Jaulah artinya
berkeliling / silaturahmi / anjangsana
Jaulah
adalah tulang punggung dakwah, dan dakwah adalah tulang punggung agama. Sesuatu
tanpa tulang punggung tak akan bisa berdiri tegak. Dakwah adalah semua amal jaulah, sebagaimana
shalat gerakannya berbeda-beda. Mulai dari jaulah
umumi, khususi, ushuli, ta’limi, dan tasykili. Apabila jaulah diterima
oleh Allah subhanahu wa ta’ala maka do’a -do’a pun akan diterima. Jika
do’a diterima maka hidayah akan tersebar. Sejauh mana menyempurnakan jaulah, maka sejauh
itu pula Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan hidayah.
Jaulah
dilakukan oleh seluruh Anbiya ‘alaihis
salam. Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam sendiri pernah berjaulah di kota Thaif pada Bani Tsaqif,
pada musim haji di Mina dan di mana saja kota Makkah. Kadangkala beliau sendiri
bersama Abu Bakar rahiyallahu’anhu,
Zaid bin Haritsah rahiyallahu’anhu
atau bersama dengan Abbas
radhiyallahu ’anhu, padahal pada saat itu Abbas radhiyallahu’anhu
belum memeluk Islam. Di dalam Surat Yaasiin diberitahukan tiga orang yang
berjaulah, Al Qur’an juga menceritakan bagaimana Nabi Musa dan Harun ‘alaihis salam
berjaulah.
Jaulah adalah berkeliling sebagaimana
kelilingnya Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam dan para sahabat radhiyallahu
’anhum dari kampung ke kampung, dari lorong ke lorong atau dari
rumah ke rumah mengajak orang-orang untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada bayan
tanpa Jaulah
dan seluruh Nabi yang diutus sebanyak 124.000 nabi dan 313 rasul semuanya
berkeliling berjaulah untuk berdakwah. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sendiri menyebarkan agama
dari rumah ke rumah di kota Makkah, sehingga diumpamakan jika
telapak kaki Rasulullah mengeluarkan tinta merah maka merahlah semua jalanan di
kota itu, karena tak ada satu pun jalanan yang tidak dilalui oleh Rasulullah.
Rumah paman beliau sendiri yaitu Abu Jahal tidak bosan didatangi, walaupun
berkali-kali ditolak.
Suatu ketika Fatimah radhiyallahu ’anha sangat
sedih melihat keadaan Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam sekembalinya dari berjaulah,
dengan kulit yang menghitam terbakar matahari dan pakaian yang kusam. Maka
Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam bersabda “Wahai Fatimah! janganlah engkau
bersedih. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mengutus ayahmu dengan
suatu hal yang tidak akan tersisa satu rumahpun di muka bumi ini. Baik di kota
maupun di desa, melainkan Allah memasukan ke dalamnya kemuliaan atau kehinaan
(jika mereka menolak), sehingga (agama ini) tersebar sebagaimana tersebarnya
malam.” (HR.Ath Thabrani~ kanzul Ummal)
Nabi Nuh ‘alaihis
salam ketika berjaulah
dilempari batu oleh kaumnya, hingga batu-batu itu menimbun dirinya, kemudian
datang malaikat mengeluarkannya dan diperintahkan lagi dan lagi untuk berjaulah.
Tercantum dalam sejarah, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
hanya dua kali mengumpulkan orang banyak di tempat terbuka (tabligh akbar),
yaitu ketika Rasulullah diangkat hingga sampai di Sidratul Muntaha dalam peristiwa
isra’ Mi’raj, yang pada saat itu
dibubarkan oleh Abu Lahab, dan yang kedua ketika haji Wada’ di mana wahyu
terakhir turun dengan pembentukan dan pengiriman jamaah untuk khuruj fi sabilillah
ke seluruh alam sebelum beliau wafat, yang pemberangkatannya dilanjutkan oleh
Abu Bakar radhiyallahu
’anhu dan dipimpin oleh Usamah radhiyallahu
’anhu. Usaha dakwah lainnya dilakukan dengan berjaulah dari pintu
ke pintu dan dari kabilah ke kabilah.
Dalam usaha pertanian, jaulah ibarat menebar
benih-benih hidayah pada hati manusia. Siapakah yang masih layak diberi hidayah
oleh Allah subhanahu
wa ta’ala ? Maka hadirkan dalam hati bahwa kita bersama 124.000
nabi dan membawa nur seperti nur yang memancar dari para nabi. Bila yang hak
digerakkan, pergerakan yang batil akan hilang! Agama akan hidup seperti darah
di dalam tubuh yang senantiasa bergerak.
Jaulah merupakan kumpulan usaha atau amal Nabi yang
dikerjakan dalam waktu bersamaan, yakni : Dakwah, Taklim, Dzikir Ibadah, dan
Khidmat.
Jaulah dibagi menjadi 2 bagian yakni : Di luar dan di
dalam.
Di dalam masjid hidupkan amalan : Taklim dengan cara
taqrir (mengulang-ulang pentingnya amal agama dan kerja agama), Dzikir
dikerjakan oleh seorang atau lebih mudzakir, dan khidmat dikerjakan oleh
seorang atau lebih istiqbal.
Bagian yang di luar : Dakwah dilakukan oleh Muttakallim yang
menyampaikan bahwa semua manusia diciptakan untuk ibadah tunduk dan patuh
kepada Allah dalam setiap keadaan dengan cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam yang kemudian ditasykil cash ke masjid untuk duduk dalam majelis
taqrir.
Surat Yasin dikatakan sebagai hatinya Al Qur’an, karena
didalamnya Allah menceritakan tentang orang yang berjaulah. Diceritakan tentang
jaulah Habib An Najjar dimana beliau membuat jaulah bersama tiga orang utusan
Nabi Isa ‘alaihis salam dan akhirnya beliau disyahidkan oleh
Allah saat buat jaulah. Walaupun mati syahid dalam jaulah, tetapi Allah subhanahu
wa ta’ala telah memberikan kemuliaan yang tinggi kepada Habib An Najjar,
yaitu dosanya diampuni dan termasuk orang yang dimuliakan.
...فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ ...
...Maka Kami kuatkan dengan yang ketiga (makmur)... (QS Yasin : 14).
وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَىٰ...
Dan datanglah seseorang
dari pinggiran kota dengan tergesa-gesa (sebagai Dalil/sebagai penunjuk
jalan bagi yang sedang berjaulah) (QS Yasin : 20). Kemudian pada
ayat ke-26 dan 27, Allah menceritakan nasib Habib An-Najjar yang amat baik.
Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahinya dengan surga, karena ia gugur
sebagai syuhada. Allah berfirman :
قِيلَ ادْخُلِ
الْجَنَّةَ ۖ قَالَ
يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ
الْمُكْرَمِينَ
“Dikatakan (kepadanya): "Masuklah ke
surga". Ia (Habib An-Najar) berkata: "Alangkah baiknya
sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun
kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan".
(QS. 36 Yasiin : 26-27)
Ayat ini merupakan ungkapan kegembiraan dari Habib
An-Najar terhadap karunia nikmat yang Allah berikan kepadanya. Hal ini
sebagaimana pujian Allah kepada para Syuhada Uhud, dalam firman-Nya :
وَلَا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ
أَحْيَاءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ
بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ
يَلْحَقُوا بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ يَسْتَبْشِرُونَ
بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ
الْمُؤْمِنِينَ
“Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. mereka dalam keadaan
gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka
bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum
menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan ni`mat dan karunia yang
besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
beriman”. (QS. 3 Ali Imran : 169-171)
Dengan dalil yang kuat serta adab-adab yang tinggi maka
jaulah merupakan asbab hidayah bagi manusia, banyak orang yang terkesan dengan
cara jaulah ini. Mereka mendatangi para pemabuk, rumah orang kaya, orang
miskin, orang sakit, orang lapar, dan semua orang dengan sifat dan watak yang
berbeda-beda, namun tidak terkesan dengan keadaan mad’u (yang didakwahinya).
Pada waktu Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam mengerjakan haji wada’, Nabi telah berkhotbah dihadapan sekitar
124.000 para sahabatnya, dimana pesan beliau antara lain : “Hai sekalian
manusia ketahuilah oleh kamu bahwa Tuhan mu satu. Kamu sekalian keturuna Adam ‘alaihis
salam, yang dijadikan dari tanah, sesungguhnya yang termulia disisi Allah subhanahu wa
ta’ala adalah orang yang paling
bertaqwa kepada-Nya.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
menerima wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala, ayat yang diturunkan terakhir kali yang termuat dalam surat
Al-Ma`idah ayat 3, yang intinya bahwa Allah telah ridha Islam menjadi agama dan
amal agama pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
sempurna, tidak perlu ada penambahan atau pengurangan. Para sahabat radhiyallahu
‘anhum ajma’in mendengarkan dan membenarkan pesan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, terutama pesan Nabi agar menyampaikan pesan-pesan beliau
kepada yang tidak hadir dan yang masih dialam roh.
Sejak saat itu para sahabat radhiyallahu
‘anhum ajma’in yang hadir disitu mengemban tugas untuk menyampaikan da`wah
dan menyebarkan para sahabat yang kira-kira 124.000 orang keseluruh penjuru
dunia, dan hanya 10.000 orang meninggal di Makkah, sedangkan yang lainnya meninggal
di luar Makkah, seperti : Cina, Spanyol, Prancis, Roma dan diberbagai tempat di
seluruh dunia.
Akhirnya kitapun demikian, mempunyai tugas
yang sama dengan para sahabat Rasulullah. Bagaimana agar manusia raat kepada
Allah subahanhu wa ta’ala dan Rasul-Nya, semua ini tergantung pada fikir
dan usaha atas ummat di seluruh alam.
Untuk memahami antara hubungan agama dengan
hidayah harus ada usaha setiap orang, contoh : lemparkan batu di atas air dalam
sebuah danau, maka batu akan jatuh ketengah danau tapi riaknya bergelombang
sambung bersambung keseluruh danau hingga ketepinya.
Sama halnya bila seorang muslim berda`wah
pada suatu tempat dan fikir atas seluruh umat manusia, maka Allah subahanhu
wa ta’ala akan turunkan hidayah keseluruh alam. Jadi berkembangnya usaha
da`wah ini tergantung pada fikir dan usaha kita. Semakin kita buat korban
dengan sungguh-sungguh, maka sejauh itu pulalah hidayah akan turun pada ummat.
Contoh :
. Setelah Ka`bah dibangun oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam, maka beliau mendapat perintah dari Allah subahanhu wa ta’ala
untuk memanggil seluruh ummat agar datang ke Ka’bah (baitullah) untuk
melaksanakan ibadah haji. Beliau merasa bingung karena tidak mampu bagaimana
untuk memanggil seluruh ummat yang sekian banyaknya untuk datang ke Ka`bah, maka
Allah subahanhu wa ta’ala berfirman : “Kerjakanlah perintah-Ku (hanya
memanggil dan menyampaikan), Akulah yang akan menyebarkan suaramu keseluruh ummat
di alam ini.”
. Demikianlah ketika Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam menyeru suaranya, Allah sampaikan keseluruh penjuru dunia dan juga
pada ruh-ruh manusia, ini terbukti setiap tahun dari berbagai penjuru dunia
manusia berbondong-bondong menunaikan ibadah haji.
Jadi pada dasarnya kita ummat nabi yang
terakhir disuruh menyampaikan walau hanya 1 ayat saja, sedangkan hidayah adalah
Allah yang akan turunkan pada orang yang Dia kehendaki.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda pada hari perhimpunan Haji Wada', 9 Dzulhijjah
tahun 9 Hijrah, hari jum’at, setelah shalat ashar "Sampaikan dari ku
walaupun satu ayat..", dimana sanad hadits ini dari Rasulullah shllallahu
‘alaihi wasallam sampai kepada
Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih, dan Insya Allah sampai pada kita semua
yang ambil bagian dalam usaha dakwah dan tabligh.
Rasulullah shallallah ‘alaihi wasallam
||
Abdullah bin 'Umar bin al-Ash radhiyallahu ‘anhu
||
Abu Qasiyyah rahmatullah ‘alaih
||
Hassan bin Autiyyah rahmatullah ‘alaih
||
Auza'i rahmatullah ‘alaih
||
Dahhak bin Makhlash rahmatullah ‘alaih
||
Amirul Mukminin Fi Hadits wa Imamul Muhaditsin,
Muhammad bin Isamail bin Al-Barzabah Al-Bukhari rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad bin Yusuf Al-Qarbawi rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad bin Ahmad At-Tarukhi rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad Abdullah Muhammad bin Muzaffar Al-Ra'udi rahmatullah ‘alaih
||
Abdul Awwal Abdul Rahman bin Isa al-Harawi rahmatullah ‘alaih
||
Abu Hussain bin Mubarak Al-jabiili rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad bin Ibrahim At-Tanukhi rahmatullah ‘alaih
||
Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Hajar Al-Ashtolani Al-Khinani rahmatullah ‘alaih
||
Zainul Abidin Muhammad bin Zakariyya Al-Ansari rahmatullah ‘alaih
||
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Ar-Romawi rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad bin Ahmad bin Quddus rahmatullah ‘alaih
||
Ahmad Al-Qusyayi rahmatullah ‘alaih
||
Ibrahim Al-Qurdi rahmatullah ‘alaih
||
Abu Tahir bin Ibrahim Al-Qurdi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad bin Abdul Rahim rahmatullah ‘alaih
||
Syah Waliyullah Muhaditsin Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Abdul Aziz Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad Bin Ishaq Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad bin Ali Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Abdul Ghani Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Rasyid Ahmad Gangohi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad Ilyas bin Ismail Al-Kandahlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad Yusuf bin Ilyas Al-Kandahlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana 'Inamul Hassan Al-Kandahlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad Saad Al-Kandahlawi dan Maulana Zubairul Hassan Al-Kandahlawi (ulama yang menjadi syura usaha dakwah dan tabligh sekarang)
||
Abdullah bin 'Umar bin al-Ash radhiyallahu ‘anhu
||
Abu Qasiyyah rahmatullah ‘alaih
||
Hassan bin Autiyyah rahmatullah ‘alaih
||
Auza'i rahmatullah ‘alaih
||
Dahhak bin Makhlash rahmatullah ‘alaih
||
Amirul Mukminin Fi Hadits wa Imamul Muhaditsin,
Muhammad bin Isamail bin Al-Barzabah Al-Bukhari rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad bin Yusuf Al-Qarbawi rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad bin Ahmad At-Tarukhi rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad Abdullah Muhammad bin Muzaffar Al-Ra'udi rahmatullah ‘alaih
||
Abdul Awwal Abdul Rahman bin Isa al-Harawi rahmatullah ‘alaih
||
Abu Hussain bin Mubarak Al-jabiili rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad bin Ibrahim At-Tanukhi rahmatullah ‘alaih
||
Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Hajar Al-Ashtolani Al-Khinani rahmatullah ‘alaih
||
Zainul Abidin Muhammad bin Zakariyya Al-Ansari rahmatullah ‘alaih
||
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Ar-Romawi rahmatullah ‘alaih
||
Muhammad bin Ahmad bin Quddus rahmatullah ‘alaih
||
Ahmad Al-Qusyayi rahmatullah ‘alaih
||
Ibrahim Al-Qurdi rahmatullah ‘alaih
||
Abu Tahir bin Ibrahim Al-Qurdi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad bin Abdul Rahim rahmatullah ‘alaih
||
Syah Waliyullah Muhaditsin Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Abdul Aziz Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad Bin Ishaq Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad bin Ali Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Abdul Ghani Al-Dehlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Rasyid Ahmad Gangohi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad Ilyas bin Ismail Al-Kandahlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad Yusuf bin Ilyas Al-Kandahlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana 'Inamul Hassan Al-Kandahlawi rahmatullah ‘alaih
||
Maulana Muhammad Saad Al-Kandahlawi dan Maulana Zubairul Hassan Al-Kandahlawi (ulama yang menjadi syura usaha dakwah dan tabligh sekarang)
Maksud dan Tujuan Jaulah
Maksud dan tujuan jaulah antara lain untuk membentuk
sifat sabar, tawadu, ikhlas, ihsan, dan sifat lainnya, sehingga mudah
mengamalkan kurang lebih 154 hukum Islam. Demikian pula berharap agar Allah subhanahu
wa ta’ala memberikan hidayah dan mengekalkan hidayah dalam diri kita dan kita
menjadi asbab tersebarnya hidayah pada seluruh manusia di seluruh alam.
Manfaat Jaulah/kebesaran dakwah :
1. Merupakan amalan seluruh Nabi dan Rasul
(yaitu 124.000 Nabi)
2. Dalam diri kita ada perasaan bahwa kita bersama
124.000 Nabi
3. Mengamalkan sekitar 514 ayat Al-Qur’an.
4. Bila yang haq digerakkan, pergerakan yang batil
hilang. Agama hidup seperti darah dalam tubuh, jika darah berhenti bergerak
manusia akan mati. Agama akan hidup kalau dakwah/jaulah hidup.
5. Wajah kita memancarkan cahaya seperti cahaya para
Nabi dan Rasul.
6 Hidayah kekal dan tersebar, mudah amal
maqami dan nushroh jama’ah.
7. Semangat beragama hidup di masyarakat.
8. Kampung dijaga oleh Allah, dan maksiat
berkurang bahkan akan hilang sama sekali
Keutamaannya :
·
Siapa
saja yang mengalami kesusahan untuk mengajak seorang dalam jaulah, maka
Allah subhanahu wa ta’ala akan memudahkan langkahnya masuk ke jannah
(syurga). Setiap langkah kaki akan mengangkat derajatnya 700 kali di sisi Allah
Subhanahu wa ta’ala dan akan menggugurkan dosa-dosa.
·
Para
malaikat dan seluruh makhluk, baik yang di darat dan di laut dan di angkasa
memohon ampunan bagi orang yang berjaulah.
·
Para
malaikat merendahkan sayapnya untuk dilalui oleh orang yang berjaulah dan
debu-debu yang menempel akan menjadi tameng asap api neraka.
·
Berdiri
sesaat di jalan Allah lebih baik dari pada shalat sunnat sepanjang malam di
depan Hajar Aswad dan pada malam Lailatul Qadar.
·
Barang
siapa yang terluka di jalan Allah atau tertimpa musibah, maka sesungguhnya ia
akan dibangkitkan dengan darah yang masih menetes seperti keadaannya pada waktu
ia terluka, yang warna darahnya seperti za’faron dan harumnya seperti harum
katsuri.
Kerugian bila
tidak buat Jaulah :
1. Hidayah terhenti, ummat rusak, lemah iman
dan amal.
2. Semangat beragama melemah
3. Maksiat menjamur
4. Yang batil bermunculan.
Jaulah terbagi
2:
1. Jaulah I di masjid sendiri
Target : bisa membentuk jamaah cash (kontan)
2. Jaulah II di masjid tetangga
Target : menghidupkan 5 amalan
maqami secara sempurna
Niat jaulah :
I Untuk mendapatkan sifat tawadhu'(bathin)
2. Untuk mendapatkan sifat merendah
diri terhadap orang Islam (beriman)
3. Untuk mendapatkan sifat sabar.
4. Untuk latihan berdzikir di tengah orang-orang
lalai.
6 perkara dalam
Jaulah :
1. Yakin yang benar pada Allah subhanahu
wa ta’ala.
2. Caranya dengan sunnah Nabi (Contoh Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam)
3. Tahu fadhilah atau keutamaan Jaulah
4. Tawajjuh (merasa bahwa Allah melihat kita)
5. Mengharapkan ridha Allah
6. Dengan mujahadah nafsu, baik panas/hujan tetap
Jaulah.
Amalan sebelum
Jaulah:
1. Malamnya.
Targhib diri sendiri dan ahli keluarga yang lain (istri,
anak) untuk buat do’a panjang-panjang, menangis dan shalat panjang-panjang.
2. Siangnya
Jaga amalan dzikir pagi-petang, baca Qur'an,
shalat-shalat sunnat, dan jaga jasad dari maksiat, misalnya pandangan dan
wanita, pendengaran dari musik, ghibah, dan lain-lain. .
3. Setelah Jaulah
Do'a mintakan ampun terhadap orang-orang yang telah
dijaulahi tapi belum bisa datang, jadi salahkan kita sendiri dan bersangka
baik dengan orang kampung.
5 macam Jaulah :
1. Jaulah Umumi
2. Jaulah Khususi
3. Jaulah Ta'limi
4. Jaulah Tasykili
5. Jaulah Ushuli
Mudzakarah
Dakwah Pelaksanaan jaulah terbagi dua jamaah, yaitu :
1. Jama’ah di dalam masjid, terdiri dari :
a. Dzakirin (orang yang berdzikir)
b. Taqrir (orang yang duduk bicara tentang kebesaran
Allah, iman yakin atau 6 Sifat Sahabat
c. Mustami' (pendengar taqrir)
d. Istiqbal (penyambut tamu)
2. Jama’ah di luar, terdiri dari :
a.Amir (pemimpin Jaulah)
b.Dalil
(penunjuk jalan/rahaba)
c.Mutakallim
(juru bicara)
d.Makmur (pengikut / yang meramaikan)
Fikir dan kerisauan hati.
1. Jaulah l : Risau pada keluarga dan
kampung kita
2. Jaulah ll : Risau pada kampung orang
lain
3. Keluar 3 hari : Risau sekitar wilayah
desa/kota kita
4. Keluar 40 hari : Risau pada beberapa
propinsi
5. Keluar 4 bln - 1 tahun : Risau pada
seluruh dunia
Kelompok jaulah terbagi dua, yaitu :
·
Kelompok
di dalam masjid adalah :
(1) dzakirin/mudzakir, tugasnya berdzikir dengan
khusyu’ dan berdo’a hingga meneteskan air mata, dan baru berhenti bila jamaah
yang diluar telah kembali,
(2) muqarrar , tugasnya mengulang-ulang
pembicaraan iman dan ‘amal shalih (taqrir),
(3) mustami’, tawajjuh mendengar pembicaraan
taqrir , dan
(4) Istiqbal, tugasnya menyambut orang yang datang
ke masjid lalu mempersilahkan shalat Tahiyyatul Masjid, dipersilahkan duduk
dalam majlis taqrir, juga menunggu dengan penuh kerisauan dan fikir kepada
saudaranya yang belum datang ke masjid.
·
Kelompok
di luar masjid adalah :
(1) dalil, sebagai penunjuk jalan, sebaiknya dalil
adalah warga setempat untuk menunjukan mana rumah non muslim, muslim, ulama,
umara, dan ahli masjid atau orang yang belum shalat berjamaah di masjid.
Keutamaan seorang dalil adalah ia lebih dahulu masuk Jannah 500 tahun,
(2) mutakallim, sebagai juru bicara, penyambung
lidah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam.
(3) makmur, tugasnya berdzikir (dalam hati), tidak
berbicara, dan mengantarkan jamaah cash ke masjid , dan
(4) amir jaulah, bertanggungjawab terhadap
rombongan jaulah. Jika ada yang melanggar tertib maka amir mengucapkan Subhanallah,
dan masing-masing mengoreksi dirinya bukan melihat orang lain. Jika masih tidak
tertib juga, maka amir memberi targhib dan berhak memutuskan, apakah
jaulah dilanjutkan atau kembali ke masjid.
Pada waktu jaulah hendaknya membawa empat sifat :
Fikir,
dalam berjaulah ini bukan sekedar melihat-lihat suasana tetapi harus dijalankan
dengan penuh fikir dan risau Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam,
bagaimana agar umat manusia selamat dari adzab Allah subhanahu wa ta’ala
sehingga Islam menjadi rahmatan lil’alamin.
Dzikir, jangan buat jaulah dengan hati yang lalai, buat jaulah
dengan do’a dan mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, merasa diawasi dan
dilihat oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan berharap Allah subhanahu
wa ta’ala menurunkan hidayah-Nya.
Syukur,
hemdaknya bersyukur telah dipilih dan dilibatkan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala dalam tugas yang mulia untuk melanjutkan usaha nubuwwah,
padahal kita orang yang dhaif dan tak berilmu, karena sesungguhnya kita
tak pantas melakukan usaha yang mulia ini, dimana dahulu usaha ini diberikan
oleh Allah kepada manusia pilihanNya yaitu para nabi dan rasul.
Sabar,
hendaknya memahami bahwa segala usaha ke arah perbaikan pasti ada rintangannya,
iblis dan sekutu-sekutunya tidak akan pernah berhenti sampai hari kiamat untuk
menghalangi. Tidak semua orang paham akan amalan ini, kecuali orang-orang yang
telah diberi hidayah oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh sebab itu kita
akan bertemu dengan orang-orang yang memilii sifat-sifat seperti :
(1) Abu Bakar, langsung menyambut baik, menerima dan ikut
ambil bagian dalam usaha ini (jamaah cash) ,
(2) Abu Thalib, sangat mendukung dan memberi fasilitas
serta membela jika ada yang menentang, tetapi sayang tak mau bergabung hingga
akhir hayatnya, karena menganggap derajat bangsawannya akan jatuh jika
bergabung dalam usaha ini,
(3) Abu Sofyan, masih enggan dan malu, nanti kalau orang-orang
sudah berbondong-bondong memeluk Islam, baru bergabung setelah Fathul Makkah.
(4) Abu Jahal, yang digambarkan menentang keras dan
berusaha selalu menghalangi dengan berbagai cara kapanpun dan dimanapun serta
dalam situasi dan kondisi apa saja.
Kerja Dakwah adalah kerja yang paling banyak memberikan nasehat,
sehingga syetan dan kawan-kawannya takkan berhenti menghalangi. Hal ini adalah
sunnatullah, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan hujan ke
bumi ini, ada yang suka dan ada yang tidak suka. Para petani akan bergembira
karena tanamannya mendapat siraman air, tetapi sebaliknya, petani yang sedang
menjemur padi-nya kurang senang karena jemurannya tidak kering. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang berakhlak mulia, juga tetap diuji dengan hal-hal yang
tidak menyenangkan dalam amal dakwah ini. Dan tetap bergerak walaupun kaum kuffar,
musrikun, munafikun, dan fasikin tidak suka.
هُوَ الَّذِي
أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ
كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah Yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk
dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun
orang-orang musyrik benci.” (QS.
As Shaff : 9)
Para Nabi dan rasul yang terdahulu pun mengalaminya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَكَذَٰلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِّنَ الْمُجْرِمِينَ ۗ
وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
“Dan seperti itulah telah kami adakan bagi tiap-tiap
nabi, musuh dari (kalangan) orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Rabbmu
menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong.” (QS.
Al Furqon : 31)
Sebelum berjaulah seluruh rombongan dipersiapkan .
Adab-adab jaulah di sampaikan setelah selesai pembagian tugas agar
masing-masing memahami adab-adabnya. Diantara adab jaulah adalah :
·
Berdoa
memohon hidayah di tempat yang terbuka
·
Disunnahkan
berjalan di sebelah kanan dengan menundukan pandangan seolah mencari barang
yang hilang, karena pandangan yang tidak terjaga akan dapat menyebabkan
rusaknya amalan ini, sehingga menghalangi turunnya hidayah. Ketika jaulah kita
menundukan pandangan, maka akan mudah mengamalkan Al Qur’an. Tetapi bila tidak
menundukan pandangan, tidak akan dapat mengamalkan Al Qur’an, bahkan hafalan
ayat-ayat Al Qur’an akan dapat hilang. Memandang yang halal diperbolehkan,
tetapi pandangan tersebut dapat mentasykil (mengajak) hati untuk
menginginkan barang yang dilihat. Apabila menundukan pandangan, maka akan
melihat hakikat tanah tempat kita akan dikuburkan serta batu yang
pecah-pecah ketika Allah subhanahu wa ta’ala menghancurkan bumi
ini.
· Dalil dan mutakallim berada di depan, sedangkan amir
di belakang
·
Hindari
berdiri di depan pintu rumah, apa yang ada dalam rumah bagi orang yang kita
kunjungi adalah “aurat“, maka hendaknya kita menghormati pemilik rumah
dengan tidak melihat-lihat pemandangan dalam rumah tanpa seizin pemilik rumah. Jika
kita berdiri tepat di depan pintu rumah kemungkinan untuk melihat isi rumah
menjadi besar.
·Dalil mengetuk pintu rumah, jika tuan rumah tidak
merespon, maka ketukan diulangi lagi sehingga sampai 3 kali, ditiap jeda saat
menuggu respon dari tuan rumah, muttakallim dianjurkan berdzikir
kalimat thoyyibah subhanallah wal hamdulillah wa laailahaillallah wa
Allahuakbar (dzikir lisan ataupun dzikir qolbi , yang tidak
dikeraskan), jika tidak ada respon dari tuan rumah maka jamaah
meninggalkan rumah tersebut dengan berprasangka baik.
·Apabila
tuan rumah berada di tempat, maka mutakallim yang berbicara dan semua anggota
rombongan mendengarkan pembicaraan mutakallim dengan tawajjuh (konsentrasi)
dan risau bagaimana Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan langkah tuan
rumah menuju masjid. Mutakallim menyampaikan maksud dan tujuan silaturrahim,
targhib mengenai kebesaran Allah dan alam akhirat, serta pentingnya iman
dan amal shalih. Kemudian tasykil ke masjid. (pembicaraan tidak panjang
seperti bayan dan tidak pendek seperti i’lan (pengumuman), sesuai dengan
kapasitas orang yang dijumpai (pembicaraan tidak mesti seragam).
·Jaulah ditangguhkan sebelum waktu adzan, dengan amir
rombongan memberi targhib dan mengingatkan lagi bahwa jaulah ini
di niatkan untuk seluruh alam dan niat akan dilanjutkan sampai anak cucu kelak
sampai hari kiamat. Dan perbanyak istighfar sebab mungkin banyak
melanggar tertib, dan juga karena masih banyak saudara muslim yang belum
tertunaikan hak-haknya.
·Jaulah dilakukan sebelum shalat waktu Maghrib, atau sesuai
dengan kondisi masyarakat setempat. Apabila masyarakat rata-rata berada dirumah
pada malam hari, jaulah bias dilakukan ba’da Maghrib dan bayannya ba’da
Isya’ (diantara dua waktu shalat).
DALIL JAULAH DALAM AL QUR'AN DAN HADITS
Ayat-ayat Al Qur’an tentang Jaulah Habib An Najjar
وَاضْرِبْ
لَهُم مَّثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ
13. ‘Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu
penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka.” (QS.
Yaasiin 13)
إِذْ
أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ
فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ
14. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua
orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan
(utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata:` Sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang diutus kepadamu `. (QS. Yaasiin 14)
Oleh karena kedua utusan itu tidak berhasil melaksanakan
misinya, dikirim lagi seorang yang bernama Syam'un dengan tugas yang sama.
Risalah yang mereka bawa adalah supaya penduduk Antakiyah itu mau membersihkan
dirinya dari perbuatan syirik, supaya mereka melepaskan (membuang) segala
bentuk sesembahannya, dan kemudian kembali kepada ajaran tauhid.
قَالُوا مَا
أَنتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَا أَنزَلَ الرَّحْمَـٰنُ مِن شَيْءٍ إِنْ
أَنتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ
15. “Mereka menjawab:` Kamu tidak lain hanyalah
manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun,
kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka”.(QS. Yaasiin 15)
Kemudian disebutkan alasan pokok kaumnya tidak mau
beriman kebanyakan orang-orang yang mendustakan ketiga orang utusan itu, karena
mereka berkeyakinan ketiga utusan itu (Yuhana, Bulis dan Syam'un) itu adalah
manusia biasa saja seperti mereka juga, tanpa ada keistimewaan yang menonjol.
Waktu itu (mungkin juga sekarang), seseorang tiada akan dihargai kalau tidak
mempunyai kepandaian atau keahlian yang istimewa luar biasa. Alasan kedua,
karena mereka yakin bahwa Tuhan Yang Maha Pengasih tidaklah menunaikan risalah
ataupun kitab yang berisi wahyu dan Dia tidak pula memerintahkan untuk beriman
dengan ketiga utusan itu. Oleh karena itu mereka menyimpulkan ketiga utusan itu
bohong belaka. Lafal "ma anzalar rahmanu", menunjukkan bahwa penduduk
Antakiyah itu telah lama mengenal Tuhan, cuma mereka mengingkarinya dan
digantinya dengan berhala. Sebab itulah segala Rasul-rasul mereka tolak.
قَالُوا
رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ
16. “Mereka berkata:` Tuhan kami mengetahui bahwa
sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu.” (QS. Yaasiin 16)
Pandangan demikian dibantah oleh utusan-utusan itu. Hanya
Allah yang mengetahui bahwa kami ini sungguh-sungguh adalah orang yang diutus
kepada kamu. Bilamana kami bohong azab yang hebatlah yang akan menimpa
kami", jawab mereka dengan tegas. Tugas kami ini akan dibantu oleh Tuhan,
dan pasti akan diketahui kelak siapa yang bersalah dan harus menanggung resiko
atas kesalahan itu. Dalam ayat lain jawaban seperti itu memang bisa diucapkan
oleh seorang Rasul misalnya: Artinya: “Dan mereka meminta kepadamu supaya
segera diturunkan azab. Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapkan,
benar-benar telah datang azab kepada mereka dan azab itu benar-benar akan
datang kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya.”
(Q.S. Al Ankabut: 53)
وَمَا
عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
17. “Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah
menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (QS. Yaasiin 17)
Kemudian dijelaskan misi yang mereka bawa, yakni bahwa
Rasul-rasul itu hanyalah sekedar menyampaikan risalah Allah. Terserahlah pada
manusia apakah akan beriman (percaya) kepada risalah tersebut atau tidak Andai
kata mereka beriman, faedah keimanan itu adalah untuk kebahagiaan mereka jua,
di dunia dan di akhirat. Sebaliknya kalau orang-orang kafir itu tidak mau
melaksanakan seruan Rasul-rasul itu toh akibatnya akan menimpa diri mereka
sendiri.
قَالُوا
إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ ۖ لَئِن
لَّمْ تَنتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ
18. “Mereka menjawab: Sesungguhnya kami bernasib
malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami),
niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih
dari kami.” (QS. Yaasiin 18)
قَالُوا
طَائِرُكُم مَّعَكُمْ ۚ أَئِن
ذُكِّرْتُم ۚ بَلْ
أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ
19. “Utusan-utusan itu berkata:` Kemalangan kamu itu
adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib
malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Yaasiin
19)
Mereka (penduduk Antakiyah) itu terpojok, tidak bisa lagi
mematahkan alasan-alasan Rasul itu. Sebab itu mereka mengancam "Kalau
kesengsaraan menimpa kami kelak, maka hal ini disebabkan perbuatan ini".
Sebab itu kalau kamu tidak mau menghentikan dakwah yang sia-sia ini, terpaksa
kami harus merajam (melempar) kamu dengan batu atau kami jatuhkan padamu
siksaan yang amat pedih. Ketiga utusan itu menangkis: "Kalau kamu
terpaksa mengalami siksaan kelak itu adalah akibat perbuatanmu sendiri, bukan
karena kami. Bukankah Anda sekalian yang mempersekutukan Allah, mengerjakan
pekerjaan maksiat, melakukan kesalahan-kesalahan? Sedang kami hanya sekadar
mengajak kamu untuk mentauhidkan Allah, mengikhlaskan diri dalam beribadah dan
tobat (dari segala kesalahan) kepada-Nya. Apakah karena kami memperingatkan
kamu dengan azab Allah yang sangat pedih dan mengajak kamu mentauhidkan-Nya,
lalu kamu siksa kami? Itukah balasan yang pantas buat kami? Hal itu menunjukkan
bahwa kamulah bangsa yang melampaui batas (keterlaluan). Keterlaluan dengan
cara berpikir dan menetapkan putusan untuk menyiksa dan merajam kami. Karena
kamu menganggap buruk orang-orang yang semestinya kamu mengambil petunjuk dari
padanya, demikian juga faktor yang membawa kepada kebahagiaan kamu jadikan
kecelakaan.”
Ayat yang serupa ini mirip pengertiannya dengan ayat:
فَإِذَا
جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَـٰذِهِ ۖ وَإِن
تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُ ۗ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللَّهِ وَلَـٰكِنَّ
أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Kemudian apabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata: "ini adalah karena (usaha) kami". Dan
jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa
dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu
adalah ketetapan dari Allah akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
(Q.S. Al A'raf: 131)
وَجَاءَ مِنْ
أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَىٰ قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ
20. “Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki
dengan bergegas-gegas ia berkata:` Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu,”
(QS. Yaasiin 20)
Sunatullah berlaku bahwa setiap Rasul yang bertugas
menyampaikan kebenaran bila mereka terdesak pasti akan datang bantuan Tuhan
untuk membelanya. Datanglah seorang laki-laki bernama Habib, sebagaimana
diceritakan di atas. Yang jelas dia ini bukan orang yang berpengaruh ataupun
mempunyai kekuasaan yang menentukan, juga bukan keluarga atau orang yang
berpengaruh terhadap raja negeri itu. Hanya dengan dinamika kekuatan imannya
sajalah dia datang dari pelosok negeri guna membela utusan Nabi Isa dengan
memperingati orang-orang yang hendak menjatuhkan siksaan terhadap para utusan
Nabi Isa, seraya ia menyerukan agar mereka mengikuti Rasul-rasul Tuhan yang
datang hanya menyampaikan petunjuk Allah.
اتَّبِعُوا
مَن لَّا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ
21. “Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu;
dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yaasiin 21)
Laki-laki itu menjelaskan lagi ketiga utusan yang
mendakwahkan kebenaran itu tidak mengharapkan balas jasa sama sekali atas jerih
payahnya dalam menyampaikan risalah itu. Merekalah yang memperoleh petunjuk
dari Allah subhanahu wa ta’ala bahwa yang seharusnya disembah itu adalah Allah Yang
Maha Esa, tanpa memperserikatkan-Nya dengan sesuatu apapun. Laki-laki yang
bernama Habib itu datang dari jauh, menjelaskan lagi kepada penduduk Antakiyah
itu bahwa ia memberikan pelajaran dan pengajaran kepada mereka, setelah ia
meyakinkan apa yang disampaikannya merupakan sesuatu yang baik bagi dirinya
sendiri. Kenapa pula aku tidak akan menyembah kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa
yang telah menciptakan aku, dan kepada-Nya akan kembali semua yang hidup ini?
Di sanalah kamu akan menerima segala ganjaran amal perbuatanmu. Yang berbuat
baik pasti menikmati hasil kebaikannya, yang berbuat jahat, sudah barang tentu
tidak sanggup melepaskan diri dari azab sebagai balasan. Penegasan di alas
adalah sebagai jawaban dari pertanyaan kaumnya yang tidak mau beriman itu.
Apakah engkau sendiri (hai Habib) beriman dengan para utusan itu dan engkau
percaya kepadanya dan dengan sepenuh hati untuk beriman dan beribadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa itu? Apakah pantas aku mencari atau menjadikan tuhan yang
lain selain dan pada Tuhan Yang Maha Esa itu? Tuhan yang tiada sanggup memberi
manfaat atau menolak mudarat, tuhan yang tiada mendengar dan tiada melihat?.
Sebaliknya Tuhan yang aku sembah andai kata ia bermaksud mencelakakan aku tiada
aku sanggup mengelakkannya, malah tuhan-tuhan yang kamu sembah itu tidak bisa
memberi pertolongan (syafaat).
Demikian pula tuhan-tuhan itu sudah barang tentu tidak
dapat menghindarkan aku dari siksaan Allah, walau pun aku telah menyembah
mereka. Oleh karena itu bila aku turut serta pula menyembah apa yang kamu
sembah selain dari Tuhan Yang Maha Esa, sungguh aku telah menempuh jalan yang
sesat. Kalau aku menyembah patung yang terbikin dari batu atau makhluk-makhluk
lainnya, sedang dia sama sekali tidak mungkin mendatangkan manfaat atau menolak
mudarat, bukankah aku sudah berada dalam kesesatan?
Laki-laki yang datang dari jauh (Habib) itu mengakhiri
nasihatnya dengan menegaskan di hadapan kaumnya kepada ketiga utusan itu
tentang pendiriannya yang sejati, yakni "Dengarlah wahai utusan-utusan
Nabi Isa, aku beriman kepada Tuhanmu yang telah mengutus kamu. Oleh karena itu
saksikanlah dan dengarkanlah apa yang aku ucapkan ini".
Menurut riwayat, setelah Habib mengumandangkan
pendiriannya, yakni ia beriman kepada para utusan Nabi Isa itu, beriman kepada
Allah Yang Maha Esa dengan dalil-dalil seperti disebutkan di atas, kaum kafir
itu melemparinya dengan batu. Sekujur tubuhnya mengeluarkan darah. Akhirnya
Habib Syahid menegakkan kebenaran. Ada pula riwayat kedua kakinya ditarik
dengan arah yang berlawanan sampai sobek dari arah duburnya memancar darah
segar. Ia gugur dalam melaksanakan tugasnya.
Sebelum menemui ajalnya, pahlawan tersebut masih sempat
berdoa kepada Tuhan: Artinya: “Ya Allah tunjukilah kaumku. sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui.” Pada saat Hari Berbangkit
tiba, maka Allah memerintahkan kepada Habib: "Masuklah engkau ke dalam
surga sebagai balasan atas apa yang telah engkau kerjakan selama di
dunia". Setelah ia masuk ke dalam surga itu dan merasakan betapa indah
dan nikmatnya balasan Allah bagi orang yang beriman dan sabar dalam
melaksanakan tugas dakwah, ia pun berkata: "Kiranya kaumku dahulu
mengetahui bahwa aku memperoleh magfirah dan memperoleh kemuliaan dari
Allah", Magfirah dan kemuliaan yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh
sebagian manusia yang beriman. Sesungguhnya ayat di atas memakai lafal "tamanni"
(mengharapkan sesuatu yang tak mungkin dicapai) guna untuk mendorong kaum Antakiyah
dan orang-orang mukmin pada umumnya agar berusaha sebanyak mungkin memperoleh
ganjaran seperti itu, tobat dari segala kekafiran dan masuk ke dalam kelompok
orang yang merasakan indahnya dan lezatnya beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
menaati dan mengikuti jalan para wali Allah dengan cara menahan marah dan
melimpahkan kasih sayang kepada orang yang memusuhinya.
Kata Ibnu `Abbas radhiyallahu ‘anhu, Habib
menasihatkan kepada kaumnya ketika ia masih hidup dengan ucapan "Ikutilah
risalah yang dibawa oleh para utusan itu". Kemudian setelah ia
meninggal dunia akibat siksaan mereka ia juga masih mengharapkan "kiranya
kaumku mengetahui bahwa Allah telah mengampuniku dan menjadikan aku termasuk
orang-orang yang dimuliakan".
Setelah Habib dibunuh, Allah menurunkan siksa-Nya kepada
mereka Jibril diperintahkan mendatangi kaum yang durhaka itu. Dengan satu kali
teriakan saja bagaikan halilintar kerasnya, mereka tiba-tiba mati semuanya.
Itulah suatu balasan yang setimpal dengan kesalahan karena mendustakan
utusan-utusan Allah, membunuh wali-wali-Nya dan mengingkari risalah Allah.
وَمَا لِيَ
لَا أَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
22. “Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah
menciptakan dan yang hanya kepada-Nya kamu (semua) akan dikembalikan?” (QS.
Yaasiin 22)
Selanjutnya dalam ayat ini digambarkan kesadaran yang
timbul dalam hati dan cahaya iman yang telah menyinari jiwa orang itu, sehingga
ia berpendapat bahwa tidak ada atasan sedikitpun baginya tidak beriman kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, karena Dialah yang telah menciptakan dan membentuknya
sedemikian rupa dalam proses kejadian, sehingga memungkinkan dirinya memeluk
agama tauhid yaitu agama yang mempercayai Allah subhanahu wa ta’ala
sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhir ayat ini orang itu menyatakan: "Hanya
kepada Allah sajalah ia akan kembali setelah meninggalkan kehidupan dunia yang
fana ini, tidak kepada yang lain".
Pernyataan ini timbul dari lubuk hati orang itu, setelah
ia merasakan kekuasaan dan kebesaran Allah subhanahu
wa ta’ala. Seseorang hamba menghambakan diri kepada
Allah:
1. Karena merasakan kekuasaan dan kebesaran Allah. Hanya
Dialah yang berhak disembah, tidak ada sesuatupun yang lain, karena keyakinan
itu is tetap menghambakan diri kepada Allah dalam keadaan bagaimanapun, apakah
ia diberi nikmat oleh Nya atau tidak, apakah ia dalam kesengsaraan atau dalam
kesenangan, apakah dalam kesempitan atau kelapangan.
2. Hamba yang beribadat kepada Allah subhanahu wa ta’ala
karena merasakan nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya, ia merasa
tergantung kepada nikmat Allah itu.
3. Karena hamba itu mengharapkan pahala daripada-Nya dan
takut ditimpa siksa-Nya. Hamba yang dimaksud dalam ayat ini, ialah hamba yang
termasuk golongan pertama. Hamba itu tetap beribadat kepada Allah sesuai dengan
yang telah ditetapkan-Nya, sekalipun ia ditimpa malapetaka, kesengsaraan dan
cobaan-cobaan yang lain. Ia menyatakan bahwa seluruh yang ada padanya, jiwa dan
raganya, hidup dan matinya, semuanya adalah untuk Allah. Keimanan orang ini
sesuai dengan iman yang dimaksud dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:
قُلْ إِنَّ
صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ
أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya salatku,
ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu
bagi Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Q.S. Al An'am:
162-163)
أَأَتَّخِذُ
مِن دُونِهِ آلِهَةً إِن يُرِدْنِ الرَّحْمَـٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّي
شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلَا يُنقِذُونِ
23. “Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya
jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya
syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak
(pula) dapat menyelamatkanku?” (QS. Yaasiin 23)
إِنِّي إِذًا
لَّفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
24. “Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam
kesesatan yang nyata.” (QS. Yaasiin 24)
Ia lalu memperoleh jawaban yang benar alas pertanyaan
itu, ialah: bahwa tidaklah patut sama sekali baginya bertuhan kepada selain
Allah. Hanya Allah sajalah Tuhan yang sebenarnya. Dan jika ia bertuhan kepada
selain Allah, pastilah ia berada dalam kesesatan yang nyata.
إِنِّي آمَنتُ
بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ
25. “Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu;
maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku.” (QS. Yaasiin 25)
Akhirnya, orang tersebut mengambil keputusan yang tepat
berdasar keyakinan yang bulat, bahwa ia hanya beriman kepada Allah, yaitu Tuhan
yang sebenarnya bagi dia dan kaumnya. Maka ia lalu mengumumkan keimanan dan
keyakinannya itu kepada kaumnya, dan berkata dengan tegas: "Sesungguhnya
aku telah beriman kepada Allah yaitu Tuhan kamu yang sebenarnya. Maka
dengarkanlah pernyataan imanku ini".
Sikap dan pernyataan iman seperti tersebut di atas, yang
dilontarkan di tengah-tengah masyarakat yang masih bergelimang kekafiran,
kemusyrikan dan kemaksiatan, benar-benar merupaan keberanian yang timbul dari
cahaya iman yang telah menerangi hati nuraninya, ia telah beriman. Dan ia ingin
agar kaumnya juga beriman, Ia tak gentar kepada ancaman yang membahayakan
dirinya, demi untuk melaksanakan tugas sucinya, mengajak umat ke jalan yang
benar. Menurut suatu riwayat, ketika orang itu berkata demikian kaumnya menyerangnya
dan membunuhnya dan tidak seorangpun yang membelanya. Sedang menurut Qatadah:
"Kaumnya merajamnya dengan batu, dan dia tetap mengatakan (berdoa)"
"Wahai Tuhanku, tunjukilah kaumku, karena mereka. tidak mengetahui".
Demikianlah kaumnya merajamnya sampai ia menghembuskan
nafasnya yang penghabisan. Dalam riwayat disebutkan, bahwa orang yang dimaksud
pada ayat-ayat di atas bernama Habib Ibnu Murry, seorang tukang kayu yang
terkena penyakit campak, akan tetapi ia suka bersedekah, sehingga separo dari penghasilannya
sehari-hari di sedekahkannya. Disebutkan, bahwa setelah kaumnya mendengar
pernyataan imannya itu maka berkobarlah kemarahan terhadapnya, dan akhirnya
mereka membunuhnya. Akan tetapi pada saat sebelum ia menghembuskan nafas yang
terakhir, turunlah kepadanya, malaikat untuk memberitahukan, bahwa Allah telah
mengampuni semua dosa-dosanya yang telah dilakukannya sebelum ia beriman, dan
ia dimasukkan Nya ke dalam surga sehingga ia termasuk golongan orang-orang yang
mendapat kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Pada detik-detik yang terakhir itu ia masih sempat
mengucapkan kata harapan: "Alangkah baiknya, jika kaumku mengetahui
karunia Allah yang dilimpahkan Nya kepadaku, berkat keimananku kepada Nya,
yaitu bahwa aku telah beroleh ampun atas dosaku, dan aku akan dimasukkan ke
dalam surga dengan ganjaran yang berlipat ganda, dan aku akan termasuk golongan
orang-orang yang beroleh kemuliaan di sisi Nya. Seandainya mereka mengetahui
hal ini, tentulah mereka akan beriman pula".
Pernyataan Habib itu adalah pernyataan yang amat tinggi
nilainya dan menunjukkan ketinggian akhlaknya. Sekalipun ia telah dirajam dan
disiksa oleh kaumnya, namun ia tetap bercita-cita agar kaumnya sadar dan
mendapat rahmat dari Tuhan sebagaimana yang telah dialaminya itu. (QS. Yaasiin
13-25)
Jadi ada 4 orang Amir, Mutakallim, Makmur dan dalil.
Namanya (Yuhana, Bulis, Syam'un dan Habib An Najjar)
وَلْتَكُن
مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَـٰئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendakklah ada di antaramu segolongan ummat yang
mengajak (manusia) kepada kebaikan), menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah
yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)
وَأْمُرْ
أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا
نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ
نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ
لِلتَّقْوَىٰ
“Dan suruhlah keluargamu (umatmu) dengan sholat dan
bersabarlah atasnya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, kamilah yang memberimu
rezeki. Dan akibatnya (yang baik) itu bagi orang yang bertakwa.” (Thaha: 132)
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih baik perkataanya daripada orang
yang menyeru(manusia) kepada Allah dan mengerjakan amal shaleh dan berkata,
“sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim)”. (Fushilat: 33).
وَذَكِّرْ
فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat bagi orang-orang beriman.” (Adz
Dzariyat: 55).
Hadits-hadit Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
tentang kelebihan jaulah Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Sepagi atau
sepetang di jalan Allah subhanahu
wa ta’ala adalah lebih baik dari dunia dan segala
isinya.” (HR. Bukhari no. 6568)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan
bahwa aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
bersabda: “Berdiri sejenak di jalan Allah subhanahu wa ta’ala
adalah lebih baik dari beribadat pada malam lailatul Qadar di hadapan Hajar
Aswad.” (HR Ibn Hibban)
Hazrat Suhail radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa ia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berdirinya
salah seorang dari kalian sesaat dijalan Allah subhanahu wa ta’ala
adalah lebih baik daripada segala amalan kebaikan yang dilakukan sepanjang
hayat di keluarganya (rumahnya).” (HR
Tirmizi)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Barang
siapa yang keluar dijalan Allah subhanahu
wa ta’ala walau untuk satu petang, maka sebanyak mana
debu yang melekat padanya, dia akan diberi kasturi sebanyak itu dihari kiamat
nanti.” (HR Ibnu Majah)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa
ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah
bercampur pada hati seorang muslim debu-debu (ketika berada) di jalan Allah,
kecuali Allah pasti mengharamkan atasnya api neraka.” (HR. Ahmad dan Thabrani
dalam al Awsath, dan sanad Ahmad semuanya tsiqat - Majma’uz Zawaa ‘id V/ 7452)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa
ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Berdiri
sesaat di jalan Allah lebih baik daripada beribadah di malam lailatul qadar di
depan Hajr Aswad.” (HR. Ibnu Hibban. Berkata pentahqiq, “Isnadnya shahih”
X/463)
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Satu
hari di jalan Allah lebih baik daripada seribu hari selain di jalan Allah’. “
(HR. Nasai, Bab Keutamaan Ribath, Hadits nomor 3172)
Menurut riwayat Ibnu Ishaq, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam pergi ke tempat-tempat musim berkumpul orang-orang Arab, yaitu
pasar yang diadakan beberapa kali pada setiap tahun, misalnya Pasar Ukaz yang
diadakan selama bulan Syawal, Pasar Majannah yang berlangsung sesudah bulan
Syawal selama 20 hari. Selain itu selama musim haji diadakan perayaan di Pasar
Zil Majaz. Selain mendatangi pasar-pasar, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
juga mendatangi tempat-tempat suku Kindah, suku Bani Kalb, suku Bani Amir bin
Sha’sha’ah, Muharib bin Khashafah, Fazarah, Ghassan, Murrah, Hanifah, Sulaim,
Bani Nashr, Bani Al-Bakka, Al-Harits bin Ka’b, Udzrah dan Hadramy. Namun tak
seorang pun di antara mereka yang memenuhi seruan beliau. Imam az-Zuhry
berkata: “Diantara kabilah-kabilah yang didatangi oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan diajak serta ditawarkan oleh beliau adalah Bani Amir bin
Sha’sha’ah, Muhârib bin Khasfah, Fazarah, Ghassan, Murrah, Hanifah, Sulaim,
‘Abs, Bani Nashr, Bani al-Bukâ’, Kindah, Kalb, al-Hârits bin Ka’b, ‘Adzrah dan
Hadlârimah. Namun tidak seorangpun dari mereka yang meresponsnya.”
Ibnu Sa’d di dalam Thabaqat-nya berkata: “Pada setiap
musim haji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi dan mengikuti
orang-orang sedang menunaikan haji sampai ke rumah-rumah mereka dan di
pasar-pasar ‘Ukazh, Majinnah dan Dzi’l-Majaz. Beliau mengajak mereka agar
bersedia membelanya sehingga ia dapat menyampaikan risalah Allah, dengan
imbalan surga bagi mereka. Tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
mendapat seorangpun yang membelanya.Setiap kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berseru kepada mereka: “Wahai manusia! ucapkanlah La Ilaha Illallah,
niscaya kalian beruntung. Dengan kalimat ini kalian akan menguasai bangsa Arab
dan orang-orang Ajam. Jika kalian beriman, maka kalian akan menjadi raja di
surga.“ Abu Lahab selalu menguntit Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
seraya menimpali, “Janganlah kalian mengikutinya! Sesungguhnya dia seorang
murtad dan pendusta.“ Sehingga mereka dengan cara yang kasar menolak dan
menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam usaha keliling/jaulah
tersebut, Abu Lahab selalu menguntit Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam agar orang-orang tidak mau ikut ajakan Nabi.. Jadi, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam selalu keliling menawarkan Islam ini kepada setiap manusia
yg bisa ditemuinya.
Ibnu Ishaq menyebutkan metode penawaran dan sikap mereka
terhadapnya, dan berikut ini adalah ringkasannya:
1. Bani Kalb Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
datang sendiri ke perkampungan mereka, yang juga disebut Bani Abdullah. Beliau
menyeru mereka kepada Allah dan menawarkan langsung kepada mereka. Beliau shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda kepada mereka: “Wahai Bani Abdullah!
Sesungguhnya Allah telah membaguskan nama bapak kalian”. Namun mereka tetap
menolak apa yang ditawarkan itu.
2. Bani Hanifah, Beliau mendatangi mereka di rumah-rumah
mereka dan mendakwahi mereka kepada Allah. Beliau sendiri yang menawarkan
kepada mereka namun tak seorangpun dari kalangan bangsa Arab yang penolakannya
lebih buruk daripada penolakan mereka.
3. Bani Amir bin Sha’sha’ah Beliau mendatangi mereka dan
mendakwahi mereka kepada Allah. Beliau sendiri juga yang datang menawarkan.
Buhairah bin Firas, salah seorang pemuka mereka berkata: “Demi Allah,
andaikan aku dapat menculik pemuda ini dari tangan orang Quraisy, tentu
orang-orang Arab akan melahapnya”. Kemudian dia melanjutkan: “Apa pendapatmu
jika kami berbai’at kepadamu untuk mendukung agamamu, kemudian Allah
memenangkan dirimu dalam menghadapi orang-orang yang menentangmu, apakah kami
mempunyai kedudukan sepeninggalmu?”. Beliau menjawab: “Kedudukan itu
terserah kepada Allah, Dia menempatkannya sesuai kehendak-Nya”. Buhairah
berkata : “Apakah kami harus menyerahkan batang leher kami kepada
orang-orang Arab sepeninggalmu? Kalaupun Allah memenangkanmu, pasti kedudukan
itu juga akan jatuh kepada selain kami. Jadi kami tidak membutuhkan agamamu”.
Maka, merekapun enggan menerima ajakan beliau. Tatkala Bani ‘Amir pulang,
mereka bercerita kepada seorang sepuh dari mereka yang tidak dapat berangkat ke
Mekkah karena usianya yang sudah lanjut. Mereka memberitahukan kepadanya: “Ada
seorang pemuda Quraisy dari Bani Abdul Muththalib menemui kami yang mengaku
nabi. Dia mengajak kami agar sudi melindunginya, bersama-samanya dan pergi ke
negeri kami bersamanya”. Orang tua itu menggayutkan kedua tangannya diatas
kepala sembari berkata: ”Wahai Bani ‘Amir, adakah sesuatu milik Bani ‘Amir
yang tertinggal? Adakah seseorang yang mencari barangnya yang hilang? Demi diri
fulan yang ada ditangan-Nya, itu hanya diucapkan oleh keturunan Isma’il. Itu
adalah suatu kebenaran. Mana pendapat yang dahulu pernah kalian kemukakan?”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun juga membutuhkan seorang
dalil saat akan berdakwah di Madinah. Musim haji dan keramaian pasar-pasarnya,
merupakan momen penting sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
senantiasa memanfaatkannya untuk menjumpai para pemuka suku yang memiliki
pengaruh dan manusia pada umumnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menawarkan
kepada para kepala suku untuk mau melindungi supaya beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam bisa berdakwah, tanpa memaksa para pemuka itu untuk menerima dakwahnya.
Untuk melakukan hal tersebut, beliau berkata "Adakah
orang yang bisa membawaku ke kaumnya, karena kaum Quraisy melarangku
menyampaikan perkataan Rabbku”. Diriwayatkan oleh Abu Daawud dalam
Sunan-nya, 5/Kitab Sunnah, hadits no. 4734. Ibnu Mâjah dalam al-Muqaddimah,
hlm. 73, hadits no. 201. Imam Ahmad dalam al-Fathurrabâni, 20/267, dari hadits
Jaabir radhiyallahu 'anhu. Riwayat ini disebutkan oleh Imam adz-Dzahabi dalam
kitab Sirah-nya, hlm. 282 dan beliau rahimahullah berkata: "Riwayat ini
sesuai dengan syarat Imam al-Bukhâri".
Mengapa harus ada amir/pimpinan dalam jaulah..?! Itu
sesuai pesan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita : "Tidak
halal bagi tiga orang yang berada di suatu padang pasir dari bumi kecuali
mengangkat salah satu dari mereka untuk menjadi amir." (HR. Ahmad dari
Abdullah bin Amr)
"Bila tiga orang keluar dalam suatu perjalanan,
hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi amir." (HR. Abu Daud dari Ibnu Sa'id)
Kesimpulan, dalam jaulah dibutuhkan mutakallim (yang akan
berbicara), dibutuhkan dalil/penunjuk jalan, dibutuhkan amir dalam perjalanan,
bisa juga diikuti makmur (jamaah yang meramaikan dan mengikuti rombongan)
mohon kopi tuan.
BalasHapusAlhamdulillah sangat membantu
BalasHapus