseorang bertanya, "Ya Rasulullah! Akankah kami dibinasakan, sedangkan masih ada orang-orang shaleh di tengah-tengah kami?" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Ya, apabila maksiat telah mengalahkan kebaikan." (Hadits Riwayat Tirmidzi – Kitab Ishabah).
Ternyata bencana akan turun walaupun ada orang-orang shaleh, sedangkan maksiat di sekitarnya merajalela. Juga telah ditegaskan di dalam banyak hadits dengan berbagai cara, agar setiap individu muslim menyuruh dan mengajak setiap orang untuk beramal baik dan mencegah dari perbuatan mungkar. Jika tidak, Allah yang Maha Perkasa akan menurunkan berbagai bencana ke atas ummat Islam secara menyeluruh.
Di dalam beberapa hadits juga dinyatakan bahwa doa-doa dan permintaan-permintaan kita pada masa itu tidak akan dipedulikan oleh Allah. Hadits lain menyebutkan, "Apabila perbuatan haram merajalela di dalam masyarakat, padahal masyarakat mampu mencegahnya, tetapi mereka tidak melakukannya, maka Allah akan menurunkan bala bencana ke atas mereka sebelum mereka dilenyapkan (dari muka dunia ini)."
Menyimak sebuah hadits lagi, bahwa Allah telah memerintahkan Jibril ‘alaihis salam menghancurkan suatu kawasan. Malaikat itu berdoa seraya mengatakan, bahwa di tempat itu terdapat seorang shaleh yang mentaati-Nya. Allah menjawab, "Benar, tetapi ia tidak memperlihatkan kerutan di dahinya demi-Ku (yaitu ia tidak sedikit pun bersedih atau marah atas ketidaktaatan manusia kepada Allah). Inilah sekurang-kurangnya yang diharapkan ada pada seseorang terhadap kemaksiatan." (Sumber: Kitab Misykat).
Terdapat berbagai hadits yang menegaskan hal ini, namun sulit mengemukakan semuanya di sini. Hadits-hadits tersebut menyatakan bahwa, apabila tidak mampu mencegah suatu kemungkaran, maka sekurang-kurangnya yang patut ada pada diri seseorang muslim adalah merasa sedih ketika melihat kemungkaran itu. Jika ia tidak memilikinya, maka adzab Allah akan menimpanya.
Sekarang, marilah kita menilai keadaan kita dengan garis-garis peringatan yang telah tertera di atas. Kita melakukan dosa setiap saat. Sedangkan menurut ayat-ayat dan hadits yang diterangkan di atas, kita patut mendapat adzab yang lebih besar. Kita sepatutriya disiksa dengan penderitaan dan kesusahan yang lebih besar lagi karena kesalahan-kesalahan kita tersebut. Kita telah banyak berbuat dosa dan kita tidak bersedih atau khawatir atas sikap bebas manusia untuk tidak mentaati Allah. Dosa-dosa itu dilakukan terus-menerus di hadapan mata kita dan kita tidak bersedih atas wabah ini.
Dalam suasana demikian, harapan bagaimanakah yang ada dalam diri kita? Bagaimana doa-doa kita dan permohonan kita akan dikabulkan? Dan bagaimana caranya agar kesusahan dan penderitaan-penderitaan kita dapat berakhir? Jika bukan karena rahmat Allah dan doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta kita bernasib baik menjadi umatnya, tentu kita semua sudah dibinasakan. Walaupun hubungan kita dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat lemah, hal itu dapat menyelamatkan kita dari kehancuran ini. Hari ini kita malah berbangga dengan perbuatan maksiat yang merajalela, bahkan menganggap bentuk-bentuk kemaksiatan itu sebagai jalan yang benar menuju kesuksesan. (Astaghfirullah!).
Hari ini, hampir setiap orang bebas berbicara tentang masalah agama, sedangkan ia sama sekali tidak memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai. Bahkan seandainya perkataannya itu menghujat aturan-aturan dalam agama, mengacaukan pemahaman agama, mencela ulama-ulama, maka dia akan disanjung-sanjung, dianggap intelek, inovatif, kreatif, berwawasan luas, penyambung lidah Islam dan Barat dan sebagainya. Siapa yang berbicara dengan nara sumber yang membawa ke arah kemurtadan dianggap maju, ilmiah dan modern. Jika ada orang yang berani mengingatkan, menasehatinya, maka ia akan dianggap orang yang layak disudutkan/ dijatuhkan. Dia akan dicap sebagai orang yang tidak mengetahui kemajuan dunia, tidak memahami trend modern, musuh kemajuan, penghalang pembangunan dan sebagainya.
Uraian di atas adalah pandangan umum yang berlaku, yang seharusnya perintah-perintah Allah-lah yang menjadi pegangan kita. Untuk lebih memperjelas, rnari kita perhatikan beberapa contoh; Perintah yang paling utama dalam Islam setelah iman adalah shalat lima kali sehari. Berbagai hadits menyatakan bahwa meninggalkan shalat menyebabkan iman tertolak. Pembeda antara Islam dengan kafir adalah shalat. Betapa rugi seseorang di akherat dan di dunia ini, karena meninggalkan shalat.
Maulana Zakariyya rahmatullah ‘alaih telah menerangkan secara ringkas mengenai hal ini dalam kitab 'Fadhilah Sholat'. Namun, berapa banyakkah kaum muslimin yang benar-benar mengutamakan tugas penting ini? Yang lebih menyedihkan lagi, ternyata sangat sedikit orang yang menyampaikan kepentingan shalat ini kepada mereka yang belum shalat. Jika orang miskin yang melalaikan shalat, kita berani memperingatkannya, tetapi tiada seorang pun yang berani mengingatkan orang kaya. Orang kaya atau penguasa atau selebritis, atau siapa saja yang berkedudukan, tidak akan dicela jika meninggalkan shalat. Tiada seorang pun yang berani menemui orang yang berpengaruh untuk mengingatkan kewajiban ini.
Keadaan seperti ini sangatlah parah. Penyakit ini telah menjalar ke akar-akarnya dan jika ada orang yang mengumumkan secara terbuka bahwa shalat bukanlah suatu penyembahan kepada Allah, maka orang seperti itu tidak dicela, tetapi dipuji dan digelari sebagai ulama yang bijak. Dia akan dimuliakan karena kata-katanya dianggap memahami kehendak zaman. Dia akan dipromosikan sebagai pembawa harapan baik bagi kaum muslimin dan dianggap orang yang berkapasitas memberikan solusi atas permasalahan yang ada. Dan siapa yang menentangnya akan dianggap bodoh dan tidak memahami kemajuan zaman serta keperluan kaum muslimin.
Mereka lupa, bahwa shalat adalah penyejuk mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam! Alangkah tragisnya, seseorang yang menyatakan dirinya sebagai pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi ia mampu berkata bahwa shalat adalah perbuatan yang tidak berfaedah. Orang seperti itu bahkan diberi gelar sebagai orang yang berwawasan maju dan memiliki pemahaman yang dalam?! Dalam keadaan yang sangat menyedihkan ini, mengapa kaum muslimin masih mengeluhkan penderitaan yang menimpanya?

Sebenarnya, dalam keadaan yang sudah parah seperti ini, ketika demikian banyak kemungkaran dilakukan oleh kita, sudah sepatutnya kita menerima adzab yang lebih hebat daripada apa yang kita terima sekarang ini. Namun demikianlah belas kasih Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga dengan rahmat-Nya kita masih ada di dunia ini.
Dan apa yang disampaikan sebelumnya, baru salah satu rukun Islam yang biasa kita sepelekan. Belum lagi jika kita melihat bagaimana penunaian rukun Islam secara menyeluruh, seperti puasa Ramadhan, zakat dan haji. Tentu akan lebih nyata lagi sikap kita terhadap rukun-rukun tersebut. Berapa banyakkah di antara kita yang menunaikannya dengan tertib dan gairah yang tinggi? Sebaliknya, kita malah berkiprah tanpa malu dalam kemaksiatan terhadap-Nya! Seperti minuman keras dan berjudi yang sudah menjadi kebiasaan sebagian kaum muslimin.
Dapat kita saksikan, orang-orang mengaku dirinya sebagai muslim, bahkan berujar ia siap mati kapanpun demi Islam, justru ia melindungi peredaran minuman keras hanya karena kepentingan dunia yang sedikit ini, bahkan mereka pun ikut meminumnya secara terbuka dan tanpa malu. Padahal Al Qur’an telah berkali-kali memperingatkan tentang arak beserta seluruh urusan yang berhubungan dengannya, dan mengharamkannya dengan kalimat-kalimat yang jelas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutuk mereka yang meminumnya, yang membuatnya, yang menyajikannya, yang membeli, yang menjualnya, yang mengangkutnya, yang menerima upah dari pengangkutannya, dan semua jenis penghasilan yang berhubungan dengan arak. Sebuah hadits lain menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Jibril datang kepadaku dan berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mengutuk arak. Dia telah mengutuk orang yang menyediakannya, menguruskan penyediaannya, yang meminumnya, yang membawanya, yang menerima upah dari pembawanya, penjual, penghidang dan yang menyuguhkannya." Hakim rahamtullah ‘alaih telah membuktikan bahwa kedua hadits itu shahih.
Sekaranglah saatnya berpikir bahwa hanya dengan satu perbuatan, yaitu minuman keras, berapa banyak orang yang terkena siksa dan kutukan Allah dan Rasul-Nya? (semoga Allah menyalamatkan kita semua). Apa yang akan terjadi ke atas mereka yang dikutuk oleh Allah dan Rasul-Nya? Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mencintai ummatnya dan selalu memikirkan kebaikan dan kesuksesan ummatnya. Dan bagaimanakah nasib mereka yang tidak mencela dan mencegah peminum khamr, padahal mereka sanggup mencegahnya?
Inilah yang hendaknya kita pikirkan. Sayangnya, jika ada orang yang berani mencela atau mencegah kemungkaran ini, maka ia akan dianggap berpikiran sempit atau disebut ulama kemarin sore. Padahal jelas-jelas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Jauhilah khamr karena ia adalah puncak segala dosa."
Lalu, jika kita sendiri yang membuka pintu penderitaan dan bencana itu, mengapa kita mengeluh ketika bencana-bencana ini melanda kita? Dimanakah akal sehat kita? Bukankah telah diperingatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, -bahwa kesusahan dan bencana adalah hasil perbuatan maksiat kita-, namun mengapa kita masih terus melakukannya?
Demikian pula yang terjadi dengan riba, Pertama, renungkanlah perintah-perintah Allah dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan pikirkanlah bagaimana ketegasan Allah dalam mengharamkan riba di dalam kitab suci-Nya, dan bagaimana Rasul-Nya telah mengumumkan perang ke atas orang yang tidak berhenti dari riba. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ  فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu..." (QS. Al-Baqarah : 278-279).
Pada masa jahiliyah dan kegelapan, perniagaan dengan sistem riba begitu meluas. Ketika ayat di atas diwahyukan, pemberi pinjaman haram menerima uang bunga, sehingga semua bentuk perniagaan pada masa itu sudah tidak menggunakan sistem riba.
Terdapat berbagai peringatan hadits yang melarang segala bentuk perniagaan yang mengandung riba. Beberapa hadits merumuskan bahwa kehebatan dosa akibat riba dibagi menjadi 73 tingkatan dan tingkatan yang terendah adalah sama dengan dosa menzinahi ibunya sendiri dan yang terburuk adalah seperti dosa merendahkan seorang muslim. Sebuah hadits menyatakan, "Selamatkanlah dirimu dari dosa-dosa yang tidak diampuni dan (mengambil) riba adalah salah satu darinya. Barangsiapa berbuat riba, niscaya akan dibangkitkan sebagai orang gila pada hari Kiamat."
Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Orang yang hidup dengan pendapatan dari riba tidak akan dapat masuk surga." (Misykat).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutuk dalam banyak hadits atas orang yang memberi bunga, yang membayar riba, yang menjadi saksi terhadap barang yang menggunakan riba, dan orang yang menulis perjanjian yang berhubungan dengan riba. Betapa malang nasib yang akan dihadapi oleh orang yang dikutuk oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebuah hadits juga menyatakan, "Negeri yang terdapat di dalamnya perzinahan dianggap sebagai perbuatan biasa, maka negeri itu telah menyediakan diri bagi adzab Allah."
Demikianlah, dengan memperhatikan larangan-larangan di atas, mari kita memperhatikan kembali keadaan perekonomian kita, tidak terkira berapa banyak sistem ekonomi yang terlibat riba secara terang-terangan. Lebih parah lagi, sistem ekonomi demikian dianggap halal dan tidak terhitung buku-buku/artikel-artikel ditulis untuk menghalalkannya. Jika ada orang/pihak yang berani membicarakan hukum keharaman riba, maka ia/mereka akan ditentang habis-habisan dan dicela dengan berbagai alasan yang naif. Dan para musuh Allah itu, para pelaku riba itu, akan melancarkan berbagai macam cara, usaha serta kasak-kusuk tiada henti untuk membuat propaganda agar tiada seorang pun yang mendengarkan ketentuan Allah ini.
Bukan hanya dalam aspek ekonomi, ketidaktaatan kepada hukum Allah terjadi, namun hampir terjadi di setiap aspek kehidupan. Anda dapat melihat dan memikirkannya, begitu banyak sikap ketidaktaatan dan pengabaian perintah-perintah Allah ini, bahkan sudah muncul pula gerakan penolakan terhadap semua perintah agama. Hal-hal yang diharamkan ditentang dan dikatakan bukan dari Allah, sedangkan perbuatan dosa dilakukan dengan terbuka dan tanpa rasa malu. Tiada seorang pun yang berani menentang atau melarang pelakunya. Jika ada yang melarangnya, maka orang itu akan dikatakan sebagai orang yang berpikir konservatif.
Maulana Zakariyya rahmatullah ‘alaih telah mengemukakan beberapa hadits untuk menerangkan, bahwa penderitaan ummat Islam dan kesusahan kita adalah disebabkan perbuatan kita, tanpa harus menyalahkan pihak manapun. Jika kaum muslimin percaya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah lurus dan benar, mereka seharusnya mempercayai bahwa segala kesulitan dan penderitaan yang telah beliau nyatakan, adalah akibat dari tindakan-tindakan dan dosa-dosa tertentu. Dan jika kita ingin selamat dari kesusahan-kesusahan itu, seharusnya kita meninggalkan semua bentuk perbuatan yang melanggar tersebut. Seolah-olah kita sekarang ini terjun ke dalam api lalu menjerit dan mengatakan kita terbakar. Hal itu adalah omong kosong. Dalam suatu penjelasan hadits, berkali-kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan. "Ummatku akan tercampak ke dalam kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan apabila ummatku melakukan tiga belas ( 13 ) perbuatan dosa/ maksiat berikut ini:
1.    Harta rampasan dijadikan milik pribadi.
2.    Harta amanah digunakan sebagai harta rampasan.
3.    Zakat dianggap pajak (diberikan dengan berat hati).
4.    Merebak perilaku mentaati istri dan mendurhakai ibu.
5. Berperilaku baik terhadap kawan dan berlaku kasar terhadap ayah.
6.    Terjadi kegaduhan dan hura-hura di dalam masjid.
7.  Orang zhalim yang rendah, hina, dan lemah (lemah iman, akal, akhlaq) menjadi pemimpin masyarakat.
8. Seseorang dihormati karena kejahatannya (karena ia akan mendatangkan kesusahan bila tidak dihormati).
9.    Merebak minum-minuman keras.
10.      Kaum laki-laki memakai pakaian sutera.
11.      Bermunculan penyanyi-penyanyi wanita (Diva, trio, Idol, dll).
12.      Meluas/ merebak/ merrajalelanya penggunaan alat-alat musik.
13.    Orang-orang masa kini menghina orang-orang pada zaman awal ummat (para sahabat, tabi'in dan mujahidin yang mu'tabar).
Apabila sudah sampai pada kondisi demikan, maka tunggulah akibatnya (atas malapetaka) seperti angin taufan, tanah longsor, gempa bumi dan penjelmaan (perubahan rupa) dan hujan batu dari langit."
Hadits yang lain menyatakan, "Apabila Baitul Mal (Perbendaharaan umum/ Kas Negara) dijadikan sebagai harta pribadi (uang negara dicuri/ dipakai secara diam-diam dan tidak bertanggung jawab untuk kepentingan partai demi memenangkan Pilpres atau Pemilu, dll), dan uang amanah dianggap sebagai harta rampasan, zakat dianggap sebagai pajak, dan belajar agama bukan dengan tujuan meninggikan agama (Motivasinya adalah untuk keduniaan, kekayaan dan kehormatan, biar jadi ustadz ngetop, dll), dan laki-laki tunduk kepada istrinya, dan merebak sikap tidak mentaati ibu, sikap akrab kepada kawan dan memutuskan hubungan dengan ayahnya sendiri menjadi masalah biasa, terjadi kegaduhan dan keramaian di dalam masjid-masjid (masjid untuk kampanye, peragaan busana, arisan kampung, dll), dan orang-orang pendosa menjadi pemimpin, orang-orang lemah memegang kekuasaan, seseorang dihormati karena ditakuti kejahatannya, penyanyi-penyanyi wanita dan alat-alat musik merebak dimana-mana, mimunam keras banyak diminum, dan orang-orang pada awal zaman ummat ini direndahkan (ummat sekarang mencela para shahabat, tabi’in. Contohnya kata-kata jorok berikut yang lazim diungkapkan,” Ah itu kan jaman dulu, jaman unta !”), maka tunggulah kedatangan angin taufan, gempa bumi, tanah longsor dan perubahan bentuk serta hujan batu dari lagit."
Hadits ini hampir sama dengan dua hadits di atas, hadits ketiga disertai tambahan 'anak-anak muda (yang masih mentah) berkhutbah di atas mimbar'.
Adakah salah satu dari masalah-masalah yang telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini, yang belum terjadi pada masa ini? Perhatikan satu persatu dosa-dosa tersebut, jika melihat keadaan dunia sekarang ini, Anda dapat pastikan bahwa seluruh penjuru dunia sedang sibuk terlibat di dalamnya.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, "Sebuah masyarakat yang di dalamnya ketidakjujuran merata, Allah yang Maha Perkasa akan memasukkan rasa takut (tunduk) terhadap musuh, ke dalam hati ahli masyarakat (ulama, umara, pejabat pemerintahan) tersebut. Dan masyarakat/ negeri yang mana perzinahan telah berlaku umum di tengah mereka, maka akan terjadi kematian yang berlebihan dalam masyarakat tersebut. Jika pengurangan timbangan (kecurangan dalam berdagang/ berbisnis) telah umum di suatu masyarakat, maka rezeki akan dikurangkan. Masyarakat manapun yang menyimpang dari keadilan (memutuskan sesuatu bertentangan dengan kebenaran) akan terjadi bala pembunuhan dan pemusnahan nyawa. Dan orang-orang yang gemar memungkiri/ ingkar janji, akan Allah datangkan kepada mereka beberapa musuh yang akan menguasai/ menaklukkan mereka." (Sumber: Kitab Misykat).
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara khusus menekankan sabdanya, "Wahai, kaum Muhajirin, empat ( 4 ) masalah yang jika kalian terlibat di dalamnya, maka bala bencana akan menimpamu; 1); Masyarakat yang di dalamnya merata perzinahan, akan terjangkit wabah jenis penyakit-penyakit baru yang belum pernah terdengar sebelumnya (AIDS, Raja Singa, dll). 2); Masyarakat yang di dalamnya merebak perbuatan curang dalam timbangan dan ukuran, akan menderita kekurangan makanan, kesusahan-kesusahan, dan kezhaliman dari penguasa. 3); Masyarakat yang tidak membayar zakat, maka tidak akan mendapatkan hujan. Kalaulah bukan karena masih ada hewan-hewan, tentu tidak akan diturunkan hujan (walaupun sedikit) ke atas mereka. 4); Masyarakat yang melanggar perjanjian (perintah) dengan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak akan terjadi keadilan dan akan terjerumus ke dalam peperangan di antara mereka sendiri." (Sumber: Kitab At-Targhib).
Beberapa riwayat lainnya menyebutkan bahwa apabila perzinahan merebak, kemiskinan akan merajalela. Dan beberapa kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Masyarakat yang biasa melanggar perjanjian, akan ditimpa pertumpahan darah dan peperangan antar saudara. Masyarakat yang di dalamnya perzinahan merajalela, maka akan mengalami angka kematian yang tinggi. Masyarakat yang enggan berzakat, maka tidak akan rnendapatkan hujan." Sebuah hadits menyebutkan, bahwa jika suap menyuap sudah menjadi kebiasaan suatu masyarakat, maka hati-hati mereka akan gentar dan takut kepada musuh. Ka'ab radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa kehancuran ummat ini adalah disebabkan melanggar perjanjian (perintah Allah).” (Sumber: Kitab Durrul Mantsur).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Akan terdapat suatu golongan dari ummat ini yang sibuk dengan makan dan hura-hura pada waktu malam (Dugem, dll), dan pada pagi harinya mereka berubah menjadi kera dan babi. Dan di antara mereka ada yang dimurkai Allah dengan ditenggelamkan ke dalam bumi (gempa yang mengakibatkan tanah longsor, runtuhnya bangunan, dll). Orang-orang akan berkata pada keesokan harinya, "Malam tadi beberapa keluarga dan rumah ditelan bumi." Sebagian orang akan dilempari batu dari langit ( Meteorit )seperti umat Nabi Luth ‘alaihis salam dan sebagian yang lain akan disapu bersih oleh badai pasir. Dan semua kecelakaan serta bencana ini diakibatkan oleh mereka yang gemar meminum minuman keras, memakai pakaian sutera (bagi laki-laki), mempertontonkan penari-penari wanita, berbuat riba dan tidak menghiraukan hubungan keluarga," Hakim menerangkan bahwa hadits ini shahih. (Durrul Mantsur).
Sebuah hadits menerangkan bahwa memperhatikan (membantu) keluarga dekat akan mempercepat pahala diberikan pada masa yang akan datang. Walaupun mereka berbuat dosa, mereka akan diberkahi dengan bertambah keturunan serta harta mereka. Hanya disebabkan mereka mempererat hubungan keluarga. Sebaliknya, kezhaliman dan sumpah palsu adalah dosa-dosa yang mempercepat murka Allah datang, bahkan lebih cepat daripada dosa-dosa lainnya. Dan dosa-dosa ini mengakibatkan harta benda musnah, wanita-wanita menjadi mandul, dan mengurangi jumlah penduduk karena angka kematian yang tinggi. (Durrul Mantsur).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Allah menangguhkan balasan atas dosa-dosa seseorang, selama yang Dia suka, kecuali dosa tidak mentaati kedua ibu bapak dan dosa yang menimbulkan murka mereka. Akibat dosa itu akan didatangkan ketika ia ( si anak ) hidup sebelum ia mati." (Durrul Mantsur).
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Sucikanlah dirimu, agar istrimu dalam keadaan suci. Berlaku baiklah kepada ibu bapakmu, sehingga anak-anakmu akan memperlakukanmu demikian." (Durrul Mantsur).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tegas bersabda, "Demi Allah, yang nyawaku dalam genggaman-Nya, suruhlah manusia beramal baik dan melarang amalan buruk. Jika tidak, Allah akan mendatangkan kepadamu bala bencana dan doa-doamu tidak akan dikabulkan." Hadits lain menyatakan, "Teruslah menyuruh manusia berbuat baik dan melarang kemungkaran, sebelum datang suatu masa dimana doa-doamu tidak akan diterima." Dinyatakan dalam sebuah hadits, "Allah tidak akan mendatangkan bencana alam karena perbuatan-perbuatan mungkar dari beberapa orang tertentu, sehingga kemungkaran itu dilakukan di depan orang yang mampu mencegahnya, tetapi ia tidak melakukannya. Jika tiba saat demikian, maka bencana akan ditimpakan kepada semuanya, baik orang biasa ataupun orang mulia." (Durrul Mantsur).
Inilah penyebab terjadinya berbagai bencana baru, seperti gempa bumi, angin ribut, kemarau, kelaparan, kecelakaan kereta api dan sebagainya, yang telah menjadi peristiwa-peristiwa biasa pada hari ini. Juga timbul berbagai penyakit dan kerusakan model baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Semakin hari, penyakit dan kerusakan itu semakin menjadi-jadi. Bagi mereka yang selalu membaca surat kabar, tentu lebih mengetahui masalah-masalah tersebut.
 
Gempa Bumi 
puting beliung 
tornado-missisipi-3.jpg 
Angin Ribut
 Kemarau
 
Kelaparan
 
Kecelakaan Kereta Api
Disebabkan amalan mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran (amar ma'ruf nahi mungkar) hampir punah, maka sangat sulit kita mengharapkan doa-doa kita akan dikabulkan oleh Allah. Di satu sisi, kita berharap dengan berdoa dan memohon setelah shalat, namun di sisi lain kita masih melakukan hal-hal yang menyebabkan doa-doa kita ditolak.
Banyak hadits yang menyebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam benar-benar mengutuk orang yang memberi dan yang menerima suap. Juga mengutuk perantara di antara keduanya (pemberi dan penerima suap). Sekarang lihatlah, betapa banyak orang yang melakukan dosa ini. Jika Allah dan Rasul-Nya yang mulia mengutuk mereka, maka apa yang terjadi atas nasib mereka?
Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Janganlah kamu menjadi seorang pendzalim, karena doa-doamu tidak akan diterima." Dalam hadits yang lain dikatakan, "Allah yang Maha Perkasa melambatkan adzab bagi para pendzalim (diharapkan pendzalim akan meninggalkan kedzalimannya), tetapi jika sekali Dia mengadzab mereka, mereka tidak akan lolos dari-Nya." Allah berfirman,
وَكَذَ‌ٰلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَىٰ وَهِيَ ظَالِمَةٌ ۚ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ
"Dan begitulah adzab Tuhanmu, Apabila Dia mengadzab penduduk-penduduk negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras." (QS Hud: 102).
Sekarang lihatlah kezhaliman-kezhaliman yang merata terjadi di seluruh dunia lalu pikirkanlah; pencegah apakah yang dapat menghalangi penderitaan dan bencana itu, jika Allah sendiri yang membuat perhitungannya? Sebuah hadits menyatakan bahwa doa-doa orang yang didzalimi akan dikabulkan, walaupun ia seorang pendosa. Hadits lain menyatakan, walaupun ia seorang kafir. (Sumber: Kitab At-Targhib dan Hishni Hashin).
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah berfirman, "Aku sangat murka kepada orang yang berlaku zhalim atas seseorang yang tidak mengharapkan siapapun melainkan Aku sebagai penolongnya." Seorang penyair Parsi berkata, “Berhati-hatilah terhadap keluhan orang yang didzalimi, karena dari pintu Allah sendiri datang menyambut panggilan doa orang-orang yang didzalimi itu."
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Para penghuni langit tidak akan menunjukkan belas kasihnya ke atas mereka yang tidak menyayangi penduduk bumi." (At-Targhib).
Dalam keadaan demikian, jika doa-doa orang yang didzalimi itu bertambah setiap harinya dan para penghuni langit tidak menunjukkan kasih sayangnya lagi kepada kita, maka wajarlah jika terjadi begitu banyak halilintar, gempa, hujan batu dan bencana yang menimpa kita. Disebutkan dalam sebuah hadits, "Selamatkanlah dirimu dari doa orang-orang yang tertindas, karena tidak ada hijab/ penghalang di dalam doanya baik dia orang yang sesat atau pelaku maksiat." Sebuah hadits lagi mengatakan bahwa Allah berfirman, "Aku tidak akan menolak rayuan dari orang yang tertindas, walaupun ia seorang kafir." (Sumber: Kitab Hishni Hashin).
Kemaksiatan selanjutnya adalah seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadits, "Ummatku akan selalu berada di jalan kebaikan dan kebajikan, sampai pada satu keadaan dimana banyak anak-anak di luar nikah dilahirkan. Apabila hal ini terjadi, Allah akan menimpakan adzab ke atas umat ini." (Sumber: Kitab At-Targhib).
Walaupun jika dikatakan bahwa perzinahan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tanyakanlah; Adakah kota kecil atau besar yang di dalamnya tidak tersebar perzinahan dan kelahiran anak-anak haram? Para anggota dewan yang muslim di tingkat wilayah tersebut terpaksa mengurus tempat-tempat yang tepat untuk pelaku perzinahan itu dan untuk anak-anak yang lahir di luar nikah itu. Jika semakin banyak jumlahnya, semakin memerlukan tempat yang lebih luas untuk mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Suatu kawasan yang merebak riba dan perzinahan di dalamnya, hendaklah penduduknya memahami, bahwa mereka sedang mencampakkan diri mereka ke dalam murka Allah yang Maha Perkasa."
Renungkanlah hal ini dan lihatlah berapa banyak kita justru terlibat di dalam dosa dan aib ini, dan berapa banyak orang-orang terhormat serta berpendidikan telah menyediakan lokasi-lokasi khusus bagi mereka ( lokalisasi ) untuk perbuatan maksiat yang sangat merusak ini? Dan berapa banyak para anggota dewan yang beragama juga harus ikut mengurus lokasi-lokasi tersebut?
Contoh lain dari kemungkaran-kemungkaran itu adalah sebagaimana yang banyak dinyatakan oleh beberapa hadits bahwa para malaikat rahmat tidak akan memasuki rumah yang ada anjing dan gambar makhluk hidup di dalamnya. Abu Wail radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, "Aku menyertai Perang Syria bersama Umar radhiyallahu ‘anhu. Kami pernah tinggal di suatu tempat, dimana seorang bangsawan daerah itu datang mencari Umar radhiyallahu ‘anhu. Setelah berjumpa dengan Umar radhiyallahu ‘anhu, ia bersujud di hadapannya. Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya, "Mengapa engkau berbuat demikian?" Dia menjawab, "Demikianlah adat kami bila menghadap Raja." Umar radhiyallahu ‘anhu menjawab, "Sujud hanya diperuntukkan kepada Allah Maha Perkasa yang menciptakanmu." Kemudian bangsawan itu merayu, "Telah kusediakan makanan untuk tuan. Aku sangat berharap tuan datang ke rumahku dan makan bersamaku." Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepadanya, "Apakah di rumahmu terdapat gambar-gambar?" Ketika orang itu menjawab ada, Umar radhiyallahu ‘anhu menolak pergi ke rumahnya dan berpesan agar ia dikirimi satu jenis makanan saja. Bangsawan itu pun mengirim makanan yang dipesan Umar radhiyallahu ‘anhu dan beliau memakannya." (Hadits Riwayat Hakim).
Sekarang lihatlah rumah-rumah para tokoh terpelajar dewasa ini, adakah hiasan-hiasan yang tidak bergambar makhluk hidup di sana? Dan beranikah para ulama/ ustadz menegurnya? Katakanlah kepada saya, bagaimana penderitaan kaum muslimin dapat dikurangi, jika kita sendiri yang menutup pintu rahmat Allah dan mengikuti berbagai cara yang membuat Allah murka? Oleh sebab itu, sangat wajar, jika dalam keadaan yang demikian, penderitaan dan bencana atas kita semakin bertambah.
Orang-orang shaleh dahulu menolak memasuki rumah orang-orang kafir dan rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar. Sedangkan kita yang mengikrarkan diri sebagai ummat Islam, telah menghiasi rumah-rumah kita dengan hal-hal yang diharamkan tersebut. Renungkanlah sejenak sabda-sabda ini dan cobalah menilai diri sendiri dan keadaan dunia ini berdasarkan sabda-sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Niscaya Anda akan bertambah kaget ketika menyadari bagaimanakah keadaan diri kita yang sebenarnya, yang telah banyak mengabaikan ajaran-ajaran Islam yang sempurna.
Perbuatan dosa selanjutnya yang menarik murka Allah adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, "Jika matahari naik, dua malaikat yang berhampiran dengannya menyeru, "Wahai manusia, ingatlah terhadap Tuhanmu. Sedikit bekal yang mencukupi lebih baik daripada tumpukan harta yang membawamu kepada kesenangan yang sia-sia. Dan jika matahari terbenam, dua malaikat yang berdiri di sisinya berdoa, "Ya Allah! Berilah pahala ke atas orang yang menginfakkan hartanya untuk kebaikan dan binasakanlah harta orang yang menyimpan hartanya (karena kikir)." (Sumber: Kitab- At Targhib).
Sekarang pikirkanlah betapa dahsyat bahaya yang sedang menunggu mereka yang kikir dan menyimpan harta. Mereka telah bersusah payah menahan berbagai kesusahan ketika mengumpulkannya, namun jika mereka kikir, sehingga mereka tidak menginfakkan hartanya di jalan Allah, sebenarnya mereka telah mengundang berbagai bencana yang akan membinasakan diri mereka sendiri.
Kadangkala mereka jatuh sakit dan jutaan bahkan ratusan juta uang hilang untuk membayar biaya pengobatan. Atau mereka terkena kasus di pengadilan (baik kasusnya benar atau salah), yang akhirnya menguras seluruh harta mereka. Walaupun seandainya ada sebagian harta mereka yang tersisa disebabkan keberkahan amal shaleh mereka, maka ahli waris mereka yang sesat akan menghabiskan hidup mereka dalam foya-foya dan kesia-sian, sehingga dalam hitungan minggu atau bulan, harta itu pun habis. Padahal orang tua mereka telah membanting tulang selama bertahun-tahun dan menghadapi berbagai penderitaan demi mengumpulkan harta tersebut.
Pernyataan ini bukan cerita yang dibuat-buat, tetapi suatu kenyataan yang terjadi di tengah kita. Kita dapat melihat bahwa harta yang berlimpah ruah yang dikumpulkan oleh orang-orang tua dengan tetesan keringat telah dihabiskan oleh anak-anak mereka dengan boros dan sia-sia dalam jangka beberapa minggu saja setelah kematian mereka.
Benarlah apa yang dinyatakan oleh beberapa hadits bahwa manusia berteriak, "Ini hartaku! Itu hartaku!" tetapi sesungguhnya harta miliknya hanyalah; apa yang ia makan, apa yang ia pakai atau apa yang ia simpan untuk Allah (diinfakkan di jalan Allah). Selain itu, adalah milik orang lain." (At-Targhib).
Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, "Apapun yang kamu simpan melebihi keperluan hidupmu, adalah milik orang lain dan kamu adalah penjaganya." (Kitab Al-Muhallat).
Banyak sekali hadits yang menyatakan bahwa apapun yang melebihi keperluan seseorang, bukan untuk disimpan atau dikumpulkan, tetapi untuk diberikan kepada orang lain. Al Qur’an menyatakan,
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ
"...Mereka bertanya kepadamu, apa yang mereka infakkan, katakanlah: 'Apa yang melebihi keperluanmu'… " (QS. Al-Baqarah : 219) .
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa yang dimaksud dengan 'afwa' adalah yang melebihi keperluan' yaitu tersisa dari menunaikan keperluan pokok keluarga.
Berkenaan dengan masalah ini, terdapat suatu masalah besar lainnya yang tengah melanda umat manusia di seluruh dunia, yaitu masalah penanggulangan orang-orang miskin dan pengentasan kemiskinan.
Dewasa ini, tercurah perhatian yang besar di berbagai belahan dunia terhadap masalah penanggulangan kemiskinan. Namun adakah cara penanggulangan yang lebih baik daripada apa yang telah dinasehatkan oleh ajaran Islam mengenai hal ini? Bukankah Islam telah menganjurkan agar jangan membelanjakan harta di luar keperluan, tidak menyimpan harta yang melebihi keperluan, dan membelanjakan sisa hartanya dengan ikhlas untuk orang-orang miskin?
Terdapat perbedaan besar antara dua pandangan yang ada. Pertama anjuran itu dianggap anjuran yang zhalim, dan mematikan orang dalam meraih cita-cita mereka, serta membuat orang akan malas dan tidak bersemangat mencari harta. Dan yang Kedua anjuran yang dianggap baik karena sesuai dengan hawa nafsu, membuat orang berlomba-lomba mencari harta, dan dapat menggunakan harta mereka sesuka hatinya.
Terlebih lagi, Islam mendorong agar seseorang tidak hanya dianjurkan agar menginfakkan kelebihan harta dari keperluannya, namun juga dianjurkan agar memerangi hawa nafsu, sehingga dapat membatasi pengeluaran mereka untuk keperluan dan memberikan selebihnya kepada orang-orang miskin. Demikianlah ajaran Islam menganjurkan. Oleh karena itu, Al Qur’an telah memuji kaum Anshar dengan mengatakan:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ
"…Mereka (kaum Anshar) mengutamakan (kaum Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan…" (QS. Al-Hasyr : 9) .
Apa yang telah kita bincangkan di atas, bukan hanya diucapkan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan contoh amaliyah dan berusaha agar orang lain menirunya melalui kehidupan beliau tersebut. Seluruh kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat adalah bukti nyata atas amalan ini. Bab-bab Az-Zuhud dan Ar-Riqaq di dalam kitab-kitab hadits adalah dipenuhi dengan kisah-kisah mereka dalam masalah ini. Sebagai rujukan, Anda dapat melihat beberapa contohnya, melalui kitab 'Hikayatus Shahabah'.
Pada kesempatan ini, bukanlah tempat kita untuk membahas point-point tersebut. Apa yang ingin saya tekankan di sini adalah; bahwa semua jenis penderitaan dan musibah yang menimpa kita adalah semata-mata akibat perilaku dan perbuatan kita sendiri. Itulah penyebab penyakit kita yang sebenamya. Dan obatnya telah diberitahu oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan jelas. Beliau adalah seorang dokter spesialis sesungguhnya yang terpercaya, yang bertanggung jawab serta mahir dalam ilmunya, yang belum pernah gagal dalam diagnosanya, dengan jelas telah melihat sebab-sebab penyakit itu dan telah memberikan obat serta cara pengobatan yang tepat untuk penyembuhannya.
Selanjutnya, bukan dokter yang harus menjauhkan diri dari sebab-sebab penyakit itu kemudian ia harus diobati, tetapi pasienlah yang harus melakukannya. Jika para pasien tidak mempedulikan obat dan tidak segera disembuhkan, maka dirinya sendirilah yang akan rugi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya aku telah membawa kepadamu syariat yang terang dan jelas." (Sumber: Kitab Misyka ).
Dalam lain hadits beliau bersabda, "Demi Allah, telah kutinggalkan bagimu suatu jalan yang terang, seperti terangnya perbedaan siang dan malam." (Sumber: Kitab Jami'ul Fawaid).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan berkali-kali mengenai segala sesuatu berikut gejala-gejalanya. Dalam masa hidup beliau, beliau tidak meninggalkan suatu bagian pun, baik mengenai urusan agama maupun dunia, kecuali beliau memberikan bimbingan atasnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Bersegeralah beramal baik, sebelum muncul berbagai fitnah, sebagaimana malam yang gelap gulita (sukar membedakan yang hak dan yang batil). Pada masa itu, seseorang akan beriman pada pagi hari dan menjadi kafir pada sore harinya. Dan ia beriman pada sore hari dan menjadi kafir pada pagi harinya. Ia menjual agamanya dengan bagian dunia yang sedikit." (At-Targhib).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Bertaubatlah kepada Allah sebelum maut tiba. Beramal baiklah kamu sebelum disibukkan oleh dunia. Binalah hubungan dengan Allah dengan banyak mengingat-Nya. Dan bersedekahlah dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Dan kuatkanlah hubunganmu dengan Allah, karena dengannya kamu akan diberi rezeki dan akan ditolong dan keadaanmu akan diperbaiki." (Sumber: Kitab At-Targhib).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Dengan bersedekah kekayaan tidak akan berkurang. Dan barangsiapa mengampuni orang yang dzalim, maka Allah akan menambah kemuliaannya. Oleh sebab itu, ampunilah orang dzalim, niscaya Allah akan memuliakanmu. Dan barangsiapa membuka pintu meminta-minta, niscaya baginya akan dibukakan pintu kemiskinan." (Sumber: Kitab Mujamush Shaghir).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Jika umatku memusuhi alim ulamanya, dan pasar-pasar dihiasi dengan meriah (seperti pusat-pusat perbelanjaan; Mall, Plaza, Trade Centre, dll), dan pernikahan hanya dilakukan demi harta (menikah semata-mata karena faktor harta bukan berdasarkan ketakwaan dan agama pada calon yang akan dinikahinya), maka Allah akan mendatangkan empat bencana: kelaparan, pemerintahan yang zhalim, pejabat yang mengkhianati urusan mereka dan serangan musuh-musuh." (Hadits Riwayat Hakim).
Anas radhiyallahu ‘anhuberkata, "Kemalasan mendirikan shalat, kekurangan rezeki dan ketidakgembiraan adalah akibat dari dosa-dosa." (Sumber: Kitab Tarikhul Khulafa).
Anas radhiyallahu ‘anhu juga berkata, "Aku telah melayani Rasulullah saw. selama sepuluh tahun, tetapi beliau tidak pernah sekali pun bermuka masam kepadaku. Beliau memberitahuku, "Selalulah berwudhu dengan sempurna, karena ia akan menambah umur dan para malaikat penjaga akan mengasihimu." (Hadits Riwayat Thabrani – Kitab Jami'ush Shagir).
"Dan lakukanlah sebagian shalat (sunnah) di rumahmu, karena hal itu akan menambah kebaikan (keberkahan) rumahmu. Dan jika kamu memasuki rumahmu, selalulah mengucapkan 'salam' kepada ahli rumah¬mu, keberkatannya akan melimpahimu juga keluargamu."
Ulasan singkat mengenai berbagai manfaat duniawi dan ruhani, yang didapat dari mengerjakan shalat sebagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam -, dapat dilihat dalam Kitab 'Fadhilah Shalat.
Namun demikian, seluruh riwayat hadits di atas sudah cukup jelas menerangkan bahwa dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan maksiat akan membawa kepada berbagai bencana dan penderitaan. Sedangkan sifat ketaatan dan ibadah akan menghasilkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akherat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
"Wahai anak Adam! Gunakanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya akan Ku-penuhi hatimu dengan rasa cukup dan Ku-hapuskan kemiskinanmu. Jika tidak, niscaya akan Ku-penuhi tanganmu dengan kesibukan dan Ku-penuhi hatimu dengan kesusahan dan kebimbangan dan tidak Ku-hilangkan kemiskinanmu. "
Inilah pernyataan Allah Sang pencipta, Raja segala raja, yang dalam genggaman-Nya terletak segala kekayaan dunia ini. Dan masih banyak lagi riwayat lain yang menguatkan maksud yang sama, bahwa kesuksesan di dunia ini semata-mata bergantung pada ketaatan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Namun bagaimana keadaan kita saat ini? Kita banyak melupakan shalat kita. Shalat-shalat kita telah tenggelam dalam kesibukan duniawi kita. Padahal sekarang inilah kesempatan kita untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan dunia. Jika kita berpendapat bahwa kesuksesan kita hanya akan dicapai dengan bermaksiat kepada Allah, lalu kita berprilaku demikian, maka wajarlah jika segala bencana dan penderitaan kita semakin bertambah.
Dengan mengabaikan agama, kaum muslimin menyangka masalah rezeki mereka akan dapat diselesaikan, padahal bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi? Sedangkan Pemberi rezeki telah menyatakan bahwa Dia tidak akan menghapuskan kemiskinan dan Dia tidak akan membebaskan hati dari kebimbangan serta keresahan, jika kita tidak sibuk mentaati-Nya?
Diriwayatkan dalam hadits yang shahih, bahwa Allah berfirman, "Jika manusia menaati perintah-perintah-Ku, akan Ku-datangkan hujan kepada mereka pada malam hari ketika mereka tidur dan kujadikan matahari bersinar sepanjang hari (agar urusan mereka tidak terganggu), dan mereka tidak akan mendengar bunyi petir sekali pun (agar mereka tidak merasa ketakutan)." (Sumber: Kitab Jami'us Shaghir).
Lihatlah nasib kita! Karena perbuatan kita sendirilah, pergantian malam dan siang --yang telah tersusun sempurna-, dipenuhi dengan keluhan-keluhan tiada henti mengenai kemarau yang berkepanjangan atau seandainya hujan pun, akan selalu diiringi banjir yang mengerikan.
Diriwayatkan dalam Ihya Ulumuddin yang ditulis oleh Imam Ghazali rahmatullah ‘alaih, bahwa pernah terjadi kelaparan yang berkepanjangan pada masa Nabi Musa ‘alaihis salam. Musa ‘alaihis salam telah keluar selama tiga hari bersama Bani Israil untuk mengerjakan shalat Istisqa' meminta hujan tetapi hujan tidak turun. Pada hari ketiga, diwahyukan kepada Musa ‘alaihis salam, bahwa ada seorang yang suka menyebarkan aib orang lain dalam kelompoknya, dan disebabkan kehadirannya di tengah-tengah mereka, doa-doa mereka tidak dikabulkan. Musa ‘alaihis salam memohon kepada Allah agar menunjukkan siapakah orang itu, agar ia dikeluarkan dari kaumnya. Allah menjawab, "Jika Aku melarangmu dari menceritakan keburukan orang lain, bagaimana mungkin Aku sendiri menceritakan siapakah orang itu? Aku tidak akan memberitahukan siapa orang itu." Kemudian Musa ‘alaihis salam menyeru umatnya agar bertaubat kepada Allah dari perbuatan membuka aib orang lain dan memohon ampun kepada-Nya. Ketika Musa ‘alaihis salam menerima baiat mereka untuk tidak bermaksiat terutama menyebarkan aib orang lain, maka tidak lama kemudian hujan pun turun.
Sufyan At-Tsauri rahmatullah ‘alaih berkata, "Di kalangan Bangsa Israel pernah terjadi kelaparan yang hebat selama tujuh tahun, sehingga orang-orang memakan bangkai dari tumpukan sampah, bahkan mereka sampai memakan daging manusia. Keadaan mereka sangat menyedihkan. Setiap hari mereka pergi ke gunung-gunung dan hutan-hutan untuk berdoa dan shalat Istisqa meminta hujan. Kemudian Allah swt. mewahyukan kepada para Nabi tentang keadaan pada masa itu, "Walaupun lidah-lidah kalian kering dengan berdoa dan tangan-tangan kalian terus menengadah hingga ke langit, Aku tidak akan mengasihi siapapun yang menangis hingga kamu menghentikan perdagangan-perdaganganmu yang curang dan kezhaliman-kezhaliman yang merebak di kalangan kalian."
Kitab-kitab sejarah dan hadits banyak memuat peristiwa-peristiwa seperti di atas. Ringkasnya, banyak sekali kenyataan yang dengan jelas menerangkan kepada kita bahwa kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akherat sangat bergantung pada amal shaleh kita. Dan kesengsaraan di dunia sertas akherat juga akibat amal perbuatan yang buruk.
Bukan maksud saya mengutip seluruh kisah itu di sini. Tujuan saya merujuk kepada kejadian-kejadian ini hanya untuk menegaskan bahwa jika kita mengakui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu benar, mengapa kita demikian dzalim sehingga melibatkan diri kita menjadi mangsa dosa-dosa ini secara terang-terangan? Tiada gunanya kita berteriak-teriak lantang; 'Kita kaum muslimin...!' namun secara tidak sadar, kita juga sedang menyerukan kemusnahannya. Ibarat seseorang yang sakit diare, tetapi ia terus menerus meminum obat pencahar, seraya berteriak kesana-kemari tentang sakitnya, maka penyakitnya bukan menjadi sembuh bahkan akan semakin parah.
Kita selalu mengecam kedzaliman-kedzaliman penjajahan Inggris di India (Maulana Zakariyya mencontohkan pemerintahan kolonialisme Inggris di India, periode saat beliau masih hidup. Intinya adalah keberadaan kolonialisme dan pemerintahan dzalim di mana saja) dan mencemaskan pemerintahan yang akan mengganti mereka. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan kita dan menerangkan dengan jelas bahwa, 'Perbuatan pemerintah adalah akibat amal perbuatan kita? Adakah kekurangan dalam pengajaran dan kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap kita? Tidak! Bahkan semuanya telah lengkap dan jelas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sebagaimana keadaanmu (amal perbuatanmu), seperti itulah kalian akan diperlakukan oleh penguasa." (Sumber: Kitab Misykat).
Oleh sebab itu, jika kita ingin diperintah oleh orang-orang yang terbaik dan terpilih, maka caranya adalah senantiasa beramal baik. Tiada cara selainnya.
Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman, "Aku adalah Allah. Tiada Tuhan selain-Ku. Aku Raja segala raja. Aku Pemegang hati para raja dalam genggaman-Ku. Jika orang-orang menaati-Ku, akan Ku-jadikan hati para raja belas kasih ke atas mereka. Jika mereka mengingkari-Ku, akan Ku-palingkan hati para raja menjadi murka dan dendam ke atas mereka, sehingga para raja itu akan menyusahkan dan menyakiti mereka. Oleh sebab itu, janganlah kamu mengutuk mereka. Kembalilah mengingati-Ku dan berdoa (kepada-Ku) agar Aku dapat melindungimu dari kedzaliman mereka. "
Malik bin Maghul berkata bahwa ia telah membaca ayat yang sama di dalam Kitab Zabur Dawud ‘alaihis salam. Dan permasalahan ini telah diulang-ulang dalam berbagai hadits. Di antara doanya dalam hadits tersebut berbunyi, "Ya Allah! Kami memohon kepada-Mu agar jangan meletakkan atas kami, orang-orang yang tidak belas kasih kepada kami, karena dosa-dosa kami."
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَكَذَ‌ٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itumenjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan." (QS. Al-An'am : 129) .
Terdapat berbagai penjelasan mengenai ayat di atas. Pengarang 'Tafsir Jalalain' telah membuat penafsiran yang tepat, yaitu; 'Disebabkan keburukan amal perbuatan mereka, mereka diperintah oleh pemerintah yang kejam'. Qatadah radhiyallahu ‘anhu berkata, "Jin-jin yang dzalim diletakkan ke atas orang yang dzalim." A'mash rahmatullah ‘alaih berkata, "Apabila amal perbuatan manusia buruk, orang-orang yang paling jahat akan dijadikan sebagai penguasa mereka."
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, "Telah diriwayatkan kepadaku bahwa Isa ‘alaihis salam atau Musa ‘alaihis salam bertanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala; apakah tanda-tanda kegembiraan-Nya atas hamba-Nya? Allah subhanahu wa ta’ala menjawab, "Ku-turunkan hujan ke atas mereka pada masa menanam benih di ladang dan menghentikannya pada saat menuai. Urusan pemerintahannya Ku-serahkan kepada orang-orang yang lemah lembut dan beradab, dan urusan kekayaan negara diberikan di bawah pengawasan orang-orang yang amanah." Kemudian beliau bertanya, Apakah tanda kemurkaan-Nya atas hamba-Nya? Allah berfirman, "Aku menahan hujan pada waktu menyemai benih dan menurunkannya saat menuai. Tangung-jawab pemerintahan mereka akan Ku-berikan kepada orang-orang jahil/ bodoh, dan harta kekayaan negara akan diletakkan di bawah pengawasan orang-orang yang kikir." (Sumber: Kitab Durrul Mantsur).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Selalulah menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Jika tidak, Allah subhanahu wa ta’ala akan mengangkat orang-orang yang paling jahat dari bangsamu sendiri sebagai penguasa kamu. Dan do’a-do’amu tidak dikabulkan (walaupun dari orang yang paling alim di antara kamu).” (Kitab Jami’ush Shaghir).
Orang-orang musyrik bertanya, ”Mengapa orang-orang sholeh tidak berdo’a agar terhapus semua masalah ini?”. Biarkanlah mereka berpikir sejenak, sejauh mana mereka telah mengajak manusia untuk kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran. Jika amar ma’ruf nahi munkar sudah tidak ada, maka adakah harapan do’a-do’anya akan dikabulkan?
Disebutkan dalam sebuah hadits, “Jika Allah menghendaki kebaikan atas suatu masyarakat, Dia akan melantik orang-orang yang berhati baik sebagai pemimpin mereka dan alim ulama akan menghakimi masalah-masalah mereka (dengan benar dan adil) dan orang-orang yang pemurah dan dermawan akan diamanahi harta (sehingga banyak orang akan mendapatkan manfaat dari mereka). Sebaliknya jika Allah menghendaki kehancuran pada suatu masyarakat/ kaum/bangsa (disebabkan keburukan amal perbuatan mereka sendiri), maka akan dijadikan orang-orang kejam sebagai pemimpin-pemimpin mereka, dan orang-orang jahil akan dijadikan sebagai hakim-hakim mereka, dan harta-harta mereka akan berada di bawah kekuasaan orang-orang bakhil.”
Hadits lainnya menyebutkan, “ Sesungguhnya jika Allah murka atas suatu kaum/ masyarakat/ negeri, tetapi tidak menampakkan murka-Nya yang besar seperti gempa bumi dan kematian, melainkan dalam bentuk Dia akan menaikkan harga-harga dan menahan hujan serta meletakkan orang-orang jahat sebagai pemimpin-pemimpin mereka.”
Dalam hadits lainnya lagi dikatakan, “Sesungguhnya Allah berfirman,” Aku membalas orang-orang yang Ku-murkai melalui orang-orang yang Ku-murkai juga (Ku-gunakan orang dzalim untuk menindas pendzalim lainnya), kemudian Ku-masukkan mereka semua ke dalam neraka.”
Oleh sebab itu, juga dalam satu hadits diterangkan, “ Jangan kamu biarkan hatimu sibuk mengutuk para penguasa. Sebaliknya, bertaqarrublah/ mendekatlah kepada Allah dengan mendoakan kebaikan bagi mereka, sehingga Allah akan melembutkan hati mereka atas kalian.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar