Pages

Sabtu, 03 November 2012

72. BAYAN MAULANA THARIQ JAMEEL


http://www.jipvideos.com/wp-content/uploads/Tariq-Jameel.jpg


BAYAN MASTURAH
KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ فَجَعَلَهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَنَا مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلَنَا شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ أَكْرَمَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ
أشهدُ أن لا إله إلاّ الله وحدَه لا شريكَ له ، إلهاً واحداً أحداً صمداً ، لم يتَّخِذْ صاحبةً ولا ولداً  وأشهد أن سيدنا ومولانا محمداً عبده ورسوله. أما بعد
قال تعالى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
قال صلى الله عليه وسلم: إذَا صَلَّت المرأةُ خَمْسَها و صامت شهرها و أطاعت بَعلَها فلتدخل من أي أبواب الجنة شاءت
Hadirin-hadirat yang mulia, cukup banyak masturah yang hadir, tempat sempit dan udara panas. Pahala pasti didapatkan. Maka hendaknya bayan didengar niat untuk diamalkan dan merubah arah kehidupan. Sehingga pertemuan kita ini bukan sekedar pertemuan kemudian bubar, tapi bagaimana kita sampai pada apa yang disampaikan dan didengar dalam majlis.
Dengan bahasa yang sangat indah Allah subhanahu wa ta’ala. bertanya dalam Al Quran :
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
“apakah mereka diciptakan tanpa bahan sama sekali ataukah mereka yang menciptakan?” (Ath Thuur:35)
1.     Apakah mereka jadi dengan sendirinya? Ini pertanyaan pertama.
2.     Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ini pertanyaan kedua.
أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Apakah mereka yang menciptakan langit dan bumi?” (Ath Thuur: 36)
Ini pertanyaan ketiga. Dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Bila kalian terjadi dengan sendirinya, maka kalian seperti tanah di hutan atau lumpur di jalan, bebas semau kalian. Tidak akan ada tanya jawab terhadap kalian, kalian bebas sebebas-bebasnya.Dan bila kalian menciptakan diri kalian sendiri, kalian juga bebas. Apa yang kalian inginkan, maka lakukan. Juga tidak akan ada pertanyaan terhadap kalian. Dan bila kalian yang menciptakan langit, bumi, beserta isinya, gunakanlah semau kalian. Dan tidak akan ada lagi batasan halal dan haram. Pernikahan dan perzinahan tidak akan ada bedanya. Menutup aurat atau membukanya sama saja. Mengerjakan shalat atau meninggalkannya tidak ada bedanya. Kejujuran dan dusta tidak ada bedanya. Kesucian pribadi dan kenistaan tidak ada bedanya. Rasa malu dan rasa tidak punya malu menjadi sama. Keadilan dan kezaliman tidak ada bedanya.
Maka bila kalian terjadi dengan sendirinya, atau menjadikan diri kalian sendiri, atau kalian yang menciptakan langit dan bumi, maka Allah subhanahu wa ta’ala. Seolah-olah berfirman kepada kalian : “Biarlah Aku mundur, apa yang kalian inginkan, lakukanlah.”
Maka kita pelajari pertanyaan-pertanyaan ini. Pernahkah ada sesuatu di alam ini yang terjadi dengan sendirinya? Adakah sebuah gedung sekolah yang berdiri dengan sendirinya? Adakah seorang wanita yang pada pagi hari tiba-tiba melihat seoang anak jadi sendiri di sampingnya? Atau tiba-tiba muncul setumpuk perhiasan emas didepannya? Roti masak dengan sendirinya? Daging matang dengan sendirinya? Pernahkah ada yang melihat seperti ini? Tidak pernah ada. Maka berarti saya tidak jadi dengan sendirinya. Dan pasti bahwa saya tidak menciptakan diri saya sendiri, tidak menciptakan orang tua saya, tidak menciptakan kampung saya. Seandainya saya ciptakan diri saya sendiri, tentulah saya memilih bentuk yang lebih indah dari ini, dan mungkin saya akan menentukan agar lahir di tengah keluarga raja. Maka jelaslah bahwa saya tidak jadi sendiri dan tidak pula menciptakan diri saya sendiri. Lalu siapa yang menciptakan? Dan bila sepotong kayu tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin pohon bisa saya buat? Bila sebutir pasir tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin alam semesta saya yang ciptakan? Bila setetes air tidak bisa saya ciptakan mana mungkin lautan bisa saya ciptakan? Bila selembar daun tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin buah bisa saya ciptakan? Bila selembar bulu tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin burung merak bisa saya ciptakan? Bumi siapa yang menciptakan? Langit siapa yang menciptakan? Kita tidak jadi sendiri, tidak menciptakan diri sendiri, dan tidak bisa menciptakan langit dan bumi. Lalu siapa yang menciptakan? Bila wanita tidak bisa menjawab pertanyaan ini, binasa. Laki-laki tidak bisa menjawab pertanyaan ini, binasa. Siapa pun orangnya, walaupun mendapatkan gelar cumlaud dalam segala bidang, bila pertanyaan ini tidak bisa dia jawab maka binasa, gagal dunia akhirat. Lalu, siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Siapakah yang menciptakan saya? Disambung pertanyaan kedua, untuk apa saya diciptakan? Pertanyaan ini ada dalam Al Quran, kita cari jawabannya, maka kita temukan jawabannya. Allah subhanahu wa ta’ala. firmankan dalam Al Quran:
هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
“Bukankah telah datang dalam kehidupan manusia suatu masa tatkala manusia tidak ada sama sekali” (Al Insan: 1)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman :
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al Anbiya : 30)
“Dulu semuanya tidak ada, langit tidak ada, bumi tidak ada, maka yang ada hanya Allah. Allah yang dulu, Allah yang sekarang, itulah Allah Dialah Allah yang Qayyum, Dialah Allah yang Mutakabbir, Dialah Allah yang Awal, Dialah Allah yang Akhir, Dialah Allah yang Zhahir, Dialah Allah yang Bathin, Dialah Allah yang Qayyum, Dialah Allah Malikul mulk, Dialah Allah Dzuljalali wal ikram, Dialah Allah yang maha suci, Dialah Allah yang tiada awalnya, Dialah Allah yang tidak ada akhirnya.”
Alam semesta ini ada awalnya dan ada akhirnya. Namun Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha ada, ada tanpa awalan dan terus ada tanpa akhiran. Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang Maha ada. Tapi adanya Allah subhanahu wa ta’ala tidak membutuhkan tempat. Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang Maha ada, tapi tidak perlu pada masa. Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang Maha ada, dan adanya Allah subhanahu wa ta’ala tidak bisa ditentukan dimana arahnya. Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang Maha ada, tidak perlu pada bentuk, tidak perlu pada manusia. Allah subhanahu wa ta’ala maha ada, tidak perlu pada isteri, tidak perlu pada anak, tidak perlu pada alam, tidak perlu pada langit, tidak pelu pada bumi, tidak perlu pada Rasul, tidak perlu pada Anbiya, tidak perlu pada surga, tidak perlu pada neraka, tidak perlu pada Mikail, tidak perlu pada Israfil, tidak perlu pada Izrail, tidak perlu pada surga, tidak perlu pada neraka, tidak perlu pada langit, tidak perlu pada bumi, tidak perelu pada Arsy, tidak perlu pada Lauhil mahfudh, tidak perlu pada kursi.
Kita namanya manusia ini, di kelas kita duduk sejak kecil duduk di bangku sekolah. Dan manusia ini pasti berada dalam salah satu dari beberapa keadaan. Seorang itu mungkin berdiri, kalau tidak, mungkin duduk, kalau tidak, mungkin berbaring, kalau tidak, mungkin tiduran, mingkin ke arah kiri, mungkin ke arah kanan, pasti salah satu itu.
Tapi itulah Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak duduk, tidak juga berdiri, tidak berbaring, tidak tengkurap, tidak terlentang, tidak miring kiri, tidak miring kanan, tidak perlu makan, tidak perlu minum, tidak makan, tidak minum, tidak mengantuk, tidak tidur. Dialah Allah yang tidak pernah merasa takut, Dialah Allah yang baginya sama antara langit dan bumi, baginya sama antara terang dan gelap, baginya sama antara siang dan malam, arsy dan kursi sama baginya, cahaya dan api sama baginya, gunung dan tanah lapang sama baginya. Dialah Allah raja manusia, raja bagi jin, raja bagi lautan, raja dari api, raja dari besi dan perak, raja segala-galanya.
Dialah raja ruang diantara langit dan bumi, Dialah raja burung-burung yang berterbangan di udara. Dialah raja tiap-tiap tetesan air hujan. Raja pemilik minyak wangi yang akan diciptakan. Dialah pemilik semuanya. Dia pemilik kepakan sayap burung-burung yang berterbangan. Dialah pemilik ular yang menyemburkan bisanya. Dialah yang menciptakan kerang yang di dalamnya terdapat  mutiara. Dialah yang menciptakan minyak ambar dari ikan. Dialah pencipta dan pemilik lebah yang mencelupkan mulutnya di air kemudian darinya diciptakan madu. Dialah yang menciptakan dan memiliki ulat-ulat yang mengeluarkan sutera-sutera. Dialah Allah yang memberikan minum kepada kijang kemudian darinya Allah ciptakan minyak kasturi. Dialah Allah yang menciptakan air yang darinya Allah tumbuhkan buah-buah mangga yang indah dan ranum. Dialah Allah raja dan pemilik air, yang kadang-kadang darinya Allah ciptakan mangga, darinya Allah ciptakan delima. Dialah Allah subhanahu wa ta’ala yang menciptakan pohon yang pahit, daun yang pahit, dahan yang pahit, ranting yang pahit, tapi darinya Allah subhanahu wa ta’ala tumbuhkan buah-buah delima. Dibungkus kulit yang pahit, semuanya pahit. Dan tatkala dibuka, begitu nampak keindahan ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala, butiran-butiran ada yang berwarna putih. tatkala nampak butiran delima yang berwarna putih, maka seolah-olah mutiara ada di sana. Bila itu berwarna merah, maka seolah-olah itu adalah buah yang ditaburi yaqut. Dan itu semua Allah subhanahu wa ta’ala kumpulkan dalam suatu tempat yang rapi dan rapat, kemudian….. supaya manusia berpikir, “Ini semua siapa yang menciptakan?” Inilah Allah dan inilah ciptaan Allah.
هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Inilah ciptaan Allah, inilah buatan Allah, maka tunjukkan apa yang diciptakan oleh selain Allah SWT”. (Luqman: 11)
Itulah Allah subhanahu wa ta’ala yang berfirman kepada kita, bahwa kita pun diciptakan dari air. Yang dengan air itu pula Allah subhanahu wa ta’ala telah ciptakan pohon delima, Yang dengan air itu pula Allah subhanahu wa ta’ala telah ciptakan buah delima. Yang dengan air itu pula Allah subhanahu wa ta’ala telah ciptakan buah jambu. Yang dengan air itu pula Allah subhanahu wa ta’ala telah ciptakan mutiara. Dan dari air itu pula tatkala dimasukkan ke dalam kijang, maka dijadikan kasturi. Dan dari air itu pulalah tatkala dimasukkan kedalam lebah, maka yamg muncul adalah madu. Kalian sebelumnya adalah air, kalian sebelumnya adalah air.
أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى 
“Dan sebelum air kalian adalah tanah “(QS. Al Qiyamah : 37)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ
“Dari tanah dikeluarkan gizi, dari gizi dikeluarkan sari patri, dari sari pati dikeluarkan air”. (QS. Al Mukminun : 12)
Kemudian dari situ Allah subhanahu wa ta’ala teruskan dibuatlah bentuk oleh Allah subhanahu wa ta’ala yang berbeda-beda, kemudian disempurnakan, diberikan warna-warna yang indah,warna-warna yang cantik. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan dalam bentuk laki-laki, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan dalam bentuk wanita:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)
Dan dalam ayat lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ () أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا 
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy Syura : 49-50)
Allah subhanahu wa ta’ala berikan anak perempuan, Allah subhanahu wa ta’ala berikan anak laki-laki, atau  Allah subhanahu wa ta’ala berikan pasangan laki-laki dan wanita. Dan Allah menjadikan orang yang dikehendaki sebagai mandul, Allah subhanahu wa ta’ala tidak berikan anak padanya, walaupun menjalani hidup dengan meminta-minta supaya dikaruniai anak, Allah subhanahu wa ta’ala tidak berikan anak padanya. Maka telah jelas jawaban bagi kita. Allah yang maha pencipta. Langit, Allah yang menciptakan :
وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS. Adz Dzariyat : 47)
Bumi, Allah yg menciptakan :
وَالْأَرْضَ فَرَشْنَاهَا فَنِعْمَ الْمَاهِدُونَ
“Dan bumi itu Kami hamparkan; maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami).” (QS. Adz Dzariyat : 48)
Gunung, Allah yang menciptakan:
وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا
“Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh.” (QS. An Nazi’at : 32)
Air, Allah yang mengeluarkan :
أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا
“Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.” (QS. An Nazi’at : 31)
Hujan, Allah yang menurunkan :
أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا () ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا () فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا () وَعِنَبًا وَقَضْبًا () وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا () وَحَدَائِقَ غُلْبًا ()
“Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat,” (QS. ‘Abasa : 25-30)
Dialah Allah yang membentangkan bumi, mengengkat langit, menurunkan hujan. Lalu Allah berfirman kepada kita :
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah.” (QS. Al Infithar : 6)
Dalam Al Quran hanya dua kali disebut يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ. Ini adalah firman yang sangat indah. Allah bukan berdialog hanya kepada orang muslim, tetapi kepada semua manusia di seluruh dunia. Kepada muslim, kafir, orang yang taat, orang yang ingkar, Hindu, Budha, Atheis, Komunis, pemabuk, orang yang ahli maksiat, semuanya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada mereka semuanya. Tergambar oleh saya seolah-olah seperti seorang ibu yang memegang kedua pundak anaknya, dipegang sambil bertanya, “wahai anakku, mengapa engkau berburuk sangka kepadaku?” Mana mungkin aku berbuat buruk padamu? Sebab memang itulah watak seorang ibu. Seperti apapun dia akan selalu menginginkan kebaikan anaknya.
Tergambar oleh saya, seolah-olah Allah subhanahu wa ta’ala memegang pundak setiap manusia. Baik laki-laki maupun wanita, Allah subhanahu wa ta’ala bertanya, “wahai hambaku, bagaimana kamu bisa berburuk sangka padaku? Sedangkan Aku adalah yang menciptakanmu :
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
“Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.” (QS.Al Infithar : 7)
menciptakannya dan membentuk fisikmu betul-betul seimbang, betul-betul serasi :
فِي أَيِّ صُورَةٍ مَّا شَاءَ رَكَّبَكَ
“dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu.” (QS.Al Infithar : 7)
Dalam rupa yang Allah subhanahu wa ta’ala kehendaki….. tetapi setelah diberi keindahan wajah manusia lupa bagaimana sebelumnya dia dulunya adalah air yang hina, kemudian menjadi nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah, kemudian menjadi mudhghah, kemudian diberikan tulang-tulang padanya, lalu dibungkus dengan kulit, dan dimasukkan ruh padanya. Barulah dikeluarkan ke dunia. Dalam keadaan tidak ada gigi yang bisa menggigit, tidak ada tangan yang bisa memegang, kaki belum bisa berjalan, tidak bisa berbicara, tidak bisa mengeluh, tidak bisa mengadu ingin buang air besar, ingin buang air kecil, lalu Allah Imenetapkan dua orang yang sangat sayang padanya. Allah Imemberikan kasih sayang yang begitu dalam pada diri kalian, dalam hati kedua orang tua. Mereka tidak bisa makan sebelum engkau kenyang, mereka tidak bisa tidur sebelum engkau tidur. Bila engkau menangis, maka makanan yang mau disuap pun terjatuh. Engkau ketakutan, rasa kantuk pun hilang. Engkau sedikit bersuara, maka teriakan pun keluar dari mereka. Seandainya Allah subhanahu wa ta’ala tidak membuat aturan demikian, tentulah tidak ada yang memperhatikanmu tatkala engkau kelaparan, membersihkanmu tatkala engkau buang air, yang menidurkanmu di tempat yang hangat. Tidak ada yang bekerja seharian, kecapean untuk nafkahmu, tidak ada seorang wanita yang seharian susah payah memasak makanan, memasak daging untukmu. Mereka semua dibuat seperti ini untuk keperluanmu. Seorang ibu duduk menunggu anaknya, tatkala anaknya datang, dia gembira menyambutnya, “Anakku datang, anakku datang.” Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatur ini semua untuk pemeliharaanmu. Andaikan Allah subhanahu wa ta’ala cabut rasa kasih sayang, tentukah seekor ular akan menelan anaknya, tentulah seorang ibu akan tega melemparkan anaknya ke dalam tempat sampah.
Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatur ini semua. Dan tatkala engkau belum bisa apa-apa, menelan makanan pun susah, Maka apa yang Allah subhanahu wa ta’ala lakukan, apa yang Dia buat? Allah subhanahu wa ta’ala mengalirkan dua mata air di tempat yang sangat dekat denganya. Yang mendatangkan kehangatan di waktu dingin, dan mendinginkan di waktu kepanasan. Begitu dekat, begitu mudah. Tidak ada yang lebih bermanfaat, tidak ada yang lebih baik dari seorang anak ini dari pada air susu ibunya. Seorang ahli herbal mengatakan pada saya, “seandainya seorang anak pada masa mudanya tidak merusak benih-benih susu yang dia minum waktu bayi, pengaruh air susu ibu ini akan bertahan sampai 40 tahun lamanya”. Susu apa pun di seluruh dunia, jenis apa pun tidak ada yang memberikan kekuatan, tidak ada kandungan sebagaimana kandungan air susu ibu. Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan ini semua :
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ () فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ ()
Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu.” (QS. Al Infithar : 7-8)
Tatkala tidak ada seorang wanita yang bersujud pada Allah, tidak ada seorang pemuda meletakkan dahinya menyembah Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah subhanahu wa ta’ala lanjutkan, “Wahai manusia, wahai hambaKu, Aku yang telah menciptakanmu, kenapa engkau sekarang menjadi penentangKu? Aku yang telah menciptakanmu. Kenapa sekarang engkau berburuk sangka padaKu? Sedangkan seorang ibu pun tidak mungkin menginginkan keburukan untuk anaknya. Akulah yang berkata kepadanya, “gunakanlah hijab” Akulah yang mengatakan supaya engkau letakkan dahimu diatas tanah, “Shalatlah”, Akulah yang memerintahkan supaya hubungan laki-laki dan perempuan ada batasnya, Akulah yang mengatakan supaya perempuan menjaga dirinya dari nereka. Seorang anak, dia tidak akan berpikir buruk terhadap ibunya. Akulah yang mengatakan supaya kalian tidak mengangkat kepala di depan bapak kalian. Akulah yang mengatakan pada isteri untuk taat kepada suaminya. Akulah yang mengatakan supaya suami menunaikan kewajiban tetrhadap isterinya. Akulah yang memerintahkan supaya kalian berdagang dengan cara yang benar dengan cara yang jujur, tidak mengurangi timbangan dan takaran. Jangan sampai jahil dalam pekerjaan, jangan sampai mengandalkan kekuatan untuk berbuat kejahatan. Tapi, apa yang kamu lakukan dengan itu semua? Lalu kenapa tiap-tiap langkah yang kalian lakukan untuk melanggar perintahku? Kau tinggalkan shalat, kau letakkan Al Quran sebagai hiasan di rumah, di simpan hanya untuk mendapatkan keberkahan saja? Kitab yang mestinya dipakai, dilipat dan disimpan kemudian lupa tidak belajar.
Saya ingat waktu kecil, setiap saya pulang dari masjid ke rumah, di sepanjang rumah terdengar ibu-ibu yang membaca Al Quran di rumah masing-masing. Tapi sekarang apa yang terjadi? Orang melihat tv sampai tengah malam, orang kehilangan rasa malu di mana-mana. Sekarang orang pada menangis sedih kenapa ekonomi merosot, banyak hutang, padahal bukan itu yang kita tangisi. Tapi hilangnya anak-anak kita, itulah yang kita tangisi. Laki-laki hanyut dalam kesenangan. Foya-foya, nyanyian, tarian dan perempuan. Itu perbuatan tanpa rasa malu. Wahai, ini seolah-olah perahu telah tenggelam, bahtera tidak bisa menepi ke pelabuhan, kalaulah ini masih ada tidak tenggelam, itu karena kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala yang menahan.
Dan bila kaum laki-laki dan perempuan sudah biasa dengan kesenangan musik, anak-anaknya sudah biasa dengan nyanyian, di pasar-pasar sudah biasa mengurangi dalam timbangan dan takaran, anak-anak berani durhaka kepada orang tuanya, penindasan dalam kekuasaan, kedzaliman di pengadilan, orang yang kuat berbuat sewenang-wenang, orang yang didzalimi berteriak-teriak tidak ada yang memberikan pertolongan. Kemudian dalam keadaan seperti ini mestinya kita tidak bisa makan, tidak bisa minum, tidak bisa beristrahat, tidak bisa tinggal di atas bumi, mestinya semua tenggelam ditelan ke dalam tanah. Bahkan satu kabupaten, satu provinsi, satu negara, seluruh dunia pun mestinya sudah tenggelam.
Kalau ada seorang wanita, di tengah-tengah keramaian, dia menari-nari, tiap-tiap gerakannya ini punya kekuatan luar biasa yang bisa menghancurkan gunung himalaya, yang bisa mengeringkan samudera, hutan-hutan akan terbakar menjadi padang pasir, dan bumi akan hilang dari penduduknya atau bahkan jadi kosong. Untunglah bumi ini bukan tempat hukuman, bukan tempat balasan. Allah subhanahu wa ta’ala tidak jadikan bumi ini tempat hukuman dan balasan. Dunia hanyalah tempat ujian. Sedangkan tempat balasan akan datang tatkala mata terpejam, ibu lupa pada anaknya, anak lupa pada ibunya, nyawa sudah berada di tenggorokan, tatkala suami lupa pada isterinya, isteri lupa pada suaminya, saudara lupa dengan saudaranya, itulah waktu yang sebenarnya. Bagaimana keadaan manusia hidup, seperti itulah keadaan kematiaannya. Bagaimana ia menjalani hidup, dalam keadaan itu malaikat maut akan datang menjemputnya.
Maka semua yang hadir, ibu-ibu, bibi-bibi, saudari-saudari, bapak-bapak, saudara-saudara, paman-paman, maupun yang tidak hadir yang bertebaran di pasar-pasar dan di jalanan, seolah-olah Allah subhanahu wa ta’ala turun dan memegang pundak setiap orang dari kita dan berfirman :
“Wahai hambaku, Akulah yang menciptakanmu. Mana mungkin Aku membuat keputusan buruk untukmu. Mana mungkin aku menyempitkan hidupmu. Ibumu rela kelaparan untuk memberi makan padamu, ibumu rela menahan kantuk untuk menidurkanmu. Sedangkan Aku ini tujuh puluh kali lipat lebih sayang daripada seorang ibu.”
Tujuh puluh dalam istilah bahasa Arab bukan dimaksudkan angka tujuh puluh. Tetapi maksudnya adalah banyak sekali, tanpa batas. Seolah Allah ingin mengatakan “Aku lebih sayang daripada seorang ibu berkali-kali lipat tanpa batas. Maka Aku mengatakan padamu untuk memasang sajadah, shalat dan meletakkan dahi di atas tanah. Aku perintahkan para wanita untuk memakai hijab. Aku tidak melarang keluar. Bila akan keluar, keluarlah tetapi dengan hijab. Kalaupun bekerja, bekerjalah namun dengan hijab. Dan bila bulan Ramadhan tiba, Aku perintahkan untuk berpuasa. Bila engkau seorang puteri dari seorang ibu, maka perintahKu adalah khidmatlah kepada ibumu dan ayahmu. Bila engkau punya saudara, maka khidmatlah pada saudaramu. Bila kedudukanmu sebagai isteri, maka berkhidmatlah kepada suamimu. Bila engkau adalah seorang anak laki-laki, maka perintahKu adalah supaya engkau berbakti kepada orang tuamu. Bila engkau punya saudara perempuan, maka perintahKu adalah supaya berkhidmat kepada saudarimu. Bila engkau seorang suami, perintaKu adalah supaya engkau menanyakan hak isterimu. Bila engkau seorang bapak, maka perintahKu adalah supaya engkau mendidik anak-anakmu. Bila engkau seorang pedagang, perintahKu adalah agar menimbang dan menakar dengan kejujuran. Bila engkau seorang petani, maka janganlah hasil pertanianmu membuatmu takabur. Tapi berikanlah, Infakkanlah sebagian untuk fakir, untuk orang miskin yang membutuhkan. Bila engkau seorang raja, maka berbuat adillah. Bila engkau orang yang kuat, maka berbuat insaflah. Bila engkau duduk sebagai seorang hakim di pengadilan, maka janganlah engkau menjadi pembela orang-orang yang berbuat zalim.
Ini semua Aku perintahkan kepadamu, tidak mungkin bukan untuk kebaikanmu, tidak ada yang lebih sayang kepadamu dari pada Aku :
وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
“dan adalah Allah subhanahu wa ta’ala Maha berterima kasih dan Maha mengetahui”. (QS. An Nisa : 147)
Saat Nabi Yunus ‘alaihis salam keluar dari mulut ikan, maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman padanya, “wahai Yunus, kaummu telah bertaubat, pergilah pada mereka.” Di tengah perjalanan Nabi Yunus ‘alaihis salam bertemu dengan tukang tembikar yang membuat bejana-bejana yang sangat besar terbuat dari tanah. Maka Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan pada Nabiyullah Yunus ‘alaihis salam supaya pembuat tembikar itu memecahkan bejana yang dibuatnya. Maka tatkala diperintahkan padanya, pembuat tembikar itu bertanya,”kenapa, untuk apa saya pecahkan, ini  kan sudah saya buat dengan tanganku sendiri, untuk apa saya pecahkan?” Maka Nabiyullah Yunus ‘alaihis salam melaporkan keengganan pengrajin ini kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Nabiyullah Yunus ‘alaihis salam, “Wahai Yunus, itu orang yang membuat bejana dengan tangannya sendiri, dia tidak mau menghancurkannya, maka bagaimana engkau hancurkan, engkau bawa manusia yang telah Aku buat, Akulah yang membuatnya engkau bawa mereka pada kematian, engkau sampaikan mereka pada kehancuran. Kenapa engkau biarkan mereka mencampakkan diri dalam kebinasaan? Sedangkan mereka semua telah bertaubat, mereka semua hambaku, hingga kembali kepadaku.”
Maka untuk itulah katakan kepada seluruh manusia di dunia baik laki-laki maupun wanita, berdamailah kalian dengan Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb yang begitu Penyayang, dan Penyantun. Tidak akan kalian temukan selainNya. Dia yang maha Kasih Sayang, Maha Pemberi, Pemilik segala sifat yang indah, Pemilik Kerajaan :
الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ المَلِكُ القُدُّوسُ السَّلامُ المُؤْمِنُ المُهَيْمِنُ العَزِيزُ الجَبَّارُ المُتَكَبِّرُ الخالِقُ البارىءُ المُصَوّرُ الغَفَّارُ القَهَّارُ الوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الفَتَّاحُ العَلِيمُ الباسِطُ الخَافِضُ الرَّافِعُ المُعِزُّ المُذِلُّ السَّمِيعُ البَصِيرُ الحَكَمُ العَدْلُ اللَّطِيفُ الخَبيرُ الحَليمُ العَظِيمُ الغَفُورُ الشَّكُورُ العَلِيُّ الكَبِيرُ المُغِيثُ الحَسِيبُ الجَلِيلُ الكَرِيمُ الرَّقِيبُ المُجِيبُ الوَاسِعُ الحَكِيمُ الوَدُودُ المَجِيدُ الباعِثُ الشَّهِيدُ الحَقُّ الوَكِيلُ القَوِيُّ المَتِينُ الوَليُّ الحَمِيدُ المُحْصِي المُبْدِىءُ المُعِيدُ المُحْيِي المُمِيتُ الحَيُّ القَيُّومُ الوَاجِدُ المَاجِدُ الوَاحِدُ الصَّمَدُ القادِرُ المُقْتَدِرُ المُقَدِّمُ المُؤَخِّرُ الأوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ البَاطِنُ الوَالي المُتَعالِ البَرُّ التَّوَّابُ المُنْتَقِمُ العَفُوُّ الرًّؤُوف مالِكُ المُلْكِ ذُو الجَلالِ وَالإِكْرَامِ المُقْسِطُ الجامِعُ الغَنِيُّ المُغْنِي المَانِعُ الضَّار النَّافعُ النُّورُ الهَادِي البَدِيعُ الباقِي الوَارِثُ الرَشِيدُ الصَّبُورُ
Adakah yang bisa menunjukkan Raja seperti Dia? Adakah yang bisa menunjukkan Pencipta seperti Dia? Adakah yang bisa menunjukkan Allah selain Dia? Lalu kita tidak bersujud kepadanya? Sedangkan Dia yang mengadakan. Dia yang memberikan mata. Wanita menghiasi wajah dengan anting dan perhiasan lainnya. kita katakan, hiasilah dengan wajahmu dengat tanda sujud. Wanita menghiasi matanya dengan celak. kita katakan, hiasilah matamu denga rasa malu. Orang berangapan bahwa keluar dengan penuh perhiasan adalah sebagai kesempurnaan. Justru Kita katakan, jadikanlah menyembunyikan diri sebagai kesempurnaan :
Berlian selalu tersembunyi di balik gunung. Mutiara tersembunyi di dalam kerang. Biji gandum tersembunyi di dalam cangkangnya. Jagung tersimpan di dalam kulitnya.
Barang berharga tidak akan di lempar di tengah jalan. Barang bernilai tidak mungkin terbuka di tengah pasar. Adakah buah yang tidak diselubungi kulit? Semakin bernilai dan bermanfaat, tutupnya semakin rapat. Sedangkan di dunia ini tidak ada perhiasan yang lebih bernilai daripada wanita. Dari wanitalah makmurnya dunia. Bila pangkuan wanita kering, keringlah dunia. Bila pangkuan wanita subur, suburlah dunia. Bila pangkuan wanita tandus dari tarbiyah, maka sebagaimana dari lumpur bermunculan semak berduri, dari pangkuan wanita akan muncul pembunuh, pemabuk, pezina, penjual diri, penjual kehormatan, penindas kemanusiaan. Dan bila pangkuan wanita subur, muncullah saifullah (pedang Allah), Junaid Al Baghdadi, Syaikh Abdul Qadir Jailani, Rabiah Adawiyah, Sirri Siqthiy, Ma’ruf Karkhi, Bakhtiar Khaki. Lihatlah masa lalu, tatkala pangkuan ibu subur makmur.
Hari ini, pangkuan wanita kosong. Para wanita mandul. Para lelaki mandul. Kita lihat banyak anak di rumah-rumah. Bukan seperti itu maksudnya. Anak adalah yang bila dilihat oleh Allah subhanahu wa ta’ala, Dia akan ridha padanya. Yang bila dilihat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau akan gembira dengannya. Yang Islam bangga dengannya. Bumi membanggakan nya. Bila seorang lelaki maupun wanita bersujud, lalu meneteskan setetes air mata jatuh ke tanah. Kesejukan yang dirasakan tanah dengan jatuhnya tetesan ini tidak dapat disamai dengan hujan selama empat puluh hari. Air hujan yang menetes ke bumi hanya akan merasuk beberapa inchi saja ke dalamnya. Tetapi air mata tangisan akan menembus bumi hingga ke tahtats tsara (yang di bawah tanah). Bila disuarakan nyayian di atas bumi, pecah hatinya. Tarian yang di lakukan di permukaannya telah menyulut api di tiap-tiap ruasnya. Perzinaan yang memenuhi bumi sebenarnya membuatnya siap untuk meledak. Kedurhakaan kepada orang tua telah membuat gunung bersiap untuk beterbangan. Begitu banyak kemaksiatan dilakukan yang bisa menyebabkan runtuhnya langit sebagai atap.
Maka karena Allah saya berkata, kembalilah kepada Allah. Wanita diciptakan bukan untuk menari. Di manakah pesta pernikahan yang bersih dari goyangan tubuh wanita? Kita mengatakan bahwa orang kafir (Hindu) adalah musuh kita, tetapi wanita mana yang tidak terbawa kebiasaan mereka?
Saya tidak menyuarakan perkataan saya. Saya hanya kurir yang menyampaikan pesan Allah dan RasulNya. Hendaklah tunaikan hak yang memang selayaknya ditunaikan. Seorang ibu tidak selalu setia. Seorang anak tidak selalu setia. Seorang istri tidak selalu setia. Seorang anak yang ditinggal mati ibunya tidak akan manyertainya di dalam kubur. Bahkan dialah yang menimbun ibunya. Tetapi Allah, Dialah Dzat yang selalu setia. Menyertai saat di dunia. Menyertai saat di akhirat. Menyertai saat hidup. Menyertai saat mati. Di kubur, shalat di sebelah atas, sedekah sebelah kanan, puasa sebelah kiri, pahala berjalan ke masjid datang, pahala sabar datang, taqwa datang, munkar nakir datang, tanya jawab diadakan.
Lihatlah Rabiah Adawiyah. Tidak mungkin menggantikan namanya dari lembaran sejarah. Seorang wanita akan dihargai bila pertama, dari keluarga terhormat. Dua, berwajah cantik. Tiga, kekayaan. Empat, berketurunan. Bila seorang wanita bukan dari keluarga terhormat akan turun nilainya. Bila tidak cantik, akan lebih jatuh lagi nilainya. Lalu tidak berharta, akan lebih rendah nilainya. Dan bila mandul, tidak akan ada lelaki yang mau padanya. Tetapi sungguh mengherankan, tidak satu pun kelebihan ini ada padanya. Dan kisahnya selalu dibicarakan di mana-mana sejak ratusan tahun lamanya. Dia adalah dari kalangan budak bangsawan. Dari Ethiopia. Yang kedua, wajahnya adalah wajah Ethiopia Kulit hitam, hidung kecil. Yang ketiga, dia adalah budak. Dari mana budak memiliki kekayaan? Yang keempat, dia mandul. Suaminya meninggal di waktu muda. Menjanda sejak usia muda. Kebiasaannya, mandi, lalu menganti pakaian, kemudian mendatangi suami. Dia bertanya, “Apakah aku diperlukan?” Bila suami mengatakan tidak, maka dia akan ke tempat shalatnya. Semalaman di sana. Dan, tatkala suaminya telah meninggal, Syaikh Hasan Bashri yang begitu tampan, ‘alim, ahli hadits, ahli tafsir, mujahid dan masih sangat banyak gelar yang layak beliau sandang. Beliau datang sendiri untuk meminang. Bukan mengirim utusan. Beliau utarakan keinginan beliau untuk menikahinya. Rabiah menjawab, jawablah empat pertanyaanku, baru aku mau menikah. “Apa itu?” “Apakah aku ahli surga atau ahli neraka?” “Aku tidak bisa menjawab,” kata beliau. “Tatkala catatan amal dibagikan, ada yang menerima dengan tangan kanan, ada yang dengan tangan kiri, dengan tangan mana aku akan menerima catatan amalku?” “Aku tidak bisa mengatakan apa-apa,” kata beliau. “Saat amalku ditimbang, apakah kebaikanku lebih banyak ataukah dosaku yang lebih banyak?” “Aku tidak tahu.” “Saat orang-orang meniti shirat, ada yang bisa melintas dan ada yang jatuh, bagaimana dengan aku? Apakah melintas ataukah terperosok?” “Aku tidak tahu.” “Kalau begitu biarkan aku membuat persiapan untuk yang empat itu.” Menjelang wafatnya, Rabiah berpesan kepada pembantunya, “Bila aku mati, jangan diumumkan. Cukup beri tahu tetangga. Dan jadikan kain usang yang selalu saya gunakan untuk beribadah kepada Rabbku sebagai kain kafan. Keesokan paginya diberitahulah tetangga-tetangga untuk menurunkannya.”
Dan ini tidak berat, yang berat adalah kita dengan banyaknya dosa-dosa. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, kita ini penuh dengan dosa, dahi kosong dari sujud pada Allah, mata kosong dari rasa malu, telinga dipenuhi dengan racun-racun musik, yang tidak memperhatikan kebaktian pada orang tua, yang menyia-nyiakan kewajiban pada isterinya, yang menyia-nyiakan kewajiban pada suaminya. Orang seperti kita inilah yang akan menjadi beban bagi bumi. Malam harinya pembantunya bermimpi bertemu dengan Rabi’ah, kemudian bertanya, “bagaimana keadaanmu?” kemudian bercerita, “Munkar nakir datang kepadaku, dan bertanya, “Man rabbuki?” maka aku menjawab, “Subhaanallah, dzat yang 40 tahun tidak pernah aku lupakan, kemudian aku dimasukkan kedalam tanah empat hasta ini, akankah aku lupa padanya?” Kemudian malaikat berkata, “Ya sudah, untuk apa ditanya lagi”.
Maka seperti itulah hendaknya kita mencari kematian. Janganlah kita hidup mengikuti wanita-wanita zaman sekarang. Pada saat ini orang-orang sibuk berlarian hidup dengan berkiblat pada orang-orang barat. Yang saya inginkan, bagaimana semuanya ikut kehidupan Fathimah radhiyallahu ‘anha, ikut kehidupan Khadijah radhiyallahu ‘anha, bertemu dengan mereka disana. Saya ingin semuanya berkumpul bersama Fatimah radhiyallahu ‘anha. Dan saya ingin bagaimana laki-laki menjadi pembantu dari Hasan dan Husain pimpinan pemuda-pemuda surga. Nanti di akhirat akan dipisahkan orang-orang yang ikut barat. Berpisahlah kalian. Jangan sampai di dunia kita hidup dengan orang-orang kampung, tapi di akhirat dikumpulkan dengan orang-orang barat:
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ
“Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir): "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mu'min) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat.” (QS. Yasin : 59)
Maka orang-orang merasa ketakutan hari itu, jantung pecah. Seandainya ada kematian, tentulah mereka mati semua. Tapi kematian telah tiada. Maka semuanya diseret. Wanita diseret dari tengkuknya, kemudian laki-laki akan dimasukkan tangan ke dalam rahangnya, ditarik hingga semua keluar. Dibawa, kemudian diseret. Maka laki-laki berteriak-teriak waasyabaabaah-waasyabaabaah, wahai masa mudaku-wahai masa mudaku. Apa yang dikasihani, sedangkan mereka tidak kasihan pada masa mudanya. Dan wanita-wanita akan berteriak-teriak waakhabaayaah-waakhabaayaah, wahai malu, wahai malu. Apa yang dikasihani dengan rasa malu, sedangkan waktu hidupnya tidak punya rasa malu, tidak mau menutupi dirinya.
Maka hadirin-hadirat, yang mulia, jadilah kita ini hamba-hamba Allah, Allah yang telah menciptakan kita. Allah menciptakan kita untuk apa, supaya kita hidup mendapatkan ridha dari Allah subhanahu wa ta’ala. Menyempurnakan perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala, menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian bertemu dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Bila menjadikan kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  sebagai kehidupan kalian, maka di dunia bahagia, di akhirat bahagia. Allah subhanahu wa ta’ala  tidak jadikan dunia tempat bersenang-senang, tapi dunia hanyalah sekedar permainan. Ini adalah alat kesenangan yang menipu. Dunia adalah sebelah sayap nyamuk, dunia adalah sarang laba-laba. Orang-orang yang lari mengejarnya adalah orang gila. Dan orang-orang yang melihat mimpinya ini adalah orang-orang yang tidak berakal. Maka orang-orang yang berlomba-lomba memparbesar rumahnya di dunia ini, adalah orang yang paling bodoh. Mengejar dengan susah payah membangun rumah yang akan ia tinggalkan. Dan dia lupa dengan surga yang telah Allah sediakan. Dia mengejar-ngejar sesuatu yang akan dia tinggalkan, lupa pada sesuatu yang abadi. Ini adalah tempat singgah saja.
Semuanya, satu demi satu pergi meninggalkan dunia. Laki-laki kaya mati, perempuan kaya mati, laki-laki miskin mati, perempuan miskin mati, rakyat mati, pejabat mati, pedagang mati, penjual pakaian mati, penjual makanan mati, semuanya satu demi satu akan mati. Kita lihat, kubur makin lama, makin banyak penghuninya. Pasar makin hari berkurang dan dikurangi orang-orangnya. Sehingga akan tiba suatu saat nanti, kita habis semuanya. Seperti apa pun ramainya sebuah pasar, seperti apa pun ramainya sebuah rumah, suatu saat nanti akan sepi…sepi…tidak tersisa kecuali sarang laba-laba dan suara desiran angin. Dan akan tiba lagi suatu masa tatkala laba-laba pun habis, desiran angin pun habis, kita akan menghadap pada Allah subhanahu wa ta’ala. Kita akan ditanya,”Wahai hambaku, apa yang kamu bawa untuk menghadap padaKu?”. Maka jadikanlah cara hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai cara hidup kita. Tidak ada manusia yang lebih perhatian, yang lebih sayang, yang lebih cinta, melebihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Coba, adakah yang 23 tahun lamanya menangis tanpa berhenti? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  23 tahun lamanya terus menerus menangis untuk ummatnya. Dan adakah seorang bapak yang susah payah, jerih payah 23 tahun tidak berhenti untuk anaknya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jerih payah, matia-matian berjuang untuk ummatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  yang diutus untuk menangisi ummatnya pun, sampai Allah tegur, “Jangan kau menangis sampai seolah-olah kau akan bunuh dirimu sendiri”. Sebagaimana  seorang ayah yang menyuruh anaknya untuk rajin belajar. Tatkala anaknya berlebihan belajar pun, ayahnya pasti akan mengingatkannya untuk beristirahat.
Kemudian Allah shallallahu ‘alaihi wasallam  bertanya, “Wahai kekasihku, apa yang kau tangisi?” “Ummatku Ya Allah.” Begitu sayang beliau kepada ummatnya. Tatkala ke Thaif dan penduduk mengusir beliau, gunung hampir ditimpakan kepada mereka dan beliau sendiri yang menahannya. Mereka mengusir, melempari dan mengejar beliau hingga pingsan berlumuran darah. Diangkat oleh Zaid radhiyallahu anhu dibawa berteduh di kebun orang kafir yang memusuhi beliau. Kebun itu milik ‘Utbah bin Rabiah yang mengnginkan kematian beliau. Namun begitu parahnya keadaan beliau, orang yang begitu benci pun tatkala melihat keadaan beliau menjadi trenyuh. Tidak mampu menahan air mata. “Wahai Muhammad, apa yang terjadi dengannya?” Dia sendiri yang memetik anggur dari kebunnya. Karena rasa malu saja dia tidak suguhkan sendiri. Dia suruh budaknya untuk menyuguhkannya. Ini seorang kafir musuh keras Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun merasa kasihan pada beliau. Tetapi, bagaimana perlakuan ummat ini kepada beliau? Sunnah dirusak. Acara pernikahan diadakan, adakah yang tanpa iringan suara musik? Bila ditanya, kenapa melakukan ini, maka akan dijawab bahwa ini adalah untuk menyenangkan anak laki-laki atau anak perempuan saya.
Mengapa tidak dipikir, apakah tidak perlu untuk menyenangkan Allah dan Rasulnya? Mengundang paman, kakek, saudara, kerabat, kawan unutk menyenangkan mereka. Kita melakukan berbagai perbuatan untuk menyenangkan mereka. Kita katakan, mengapa tidak terpikir untuk  menggembirakan  Allah yang telah menjadikan anak baginya hingga usianya muda dan dinikahkan pad hari itu? Mengapa tidak terpikirkan untuk menggembirakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dari kampungnyalah kita hidup sebagai manusia. Yang dengan berkah tangisannya kita masih berbentuk manusia. Kalaulah beliau tidak habis-habisan menangis minta pemecahan masalah kita, tidak akan kita temui manusia hari ini di pasar-pasar. Di sana hanya akan kita dapati hewan berkeliaran. Semua orang ingin kita senangkan. Kenapa tidak kita senangkan Allah dan RasulNya?
Iringan pernikahan Fathimah juga diberangkatkan. Beliau juga melakukan pernikahan. Adakah wanita seperti beliau di dunia ini? Di hari kiamat nanti, saat orang akan melewati shirat. Akan diumumkan, “Tundukkan pandangan, Fathimah akan lewat.” Ke arah sanalah aku ingin membawa saudari-saudariku. Saat orang berbondong-bondong menuju ke barat. Dalam pasar di kampung terpencil hijab pun lepas. Ke manakah para wanita pendidik? Para ibu telah mati. Rumah kosong. Kita yang membakarnya dengan kabel dan TV. Dengan  tangan kita sendiri. Saya katakan, jadilah anak-anak Fathimah. Bagaimana proses pernikahannya? Beliau dinikahkan di masjid. Selesai akad, Shahabat Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ya Rasulullah, Fathimah diberangkatkan ke rumah?” Rasulullah tidak berkata, “Bawakan alat musik, undang group band, buat pawai.”  Kata beliau, “Ya, akadnya kan sudah.” Setelah shalat Maghrib, beliau pulang ke rumah. Fathimah radhiyallahu ‘anha bercerita, “Waktu itu aku sedang melakukan kegiatan seorang putri yang membantu di keluarga. Aku dengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Panggil Ummu Aiman.’” Ummu Aiman adalah budak ibunda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pernah bersabda, “Siapa yang ingin menikah dengan wanita ahli surga menikahlah dengan Ummu Aiman.” Beliau berkata, “Ummu Aiman, antarkan Fathimah ke rumah Ali.” Inilah pelepasan mempelai wanita. Tanpa disertai ayah. Tanpa disertai ibu-ibu yang ada, Ummahatul Mukminin yang begitu suci. Padahal saat itu ada ibunda Aisyah, Juwairiyah, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Wanita-wanita yang tiada tandingnya di muka bumi. Berjalan kaki beliau diantarkan. Pakaian pun tidak diganti. “Beri tahu pada mereka, setelah ‘Isya aku akan datang.” Itulah pemberangkatan pengantin wanita. Tanpa iringan apa-apa, musik atau pun barisan manusia.
Sampai di sana, Ummu Aiman mengetuk pintu. Shahabat Ali radhiyallahu anhu keluar. Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha berkata, “jagalah amanat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan datang ke sini setelah shalat ‘Isya.” Inilah pemberangkatan pimpinan para wanita dua alam. Putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  yang paling beliau cintai. Putri yang beliau beritahukan, “Kaulah yang pertama kali menyusulku dari kalangan keluarga.” Putri yang lainnya beliau berangkatkan sendiri. Saat hampir wafat, shahabat Ali radhiyallahu ‘anhu sedang keluar. Beliau katakan kepada pembantunya, “Siapkan air panas untuk mandi. Letakkan dipan di tengah rumah. Hadapkan ke kiblat.” Setelah mandi, beliau berbaring dan berpesan, “Sampaikan pada suamiku bahwa aku sudah mandi, dengan baju ini kuburkan aku.” Sehari sebelum wafat, beliau berkata pada Asma bintu Umais, “Tolong usahakan supaya jenazahku nanti tidak terlihat bentuknya saat dibawa.” Beliau tidak ingin nantinya ada yang mengatakan bahwa putri Nabi orangnya gemuk, atau kurus, atau jangkung, atau pendek. Padahal ruh telah lepas dari badan. Dan tidak ada aturan hukum untuknya. Itulah yang saya inginkan. Jadilah putri orang-orang yang setelah mati pun tetap nampak rasa malunya. Asma radhiyallahu a’nha menjawab, “Waktu hijrah di Ethiopia aku melihat bila wanita meninggal maka di atas ranjang untuk membawa jenazahnya diletakkan kayu melengkung dan diselimuti dengan kain (seperti keranda di Indonesia). Sehingga tidak diketahui bagaimana bentuk fisik jenazahnya.” Fathimah radhiyallahu ‘anha berkata, “Bagus. Buatkan seperti itu untukku.” Dengan penuh rasa malu seperti itulah beliau meninggalkan dunia. Sebab beliau menuju maqam yang sangat tinggi.
Kemarilah, menuju kebahagiaan, kemuliaan. Islam telah menyiapkan derajat yang mulia untuk wanita dalam Islam. Tanggung jawab mencari nafkah dibebankan kepada suami. Kemudian dalam nikah ada mahar. Tahukah kita apa maksud mahar. Berapa pun mahar, puluhan juta, ratusan juta, ataupun milyaran rupiah tidak bisa menjadi harga seorang wanita. Dan tidak sah nikah tanpa mahar. Mahar adalah pertanda bahwa wanita itu menjadi tanggungan lelaki sampai mati. Wanita itu akan tinggal di rumah, makan dari jerih payah suami. Orang-orang Arab punya kebiasaan untuk tidak memberi bagian warisan kepada wanita. Dan zaman sekarang pun masih banyak daerah yang berbuat demikian. Warisan tanah yang menjadi hak wanita akan disiasati oleh saudaranya sehingga dibalik dengan namanya. Orang-orang yang melakukan kezaliman seperti ini kepada saudarinya atau anaknya tidak akan bisa menyelamatkan diri dari siksa kubur. Walaupun dia ahli shalat, ahli puasa, ahli dzikir, ahli Al Quran, menyumbang madrasah, pergi bertabligh, pergi haji dan kebaikan lainnya. Dia mati dalam keadaan mengingkari satu bagian besar Al Quran. Tidak ada yang bisa melindunginya dari siksa neraka. Dia akan dihimpit di kuburnya. Suara himpitan kubur yang dideritanya terdengar mulai dari bumi belahan timur hingga barat.
Saat penguburan Zainab putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tertua, beliau nampak sedih. Keluar dari liang lahat nampak cerah wajah beliau. Sahabat bertanya tentang hal itu. Beliau menjawab, “Aku sangat khawatir dengan keadaan putriku. Lalu aku memohon pada Allah untuk menyelamatkan putriku dari himpitan kubur. Allah menyelamatkannya dari himpitan kubur.” Bila tidak, sekali kubur menghimpitkan dindingnya akan terdengar dari timur hingga barat.
Kubur bukanlah gundukan tanah. Kehidupan baru akan mulai. Pahala dan siksa akan dimulai.
Ini bukan pembicaraan saya. Saya hanyalah kurir yang menyampaikan pesan dari Allah dan RasulNya. Kebiasaan di tempat kita, bila orang kaya mengirimkan sesuatu dia akan menyuruh buruhnya. Dan oarang yang menerima kiriman akan memberikan hadiah kepada buruh itu sesuai derajatnya. Saya datang seperti buruh yangmenyampaikan pesan itu. Tapi bukan uang yang saya minta. Yang saya inginkan hanyalah, yang hadir di sini meninggalkan majlis sebagi putri-putri Fathimah. Bukan sebagi penentang-penentang Allah. Kembalilah kepada Allah. Bertaubatlah. Berjalanlah menuju kemulian. Kesuksesan, kebahagiaan. Tidak ada kehidupan bagi wanita yang tidak menutup auratnya.
Saya cari nama wanita di dalam Al Quran mulai ayat pertama hingga terakhir. Sekali, dua kali, sepuluh kali, seratus kali saya cari. Tidak ada nama wanita disebutkan di dalam Al Quran selain nama Maryam. Setiap wanita disebut dengan nama suaminya: istri Aziz, istri Fir’aun, istri Nuh, istri Luth. Bisa  saja Allah menyebut nama Asiyah, seorang wanita yang shalihah. Bisa Dia sebut nama Zulaikha, istri seorang gubernur yang penggoda. Hanya nama Maryam yang Dia sebut. Itu adalah untuk menjelaskan bahwa ‘Isa ‘alaihis salam bukan putra Allah subhanahu wa ta’ala  tetapi putra Maryam. Dalam banyak sekali ayat Allah subhanahu wa ta’ala  sebutkan ‘Isa ibnu Maryam. Ulama ahli tafsir menulis bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak menyukai nama wanita dimunculkan, lalu bagaimana wanita dibuka penutupnya dan keluar ke mana-mana? Bagi orang muslim, nama wanita adalah malu untuk disebutkan. Nama istri seorang muslim ditutup. Nama putri seorang muslim ditutup. Kulit delima diletakkan di luar, kulit pisang diletakkan di luar, kulit buah-buahan dibiarkan di luar. Tapi isi buah pisang, isi buah delima dan buah-buah lainnya tidak ada yang dibiarkan di luar.
Kenapa para wanita ingin meniru kehidupan barat? Di sana wanita tidak diterima sebagai ibu, sebagai anak, sebagai istri, sebagai saudari, sebagai nenek. Yang diterima hanyalah sebagai pasangan kencan. Diterima selama masih bisa dinikmati. Tatkala itu hilang, ditinggalkan. Lelaki sangat tidak setia. Lebih mudah mengingkari janji dari pada wanita. Mengobral bicara seperti burung beo. Sedangkan wanita oleh Allah subhanahu wa ta’ala diberi bakat untuk setia lebih daripada lelaki. Di sana, wanita diperlakukan seperti sapu tangan. Untuk menyeka keringat, setelah tidak terpakai lagi dicampakkan. Hanya sebagai pasangan kencan. Lalu ke mana anak putri, ke mana ibu, kemana saudari?
Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepada kita agama yang begitu indah. Terkadang orang-orang yang bodoh menganggap kelahiran bayi wanita sebagai musibah. Lalu marah-marah bahkan menyiksa istrinya. Apakah tidak melihat bahwa keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang pertama adalah wanita, Zainab radhiyallahu ‘anha? Lalu Ruqayyah radhiyallahu ‘anha? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  sampaikan bahwa seseorang yang diberi anak perempuan dan menerimanya dengan gembira, maka wajib surga untuknya. Dan seseorang yang memiliki tiga orang anak perempuan dididik dengan baik hingga dinikahkannya, maka antara dia dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  adalah seperti antara jari telunjuk dengan jari tengah. Seseorang bertanya, “Kalau dua orang anak perempuan?” “Bila seperti itu dia pun akan seperti itu dekatnya denganku,”  jawab beliau. “Bila hanya satu putri Ya Rasulullah?”  “Bila seperti itu dia pun akan seperti itu dekatnya denganku.” Lalu bagaimana yang tidak punya anak perempuan? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beritahukan bahwa  “Barangsiapa yang memiliki dua anak perempuan atau dua sudari dalam keadaan kekurangan dan dia rawat hingga berkecukupan atau meninggal, maka wajib surga baginya.” Hari ini saudari haknya diambil.  Setelah meninggalnya ibu tidak ada yang bisa menggantikan. Hubungan persaudaraan tidaklah murah, pecah hanya karena beberapa rupiah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  anjurkan supaya tetap menafkahi mereka walaupun mereka telah menikah, dan surga wajib baginya.
Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al Quran tentang waris tidak memberikan jawaban tentang bagian wanita, bahwa bagian wanita adalah setengah bagian laki-laki. Tetapi Allah menjawab tentang bagian laki-laki, seolah-olah bagian laki-laki ini diragukan berapa besarnya, dapat atau tidaknya.  Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa laki-laki juga mendapat bagian, bagian  dua wanita itulah bagian satu laki-laki. Maka bila orang tidak memberi bagian pada wanita, binasalah dia. Dan tidak ada yang bisa menyelamatkan. Di sini Allah subhanahu wa ta’ala  menetapkan bagian wanita, lalu memerintahkan  suami untuk mencari nafkah. Menjadikan suami dalam penunaian hak lebih utama daripada istri. Ini bukan keutamaan derajat, tetapi keutamaan dalam hal pengaturan saja.  Lelaki seluruh dunia, adakah yang melebihi Fathimah radhiyallahu ‘anha atau Rabiah Adawiyah?
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS. An Nisa’ : 34)
Ini bukanlah kelebihan derajat. Di hari kiamat, lelaki manakah yang berani berhadapan dengan Aisyah Ummulmukminin? Dalam Al Quran Allah subhanahu wa ta’ala  mendahulukan penyebutan hak wanita daripada lelaki.
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“…Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya… (QS. Al Baqarah: 228)
Dalam ayat lain berfirman
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“…Dan pergaulilah mereka (istri kalian) dengan baik…” (QS. An Nisa: 19).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Yang terbaik di antar kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.”
Baru kemudian dijelaskan kewajiban wanita pada suami. Seorang wanita datang bertanya, “Ya  Rasulullah, kedua orang tuaku akan menikahkanku. Apakah kewajibanku pada suami?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  menjawab, “bila kau temui suamimu dengan luka memenuhi tubuhnya mulai kepala hingga kaki semuanya memancarkan nanah, lalu kau bersihkan nanah itu dengan lidahmu, seperti itu pun belum menunaikan haknya atasmu.”
Apa yang terjadi saat ini? Gara-gara masalah kecil, istri terkena marah. Karena masalah sepele, istri dipukul, istri ditampar. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di rumahnya biasa menyapu sendiri. Dengan tangannya beliau buat adonan roti diserahkan pada Aisyah, atau Juwairiyah, atau Ummu Salamah untuk dijadikan roti. Dan beliau biasa mencuci baju beliau sendiri. Padahal memiliki sembilan istri, tetapi baju beliau cuci sendiri. Beliau di rumah banyak senyum dan tawa :
كان – صلى الله عليه وسلم – ضحَّاكاً بسَّاماً
Di luar rumah selalu berfikir dan sedih. Seperti itulah Allah buat fitrah wanita, digembirakan kemudian diberi tugas. Mendidik anak menjadi pengikut-pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mendidik anak laki-laki samapai 15 tahun, peremoauan samapai 11 tahun. Bila tiba saat pernikahan, berangkatkan dari rumah sebagai pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  dan sebagai peniru Fathimah radhiyallahu ‘anha. Hari ini para wanita lalai dari pendidikan. Hendaklah kita jadikan kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  sebagai kehidupan kita.
Adanya ummat ini pun  dari seorang ibu. Lima ribu tahun yang lalu kisah ini bermula. Memang susah untuk melihat masa lalu. Apalagi lima ribu tahun. Siapa yang akan melihat. Di Makkah Mukaramah. Putri raja Mesir, umur 20-22 tahun. Anak dalam pangkuan. Berpisah denga suami adalah pengorbanan besar bagi seorang istri. Apalagi suami seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Dan ini bukan di rumah, di tengah padang pasir, tentu lebih menyedihkan lagi. Tanpa bekal yang cukup, lebih menyedihkan lagi. Tidak ada yang menghibur, kesedihan lebih lagi. Dari pangkuan Ibunda Hajar ummat ini lahir. Ummat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  keluar dari pangkuan beliau. Dan sedemikian hebat beliau mendidik Ismail ‘alaihis salam sehingga pada umur kira-kira 8 tahun Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bertanya, “Wahai anakku, dalam mimpi aku melihat bahwa aku akn menyembelihmu. Bagaimana menurutmu?” Mestinya, waktu itu Ismail ‘alaihis salam menjawab, “Wahai ayah, itu kan kau lihat dalam mimpi. Apa salah saya?” Lihatlah anak kita, baru disuruh mengambilkan air minum sudah ke sana-ke mari bicaranya.
Ini kita lihat bagaiman Ibunda Hajar menyiapkan putranya. Dan itu adalah saat pertama kali Ismail ‘alaihis salam melihat ayahnya. Betapa gembira anak melihat ayahnya. Di Mina percakapan itu terjadi. Ismail ‘alaihis salam tidak membantah. Bahkan ia panggil “Yaa Abati.” Saya benar-benar keheranan dengan kata ini. Seorang anak disuruh melakukan kerja kecil saja, dia terkadang mengatakan, “Apa sih Ayah ini,” dengan nada keberatan dan pahit. Sedangkan ini, Ismail ‘alaihis salam menjawab “Ya Abati.” Ini adalah panggilan sayang dan kegembiraan. Nampak oleh saya bahwa saat itu ia sangat gembira mendengar perkataan ayahnya. Seperti gembiranya mendapatkan sesuati yanglam dicarinya. Seolah dia katakan, ”Wahai Ayah, aku akan dikorbankan utnuk Allah subhanahu wa ta’ala? Silakan lakukan. Inilah yang kuinginkan. Inilah yang kuinginkan.” Ibnu Qudamah meriwayatkan bahwa tatkala ditanya pendapatnya, Nabi Ismail ‘alaihis salam menjawab, “Bila engkau menyembelihku aku akan mendapakan mendapatkan Allah subhanahu wa ta’ala yang pasti lebih baik daripada engkau. Mendapatkan surga yang lebih baik daripada dunia.” Kemudian beliau melepas gamisnya dan berpesan agar diberikan kepada ibunya. Agar melihatnya bila rindu kepada anaknya. Sebab tidak ada pertanda apa pun pada ibunya untuk mengenang anaknya. Dan meminta supaya gamis Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dijadikan kafannya. “Ikatlah kakiku, ikatlah tanganku. Baringkan aku pada dahiku.”
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).” (QS. Ash Shaffat : 103)
Maka seperti kambing yang akan disembelih, kaki diikat agar tidak berontak, tangan diikat agar tidak melawan. Badan ditelungkupkan. Tangan kiri menggenggam rambut Ismail ‘alaihis salam, tangan kanan memgang pedang untuk menyembelih. Beliau berkata, “Wahai Tuhanku, bila ini engkau perintahkan karena kemurkaanMu sebab Ismail kadang terlintas dalam hatiku, dengan ini jauhkanlah kemurkaanMu. Dan bila ini karena Engkau mengujiku, sukseskanlah aku dalam ujian ini.” Beliau sayatkan pedang ke leher putranya. Malaikat langit menjerit. Kalimat Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mengoyak hati mereka. Andaikan Mina bisa bersuara, tentulah ia akan berteriak menangis.
وَنَادَيْنَاهُ أَن يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ
“Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu , sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash Shaffat : 104-105)
“Bagus…bagus… terbukti bahwa hatimu hanya untukKu bukan untuk yang lain.” Sukses dalam ujian. Seperti ini ibu yang kita cari. Permata seperti inilah yang telah lama hilang. Permata ini yang sedang kita cari. Barang kali terselip bisa diambil dijadikan kalung yang menghias leher ummat. Bila anak dididik dalam pangkuan yang subur, akan muncul lentera dan matahari hidayah.
Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu bersama delapan belas orang terjebak dalam kepungan tiga ribu pasukan Hajjaj bin Yusuf. Beliau mendatangi ibunya, Asma binti Abu Bakr radhiyallahu ‘anha. “Ibu, Hajjaj menawarkan perdamaian padaku, bila aku terima, selamat nyawaku. Bagaimana nasehatmu?” Ibunya menjawab, “Putraku, bila dengan peperangan ini, dunia yang kau cari, binasalah dirimu dan kawan-kawanmu. Dan bila akhirat yang kau cari, jangan terima perdamaian. Hidupmu adalah kemuliaan dan matimu pun kemuliaan.” Beliau menjawab, “Ibu, memimpikan dunia pun sampai sekarang aku tidak pernah, bagaimana mungkin aku mengangkat pedangku untuk dunia?” “Anakku, ini adalah pertemuan terakhir kita.” Mereka berpelukan. Saat itu Asma radhiyallahu ‘anha merasakan ada besi di balik baju anaknya. “Anakku, apa ini?” “Aku tidak mau setelah kematianku mereka mencincang tubuhku,” jawab beliau. Asma radhiyallahu ‘anha berkata, “Bila kambing sudah disembelih, ia tidak akan takut sakitnya dikuliti.” Ibu memberangkatkan anaknya menuju kematian. Sang ibu sendiri yang melepas baju besi. Beliau berangkat. Dari pagi sampai sore dengan pedang di kedua tangan beliau bertarung bersama delapan belas orang menghadapi tiga ribu pasukan. Tidak ada musuh yang bisa mendekati mereka. Menjelang Ashar, dari gunung Abu Qubais musuh membidikkan batu besar ke arah beliau. Beliau jatuh tersungkur sambil membacakan sair, “Kami bukanlah kaum yang menghiasi tumit  dengan darah punggung kami. Tetapi kami adalah kaum yang mewarnai cakar kami dengan darah dari dada kami.” Begitu besar batu itu, Abdullah radhiyallahu ‘anhu jatuh tersungkur. “Wahai ibu, jangan kau tangisi aku.” Seperti itu ibunya, begitulah anaknya.ibu seperi inilah yang kita cari. Tapi itu pasti bukan ibu yang terbiasa denga nyanyian. Itu pasti bukan ibu yang tanpa hijab berkeliaran di pasar. Pasti itu adalah ibu yang selalu menutup rapat auratnya. Pasti itu adalah ibu yang selalu tinggal di rumahnya sebagi putri Fathimah R.ha dan budak Rasulullah Saw. Kalaupun keluar rumah, tiap langkahnya akan mendekatkannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  menangisi kita bertahun-tahun lamanya. Kita malah membinasakan diri dalam dunia. Di Arafah, lima jam beliau berdoa untuk ummat. Duduk di atas onta yang tak kenal istirahat. Di bawah teriknya matahari bulan April. Terkadang beliauangkat tangannya ke arah langit. Terkadang beliau letakkan pada dada. Terkadang bila onta bergerak-gerak, satu tangan memgang tali kekang. Bila sudah tenang kembali kedua tangan beliau angkat ke atas. Beliau hanya berdoa untuk ummat saja. Buka untuk anak dan keturunan beliau. Padahal beliau sudah mendengar kabar musibah yang akan menimpa keturunan beliau. Beliau peluk cucu beliau Husain radhiyallahu ‘anhu dalam pangkuan sambil menangis lama. Salman radhiyallahu ‘anhu yang melihat kejadian itu bertanya. Beliau menjawab, “Baru saja Jibril ‘alaihis salam mendatangiku dan memberi kabar bahwa cucuku ini akan dibunuh oleh ummatku. Dinampakkan padaku bagaimana mereka menumpahkan darah.” Enam belas orang keluarga Husain radhiyallahu ‘anhu dibantai dan dipotong-potong. Ditambah lima orang saudara seayah beliau. Tujuh puluh dua kepala dipenggal. Terakhir, Abdullah, anak kecil yang tidak berdosa pun dibunuh juga. Sedangkan para wanita ditawan dibawa oleh pasukan ibnu Ziyad. Takala mereka melewati kepala yang bertebaran, salah seorang berkata, “Wahai Muhammad, wahai Muhammad, ini Husain dipenggal kepalanya, bertebaran anggota tubuhnya. Keturunan laki-lakimu dibunuh. Dan putri-putrimu dijadikan tawanan.” Mendengar itu, semuanya menangis. Musuh pun menangis. Pembantaian yang akan menimpa keturunan beliau tahan. Tapi untuk ummat merengek-rengek beliau memohon.
Rabiul Awwal tiba. Saatnya beliau meninggalkan dunia. Datang malaikat Jibril ‘alaihis salam berkata, “Ada satu malaikat lagi, besar, menunggu di luar. Belum pernah datang sebelumnya, dan tidak akan datang lagi selamamnya. Malaikat maut minta izin padamu untuk masuk.”  Betapa tingginya derajat Nabi kita, malaikat maut pun minta izin dulu sebelum masuk ke dalam rumahnya. “Masuklah,” kata beliau. Izrail ‘alaihis salam berkata,”Ya Rasulullah, sejak aku ditetapkan sebagai malaikat maut,  ini pertama kali Allah berfirman padaku, ‘Mintalah izin. Bila diizinkan masuklah. Bila tidak, kembalilah. Tanyalah dulu, akan pergi atau akan tinggal. Bila memilih tinggal, kembalilah.’” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bertanya kepada Jibril ‘alaihis salam, “Apa pendapatmu?” “Ya Rasulullah, Allah subhanahu wa ta’ala  rindu untuk bertemu denganmu.” “Benarkah? Tapi aku tidak bisa pergi sebelum kuselesaikan urusan ummatku.” Jibril ‘alaihis salam pergi, Izrail ‘alaihis salam diam menanti. Sebentar kemudian datang dan berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala  berfirman bahwa ummatmu tidak akan dibiarkan sendirian.” “Sekarang, sudah tenang hatiku,” kata beliau. Andaikan bukan karena jerih payah beliau, tentulah kita ini sudah menjadi hewan yang berkeluiaran. Pahamilah, hargailah tangisan beliau untuk ummatnya. Untuk keturunan beliau pun beliau tidak berdoa seperti itu.
Belaiu bersabda kepada malakul maut, “ Lakukan tugasmu!” Jibril ‘alaihis salam berteriak, “Ya Rasulullah, begitukah keputusanmu? Berarti, inilah kali terakhirku datang ke dunia. Silsilah wahyu berakhir sudah.” Tatkala Izrail ‘alaihis salam mulai mengambil ruh beliau, shahabat Ali radhiyallahu ‘anhu yang memegang tubuh beliau berkata, “Ya Rasulullah, tidak ada kematian di dunia ini seperti kematianmu. Andaikan engkau tidak  memerintah kami untuk bersabar, tentulah kami akan tunjukkan pada dunia, bagaimanakah menangis itu? Tentulah dunia akan melihat, seperti apakah yang namanya bersedih.” Di akhir nafas, beliau berpesan kepada ummat, “Janganlah ummatku meninggalkan shalat. Dan perhatikan hamba sahaya kalian.”  Hari ini berapa banyak wanita bertenbaran di pasar meninggalkan shalat? Anak-anak muda nongkrong, berapa yang shalat? Dan pesan yang kedua, apa maksudnya? Berbuat baiklah pada orang miskin, pada bawahan, pada para pembantu. Mereka juga orang mukmin. Mereka pun punya keluarga. Punya anak. Punya ibu. Jangan sampai karena kesalahan-kesalahan kecil kita berlaku kasar pada mereka. Itulah pesan terakhir Nabi kita. Dan tatkala suara beliau makin lemah, beliau bersabda, “Shalat, shalat, shalat. Allahumma ma’arrafiqil a’la.” Beliau wafat. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu anha menjerit. Mendengarsuara jeritan dari dalam rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  terjadi keributan di luar. Umar radhiyallahu ‘anhu segera menghunus pedangnya dan berkata, “Awas, barangsiapa mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  telah wafat, kupenggal lehernya. Beliau hanya pergi uintuk bermunajat kepada Allah sebagaimana Musa ‘alaihis salam bermunajat. Beliau akan kembali.” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu datang, langsung masuk ke dalam rumah dan membuka selimut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau cium kening beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, menangis sambil berkata, “Wahai Nabi, wahai Kekasih, wahai belahan jiwa.” Dengan tenang beliau melangkah ke dalam masjid. “Duduk!” kata beliau pada Umar radhiyallahu ‘anhu. Umar radhiyallahu ‘anhu dengan tegas menolak, “Saya tidak akan duduk.” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu naik mimbar dan berkhutbah, “Wahai manusia, barangsiapa menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Hidup dan Kekal. Lalu beliau bacakan firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul . Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran : 144)
Mendengar itu, Umar radhiyallahu ‘anhu jatuh tersungkur. “Seolah ayat itu baru hari itu diturunkan,” kata Umar radhiyallahu ‘anhu. Di hari berkabung itu, tiba waktu Zhuhur Bilal radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan adzan. Begitu sampai pada kata “Asyhadu anna Muhammadarrasulullah” suara tersekat. Dua puluh kali diulang. Suara melemah. Madinah gemuruh dengan dengan suara tangis. Para wanita tidak mampu menahan suara mereka. Begitu turun, Bilal radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Mulai hari ini  aku tidak akan adzan lagi.”
Musafir yang menangisi ummat telah pergi. Di saat kepergiannya pun ummatnya yang dipikirkan. Dan setelah kematiannya pun ummatnya yang dipikirkan. Imam Al Atabiy, An Nawawi, Ibnu Katsir meriwayatkan kisah: Al Atabiy berkata, “Takala aku duduk di dekat kubur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seorang badui datang ke kubur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  dan membaca ayat:
وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
“Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’ : 64)
Aku datang dengan memohon ampun atas dosaku dan meminta syafaat padamu pada Rabbku. Lalu membaca bait sair:
يا خيرَ من دُفنَت بالبقاع  أعظُمُه … فطاب منْ طيبهنّ القاعُ والأكَمُ
نَفْسي الفداءُ لقبرٍ أنت ساكنُه … فيه العفافُ وفيه الجودُ والكرمُ
Wahai yang dikubur di pelataran yang dengannya tanah menjadi berkah, lambah menjadi berkah, dan gunung pun menjadi berkah.
Aku korbankan diriku kubur yang engkau tempati, di situlah kedermawanan, di situlah kemuliaan, di situlah keluhuran
Dua bait sair ini tertulis di kubur beliau yang mulia hingga hari ini. Tambah dua bait lagi:
أنت الشفيع الذي ترجى شفاعته … على الصراط إذا ما زلت القدم
وصاحباك فلا أنساهما أبدا … مني السلام عليكم ما جرى القلم
Engkaulah pemberi syafaat yang diharapkan syafaatnya di  atas shirat tatkala telapak kaki tergelincir
Juga kedua sahabatmu tidak akan aku lupakan selamanya, salam dariku untuk kalian selama qalam masih berjalan.”
Sair yang sudah ratusan tahun ini abadi hingga hari ini. Lalu orang badui itu pergi dan Imam Al Atabi tertidur. Beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda, “Kejar orang badui itu dan sampaikan padanya bahwa Rabb telah mengampuni dosanya.” Setelah wafat pun masih berjalan bantuan untuk ummatnya. Tidak adakah yang sadar? Tidak adakah yang terguagah? Ini baru di dunia, lihatlah jauh ke depan. Tatkala semua orang mengatakan nafsi …nafsi … (diriku…diriku…). Suami tidak ingat istri, istri tidak ingat suami. Anak tidak ingat orang tua, ayah dan ibu tidak ingat anak. Adam ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Idris ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Nuh ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Hud ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Shalih ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Yunus ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Musa ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Harun ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Yahya ‘alaihis salam berkata, “nafsi… nafsi.”  Nabi Zakaria ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi ‘Isa ‘alaihis salam berkata, “nafsi…nafsi.”
Tapi ada satu pribadi yang berbeda dengan lainnya, yang berseru Ya Allah ummatku,  ummatku. Padahal semua Nabi memikirkan diri masing-masing. Ibu memikirkan diri masing-masing. Nabi kita tetap setia memikirkan ummatnya. Maka mengapa kita ingkari beliau? Mengapa kita khianati beliau? Mengapa kita durhakai? Tidak adakah orang lainnya? Maka segeralah bertaubat, segeralah bertaubat. Sebenarnya saya ingin berbicara singkat, tetapi pembicaraan menjadi panjang. Saya tidak tahu kapan bertemu lagi dengan majma seperti ini? Orang mengatakan kita gila, mondar-mandir meninggalkan keluarga. Bukan sembarang gila, tetapi kengerian pemandangan akhirat membuat kita lupa. Membuat kita gila. Kengerian kematian membuat kita melupakan segala kesusahan. Dan surga serta indahnya keadaan setelah kematian telah membuat kita lupa pada masalah-masalah dunia.
Kita inginkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan menyambut, “Wahai wanita muslimah dari abad lima belas yang telah memperjuangkan perasaan malunya. Tatkala para wanita hidup ala barat, berkeliaran di pasar-pasar, dan kalian menjaga hijab kalian, bangkitlah bersama Fathimah putriku. Betapa indahnya saat itu bila kita berhasil meminum air telaga kautsar yang diberikan dengan tangan mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  sendiri. Tatkal beliau memeluk ummatnya dari abad 1ima belas. Tidakkah itu menjadi cita-cita kita? Bertaubatlah, bertaubatlah, berangkatkan segera para suami, ayah, anak, saudara empat bulan empat puluh hari bersama jamaah. Dan ibu-ibu juga bentuk jamaah keluar bersama suami, ayah, anak, saudara. Hidupkan amal agama di rumah. Shalat, tilawah Al Quran, pendidikan anak secara Islami, menunaikan hak suami, menunaikan hak istri. Meyiapkan makanan yang halal untuk keluarga. Keluar denga hijab sempurna. Allah subhanahu wa ta’ala tidak melarang wanita keluar rumah. Tetapi bila keluar hendaklah meniru putri Nabi Syu’aib ‘alaihis salam yang memanggil Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah subhanahu wa ta’ala kisahkan bahwa ia datang berjalan di atas rasa malu. Seolah-olah rasa malu itulah kendaraan yang dinaikinya.
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah yang lebih utama antara bidadari dan wanita yang masuk surga. Bidadari diciptakan dari kasturi, ambar dan lain-lainnya. Sedangkan wanita dunia diciptakan dari lumpur dan air?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita mukminah yang masuk surga alebih utama daripada bidadari.” “Mengapa wahai Rasulullah?” “Sebab shalat mereka, sebab puasa mereka, sebab ibadah mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sebab kitab Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala  memberikan nur dariNya pada wajah mereka. Kecantikan bidadari redup di depan mereka. Bidadari tinggallah sebagi pemabntu mereka. Bidadari yang membantu mengangkat rambut mereka. Ujung pakaian mereka menjuntai samapai tiga mil jauhnya. Tiga mil. Lama saya berpikir tentang pakaian tiga mil ini. Akhirnya saya mengerti bahwa pakaian penduduk surga terbuat dari cahaya. Sedangkan cahaya tidak ada berat jenisnya. Tiga mil atau tiga ratus mil tidak akan terasa beratnya. Sekali pakai seratus stel setiap stel berbeda corak dan warna. Dan setiap stel memiliki pengaruh kecantikan pada wajah tersendiri. Allah berikan kecantikan pada mereka sehingga suami istri berpandangan empat puluh tahun lamanya tidak ada bosannya.
Maka kita taubat. Semuanya, laki-laki dan wanita taubat. Mengganti arah hidup kita. Kita ini bukan jamaah, jamaah tabligh seperti yang dianggap orang. Kita ingin hidup sesuai dengan kekasih kita. Bila untuk memasak saja kita perlu belajar, dan kita mesti menyempatkan waktu untuk itu. Untuk hidup sesuai denga cara Rasulullah Saw  pun perlu diusahakan. Selain itu, kita punya tanggung jawab untuk menyampaikan agama ke ujung-ujung dunia.Wanita tentukan satu bagian dari rumahnya untuk tempat shalatnya. Laki-laki bagus shalat sunnat di sana. Sedangkan shalat wajib di rumah. Satu waktu ditentukan utnuk taklim bersama-sama. Saling pahami hak dan kewajiban suami istri. Jangan sampai karena kebodohan akhirnya yang terjadi berlebihan. Suami melarang istri untik bertemu orang tuanya. Atau orang tua istri merasa berat untuk melepaskan putrinya. Sehingga setelah pernikahan malah musibah dan kesedihan yang didapati. Ini semua karena kebodohan. Hiasi anak-anak dengan akhlak. Jangan merasa cukup menjadikan anak sebagai dokter, insinyur, pejabat, pedagang. Sudahkah kita jadikan anak kita sebagai manusia.
Ada orang yang Allah subhanahu wa ta’ala  pandang dengan sangat jijik seperti jijiknya kita memandang kotoran manusia. Siapakah mereka? Orang yang merasa gembira dengan mengadu domba. Dia sampaikan pembicaraan dari sana-sini sehingga terjadi pertengkaran. Hidup adalah akhlak. Walaupun tinggal di rumah yang gelap gulita maka akan nampak cahaya rembulan di sana. Dalam pernikahan jangan jadikan harta sebagai ukuran. Jangan lihat berapa mahar yang mampu dia berikan, apa profesinya, apa saja bingkisannya. Yang paling utama, bagaimana akhlaknya. Jagalah tilawah Al Quran, tentukan waktu untuk berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Doa ………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar