Pages

Senin, 17 Desember 2012

99. BAYAN SYURA KH. ABDUL HALIM SRAGEN

BASHAR DAN BASHIRAH


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9l5wSVZFdQzmwtQUr4PEhRwy6ICddUyIiN20LZ90pxSPcN_BAEpz3BBblu1QyIw8io-mWoISvKc-4s1gT85K-5ipdJcyN6QyP5rqcroQG-QS817gLuqa11WFLzaNW5fFnXqHdXdg8IYo/s1600/pemandangan+alam+terindah+di+indonesia.jpg 

KH. Abdul Halim (Almarhum)
Syuro Indonesia, Sragen.
Bayan Musyawarah Indonesia 2006
Allah subhanahu wa ta’ala menghadirkan manusia ke alam dunia ini sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaanNya. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan sekian banyak kehidupan. Dan kehidupan yang Allah paling sukai dari sekian banyak kehidupan manusia adalah kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka barangsiapa, siapapun itu dari dari orang kaya atau orang miskin, orang pintar atau orang bodoh, pejabat atau rakyat jelata, orang sehat atau orang sakit, orang kaya atau orang miskin, orang desa atau orang kota, jika dia mengamalkan daripada kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dia akan berubah menjadi kekasih Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang kekasih Allah, seseorang yang dicintai Allah, maka doa-doanya akan ijabah disisi Allah. Seorang kekasih Allah ini, dia tidak akan terkesan kepada keadaan, tidak pernah merasa takut, dan tidak akan pernah merasa sedih. Jadi kalau ada berita-berita yang dahsyat datang kepada dirinya, maka ini tidak akan membesarkan daripada hatinya. Jika dia kehilangan sesuatu yang dicintainya, yang sudah melekat lama dengan dirinya, maka dia pun tidak akan merasa sedih. Inilah ciri-ciri dari kekasih Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus : 62)
Ketahuilah bahwa kekasih Allah subhanahu wa ta’ala hanya punya 2 ciri saja, yaitu :
1. Tidak pernah takut kecuali hanya kepada Allah
2. Tidak pernah susah/sedih hatinya
Apabila kehidupan kita pada saat ini diliputi oleh ketakutan dan kesedihan, ada berita bencana kita takut, penyakit menyebar kita takut, berita begini dan begitu kita takut, ada kehilangan kita sedih, ada kejadian begini dan begitu kita sedih, maka ketakutan dan kesedihan ini obatnya hanya satu yaitu ikuti kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hari ini orang-orang diliputi ketakutan, salah satunya ketakutan akan penyakit. Takut akan berita tentang penyakit yang bermacam-macam. Mari kita lihat rumah sakit dan klinik-klinik penuh dengan pasien-pasien. Mereka dihantar kesana, dengan rasa ketakutan ataupun rasa kesedihan. Akan tetapi yang namanya penyakit kalau di alam dunia, bukanlah suatu penyakit yang hakiki.
Pernah seorang Nabiyullah, yaitu Nabi Ayub ‘alaihis salam di uji oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan penyakit selama 70 tahun sakit di alam dunia. Allah subhanahu wa ta’ala uji Nabi Ayub ‘alaihis salam dengan sejenis penyakit kulit yang menjijikkan, sehingga menyebabkan dia di usir dari kampung halamannya. Asbab kesabaran Nabi Ayub ‘alaihis salam, Allah puji beliau di dalam Al Quran :
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ نِّعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
"…Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta'at (kepada Tuhannya).” (QS. Shad : 44)
Allah subhanahu wa ta’ala menyatakan demikian “Innahuu Awwaab”, sebaik-baik hamba. Ini asbab beliau ingin kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala, rindu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Selama 70 tahun sakit, bukan sekedar harian, mingguan, atau bulanan, tapi bertahun-tahun. Maka gelar yang dicapai oleh seorang hamba yang sabar yang diuji dengan penyakit ini adalah “Nikmal Abdu” yaitu sebaik-baik hamba.
Sedangkan kita hari ini masih sehat, maka gelar apakah yang Allah berikan untuk kita ini masih tanda tanya. Apa sebabnya ? karena hari ini kita masih takut dengan keadaan dan sedih dengan keadaan. Padahal yang namanya penyakit ini bukanlah yang katanya penyakit lever, ginjal, jantung, atau diabetes, tetapi yang namanya penyakit adalah dosa yang melekat pada diri kita. Ini karena orang yang berpenyakitan di dunia jika dia mati maka selesai sudah penyakitnya. Coba kita lihat kuburan yang berserakan sekarang adakah mereka yang sudah mati membawa penyakitnya ke alam kubur, penyakit levernya, kankernya, ginjalnya, tidak ada, semuanya sudah ditinggalkan dan dipisahkan oleh kematian. Penyakit tersebut hilang bersama maut yang menjemput dia, selesai sudah penyakitnya. Akan tetapi kalau dosa, suatu penyakit, yang apabila kita tidak obati ketika kita masih hidup, maka penyakit ini akan kita bawa terus ke alam kubur, ke alam mahsyar, dan ke hari-hari di akherat lainnya yang tidak ada putus-putusnya.
Namun orang yang mengobati dosa ketika dia masih hidup, maka dia akan kembali ketempat yang baik, karena balik ke akhirat tanpa membawa penyakit. Majelis kita dimalam hari ini bukanlah hanya sekedar majelis pengajian, namun termasuk majelis pengampunan. Dimana orang yang hadir dimalam hari ini akan mendapatkan pengampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala, bahkan ketika dia berdiri semua keburukan-keburukan yang lalu akan Allah gantikan dengan kebaikan-kebaikan dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Maka majelis seperti ini harus dihidupkan dimana-mana, di semua tempat, agar kita tidak di ombang-ambingkan oleh keadaaan. Jadi kehidupan yang paling dicintai Allah subhanahu wa ta’ala di dunia ini adalah kehidupan yang mencontoh kehidupan Rasullullah shalalallahu ‘alaihi wasallam. Atas perkara ini, Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan Nabi shalalallahu ‘alaihi wasallam untuk mengumumkan dan meng i’lankan kepada ummat :
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran : 31)
“Qul inkuntum tuhibuunallaah…“ : artinya “Apakah kalian benar-benar mencintai Allah ?”
Ini karena cinta ada 2 yaitu :
1. Cinta yang Shadiq : Cinta yang benar
2. Cinta yang Kadzib : Cinta yang palsu
“Ana yuhibbullaah” artinya “saya cinta kepada Allah.”
Kata-kata yuhibbu, mencintai, kalau hanya sekedar perkataan, maka ini hanya getaran di bibir saja. Jika hanya perkataan ini saja, maka dari anak kecil, orang gila, bahkan burung beo pun bisa mengatakan ini. Benarkah kita mencintai Allah subhanahu wa ta’ala? Maka ini ada persyaratan dan ada masyruk. Persyaratannya adalah :
“Fattabi’uunii” artinya : “Ikutilah Aku, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam”
Jadi orang yang tidak mengikuti Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, walaupun dia mengucapkan berjuta-juta kali, “ana yuhibbullaah”, artinya “aku mencintai Allah”, maka dia akan termasuk golongan para pencinta palsu. Maka hari ini kita harus jujur kepada Allah subhanahu wa ta’ala bahwa mulai hari ini kita akan tarik kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini dan akan kita letakkan kedalam kehidupan kita. Kalau sudah demikian, maka Allah subhanahu wa ta’ala berjanji :
“Yuhbibkumullaah” artinya : “Allah akan Mencintai kamu”.
Kalau kita sudah ikut jalannya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baru Allah akan jatuh cinta kepada kita. Lalu apa keuntungannya dicintai Allah :
“Fayaghfirlakum Dzunuubakum” artinya : “Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu”
Allah akan mengampuni kita, membersihkan kita dari dosa-dosa, digugurkan, walaupun sebanyak buih dilautan. Maka kita akan seperti bayi yang terlahir kembali dari perut ibunya, bersih dari dosa-dosa. Kehidupan sunnah di malam hari ini, dan tekad kita kedepan, akan menyebabkan kita seperti seorang pengantin baru yang duduk di pelaminan. Dimana orang-orang akan mengucapkan selamat kepada kita, “Selamat menempuh hidup baru.” Begitu pula para malaikat akan berduyun-duyun mengucapkan selamat kepada kita, “Selamat menempuh kehidupan baru”, yaitu kehidupan dengan Sunnah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jika kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini ditinggalkan, maka akan timbul masalah-masalah yang besar dalam kehidupan kita. Kita akan menjadi mudah terkesan dengan keadaan. Kita akan jauh dari kebahagiaan karena sudah melenceng dari sunnah. Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah azas daripada kehidupan di dunia ini. Maka kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam harus dikaji, bagaimana kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada dalam kehidupan kita ? Kenapa kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah kehidupan yang paling dicintai Allah subhanahu wa ta’ala ?
Tertib kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah tertib daripada turunnya Kitab Suci Al Quran. Ketika Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum diangkat menjadi rasul, semua orang senang dan suka kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan sampai dibilang “Al Amin”, artinya “Orang yang Terpercaya”, atau “Yang Jujur”. Sehingga semua orang percaya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini, jika dititipkan atau diamanahkan sesuatu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan mengembalikan barang yang dititipkan ini persis, tidak mengurangi apapun, pengembalian yang utuh kepada si pemilik. Berita tentang kejujuran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebar kesemua orang, sehingga dari setiap mulut mengatakan, “Al Amin….Al Amin”.
Kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
Suatu ketika ada pertengkaran hebat antar suku selama 3 hari 3 malam di Mekkah, yang dipertengkarkan adalah suku mana yang paling berhak mengangkat batu Hajar Aswad ini ke atas Ka’bah ketika selesai renovasi. Setiap suku merasa merekalah yang paling berhak untuk meletakkan batu Hajar Aswad di Ka’bah. Akhirnya mereka bermusyawarah untuk mencari mufakat, karena mereka merasa sudah menghabiskan banyak waktu untuk bertengkar. Hasil keputusan musyawarah adalah menunjuk satu orang yang pertama kali masuk masjid sebagai hakim mereka. Atas kehendak Allah subhanahu wa ta’ala, ternyata secara tiba-tiba yang masuk ke masjid pertama kali ini adalah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Begitu Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk semuanya bersepakat, “ini adalah al amin….ini adalah al amin.” Mereka berkata, “dialah yang paling berhak menghakimi kita dalam menyelesaikan sengketa ini dan menentukan siapa yang pantas meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka’bah.” Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk, mereka lalu meminta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk ikut bermusyawarah dengan mereka. Mereka curhat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang masalah yang mereka hadapi dan meminta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi hakim atas masalah tersebut. Asbab daripada sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang cerdas, bijak, dan amanah, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta selendang kepada mereka peserta musyawarah. Lalu dari selendang tersebut diletakkanlah batu Hajar Aswad ini ditengah.
Ke empat suku yang bersengketa diminta oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memegang setiap sudut dari selendang tersebut dan mengangkatnya untuk diletakkan di Ka’bah. Maka asbab ini selesailah seluruh masalah sengketa dan pertengkaran oleh para suku tersebut. Maka gegap gempita semua orang berteriak, ”Inilah Al Amin…. Inilah Al amin.” Siapa orang yang tidak senang dipuji ? siapa yang tidak senang dirinya mendapatkan gelar yang baik ? Akan tetapi pujian dan celaan semua ini datangnya dari Allah, sebagai ujian kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhalwat ke gua Hira’, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan membaca surat pertama yaitu Al Alaq ayat 1 :

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. “ (QS. Al ‘Alaq : 1)
“Iqro” artinya : bacalah.
Ummat Islam diperintahkan untuk membaca. Apa yang diminta untuk dibaca ? sedangkan Al Quran belum sempurna diturunkan. Ini karena ayat-ayat Allah ada ayat yang ditulis sebagaimana Al Quran secara dzahiriah, namun juga ada ayat-ayat yang bisa dilihat dari peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di alam. Bahkan semua orang boleh membaca ayat al Quran tersebut yang diperlihatkan dalam peristiwa dan kejadian. Setelah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dan membaca keadaan ketika itu, maka suatu goncangan yang dahsyat dengan turunnya ayat al Alaq tersebut di bacakan oleh Malaikat Jibril a’alihis salam.
Asbab kejadian ini Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dihibur oleh istrinya yang tercinta Sayyidatina Khadijah radhiyallahu ‘anha. Kedatangan Jibril ‘alaihis salam ini mendatangkan goncangan yang luar biasa terhadap diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena merupakan suatu keanehan yang luar biasa bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika itu. Namun sang istri, Khadijah radhiyallahu ‘anha, penyejuk hati dan pendingin mata, mampu menenangkan keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika itu, yang sedang kebingungan dan penuh tanda tanya. Ketika itu solusi dari istri adalah menceritakan masalah sang suami kepada seorang alim besar zaman itu yaitu Waraqah bin Naufal, pamannya. Nama lengkapnya adalah Waraqah bin Nawfal bin Assad bin Abd al-Uzza bin Qusayy Al-Qurashi. Ciri-ciri nabi yang akan di utus di tanah arab sudah di ketahui oleh Waraqah bin Naufal. Hanya saja ketika nabi itu di utus kedua mata Waraqah sudah buta, dan umur beliau sudah lanjut. Namun begitu beliau tidak tuli atau pekak.
Waraqah bin Naufal adalah seorang pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, dia adalah seorang yang sangat menyukai ilmu agama, dia mempelajari Taurat dan Injil, dua buah kitab yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi Musa ‘alaihis salam dan Nabi Isa ‘alaihis salam dan keluarga mereka tidak ada yang menyembah berhala, membunuh anak perempuan dengan cara mengubur mereka hidup-hidup. Mereka tidak mengikuti tradisi jahiliyah tersebut.
Seluruh kejadian yang menimpah suami beliau (Rasulullah) di ceritakan oleh Khadijah radhiyallahu ‘anha sampai tuntas kepada Waraqah bin Naufal. Waraqah diam saja mencermati cerita tersebut. Setelah Khadijah radhiyallahu ‘anha selesai menceritakan apa yang di alami suaminya barulah Waraqah menjawab dengan singkat dan padat.
“Demi Allah yang jiwa Waraqah berada dalam genggamanNya, jika engkau membenarkan aku wahai Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Namus Akbar) sebagaimana yang pernah datang kepada Musa, dan sesungguhnya dia nabi bagi ummat ini, Oleh sebab itu katakanlah kepadanya agar tetap tenang.” Demikianlah jawaban yang diberikan Waraqah kepada kemenakannya Khadijah radhiyallahu ‘anha. Mendengar berita ini langsung dari anak pamannya, Khadijah radhiyallahu ‘anha sangat gembira dan pulang ke rumah.
Sampai di rumah di dapatinya nabi sudah bangun, wajahnya mulai cerah, tubuhnya tidak gemetar lagi dan nafasnya tidak tersengal-sengal lagi. Melihat keadaan ini Khadijah radhiyallahu ‘anha memberanikan diri untuk bertanya kepada nabi walau di hatinya bercampur cemas, gelisah dan perasaan gembira. “Aduhai Tuhan, Aduhai. Apakah gerangan yang menimpa kekasihku. Apakah yang menimpa engkau wahai kekasihku, katakanlah padaku, katakanlah padaku”
Nabi menjawab: “Selimutilah aku, selimutilah aku”. Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata : “Sekarang aku sudah tidak sabar lagi untuk mengetahui permasalahan ini, maka ceritakanlah padaku”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Aku sangat mengkhawatirkan diriku” (maksud nabi dia khawatir kalau binasa karenanya karena dia tidak tahu apa sesungguhnya terjadi). Kemudian Khadijah radhiyallahu ‘anha menjawab : “Oh tidak demikian, Allah tidak akan menghinakan engkau selama-lamanya, karena engkau selalu menyambung tali silahturahim, dan menanggung yang berat (menolong yang susah), mencarikan pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan engkau selalu menghormati tamu dan engkaulah selalu menolong di dalam kebaikan”
Dengan adanya jawaban yang tulus dari seorang istri kemudian nabi menceritakan apa yang dia alami.
Setelah itu Khadijah bertanya lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. “Tidakah engkau bertanya siapakah engkau, siapa yang datang bersama engkau dan apa maksudmu datang padaku”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Aku mendengar dia berkata, ‘Saya Jibril. Saya akan datang kepada engakau untuk menyampaikan Risalah Tuhanmu’”.
Mendengar jawaban itu Khadijah radhiyallahu ‘anha terdiam dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun diam juga, sebab dia tahu apa yang di sampaikan oleh pamannya Waraqah bin Naufal benar adanya. Suaminya detik ini adalah seoarang nabi. Ada perasaan gembira di hatinya.
Setelah badan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah segar bugar kembali dengan tidak kurang satu apapun, Khadijah radhiyallahu ‘anha mengajak beliau ke rumah Waraqah agar penjelasan ini di dapat beliau secara langsung dari Waraqah. Sampai dirumah, Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Waraqah : “Hai anak lelaki pamanku dengarkanlah apa yang hendak di katakan anak lelaki saudaramu”. Waraqah berkata : “Hai anak lelaki saudaraku apa yang engkau lihat?” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan apa yang di alaminya. Jawab Waraqah : “Suci suci. Hai anak lelaki saudaraku. Ini adalah rahasia paling besar yang pernah Allah turunkan kepada Nabi Musa. Oh mudah-mudahan aku dapat kembali menjadi muda dan kuat, mudah-mudahan aku masih hidup, kelak kaummu akan mengusirmu.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya : “Apakah kaumku akan mengusirku?” “Ya. Sama sekali tidak ada seorang yang datang dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan ia di musuhi. Dan jikalau aku dapat mengalami bersama harimu, kelak engkau dimusuhi, maka aku akan menolongmu dengan pertolongan yang kuat”
Pemberitahuan daripada seorang alim ini, membuat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam merasa risau akan tanggung jawab yang besar. Lalu apa yang harus dilakukan setelah itu ? apa yang harus dibuat ? Sehingga wahyu yang kedua, seperti yang di  gua Hira’ datang kembali kepada Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ  قُمْ فَأَنذِرْ  وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
“Wahai orang yang berselimut (Rasullullah), bangunlah (buanglah selimutmu), lalu berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah...” (QS. Al Muddatstsir : 1-3)
Semenjak saat itu keadaan berubah dalam diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bergerak tidak henti dan tidak letih mendatangi setiap manusia, mengetuk setiap pintu, menelusuri lorong-lorong, menyampaikan Agama Allah. Sehingga gelar yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terima sebagai pujian kini sudah tidak ada lagi. Ini karena mereka saat itu punya adat, yang ingin dirubah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi ibadat. Adat orang-orang pada saat itu suka menyembah dari pada 360 patung-patung yang berserakan disekeliling Ka’bah. Akan tetapi Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan agar mereka menyembah hanya kepada tuhan yang satu yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Pada waktu itu tidak ada wirid, yang ada hanya lafadz :
يَااَيُّهَاالنَّاسُ : قُوْلُوْالاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ تُفْلِحُوْا
“Ya Ayyuhannaas Quuluu Laa ilaaha Illallaah Tuflihuu” artinya : “Wahai manusia ucapkanlah La ilaha illallah maka kamu akan berjaya (bahagia atau selamat)”.
Lafadz inilah yang dijadikan wirid diucapkan berulang-ulang, dijejalkan ke telinga orang-orang saat itu. Namun bagi orang keyakinannya ada kepada patung dan berhala, mereka tidak bisa menerima ajakan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena antara ajakan dengan keinginan orang-orang pada saat itu berbeda, menyebabkan hati mereka berontak. Dari pemberontakan hati ini, dari hati yang sama dulu memuji “Al Amin”, kini keluar lah cacian, “Ya Sahir” engkau adalah seorang penyihir, “Ya Syair” engkau adalah seorang penyair, “Ya Majnun” engkau adalah seorang gila.
Padahal baru kemarin rasanya mereka memanggil “Al Amin” kini berubah memanggil “Al Majnun”. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak patah semangat dan berhenti hanya karena celaan ini. Ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak terkesan akan pujian dan celaan. Inilah kehidupan yang betul-betul dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu tidak terkesan dengan keadaan, tidak terkesan dengan pujian atau celaan. Demikan pula ini ummat, dulu di kurun waktu awal. Maka kalau ada ummat yang berjalan seperti ini, pindah dari masjid ke masjid, mengetuk dari pintu ke pintu, bagi mereka yang simpati akan memberi gelar kepada mereka sebagai aulia-aulia Allah, ahlullah, para wali Allah, kekasih Allah. Namun sekarang Allah menguji apakah kita setia setia pada Allah dan pada kerja dakwah ini, atau terkesan kepada keadaan.
Pada hari ini ada yang memberi gelar kepada kita sebagai teroris-teroris. Orang yang buat usaha dakwah seperti cara nabi diejek dengan orang yang bodoh. Mau pujian sebagai aulia Allah ataupun sebagai teroris atau orang yang bodoh, jangan kita lari, tetapi tetaplah berada dalam usaha dakwah cara Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini. Dengan cara seperti ini maka amal kita ini akan melekat pada diri kita, sebagaimana kehidupan daripada Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah terkesan dengan keadaan, tetapi terkesannya dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala, begitupula dengan kita. Orang yang mudah terkesan dengan keadaan, maka hidupnya akan terombang-ambing oleh berbagai peristiwa. Apabila kita tekuni daripada kerja Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana kerja Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah jalan untuk mencintai Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga orang-orang yang mengikutinya akan menjadi orang-orang yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Salah seorang sahabat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, mengatakan : “Tidak sempurna iman salah seseorang diantara kalian sehingga orang yang mencela kepadanya atau memuji kepadanya, baginya sama saja”
Maksudnya adalah :
1. Orang datang mencela atau menghina dia tidak terkesan
2. Orang memujipun dia juga tidak terkesan
Baginya orang yang mencela atau memuji sama saja, tidak merubah sifat hatinya atau keimanannya. Terkesannya hanya pada kerja dakwah ini saja. Ini karena kerja yang mulia ini dilirik oleh orang yang setia kepada Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Bukan dilirik oleh mata dzahirnya tetapi di lirik oleh mata bathinnya. Ketika dilirik oleh mata bathinnya, maka yang dinyatakan sendiri oleh Allah subhanahu wa ta’ala :
قُلْ هَـٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf : 108)
“Qul Haadzihii Sabiilii” artinya : “Katakanlah wahai Muhammad Ini adalah Jalanku (jalan hidup Rasullullah)”. Apa jalan hidup Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Apakah jalan perdagangan ? jalan pertanian ? jalan industri ? Tidak !!! melainkan : :
“Ad’uu ilallaah” artinya : “Yaitu mengajak manusia taat kepada Allah.” (Ad’unnaas : mengajak manusia)
Ummat ini menjadi hebat karena dikeluarkan untuk manusia, tugas dakwah ini untuk mengajak manusia. Ini mengajak manusia saja belum selesai kita dakwahi, kita sudah tergesa-gesa mau dakwah mengajak Jin. Jangan tergesa-gesa, sempurnakan dakwah kita kepada manusia, nanti ada masanya jin akan ikut sendiri.
Bagaimana cara dakwah kita? “Ala Bashirotin” artinya : “yaitu dengan mata hati.”. Ada dua jenis penglihatan :
1. Mata yang ada di luar ini yaitu mata di kepala adalah Bashar
2. Mata yang ada di dalam Qalbu atau hati kita ini adalah Bashirah
Jika orang sudah memandang dengan pandangan hati ini maka ia akan mendapatkan fadhilah ilmu yang sempurna. Maka untuk memahami perintah-perintah Allah ini tidak bisa dengan menggunakan kecerdasan yang ada dalam otak, melainkan dengan mata hati kita. Jika mata hati ini sudah bertaqwa maka yang akan keluar adalah sinar ketaqwaan. Attaqwaa Haahunaa 3 kali kata Rasullulah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika kita sudah bertaqwa kepada Allah maka kita harus ikut tertib yang diperintah oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan ikut caranya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَاتَّـقُوااللهَ وَيُعَلِّمُـكُمُ اللهَ
“Bertaqwalah kepada Allah niscaya Allah mengajarkanmu.” (QS. Al Baqarah:282)
“Wattaqullaah wayuallimukumullaah” artinya : Jika kita bertaqwa kepada Allah, maka Allah sendirilah yang akan mengajarkan ilmu kepada kita. Maka jika Allah ingin mengajarkan maka tidak akan ada sesuatu yang sulit ataupun rumit. Sehingga kita bisa paham saat itu juga sebagaimana kepahaman orang-orang yang sudah mendapatkan Ridho Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Fikir para sahabat ini adalah bagaimana mereka bisa mentransfer kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kedalam dirinya dan kehidupannya secara Kaffah, 100%.
Kecintaan Salman radhiyallahu ‘anhu terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Sebagai contoh bagaimana kecintaan Salman radhiyallahu ‘anhu terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak Salman radhiyallahu ‘anhu berjalan-jalan ke atas bukit. Salman radhiyallahu ‘anhu melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mematahkan sebuah ranting lalu menguncang-guncangkannya, sehingga daun-daunnya berguguran.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Salman radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Salaman mengapa engkau hanya melihat saja dan tidak menanyakan mengapa aku melakukan ini.” Maka Salman langsung mengikuti daripada perintah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasullullah mengapa engkau melakukan itu ?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Wahai Salman ketahuilah sesungguhnya orang yang melakukan shalat 5 waktu, dosa-dosanya bergugurang sebagaimana daun-daun yang gugur dari ranting ini.”
Setelah wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Salman radhiyallahu ‘anhu merindukan sesuatu yang dilakukan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun belum dikerjakannya. Maka Salman radhiyallahu ‘anhu mengajak kawannya untuk pergi ke bukit, ketempat dimana Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengajaknya. Ketika itu Salman radhiyallahu ‘anhu melakukan dengan sempurna 100 persen dari gaya, cara, posisi, yang dilakukan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika itu yaitu mematahkan ranting lalu menguncang-guncangkannya, sehingga daun-daunnya berguguran. Sama seperti bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Salman radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada kawannya Abu Sulaiman radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Abu Sulaiman mengapa engkau hanya melihat saja dan tidak menanyakan kenapa aku melakukan ini ?” Maka Abu Sulaimanpun bertanya sebagaimana salman bertanya ketika bersama Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Salman radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Wahai Abu Sulaiman ketahuilah sesungguhnya orang yang melakukan shalat 5 waktu, dosa-dosanya bergugurang sebagaimana daun-daun yang gugur dari ranting ini.”
Waktu atau kurun boleh berlalu, tahun boleh berganti, tetapi sunnah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam harus hidup sampai kehidupan ini berhenti. Hari ini kehidupan dan jalan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada di depan mana kita, namun bagaimana kita bisa melihatnya dengan mata hati kita. Kalau kita hanya melihat dengan mata dzahir kita maka ini tidak akan mampu menangkap kemuliaannya. Mata dzahir kita ini rentan dengan berbagai tipuan dzahiriah yang bisa berubah-rubah kenyataannya. Sehingga sunnah daripada Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi tidak nampak karena melihat ada yang lain yang lebih baik secara dzahiriah. Padahal yang baik menurut pandangan mata belum tentu baik untuk kita. Inilah ujian bagi kita. Semua yang kita lihat ini adalah imtihan, ujian bagi ini ummat. Maka syetan ini sangat pandai mengalihkan pandangan kita, yaitu :
1. Dimunculkankan keindahan terhadap sesuatu yang terlihat oleh mata dzahir.
2. Dimunculkan kebosanan kita terhadap kerja yang mulia ini.
Maka sebentar saja kita sudah mengucapkan selamat tinggal terhadap kerja yang mulia ini asbab tertipu oleh pandangan dzahir yang seakan-akan indah yang dibuat oleh syetan laknatullah alaih. Kita tinggalkan jalan daripada Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam menuju ke jalan yang kita lihat menarik secara pandangan mata dzahiriah ini. Maka jika dengan demikian yang terjadi, kelak kita baru tahu bahwa kita sudah terjerumus menjadi pecinta-pecinta yang palsu tadi.
Analogi Kerja Guru dan keadaan Ummat
Seorang guru ini digaji oleh Kepala Sekolah atau Kepala Madrasah. Maka dia diberikan fasilitas-fasilitas oleh sekolah atau madrasah. Tugasnya guru ini untuk apa ? Mengajar titik. Akan tetapi guru ini melihat tembok sekolah kok kelihatannya sudah usang. Maka si guru ini punya inisiatif untuk mengecat sendiri tembok tersebut dan mengganti warna tembok sekolah yang sudah kumuh dan usang tadi. Maka apa yang terjadi ? Ketika bel sekolah berbunyi, waktu dia harus mengajar, si guru tersebut masih sibuk memperbaiki dan mengecat tembok yang sudah usang tersebut. Guru ini dipanggil oleh kepala sekolah, “Wahai pak guru itu bel sudah berbunyi dan anak-anak sudah menunggu untuk di ajar, bapak kenapa tidak mengajar ?” Maka si guru tersebut mengatakan, “Eh bapak kepala sekolah, mengapa anda tidak paham ? bukankan mengecat tembok sekolah ini merupakan suatu kebaikan ? memperbaiki tembok sekolah ini merupakan suatu kebaikan ? mempercantik sekolah suatu kebaikan ? ini adalah suatu kebaikan.” Kepala sekolah menjawab, “Betul itu suatu kebaikan, namun kamu digaji bukan untuk mengecat atau memperbaiki tembok, kamu digaji untuk mengajar.”
Keadaan ummat hari inipun demikian. Ummat yang berontak hatinya tadi juga demikian pemikirannya. Apakah bekerja untuk keluarga, mencari nafkah, memberi orang lain pekerjaan, juga bukan merupakan suatu kebaikan ? Itu suatu kebaikan dan kewajiban, menurut mereka. Ummat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat ini tidak pernah merasa dosa apabila meninggalkan daripada dakwah ini. Padahal ketika dia mengucapkan selamat tinggal kepada dakwah ini, dia sudah menjadi pengkhianat, menjadi pecinta-pecinta palsu bagi Allah dan Rasulnya. Ini karena ummat ini memandang kerja ini dengan mata bashar, mata dzahir mereka, bukan dengan mata bashirah mereka atau mata hati mereka. Sehingga ummat ini seperti orang yang tidak bisa membedakan perintah-perintah yang diutamakan.
Ada perintah dari RT, ada perintah dari kelurahan, ada perintah dari kecamatan, ada perintah dari walikota, ada perintah dari bupati, ada perintah dari gubernur, ada perintah dari menteri, ada perintah dari presiden. Perintah-perintah ini mempunyai keutamaan-keutamaan. Ummat hari ini tidak paham kedudukan-kedudukan dari perintah-perintah yang ada. Sehingga ummat hari ini tidak bisa membedakan antara perintah RT dengan perintah Presiden. Demikian juga kita tidak bisa membedakan antara Amal dakwah ini dengan Amal yang lain. Padahal Dakwah ini tidak sama dengan amal pada umumnya. Allah subhanahu wa ta’ala sudah membedakan dengan jelas antara Amal Dakwah dengan Amal yang lainnya pada umumnya. Allah pisahkan kekhususan amalan dakwah ini dengan amalan yang lainnya :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" (QS. Fushshilat : 33)
“Mana perkataan “Siapakah yang lebih baik daripada perkataan orang yang mengajak taat (dakwah) kepada Allah……..”. Disini seakan-akan Allah menantang amal mana lagi yang lebih baik daripada dakwah, inilah keutamaan amal dakwah tersebut. Kemuliaannya dan ketinggiannya sudah Allah bedakan dengan amal-amal lain pada umumnya.
“Wa amilan sholihah” artinya : “dan beramal shalih.” Apakah dakwah ini tidak termasuk daripada amal shalih ? Orang tua kita mengatakan dalam bayannya tentang tafsir “wal ashri” oleh Ulama KH. Ali Maksum dari pondok pesantren Krapyak, Jogyakarta, yang dikenal dengan Kyai kuno atau traditional. Kyai Maksum yang kyai kuno ini bisa menjelaskan tentang kekhususan dakwah. Anehnya Kyai Modern tidak bisa menjelaskan kekhususan dakwah ini. Jadi menurut kyai ini semua orang dalam kerugian, orang kaya rugi, yang miskin rugi, yang berpangkat rugi, orang awam rugi, orang desa rugi, orang kota rugi, orang pintar rugi, orang bodoh rugi, kecuali orang-orang yang mempunyai 4 sifat. Siapakah mereka yang memiliki 4 sifat sehingga tidak terkena dampak kerugian tersebut :
1. Allaadziina aamanuu : kecuali orang yang beriman
2. Wa amilush shaalihah : kecuali orang-orang yang beramal shalih
3. Wattawaa shaubil haq : kecuali orang yang berdakwah, orang yang menasehati orang lain kepada yang haq/kebenaran. Inilah yang kosong atau tidak dilakukan ummat selama ini, saling berwasiat, saling mengulang-ulang, mentaqror, tentang yang haq.
4. Wattawaa shaubis Sabr : kecuali orang yang saling berwasiat untuk menetapi kesabaran. Ini karena dalam kerja dakwah ini kesabaran merupakan suatu keharusan. Sangat riskan jika kita berdakwah ini tanpa kesabaran. Kerja dakwah ini satu pelaminan dengan sabar yang tidak bisa dipisahkan. Jika kita mau terjun dalam dakwah, syarat yang pertama adalah kita harus sabar. Jadi dakwah ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa kesabaran. Tanpa sabar kita tidak akan bisa dakwah.
Jadi kalau kita mempunyai kriteria ini :
1. Keimanan yang betul dan kuat
2. Amal-amal shalih yang lurus
3. Dakwah atas yang haq
4. Kesabaran
Maka kita akan terselamatkan daripada kerugian di akherat nanti.
Inilah kekhususan dakwah yang dijelaskan oleh Kyai Ali Maksum tersebut. Dakwah ini adalah induk dari segala hasanat, ummul hasanat. Induk dari segala kebaikan ini adalah dakwah. Ini jika dakwah ini benar-benar dihidupkan.
Kisah Rabi’ah Al Adawiyah
Seorang wanita tetapi dia membawa fikir dakwah, maka dia tidak akan terkesan dengan pandangan-pandangan dzahir, walaupun dia miskin tidak memiliki apa-apa di rumahnya. Wanita ini selain menjadi da’iyah, dia tidak akan terkesan kepada pesona-pesona keduniaan yang menyebabkan dia keluar rumah. Dia tidak akan terkesan dengan kebendaaan yang indah-indah, bahkan dia tidak akan memasukkan kebendaan yang indah-indah dipandang mata tersebut kedalam rumahnya. Melainkan dia akan hiasi rumahnya dengan amalan-amalan seperti tasbihat, dzikir, tilawat, tahajjud.
Bagi orang yang biasa menghidupkan amalan ini, ketika dia melihat benda maka dia akan melihat itu sebagai suatu amalan. Jika ada takaza mengorbankan benda tersebut di jalan Allah, tidak sulit baginya mengorbankannya. Sehingga benda-benda tersebut berubah dari maal atau harta benda menjadi suatu amalan. Inilah perbedaan antara ahlul maal dan ahlul amal.
Maka suatu saat rumah yang dihuni oleh wanita dai’yah ini dilirik oleh kalangan pencuri sebagai rumah yang mudah untuk dijadikan target pencuriannya. Maka masuklah pencuri tersebut kerumah wanita tadi. Namun asbab sifat wanita tersebut yang betul-betul dermawan, apabila ada orang lain masuk ke rumahnya maka akan dia jamu. Namun kali ini yang masuk adalah seorang laki-laki yang maling (pencuri). Sehingga dari balik tirai hijab, yang memisahkan pandangan atau tempat laki-laki dan perempuan, si wanita ini memandang dengan mata hatinya. Sehingga wanita ini tau apa yang di inginkan daripada si pencuri tadi. Maka si wanita ini katakan dari balik hijab, “Wahai pemuda sesungguhnya kamu tidak akan mendapatkan apa yang engkau cari di dalam rumah ini, namun di sebelah kananmu itu ada kendi yang berisi air, berwudhulah lalu shalatlah dua rakaat, mintalah kepada Allah, maka Allah akan memberikan apa yang kamu cari disini.”
Mendengar suara dari wanita shalihah ini mampu membuat seorang laki-laki ini ketakutan. Inilah bahwa suara dari seorang perempuan yang mampu menundukkan seorang laki-laki, sehingga si maling ini mengambir air dari kendi tersebut dengan penuh ketakutan untuk berwudhu dan shalat 2 rakaat. Ketika si maling ini shalat, si wanita inipun berdoa : “Ya Allah telah masuk kerumah ku seorang pemuda, untuk mencari sesuatu yang dia tidak dapatkan disini. Ya Allah kini pemuda tersebut, sedang mengetuk pintu rahmatmu, maka berikanlah apa yang dia cari dan bukakanlah pintu rahmatMu.”
Sebelum pemuda maling tadi, mengucapkan salam, serta merta terdengar ketukan pintu dari luar rumah wanita tadi. Maka si wanita tersebut bertanya : “Siapa gerangan diluar ?” si pengetuk pintu tadi menjawab, “Saya adalah utusan Raja, saya diperintahkan Raja untuk membawa hadiah yang banyak untukmu. Harap diterima pemberian ini.” Maka wanita tersebut menjawab, “Jika hadiah itu berupa kebendaan-kebendaan maka jangan masukkan ke rumahku, karena aku sudah terbiasa tidak membawa kebendaan-kebendaan masuk kedalam rumahku. Letakkan saja di depan halaman rumahku”. Maka si wanita tadi berkata kepada pemuda maling tersebut, “Wahai pemuda yang masuk ke rumah ku sesungguhnya engkau sudah mengetuk pintu Allah subhanahu wa ta’ala, sekarang lihatlah apa yang Allah telah kirimkan kepadamu. Di depan pintu halamanku engkau bisa mencari apa yang engkau inginkan.”
Maka ketika si pemuda pencuri ini keluar dari rumah, dia dapatkan didepan rumah harta yang sangat banyak diberikan dari kerajaan di depan matanya. Melihat ini si pemuda langsung menangis, “Kenapa selama ini saya saya selalu mengambil hak orang lain dengan cara menyusahkan mereka, padahal dengan shalat dua rakaat saya bisa mendapatkan apa yang saya inginkan.” Sesal pemuda pencuri tersebut. Inilah kisah da’iyah seorang wanita waliullah, yang bernama Rabi’ah Al Adawiyah.
Inilah suara dakwah dari seorang wanita ini mampu menyebabkan seorang pencuri berubah menjadi seorang wali. Inilah kehebatan daripada dakwah. Namun kita tidak pernah menyadari ataupun memahami peristiwa ini. Kita tidak pernah bermudzakarah mengenai hal seperti ini. Jadi kekuatan daripada dakwah ini luar biasa. Hebatnya ini ummat, cantiknya ini ummat, bukanlah karena ibadahnya, melainkan Allah nyatakan dalam Al Quran :
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran : 110)
“Kuntum Chairu Ummah” artinya: “Sesungguhnya kalian adalah ummat yang terbaik”. Allah nyatakan disini kita ini adalah “The Best Ummah”, ummat yang terbaik, tidak ada ummat yang lebih baik dari ummat ini. Ummat yang paling baik melebihi ummat-ummat terdahulu. Jadi kalau ada orang yang menanyakan : “Kenapa kamu mau ikut khuruj-khuruj seperti itu ?” maka kita harus berani dan tegas mengatakan, “Kenapa saya tidak mau mengambil yang terbaik ? Ini adalah yang terbaik.” Dengan ketegaran yang seperti ini, maka kerja ini akan menampakkan manfaat bagi kita. Dakwah ini adalah induk dari semua hasanat, dan kerja-kerja agama yang lain itu adalah buah dari kerja dakwah ini.
Allah subhanahu wa ta’ala lanjutkan dalam firmannya : “Ukhrijat Linnas” artinya : “Yang dikeluarkan untuk semua manusia”
Disini Allah mengatakan ukhrijat bukan kharajat, dalam ilmu nahwu maksudnya adalah kalau kharajat berarti kita sendiri yang mengeluarkan, tetapi ini ukhrijat berarti siapa yang mengeluarkan? Yang mengeluarkan adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Hadirnya kita malam ini disini adalah Allah yang mengeluarkan kita untuk datang kesini. Berbahagialah kita yang dikeluarkan Allah untuk semua manusia. Ini adalah bagian dari kehendak Allah subhanahu wa ta’ala mengeluarkan kita untuk manusia. Ini agar semua manusia ini mau melihat kita, bercermin kepada kita, karena kita sebagai “Chairu Ummah”. Agar kita bisa menjadi cermin ummat, maka janganlah kita sekali-kali ada keinginan untuk memecahkan cermin tersebut. Jika ummat harus melihat cermin yang sudah berpecah-pecah, maka mereka hanya akan menemukan wajah yang telah terpecah-pecah, tidak utuh, dan bengkok-bengkok. Wajah ummat yang bengkok-bengkok ini adalah asbab kita, Chairu Ummah yang telah pecah seperti cermin yang pecah.
Ummat ini adalah penentu arah manusia mau dibawa kemana.
اَلْمُوءْمِنُ مِرْأَةُ الْمُوءْمِنْ
“Al Mukmin mir’atul Mukmin” artinya : “Orang beriman menjadi cermin bagi orang beriman”
Namun kalau cerminnya pecah bagaimana jadinya ? Lalu Allah subhanahu wa ta’ala melanjutkan dalam Firmannya : “Ta’muruuna bil ma’ruuf watanhauna anil mungkar” artinya : “Mengajak kepada amalan yang Ma’ruf dan mencegah daripada amalan yang Mungkar.”
Disini ada 2 amalan yang Allah perintahkan :
1. Ada perintah mengerjakan amalan Makrufat
2. Ada perintah menghindari amalan Mungkarat
Dalam ushul-ushul dakwah yang sering kita mudzakarahkan berulang-ulang lagi dan lagi, disitu terdapat ushul-ushul amalan makrufat (Amr Makruf) dan amalan mungkarat (Nahi Mungkar) yaitu :
4 hal yang diperbanyak inilah amalan Makrufat :
1. Dakwah illallah
2. Taklim wa Ta’alum
3. Dzikir wal Ibadah
4. Khidmat
Jika ini kita lakukan maka ini akan menyebar kemana-mana dan mereka akan melakukan amalan-amalan ini. Hari ini kita terkantuk-kantuk mendengarkan hal ini, padahal pembicaraan seperti ini adalah puncaknya makrufat. Bayangkan jika setiap orang mau berdakwah, mau taklim belajar agama ataupun mengajarkannya, setiap orang mau membuat amalan dzikir, baca qur’an dan shalat-shalat wajib maupun sunnah, lalu mereka mau berkhidmat. Maka jika ini tersebar, suasana makrufatpun akan terbentuk dan tersebar.
4 hal yang ditinggalkan ini adalah amalan Nahi Mungkar (Munkarot) :
1. Berharap kepada Mahluk
2. Meminta kepada Mahluk
3. Memakai barang orang lain tanpa izin
4. Boros dan Mubadzir
Berharap kepada selain Allah dan meminta kepada selain Allah adalah bentuk kemungkaran yang terbesar kepada Allah. Begitu juga memakai barang tanpa izin ini adalah pembangkangan terhadap nilai-nilai yang Allah cintai yaitu sifat amanah. Sedangkan Boros dan Mubazir ini adalah sifatnya syetan. Jadi Ushul-ushul dakwah ini seharusnya kita renungkan dan kita hayati.
Maka sudah seharusnya kita berdoa kepada Allah dimalam hari mohon kekuatan untuk dapat mengamalkan amalan makrufat dan melindungi kita dari amalan mungkarat. Mohonkan agar keyakinan kita senantiasa terjaga dari sifat berharap dan meminta kepada selain Allah :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nashta’iin” artinya : “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”.
Kalau kita ibadah dan sujud kepada Allah, namun tangan kita masih mengadah kepada Mahluk, ini keyakinan yang macam apa? Jadi jangan kita mengharap kepada mahluk apalagi meminta, berharaplah dan memintalah hanya kepada Allah. Kita harus tahu bagaimana bermuamalah yang baik. Jika itu milik dan hak orang lain jangan kita ambil. Jika kita mengambil daripada hak orang lain yang bukan hak kita, maka ini akan menyebabkan rizki yang kita dapat ini bisa menjadi tidak halal. Jika rizki yang kita dapat tidak halal, maka ibadah-ibadah kita tidak akan diterima oleh Allah Swt. Semua yang namanya urusan Rizki ini nanti akan Allah tanyakan datangnya darimana dan kemana dihabiskannya, ini semua akan dihisab oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu jangan Boros dan Mubazir. Boros dan Mubazir ini adalah sifat-sifat syetan. Bagaimana jadinya dalam kehidupan kita ini jika kita mengadopsi daripada sifat-sifat syetan kedalam kehidupan kita. Na’uudzubillaah min dzaalik.
Untuk bisa mendapatkan 4 amalan Makruf ini dan menghindari 4 amalan mungkarat maka hanya bisa dengan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala saja yaitu dengan do’a.
لَاحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
“Laa haula wala quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘athiim” artinya : “Tidak ada dan kekuatan selain pertolongan daripada Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.”
Hari ini kita yang kita dengar hanya kata-kata akibatnya kita tidak bisa membedakan mana yang mungkar dan mana yang makruf. Maka dari itu jika kita sudah betul-betul melakukan perkara dakwah ini, maka kita ambil dakwah ini secara keseluruhan dari tertib-tertibnya dan sifat-sifatnya, baru kita akan bisa sampai ke tujuan.
Ulama’ katakan :  “Man araadhal ushul fa alaihi bil ushul” artinya : “Siapa yang ingin sampai maka dia harus menyempurnakan ushul dan tertib-tertibnya”
Kita ingin sampai tapi tidak mau tertib maka yang akan terjadi kita akan jalan di tempat dan tidak akan sampai-sampai. Maka bukan 4 bulan, 40 hari, 3, hari, ini hanya kejar tanggal untuk menaikkan nilai kita saja. Namun jika kita ingin sampai ketujuan maka seluruh kehidupan kita harus kita curahkan pada kerja ini, dan tidak terkesan dengan keadaan.
Kegigihan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  Mempertahankan Kerja Dakwah dari Godaan Dunia
Bagaimana gigihnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempertahankan kerja ini dari berbagai macam ujian dan keadaan. Orang-orang Quraish ketika itu ingin menghentikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari melakukan kerja ini, maka mereka selidiki kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana ummat ini mengkaji kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sirah Nabawiyah. Maka apa yang orang-orang Quraish temukan pada waktu itu :
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih muda dan istrinya sudah tua ketika itu
2. Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam miskin
3. Hidup tanpa jabatan
Maka datanglah para pemimpin Quraish menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tawaran-tawaran :
1. Apabila engkau menginginkan wanita-wanita yang cantik, muda, dan belia, maka kami akan bariskan dihadapanmu.
2. Harta akan diberikan yang banyak agar menjadi orang terkaya di Quraish
3. Jabatan akan diberikan agar menjadi orang terpandang di Quraish
Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena sudah punya sifat istikhlas walaupun istrinya sudah jauh lebih tua melebihi dirinya, harta tidak punya, dan jabatan tidak ada. Beliau tetap tegar menghadapi tawaran-tawaran yang indah tersebut. Apa kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : “Walaupun kalian mampu memberikan bulan ditangan kananku dan matahari ditangan kiriku, supaya saya tinggalkan kerja dakwah, maka saya tidak akan tinggalkan selama-lamanya walaupun hanya sekejap mata.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika hanya ingin hidup untuk dirinya sendiri maka dia bisa hidup dengan nyenyak. Kalau yang dipikirkan hanya untuk keluarganya saja, maka dia bisa hidup enak dan nyaman dengan tawaran-tawaran tersebut. Namun yang selalu ada dipikiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bagaimana ini ummat. Bukan hanya sekedar ummat yang masuk dalam fikir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam namun ummat yang belum jadipun sudah masuk dalam fikir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Mendapat Siksaan di Thaif
Ketika anak-anak Thaif melemparkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan batu yang menyebabkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdarah. Malaikat katakan, “Ya Rasullullah andaikan engkau berkenan maka aku akan angkat kedua gunung yang menghimpit Thaif, Lalu akan aku hancurkan Thaif dengan membalikkan gunung tersebut menghantam Thaif. Sehingga semua orang akan mati tergencet oleh kedua gunung tadi.” Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lakukan : “Tidak jangan lakukan itu. Saya hingga saat ini masih memikirkan dan mengharapkan air yang masih tersimpan didalam tulang sulbi (belum menjadi sperma) kelak akan di dzahirkan (dinampakkan) oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagai penyembah Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak akan musyrik selama-selamanya.”
Jadi fikir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedemikian rupa yang menyebabkan agama tersebar di seluruh alam. Maka untuk inilah dakwahnya Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam tidak bisa dihentikan dengan apa saja :
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diuji dengan kesenangan yaitu tawaran-tawaran pemimpin Quraish
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diuji dengan kesusahan dari penyiksaan sampai percobaan pembunuhan
Semuanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lewati dengan tegar dan sabar, tidak berhenti sedikitpun dari dakwah walaupun hanya sekejap mata. Sebagaimana seseorang belajar tahfidz (menjadi seorang hafidz), dia akan pelajari daripada tajwidnya, makhrajnya al Quran. Namun kalau ditanyakan kepada orang yang tahfidz ini, “Apakah bumi itu datar atu bundar ?”, maka si murid ini akan menjawab, “Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang itu.” Ini karena tarbiyah dan imtihan yang dihadapi santri ini adalah pelajaran-pelajaran tentang tahfidz Qur’an. Jadi tidak perlu membaca daripada buku-buku yang menjelaskan bahwa bumi ini datar atau bundar. Demikian istikhlasnya si santri ini dalam pelajarannya adalah menjadi ahli dalam ilmu tahfidz tadi. Kitapun demikian juga cukup dengan menjadi ahli 6 sifat saja, jangan kita terjebak ilmu ini dan itu. Pegangan kita harus seperti ini, “Saya memang tidak tahu ini dan itu, namun yang saya ketahui cukup dengan enam sifat saja.”
Seorang calon dokter ketika dia masuk ke universitas kedokteran, namun yang dia baca malah buku-buku tentang elektronik, maka tidak mungkin dia akan lulus menjadi dokter yang baik. Dalam praktek beda antara praktek seorang dokter dengan seorang yang ahli tehnik bangunan. Kalau seorang ahli bangunan maka yang akan dia bawa adalah kertas gambar, penggaris, pulpen, untuk bisa membuat konstruksi bangunan. Beda dengan dokter yang harus membawa pisau bedah, thermometer, suntik, dan obat-obatan dalam melaksanakan tugas kedokterannya. Inilah praktek memang seperti itu. Dokter yang baik adalah dokter yang mampu mengobati daripada pasien.
Jika kita memandang kerja ini hanya dengan pandangan bashar, bukan dengan bashirah, maka sulit kita bisa mencapai derajat Istikhlas sebagaimana Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika ini terjadi maka kita akan mudah terombang-ambing, sehingga tertaskyl dengan dakwah-dakwah keduniaan. Ini menyebabkan kita akan meninggalkan kerja yang mulia ini. Inilah maksud dari pertemuan kita malam ini yaitu bagaimana bisa wujud dalam diri kita ini sifat istikhlas dalam dakwah.
Dalam kerja ini bahwasanya seseorang itu dapat hidayah atau tidak dapat hidayah ini adalah urusannya Allah subhanahu wa ta’ala. Namun yang penting bagi kita adalah kecintaan kita terhadap kerja ini saja. Ada saja orang yang tidak paham mengkritik, “Oh kerja model seperti itu datang dari rumah ke rumah dengan mengetuk pintu itu terlalu lambat, kuno. Sekarang kita sudah ada televisi, sekali siaran ratusan ribu rumah bisa dicapai.” Namun cara seperti itu bukanlah cara seperti yang dilakukan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu mereka akan berkata lagi, “Tuh liat tidak ada yang mau ikut kan.” Maka bergembiralah orang yang bisa mendapatkan dirinya istiqomah yaitu ketika orang ikut, dia bersyukur, dan ketika orang tidak ada yang ikut, dia tetap istiqomah. Apabila kita mengambil jalan dakwah ini namun tidak mengadopsi cara dan kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka yang akan terjadi adalah rekayasa-rekayasa pemikiran saja.
Inlah kerja dakwah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu dengan membentuk rombongan-rombongan dakwah. Hingga menjelang wafatnya sekalipun Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih membentuk rombongan Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu untuk diberangkatkan di jalan Allah. Bahkan rombongan belum sampai ke tujuannya, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah meninggal dunia. Rombongan yang sudah berjalan ini terkesan dengan keadaan sehingga mereka bermusyawarah ingin kembali ke Madinah. Ini karena mereka mendengar wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Madinah akan serang oleh Yahudi dan Romawi. Sedemikian mencekamnya suasana ketika itu.
Selepas musyawarah maka diutuslah Umar radhiyallahu ‘anhu untuk menemui Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Umar radhiyallahu ‘anhu meminta agar rombongan tersebut bisa ditarik pulang untuk membantu pengamanan di Madinah dari serangan musuh. Namun apa kata Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu :
“Wahai Umar katakan kepada mereka, apakah mereka ingin menjaga Islam atau menjaga Madinah ? Kalau ingin menjaga Islam teruskan daripada perjuangan. Saya tidak bisa menarik rombongan yang telah dibentuk oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam di masa hidupnya. Bagaimana saya bisa menarik rombongan yang telah dibentuk Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut setelah wafatnya.”
Umar radhiyallahu ‘anhu lalu berkata, “Kalau begitu nanti bagaimana dengan nasib istri-istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika diserang oleh Romawi.” Secara serta merta Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memegang daripada leher baju Umar radhiyallahu ‘anhu : “Ajjabbaru Fi Jahiliah wa Khawarun fi Islam” artinya : “Wahai Umar apakah kamu seorang pemberani ketika Jahiliyah namun menjadi seorang cengeng ketika dalam Islam.”
Seorang yang lembut namun demi agama bisa menjadi keras, dan seorang yang keras demi agama bisa menjadi lembut, inilah kehidupan. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu paham walaupun rombongan tersebut kembali tidak akan mampu melindungi daripada istri-istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini karena penjaga yang sebenarnya ini adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Perintah dari rombongan usamah ini sudah dikeluarkan langsung oleh Rasullullah untuk berangkat di jalan Allah bukan untuk melindungi daripada istri-istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi siapa yang akan menjaga istri-istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini ? Allah subhanahu wa ta’ala.
Jika seseorang itu membantu agama Allah maka Allah pasti akan bantu dia keluar dari masalah-masalahnya. Jika rombongan Usamah radhiyallahu ‘anhu berangkat maka dia akan membantu Islam, dan orang-orang Islam akan dijaga oleh Allah. Namun jika rombongan usamah ini pulang maka dia hanya membantu orang-orang Islam, namun rombongan usamah tidak akan mampu melindungi daripada kota Madinah dari serangan musuh. Mana yang didahulukan membantu Islam atau membantu orang Islam.
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yakin jika kita membantu agama Allah yaitu dengan tetap mengirimkan rombongan Usamah sesuai perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka Allah akan menjaga dari pada orang-orang Islam di Madinah. Maka apa yang dikatakan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu : “Seandainya ada serigala-serigala buas menyeret-nyeret daripada tubuh istri-istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mencabik-cabiknya, saya lebih rela melihat keadaan seperti itu daripada harus melihat Islam itu tercabik-cabik.”
Padahal diantara istri Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah termasuk anaknya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sendiri, yaitu Aisyah radhiyallahu ‘anha. Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak memikirkan daripada nasib anaknya ini melainkan yang dipikirkan adalah nasib daripada agama Islam. Sedangkan hari ini kita tidak lagi mewarisi daripada sikap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Hari ini kita gara-gara anak dan istri, kita rela meninggalkan perjuangan agama. Ini karena ummat hari ini melihat perjuangan agama dari mata basharnya bukan mata bashirahnya.
Ujian datang kepada ummat ketika itu dibawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Selain ancaman dari orang Yahudi dan Romawi yang akan menyerang Madinah. Timbul juga kekacauan dengan banyaknya orang murtad dan Nabi palsu. Namun dalam sejarah tidak ada tercatat diantara para sahabat radhiyallahu ‘anhu yang mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjuangan agama, ada yang murtad, satupun tidak ada yang murtad. Ini karena yang murtad ini adalah daripada orang-orang yang baru masuk Islam dan pemahamannya masih membawa pemikiran-pemikiran lama. Apa itu pemahaman pemikiran lama ? yaitu bahwa pertolongan Allah ini hanya ada bersama Nabinya bukan bersama ummatnya. Jadi ketika nabinya wafat maka pertolongan Allah berhenti bersama Nabinya, tidak bersama ummatnya.
Dasar Pemahaman Pemikiran Lama :
Ketika Bani Israil bersama-sama Nabi Musa ‘alaihis salam terpojok ketika menghadapi kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Didepan mereka ada lautan jalan buntu, sedangkan dibelakang mereka ada tentara Fir’aun yang siap menghabisi mereka. Kaum Bani Israil berkata : “Kita akan tertangkap… kita akan tertangkap.” Nabi Musa ‘alaihis salam malah mengatakan, “Tidak, sekali-kali tidak…. Kita tidak akan tertangkap.” Ini karena Nabi Musa ‘alaihis salam melihat situasi dengan pandangan bashirahnya bukan dengan pandangan basharnya seperti yang dilakukan Bani Israil. Nabi Musa ‘alaihis salam mampu dengan bashirahnya melihat yang tidak terlihat oleh bashar, pandangan mata. Apa kata Nabi Musa ‘alaihis salam :
قَالَ كَلَّا ۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (QS. Asy Syu’ara : 62)
“Inna ma’iyya rabbii sayahdiin” artinya : “Sesungguhnya Allah Swt, Tuhanku bersama aku”
Namun Tuhan tidak bersama mereka, Bani Israil, tafsirnya begitu. Ini karena pada waktu itu yang dakwah hanya Nabinya saja yaitu Musa ‘alaihis salam, sedangkan ummatnya tidak ikut berdakwah. Maka da’i itu selamanya bersama Allah subhanahu wa ta’ala.
Note Penulis :
Dasar Pemahaman Pemikiran baru
Inilah bedanya ummat terdahulu dengan umatnya Rasullullah Saw. Umat terdahulu adalah umat yang Abid karena tidak mendapatkan perintah dakwah. Sedangkan ummat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah ummat yang Da’i karena mendapatkan perintah melanjutkan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhir kiamat. Sedangkan untuk ummat ini ketika Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam pengejaran kafir Quraish bersama Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, terjebak di gua Tsur, dalam keadaan mencekam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam katakan :
لاَتَحْزَنْ اِنَّ اللهَ مَعَنَا
“Laa tahzan Innallaaha ma’anaa” artinya : “Jangan khawatir Allah subhanahu wa ta’ala bersama kita”
Ini karena Allah subhanahu wa ta’ala bersama Rasulullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar radyiyallahu ‘anhu yang seorang Da’i. Berbeda perkataan Musa ‘alaihis salam kepada ummatnya yang abid. Secara tata bahasa kita bisa melihat perbedaan pemikiran lama dan pemikiran baru yaitu letaknya adalah dalam pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala :
1. “Inna ma’iyya rabbii sayahdiin” artinya : “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhanku bersama aku”
(Pemahaman pemikiran lama) à Allah bersama Nabinya bukan Ummatnya.
1. “Laa tahzan Innallaaha ma’anaa” artinya : “Jangan khawatir Allah bersama kita”
(Pemahaman pemikiran baru) à Allah bersama Nabi dan Ummatnya asbab Dakwah.
Pemikiran dan pemahaman yang lama ini masih terbawa oleh mereka yang baru masuk Islam, menjadi suatu prinsip bagi mereka dalam memutuskan keadaan. Sehingga ketika Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat mereka mengira bahwa pertolongan Allah tidak lagi bersama ummatnya, maka dengan mudah merekapun meninggalkan Islam, menjadi murtad. Mereka yang murtad ketika itu wajib pilihannya bagi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai Khalifah untuk memerangi mereka, karena nantinya bisa menjadi ancaman dalam situasi yang genting pada waktu itu.
Pilihannya hanya dua bersama Allah dan RasulNya atau bersama Musuh Allah yang akan menyerang pada waktu itu. Inilah musibah yang pertama setalah wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu munculnya pemurtadan sejumlah orang-orang ketika itu.
Musibah yang kedua setelah wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, orang tidak mau lagi membayar zakat. Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai khalifahnya Rasul ingin agar suasana agama yang ada di jaman Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini sama dengan masa di kekhalifahannya. Kecintaan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ini kepada Islam telah membuat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ketika itu mengambil sikap dalam menghadapi pengemplang Zakat : “Kalau ada orang yang berzakat pada jaman Nabi unta bersama talinya, sekarang kurang tali saja tetap akan saya perangi dan saya bunuh”
Ini karena apa ? ini karena didalam seutas tali ini yang mengikat leher unta sekalipun, juga ada hak daripada fakir miskin. Orang miskin pada saat itu tidak ada yang demonstrasi walaupun mereka tidak membayar zakat. Baru-baru ini ada program pemerintah yaitu “Bantuan Langsung Tunai” untuk fakir miskin. Namun yang mengantri meminta bantuan ini bukan saja dari kalangan fakir miskin saja, dari kalangan yang mampupun ikut mengantri, inilah kondisi kita hari ini. Sedangkan di jaman Sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in pada waktu itu jangankan orang yang mampu, orang yang miskin sekalipun tidak ada yang mengemis-ngemis meminta bantuan. Pada waktu itu seolah-olah tidak ditemukan keluarga yang miskin, padahal ada. Ini karena apa ? Orang yang tidak tahu betul-betul keluarga si fakir miskin akan mengira si fakir ini orang yang mampu, karena mereka tidak pernah menampakkan wajah susahnya, ataupun pernah mengadu kesusahan. Orang-orang seperti ini tidak pernah menampakkan wajah susahnya, tidak pernah berharap, walaupun tidak punya apa-apa. Inilah kehidupan orang-orang yang telah di Ridhoi Allah subhanahu wa ta’ala.
Khalifah ketika itu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu lebih tau akan hak daripada orang-orang miskin, walaupun mereka tidak meminta. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tampil kedepan menyuarakan suara orang miskin ini, dikarenakan beliau pernah kaya dan jatuh miskin untuk memperjuangkan agama. Jadi orang yang jatuh miskin karena memperjuangkan agama inilah yang berhak menyuarakan suara dari orang-orang miskin. Namun jika orang miskin jadi kaya, ini kebanyakan jadi lupa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka datangnya harta dalam kehidupan kita bisa menjadi suatu musibah.
Dulu kalau di Sragen ini orang-orang berbondong-bondong ke malam ijtima ini pakai sepeda, kalau sekarang sudah pakai motor. Namun seringkali mereka suka mengatakan perkataan yang keliru : “Alhamdullillah sekarang kita sudah mendapat nusroh dari Allah.” Inilah keadaan kita hari ini. Jadi sorang khalifah harus tahu betul daripada hak-hak orang miskin.
Lalu musibah yang ketiga ini setelah wafatnya Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah munculnya nabi-nabi yang palsu membawa pemikiran-pemikiran yang palsu. Sehingga ketika itu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengeluarkan rombongan untuk mengahadapi pemikir-pemikir palsu tadi.
Musibah yang ke empat adalah ancaman serang dari luar Madinah yaitu bala tentara Romawi yang siap menyerbu. Bagaimana Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyelesaikannya ? dengan mengeluarkan rombongan-rombongan sebanyak-banyaknya hingga hampir-hampir tidak ada sahabat yang tersisa di kota Madinah. Kejadian ini membuat pasukan Romawi bergetar karena mereka menyangka jika laki-laki yang dikeluarkan dari Madinah sebanyak itu bagaimana yang tinggal di dalamnya. Mereka berpikir kalau kita menyerang kedalam pasti kita akan terjebak dengan rencana mereka terkepung dari luar dan dalam. Pasukan Romawi tidak tahu asbab kebijakan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengeluarkan rombongan sebanyak-banyaknya, kota Madinah kosong dari laki-laki. Mereka menyangka secara logika tidak mungkin Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengirim semua laki-lakinya keluar Madinah dan membiarkan kota Madinah kosong. Jadi menurut mereka tentara romawi, bahwa ini taktik jebakan ummat Islam. Namun asbab dari perintah Allah dan sunnah Rasul, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bukannya menarik rombongan bahkan mengirimkan rombongan sebanyak-banyaknya di jalan Allah memperjuangkan agama.
Jadi apa aja yang masalah yang dihadapi Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
1. Orang Murtad
2. Orang Tidak Mau Bayar Zakat
3. Nabi Palsu
4. Tentara Romawi
Bagaimana cara Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyelesaikan masalah ketika itu :
1. Berangkatkan segera rombongan Usmah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu yang telah dibentuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
2. Berangkatkan rombongan sebanyak-benyaknya untuk menghadapi Murtadin, pengemplang zakat, dan Nabi Palsu, hingga tidak tertinggal satu laki-lakipun di Madinah
Hasilnya :
1. Orang-orang kembali masuk Islam
2. Orang-orang kembali membayar Zakat
3. Nabi Palsu ditumpas
4. Pasukan Romawi batal menyerang karena ketakutan
Inilah cara Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyelesaikan masalah yang banyak dan bertubi-tubi ketika itu yaitu dengan mengeluarkan rombongan-rombongan di jalan Allah. 4 masalah diselesaikan dengan 1 cara yaitu keluarkan rombongan pergi di jalan Allah. Hari ini kalau orang tidak bayar zakat bagaimana solusinya simposium dulu, diskusi dulu, rapat dulu, namun rombongan tidak ada yang dikeluarkan. Maka akhirnya kita hari ini ditipu dengan utang-utang yang besar.
Dengan cara Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, satu saja caranya yaitu dengan mengirimkan rombongan sebanyak-banyaknya, maka Allah akan selesaikan masalah. Ini adalah shirah Nabawiyah, dan inilah kehidupan daripada Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Padahal hari ini banyak kita dengar bahwa banyak dikepulauan-kepulaun kita orang menjadi murtad, masih banyak orang tidak mau membayar zakat, namun semua ini hanya kita denger sebagai berita-berita saja. Namun hari ini karkun tertibnya sudah dirubah-rubah menjadi tertib selebriti, hanya ada berita-berita saja seperti di koran-koran. Da’i ini bukanlah pembuat berita melainkan pembuat sejarah. Kalo celebrity ini kerjanya meramaikan koran-koran, tetapi kalo da’i ini meramaikan halaqoh-halaqoh dan mahalah-mahalah di tempatnya masing-masing.
Walaupun sudah demikian gawatnya pemurtadan terjadi, agama ditinggalkan, namun tetap saja rombongan yang dikeluarkan masih dibawah target. Kita ingin keadaan kembali seperti di jaman Rasullullah, kita ingin yang murtad kembali ke Islam, namun kita tidak ingin usaha, bagaimana bisa ? Kita tidak mau berusaha namun pingin mendapatkan hasil, bagaimana bisa ? Dizaman Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mungkin hanya zakat yang ditinggalkan, namun hari ini kita hampir semua perintah Allah ditinggalkan oleh ummat. Bahkan shalatpun ditinggalkan oleh ini ummat. Padahal di dalam shalat itu ada dialog mesra antara hamba dan khaliknya. Dalam setiap bacaan ini ada jawaban Allah yang halus yang tidak terdengar oleh kita. Ketika kita membaca Al Fathihah :
1. Alhamdullillaahi Rabbil Aalamiin, maka Allah akan membalas : “Hamidanii Abdii” artinya : “Hambaku telah memujiku”
2. Arrahmaanir Rahiim, maka Allah akan membalas : “Wattana ‘ilayya Abdi” artinya :“HambaKu terus-terusan Memujaku”
3. Maaliki yawmid diin, maka Allah akan membalas : “Maddajanii abdii” artinya : “Hambaku Mengagungkan Aku”
4. Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nashta’iin, maka Allah akan membalas : “Hadzana bainii wa baina abdii” artinya “ini hanya diantara Aku dan hambaKu saja” yang lain tidak boleh ikut campur, maka apapun yang dia minta akan Aku perkenankan pada saat ini. Apa itu yang diminta :
5. Ihdinash shiratal mustaqiim shiraatalladziina an’amta alaihim ghairil maghduubi alaihim waladhdhaalliin, rupanya mereka meminta hidayah, petunjuk ke jalan-jalan orang yang aku ridhai.
Inilah sebaik-baiknya do’a yaitu memohon hidayah, bukan meminta harta atau jabatan. Inilah bahasa-bahasa di dalam shalat, namun sudah ditinggalkan ummat.
Orang-orang yang membawa pemikiran-pemikiran palsu, seperti pemikiran nabi-nabi palsu, mulai bermunculan. Pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan perintah Allah dan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di agung-agungkan seperti emansipasi wanita ala barat, Jaringan Islam Liberal, dan lain-lain. Bahkan orang yang mengklaim sebagai nabipun juga bermunculan pada hari ini. Namun apa yang kita perbuat hari ini. Jika hal ini dibiarkan berkembang maka akan berkembang kemana-mana. Supaya fikir kita tidak kemana-mana maka haru kita ikat dengan perintah-perintah Allah, walaupun itu tidak masuk akal. Jika tidak maka pemikiran kita akan melantur kemana-mana dan lupa perintah Allah subhanahu wa ta’ala.
Akibatnya lahirlah pemikiran-pemikiran bebas seperti Nabi-nabi palsu, dan menganggap orang-orang yang keluar di jalan Allah ini adalah orang-orang yang kolot. Padahal orang-orang yang kolot-kolot seperti inilah yang di cintai Allah subhanahu wa ta’ala dan RasulNya. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam katakan :
خَيْرُ الْقُرُوْنِ قَرْنِيْ
“Khairul quruuni qornii” artinya : “sebaik-baiknya zaman adalah zamanku…”
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan di zamannya lah sebaik-baiknya zaman atau “Khairul Qurun”. Dimana onta masih dipakai sebagai kendaraan utama, belum ada mobil dan pesawat, tetapi itulah sebaik-baiknya zaman, Ini karena apa ? Agama sempurna diamalkan dan bersih dari pemikiran-pemikiran palsu. Pada hari ini Romawi dan Yahudi bukan saja merencanakan menyerang, namun sudah masuk dalam kehidupan ummat Islam. Berapa banyak orang yang mengatakan benci sama Yahudi dan Romawi atau Nasrani namun kehidupan mereka yang membenci sama dengan Yahudi dan Nasrani. Bahkan kehidupannya menolak daripada kehidupan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabat karena pengaruh kehidupan Yahudi dan Nasrani ini. Maka bagaimana jalan keluarnya yaitu sebagaimana pemikiran Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yaitu dengan mengeluarkan rombongan sebanyak-banyaknya. Kita kirim rombongan-rombongan ke negeri jauh dan ke pelosok-pelosok negara kita, untuk mengobati daripada penyakit-penyakit keimanan akibat virus-virus kehidupan Yahudi dan Nasrani.
Insya Allah semua bersedia !! 4 bulan di jalan Allah…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar